PERANCANGAN SOFTWARE APLIKASI UNTUK PERKIRAAN STABILITAS
TRANSIEN MULTIMESIN MENGGUNAKAN METODE
KRITERIA SAMA LUAS
Boy Sandra
(2204 100 147)
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email : boysmailbox@plasa.com
Abstrak : Kestabilan merupakan salah satu tolak ukur dalam sistem tenaga listrik. Untuk sistem yang besar dengan interkoneksi di dalamnya, gangguan pada salah satu titik bisa menyebabkan gangguan pada keseluruhan sistem. Supaya kestabilan bisa terjaga, maka titik gangguan harus cepat diputus untuk melindungi sistem secara keseluruhan maupun generator secara individu. Pada tugas akhir ini akan dianalisis pengaruh dari gangguan hubung singkat tiga fasa simetris terhadap kestabilan sistem tenaga listrik skala besar dengan menggunakan studi aliran daya, metode admitansi reduksi dan kriteria sama luas. Tujuan tugas akhir adalah untuk menghasilkan suatu aplikasi yang nantinya bisa digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas transien dan waktu pemutusan efektif jika sistem mengalami gangguan. Sebagai plan simulasi, digunakan sistem transmisi tenaga listrik 500 kV Jawa-Bali.
Kata Kunci : Stabilitas Transien, Kriteria Sama Luas, Sistem Multimesin.
1. PENDAHULUAN
Masalah stabilitas berhubungan dengan kelakuan mesin sinkron setelah gangguan. Untuk mempermudah analisa, masalah kestabilan umumnya dibagi dalam 2 kategori – kestabilan steady state dan kestabilan transien. Kestabilan steady state didefinisikan sebagai kemampuan sistem tenaga untuk mencapai sinkronisasi kembali setelah gangguan kecil dan lambat seperti perubahan daya secara bertahap. Pengembangan dari kestabilan steady state dikenal dengan kestabilan dinamis (dynamic stability). Kestabilan dinamis berhubungan dengan gangguan kecil yang berlangsung sangat lama dengan penggunaan peralatan kontrol. Kestabilan transien berhubungan dengan pengaruh gangguan besar yang terjadi secara mendadak seperti hubung singkat, pemutusan saluran secara tiba-tiba atau perpindahan beban. Studi kestabilan transien diperlukan untuk memastikan bahwa sistem bisa menahan kondisi transien setelah gangguan besar.
2. DASAR TEORI 2.1. SMIB (Single Machine Infinite Bus)
Untuk lokasi gangguan F berada jauh dari sisi kirim seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1. Dianggap daya input Pm konstan dan mesin
beroperasi terus, mengirimkan daya ke sistem dengan sudut daya δ0 ditunjukkan oleh gambar 7. Kurva
sudut daya yang sesuai untuk kondisi sebelum gangguan diberikan oleh kurva A.
Gambar 1. Sistem mesin tunggal terhubung ke infinit bus,
gangguan 3 fasa pada titik F.
Gambar 2. Kriteria sama luas untuk gangguan 3 fasa jauh dari sisi
kirim.
Dengan titik gangguan pada F, jauh dari sisi kirim, reaktansi ekivalen bertambah, menurunkan kemampuan transfer daya dan kurva sudut daya digambarkan oleh garis B. Akhirnya, kurva C merepresentasikan kurva sudut daya setelah gangguan, dengan asumsi saluran yang terganggu dihilangkan. Ketika gangguan 3 fasa terjadi, titik
operasi bergeser ke titik b pada kurva B. Daya input mekanis yang melebihi daya output elektris mempercepat rotor, dengan demikian menyimpan energi kinetik yang berlebih dan sudut δ naik. Dianggap gangguan dihilangkan pada δ1 dengan
memutus saluran. Hal ini menggeser titik operasi ke e pada kurva C. Daya bersih sekarang menurun dan energi kinetik yang tersimpan sebelumnya berkurang sampai nol pada titik f ketika daerah yang diarsir (defg) sama dengan daerah yang diarsir (abcd). Karena Pe masih lebih besar daripada Pm, rotor terus
melambat dengan jalur yang sama pada kurva sudut daya melalui titik e. Sudut rotor kemudian berosilasi kembali dan seterusnya di sekitar e pada frekuensi asalnya. Redaman yang terjadi pada mesin menyebabkan osilasi menghilang dan kondisi steady state yang baru dimulai pada titik potong Pm dan
kurva C.
Sama seperti sebelumnya, sudut kritis pemutusan dicapai jika kenaikan δ1 menyebabkan
area A2, yang menunjukkan energi perlambatan, lebih
kecil dari area yang menunjukkan energi percepatan. Hal ini terjadi pada saat δmax, atau titik f, berada pada
titik perpotongan antara garis Pm dan kurva C, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.
3. METODOLOGI
3.1. Model Matematis Sistem Multimesin
Dengan acuan COA (Center Of Angle), model matematis keadaan dinamis mesin ke-i dapat ditulis sebagai berikut [7] : (1) (2) ∑ $% !"#
∑ $&( ∑$)(&(∑$&'( !"
∑ |&( +|,+,,-, cos12 3 4 ∑ $&( Dimana : δij = δi - δj Cij = EiEjBij Dij = EiEjGij
Ei = tegangan internal generator
δi = sudut rotor ωi = kecepatan Pmi = daya prime mover Mi = konstanta inersia
Bij = konduktansi (dari matrik impedansi yang
sudah direduksi)
Gij = suseptansi (dari matrik admitansi yang
sudah direduksi)
Bagian sebelah kanan dari persamaan 2 disebut daya percepatan mesin Pai.
5 (3) Dengan menghilangkan variabel bebas t pada persamaan 24 dan 24, persamaan differensial antara δi dan ωi bisa ditulis sebagai berikut :
Miωi dωi = Pai dδi (4)
3.2. Kestabilan Transien Sistem Multimesin
Pada umumnya jika terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik skala besar, hanya beberapa (atau bahkan satu) mesin saja yang paling terganggu atau terpengaruh pada gangguan tersebut. Mesin yang paling terganggu (Saverely Disturbed Machine - SDM) bisa ditentukan dengan mudah dengan mengamati daya percepatan tiap mesin pada saat gangguan. Dengan mengamati batas kestabilan pada mesin yang paling terganggu, hal tersebut sudah cukup untuk menentukan kestabilan transien keseluruhan sistem. Mesin-mesin yang terganggu bisa memiliki batas kestabilan berbeda, tapi mesin yang memiliki batas kestabilan terendah bisa dikatakan sebagai mesin yang paling kritis. Hal ini dikarenakan pada saat terjadi gangguan, mesin paling kritis akan kehilangan sinkronisasi pertama kali (karena memiliki batas kestabilan terendah) dan secara berurutan menyebabkan mesin yang lain mengalami kondisi yang sama sehingga membentuk suatu kelompok mesin yang tidak stabil dalam jumlah besar.
Jika dimisalkan mesin i adalah mesin kritis, sama seperti pada sistem SMIB, batas kestabilan mesin kritis bisa diketahui dari variasi kecepatan dan daya percepatannya pada kondisi setelah gangguan (postfault). Lintasan postfault mesin ke-i bisa dianggap stabil (ayunan pertama – first swing) jika sudut mesin mencapai harga puncak (atau kecepatan nol pada acuan COA) sementara daya percepatannya negatif :
ωi = 0 (5a)
Pai < 0 (5b)
Dengan cara yang sama, lintasan postfault mesin kritis bisa dianggap tidak stabil jika sudutnya terus naik ketika daya percepatannya menjadi nol atau berubah tanda :
ωi > 0 (6a)
Lintasan kritis bisa ditentukan oleh kejadian dimana kecepatan dan daya percepatan sama dengan nol pada saat bersamaan pada kondisi setelah gangguan:
ωi = 0 (7a)
Pai = 0 (7b)
Batas kestabilan mesin kritis bisa diketahui dengan membandingkan area percepatan dan area perlambatan. Kedua area ini bisa dicari dengan memenuhi kondisi persamaan 7a dan 7b.
3.2.1 Daya Percepatan
Daya percepatan setelah gangguan pada mesin ke-i bisa dituliskan sebagai berikut :
56
6 6 6 (8)
Superskrip p digunakan untuk mewakili kondisi setelah gangguan (postfault). Untuk daya prime mover tertentu, daya percepatan mesin kritis ditentukan oleh parameter sistem dan sudut mesin. Daya percepatan yang bernilai nol dapat diperoleh dengan memenuhi persamaan 8 selama lintasan gangguan sampai kondisinya berubah tanda (- menjadi +). Hal ini dengan menganggap lintasan gangguan dan lintasan ketidakstabilan kritis tidak berubah secara signifikan sebelum daya percepatan berubah tanda.
3.2.2 Identifikasi Mesin Kritis
Seperti disebutkan sebelumnya, jika terjadi gangguan pada sistem yang besar, hanya beberapa mesin saja yang terkena gangguan paling parah. Kestabilan keseluruhan sistem, pada umumnya, ditentukan oleh keadaan dinamis dari SDM. Mesin i bisa dikategorikan menjadi salah satu dari SDM jika memenuhi persamaan :
7587
59:;8 < = (9)
afi adalah percepatan mesin ke-i pada saat gangguan , afmaxadalah nilai percepatan maksimum mesin dan α
adalah toleransi yang diijinkan (nilai 0.7 sudah cukup memberikan hasil yang memuaskan) [7]. Percepatan mesin bisa didapat dengan membagi daya percepatan dengan konstanta inersia mesin.
Untuk beberapa gangguan, persamaan 9 mungkin mengidentifikasi satu SDM dan mesin ini bertanggung Jawa-Balib terhadap kestabilan sistem jika gangguan bertlangsung lama. Tetapi jika gangguan terjadi di sekitar beberapa mesin, persamaan 9 bisa mengidentifikasi lebih dari satu mesin. Jika lebih dari satu mesin terganggu, batas kestabilan dari masing-masing SDM bisa ditentukan dan nilai yang paling minimum dari batas ini dianggap sebagai batas kestabilan yang sesungguhnya dari sistem. Untuk mengurangi
komputasi, mesin kritis ditentukan terlebih dahulu untuk melihat kestabilan sistem. Prosedur untuk menentukan mesin kritis adalah :
• Hitung daya percepatan postfault semua SDM menggunakan persamaaan 8.
• SDM yang melewati garis nol daya percepatan pertama kali (sudut daya maksimum pada gambar 9) dianggap sebagai mesin kritis. Dari persamaan 5a dan 5b dapat diketahui bahwa kecepatan tidak nol dan daya percepatan nol dari mesin pada kondisi postfault adalah indikator atau ukuran kehilangan sinkronisasi. Jika mesin kritis melewati garis nol dari daya percepatan pada sudut daya maksimum, daya percepatan SDM yang lain pada saat itu masih negatif. Meskipun mungkin ada pengecualian, dianggap bahwa mesin kritis adalah yang pertama kali kehilangan sinkronisasi dan selanjutnya mesin-mesin yang lain.
3.2.3 Kriteria Kestabilan Mesin Kritis
Kriteria kestabilan mesin kritis bisa didapat dengan memenuhi persamaan 6a dan 6b. Jika dianggap mesin kritis adalah i dan gangguan dihilangkan pada waktu pemutusan kritis tcr, kecepatan ωi dandaya percepatan Pai dari mesin kritis
bernilai nol secara bersamaan pada kondisi setelah gangguan. Dengan mengintegralkan persamaan 4 dari keadaan gangguan ke keadaan setelah gangguan yang mana ωi dan Paimenjadi nol kita dapatkan :
> &@&@? >& 5? 9
&A (10)
Perhatikan bahwa keadaan sistem sesaat pada saat gangguan adalah kondisi prefault (ωi = 0 dan δi =
δi0). Keadaan sebelum gangguan adalah batas terendah dari integral, batas atas adalah ωi = 0 dan δi = δi
cs
karena daya percepatan Pai menjadi nol pada
saat tcs dan sudut daya pada saat itu adalah δcs. Bagian
sebelah kiri persamaan 10 bisa dihilangkan karena batas atas dan bawahnya sama, maka persamaan yang baru adalah :
> 5? 9
A 0 (11)
Diantara batas bawah dan atas, jaringan berubah konfigurasi pada saat pemutusan gangguan (tcr) yang
mana sudut dayanya adalah δcr. Maka persamaan 11 bisa dipecah menjadi dua bagian :
> 5C? 9
A > 56? 9
DE (12)
Superskrip f dan p digunakan untuk menyatakan kondisi saat gangguan dan setelah gangguan. Sisi sebelah kiri disebut area percepatan sementara sisi sebelah kanan disebut area perlambatan maksimum. Untuk situasi kritis, area percepatan harus sama dengan area perlambatan maksimum untuk memenuhi persamaan 12 atau 6a dan 6b.
Kita dapatkan waktu pemutusan maksimum tc
dan sudutnya δc. Sudut daya bisa didapat dengan
menggunakan ekspansi deret Taylor ataupun motode integrasi numerik yang lain. Dari persamaan 12, area percepatan Aa dan area perlambatan maksimum Ad
dari mesin kritis bisa ditulis sebagai berikut : F5 > 5C? DE A (13) F > 56? 9 DE (14)
Sama seperti sistem SMIB, kestabilan mesin kritis dalam hal ini juga kestabilan seluruh sistem bisa ditentukan dari harga Aa dan Ad, jika :
Aa > Ad sistem tidak stabil Aa < Ad sistem stabil Aa = Ad kondisi kritis
Gambar 3. Aa dan Ad mesin kritis.
Untuk waktu pemutusan tc tertentu, batas
kestabilan (stability margin – SM) adalah :
SM = Ad - Aa (15)
Sistem dianggap stabil jika batas kestabilan bernilai positif.
4. SIMULASI DAN ANALISIS
Sistem yang digunakan untuk simulasi adalah sistem kelistrikan Jawa-Bali 500 kV dengan MVA dasar 1000 ditunjukkan pada gambar 4. Data saluran, pembebanan dan generator ditunjukkan oleh tabel 1, tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 1.
Data generator sistem 500 kV Jawa-Bali
No. Bus name Ra (pu) Xd (pu) H
1 Suralaya 0 0.14184 5.19 2 Grati 0 0.26308 2.76 3 Gresik Baru 0 0.18691 2.54 8 Saguling 0 0.28202 1.64 9 Cirata 0 0.09821 2.86 11 Muara Tawar 0 0.04986 1.82 16 Paiton 0 0.15678 4.42
Gambar 4. Diagram segaris sistem kelistrikan
500 kV Jawa-Bali.
Tabel 2.
Data saluran transmisi 500 kV Jawa-Bali.
From bus To bus R (pu) X (pu) (1/2) B Trans. tap Pedan Kediri 0.020582 0.230256 0 1 Ungaran Maduracan 0.0262153 0.25186368 0 1 Cibinong Gandul 0.00124648 0.01197557 0 1 Gandul Kembangan 0.00151318 0.01692831 0 1 Saguling Cibinong 0.00420656 0.04705984 0 1 Saguling Cirata 0.00147473 0.01416846 0 1 Bandung Selatan Saguling 0.00188325 0.02106842 0 1 Cibatu Muara Tawar 0.00282206 0.02711296 0 1 Cibatu Cirata 0.00273996 0.0263242 0 1 Maduracan Bandung Selatan 0.01196437 0.1338484 0 1 Cibinong Bekasi 0.00444188 0.0426754 0 1 Bekasi Cawang 0.00197365 0.01896184 0 1 Cibinong Cawang 0.0063874 0.061367 0 1 Cibinong Cilegon Baru 0.01313332 0.14692458 0 1 Ungaran Pedan 0.00753 0.08424 0 1 Bandung
Selatan Ungaran 0.0401832 0.38606036 0 1 Kediri Paiton 0.010291 0.115128 0 1 Grati Paiton 0.00443582 0.04962466 0 1 Suralaya Cilegon Baru 0.000626 0.00700877 0 1 Gandul Suralaya 0.00651327 0.06257632 0 1 Gresik Baru Surabaya Barat 0.0013478 0.012949 0 1 Grati Surabaya Barat 0.00398638 0.04459666 0 1 Surabaya Barat Ungaran 0.01479064 0.1421012 0 1
Tabel 3.
Data pembebanan sistem 500 kV Jawa-Bali. Pada saat beban puncak bulan Maret 2004, pukul 19:00.
No. Bus name Load Generate
P (MW) Q(Mvar) P (MW) Q(Mvar) 1 Suralaya 199 58 0 0 2 Grati 252 229 60 0 3 Gresik Baru 176 231 454 0 4 Surabaya Barat 341 33 0 0 5 Ungaran 875 -211 0 0 6 Maduracan 321 143 0 0 7 Bandung Selatan 638 -108 0 0 8 Saguling 0 3 762 0 9 Cirata 612 323 650 0
10 Cibatu 669 206 0 0 11 Muara Tawar 1 0 477 0 12 Cibinong 560 -47 0 0 13 Bekasi 545 71 0 0 14 Gandul 730 189 0 0 15 Kembangan 638 200 0 0 16 Paiton 493 435 3099 0 17 Cilegon Baru 387 87 0 0 18 Cawang 599 214 0 0 19 Kediri 340 709 0 0 20 Pedan 302 -386 0 0
Keseluruhan hubung singkat dan saluran pemutusan pada sistem 500kV Jawa-Bali bias dilihat pada tabel 4.
Table 4.
Hubung singkat dan pemutusan saluran Sistem 500 kV Jawa-Bali.
Faulted bus Removed line Critical tme (s) Angle (degree) Machine from to 1 1 14 0.0326 23.37667804 1 1 17 0.1025 44.28963756 1 2 2 4 0.1016 58.84276556 7 2 16 Unstable 7 3 3 4 0.1724 76.54716143 7 4 4 2 0.1343 65.25989287 7 4 3 0.1531 73.05211888 7 4 5 0.1689 80.2713871 7 5 5 4 Stable 5 7 Stable 5 6 Stable 5 20 Stable 6 6 5 Stable 6 7 Stable 7 7 6 0.307 84.68316212 1 7 5 0.3049 83.93831699 1 7 8 0.3145 87.37606376 1 8 8 9 0.1623 58.95735712 1 8 12 0.1603 58.04062465 1 8 7 0.1753 65.25989287 1 9 9 10 0.1944 66.74958313 1 9 8 0.1884 64.0566815 1 10 10 9 0.3375 88.29279623 1 10 11 0.3261 84.68316212 1 11 11 10 Unstable 6 12 12 13 0.1372 56.32175126 1 12 8 0.1267 51.10783533 1 12 14 0.1084 43.02913041 1 12 17 0.1241 49.90462396 1 12 18 0.1372 56.32175126 1 13 13 18 0.1982 69.32789321 1 13 12 0.1982 69.32789321 1 14 14 1 0.0406 24.0642274 1 14 15 0.1455 59.64490647 1 14 12 0.111 43.60208821 1 15 15 14 0.1793 67.20794937 1 16 16 2 Unstable 7 16 19 0.1061 65.89014644 7 17 17 1 0.1092 45.72203205 1 17 12 0.1144 48.12845479 1 18 18 12 0.2053 70.70299192 1 18 13 0.2053 70.70299192 1 19 19 16 0.2535 96.7725716 7 19 20 0.245 93.6785995 7 20 20 19 Stable 20 5 Stable
Terlihat bahwa ada beberapa kondisi hubung singkat dan pemutusan yang menyebabkan sistem tidak akan kembali ke dalam kondisi stabil. Hal ini disebabkan oleh daya output maksimum setelah gangguan kurang dari daya output pada saat normal sehingga sistem seolah-olah kehilangan suplai secara mendadak. Kondisi tersebut adalah :
• Hubung singkat bus 2 pemutusan saluran 2 – 16 Generator tidak stabil : Paiton
Daya output kondisi normal : 2.792 pu Daya maksimum setelah gangguan : 2.2555 pu
• Hubung singkat bus 11 pemutusan saluran 11 – 10
Generator tidak stabil : Muara Tawar Daya output kondisi normal : 0.6967 pu Daya maksimum setelah gangguan : 0.0185 pu • Hubung singkat bus 16 pemutusan saluran 16 –
2
Generator tidak stabil : Paiton Daya output kondisi normal : 2.792 pu Daya maksimum setelah gangguan : 2.2555 pu
Gambar 5. Kurva sudut daya yang tidak pernah stabil
Gambar 6. Kriteria Sama Luas.
Terlihat juga bahwa terdapat beberapa hubung singkat dan pemutusan yang tidak mempengaruhi kestabilan sistem. Hal ini disebabkan daya output maksimum pada saat hubung singkat masih lebih besar daripada daya output nominal pada kondisi normal. Meskipun sistem masih dikatakan stabil bukan berarti gangguan bisa dibiarkan terus berlangsung.
Gambar 7. Batas kestabilan.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Hubung singkat pada bus generator memiliki waktu pemutusan yang relatif lebih cepat daripada hubung singkat pada bus beban. 2. Generator yang pada kondisi normalnya
men-supply daya yang besar ke sistem, berpotensi untuk menyebabkan ketidakstabilan sistem pada saat terjadi gangguan.
3. Lokasi hubung singkat dan saluran pemutusan berpengaruh terhadap banyaknya SDM. 4. Hubung singkat pada bus generator lebih
berpotensi menyebabkan ketidakstabilan, bahkan kondisi ketidakstabilan permanen. 5. Hubung singkat pada bus beban/GITET
adakalanya tidak akan mempengaruhi kestabilan sistem, tapi tidak berarti bisa dibiarkan terus berlangsung.
5.2. Saran
1. Program ini hanya bisa digunakan untuk hubung singkat 3 fasa seimbang ke tanah pada bus, kedepannya bisa dikembangkan untuk jenis hubung singkat yang lain di berbagai tempat dan lokasi pemutusan.
2. Program ini hanya bisa digunakan untuk jaringan loop karena sesuai dengan tipikal sistem kelistrikan di Indonesia, kedepannya bisa dikembangkan untuk model jaringan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hadi Saadat, “Power System Analysis”, Mc. Graw-Hill Inc., 1999.
[2] Prabha Kundur, “Power System Stability
and Control”, Mc. Graw-Hill Inc., 1994.
[3] William D. Stevenson, Jr., “Analisis Sistem
Tenaga Listrik, Edisi Keempat”, Erlangga,
2005.
[4] Gatot S., “Analisa Penggunaan Kompensasi
Seri untuk Perbaikan Stabilitas Transien
dalam Sistem Tenaga Listrik”, Tugas Akhir,
Jurusan Teknik Elektro, ITS, 2006.
[5] Nanang Widyatmoko, “Desain Smart Early
Warning Sistem Untuk Keamanan Operasi Generator Sistem Kelistrikan Jawa-Bali 500 kV”, Tugas Akhir, Jurusan Teknik
Elektro, ITS, 2005.
[6] Cekmas Cekdin, “Sistem Tenaga Listrik :
Contoh Soal dan Penyelesaiannya
Menggunakan Matlab”, Andi, 2007.
[7] M.H. Haque, “Further Development of The
Equal Area Criterion for Multimachine Power System”, Electric Power System
Research 33 (1995) 175-183, Department of Electrical and Computer System Engineering, Monash University, Clayton, Vic. 3168, Australia : 1995.
[8] Bambang Triatmodjo, “Metode Numerik”, Beta Offset, 2002.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Nama Ayah Nama Ibu Alamat : Boy Sandra : Tulungagung, 09 Maret 1986 : Islam : Sunyoto : Mujiati : Ds. Sawo 07/02 Campurdarat Tulungagung Riwayat Pendidikan : TK Dharmawanita II Sawo (1992-1993) SD Negeri III Sawo ( 1993 – 1999 ) SLTP Negeri I Campirdarat ( 1999 – 2001 ) SMU Negeri I Boyolangu ( 2001 – 2004 )
Diterima di Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2004 pada semester ganjil tahun ajaran 2004 / 2005 dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga dengan konsentrasi Desain dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik.