• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional Asia. Kehidupan dalam karya sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak belakang dengan kenyataan. Dalam skripsi ini saya meneliti sebuah karya sastra Jepang karya Akutagawa Ryuunosuke. Akutagawa Ryūnosuke adalah salah satu novelis Jepang yang terkenal di Zaman Taisho (1912-1926). Pada tahun 1915, Akutagawa meluncurkan Rashomon, yaitu salah satu cerpennya yang terbaik dan menjadi judul kumpulan cerpennya yang pertama. Tahun 1916 merupakan tahun kesuksesannya, yaitu ketika cerpennya yang berjudul Hana (Hidung) mendapat pujian dari Natsume Soseki. Saya membahas permasalahan dalam cerpen Hana yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akutagawa yang berjudul Rashomon, yaitu permasalahan psikologi kejiwaan yang dialami tokoh utama.

Dalam cerita Hana terdapat seorang tokoh yang bernama Naigu. Naigu mempunyai keanehan yang terletak pada hidungnya yang panjangnya kurang lebih 16cm. Karena keanehannya itu, dia merasa rendah diri, tidak percaya diri dan merasa malu pada orang-orang sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengembalikan kehormatannya, Naigu berusaha sekuat tenaga untuk memendekkan hidungnya. Karya sastra yang saya teliti merupakan karya fiksi dimana ceritanya bersifat naratif dan juga tokohnya mengalami kemunduran atau kemajuan karena sebab-sebab tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu.

(2)

Dalam menganalisis penokohan ini, pemaknaannya dilihat dari verbal (kata-kata) dan non-verbal (tingkah laku). Lalu akan dihubungkan dengan psikoanalisis. Dalam menganalisis, penulis membagi cerita ini menjadi 3 bagian, yaitu: ketika hidung Naigu panjang, ketika hidung Naigu memendek dan ketika hidung Naigu memanjang kembali. Penganalisisan psikologi, penulis menggunakan teori Sigmund Freud, yaitu Struktur Kepribadian yang terdiri dari id, ego dan superego dan Dinamika Kepribadian yang terdiri dari kecemasan (anxiety) dan Mekanisme pertahanan ego. Dalam mekanisme pertahanan ego terdiri dari Identifikasi, Pemindahan, Represi, Fiksasi, Regresi, Pembentukan reaksi, dan Projeksi.

Setelah saya menganalisis penokohan Naigu berdasarkan verbal (kata-kata) dan non-verbal (tingkah laku) yang dihubungankan dengan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud dapat disimpulkan bahwa ketika hidung Naigu panjang pada awalnya dorongan superego Naigu berusaha membuat Naigu berfikir secara realistis dan moralistik. Naigu berfikir karena dia seorang pendeta maka tidak baik jika seorang pendeta hanya memikirkan hidungnya saja, dan juga biasanya seorang pendeta menjadi panutan bagi lingkungan sekitarnya. Tetapi tetap saja seorang pendeta pun mempunyai perasaan, dalam kasus ini Naigu merasa resah dan cemas dengan pembicaran orang-orang disekitarnya tentang hidungnya dan untuk mengembalikan kehormatannya Naigu mengikuti dorongan id yaitu berusaha memendekkan hidungnya, dari menahan rasa sakitnya, rasa jijik dan menahan kesabarannya untuk mendapatkan hidung yang pendek. Dan dalam proses pemendekkan hidungnya Naigu juga mengalami dorongan ego.

Lalu ketika hidung Naigu menjadi pendek dorongan ego Naigu berusaha menundukkan dorongan id. Naigu tetap merasakan kecemasan realistik, yaitu kecemasan

(3)

yang timbul karena takutnya bahaya dari luar. Dalam kasus ini orang-orang disekitar Naigu tetap menertawakan hidungnya walaupun hidungnya sudah pendek seperti hidung orang-orang normal. Dorongan ego Naigu membuat Naigu mulai berfikir secara realistis. Naigu pun akhirnya menyesal karena telah memendekkan hidungnya. Setelah itu akhirnya pada suatu malam hidung Naigu menjadi panjang kembali. Ketika hidung Naigu menjadi panjang kembali, dorongan superego Naigu kembali muncul, dimana pada saat itu dia sudah berfikir secara realistis dan juga berfikir secara moral, yaitu dapat menerima diri apa adanya. Dalam hal ini Naigu mau menerima kenyataan bahwa hidungnya lebih panjang dari hidung normal.

Lalu menganalisis tokoh Naigu berdasarkan mekanisme pertahanan ego. Setelah penulis menganalisis dapat disimpulkan bahwa dalam diri Naigu mengalami mekanisme pertahanan ego. Antara lain: identifikasi, untuk meredakan kecemasannya Naigu mencari seseorang yang mirip dengan dia. Dengan cara seperti itu dia akan merasakan sedikit ketenangan bahwa bukan hanya dia yang mempunyai keanehan seperti itu. Lalu pemindahan, Naigu memindahkan kecemasan dengan berfikir bahawa dia seorang pendeta, tidak baik jika seorang pendeta hanya memikirkan hidungnya saja, dan Naigu juga memiliki keinginan untuk masuk surga.

Lalu Naigu juga melakukan represi yaitu menekan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Dalam proses pemendekkan hidungnya Naigu menahan marah dan bersabar untuk mempunyai hidung yang pendek. Lalu ketika hidung Naigu menjadi pendek Naigu me-repres agar kecemasannya tidak keluar dari kesadarannya dengan cara setiap pagi ketika dia bangun cepat, dan meraba hidungnya untuk memastikan bahwa hidungnya tetap pendek dan tidak kembali seperti dahulu.

(4)

Lalu Naigu juga mengalami fiksasi dan regresi. Fiksasi yaitu terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Dalam hal ini Naigu mengalaminya ketika hidungnya menjadi pendek dan dia merasa puas dan aman pada tahapan itu. Tetapi tidak lama setelah itu Naigu mengalami regresi, yaitu kebalikan dari fiksasi dimana Naigu menginginkan hidungnya menjadi panjang kembali. Keinginan itu disebabkan oleh pembicaraan orang-orang disekitar Naigu. Akhirnya, hidung Naigu menjadi panjang kembali dan dia kembali merasakan fiksasi. Untuk menekan rasa kecemasan Naigu juga melakukan pembentukan reaksi, ketika hidung Naigu panjang, dalam menjalani proses pemendekkan hidungnya sebenarnya Naisu tidak mau hidungnya di rebus sekali lagi, tetapi Naigu menuruti perkataan muridnya. Dengan direbus sekali lagi hidungnya akan diinjak-injak kembali dan butir-butiran yang ada di hidungnya akan dicabuti kembali. Naigu melakukan cara yang ekstrim untuk mendapatkan hidung yang pendek. Ketika cerita tentang hidungnya yang pernah masuk kedalam mangkuk bubur, Naigu memprojeksikannya dengan cara menjelaskan kepada dirinya sendiri bahwa tidak ada alasan kuat baginya untuk sedih dengan kodrat hidungnya itu. walaupun sebenarnya dia merasa malu karena kejadian itu. Lalu muridnya mengusulkan cara untuk memendekkan hidung, Naigu memprojeksikan keinginannya untuk tidak menerima saran dari muridnya, karena takut malu jika diketahui orang-orang maka Naigu tidak berkomentar atas usulan dari muridnya dan juga pura-pura tidak memperdulikan hidungnya. Walaupun sebenarnya Naigu ingin mencoba saran dari muridnya.

(5)

Dan kesimpulan dari keseluruhan penulis adalah, walaupun Naigu merupakan seorang pendeta yang seharusnya menjadi panutan orang-orang disekitarnya dan juga tidak boleh hanya memikirkan hidungnya saja, tetapi Naigu hanyalah seorang manusia biasa yang pasti mempunyai keinginan dan perasaan yang peka terhadap lingkungan sekitarnya, terutama ketika orang-orang sekitarnya yang selalu membicarakan keanehan yang terdapat pada hidungnya. Dan hal-hal yang Naigu alami merupakan sifat asli manusia, dimana manusia tidak pernah puas atas apa yang telah diberikan Pencipta oleh kita.

4.2 Saran

Karya sastra adalah kesenian indah, dimana sebenarnya dalam karya sastra banyak mengandung makna, baik moral, individual, dan masyarakat. Jika kita membaca dengan benar maka kita akan menemukan banyak hal yang dapat kita analisis, dan menurut saya hal-hal itu merupakan salah satu daya tarik dari kesusastraan. Tetapi dalam skripsi ini saya ingin tahu faktor-faktor psikologi apa yang dialami oleh tokoh utama dalam cerita pendek Hana yang bernama Naigu. Penelitian ini hanya merupakan salah satu dari benyak penelitian yang dilakukan orang-orang. Dalam meneliti suatu karya sastra dibutuhkan ketelitian yang lebih untuk dapat mengambil kesimpulannya.

Selain untuk menambah wawasan penulis, diharapkan agar penelitian ini dapat memenuhi rasa ingin tahu pembaca atas faktor-faktor psikologi yang dialami tokoh utama dalam cerita pendek Hana ini. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu orang-orang yang berniat meneliti kesusastraan berdasarkan psikologi dari tokoh utama dalam ceita pendek maupun dalam sebuah novel.

(6)

BAB 5 RINGKASAN

5.1 Ringkasan

Dalam skripsi ini saya menganalisis sebuah cerita pendek Jepang yang berjudul Hana karya Akutagawa Ryuunosuke. Akutagawa adalah satu salah satu novelis Jepang yang terkenal di Jaman Taisho (1912-1926). Banyak karyanya yang mewakili kebesaran namanya, telah dikenal oleh masyarakat pecinta sastra. (Wibawarta,2004:2). Yang saya analisis dalam cerita pendek ini adalah faktor-faktor psikogi dari tokoh utmana dalan cerita pendek ini. Dalam menganalisis psikologi tokoh utama, saya menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, karena selain dia orang yang pertama kali menemukan teori dari psikoanalisis, teori Freud juga telah banyak dipakai penelitian dalam bidang psikologi dan sastra dan dalam penokohannya pemaknaannya berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku (non-verbal). Dan dalam skripsi ini saya juga memasukkan konsep kesusastraan jepang menurut orang jepang, lalu untuk mengetahui apakah cerita pendek yang saya teliti ini merupakan karya sastra fiksi, saya juga memasukkan beberapa teori fiksi.

Seperti yang telah saya jelaskan di atas bahwa dalam mengalisis penokohannya saya menggunakan teknik verbal, yaitu percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Selain itu saya juga menggunakan teknik non-verbal, yaitu apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat dipandang sebagai

(7)

menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya (penokohannya).

Lalu untuk menganalisis psikologi dari tokoh utama, saya menggunakan teori Sigmund Freud. Sigmund Freud mengemukakan ada tiga pokok bahasan mendiskripsikan kepribadian yaitu: struktur kepribadian, dinamika kepribadian dan perkembangan kepribadian. Tetapi dalam penganalisisan ini saya hanya menggunakan teori struktur keribadian yang terdiri dari, id, ego dan superego dan dinamika kepribadian yang terdiri dari kecemasan, yaitu kecemasan realistik, dan juga mekanisme pertahanan ego yang terdiri dari identifikasi, pemindahan, represi, fiksasi, regresi, pembentukan reaksi dan projeksi.

Simpulan dalam skripsi ini adalah psikologi tokoh utama Naigu dalam cerita pendek Hana terdapat dorongan-dorongan id, ego dan superego dalam menjalani kehidupannya. Dan Naigu juga mengalami dan menjalani mekanisme pertahanan ego untuk menekan dan meredakan segala kecemasan yang diakibatkan oleh bentuk hidungnya.

Referensi

Dokumen terkait

Depresi merupakan keadaan emosional yang ditandai dengan kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain, kehilangan minat untuk tidur,

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui sejauh mana peranan orang tua pada proses memfilterisasi akhlak mazmumah dari media sosial,