REVIU PERATURAN PENGANGKUTAN
ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA
Muttaqin Margo Nirwono Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAKREVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA. Pengangkutan zat radioaktif merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan zat radioaktif. Dengan pengaturan yang jelas dan operasional akan sangat mendukung pihak pengguna dalam mengangkut zat radioaktif dengan aman dan selamat. Dari aspek regulasi, keberadaan peraturan berupa ketentuan keselamatan maupun pedoman dalam pengangkutan zat radioaktif akan menjamin adanya kepastian hukum yang jelas dan operasional bagi semua pihak terkait. Pada makalah ini disajikan reviu atas peraturan yang tersedia menyangkut keselamatan pengangkutan zat radioaktif. Dari hasil reviu diperoleh bahwa peraturan perundangan mengenai pengangkutan zat radioaktif perlu diamandemen untuk menjawab permasalahan bagi pengangkutan zat radioaktif saat ini dan menyesuaikan perkembangan rekomendasi, standarisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pengangkutan zat radioaktif dan nilai kepatuhan terhadap peraturan di lapangan baik aspek keselamatan dan keamanan. Kata kunci: pengangkutan, pengangkutan zat radioaktif, ABSTRACT
REVIEW FOR THE REGULATION OF TRANSPORTATION OF RADIOACTIVE MATERIAL IN INDONESIA. Transportation of radioactive material is one of activity practice using radioactive material. A clear and operated regulation will suport user to transport their radiactive material with safe and secure. From regulation aspect, the regulation as safety series and guide in transportation of radioactive material will ensure exsistency of clear and operated law for all parties. In this paper, present review for present regulation of safety transport of radioctive material. From this review, we got that regulations for transportion of radioctive material have to be amandemented for solve the problems in present transportion of radioctive material and adobt development of recomendation, standardization, science and techology in transportation of radioactive mateils and complience in practices, both in safety and secure.
BAB I
PENDAHULUAN
Pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia semakin berkembang dan semakin luas di bidang penelitian, pertanian, kesehatan, industri dan lain lain di samping itu mempunyai potensi bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.
Salah satu aktivitas dalam pemanfaatan teknologi nuklir adalah pengangkutan zat radioaktif. Keselamatan perlu diperhatikan dalam kegiatan pengangkutan baik untuk petugas pelaksana pengangkut, sesama pengguna jalan, penduduk yang dilalui dari suatu rute serta lingkungan sekitar.
Untuk itu kita perlu mereviu peraturan dalam keselamatan pengangkutan zat radioaktif.
Tujuan mereviu peraturan pengangkutan zat radioaktif adalah untuk mengetahui peraturan perundang undangan mengenai pengangkutan zat radioaktif yang berlaku di Indonesia yang sudah memenuhi persyaratan untuk memastikan keselamatan, keamanan dan untuk memproteksi
manusia, properti dan lingkungan dari dampak radiasi dalam pengangkutan zat radioaktif, yang sesuai dengan
perkembangan rekomendasi
internasional maupun teknologi dan ilmu pengetahuan serta membandingkan dengan tingkat kepatuhan yang terjadi di lapangan.
BAB II
PERATURAN
PENGANGKUTAN ZAT
RADIOAKTIF DI INDONESIA
Dasar hukum pengangkutan zat radioaktif sendiri adalah Pasal 16 ayat (1) Undangundang (UU) Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang menyatakan bahwa “Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan keselamatan, keamanan, dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup”. Sedangkan pada Pasal 16 Ayat (2) disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam penjelasan pasal demi pasal, pada Pasal 16 ayat (1) disebutkanbahwa Ketentuan keselamatan yang perlu diatur lebih lanjut, antara lain, adalah ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi, ketentuan keselamatan pengangkutan zat radioaktif, ketentuan terhadap pertambangan bahan galian nuklir, dan ketentuan keselamatan reaktor [1].
Pada saat ini telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 10 tahun 1997 Pasal 16 Ayat (2). PP ini merupakan pengganti PP Nomor 13 tahun 1975 mengenai Pengangkutan Zat Radioaktif. Menurut PP No. 26 tahun 2002 ini, pengangkutan zat radioaktif adalah pemindahan zat radioaktif dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara [2].
Peraturan Kepala BAPETEN yang diterbitkan terkait pengangkutan zat radioaktif adalah Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 04/Ka.BAPETEN/V99 tentang Ketentuan Keselamatan Untuk Pengangkutan Zat Radioaktif [3]. Dan sebagai pedoman dari PP No. 26 Tahun 2002 ini diterbitkan Keputusan Kepala
Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 05P/KaBAPETEN/VII00 tentang Pedoman Persyaratan untuk Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif [4].
Sedangkan salah satu turunan dari UU No. 10 Tahun 1997, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, dalam PP ini pengangkutan zat radioaktif diatur dalam Bagian Dua, Pasal 25 yang menyebutkan Pengangkutan limbah radioaktif wajib memenuhi ketentuan pengangkutan zat radioaktif dan pengangkutan pada umumnya [8].
Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 03P/KaBAPETEN/I03 tentang Persyaratan Laboratorium Uji Bungkusan Zat Radioaktif Tipe A Dan Tipe B. Dalam Perka ini disebutkan bahwa uji bungkusan merupakan salah satu syarat dari pengangkutan. Serta Perka ini hanya mengatur uji bungkusan tipe A dan Tipe B [9].
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 4 disebutkan bahwa Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir
yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam PP No. 33 Tahun 2007 ini juga mengatur kegiatan pengangkutan zat radioaktif pada pasal Pasal 66 (Dalam hal pelaksanaan pengangkutan Sumber Radioaktif, Pengirim wajib mendapat persetujuan pengiriman dari BAPETEN), Pasal 67 (Pengangkut menjamin Keamanan Sumber Radioaktif, baik selama dalam pengangkutan, maupun penyimpanan pada saat transit sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan) dan Pasal 71 (Dalam hal terjadi keadaan darurat Sumber Radioaktif dalam penggunaan maupun pengangkutan, Pemegang Izin wajib segera melaporkan kepada BAPETEN) [10].
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion Dan Bahan Nuklir, pada pasal 14 berisi tentang persyaratan pemanfaatan zat radioaktif [11].
BAB III
PERATURAN UMUM YANG
TERKAIT PENGANGKUTAN
ZAT RADIOAKTIF
Pengangkutan secara umum diatur dalam UndangUndang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang merupakan amandemen dari UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada UU No. 14 Tahun 1992 Pasal 40 disebutkan bahwa Pengangkutan bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas dan alat berat diatur dengan Peraturan Pemerintah [5]. Kemudian berdasarkan UU No. 14 tahun 1992 ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Pada Pasal 13 ayat (2) disebutkan bahwa Pengangkutan barang terdiri dari barang umum, bawang berbahaya, barang khusus, peti kemas dan alat berat. Kemudian dalam Pasal 14 ayat (1) pada butir g menyebutkan Pengangkutan bahan berbahaya diklasifikasikan salah satunya adalah pengangkutan bahan Radioaktif. [6]
Sedangkan untuk kerjasama internasional dasar hukumnya adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2003 tentang Protokol 9 Dangerous Goods (Protokol 9 Barang Berbahaya), yaitu dengan Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokrasi Rakyat Laos, Malaysia, Uni Nyanmar, Republik Philipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand dan Republik Sosialis Viet Nam [7].
Oleh karena itu pengaturan pengangkutan muatan zat radioaktif sangat penting. Sejalan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protokol 9 Barang Berbahaya (Protocol 9 Dangerous Goods) yang diterbitkan pada tanggal 11 April 2003 dimana Protocol 9 Dangerous Goods merupakan hasil kesepakatan 9 negara dan merupakan acuan umum bagi negaranegara ASEAN dalam penerapan regulasi dan pelaksanaan pengangkutan zat radioaktif yang salah satunya melalui jalan raya dan dalam pelaksanaannya melibatkan aparat dari institusi yang terkait dalam pengawasan transportasi. Maka agar dalam pengangkutan bahan berbahaya dari tempat kegiatan pemuatan sampai ke
tempat pembongkaran akhir dilakukan oleh orang atau badan yang memiliki izin dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari pihak terkait sebelum melakukan kegiatan pengangkutan bahan berbahaya tersebut.
BAB IV
PERKEMBANGAN
INTERNASIONAL
Untuk peraturan pengangkutan zat radioaktif internasional, badan tenaga atom internasional (IAEA) memberikan rekomendasi dalam dokumen Safety Standard, No. TSR1 tahun 2009, mengenai Regulation for
the Safe Transport of Radioactive Material. Dalam TSR1 ini
mengklasifikasikan bungkusan dalam 3 (tiga) tipe, yaitu tipe A, tipe B dan tipe C [12].
Pengangkutan zat radioaktif memungkinkan terjadinya paparan radiasi dari zat yang diangkut baik kepada petugas pelaksana pengangkut, sesama pengguna jalan, penduduk yang dilalui dari suatu rute serta lingkungan sekitar. Untuk keselamatan pemanfaatan energi pengion tersebut IAEA mengatur dalam rekomendasinya yaitu Basic
Safety Standard No. 115 tahun 1996 tentang International Basic Safety
Standard For Protection Againts Ionizing Radiation And For Safety Of Radiation Sources [13]. Sedangkan untuk isu keamanan, IAEA memberikan rekomendasi dalam dokumen Nuclear Security Series (NSS) No. 9 tahun 2008 mengenai Security in the Transport of Radioactive Material. Untuk perkembangan
standarisasi bungkusan dan pengujiannya, International Organization for Standardization mengeluarkan standar, yaitu ISO 1496:1990 mengenai Series 1 Freight
Container – Specifications and Testing – Part 1: General Cargo Containers for General Purposes, yang telah
diamandemen tahun 1993, 1998, 2005, dan tahu 2006 sebanyak dua kali. ISO 9978:1992 mengenai Radiation
Protection – Sealed Radioactive Sources – Leakage Test Methods.
Kemudian ISO 7195:2005 mengenai
Nuclear Energy – Packaging of Uranium Hexafluoride (UF6) for
Transport. Serta ISO 2919:1999 tentang Radiation Protection – Sealed Radioactive Sources – General Requirements and Classifications.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pelacakan membawa peranan penting untuk membantu menemukan barang yang hilang atau salah penempatan. Pemerintah Korea Selatan mengoperasikan Radiation Sources Location Tracking System (RadLoT), yang bertujuan untuk mencegah dan penemuan kembali sumber yang salah penempatan dan tercuri. RadLot dikendalikan oleh Korea Institute of Nuclear Safety (KINS), dimana sistemnya mencakup statiun mobile, jaringan telekomunikasi mobile, dan sistem kendali pusat. Saat ini stasiun
mobile disebut Source Tracking at Real
Time (START). START
mengumpulkan informasi lokasi menggunakan telepon selulardan Global Positioning System (GPS) [14]. Karena salah satu manfaat dari GPS adalah untuk pelacakan kendaraan [15].
BAB V
PEMBAHASAN
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif merupakan harmonisasi terhadap rekomendasi IAEA, yaitu TSR1 tahun 1999, yang telah mengalami beberapa
kali amandemen. Amandemen terbaru, telah dikemukakan di atas, yaitu TSR1 tahun 2009. Pada kebijakan pengangkutan zat radioaktif di Indonesia tersebut, bila dibandingkan dengan rekomendasi IAEA, masih banyak yang perlu direvisi. Dari segi kebijakan, TSR1 telah mengalami perubahan, seperti halnya dalam Pasal 3
PP No. 26 Tahun 2002, menyebutkan bahwa pengecualian pada pengangkutan zat radioaktif ini, namun dalam TSR1 ada tambahan poin yaitu zat padat non radioaktif dengan kandungan zat radioaktif pada permukaannya yang tidak melebihi nilai tertentu.
Tabel 1. Perbandingan Peraturan Perundangundangan Indonesia dengan Standar Internasional
No Aspek Peraturan Indonesia Standar Internasional
1. Bungkusan Hanya tipe A dan tipe B [9] Tipe A, tipe B dan tipe C [12]
2. Keamanan Belum ada Sudah ada, NSS No. 9
3. Pengecualian pemindahan zat radioaktif di
dalam suatu instalasi; zat radioaktif yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau binatang hidup untuk diagnosa dan atau terapi; zat radioaktif yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana angkutan; zat radioaktif dalam bentuk barang atau produk konsumen; dan zat radioaktif yang berasal dari alam dalam ukuran tertentu. [2]
zat radioaktif yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana angkutan; pemindahan zat radioaktif di dalam suatu instalasi; zat radioaktif yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau binatang hidup untuk diagnosa dan atau terapi; zat radioaktif dalam bentuk barang atau produk konsumen; zat radioaktif yang berasal dari alam dalam ukuran tertentu; dan zat padat nonradioaktif dengan kandungan zat radioaktif pada permukaannya yang tidak melebihi nilai tertentu [12]
Kemudian adanya tipe C dalam klasifikasi tipe bungkusan pada TSR1, dimana telah disampaikan di atas, Perka BAPETEN Nomor 03P/Ka BAPETEN/I03 hanya mengatur untuk bungkusan tipe A dan tipe B. Untuk hal tersebut perlu adanya revisi terhadap Perka tersebut atau menambahkan peraturan mengenai bungkusan tipe C.
Dari aspek keamanan, NSS No.9 merupakan rekomendasi yang baik dari segi peraturan maupun pedoman. Karena peraturan kita muncul sebelum berkembangnya tinjauan aspek keamanan, yang mana aspek keamanan berkembang setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Untuk itu harus juga memasukkan sistem keamanan pengangkutan zat radioaktif dalam
sistem keamanan nasional. Dalam hal ini bisa mencontoh pemanfaatan GPS dalam pelacakan zat radioaktif di negara Korea Selatan.
Dari segi standarisasi, berkembangnya ISO mengenai bungkusan dan pengujiannya, maka perlu revisi Perka Nomor 03P/Ka BAPETEN/I03.
Untuk kondisi di lapangan, seperti dipersyaratkan dalam PP No. 26 Tahun 2002 Pasal 7 ayat (1) butir b yaitu memberikan tanda, label, dan atau plakat kendaraan angkutan jalan dan jalan rel; ada beberapa kendaraan pengangkut enggan memberikan tanda tanda yang dipersyaratkan dalam pasal tersebut, dengan alasan kendaraan pengangkut mudah operasinya, serta untuk bungkusan diangkut melalui pos/ ekspedisi, udara atau laut mudah untuk memasuki gerbanggerbang tertentu. Hal ini merupakan suatu kendala dalam penerapan nilai kepatuhan. Dengan adanya kendalakendala tersebut sekiranya diperlukan suatu solusi baik dari peraturan maupun pedoman ataupun dengan pembenahan dari sisi sumber daya manusia dan prasarana transportasinya, yaitu kualifikasi dan pelatihan. Selain itu untuk pengangkutan zat radioaktif kita harus
juga mengadakan harmonisasi dengan peraturan pengangkutan umum yaitu mengenai peraturan kelayakan kendaraan pengangkut dan Surat Izin Mengemudi khusus.
Dengan demikian perlu kegiatan amandemen mengenai pengangkutan zat radioaktif dengan mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, dalam hal ini undangundang dan peraturan pemerintah, serta mempertimbangkan rekomedasi dari IAEA. Dalam Perka BAPETEN yang baru, nantinya diharapkan selain mengharmonisasi pengklasifikasian di Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2002 serta peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku, juga akan diatur secara lebih tegas parameter untuk menunjang pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), serta agar pihak pengguna dapat melaksanakannya dengan lebih mudah di lapangan.
BAB VI
KESIMPULAN
Pengaturan mengenai
pengangkutan zat radioaktif sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2002 dan turunannya perlu adanya amandemen untuk menyesuaikan rekomendasi internasional serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik dari segi keselamatan, keamanan, pedoman maupun standarisasi. Terciptanya peraturan yang tegas, jelas, dan operasional akan memudahkan pengangkutan zat radioaktif di tingkat pemanfaat teknologi nuklir, dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat luas terhadap pemanfaatan tenaga nuklir yang aman dan ramah lingkungan, serta tidak merugikan bagi generasi yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undangundang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran 2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif 3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 04/Ka.BAPETEN/V99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif 4. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 05P/Ka BAPETEN/VII00 tentang Pedoman Persyaratan untuk Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif 5. Undangundang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2003 tentang Protokol 9 Dangerous Goods (Protokol 9 Barang Berbahaya) 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif 9. Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 03P/KaBAPETEN/I03 tentang Persyaratan Laboratorium Uji Bungkusan Zat Radioaktif Tipe A Dan Tipe B 10. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif 11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir12. IAEA Safety Standard, No. TSR1 tahun 2009 13. IAEA Basic Safety Standard No. 115 tahun 1996, International Basic Safety Standard For Protection Againts Ionizing Radiation And For Safety Of Radiation Sources 14. KINS, Operation Of Radiation Source Tracking System In Korea, 2009. 15. http://id.wikipedia.org/wiki/Global_ Positioning_System