• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSILANGAN PADA AYAM LOKAL (KUB, SENTUL, GAOK) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAGING UNGGAS NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSILANGAN PADA AYAM LOKAL (KUB, SENTUL, GAOK) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAGING UNGGAS NASIONAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERSILANGAN PADA AYAM LOKAL (KUB, SENTUL,

GAOK) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI

DAGING UNGGAS NASIONAL

(Local Chicken Crossed of KUB, Sentul and Gaok to Increase National

Poultry Meat Production)

HASNELLY ZAINAL,T.SARTIKA,D.ZAINUDDIN danKOMARUDIN

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 nelly_zainal@yahoo.com

ABSTRACT

This experiment was conducted to observe growth performance of three native chicken crossed. The strain were KUB x KUB, Sentul x KUB and Gaok x KUB. Those three breeds were replicated in five consisting of 10 chicks in each replication. The chicks were raised up to 12 weeks of age. Random randomized block design was used in the study. Variables measured were hatching weight; 12 weeks body weight; feed consumption; feed conversion and mortality. Economic analysis was used to compare feed cost an astimated ratio. The result showed that Sentul x KUB crossed had higher 12 weeks body weight gain and feed consumption than Gaok x KUB and KUB x KUB. Sentul x KUB crossed had lowest feed conversion, followed by Gaok x KUB and KUB X KUB crossed. Mortality rate of Gaok x KUB; KUB x KUB and Sentul x KUB crossed, respectively were 2; 2.6 and 3.3%. Gaok x KUB crossed had the highest R/C ratio (1.47), compared to that of Sentul x KUB and KUB x KUB.

Key Words: Native Chicken, Meat Products

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati pertumbuhan tiga bangsa ayam lokal. Galur tersebut adalah KUB x KUB, Sentul x KUB, Gaok x Sentul. Ayam-ayam tersebut dikelompokkan dengan pengulangan lima kali, masing-masing 10 ekor setiap ulangan. Peubah yang diukur adalah berat DOC, bobot badan, konsumsi pakan, mortalitas. Analisis ekonomi dilakukan untuk menghitung nisbah B/C atas biaya pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil persilangan ayam Sentul x KUB, mempunyai bobot badan, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan tertinggi, dibandingkan dengan ayam Gaok x KUB dan ayam KUB x KUB. Sedangkan nilai konversi pakan terendah diperoleh pada ayam Sentul x KUB, diikuti Gaok x KUB dan tertinggi pada ayam KUB x KUB. Mortalitas selama berlangsung penelitian mencapai 2% pada ayam Gaok x KUB, 2,6% pada ayam KUB x KUB dan 3,3% pada ayam Sentul x KUB. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa nisbah B/C tertinggi dicapai oleh Gaok x KUB (1,47), lebih tinggi dibandingkan dengan Sentul x KUB dan KUB x KUB.

Kata Kunci: Persilangan Ayam Lokal, Produk Daging

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki banyak rumpun unggas lokal yang berpotensi tinggi untuk pengembangan peternakan. Saat ini terdapat 31 rumpun yang mempunyai ciri spesifik dan sebagian berpotensi untuk dijadikan ternak unggas komersial pedaging dan/atau petelur (SARTIKA dan ISKANDAR, 2007).

Rumpun-rumpun tersebut diantaranya adalah ayam

Pelung, ayam Kedu, ayam Nunukan, ayam Sentul, ayam Gaok dan lainnya. Kontribusi ayam lokal dalam menyumbangkan daging sebesar 282,7 ribu ton pada tahun 2009 atau 12,96% terhadap produk daging unggas secara nasional, sedangkan terhadap total daging unggas kontribusi ayam lokal mencapai 20,33% (DITJENNAK, 2009). Hal ini

(2)

peranan yang cukup besar dalam pembangunan peternakan di Indonesia.

HARDJOSWORO (1997) mengemukakan bahwa manfaat utama dari ayam lokal adalah sebagai sumber daging dengan keunggulan rasa dan tekstur yang khas. Oleh karena itu, program pemuliaan ayam lokal diarahkan untuk menghasilkan daging yang berkualitas dengan ciri-ciri khas dalam waktu yang lebih cepat. Seleksi satu galur ayam lokal yang berproduksi telur tinggi untuk perbanyakan anak-anak ayam umur sehari (day old chick = DOC) diiringi dengan upaya seleksi untuk galur lain ayam lokal dengan pertumbuhan lebih cepat, dapat memberikan kontribusi nyata dalam percepatan peningkatan produksi daging ayam lokal. Melalui persilangan antar rumpun atau galur yang berkerabat jauh dapat menimbulkan pengaruh heterosis positif.

Ayam KUB, ayam Gaok dan ayam Sentul dipilih dalam penelitian ini karena secara fenotipik mempunyai perbedaan dan kekerabatan (jarak genetik) yang cukup jauh (SARTIKA et al., 2008), sehingga diharapkan dalam persilangan ketiga rumpun di atas akan diperoleh pengaruh heterosis yang positif. Ayam KUB sebagai penghasil telur dijadikan sebagai galur betina, sementara itu ayam Gaok dan ayam Sentul yang unggul dari segi ukuran tubuh dijadikan sebagai galur pejantan, sehingga diharapkan hasil persilangannya akan menghasilkan galur niaga ayam lokal penghasil daging yang khas.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di kandang Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor selama 12 minggu yang dimulai pada bulan Juni 2011 sampai bulan September 2011. Penelitian menggunakan sebanyak 450 ekor DOC

unsexed ayam lokal hasil persilangan dari

jantan Gaok x betina KUB, jantan Sentul x betina KUB dan sebagai kelompok control adalah jantan KUB x betina KUB. Pakan yang diberikan adalah pakan standar sesuai kebutuhan berdasarkan ISKANDAR et al. (2010). Pada umur 0 – 4 minggu diberi pakan

starter dengan kandungan 19% protein,

2.800 kkl ME/kg, umur 5 – 12 minggu diberikan pakan grower dengan kandungan

17% protein, 2.800 kkl ME/kg. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.

Tabel 1. Komposisi pakan yang diberikan

Bahan pakan Starter* Grower**

Jagung giling, % 41,00 44,50 Dedak padi, % 28,00 28,70 Minyak sayur, % 3,26 2,70 Bungkil kedele, % 19,50 16,80 Tepung ikan (58), % 5,80 4,50 CaCO3, % 1,50 1,70 NaCl, % 0,50 0,50 Topmix, % 0,30 0,30 DI-Methionin, % 0,14 0,11 Total 100 100 Energi, kkl/ME/kg 2.833 2.813 Protein, % 19,11 17,58 Calcium, % 1,02 1,00 Phosphor, % 0,57 0,53 Lysine, % 1,09 0,96 Methionine, % 0,50 0,44 Serat kasar, % 5,81 5,80 *: 0 – 4 minggu; **: 5 – 14 minggu

Sumber: ISKANDAR et al. (2010)

Masing-masing 10 ekor DOC campuran jantan dan betina ditempatkan dalam setiap kandang kawat berukuran 40 cm x 35c x 45 cm. Perlakuan terdiri dari 3 kelompok galur hasil persilangan tersebut dengan masing-masing 5 ulangan per perlakuan.

Peubah yang diukur adalah bobot badan DOC, bobot badan dan konsumsi pakan mingguan. Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Mortalitas selama penelitian dihitung dalam persentase selama penelitian berlangsung. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui nisbah B/C atas biaya pakan.

Analisa statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (STEEL dan TORRIE,

1991) dengan 3 faktor galur ayam (Gaok x KUB, Sentul x KUB dan KUB x KUB).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot badan

Rata-rata bobot badan dan koefisien variasi hasil ketiga jenis ayam lokal hasil perkawinan disajikan pada Tabel 2. Penelitian ini tidak membedakan bobot badan antara jantan dan betina. Rataan bobot badan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dimana, bobot badan tertinggi pada umur 12 minggu diperoleh pada ayam Sentul x KUB, diikuti Gaok x KUB dan KUB x KUB, masing-masing sebesar 850,54; 805,01 dan 786,23 g. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan bobot badan umur 12 minggu dari 3 jenis ayam hasil persilangan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian SURYAMAN (2001) dan KUSUMA (2002). Rataan bobot badan ayam kampung hasil penelitian SURYAMAN (2001),

masing-masing untuk jantan adalah 1067,6 g dan betina 899,5 g. Sementara itu, hasil penelitian KUSUMA (2002) bobot badan jantan 967,7 g dan betina 783,9 g. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian KURNIA (2011), hasil penelitian ini menunjukan rataan bobot badan lebih tinggi pada umur 12 minggu. Hasil penelitian KURNIA (2011) menunjukkan bahwa

ayam Sentul jantan 532,1 g dan betina 459,3 g,

sedangkan untuk ayam kampung jantan 629,2 dan betina 538,3 g. Penyebab terjadinya perbedaaan bobot badan, adalah faktor genetik, pakan dan lingkungan. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan akan mempengaruhi laju pertumbuhan. Ruang kandang relatif agak sempit, namun sama untuk semua jenis kelompok ayam. Pertumbuhan yang mungkin seharusnya lebih cepat pada kelompok jenis tertentu dapat saja tertahan oleh ruang yang kurang memadai.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot badan dari ketiga jenis ayam lokal menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01) pada umur dua dan tiga minggu. Pada umur 4 dan lima minggu menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05) dan kembali menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) pada umur 6 – 8 minggu. Kemudian kembali berbeda nyata (P < 0,05) pada umur 9 minggu, berbeda sangat nyata (P < 0,05) pada umur 10 minggu, berbeda nyata (P < 0,05) pada umur 11 minggu dan kembali berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada umur 12 minggu dimana ayam Sentul x KUB lebih berat dibandingkan dengan KUB x KUB dan Gaok x KUB. Hal ini menunjukkan bahwa bobot badan masih berbeda pada setiap umur dan

Tabel 2. Rata-rata bobot badan (mingguan) dan koefisien variasi kelompok ulangan

Umur (minggu

Perlakuan

KUB X KUB (g/ekor) SENTUL X KUB (g/ekor) GAOK X KUB (g/ekor) DOC 29,37 ± 1,05 (cv 3,57%) 28,77 ± 0,60 (cv 2,07%) 29,84 ± 1,61 (cv 5,39%) 1 43,21 ± 2,28 (cv 5,28%) 44,56 ± 2,81 (cv 6,31%) 41,67 ± 2,82 (cv 6,76%) 2 59,38 ± 5,64A (cv 9,49%) 64,46 ± 4,77B (cv 7,41%) 56,02 ± 3,69A (cv 6,59%) 3 96,47 ± 6,97A (cv 7,22%) 100,96 ± 8,12A (cv 8,04%) 89,83 ± 4,89B (cv 5,45%) 4 134,97 ± 12,54ab (cv 9,29%) 140,32 ± 11,32a (cv 8,07%) 128,84 ± 7,74b (cv 6,00%) 5 189,33 ± 14,69ab (cv 7,76%) 198,56 ± 19,40a (cv 9,77%) 183,04 ± 10,52b (cv 5,75%) 6 251,29 ± 12,48AB (cv 4,97%) 263,85 ± 22,52A (cv 8,54%) 238,65 ± 16,56B (cv 6,94%) 7 335,57 ± 19,11AB (cv 5,69%) 356,11 ± 25,77A (cv 7,30%) 319,65 ± 12,65B (cv 3,96%) 8 400,11 ± 25,00AB (cv 6,25%) 410,44 ± 35,24A (cv 8,59%) 379,80 ± 18,11B (cv 4,77%) 9 474,22 ± 23,57ab (cv 4,97%) 484,98 ± 41,86a (cv 8,63%) 451,27 ± 21,32b (cv 4,73%) 10 601,86 ± 35,69AB (cv 5,93%) 629,87 ± 42,07A (cv 6,68%) 579,94 ± 19,94B (cv 3,44%) 11 712,80 ± 60,63ab (cv 8,51%) 750,83 ± 46,21a (cv 6,16%) 686,41 ± 27,49b (cv 4,00%) 12 786,23 ± 33,42A (cv 4,25%) 850,54± 54,83B (cv 6,45%) 805,01 ± 44,96A (cv 5,58%) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01); Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(4)

setiap perlakuan. Terjadinya perbedaan pada bobot badan ini menunjukkan setiap keturunan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pertumbuhan. Hal ini terjadi karena perbedaan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang merupakan indikasi besarnya pengaruh lingkungan terhadap kemampuan tumbuh. RICE et al. (1959) dan BOGART (1959) disitasi ENGEL (1990) menyatakan bahwa performan dari seekor ternak ditentukan oleh kemampuan genetik dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Perbedaan ini akibat adanya perbedaan dari potensi genetik yang dimiliki masing-masing keturunan dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda pada setiap individu.

Dilihat dari besarnya keragaman bobot badan yang dihitung berdasarkan keragaman antar kelompok berkisar antara 3,57 – 9,49% pada ayam KUB x KUB, 2,07 – 9 ,77% Sentul x KUB dan 3,96 – 6,94% pada ayam Gaok x KUB, ternyata hasil penelitian dengan 3 jenis ayam lokal ini memiliki homogenitas yang tinggi. Artinya baik ayam KUB x KUB, Sentul x KUB dan ayam Gaok x KUB sudah relatif seragam, meskipun perlu dihitung ulang untuk keragaman individu, yang mungkin akan lebih besar dibandingkan dengan keragaman antar kelompok ulangan. Hasil penelitian SIDADOLOG dan SASONGKO (1990)

menyatakan bahwa koefisien variasi bobot badan individu ayam kampung rata-rata 25%. NORTH (1984) menyatakan bahwa kelompok ayam dinyatakan homogen atau seragam jika koefisien variasi bobot badan individu tidak lebih dari 10%.

Rataan bobot badan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Bobot badan tertinggi pada umur 12 minggu diperoleh pada jenis ayam Sentul x KUB, diikuti Gaok x KUB dan KUB x KUB. Agak berbeda pada umur 0 – 10 minggu bobot badan KUB x KUB lebih tinggi dari Gaok x KUB dan pada umur 11 – 12 bobot badan Gaok x KUB lebih tinggi dari KUB x KUB. Dapat dinyatakan bahwa ayam Gaok x KUB pada umur 10 minggu masih terjadi peningkatan bobot badan yang tinggi sedangkan untuk ayam KUB x KUB peningkatan bobot badan sudah mulai menurun.

Gambar 1. Grafik bobot badan ayam selama 12

minggu

Nilai kumulatif pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan

Tabel 3 menyajikan rata-rata nilai kumulatif pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan koefisiensi variasi. Hasil

Tabel 3. Rata-rata pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan dan koefisien variasikelompok ulangan selama 12 minggu

Peubah Ayam

KUB x KUB SENTUL x KUB GAOK x KUB

Pertambahan bobot badan, (g/ekor) 756,86 ± 33,67a (cv 4,45%) 821,77 ± 54,83b (cv 6,67%) 775,17 ± 45,10a (cv 5,82%) Konsumsi (g/ekor) 399,438 ± 10,16A (cv 2,54%) 427,03 ± 11,73B (cv 2,75%) 404,39 ± 10,14A (cv 2,51%) Konversi 3,70 ± 4,51 (cv 43,93%) 3,65 ± 1,98 (cv 36,00%) 3,66 ± 1,79 (cv 34,73%) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01); Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

(5)

analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata nilai kumulatif pertambahan pada umur 12 minggu menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) pada ayam Sentul x KUB dengan ayam KUB x KUB dan ayam Gaok x KUB tetapi tidak berbeda antara KUB x KUB dengan Gaok x KUB. Artinya adalah nilai kumulatif pertambahan bobot badan antara KUB x KUB dan Gaok x KUB sama sampai ayam berumur 12 minggu, dan tidak sama terhadap Sentul x KUB. Pertambahan bobot badan tertinggi diperoleh pada ayam Sentul x KUB sebesar 821,77 g, diikuti Gaok x KUB sebesar 775,17 g dan KUB x KUB 756; 86 g.

Hasil analisis statistik untuk rata-rata nilai kumulatif konsumsi pakan 12 minggu menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) pada ayam Sentul x KUB dengan ayam KUB x KUB dan Gaok x KUB, tetapi tidak berbeda antara KUB x KUB dengan Gaok x KUB. Artinya adalah nilai kumulatif konsumsi pakan antara KUB x KUB dan Gaok x KUB sama sampai ayam berumur 12 minggu, dan tidak sama terhadap Sentul x KUB. Konsumsi pakan tertinggi diperoleh pada ayam Sentul x KUB sebesar 427,03 g/ekor diikuti Gaok x KUB sebesar 404,39 g/ekor dan KUB X KUB 399,438 g/ekor.

Tidak terdapat perbedaan pada konversi pakan 12 minggu ke-3 jenis persilangan ayam tersebut. Rata-rata konversi pakan pada ayam KUB x KUB, Sentul x KUB dan Gaok xKUB berturut-turut sebesar 3,70; 3,65 dan 3,66. Artinya nilai kumulatif konversi pakan pada semua jenis ayam persilangan tidak berbeda sampai umur 12 minggu. Konversi pakan adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan kenaikan bobot badan pada waktu tertentu (NORTH, 1984). Konversi pakan erat hubungannya dengan efisiensi penggunaan pakan selama pertumbuhan dan didefinisikan sebagai perbandingan antara konsumsi pakan dengan unit pertumbuhan bobot badan (SIREGAR et al., 1982). Hasil persilangan antara ayam Sentul x KUB dengan konsumsi pakan tertinggi 427,03 g/ekor akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi sebesar 821,77 g/ekor dengan nilai konversi pakan terendah sebesar 3,65. Hal ini menunjukkan bahwa ayam Sentul x KUB lebih efisien dalam pemanfaatan pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan

kualitas pakan yang dikonsumsi serta nutrien yang terkandung dalam pakan tersebut (ANGGORODI, 1980). Pada prinsipnya ayam akan makan untuk memenuhi kebutuhan fisik (maentenance) dan kebutuhan fisiologis yaitu untuk pertumbuhan dan produksi (ZUPRIZAL,

1993). Kebutuhan pakan pada penelitian ini digunakan untuk fase pertumbuhan.

Mortalitas ayam

Hasil penelitian menunjukkan tingkat mortalitas yang relatif rendah karena manajemen/lingkungan sudah berjalan dengan baik. Mortalitas pada persilangan ayam KUB x KUB adalah sebesar 2,67%, ayam Sentul x KUB sebesar 3,33% dan ayam Gaok x KUB 2,00%. Perbaikan lingkungan/manajemen (sistem pemeliharaan, pakan, menjaga kesehatan/sanitasi dan lingkungan yang bersih) dapat mengurangi tingkat mortalitas. MANSJOER (1985) menyatakan bahwa sistem perkandangan yang memadai, perbaikan kualitas pakan dan vaksinasi secara teratur dapat menurunkan mortalitas.

ANALISIS EKONOMI

Analisis ekonomi dilakukan terhadap analisis finansial terkait input (pengeluaran) dan output (penerimaan) selama 12 minggu pemeliharaan ayam. Biaya pengeluaran meliputi pembelian pakan, obat-obatan, vaksin, vitamin, DOC, sekam dan kapur. Komponen penerimaan adalah harga dari rata-rata bobot badan akhir dikalikan dengan harga ayam saat penjualan (Rp. 30.000/kg). Pemberian pakan terdiri dari pakan starter umur 0 – 4 minggu dengan harga pakan Rp. 4.900/kg dan pakan

grower umur 5 – 12 minggu dengan harga

pakan Rp. 5.150/kg.

Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa nisbah R/C tertinggi diperoleh pada ayam persilangan Gaok x KUB dengan nilai sebesar 1,47 (Tabel 4). Artinya adalah setiap penambahan biaya pengeluaran sebesar Rp. 1 akan memberikan penerimaan sejumlah Rp. 1,47. Hal tersebut untuk ayam persilangan KUB x KB dan Sentul x KUB masing-masing adalah sebesar 1,40. Nisbah R/C sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya pengeluaran

(6)

Tabel.4. Analisis usaha ekonomi 3 jenis ayam hasil cross breeding KUB x KUB, Sentul x KUB dan

Gaok x KUB umur 12 minggu

Jenis ayam Analisis ekonomi

Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp) Keuntungan (Rp) R/C

KUB x KUB 4.017.635,3 2.878.47,1 1.139.16,4 1,40

Sentul x KUB 4.313.75,0 3.086.19,5 1.227.55,5 1,40

Gaok x KUB 4.414.776,45 2.997.486,5 1.417.289,95 1,47

dinyatakan bahwa hasil persilangan ayam lokal ini memberikan keuntungan yang cukup baik untuk diusahakan secara komersial.

KESIMPULAN

1. Rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan dari 3 jenis ayam lokal hasil persilangan menunjukkan perbedaan yang nyata dengan bobot badan lebih tinggi pada ayam Sentul x KUB, diikuti Gaok x KUB dan KUB x KUB. Ayam Sentul x KUB lebih efisien dalam pemanfaatan pakan. 2. Nisbah R/C tertinggi dicapai oleh

persilangan ayam Gaok x KUB. Ketiga galur persilangan ayam lokal ini memberikan keuntungan yang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGORODI, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta

DITJENNAK. 2009. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Deptan, Jakarta.

ENGEL, M.S. 1990. Analisis Sifat Phenotip dan Genetik Ayam dari Beberapa Daerah di Indonesia. Tesis-2. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

HARDJOSWORO, P.S. 1997. Sistem Perbibitan Ternak Nasional: Ruang Lingkup Ternak Unggas Ditinjau dari Aspek Mutu Genetis, Budidaya Standar dan Pengawasan Mutu. Makalah Disampaikan pada Pertemuan Kebijaksanaan Pembangunan Peternakan PJPI dan Pokok-Pokok Pemikiran untuk REPELITA VII. Ditjen Peternakan, Jakarta.

ISKANDAR, S., T. SARTIKA, C. HIDAYAT dan KADIRAN. 2010. Penentuan kebutuhan protein kasar ransum ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) masa pertumbuhan (0 – 22 minggu). Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm. 28.

KURNIA, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung dan Kedu pada Fase Pertumbuhan dari Umur 1 – 12 Minggu. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

KUSUMA, A.S. 2002. Karakteristik Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Ayam Merawang dan Kampung Umur 5 – 12 Minggu. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

MANSJOER, S.S. 1985. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam Kampung beserta Persilangan dengan Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. NORTH, M.O. 1984. Commercial Chicken

Production Manual. 3nd. Ed. Av. Publishing Co Inc., Westport., Connecticut.

SARTIKA, T. dan S. ISKANDAR. 2007. Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 140 hlm.

SARTIKA, T., D. ZAINUDDIN, S. ISKANDAR, H. RESNAWATI, E. JUARINI, T. HERAWATI, A. UDJIANTO, GUNADI dan YULIANTI. 2008. Pengembangan Ayam Kampung Unggul Petelur, Melalui Sistem Pembibitan “Open Nucleus”. Laporan Penelitian No: Uat/Bre/L-01/ Apbn 2007. 42.

SIDADOLOG, J.H.P. dan H. SASONGKO. 1990. Genetika Produksi Telur dan Pertumbuhan Ayam Kampung. Laporan Penelitian No. 232/ P4m/Dppm/Bd Xxi/1989. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

SIREGAR, A.P., M. SABRANI dan SOEPRAWIRO. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan Kedua. Margie Group, Jakarta.

(7)

SOEPARNO. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan

Prosedur Statistika. Terjemahan Edisi Kedua PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SURYAMAN, A. 2001. Perbandingan Morfologik

Ayam Kampung, Ayam Pelung dan Ayam Keturunan Pertama (F1) Persilangan Pelung Kampung Jantan dan Betina. Pada Umur 12 Minggu. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ZUPRIZAL. 1993. Pengaruh penggunaan pakan tinggi protein terhadap penampilan karkas dan perlemakan ayam pedaging fase akhir. Bull. Peternakan 17: 110 – 118.

Gambar

Gambar 1.  Grafik  bobot  badan  ayam  selama  12  minggu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panen pada tingkat kemasakan kuning seluruh malai menghasilkan bobot gabah kering panen dan kering simpan yang paling tinggi serta daya

(3) Pada model pembelajaran MMP disertai AfL melalui teman sejawat, STAD disertai AfL melalui teman sejawat maupun model pembelajaran langsung, prestasi belajar

DEXNA SOFIARANTI SOLIN (120304015), dengan judul Skripsi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Buah-buahan Masyarakat (studi kasus : Kecamatan Medan

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa performa sapi kuantan jantan unggul dapat dilihat dari klasifikasi kriteria ukuran testis yang berkolerasi positif kadar hormon

Saran sebagai tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih dalam untuk mengidentifikasi latar belakang perbedaan wilayah jelajah

Berdasarkan dari tiap butir pertanyaan pada penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh peneliti, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

Hasil penelitian Agus Sartono dan Mishabul Munir menyimpulkan bahwa rata-rata PER untuk tujuh industri yang berbeda adalah tidak sama; pertumbuhan laba, ROA, Devidend Payout