• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG AGRIBISNIS BENIH JAGUNG KOMPOSIT DI JAWA TENGAH

Endang Iriani, Joko Handoyo dan Cahyati Setiani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Abstrak. Di Jawa Tengah, pada umumnya tanaman jagung diusahakan oleh petani di lahan marginal, dan hingga saat ini masih sulit ditemui varietas unggul jagung komposit atau bersari bebas. Data tahun 2008, realisasi luas tanam jagung di Jawa Tengah mencapai 643.319 ha dengan kebutuhan benih sekitar 12.866 ton. Dari kebutuhan benih jagung tersebut, baru terpenuhi sekitar 2.113 ton atau hanya 16,4% dari kebutuhan. Untuk memenuhi kekurangan benih jagung sebanyak 10.753 ton tersebut petani menggunakan benih jagung lokal yang produktivitasnya masih rendah atau jagung hibrida turunan. Dari kekurangan kebutuhan benih jagung tersebut, merupakan peluang untuk mengembangkan usaha perbenihan jagung di Jawa Tengah. Strategi dan langkah operasional yang bisa ditempuh antara lain (a) peningkatan produktivitas ; (b) perluasan areal; (c) pengamanan produksi; dan (d) kelembagaan dan pembiayaan. Dalam rangka mengisi peluang agribisnis perbenihan jagung komposit di Jawa Tengah, BPTP Jawa Tengah bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan telah melakukan pengembangan perbenihan jagung komposit yang dilakukan di Kabupaten Blora seluas 90 ha dengan menggunakan varietas Sukmaraga dan Lamuru. Dari luasan tersebut diprediksi akan menghasilkan benih jagung komposit bersertifikat sebanyak 155 ton belum bisa tercapai karena masih banyak kendala teknis dan administratif yang dihadapi penangkar benih. Kendala utamanya adalah terbatasnya sarana dan prasarana proses perbenihan, khususnya sarana pasca panen. Agribisnis perbenihan sudah saatnya dikembangkan secara optimal untuk mendorong penangkar benih meningkatkan skala usahanya, sehingga penyediaan benih dapat ditingkatkan dan pendapatan petani juga akan meningkat. Kabupaten Blora khususnya di wilayah Giyanti berpeluang untuk dikembangkan perbenihan jagung komposit. Pemerintah diharapkan dapat membantu petani penangkar benih dalam hal permodalan, jalinan kerjasama serta memberikan informasi tentang ketersediaan, kebutuhan, dan sebaran preferensi varietas benih yang diminati pengguna.

Kata kunci: Peluang, perbenihan, jagung komposit PENDAHULUAN

Di Jawa Tengah, tanaman jagung umumnya diusahakan petani di lahan marginal, dan mereka kesulitan mendapatkan varietas unggul jagung komposit atau bersari bebas. Untuk memenuhi kebutuhan benih jagung, petani menggunakan benih jagung lokal yang produktivitasnya rendah atau jagung hibrida turunan.

Pada tahun 2008, luas tanam jagung di Jawa Tengah 643.319 ha dengan kebutuhan benih 12.866 ton dan baru terpenuhi 2.113 ton atau 16,4% dari kebutuhan.

Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar dapat tersedia dengan baik dan

(2)

dalam negeri dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan semua segmen pengguna benih dengan merakit varietas dan memproduksi benih yang sesuai kebutuhan pengguna dengan menerapkan prinsip tujuh tepat yaitu tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu, dan harga. Menurut Azrai (2009), pemerintah terus mendorong upaya peningkatan penyediaan benih bermutu yang dapat dijangkau petani.

Menurut Kariyasa (2007), upaya yang dilakukan oleh pemerintah selama ini belum sepenuhnya efektif. Banyak petani belum menggunakan benih berlabel karena tingginya harga benih, di samping masih rendahnya kualitas benih yang dihasilkan oleh beberapa produsen benih. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan dan penggunaan benih jagung bermutu masih rendah (BATAN 2008).

Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan usaha perbenihan jagung di Jawa Tengah.

Dalam rangka mengisi peluang agribisnis perbenihan jagung komposit di Jawa Tengah, BPTP Jawa Tengah bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) telah melakukan pengembangan perbenihan jagung komposit di Kabupaten Blora seluas sekitar 90 ha dengan menggunakan varietas Sukmaraga dan Lamuru.

BAHAN DAN METODE

Peluang agribisnis perbenihan jagung komposit dikaji pada MT 2009 di Desa Giyanti, Kecamatan Sambong dan Desa Sidomulyo, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dengan luasan sekitar 90 hektar, sesuai dengan ketersediaan benih.

Kegiatan diawali dengan koordinasi dan kesepakatan antara Puslitbangtan-BPTP-P4MI dan Dinas Pertanian Kabupaten yang akan didukung oleh dinas-dinas terkait. Selanjutnya dilakukan penentuan CPCL bersama Dinas Kabupaten dan dilanjutkan dengan sosialisasi.

Inovasi yang diintroduksikan sesuai dengan program yang sedang digalakkan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan penerapan teknologi yang berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal). Penanaman dilaksanakan di lahan petani di areal sawah tadah hujan dan lahan di sekitar hutan Kabupaten Blora yang merupakan lahan marginal. Pendampingan teknologi meliputi:

• Luas lahan binaan mengcover 100 hektar, di antaranya sekitar 90 hektar untuk lokasi perbenihan.

• Kegiatan dilakukan di dua Desa, yaitu Desa Giyanti, Kecamatan Sambong, dan Desa Sidomulyo, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.

• Varietas jagung komposit yang digunakan adalah Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning dari Baliserealia dengan klas benih FS.

• Penerapan teknologi budi daya sesuai anjuran dan spesifik lokasi.

• Pendampingan pengawasan perbenihan berasal dari BPSB Kabupaten Blora dan Propinsi Jawa Tengah.

• Pembinaan dan pengawalan teknologi maupun kelembagaan intensif dilakukan oleh BPTP, Balitsereal, dan instansi terkait di lapangan lingkup kabupaten dalam bentuk pembinaan, sosialisasi, pelatihan dan pendampingan di lapangan.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Pertanaman Komoditas Jagung Di Jawa Tengah

Jawa Tengah merupakan salah satu dari tujuh provinsi penghasil jagung yang peningkatan produksinya (4,2%) di atas produksi rata-rata nasional. Luas pertanaman jagung di Jawa Tengah pada tahun 2008 mencapai 643.319 ha. Produksi jagung pada tahun 2006 sebesar 1.856.022 ton dan meningkat menjadi 2.233.992 ton pada tahun (2007), kemudian menjadi 2.679.914 ton pada tahun 2008 dengan laju peningkatan rata-rata 20% per tahun. Bila dibandingkan dengan sasaran produksi tahun 2008 sebesar 2.598.206 ton, realisasi produksi telah mencapai 103%. Areal pertanaman jagung berdasarkan urutan luasan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Areal pertanaman jagung berdasarkan urutan luasan di Jawa Tengah, 2008 Kabupaten/Kota Luas panen

(ha) Rata-rata produksi (Ku/ha) Produksi (ton) Grobogan 104.780 0,42 434.930 Wonogiri 71.731 0,40 287.595 Blora 65.636 0,38 249.029 Temanggung 36.976 0,38 140.858 Wonosobo 26.357 0,37 97.648 Rembang 26.167 0,35 90.449 Banjarnegara 25.767 0,37 94.264 Boyolali 25.624 0,40 103.468 Kendal 19.787 0,40 78.581 Tegal 19.488 0,39 75.910

Sumber: BPS Propinsi Jawa Tengah (2008)

Sasaran produksi jagung di Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 2.780.195 ton dengan luas tanam 650.750 hektar. Pada tahun 2010 sasaran produksi meningkat menjadi 2.835.799 ton atau dengan kenaikan 2%, sedangkan pemerintah pusat menargetkan sasaran produksi jagung di Jawa Tengah pada tahun 2010 meningkat menjadi 3.148.012 ton atau dengan kenaikan 13,2%. Sebaran sasaran pertanaman jagung pada tahun 2010 berdasarkan urutan luasan di Jawa Tengah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sasaran sebaran pertanaman jagung pada tahun 2010 berdasarkan urutan luasan di Jawa Tengah

Kabupaten/kota Luas panen (ha) Rata-rata hasil (t/ha) Produksi (ton) Grobogan 121.621 0,51 625.910 Wonogiri 86.699 0,50 434.884 Blora 69.948 0,44 305.670 Temanggung 43.953 0,40 177.388 Wonosobo 35.388 0,45 158.611 Rembang 31.766 0,43 135.883

(4)

Kebutuhan Benih Jagung di Jawa Tengah

Jagung yang diusahakan petani pada umumnya terdiri dari jagung bersari bebas (komposit), hibrida, dan jagung lokal.

Kebutuhan benih jagung di Jawa Tengah selama lima tahun terakhir meningkat, sejalan dengan peningkatan luas tanam. Pada tahun 2004, luas tanam jagung 521.645 ha meningkat menjadi 643.319 ha pada tahun 2008 dengan kebutuhan benih 9.649.785 kg atau mengalami peningkatan 6,2% per tahun (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan kebutuhan benih jagung selama lima tahun di Jawa Tengah

No Tahun Luas tanam

(ha) Kebutuhan benih (kg) 1 2004 521.645 7.824.675 2 2005 596.303 8.944.545 3 2006 497.928 7.468.920 4 2007 571.013 8.565.195 5 2008 643.319 9.649.785

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)

Ketersediaan benih jagung di Jawa Tengah belum sejalan dengan peningkatan produksi. Pada tahun 2009, sasaran pertanaman jagung seluas 650.750 ha memerlukan benih sebanyak 9.761.250 kg, namun produksi benihnya jauh dari yang dibutuhkan, yakni 919.441 kg (9,42%). Dalam mengatasi kekurangan benih, sebagian petani memanfaatkan benih hibrida yang sudah memasyarakat di perdesaan. Petani yang terbatas modalnya menggunakan benih jagung lokal dan atau hibrida turunan. Sementara itu, proporsi penggunaan benih jagung hibrida meningkat, dari 27% pada tahun 2003 menjadi 39,9% pada tahun 2006. Pada saat yang sama, penggunaan benih jagung komposit unggul yang telah mencapai 20% pada tahun 2003 menurun menjadi 19,8% pada tahun 2006.

Kekurangan produksi benih jagung sebenarnya membuka peluang bagi usaha perbenihan jagung komposit. Namun kenyataan di lapangan, khususnya di lokasi pengkajian belum ada yang memanfaatkan peluang ini. Berdasarkan informasi dari dinas terkait dan beberapa petani jagung, usaha perbenihan jagung komposit kurang menjanjikan dibandingkan dengan usaha perbenihan padi. Alasannya, petani yang mempunyai modal cukup cenderung memilih jagung hibrida yang selalu tersedia di pasaran, sedangkan petani yang kekurangan modal lainnya menggunakan varietas lokal atau turunan hibrida. Selain itu, hasil panen jagung komposit dapat digunakan kembali sebagai benih dengan persyaratan tertentu (Azrai 2009). Kebutuhan benih jagung di jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Luas tanam dan kebutuhan benih jagung di Jawa Tengah, 2008

Bulan Luas (ha) Kebutuhan benih (kg)

Januari-April 153.537 3.070.740

Mei-Agustus 155.986 3.119.720

September-Desember 333.796 6.675.920

Jumlah 643.319 12.866.380

(5)

Usaha Perbenihan Jagung Komposit

Salah satu kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengembangkan jagung komposit adalah menumbuhkan dan memperkuat penangkar benih. Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan telah mengembangkan pengembangan perbenihan jagung komposit varietas Sukmaraga dan Lamuru di Kabupaten Blora seluas 90 ha.

Kabupaten Blora merupakan sentra utama jagung ke-2 di Jawa Tengah setelah Grobogan dengan luas tanam 65.956 ha. Tanaman jagung di lahan kering Kabupaten Blora didominasi oleh varietas lokal yang hasilnya rendah, 1-2 t/ha. Luas panen jagung di Jawa Tengah dalam periode (1998-2006) rata-rata 552.676 ha dengan produksi 1.754.480 ton dan produktivitas 3.19 t/ha (Statistik Tanaman Pangan Jawa Tengah 1998-2006), sementara hasil di tingkat penelitian dan pengembangan dapat mencapai 6-8 t/ha. Rendahnya produktivitas jagung di tingkat petani disebabkan oleh berbagai masalah, antara lain (1) teknis produksi; (2) sosial ekonomi, dan (3) managemen usahatani. Masalah teknis produksi berhubungan dengan varietas yang ditanam dan penerapan teknik budi daya. Masalah sosial ekonomi antara lain berhubungan dengan ketersediaan input (sarana produksi, tenaga kerja, dan modal), harga, dan pemasaran hasil.

Pengembangan jagung komposit yang diarahkan untuk produksi benih meliputi varietas Sukmaraga, Lamuru dan Srikandi Kuning, masing-masing dengan luasan seperti yang tertera pada Tabel 5 yaitu untuk varietas Sukmaraga seluas 45 hektar, Lamuru 35 hektar dan Srikandi Kuning seluas 6 hektar.

Tabel 5. Luas tanam perbenihan jagung komposit di dua desa (Desa Giyanti dan Sidomulyo) berdasarkan ketersediaan benih dari Balitsereal.

VARIETAS Ketersediaan Benih dari Maros (kg) Total Luas (Di 2 Desa) (ha) Luasan Perbenihan (ha) Lamuru 720 36 35 Sukmaraga 915 45,8 45 Srikandi Kuning 140 7,0 6 Jumlah 96,8 86 Sumber : Iriani 2009

Teknologi diintroduksikan antara lain benih bermutu kelas BS. Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan (seed treatment) dengan metalaksil (umumnya berwarna merah) sebanyak 2 g (bahan produk) per kg benih yang dicampur dengan 10 ml air. Larutan tersebut dicampur dengan benih secara merata, sesaat sebelum tanam. Perlakuan benih ini dimaksudkan untuk mencegah perkembangan bulai yang merupakan penyakit utama jagung. Benih jagung yang umumnya dijual dalam kemasan biasanya sudah diperlakukan dengan metalaksil (warna merah) sehingga tidak perlu lagi diberi perlakuan benih.

(6)

Tabel 6. Estimasi benih yang dihasilkan dari pengembangan jagung komposit di Desa Giyanti dan Desa Sidomulyo, Kabupaten Blora, 2009

VARIETAS

Prediksi hasil rata-rata per hektar (Ton/ha)

Prediksi luas panen (ha) dari kegiatan

perbenihan

Prediksi produksi benih (ton) dari

kegiatan perbenihan Lamuru 2,5 29 72,5 Sukmaraga 2,5 31 77,5 Srikandi Kuning 2,0 5 10 T O T A L 65 155 Sumber : Iriani 2009

Tabel 7. Produksi benih jagung Sukmaraga, Lamuru, dan Srikandi Kuning yang

disetorkan ke produsen (SHS) dari Desa Giyanti dan Desa Sidomulyo, Blora, 2009. Varietas Produksi yang disetor ke produsen (ton) Harga satuan (Rp) Keterangan Sukmaraga 12,4 1.600 bentuk tongkol 1.500 Lamuru 12,6 1.600 bentuk tongkol 1.500 Sri Kandi Kuning 1 1.600 bentuk tongkol 1.500 Jumlah 26 Sumber : Iriani 2009

Estimasi benih jagung yang bisa diperoleh dari kegiatan pengembangan jagung komposit Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning tertera pada Tabel 6. Pada akhir kegiatan, estimasi tersebut tidak terealisasi sepenuhnya karena adanya beberapa kendala, antara lain:

1. Tidak ada ikatan kerja sama secara tertulis antara petani (Gapoktan) dengan produsen benih (SHS).

2. Persyaratan dari produsen benih untuk petani dalam menyetor calon benih terlalu rumit sehingga petani harus meluangkan waktu dan tenaga lebih banyak dalam memilah hasil.

3. Adanya penawaran harga dari produsen benih (SHS) yang dianggap terlalu rendah (Rp 1500/kg tongkol) sehingga petani menjual di pasar umum (pedagang/pengumpul) dengan harga yang lebih tinggi.

4. Petani harus menyetor hasil panen dan baru dibayar di gudang produsen di Kabupaten dirasa memberatkan karena harus ada biaya ekstra untuk angkut benih.

5. Di Desa Sidomulyo terjadi gagal panen seluas 21 hektar akibat kekeringan karena sebagian besar lahan yang ditanami berada di sekitar hutan jati.

(7)

Upaya Penumbuhan penangkar jagung komposit juga dilakukan di Desa Giyanti Kecamatan Sambong dan Desa Sidomulyo Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Penguatan sistem perbenihan pada calon penangkar dilakukan melalui inovasi teknologi perbenihan dan inovasi kelembagaan. Inovasi teknologi perbenihan dimulai dari penggunaan benih jagung komposit bersertifikat, budidaya sampai pada proses sertifikasi. Kegiatan ini melibatkan petugas Dinas Pertanian dan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB). Selain itu juga dilakukan pelatihan bekerjasama dengan Puslitbang Tanaman Pangan dengan melibatkan narasumber dari Balitsereal, BPTP Jawa Tengah, Dinas Kabupaten Blora, dan BPSB Jawa Tengah.

Inovasi kelembagaan baru dilakukan di Desa Giyanti mengingat kelompok yang tergabung dalam Gapoktan sudah lebih aktif dan Giyanti terletak jauh di pinggir kota, dan masyarakatnya yang masih jauh dari inovasi teknologi memungkinkan daerahnya untuk pengembangan jagung komposit. Pembelajaran sudah dimulai yang dijembatani oleh BPTP Jawa Tengah dengan menjalin kerjasama dengan produsen benih PT. SHS Kabupaten Pati maupun dengan swasta. Diawali dari pengumpul jagung dalam bentuk glondong dari kelompok-kelompok di bawah Gapoktan, selanjutnya Gapoktan melakukan sortasi dan kemudian disetorkan ke produsen benih (SHS) di Pati.

Ke depan, dari Gapoktan Desa Giyanti diharapkan menjadi penangkar benih jagung komposit, dengan catatan dapat memenuhi persyaratan atau ketentuan baku sebagai penangkar.

Kriteria penangkar benih di antaranya adalah: i) mengenal varietas yang akan ditanam, ii) mengenal prosedur sertifikasi, iii) mengenal kegiatan prosesing, iv) menjalin kemitraan dengan kelompok tani setempat, v) bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat selaku pembina dan fasilitator, dan vi) semangat dan jujur. Namun, dalam proses penguatan kelembagaan perbenihan jagung komposit dijumpai beberapa permasalahan, di antaranya: i) sulit mendapatkan benih sumber, ii) penanganan pascapanen pada musim hujan, iii) permodalan, dan iv) pemasaran.

Untuk itu ke depan perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut terhadap Gapoktan tersebut dengan bimbingan dan pendampingan dari instansi yang terkait. Peran Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten lebih kepada fasilitasi dan pembinaan. Seperti telah disebutkan di atas, fasilitasi pemerintah adalah menjadikan petani penangkar melalui assosiasi menjadi pemasok benih di setiap kegiatan yang telah diprogramkan. Selain itu juga memberikan fasilitas alat yang dibutuhkan penangkar, dalam hal ini alat pengering/pascapanen. Peran lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah pembinaan dari aspek budidaya dan penguatan kelembagaan.

KESIMPULAN

• Luas pertanaman dan produksi jagung di Jawa Tengah dari tahun ke tahun cenderung meningkat, namun belum diimbangi oleh penyediaan benih dan baru terpenuhi 9,42% dari kebutuhan.

• Hasil pendampingan perbenihan di Kabupaten Blora belum optimal karena adanya mis komunikasi antara Gapoktan dan produsen (pembeli) sehingga petani menjual hasil panen sebagai konsumsi.

• Kabupaten Blora, khususnya Desa Giyanti, berpeluang dikembangkan sebagai daerah perbenihan jagung komposit.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2008. Jawa Tengah dalam Angka.

Baihaki, A. 2002. Review Pemuliaan Tanaman dalam Industri Perbenihan di Indonesia. Hlm. 1 – 6. Dalam E. Murniati, dkk. (ed.). Industri Benih di Indonesia: Aspek Penunjang Pengembangan. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih BDP. Faperta IPB, Bogor. 291 p. BATAN. 2008. Permasalahan yang dihadapi oleh lembaga Litbang dalam pengembangan benih

berkualitas dan produktif. Disampaikan dalam Integrated Workshop: “Konsolidasi Sumberdaya Iptek Pangan Untuk Mencapai Kemandirian Benih dan Bibit Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan dan MDG’s 2015. BPPT. Jakarta. 11 p.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. 2009. Laporan Bulanan. Ungaran

Iriani E., M.E. Wulanjari, Samijan, Parluhutan S., J. Handoyo, A. Prasetyo dan E. Supratman. Laporan Kegiatan Pandampingan dan Pengawalan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran.

Kariyasa, K., 2007. Usulan Kebijakan Pola Pemberian dan Pendistribusian Benih Bersubsidi. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 4, Desember 2007 : 304-319.

Azrai M. 2009. Pengenalan varietas dan mempertahankan mutu genetik benih jagung. Makalah disampaikan pada acara pembinaan calon penangkar benih jagung komposit berbasis komunal di Blora 10 Juli 2009

Saenong, S., M. Azrai, Ramlah, Rahmawati. 2007. Pengelolaaan Benih Jagung. dalam Buku: Jagung. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Diakses . (http://balitsereal.Libang.deptan.go.id.) . Diakses 6 Juli 2009.

Sinar Tani, 2009. Kebijakan Perbenihan Nasional untuk Peningkatan Produksi Pangan. Online: http://www.sinartani.com/pangan/kebijakan-perbenihan-nasional-peningkatan-produksi-pangan-1251690250.htm, 21 Desember 2009.

(9)

Lampiran : Proses kegiatan demplot dan pengembangan jagung di Desa Giyanti, Kecamatan Sambong, Blora

Keragaan vegetatif jagung komposit yang dibenihkan

Pemeriksaan lapang fase generatif oleh BPSB Kab. Blora

Supervisi oleh ka Balitsereal dan Ka

(10)

Penentuan saat panen dengan melihat keragaan pertanaman dan pengecekan black layer pada biji jagung

Referensi

Dokumen terkait

Status Zarri Bano dalam keluarga berkaitan dengan stereotipe gender ini telah mengikat tubuh Zarri Bano dengan tradisi keluarga yang telah dibentuk secara turun

Dari pelaksanaan kegiatan PPL di SD Negeri Sendangadi 1 maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan PPL dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam pengembangan

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1 menganalisis kebijakan kepala sekolah dalam mencegah perilaku bullying verbal pada siswa MTs Ma’arif NU Sudimoro Malang, 2 menganalisis

Tidak keterlaluan jika dikatakan bahawa tulisan Jawi telah diterima oleh masyarakat Melayu serentak dengan mereka menerima agama Islam dan mereka hanya mengambil sedikit masa untuk

Karakter kuantitatif yang diamati pada bagian tongkol yaitu umur munculnya rambut, panjang tongkol, diameter tongkol, panjang tangkai tongkol, dan jumlah baris

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan saintifikasi terhadap aktivitas biologi (antimalaria

Kelompok ini adalah kelompok kosakata yang secara ucapannya merupakan susunan bunyi-bunyi yang tidak sama antara yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI)

3. Ada pengaruh peran business development service terhadap pengembangan usaha, artinya apabila peran business development service semakin baik maka pengembangan