1
POTENSI PEMANFAATAN ABU TULANG KERBAU SEBAGAI ADSORBEN ION BESI (Fe3+)
M. Meutia1, Itnawita2, S.Bali2
1
Mahasiswa Program Studi S1 Kimia
2
Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected]
ABSTRACT
Buffalo bone is a part of buffalo body that has not been utilized optimally. One of its alternative uses is as an adsorbent because bone is an inorganic material. Calcinated an inorganic material will produce a fairly stable oxides, especially CaO which has a cubic structure with an open framework that allows it to be used as an adsorbent. This study was conducted to analyze the adsorption capability of buffalo bone by varying the concentration of Fe3+ ions 10-700 mg/L and contact time variation for 4-24 hours using the AAS (Atomic Absorotion Spectroscopy). It was found that the ash of buffalo bone contained 20.56% calcium and potential to be used as an adsorbent for Fe3+. The adsorption capability was 23.9999 mg/g with a contact time of 24 hours.
Keywords : adsorption, buffalo bones, calsium oxide, Fe3+ ion ABSTRAK
Tulang kerbau merupakan bagian yang belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu cara alternatif pemanfaatan adalah sebagai adsorben, mengingat tulang merupakan material anorganik. Material anorganik jika dikalsinasi akan menghasilkan senyawa oksida yang cukup stabil, terutama CaO yang memiliki struktur kubik dengan kerangka terbuka yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai adsorben. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan serapan abu tulang kerbau terhadap ion Fe3+ melalui variasi konsentrasi ion Fe3+ 10-700 mg/L dan variasi waktu kontak selama 4-24 jam menggunakan SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Dari hasil analisa didapatkan bahwa abu tulang kerbau mengandung kalsium sebesar 20,56% dan berpotensi sebagai adsorben ion Fe3+, dimana kemampuan serapannya sebanyak 23,9999 mg/g dengan waktu kontak 24 jam.
2
PENDAHULUAN
Kerbau merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial untuk produksi daging (Dwiyanto dan Subandryo, 1995). Pemotongan ternak kerbau bertujuan untuk menghasilkan daging, sedangkan tulangnya merupakan bagian yang belum dapat dimanfaatkan secara langsung. Untuk optimalisasi pemanfaatan tulang kerbau, maka perlu dicari alternatif penggunaan dari tulang tersebut. Tulang memiliki kandungan utama yaitu material anorganik berupa mineral kalsium karbonat (CaCO3),
hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 yang secara fisik merupakan material keramik yang
berpori, sehingga sangat memungkinkan memiliki kemampuan mengadsorpsi zat lain ke dalam pori-pori di permukaannya. Menurut Schalkwyk (2005) kandungan mineral tulang kerbau Afrika, yaitu Ca sebesar 19,5% dan P sebesar 9,5%. Berdasarkan komposisi tersebut, maka tulang memiliki potensi sebagai material penyerap (adsorben) dalam proses adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan, dimana suatu molekul materi terkumpul pada adsorben (Sukardjo, 1989).
Abu merupakan adsorben alternatif yang ramah lingkungan, karena abu tulang terdiri dari 55,82% Ca, 42,39% fosfor dan 1,79% air (Kaneko dan Cornelius, 1970). Pada dasarnya abu mempunyai potensi besar sebagai penjerap ion logam. Hal ini dikarenakan abu memiliki porositas yang banyak dan terdiri dari butiran halus yang umumnya berongga dan memiliki struktur dengan kerangka yang relatif terbuka. Ukuran partikel abu dapat lebih kecil dari 75 mikron dan kerapatannya mencapai 2100-3000 Kg/m3 dan luas permukaannya mencapai 170-1000 m2/Kg (Mazari, 2009). Berdasarkan karakteristik sifat fisika tersebut, Bendiyasa dkk (2004) telah melakukan penelitian untuk menyerap ion Cd. Dari hasil penelitian ternyata abu sangat potensial dijadikan sebagai adsorben logam Cd(II).
Berdasarkan dari penelitian diatas ingin diketahui penyerapan abu tulang kerbau sebagai adsorben ion Fe, mengingat ion Fe sering dijumpai dalam perairan akibat aktivitas industri, karena pada konsentrasi yang lebih besar akan berpengaruh terhadap masyarakat yang menggunakan perairan yang telah tercemar ion Fe.
METODE PENELITIAN a. Pengambilan dan preparasi sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tulang kerbau yang diperoleh dari pasar tradisional yang ada di Air Tiris, Kabupaten Kampar. Tulang kerbau dipisahkan terlebih dahulu dari bagian tulang rawannya dan dibersihkan dari daging yang masih melekat, lalu dipecah menggunakan kapak hingga ukurannya menjadi lebih kecil. Kemudian dilakukan pencucian dengan air bersih. Setelah itu dikeringkan di bawah sinar matahari.
3 b. Pengabuan sampel
Cawan yang digunakan dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 105ºC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilang uap air dan cawan ditimbang. Sampel diletakkan kedalam cawan, kemudian dilakukan proses pengabuan di dalam furnace pada suhu 800ºC sampai pengabuan sempurna yang ditandai dengan abu berwarna putih. Kemudian abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Lalu abu tulang digerus dan diayak dengan ukuran ayakan 200 mesh.
c. Penentuan daya serap abu tulang kerbau terhadap ion Fe3+ berdasarkan variasi konsentrasi dan waktu kontak
Abu tulang kerbau sebanyak 0,5 g dimasukkan dalam beaker gelas 100 mL, kemudian ditambahkan masing-masing 20 mL larutan Fe3+ dengan konsentrasi 10, 30, 50, 300, 400, 500, 600, dan 700 mg/L. Didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring dan diambil fitratnya. Dari hasil analisis tersebut diperoleh efisiensi penyerapan dan kapasitas adsorpsi berdasarkan variasi konsentrasi tersebut. Setelah diperoleh konsentrasi optimal lalu dilanjutkan dengan variasi waktu kontak selama 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam. Kemudian disaring dan diambil fitratnya digunakan untuk analisis menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) pada panjang gelombang 248,3 nm. Dari hasil analisis tersebut diperoleh efisiensi penyerapan dan kapasitas adsorpsi berdasarkan variasi waktu kontak tersebut.
d. Penentuan kandungan kalsium
Sebanyak 0,5 g abu tulang kerbau dilarutkan dengan 15 mL HCl (1:1). Larutan disaring dengan kertas Whatman 42 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Selanjutnya ditambahkan akuades sampai tanda batas, lalu dihomogenkan. Dipipet sebanyak 10 mL contoh uji kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan larutan NaOH 1 N hingga dicapai pH 12-13. Kemudian disaring, lalu ditambahkan 1-2 mL KCN 10% apabila contoh uji keruh. Kemudian tambahkan seujung spatula atau setara 30-50 mg indikator mureksid. Larutan dititrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M sampai
terjadi perubahan warna dari merah sindur menjadi merah muda. Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Analisis daya serap abu tulang kerbau berdasarkan variasi konsentrasi besi Dari hasil analisis kemampuan daya serap abu tulang kerbau terhadap beberapa variasi konsentrasi ion Fe3+ (10-700 mg/L) menunjukkan abu tulang kerbau mempunyai kemampuan penyerapan yang cukup besar yaitu ± 24 mg/g (99,99%). Dari penyerapan abu tulang kerbau pada berbagai variasi konsentrasi dapat dilihat Tabel 1.
4
Tabel 1. Analisis daya serap abu tulang kerbau berdasarkan variasi konsentrasi ion Fe3+ dengan waktu kontak 24 jam
Konsentrasi Fe (ppm) Konsentrasi Setelah Dikontakkan (mg/L) Efisiensi Penyerapan (%) Kapasitas Adsorpsi(mg/g) 10 30 50 300 400 500 600 700 -0,0099 -0,0272 -0,0173 -0,0072 0,0047 0,0131 0,0011 0,8309 * * * * 99,99 99,99 99,99 99,88 * * * * 15,9998 19,9994 23,9999 27,9667
b. Analisis daya serap abu tulang kerbau berdasarkan variasi waktu kontak Uji penyerapan pada variasi waktu kontak, terlihat bahwa waktu kontak tidak terlalu mempengaruhi kemampuan penyerapan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis daya serap abu tulang kerbau terhadap Fe3+ 600 mg/L berdasarkan variasi waktu kontak
Variasi Waktu Kontak (jam) Konsetrasi Setelah Dikontakkan(mg/L) Efisiensi Penyerapan (%) Kapasitas adsorben (mg/g) 4 0,2362 99,96 23,9905 8 0,0863 99,98 23,9965 12 0,0239 99,99 23,9990 16 0,0335 99,99 23,9986 20 0,2278 99,96 23,9908 24 0,0011 99,99 23,9999
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kemampuan abu tulang kerbau terhadap variasi konsentrasi Fe+3 10-700 mg/L dengan waktu kontak 24 jam terlihat bahwa abu tulang ini mempunyai penyerapan yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan pada efisiensi penyerapan yang diperoleh sebesar 99,99% dengan kapasitas adsorpsi sebesar 23,9999 mg/g. Besarnya penyerapan abu tulang ini disebabkan oleh struktur kalsium oksida yang relatif bersih dari pengotor sehingga kalsium oksida tersebut bersifat stabil yang ditandai dengan tidak terjadinya lagi penambahan berat setelah dilakukan pengabuan beberapa kali. Variasi konsentrasi digunakan untuk melihat kemampuan optimal penyerapan abu tulang kerbau. Hal ini menunjukkan bahwa abu tulang kerbau mempunyai kemampuan yang cukup besar dalam menyerap ion besi, jika dibandingkan dengan arang tulang sapi yang telah dilakukan oleh Akbar (2012),
5
sehingga adsorben abu tulang kerbau merupakan material yang cukup baik dalam menurunkan ion besi dalam larutan.
Selain konsentrasi, penyerapan ini juga dipengaruhi oleh waktu kontak, karena kedua hal tersebut termasuk kedalam faktor yang menentukan dalam proses adsorpsi (Droste, 1997). Dari hasil analisis terhadap variasi waktu kontak selama 4-24 jam juga menunjukkan penyerapan sebesar 99% atau hampir 100%. Waktu kontak optimal diperoleh pada perendaman setelah 24 jam.
Selain untuk mengetahui daya serap abu tulang kerbau, pada penelitian ini juga dilakukan analisis kandungan kalsium untuk mengetahui kadar kalsium pada abu tulang kerbau. Penentuan kalsium pada abu tulang kerbau dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri, karena kalsium merupakan salah satu kation logam yang dapat mengikat EDTA membentuk senyawa kompleks. Dari hasil analsis kalsium yang telah dilakukan diperoleh kandungan kalsium sebesar 20,56%. Hasil penelitian yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan literatur yaitu 19,5% (Schalwyk, 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN
Abu tulang kerbau berpotensi untuk digunakan sebagai adsorben terhadap penyerapan ion Fe3+ dengan efisiensi penyerapan sebesar 99,99% yaitu pada konsentrasi 400-600 mg/L dengan waktu kontak 24 jam. Kandungan kalsium yang diperoleh pada abu tulang kerbau sebesar 20,56%. Dari hasil penelitian ini, maka disarankan kepada peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini selanjutnya untuk melakukan penelitian terhadap karakterisasi abu tulang menggunakan ion anorganik lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Itnawita, M.Si yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs, Subardi Bali, M.Farm yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. 2012. Pengaruh Waktu Kontak Tulang Sapi Terhadap Logam Pb. Skripsi. Jurusan Kimia. Universitas Mulawarman, Makasar.
Bendiyasa, I.M., Astuti, R.O., Setiawa, D.M. 2004. Penggunaan Fly Ash Sebagai Adsorben dalam Pemungutan Logam Cd(II) dari Air Limbah Simulasi. Laporan Penelitian Laboratorium. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Dwiyanto, K dan Subandryo.1995. Peningkatan Mutu Genetik Kerbau Lokal di Indonesia. J. Litbang Pertanian XIV 4 : 92-101.
6
Droste, R. L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John Wiley & Sons, United States of America.
Kaneko, J.J., Cornellius, C.E. 1970. Clinical Biochemistry of Domestic Animal. Chapmann & Hall, New York
Mazari Magazine. 2009. Abu Terbang Batubara Sebagai Adsorben. http://www.mazarimagazine.html.
Schalkwyk, O.L. 2005. Bone Density and Calcium and Phosporus Content Of The Giraffe And African Buffalo Skeleton. Faculty of Veterinary Science, Universiy of Pretoria.