1 BAB I
PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Donasi darah merupakan praktik klinis yang umum dilakukan. Pada tahun 2012 World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 108 juta donasi darah terkumpul tiap tahunnya (WHO Global Database on Blood Safety (GDBS), 2015). Namun hingga saat ini jumlah persediaan darah belum dapat memenuhi kebutuhan meskipun jumlah donor sukarela meningkat jika dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya. Ketersediaan darah untuk donor, secara ideal adalah 2,5% dari jumlah penduduk. Menurut laporan tahunan Unit Transfusi Darah PMI pada tahun 2013 masih terdapat sekitar 49,9% kekurangan untuk mencapai ketersediaan darah yang ideal (Laporan UTD PMI 2014).
Saat ini kebanyakan pasien yang membutuhkan transfusi darah maupun produk darah adalah pasien yang sedang dalam pengobatan akibat perdarahan, anemia akibat penyakit kronis, gangguan pembekuan darah, gangguan trombosit, dan beberapa kasus serupa (European Society of Anaesthesiology, 2013). Menurut data WHO,
kebutuhan produk darah transfusi berbeda menurut pendapatan negara tersebut. Pada negara dengan pendapatan per kapita tinggi, transfusi digunakan untuk perawatan suportif pada operasi kardiovaskuler, transplantasi organ, trauma masif, dan terapi untuk keganasan hematologi dan non-hematologi. Sedangkan pada negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah, transfusi digunakan untuk mengatasi komplikasi terkait kehamilan dan anemia yang parah pada anak (WHO Global Database on Blood Safety (GDBS), 2015).
Setiap calon donor harus melewati seleksi dan memenuhi syarat untuk menjadi seorang donor untuk memastikan donor dalam keadaan sehat dan kegiatan donasi darah tidak berbahaya bagi mereka (PAHO, 2009). Pemeriksaan hemoglobin merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan baik di puskesmas, pada klinik antenatal, maupun di ruang perawatan pasien dan dilakukan untuk follow up manajemen pasien anemia maupun skrining anemia pada calon donor (Chakravarthy et al, 2012). Pemeriksaan hemoglobin digunakan untuk melindungi kesehatan dari donor potensial dan untuk memastikan kualitas yang cukup dari produk darah untuk penerima atau resipien. Menurut standar transfusi darah
yang diakui di dunia, calon donor harus memiliki kadar hemoglobin di atas 12,5 g/dL untuk dapat mendonorkan darahnya. Kadar hemoglobin yang kurang dari 12,5 g/dL dapat menyebabkan anemia atau memperburuk kondisi calon donor yang dapat menyebabkan masalah kesehatan. Selain itu, produk darah yang dihasilkan dari donor tersebut tidak memiliki kualitas yang cukup karena konten hemoglobinnya yang rendah. Di samping itu, produk darah yang dihasilkan dari donor yang memiliki kadar hemoglobin yang tinggi juga dapat memiliki kualitas yang buruk dan memiliki efek negatif bagi penerimanya (Shahshahani, Meraat, & Mansouri, 2013).
Pengukuran hemoglobin menggunakan analyzer otomatis di laboratorium klinik merupakan baku emas untuk pengukuran konsentrasi hemoglobin seperti yang direkomendasikan oleh International Committee for Standardization in Hematology. Di Unit Donor Darah PMI kadar hemoglobin calon donor akan diperiksa dengan metode point-of-care-testing (POCT) yang dapat memberikan hasil yang cepat sehingga dapat menentukan calon donor berhak mendonasikan darahnya atau tidak. Point-of-care testing meliputi segala pemeriksaan yang dilakukan di tempat dimana tindakan atau perawatan akan dilakukan kepada pasien. Pengertian di atas mencakup
pemeriksaan yang dilakukan di tempat praktik dokter dan departemen lain selain laboratorium di rumah sakit seperi Unit Gawat Darurat, kamar operasi, dan ICU (Threatte & Schexneider, 2011). Kadar hemoglobin yang kurang merupakan penyebab paling banyak dalam penolakan donor darah, yang terjadi dalam 10% kasus (Mast, 2014).
Terdapat beberapa alat yang digunakan dalam pengukuran POCT seperti sistem HemoCue (HemoCue, Ängelholm, Sweden), Hemochroma plus, dan lain sebagainya. Alat pengukuran yang digunakan pada metode POCT umumnya menggunakan prinsip spektrofotometri. Metode spektrofotometri merupakan pengukuran kuantitatif dari kemampuan refleksi maupun transmisi dari suatu material yang dilihat sebagai fungsi panjang gelombang (Allen, Cooksey, & Tsai, 2009). Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan hasil yang didapat dengan metode point-of-care-testing (POCT) yang menggunakan darah kapiler sebagai sampel dengan hasil yang didapat dari pemeriksaan di RS. Sardjito yang menggunakan darah vena sebagai sampel. Apabila terdapat perbedaan pada kedua hasil dan tidak segera dikoreksi maka donor darah tersebut akan menyebabkan penurunan hemoglobin dan kemungkinan donor jatuh dalam kondisi anemia. Perbedaan hasil pada kedua metode tersebut
tentu akan berdampak pada donor, misalnya dengan metode POCT dinyatakan dapat mendonasikan darah namun hasil pemeriksaan di RS. Sardjito menunjukkan kadar hemoglobin yang tidak memenuhi syarat sebagai donor. Pemeriksaan HemoCue dengan sampel darah kapiler tidak cukup akurat untuk membuat keputusan terapeutik. Keakuratan metode tersebut dapat ditingkatkan dengan menggunakan darah arteri sebagai sampel (Mimoz et al., 2011).
Sudah terdapat beberapa penelitian yang membandingkan hasil pemeriksaan konsentrasi hemoglobin menggunakan metode POCT (HemoCue) dan menggunakan analyzer otomatis atau autoanalyzer yang dilakukan di laboratorium. Data dari Gomis et al. (2012) menunjukkan pada penelitian yang dilakukan pada donor pertama terdapat perbedaan konsentrasi hemoglobin yang bervariasi mulai dari 10 hingga 30 g/L (Sanchis-Gomar et al. 2013). Pada studi yang dilakukan Shahshahani et al, kadar hemoglobin yang didapat dari pengukuran menggunakan HemoCue lebih tinggi dibandingkan kadar hemoglobin dari darah vena yang diukur dengan metode standar menggunakan analyzer otomatis (Shahshahani et al, 2013). Namun penelitian di atas dilakukan dengan menggunakan subyek donor di Iran. Penelitian mengenai
perbandingan kadar hemoglobin dengan metode POCT dan kadar hemoglobin dengan alat hematology analyzer di Indonesia, sudah pernah dilakukan namun dengan daerah penelitian, populasi subyek, dan metode pemeriksaan yang berbeda (Febianty, Sugiarto, & Sadeli, 2013). Penelitian mengenai perbandingan kadar hemoglobin dengan metode POCT (menggunakan hemoglobinometer) dan kadar hemoglobin dengan alat hematology analyzer di Yogyakarta, belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan rerata hasil pengukuran kadar hemoglobin dengan metode POCT dengan pengukuran menggunakan alat hematology analyzer? 2. Apakah terdapat korelasi hasil pengukuran kadar
hemoglobin dengan metode POCT dengan pengukuran menggunakan alat hematology analyzer?
C.Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian tentang perbandingan kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dan yang didapat dengan autoanalyzer sebelumnya sudah pernah dilakukan di berbagai tempat. Penelitian yang dilakukan
oleh von Schenck et al. (1986) di Swedia menunjukkan bahwa alat yang digunakan dalam metode POCT yaitu HemoCue memiliki tingkat akurasi yang tinggi untuk mendapatkan kadar hemoglobin dibandingkan metode laboratorium yang standar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanchis-Gomar et al. (2012) yang membandingkan penggunaan HemoCue pada metode POCT dan Sysmex yang merupakan autoanalyzer didapatkan bias yang masih berada dalam batas sehingga penelitian tersebut bermakna secara klinis dan mendukung kesimpulan bahwa HemoCue merupakan strategi yang tepat untuk skrining donor darah. Penelitian oleh Adam et al. (2012) di Khartoum, Sudan, menyatakan bahwa kadar hemoglobin yang diukur menggunakan HemoCue dengan sampel darah vena maupun kapiler memiliki tingkat presisi yang rendah dan tidak dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dari autoanalyzer karena memiliki perbedaan nilai yang melebihi batas yang dapat diterima secara klinis yakni ± 1 g/dL. Penelitian tersebut memiliki sampel yang berbeda dengan penelitian ini, dimana sampel penelitian tersebut merupakan wanita hamil yang berkunjung ke klinik antenatal. Di Indonesia, penelitian tentang perbandingan kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dan yang didapat dengan autoanalyzer
sebelumnya pernah dilakukan namun dengan daerah penelitian, populasi subyek, dan metode pemeriksaan yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Febianty et al. (2013) menggunakan populasi subyek yang merupakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha di Bandung dan metode POCT yang digunakan adalah metode Sahli.
Berikut adalah daftar beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan beserta perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan :
Tabel 1. Daftar penelitian – penelitian sebelumnya Peneliti (tahun) Judul Desain (jumlah sampel)
Populasi Hasil Perbedaan
Febianty et al. (2013) Perbandingan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode Sahli dan autoanalyzer pada orang normal Potong lintang (30) Mahasisw a Fakultas Kedokter an Universi tas Kristen Maranath a
Didapatkan bahwa rerata kadar hemoglobin metode Sahli 13,833 g/dL (SD = 1,7311) lebih rendah dibandingkan rerata kadar
hemoglobin Autoanalyzer 14,577 g/dL (SD = 1,4393) dengan perbedaan sebesar 0,74 g/dL (p <0,05) Subjek penelitian, lokasi penelitian, dan alat pemeriksaan yang digunakan Adam et al. (2012) Comparison of Hemocue hemoglobin-meter and automated hematology analyzer in measurement of hemoglobin levels in pregnant women at Khartoum hospital, Potong lintang (108) Wanita hamil di klinin antenata l RS. Khartoum ,Sudan
Pada perbandingan metode Hemocue (kapiler) dan hematology
analyzer didapatkan bias (1,34 ± 1,85) yang melebihi batas yang dapat diterima secara klinis (± 1g/dL).
Terdapat korelasi positif antara Hemocue (kapiler) dan hematology analyzer, dengan r=0,51 Subjek penelitian, alat pemeriksaan yang digunakan dan lokasi penelitian
Sudan Seguin et al. (2011) Determination of capillary hemoglobin levels using the HemoCue system in intensive care patients Studi prospek tif observa sional (150) Pasien dewasa di (Intensi ve Care Unit)
Didapatkan korelasi positif yang lemah antara HemoCue dengan
kadar hemoglobin yang didapat dari alat hematology analyzer (r = 0,43, p = 0,0001) Desain penelitian, Subyek penelitian dan alat pemeriksaan yang digunakan Bahadur et al. (2010) Estimation of hemoglobin in blood donors: A comparative study using hemocue and cell counter Prospek tif (535) Donor di India
Didapatkan korelasi positif yang lemah antara HemoCue dengan
kadar hemoglobin yang didapat dari alat hematology analyzer (r = 0,40) Desain penelitian dan alat yang digunakan Shahshah ani et al. (2013) Evaluation of the validity of a rapid method for measuring high and low haemoglobin levels in whole blood donors Prospek tif (314) Donor di Iran
Rerata kadar hemoglobin yang diukur dengan metode POCT (16 ± 2,52 g/dL) lebih tinggi
dibandingkan rerata kadar hemoglobin yang diukur dengan alat hematology analyzer dengan menggunakan darah vena sebagai sampel (15,2 ± 2,28 g/dL). Juga didapatkan perbedaan rerata antara kadar hemoglobin pada darah kapiler dengan darah vena, namun tidak bermakna secara
statistik (0,05 ± 0,46 g/dL).
Desain penelitian dan lokasi penelitian
D.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan bukti secara ilmiah mengenai perbandingan antara kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dengan yang didapat di RSUP. Dr. Sardjito menggunakan alat hematology analyzer.
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dengan yang didapat dengan alat hematology analyzer. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan :
1. Mengetahui perbedaan rerata antara kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dengan yang didapat dengan alat hematology analyzer.
2. Mengetahui korelasi antara kadar hemoglobin yang didapat dengan metode POCT dengan yang didapat dengan alat hematology analyzer.