• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KETERSEDIAAN FOSFAT DAN BELERANG SERTA HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA TANAH MASAM, NETRAL DAN ALKALIS YANG DIPUPUK DENGAN BERBAGAI FORMULA BIOSULFO

Jurusan/ Program Studi Ilmu Tanah

Disusun oleh :

HENIK NUR HANDAYANI H 0206053

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana

Nama : Henik Nur Handayani NIM : H 0206053

Jurusan : Ilmu Tanah Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah atau Naskah Penelitian Sarjana yang disusun oleh yang bersangkutan dan dipublikasikan (dengan/tanpa)* mencantumkan nama Tim Pembimbing sebagai Co-Author

Pembimbing Utama

Ir. Sudadi, MP NIP.19620307 199010 1 001

Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. S. Minardi, MP NIP. 19510724 197611 1 001

(3)

commit to user

KETERSEDIAAN FOSFAT DAN BELERANG SERTA HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA TANAH MASAM, NETRAL DAN ALKALIS YANG DIPUPUK DENGAN BERBAGAI FORMULA BIOSULFO

Henik Nur Handayani 1)

Ir. Sudadi, MP; Prof. Dr. Ir. S. Minardi, MP 2)

ABSTRAK

Henik Nur Handayani. NIM H0206053. Ketersediaan Fosfat Dan Belerang Serta Hasil

Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Pada Tanah Masam, Netral Dan Alkalis Yang Dipupuk Dengan Berbagai Formula Biosulfo. Penelitian ini bawah bimbingan Ir. Sudadi, MP;

Prof. Dr. Ir. S. Minardi, MP; Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri C., MP. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta di Jumantono, Karanganyar, pada bulan September sampai Desember 2009. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan percobaan dengan Rancangan Dasar Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal, yaitu berbagai formula biosulfo, masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Penelitian terdiri 3 unit percobaan dengan tanah Alfisol sebagai pewakil tanah masam, tanah Entisol sebagai pewakil tanah netral, tanah Vertisol sebagai pewakil tanah alkalis. Penelitian ini menggunakan polibag berukuran 40 x 50 cm. Setiap polibag diisi 10 kg tanah dan ditanami dengan 1 bibit bawang merah. Variabel yang diamati adalah P dan S tersedia, serapan P dan S, dan hasil bawang merah. Data dianalisis dengan uji F (data normal) atau uji Kruskal wallis (data tidak normal) pada aras kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji DMRT (data normal) atau uji Mood Median (data tidak normal) bila ada pengaruh yang nyata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil bawang merah pada tanah Alfisol sebagai pewakil tanah masam tertinggi dicapai dengan pupuk formula biosulfo B60J11 (21.65 gr

umbi/tanaman) dan kadar P tersedia pada tanah Entisol sebagai pewakil tanah netral tertinggi dicapai dengan pupuk formula biosulfo B60J31 (103.73 ppm P2O5).

Kata kunci: Formula biosulfo, P dan S tersedia, serapan P dan S, hasil bawang merah

1)

Mahasiswa jurusan/program studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0206053

2)

Pembimbing, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PHOSPHATE AND SULPHATE AVAILABILITY AND YIELD OF RED ONION (Allium ascalonicum L.) IN ACID, NEUTRAL AND ALKALINE SOILS FERTILIZED WITH

VARIOUS BIOSULFO FORMULA

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Henik Nur Handayani. NIM H0206053. Phosphate and Sulphate Availability and

Yield of Red Onion (Allium ascalonicum L.) in Acid, Neutral and Alkaline Soils Fertilized with Various Biosulfo Formula. The research under supervised by Ir. Sudadi, MP; Prof. Dr. Ir.

S. Minardi, MP; Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri C., MP. Soil Science Departement Agriculture Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.

This research was conducted at Field Experiment station of the Agriculture Faculty of Sebelas Maret University Surakarta at Jumantono, Karanganyar, on September until December 2009. This research experiment arranged in factorial Completely Randomized Design (CRD) with one factor, included of biosulfo formula. Each treatment combination replicated three times. The research consist of three unit experiments, each with Alfisol as representative acid soil, Entisol as representative neutral soil, Vertisol as representative alkaline soil. This research used of polybag a size 40 x 50 cm. Each polybag were filled with 10 kg of time soil and planted with one seed of red onion. The observed parameters were available P and S, P and S uptake and onion yield. The data was analyzed with F-test (normal data) or Kruskal Wallis test (not normal data) at 95% level significant, followed with DMRT test (normal data) or Mood Median test (not normal data) if any significant influences.

The results showed that the highests of yield of onion in Alfisol soil as representative of acid soils was achieved with biosulfo formula of B60J11 (21.65 gr onion/plant) dan levels of

available P in Entisol soil as representative of neutral soils was achieved with biosulfo formula of B60J31 (103.73 ppm P2O5).

Keyword : Biosulfo formula, available P and S, P and S uptake, onion yield

(5)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk familia Alliaceae dan merupakan tanaman semusim yang memiliki umbi berlapis. Bawang merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dalam prioritas pengembangan sayuran di Indonesia. Bawang merah dibutuhkan sebagai penyedap masakan, pengharum maupun penambah gizi dan industri obat-obatan (Rukmana, 1994).

Dalam dekade terakhir ini permintaan terhadap bawang merah untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan, sehingga Indonesia harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mengurangi volume impor, peningkatan produksi dan mutu hasil bawang merah harus senantiasa ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Menurut Limbongan dan Maskar (2003) penerapan sistem budidaya seperti penggunaan bibit yang baik, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta pengolahan hasil, produksi bawang merah mencapai 4,91-10 ton/ha.

Tanaman bawang merah membutuhkan fosfat (P) dan belerang (S) dalam jumlah yang relatif tinggi. Kebutuhan hara P tanaman bawang merah adalah 17 kg P2O5 dan hara S adalah 20 kg SO42- untuk menghasilkan umbi

bawang merah ± 25 ton/ha. Fosfor berperan penting dalam penyusun asam nukleat (DNA dan RNA) dan senyawa penyimpan energi tinggi (ATP) dalam tanaman sedangkan belerang merupakan penyusun protein. Tanaman menyerap S dalam bentuk ion sulfat (SO42-) dan menyerap P dalam bentuk ion

ortofosfat primer (H2PO4-) atau ion ortofosfat sekunder (HPO42-). Kemasaman

tanah sangat berpengaruh terhadap perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu makin masam, kadar H2PO4- juga makin besar sehingga makin banyak

yang diserap tanaman dibandingkan HPO42- (Winarso, 2005).

Fosfor kurang tersedia pada tanah masam karena ion fosfat akan bereaksi dengan Fe dan Al membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi) dan

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

ketersediaan P pada tanah alkalis juga kurang tersedia karena ion fosfat bereaksi dengan Ca membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi). Sebaliknya P banyak tersedia atau larut pada tanah yang bereaksi netral. Selain itu belerang (S) di dalam larutan tanah bersifat mobil dan mudah terlindi sehingga ketersediaan S dalam tanah rendah (Winarso, 2005).

Ion sulfat mudah terlindi sedangkan fosfat mudah terfiksasi komponen tanah sehingga sering tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini memerlukan penggunaan pupuk yang dapat memenuhi kebutuhan kedua jenis hara tersebut, yaitu pupuk yang bersifat lepas hara terkendali (Slow Release Fertilizer), Biosulfo, yang merupakan penggabungan dari bahan–bahan alami berupa belerang elementer, batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksidasi belerang Penicillium nalgiovensis dan jamur pelarut fosfat Aspergillus niger disertai bahan organik campuran (onggok, bekatul, tapioka). Bahan organik digunakan sebagai agensia pelindung bagi kedua jenis jamur tersebut. Jamur pelarut P dapat melarutkan P dari batuan fosfat alam menjadi P tersedia dan jamur pengoksidasi S dapat mengoksidasi belerang S0 menjadi sulfat tersedia.

Dari penelitian Sudadi, komunikasi pribadi (2009) tentang komposisi pupuk biosulfo yaitu perbandingan batuan fosfat alam dan sulfur:bahan organik campuran dengan variasi formula B0, B20, B40, B60, B80 yang

menyatakan berpengaruh nyata adalah pada perlakuan B0, B60, B80 dan ketiga

perlakuan tersebut mampu menjadi sumber P dan S. Selain itu, perbandingan inokulum Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis dengan variasi perlakuan yaitu J00, J01, J10, J11, J02, J20, J21, J12, J03, J30, J31 dan J13. Pada perlakuan

J00, J11, J31 menunjukkan pengaruh-pengaruh nyata dan perbandingan

inokulum tersebut mampu melarutkan P dan mengoksidasi S, sehingga dipilih formula pupuk biosulfo dari kombinasi tersebut yaitu B0J00, B0J11, B0J31,

B60J00, B60J11, B60J31, B80J00, B80J11 dan B80J31.

Pertanian organik yang meningkat perlu diantisipasi dengan penyediaan pupuk yang berasal dari bahan alam dan proses pelepasan hara yang alami. Diharapkan dengan pemberian pupuk biosulfo, permasalahan

(7)

commit to user

kekahatan P dan S pada pertanaman (budidaya) bawang merah dapat teratasi (Sudadi, dkk, 2009).

B. Perumusan Masalah

Kelarutan fosfat (P) ditentukan oleh kemasaman tanah. Fosfat (P) kurang tersedia pada tanah masam dan alkalis, P pada tanah masam diikat oleh Fe dan Al sedangkan P pada tanah alkalis diikat oleh Ca, sehingga kelarutan P rendah. Selain itu, P banyak tersedia atau larut pada tanah yang bereaksi netral. Belerang (S) bersifat mobil di dalam larutan tanah dan mudah terlindi, sehingga ketersediaan belerang (S) dalam tanah rendah.

Pupuk biosulfo dapat digunakan untuk meningkatkan ketersediaan P dan S yang memadai pada berbagai tanah. Pupuk biosulfo merupakan perpaduan dari bahan–bahan alami berupa belerang elementer, batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksidasi belerang Penicillium nalgiovensis dan jamur pelarut fosfat Aspergillus niger disertai bahan organik campuran (onggok, bekatul, tapioka). Selain faktor tanah dan kebutuhan P dan S tanaman, komposisi biosulfo berpengaruh terhadap kemampuannya menyediakan P dan S untuk tanaman. Oleh karena itu perlu untuk dapat menentukan formula biosulfo yang paling baik dalam menyediakan P dan S serta mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah pada tanah masam, netral dan alkalis.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan formula paling baik dari biosulfo dalam menyediakan P dan S serta mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah pada tanah masam, netral dan alkalis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi alternatif pupuk P dan S yang dapat di pilih untuk budidaya bawang merah pada berbagai jenis tanah.

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman bawang merah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) tergolong sayuran rempah yang sudah populer di masyarakat. Selain mempunyai nilai ekonomis tinggi, bawang merah bermanfaat untuk penyedap dan bahan obat tradisional. Kandungan minyak asiri di bawang merah dimanfaatkan untuk penyedap rasa dan disinfektan (Rahayu dan Berlian, 2004 dalam Purnomo, dkk, 2006).

Umbi bawang merah terbagi atas 4 bagian yaitu : sisik daun, bulb, Subang dan akar. Sisik daun merupakan bagian umbi yang berisi cadangan makanan yang diperlukan untuk persediaan makanan saat mulai bertunas sampai keluarnya akar serabut. Bagian yang dimulai dari ketiak sisik akan tumbuh umbi baru yang disebut bulb atau siung. Bulb merupakan bagian umbi yang akan menghasilkan tunas baru untuk kemudian membentuk umbi-umbi baru. Subang merupakan batang semu yang digunakan untuk tempat melekatnya sisik daun dan terakhir akar bawang merupakan akar serabut (Tjionger, 2009).

Bawang merah menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (0-900 m dpl) dengan curah hujan 300–2500 mm/th dan suhunya 25–320C. Jenis tanah yang baik untuk budidaya bawang merah adalah regosol dan grumosol (Schmieg, 2006).

Bawang merah membutuhkan hara terutama P yang berperan dalam reaksi biokimia sebagai penyimpan dan pemindah energi, kerja osmotik, reaksi fotosintesis dan glikolisis. Fosfor merupakan komponen struktur dari sejumlah kandungan fital, transfer energi molekul ADP dan ATP (adenosin di- dan tri fosfat), NAD, NADPH dan penyusun DNA dan

(9)

commit to user

RNA (asam deoxyribo dan asam ribonokleid) sebagai sistem informasi genetik. Kebutuhan tanaman bawang merah terhadap P berkisar antara 50– 150 kg P2O5/ha, namun petani cenderung melakukan penambahan dosis

tersebut, sehingga tidak efisien. Gejala kekurangan fosfat, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan nekrotis, tanaman kerdil, pembentukan bunga dan buah terhambat, pembentukan akar kurang baik (Hidayat, dkk, 2009).

Sulfur merupakan bagian dari setiap sel hidup dan merupakan penyusun 2 dari 21 asam amino yang membentuk protein. Unsur S berperan sebagai unsur penyusun AsetilCoA (koenzim A). Apabila AsetilCoA tidak ada, maka proses pembentukkan ATP dalam proses respirasi akan terhambat akibatnya ion SO42- yang diserap oleh tanaman

menjadi racun. Belerang dibutuhkan bawang merah dalam jumlah besar. Gejala kekurangan belerang sangat mirip dengan kekurangan nitrogen sehingga sangat sulit membedakannya. Gejala kekahatan S diantaranya daun pucat kekuningan bahkan menguning dan sedikit mengkilap, tanaman akan tumbuh kerempeng dan tersendat (Yusuf, 2009).

2. Keharaan fosfat dan belerang

Tanaman menyerap P dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42- atau

mungkin larutan P organik yang terbentuk dari dekomposisi bahan organik yang dapat digunakan langsung oleh tanaman. Beberapa tanaman menyerap 10 kali lebih besar ion H2PO4- daripada HPO42-. Kecenderungan

penyerapan ion tersebut juga dipengaruhi oleh pH media. Apabila pH rendah, P kebanyakan diserap dalam bentuk ion H2PO4- sedangkan pada

pH tinggi kebanyakan diserap dalam bentuk HPO42- (Winarso, 2005).

Ketersediaan fosfat sangat berhubungan dengan kemasaman tanah (pH). Pada pH tanah yang berbeda akan dijumpai bentuk orthofosfat yang berbeda pula. Pada tanah yang masam bentuk H2PO4- lebih dominan dan

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

dapat diperlihatkan melalui persamaan berikut :

+ OH- + OH

-H2PO4- H2O + HPO42- H2O + PO43-

(Larutan tanah sangat masam) (Larutan tanah sangat basa) Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih banyak tersedia dan lebih

banyak diserap oleh tanaman daripada bentuk lain. Dalam hubungan ini makin dipersulit dengan adanya kation-kation yang dapat memfiksasi bentuk fosfor tersebut. Misal adanya besi dan aluminium dapat larut dalam keadaan sangat masam atau kalsium pada nilai pH tinggi (Buckman and Brady, 1982; Hakim, dkk, 1986).

Fungsi utama P bagi tanaman, antara lain adalah sebagai penyusun senyawa ATP, sehingga tanaman dapat melakukan semua aktifitas biokimianya seperti pembungaan, pembentukan sel, transpirasi, transportasi dan fotosintesis secara absorbsi. Selain itu juga merupakan bagian dari senyawa fitin (Ca-Mg-inositol-6P), DNA dan RNA (Winarso, 2005).

Unsur S diserap oleh tanaman dalam bentuk ion HSO4- dan SO42-.

Unsur belarang ini akan meracuni tanaman bawang jika diserap dalam jumlah yang terlalu besar. Namun disisi lain, sebagai unsur makro, kebutuhan akan unsur S ini juga cukup banyak. Dalam proses fisiologis ion SO42- dan HSO4- yang diserap oleh tanaman akan ditangkap dan

direduksikan oleh ATP membentuk APS (Adenosin Posfo Sulfat) yang tidak meracuni tanaman (Tjionger, 2009).

Di dalam tanah dengan berbagai kondisi akan mempengaruhi ketersediaan belerang tanah untuk tanaman. Belerang tanah dapat hilang dengan berbagai cara, yaitu melalui penguapan berupa gas ke udara, akibat erosi, pencucian dan diserap tanaman. Kemiringan yang curam mengakibatkan kehilangan yang disebabkan oleh erosi. Selain itu kehilangan belerang akibat pencucian dapat terjadi pada setiap tanah. Kehilangan akan semakin besar bila tanah bertekstur pasir dan berada pada

(11)

commit to user

daerah dengan curah hujan tinggi (Hakim, dkk, 1986; Hanafiah, 2005; Winarso,2005).

Fungsi utama S bagi tanaman bawang merah diantaranya membentuk asam amino yang mengandung unsur S seperti sistin, sistein dan methionin. Asam amino tersebut mempengaruhi aroma yang khas dari bawang merah, sehingga makin tinggi kandungan ketiga asam amino tersebut, maka semakin baik pula kualitas bawang merah yang dihasilkan. Selain itu belerang juga dapat membentuk senyawa reaktif dalam tubuh tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit (Tjionger, 2009).

3. Karakteristik tanah Alfisol, Entisol dan Vertisol a. Tanah Alfisol

Tanah Alfisol merupakan tanah yang tersebar di dataran rendah sampai dataran tinggi. Penyebaran di Indonesia terdapat di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan luas areal 12.749.000 hektar. Tanah ini memiliki solum tanah tebal sampai sangat tebal (130–500 cm), warna tanah merah, coklat sampai kekuningan-kuningan, pH antara 4.5–6.5 (Rukmana, dkk, 1996).

Alfisols umumnya berkembang dari batu kapur, olivin, tufa dan lahar. Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh, tekstur berkisar antara sedang sampai halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam sampai netral, kapasitas tukar kation (KTK) dan basa-basanya beragam dari rendah sampai tinggi, bahan organik pada umumnya sedang sampai rendah. Jeluk tanah dangkal sampai dalam (Munir,1996).

Alfisols mempunyai horison argilik dan terdapat di kawasan yang tanahnya lembab paling sedikit dalam setengah tahun. Alfisols mempunyai kejenuhan basa lebih dari 35 % didalam horison argilik berarti bahwa basa-basa dilepaskan kedalam tanah oleh pengikisan

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

hampir secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci, dengan demikian Alfisol menempati peringkat yang hanya lebih rendah dari pada molisols untuk pertanian (Foth, 1994). Tanah masam seperti Alfisols umumnya dicirikan dengan rendahnya pH tanah, tingginya konsentrasi besi dan aluminium terlarut, dan miskin hara terutama nitrogen dan fosfor (Hasanudin, 2006). Selain itu, Kandungan P, K, S pada tanah Alfisol yang rendah dapat ditanggulangi dengan pemupukan (Munir, 1996), misal dengan pupuk biosulfo yang dapat menyediakan P dan S (Sudadi, dkk, 2009).

b. Tanah Entisol

Di Indonesia Entisols banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah irigasi teknis maupun sawah tadah hujan di daerah dataran rendah sedangkan pada dataran tinggi umumnya dimanfaatkan untuk tanaman hutan, perkebunan dan kawasan lindung. Luas areal entisols sekitar 10.6% dari luas kepulauan Indonesia. Tanah ini tersebar di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi dengan KTK sangat beragam, permeabilitas cepat dan peka erosi (Munir, 1996).

Entisols merupakan tanah-tanah muda, yang belum mempunyai perkembangan profil. Tanah ini terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin, marin, dan volkan. Tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, warna tanah coklat tua sampai gelap, drainase buruk sampai cepat, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya netral (pH 7), kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O

potensial sedang sampai tinggi. Penggunaan lahan umumnya bervariasi (Sadish, 2010).

Jenis tanah Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison pedogenik yang nyata, karena pelapukan baru diawali atau hasil bahan induk yang sukar lapuk seperti pasir,

(13)

commit to user

kuarsa atau terbentuk dari batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentukan horison pedogenik atau pencampuran horison olah tanah atau hewan. Profil tanahnya tidak memperlihatkan translokasi bahan (Darmawijaya, 1992)

Tanah Entisol relatif subur. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi, biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K. Pada saat KTK tinggi dan tanah selalu terendam air, maka banyak basa tercuci dan banyak terjadi akumulasi FeS dan H2S dengan draenase jelek sampai

baik (Bleker et. al 1980 dalam Winarso, 2005). Selain itu pada sub order psamments bahan induknya bertekstur kasar, apabila bahan induk tersebut berumur tua maka struktur dan konsistensinya padat bahkan sering kali membentuk padas dengan draenase dan porositas yang terhambat. Sub order ini belum membentuk agregat sehingga sangat peka terhadap erosi.

Untuk itu, diberikan alternatif pupuk biosulfo yang dapat menyediakan P dan S. Pupuk biosulfo dibuat secara alamiah dengan bahan-bahan alami, sehingga dapat memperbaiki kehilangan unsur-unsur tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah (Sudadi, dkk, 2009). Dari hasil penelitian Handayani dan Utami (2003) penerapan pertanian organik telah menunjukkan perubahan sifat-sifat tanah yang lebih baik.

c. Tanah Vertisol

Tanah Vertisol terbentuk pada tempat-tempat yang berketinggian tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut, temperatur tahunan rata-rata 250C dengan curah hujan kurang dari 1500 mm/tahun. Sebaran tanah vertisol di Indonesia adalah Cianjur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Tanah ini mempunyai permeabilitas yang relatif lambat, KTK tinggi, tekstur liat, warna tanah gelap (Munir, 1996).

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Vertisols adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai warna abu kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan liat 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya terhadap kation. Lempung ini sifatnya mudah membentuk rekahan lebar dan dalam di musim kemarau dan mudah mengembang di musim hujan. Pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+, maka tanah ini mempunyai pH 8-14 (Yona, 2010).

Sifat fisik Vertisols yang kurang baik adalah permeabilitas rendah, infiltrasi lambat dan tekstur yang berat. Perbaikan kecepatan infiltrasi dilakukan dengan cara irigasi. Selain itu, perbaikan lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian mulsa, pengolahan tanah yang baik, rotasi tanaman, penambahan bahan organik dan pemupukan (Munir, 1996). misal dengan pupuk biosulfo yang dapat menyediakan P dan S serta terdapat kandungan bahan organik campur dalam pupuk biosulfo, yang dapat membantu mengatasi kendala-kendala pada tanah Vertisol (Sudadi, dkk, 2009).

4. Komposisi pupuk biosulfo

Biosulfo merupakan penggabungan dari bahan–bahan alami berupa belerang elementer, batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksidasi belerang Penicillium nalgiovensis dan jamur pelarut fosfat Aspergillus niger disertai bahan organik campuran (onggok, bekatul, tapioka) menjadi satu formula pellet pupuk biosulfo. Bahan organik digunakan sebagai agensia pelindung bagi kedua jenis jamur tersebut. Kandungan unsur hara yang ada pada pupuk biosulfo adalah unsur P dan S, sehingga dapat mengantisipasi kekahatan S yang umumnya tidak diberikan dalam bentuk pupuk secara tersendiri sebagaimana N, P dan K (Sudadi, dkk, 2009).

(15)

commit to user

Belerang elementer yang digunakan sebagai bahan pupuk biosulfo adalah belerang elementer yang berasal dari Amerika serikat dan batuan fosfat alam berasal dari Christmas, Australia (Hartatik dan Idris, 2008). Belerang elementer ini adalah belerang elementer unggul dan kaulitasnya lebih terjamin. Beberapa perusahaan Negara lebih memilih belerang dari Amerika serikat daripada belerang lokal. Salah satunya adalah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) (Anonim, 2010).

Berdasarkan syarat mutu pupuk fosfat alam (SNI 02-3776-2005), fosfat alam Christmas tergolong fosfat alam mutu (kualitas) A (Hartatik dan Idris, 2008) sedangkan batuan fosfat alam yang tersebar di Indonesia sebagian besar tergolong mutu D atau E, artinya kandungannya di bawah 20%. Spesifikasi persyaratan mutu fosfat alam untuk pertanian (SNI 02-3776-2005) adalah P2O5 total min 28%, larut dalam asam sitrat 2% min

7% (Hartanto, 2010).

Yafizham (2003) dalam Dermiyati, dkk (2009) menyatakan bahwa mikroba pelarut fosfat secara tunggal dapat meningkatkan produksi tanaman 20 sampai 73% dan secara langsung dapat meningkatkan pelarutan P terikat tanah sehingga P tersedia dalam tanah semakin meningkat. Hasil pengkajian Purnomo, dkk (2006) menunjukkan bahwa budidaya bawang merah di desa Guntarano dengan teknologi pengelolaan air yang 3 hemat (hemat air, biaya dan tenaga) serta pemupukan yang tepat (150kg ZA, 50kg urea, 300kg SP36, 200kg KCl dan BO 10 ton/ha) adalah 7,3 ton/ha dibandingkan pengelolaan biasa menghasilkan 5 ton/ha atau meningkatkan 46%.

Hidayat, dkk (2009) menyatakan bahwa tanaman bawang merah dengan penggunaan pupuk phospat sebesar 50kg P2O5/ha dan ketersediaan

air 80% kapasitas lapang menghasilkan produksi rata-rata 13 ton/ha. Dalam percobaan Ahmad dan Jha (1982) dalam Elfiati (2005), Mikrobia pelarut fosfat mampu meningkatkan produksi kedelai berturut-turut sebanyak 7 dan 10% apabila menggunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34 dan 18% apabila digunakan batuan fosfat. Hasil

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan jamur Aspergillus niger dapat meningkatkan kelarutan P dari AlPO4 sebesar 135% sedangkan

kelompok Aspergillus sp mampu melarutkan 18% Ca3(PO4)2 (Chonkar dan

Subba Rao, 1967 dalam Winarso, 2005).

Penelitian jasad renik pelarut P juga banyak dilakukan di India, Kanada, dan Mesir dengan tujuan untuk melarutkan endapan-endapan Ca-fosfat (Kundu dan Gaur, 1980). Pemanfaatan jamur tanah yang lebih dominan pada pH rendah juga memperoleh perhatian peneliti tersebut. Das (1963) melaporkan bahwa beberapa Aspergillus sp mampu melarutkan Al-P dan Fe-P. Goenadi dan Saraswati (1993) mendapatkan bahwa fungi pelarut P dari Aspergillus yang diisolasi dari beberapa jenis tanah dengan karakteristik berbeda menunjukkan kemampuan yang sangat baik, yaitu meningkatkan P larut 20 hingga 265 kali dibanding kontrol.

Dalam tanah umumnya ditemukan jasad renik pelarut P sekitar 105 sampai 107 gram-1 tanah dan sebagian besar pada daerah perakaran. Mikroba yang mempunyai kemampuan melarutkan P-anorganik terdiri dari beberapa spesies bakteri dan fungi, antara lain Pseudomonas, Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Penicillium, Sclerotium, Fusarium dan Aspergillus (Alexander, 1978).

Penelitian Sudadi, dkk. (2007) menyatakan bahwa kekahatan S dapat diatasi dengan penggunaan belerang elementer (S0) yang disertai inokulum jamur pengoksidasi S0 Aspergillus japonicus dan Penicillium nalgiovensis sedangkan kekahatan P dapat diatasi dengan penggunaan batuan fosfat alam yang disertai inokulum jamur pelarut fosfat Aspergillus niger dengan jumlah inokulum jamur pada kerapatan 106 spora/gr formula pupuk biosulfo. Dari penelitian Sudadi, komunikasi pribadi (2009) tentang perbandingan inokulum Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis dengan variasi perlakuan yaitu, J00, J01, J10, J11, J02, J20, J21, J12, J03, J30, J31 dan J13.

Pada perlakuan J00, J11, J31 menunjukkan pengaruh-pengaruh nyata dan

perbandingan inokulum tersebut mampu melarutkan P dan mengoksidasi S. Selain itu, perbandingan batuan fosfat alam dan sulfur:bahan organik

(17)

commit to user

campuran dalam formula pupuk biosulfo dengan variasi perlakuan yaitu B0, B20, B40, B60, B80 menyatakan pengaruh-pengaruh nyata pada

perlakuan B0, B60, B80 dan ketiga perlakuan tersebut mampu menjadi

sumber P dan S.

Fungi pelarut fosfat yang dominan di tanah adalah Aspergillus (Whitelaw etal., 1999 dalam Ginting, dkk, 2010). Kedua jenis jamur tersebut telah diteliti oleh Sumarsih (2001) menunjukkan bahwa mampu mengoksidasi belerang S0 menjadi sulfat tersedia secara signifikan. Kecepatan oksidasi belerang elementer menjadi sulfat ditentukan oleh aktivitas mikroorganisme pengoksidasi belerang (Sutedjo dan Kartasapoetro, 1991). Reaksi oksidasi belerang oleh jasad renik terjadi secara enzimatik menurut reaksi sebagai berikut :

2 S0 + 3 O2 + 2 H2O 2 H2SO4

Jasad renik pengoksidasi S

Oksidasi beberapa senyawa sulfur seperti sulfit (SO32-) dan sulfida

(S2-) dilaksanakan oleh sejumlah reaksi bakteri autotrofik dari jenis Thiobacillus. Ion sulfat yang dihasilkan menjadi sumber S yang tersedia bagi tanaman. Selanjutnya ion H+ dari asam sulfat yang dihasilkan akan melarutkan P dari BFA menurut reaksi berikut :

Ca10(PO4)6F2 + 12 H+ à 10 Ca2+ + 6 H2PO4- + 2 F-

Ion orthofosfat primer (H2PO4-) yang dihasilkan menjadi sumber P

yang tersedia bagi tanaman (Wilson and Ellis, 1984; Hanafi, dkk., 1992; Lowell and Weil, 1995).

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 14 Pupuk P dan S konvensional Pelepasan P dan S tidak terkendali

P mudah terfiksasi S mudah terlindi

Ketersediaan P dan S dalam tanah rendah

Nilai ekonomi tinggi

Memerlukan Ketersediaan P dan S

tinggi

Hasil bawang merah rendah Pupuk Biosulfo

P dan S lepas terkendali

Ketersediaan P dan S sesuai kebutuhan tanaman

Hasil bawang merah tinggi

Hara makro yang penting bagi bawang merah Ketersediaan P dan S pada

Tanah Rendah

Bawang merah B. Kerangka Berfikir

(19)

commit to user B. Hipotesis Penelitian

Ho : Formula biosulfo berpengaruh tidak nyata terhadap P dan S tersedia serta hasil tanaman bawang merah pada tanah masam, netral dan alkalis. Hi : Formula biosulfo berpengaruh nyata terhadap P dan S tersedia serta hasil

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapangan Fakultas Pertanian UNS di Jumantono sedangkan analisis tanah dan jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009. B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah sample tanah Alfisol dari Jumantono, Karanganyar sebagai pewakil tanah masam, Entisol dari Baki, Sukoharjo sebagai pewakil tanah netral, tanah Vertisol dari Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar sebagai pewakil tanah alkalis, bibit bawang merah varietas lokal Brebes, pupuk biosulfo dengan berbagai formulasi, SP-36, bahan organik, pupuk urea, pupuk KCl.

Pupuk biosulfo dengan berbagai formulasi yaitu

1. B0J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 2. B0J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 3. B0J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 4. B60J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0

(21)

commit to user

5. B60J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 6. B60J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 7. B80J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 8. B80J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 9. B80J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 Kemikalia yang digunakan adalah kemikalia untuk analisis P tersedia, S terlarut, pH, bahan organik (BO), kapasitas tukar kation (KTK), N total, P total, S total, serapan P dan S bawang merah.

2. Alat

Alat yang digunakan antara lain : selang, polibag, timbangan analitik, meteran, alat-alat tulis, ayakan Ø 2 mm dan 0,5 mm, kertas aluminium foil, flakon, gunting, spektrofotometer, pH meter, oven listrik, kantong plastik, pipet ukur, erlenmeyer dan tabung reaksi.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan percobaan dengan Rancangan Dasar Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu berbagai formula biosulfo. Dari hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komposisi formula pupuk biosulfo yang layak untuk menyediakan P dan S adalah B0J00, B0J11, B0J31, B60J00, B60J11, B60J31, B80J00,

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

digunakan tanaman hortikultura bawang merah sebagai indikator dan tiga jenis tanah, yaitu tanah Alfisol sebagai pewakil tanah masam (T1), tanah Entisol

sebagai pewakil tanah netral (T2), tanah Vertisol sebagai pewakil tanah

alkalis (T3).

Faktor perlakuan berbagai formula biosulfo, yaitu:

1. B0J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 2. B0J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 3. B0J31 kandungan batuan fosfat al am dan sulfur 0% dan bahan

organik campuran (onggok, bekatul, tapioka) 100% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1

4. B60J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 5. B60J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 6. B60J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 40% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 7. B80J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 8. B80J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1

(23)

commit to user

9. B80J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan bahan organik

campuran (onggok, bekatul, tapioka) 20% serta perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 10 SP-36 Dosis rekomendasi 450 kg SP-36/ha

Layout dari rancangan perlakuan percobaan adalah sebagai berikut: 1. Tanah Alfisol sebagai pewakil tanah masam (T1)

Perlakuan Ulangan 1 2 3 B0J00 T1B0J00 (1) T1B0J00 (2) T1B0J00 (3) B0J11 T1B0J11 (1) T1B0J11 (2) T1B0J11 (3) B0J31 T1B0J31 (1) T1B0J31 (2) T1B0J31 (3) B60J00 T1B60J00 (1) T1B60J00 (2) T1B60J00 (3) B60J11 T1B60J11 (1) T1B60J11 (2) T1B60J11 (3) B60J31 T1B60J31 (1) T1B60J31 (2) T1B60J31 (3) B80J00 T1B80J00 (1) T1B80J00 (2) T1B80J00 (3) B80J11 T1B80J11 (1) T1B80J11 (2) T1B80J11 (3) B80J31 T1B80J31 (1) T1B80J31 (2) T1B80J31 (3) SP36 T1SP36 (1) T1SP36 (2) T1SP36 (3)

2. Tanah Entisol sebagai pewakil tanah netral (T2)

Perlakuan Ulangan 1 2 3 B0J00 T2B0J00 (1) T2B0J00 (2) T2B0J00 (3) B0J11 T2B0J11 (1) T2B0J11 (2) T2B0J11 (3) B0J31 T2B0J31 (1) T2B0J31 (2) T2B0J31 (3) B60J00 T2B60J00 (1) T2B60J00 (2) T2B60J00 (3) B60J11 T2B60J11 (1) T2B60J11 (2) T2B60J11 (3) B60J31 T2B60J31 (1) T2B60J31 (2) T2B60J31 (3) B80J00 T2B80J00 (1) T2B80J00 (2) T2B80J00 (3) B80J11 T2B80J11 (1) T2B80J11 (2) T2B80J11 (3) B80J31 T2B80J31 (1) T2B80J31 (2) T2B80J31 (3) SP36 T2SP36 (1) T2SP36 (2) T2SP36 (3)

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

3. Tanah Vertisol sebagai pewakil tanah alkalis (T3)

Perlakuan Ulangan 1 2 3 B0J00 T3B0J00 (1) T3B0J00 (2) T3B0J00 (3) B0J11 T3B0J11 (1) T3B0J11 (2) T3B0J11 (3) B0J31 T3B0J31 (1) T3B0J31 (2) T3B0J31 (3) B60J00 T3B60J00 (1) T3B60J00 (2) T3B60J00 (3) B60J11 T3B60J11 (1) T3B60J11 (2) T3B60J11 (3) B60J31 T3B60J31 (1) T3B60J31 (2) T3B60J31 (3) B80J00 T3B80J00 (1) T3B80J00 (2) T3B80J00 (3) B80J11 T3B80J11 (1) T3B80J11 (2) T3B80J11 (3) B80J31 T3B80J31 (1) T3B80J31 (2) T3B80J31 (3) SP36 T3SP36 (1) T3SP36 (2) T3SP36 (3) D. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan sampel tanah

Tanah dibersihkan bagian atas dan dibuang, pengambilan sampel tanah sedalam jeluk perakaran pada kedalaman 20 cm. Tanah diambil di beberapa titik sebagai sampel komposit.

2. Persiapan media tanam

Tanah dikeringanginkan, ditumbuk, diayak dengan ukuran ø 2 mm dan tanah ditimbang 10 kg/polibag. Setiap jenis tanah disiapkan 30 polibag.

3. Penanaman dan pemupukan

Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu: pupuk awal dan pupuk susulan. Pupuk awal diberikan pada awal tanam dengan pemberian pupuk dasar, yaitu pupuk urea 337,5 kg/ha (1,265gr/polibag), pupuk KCl 225 kg/ha (0,85 gr/polibag), bahan organik 10 ton/ha (37,5 gr/polibag), pupuk SP-36 450 kg/ha (1.69 gr/polibag) dan pupuk biosulfo dengan berbagai formula, yaitu B0J00 (1 gr/polibag), B0J11 (1 gr/polibag), B0J31 (1 gr/polibag), B60J00

(3,38 gr/polibag), B60J11 (3,38 gr/polibag), B60J31 (3,38 gr/polibag), B80J00

(2,53 gr/polibag), B80J11 (2,53 gr/polibag), B80J31 (2,53 gr/polibag) dan

SP-36 (1.69 gr/polybag). Pupuk tersebut disebar ke tanah dan diaduk secara merata. Pemupukan susulan urea dilakukan pada hari ke-10 setelah tanam dengan dosis 337,5 kg/ha (1,265gr/polibag).

(25)

commit to user

Penanaman dilakukan dengan penyiapan bibit bawang merah, bagian ujung dari bibit bawang merah dipotong dan di buang. Bibit ditanamkan ke dalam tanah sampai bagian ujung yang terpotong rata dengan permukaan tanah dan setiap polibag ditanam 2 bibit bawang merah.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penjarangan, penyiangan, pendangiran serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan satu kali sehari, pada pagi atau sore hari. Penjarangan dilakukan pada hari ke-15 setelah tanam, yakni pemotongan bibit bawang merah dan biarkan satu tanaman yang terbaik dalam polibag. Penyiangan dilakukan secara manual terhadap gulma yang tumbuh di polibag secara rutin. Pendangiran dilakukan agar perakaran selalu tertutup tanah. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan penyemprotan tiga hari sekali dengan propar 50 Ec untuk mengendalikan walang sangit dan nurelle D untuk mengendalikan wereng, konsentrasi yang diberikan ke tanaman 1,25 cc diencerkan 500ml.

5. Pengamatan dan pengambilan sampel untuk analisis

Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali untuk pengukuran tinggi tanaman dan pengambilan sampel dilakukan 2 kali, yaitu pada saat fase vegetatif maksimum dan panen. Pada fase vegetatif maksimum umur tanaman 2 minggu dilakukan pengambilan sampel tanah di sekitar tanaman bawang merah ± 100 gr/polibag sedangkan pengambilan sampel tanaman, satu tanaman bawang merah/polibag dicabut dari tanah dan digunakan untuk analisis. Berat basah brangkasan ditimbang kemudian dikeringkan pada pengering listrik dengan suhu 700C, dibiarkan sampai konstan agar diperoleh berat kering brangkasan.

Pengambilan sampel panen dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan ditandai dengan batang lemas, daun tua dan mengering. Tanaman bawang merah dicabut dari tanah, pada bagian umbi dan daun dipisahkan. Jumlah umbi dihitung kemudian ditimbang berat basah umbi. Umbi

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dibiarkan kering matahari ± 1 minggu, agar diperoleh berat kering umbi sedangkan pada daun, berat segar daun ditimbang kemudian dikeringkan pada pengering listrik dengan suhu 700C, dibiarkan sampai konstan dan ditimbang berat keringnya.

6. Analisis Laboratorium a. Analisis awal

Pengukuran kapasitas tukar kation dilakukan dengan metode ekstrak ammonium asetat pada pH 7,0. Bahan organik tanah dianalisis dengan metode Walky and Black, tekstur tanah dianalisis dengan metode hydrometer, pH tanah (pH H2O dan KCl) diukur dengan pH

meter glass elektrode, P tersedia tanah dengan metode Bray I untuk tanah Alfisol dan metode Olsen untuk tanah Entisol dan Vertisol, dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Sulfur terlarut diekstrak dengan aquadest dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm. Pengukuran P total dan S total dengan metode pengabuan basah, menggunakan campuran asam pekat HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan 3:1 dan diukur

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm untuk analisis P total sedangkan panjang gelombang 432 nm untuk analisis S total (Balai Penelitian Tanah, 2005).

b. Analisis pada masa vegetatif

Pengukuran pH tanah (pH H2O dan KCl) dengan pH meter

glass elektrode, P tersedia tanah dengan metode Bray I untuk tanah Alfisol dan metode Olsen untuk tanah Entisol dan Vertisol, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Sulfur terlarut diekstrak dengan aquadest dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm. Pengukuran serapan P dengan metode pengabuan basah, menggunakan campuran asam pekat HNO3

dan HClO4 dengan perbandingan 3:1 dan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Serapan S dengan metode pengabuan basah, menggunakan campuran asam pekat HNO3

(27)

commit to user

dan HClO4 dengan perbandingan 3:1 dan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005).

E. Variabel Percobaan

Variabel percobaan yang diamati meliputi : 1) pH tanah (pH H2O dan KCl)

2) P tersedia tanah dan S terlarut air 3) Serapan P dan S

4) Pertumbuhan tanaman dengan parameter: a. Tinggi tanaman

b. Berat segar dan berat kering brangkasan tanaman 5) Hasil tanaman dengan parameter:

a. Jumlah umbi b. Berat segar umbi c. Berat kering umbi F. Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh dari faktor perlakuan formula biosulfo dilakukan uji F pada aras kepercayaan 95 % dan untuk membandingkan antar rerata perlakuan bila ada pengaruh yang nyata digunakan uji DMRT pada data normal, apabila data tidak normal menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Mood Median (Gomez dan Gomez, 2007).

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Tanah Awal

Tanah merupakan sumber unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangannya. Ketersediaan unsur hara harus ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi tanah dan pemupukan (Munir, 1996). Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah Alfisols dari Jumantono, Karanganyar sebagai pewakil tanah masam, Entisols dari Baki, Sukoharjo sebagai pewakil tanah netral, dan Vertisols dari Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar sebagai pewakil tanah alkalis. Beberapa sifat kimia tanah yang digunakan penelitian disajikan pada tabel 1, 2 dan 3.

Tabel 1. Karakteristik Tanah Alfisol Awal

No Variabel Pengamatan Satuan Hasil Pengharkatan

1 pH H2O - 5.0 Masam *

2 C-organik % 1.10 Rendah *

3 Bahan Organik % 1.89 Rendah *

4 N Total % 0.09 Sangat rendah *

5 P Tersedia (P2O5) ppm 3.6 Sangat rendah *

6 S Terlarut Air (SO4=) ppm 0.17 Sangat rendah *

7 KTK me 100 g-1 25.60 Tinggi * 8 Tekstur Lempungan (Clay) § pasir 33% § debu 7% § lempung 60%* 9 P total % 0.012 -

10 S total % 0.018 Sangat rendah *

11 C/N - 12.23 Sedang*

12 C/P - 91.69 -

13 C/S - 61.13 -

Keterangan : * ) Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005.

(29)

commit to user

Tabel 2. Karakteristik Tanah Entisol Awal

No Variabel Pengamatan Satuan Hasil Pengharkatan

1 pH H2O - 6.8 Netral *

2 C-organik % 1.95 Rendah *

3 Bahan Organik % 3.35 Tinggi *

4 N Total % 0.18 Rendah *

5 P Tersedia (P2O5) ppm 42 Tinggi *

6 S Terlarut Air (SO4=) ppm 2.35 Sangat rendah *

7 KTK me 100 g-1 24.20 Sedang *

8 Tekstur Geluh lempung

pasiran (Sandy Clay Loam) § pasir 37% § debu 31% § lempung 32%* 9 P total % 0.011 -

10 S total % 0.022 Sangat rendah *

11 C/N - 10.83 Sedang*

12 C/P - 181.15 -

13 C/S - 88.59 -

Keterangan : * ) Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005. Tabel 3. Karakteristik Tanah Vertisol Awal

No Variabel Pengamatan Satuan Hasil Pengharkatan

1 pH H2O - 7.8 Agak Alkalis *

2 C-organik % 1.12 Rendah *

3 Bahan Organik % 1.92 Rendah *

4 N Total % 0.12 Rendah *

5 P Tersedia (P2O5) ppm 35 Tinggi *

6 S Terlarut Air (SO4=) ppm 1.48 Sangat rendah*

7 KTK me 100 g-1 48.80 Sangat tinggi * 8 Tekstur Lempungan (Clay) § pasir 30% § debu 14% § lempung 56%* 9 P total % 0.011 -

10 S total % 0.016 Sangat rendah *

11 C/N - 9.31 Rendah*

12 C/P - 98.14 -

13 C/S - 69.85 -

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Tabel 1 menunjukkan bahwa kondisi ketiga sampel tanah berbeda, Alfisols bersifat masam dengan pH H2O 5.0, Entisols bersifat netral dengan pH H2O

6.8, Vertisols bersifat alkalis dengan pH H2O 7.8. Nilai C-organik pada

masing-masing tanah tergolong rendah yaitu Alfisols 1.10%, Entisols 1.95% dan Vertisols 1.12%. Bahan organik pada Alfisols 1.89% dan Vertisols 1.92% (rendah) sedangkan Entisols 3.35% (tinggi). Rendahnya nilai bahan organik pada tanah biasanya terjadi dikarenakan adanya pengelolaan lahan yang intensif (Munir, 1996). Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Nilai N total dari ketiga sampel tanah, yaitu Alfisols 0.09% (sangat rendah), Entisols 0.18% (rendah), Vertisols 0.12% (rendah). Nitrogen merupakan unsur hara makro yang keberadaannya di dalam tanah sangat rendah dikarenakan banyak N dalam tanah yang hilang karena penguapan amoniak dan akibat pencucian. Garam-garam amonium dalam tanah bereaksi agak basa dengan reaksi sebagai berikut:

NH4+ + H2O + OH- NH3 + 2 H2O

Kehilangan nitrogen dalam bentuk gas lebih besar dari kehilangan yang disebabkan oleh pencucian. Kehilangan ini akan lebih besar apabila jumlah pupuk N yang ditambahkan ke dalam tanah cukup besar. Kehilangan nitrogen akibat pencucian dipengaruhi oleh curah hujan. Semakin tinggi curah hujan maka semakin besar kehilangan nitrogen dan kehilangan ini akan diperkecil lagi apabila tanah ditumbuhi tanaman (Hakim, dkk, 1986).

Nilai C/N pada setiap tanah adalah kurang dari 20. Nilai C/N pada masing-masing tanah adalah sebagai berikut Alfisols 12.23 (sedang), Entisols 10.83 (sedang) dan Vertisols 9.31 (rendah). Nilai ketersediaan P pada tanah Alfisol tergolong sangat rendah yaitu 3.6 ppm. Hal ini diduga fosfat (P) pada tanah yang bereaksi masam diikat oleh Fe dan Al, sehingga sebagian P tidak tersedia. Tanah Entisol dan Vertisols mempunyai nilai P tersedia yang

(31)

commit to user

tergolong tinggi, yaitu 42 ppm dan 35 ppm. Nilai P tersedia tanah Vertisol lebih rendah dibanding dengan tanah Entisol, karena tanah Vertisol bereaksi alkalis, dimana tanah yang bereaksi alkalis ini sebagian P nya berikatan dengan Ca (Winarso, 2005).

Kelarutan sulfur pada berbagai macam tanah tergolong sangat rendah, yakni pada tanah Alfisol sebesar 0.17 ppm, tanah Entisol sebesar 2.35 ppm dan pada tanah Vertisol sebesar 1.48 ppm. Belerang (S) bersifat mobil di dalam larutan tanah dan mudah terlindi, sehingga ketersediaan belerang (S) dalam tanah rendah (Winarso, 2005). Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah kapasitas atau kemampuan koloid tanah untuk mempertukarkan kation. Dari hasil analisis tanah awal diketahui besarnya nilai KTK pada tanah Alfisols 25.60 me 100 g-1 (tinggi), Entisols 24.20 me 100 g-1 (sedang) dan Vertisols 48.80 me 100 g-1 (sangat tinggi).

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan antar fraksi atau partikel primer tanah berupa pasir (sand), debu (silt) dan lempung (clay). Tekstur tanah pada tanah Alfisol lempungan (Clay) dengan perbandingan antar fraksi yaitu pasir 33%, debu 7%, lempung 60%, tanah Entisol geluh lempung pasiran (Sandy Clay Loam) dengan perbandingan antar fraksi yaitu pasir 37%, debu 31%, lempung 32% dan tanah Vertisol lempungan (Clay) dengan perbandingan antar fraksi yaitu pasir 30%, debu 14%, lempung 56%.

Nilai P total pada ketiga jenis tanah yaitu Alfisols 0.012% dengan C/P 91.69, Entisols 0.011% dengan C/P 181.15, Vertisol 0.011% dengan C/P 98.14. Nilai S total pada ketiga jenis tanah juga tergolong sangat rendah yaitu Alfisols 0.018% dengan C/S 61.13, Entisols 0.022% dengan C/S 88.59, Vertisol 0.016% dengan C/S 69.85.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

B. Pengaruh Perlakuan Terhadap P Tersedia Tanah dan S Terlarut Air 1. P tersedia tanah

Fosfor tersedia merupakan jumlah P yang larut dalam pengekstrak sitrat dan air. Ketersediaan fosfat pada tanah dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam Al dan Fe larut lebih besar sehingga ion fosfat terikat, reaksi kimia antara ion fosfat dengan ion-ion aluminium dan besi yang bebas akan menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Pada pH yang netral fosfat akan dibebaskan sehingga fosfat lebih tersedia. Pada pH alkalis, fosfat difiksasi oleh kalsium dan akan menurunkan fosfat tersedia, karena ion kalsium bebas dari bentuk CaCO3 mengendapkan

fosfat dalam bentuk kalsium-fosfat (Hakim, dkk, 1986). Ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Peneliti yang berbeda-beda mengemukakan pendapat yang berlainan tentang kisaran pH tanah yang mendukung ketersediaan P paling tinggi, yaitu 6.5-7.0 (Olsen et al., 1962 dalam Elfiati, 2005), 6.0-6.5 (Lindsay, 1979 dalam Elfiati, 2005), 5.5-7.0 (Havlin et al., 1999 dalam Elfiati, 2005), > 8 misal jenis tanah Vertisol (Schmieg, 2006).

Unsur P merupakan salah satu unsur makro essensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur tersebut tersedia di alam berupa batuan fosfat (Hartanto, 2010) yang biasanya digunakan dalam pertanian sebagai pupuk buatan (Suciati, 2004 dalam Hartanto, 2010). Unsur hara P dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan apabila kekurangan unsur hara makro ini maka tanaman akan mengurangi kemampuannya untuk mengabsorbsi unsur hara lain (Soepardi, 1983). Saraswati dan Sumarno (2008) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan mikroorganisme pelarut P yang dapat melarutkan P sukar larut menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman.

Beberapa spesies cendawan dan genus Aspergillus mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri (Dewi, 2007). Dengan kepadatan yang tinggi

(33)

commit to user

mikroba pelarut fosfat yang diberikan dapat bersaing dengan mikroba yang ada di dalam tanah sehingga mampu mendominasi di sekitar perakaran (rhizosfir) tanaman.

Menurut Plante (2007) dalam Dermiyati, dkk (2009), mikroorganisme pelarut fosfat memainkan peranan penting dalam melarutkan bentuk-bentuk P tidak larut dalam tanah. Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04

-menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap (Dewi, 2007).

Fosfat alam termasuk pupuk fosfat yang sukar larut dan sulit diserap oleh tanaman. Fosfat di dalam fosfat alam terikat dengan mineral lain, sehingga tanaman tidak dapat langsung mengambil P dari fosfat alam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelarutan fosfat di tanah merupakan fungsi pH (Isroi, 2009).

Berdasarkan uji F berbagai formula biosulfo menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap P tersedia tanah Alfisol, meskipun diketahui bahwa perlakuan berbagai formula biosulfo menunjukkan adanya perbedaan nilai P tersedia tanah yang bervariasi (Gambar 1) dan menunjukkan peningkatan yang tinggi (67-245 %) dibandingkan P tersedia pada tanah Alfisol awal.

Formula biosulfo B0J00 dengan B0J11 menunjukkan peningkatan

nilai P tersedia, hal ini menunjukkan bahwa mikrobia yang ada dalam pupuk melakukan aktivitas seperti yang dikemukakan oleh Kundu dan Gaur (1980) bahwa jamur lebih dominan hidup pada tanah ber-pH rendah. Hal seperti ini juga ditunjukkan pada formula biosulfo B60J00 dengan B60J11

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Gambar 1. Pengaruh berbagai formula biosulfo terhadap P tersedia tanah pada tanah Alfisol

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada analisis dengan uji DMRT

Penggunaan pupuk SP36 menunjukkan nilai P tersedia lebih rendah

dibandingkan dengan penggunaan formula biosulfo, dimana hal ini dikarenakan formula biosulfo merupakan pupuk yang bersifat lepas hara terkendali (Slow Release Fertilizer) sehingga hara P dan S dalam tanah tidak mudah terfiksasi, hal ini dibantu oleh aktivitas dari jamur Aspergillus niger yang tadinya P dalam tanah tidak tersedia dapat dilarutkan menjadi P tersedia dalam tanah. Nilai P tersedia terendah ditunjukkan pada tanah

6.0 3a 9.4 5a 7.83a 8.03 a 8.33a 9.89a 9.75a 12 .43a 9.87a 7 .42a 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 P te rs ed ia , p p m B 0 J 00 B 0 J 11 B 0 J 31 B 60 J 00 B 60 J 11 B 60 J 31 B 80 J 00 B 80 J 11 B 80 J 31 S P 36 F o rm u la p u p uk b iosu lfo Keterangan :

B0J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B0J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B0J31 kandungan batuan fosfat al am dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B60J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B60J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B60J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B80J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B80J11 r Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensisBO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B80J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 SP36 Dosis pupuk SP36 450 kg/ha (1.69 gr/polibag)

(35)

commit to user

Alfisol dengan pemberian pupuk formula biosulfo B0J00 (BFAS 0% dan

bahan organik campuran 100% dan perbandingan Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis=0:0). Tidak adanya kandungan batuan fosfat alam dan jamur Aspergillus niger dalam formulasi biosulfo ini menyebabkan tanaman hanya dapat memanfaatkan sumber P dalam tanah. Unsur P yang tersedia seperti hasil dekomposisi bahan organik sedangkan sumber P lain yang ada dalam tanah adalah pelapukan apatit, mineral yang mengandung P dan bahan organik. Tetapi pada tanah masam sebagian besar bentuk P ini tidak tersedia bagi tanaman karena unsur P berikatan dengan Fe dan Al membentuk senyawa yang tidak larut (terfiksasi). Ikatan ini semakin sulit diputuskan apabila diaplikasikan di tanah-tanah masam (Isroi, 2009).

Hasil analisis uji F pengaruh berbagai formula biosulfo berpengaruh nyata terhadap P tersedia tanah Entisol. Gambar 2 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai formula biosulfo dapat meningkatkan P tersedia tanah Entisol dari jumlah P tersedia sebelum tanam. Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai P tersedia tanah Entisol tertinggi pada pemberian pupuk formula biosulfo B60J31 (BFAS 60% dan bahan organik campuran

40% dan perbandingan Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis=3:1) yaitu sebesar 103.73 ppm P2O5. Adanya jamur Aspergillus niger dapat

membantu meningkatkan pelarutan P dari pupuk yang diberikan maupun senyawa P yang berasal dari sisa pemupukan sebelumnya di dalam tanah (Dewi, 2007).

Nilai P tersedia tanah Entisol terendah dengan pemberian pupuk formula biosulfo B0J00 (BFAS 0% dan bahan organik campuran 100% dan

perbandingan Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis=0:0) yaitu sebesar 62.87 ppm P2O5, karena tidak ada kandungan batuan fosfat alam

dan jamur Aspergillus niger sehingga tanaman hanya dapat memanfaatkan sumber P dalam tanah yang tersedia bagi tanaman.

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Gambar 2. Pengaruh berbagai formula biosulfo terhadap P tersedia tanah pada tanah Entisol

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada analisis dengan uji DMRT

Peningkatan P tersedia pada tanah Entisol dengan pemberian pupuk biosulfo dapat meningkat antara 49-147% dari P tersedia pada tanah awal. Nilai peningkatan P tersedia dari tanah awal pada tanah Entisol tidak setinggi yang ditunjukkan pada tanah Alfisol karena nilai P tersedia tanah awal pada tanah Entisol tinggi menunjukkan bahwa P banyak yang bebas atau terlarut dan P yang terfiksasi tidak ada atau sedikit terfiksasi sehingga jamur Aspergillus niger dalam pupuk yang seharusnya melarutkan P tidak

62.87a 95.54b 66.08b 101.81b 90.57b103.73b 95.07b 92.02b82.90b97.26b 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 P t er se d ia , p p m B 0 J 00 B 0 J 11 B 0 J 31 B 60 J 00 B 60 J 11 B 60 J 31 B 80 J 00 B 80 J 11 B 80 J 31 S P 36

F orm ula pupuk b iosulfo Keterangan :

B0J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B0J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B0J31 kandungan batuan fosfat al am dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B60J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B60J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B60J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B80J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B80J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B80J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 SP36 Dosis pupuk SP36 450 kg/ha (1.69 gr/polibag)

(37)

commit to user

tersedia ini hanya dapat melarutkan sedikit P dan meningkatkan sedikit P tersedia dari tanah awal.

Nilai P tersedia pada tanah Entisol dengan pemberian pupuk SP36

dibandingkan dengan berbagai formula biosulfo menunjukkan nilai yang tidak jauh beda karena pada tanah jenis Entisol sebagai pewakil tanah netral, nilai P banyak tersedia atau larut (Winarso, 2005).

Gambar 3. Pengaruh berbagai formula biosulfo terhadap P tersedia tanah pada tanah Vertisol

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada analisis dengan uji Mood Median

85 .18 a 1 19 .33 a 11 7 .1 4 a1 0 9 .1 7 a 9 9 .8 0 a11 8 .7 1 a 12 4 .9 9 a 8 4 .5 5 a 2 2 6.4 9a 1 01 .83 a 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 P t er se di a, pp m B 0 J 00 B 0 J 11 B 0 J 31 B 60 J 00 B 60 J 11 B 60 J 31 B 80 J 00 B 80 J 11 B 80 J 31 S P 36

F o rm ula pu puk bio sulfo

Keterangan :

B0J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B0J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B0J31 kandungan batuan fosfat al am dan sulfur 0% dan BO campuran 100% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B60J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B60J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B60J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 60% dan BO campuran 40% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 B80J00 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 0:0 B80J11 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 1:1 B80J31 kandungan batuan fosfat alam dan sulfur 80% dan BO campuran 20% serta

perbandingan jamur Aspergillus niger dan Penicillium nalgiovensis adalah 3:1 SP36 Dosis pupuk SP36 450 kg/ha (1.69 gr/polibag)

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Berdasarkan uji Kruskal Wallis pengaruh berbagai formula biosulfo menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap P tersedia tanah Vertisol, meskipun diketahui bahwa perlakuan berbagai formula biosulfo menunjukkan adanya perbedaan nilai P tersedia tanah yang bervariasi (Gambar 3) dan ada juga yang menunjukkan nilai sangat tinggi yaitu pada tanah Vertisol dengan pemberian pupuk formula biosulfo B80J31 (BFAS

80% dan bahan organik campuran 20% dan perbandingan Aspergillus niger:Penicillium nalgiovensis=3:1) yaitu sebesar 226.49 ppm P2O5. Nilai

P tersedia pada pemberian pupuk formula biosulfo B80J31 menunjukkan

sangat tinggi dan berbeda jauh dengan formula lain karena ada salah satu dari tiga formula biosulfo B80J31 yang mempunyai nilai sangat tinggi.

Kandungan pupuk formula biosulfo ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman bawang merah untuk memenuhi kebutuhan unsur P pada tanah, meskipun batuan fosfat alam merupakan sumber P tanah dalam bentuk tidak tersedia. Bentuk P tidak tersedia akan dilarutkan oleh Aspergillus niger menjadi bentuk P tersedia dan jamur Penicillium nalgiovensis dapat membantu mengoksidasi belerang S0 menjadi sulfat tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman (Sudadi, dkk, 2009). Pemberian S pada tanah alkalin dapat meningkatkan ketersediaan P (Winarso, 2005). Peningkatan P tersedia pada tanah Vertisol dengan pemberian pupuk biosulfo dapat meningkat dari P tersedia pada tanah awal.

Penggunaan pupuk SP-36 menunjukkan nilai P tersedia tidak jauh beda dengan pemberian pupuk formula biosulfo, dikarenakan P pada tanah Vertisol yang terikat oleh Ca sedikit. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian tanah awal pada tanah Vertisol menunjukkan nilai 35 ppm P2O5

yang tergolong tinggi sehingga P yang terikat oleh Ca sedikit dan P yang tadinya terikat Ca akan dilarutkan oleh Aspergillus niger membentuk P yang tersedia.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Tanah Alfisol Awal
Tabel 3. Karakteristik Tanah Vertisol Awal
Tabel  1  menunjukkan  bahwa  kondisi  ketiga  sampel  tanah  berbeda,  Alfisols  bersifat  masam  dengan pH  H 2 O  5.0,  Entisols  bersifat  netral  dengan  pH  H 2 O  6.8,  Vertisols  bersifat  alkalis  dengan  pH  H 2 O  7.8
Gambar  1.  Pengaruh  berbagai  formula  biosulfo  terhadap  P  tersedia  tanah  pada tanah Alfisol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan serbuk kulit nenas serta mineral Zn dan Cu sebagai pakan suplemen yang mengandung antioksidan dalam ransum

sejak Tahun 2010 telah terbentuk FPP Kabupaten Samosir, FPP Kabupaten Simalungun, dan FPP Kabupaten Toba Samosir yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi volume minyak atsiri daun sirih hijau (Piper Betle L.) yang diinkorporasi ke dalam patch berbasis

1) Rangkaikan seperti pada gambar 14.4 yang bersesuaian dengan modul praktikum atau dengan menggunakan breadboard. 2) Setelah di cek semua hubungan rangkaian dengan benar,

Lingkaran dalam suatu segitiga adalah lingkaran yang berada di dalam segitiga dan menyinggung semua sisi segitiga tersebut. Titik pusat lingkaran merupakan titik

SURAT KONFIRMASI TRANSAKSI UNIT PENYERTAAN Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang

BCD kodlamada Decimal( Onlu ) sayı sistemindeki her bir basamak kodlamadaki basamak ağırlığı yardımı ile dört bitlik karşılıkları yazılarak bulunur. Aşağıda en çok

Dalam pengelompokan diperlukan jumlah kelompok yang akan dibentuk. Jumlah kelompok yang akan dibentuk berasal dari masukan pengguna. Masukan dari pengguna mempunyai