15
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan pada bulan Mei di Laboratorium Sedimentografi Institut Teknologi Bandung dan Laboratorium Ilmu Teknologi Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Tabel 2. Alat penelitian dan fungsi
Alat Satuan Fungsi
GPS
(Global Positioning System)
- Penentuan titik koordinat
Floating drogue - Penentuan arah arus
Kompas tembak Derajat Penentuan arah kemiringan floating drogue
Stopwatch Menit Menghitung kecepatan
berpindahnya floating drogue
Termometer 0C Pengukuran suhu
Refraktometer Ppt Pengukuran salinitas
Alat tulis - Mencatat data pengamatan
Grab Sampler - Pengambilan sampel sedimen
Tali penduga Meter Pengukuran kedalaman
Plastik sampel - Wadah menyimpan sampel
sedimen
Alkohol 10% Ml Pengawetan sampel benthos
Kaca luv Mm Pengamatan jenis
makrozoobenthos
Oven Celcius Pengeringan sampel sedimen
Sieve shaker µm Pemisahan jenis sedimen
berdasarkan ukuran Kamera digital Megapixel Dokumentasi
PC/Laptop - Pengolahan data dan penulisan
skripsi
Software Surfer v.10 - Pengolahan data arus
Ms Excel - Perhitungan dan pengolahan
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer yaitu data pengukuran yang dilakukan pada bulan Mei 2013 seperti pengambilan sampel sedimen di tiga titik stasiun berbeda sedangkan data sekunder yang digunakan tertera pada Tabel 3 :
Tabel 3. Bahan penelitian dan sumber
Bahan Sumber
Arah dan kecepatan arus bulan Mei 2013 BRKP, Jakarta
Peta sebaran sedimen PPGL, Bandung
Pasang surut bulan Mei 2013 TMD
1.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei berupa observasi lapangan untuk penentuan stasiun penelitian, arus permukaan, pengambilan sampel sedimen, dan parameter pendukung yang dilakukan pada 3 titik stasiun penelitian. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data besaran butir sedimen di Laboratorium Sedimentografi Institut Teknologi Bandung.
Observasi dan pengambilan data dilakukan berdasarkan titik – titik stasiun yang telah ditentukan berdasarkan kedalaman dan jenis sedimen yang dianggap mewakili keseluruhan kondisi perairan Bintan Timur. Untuk pengambilan sampel sedimen menggunakan metode observasi yang diambil dengan jarak interval waktu yang seragam dan pengukuran arus yang dilakukan berdasarkan pasang surut dengan kriteria kedalaman yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan makrozoobenthos, sedimen, dan arus terhadap kedalaman yang berbeda. Sampling dilakukan di tiga titik stasiun dengan sembilan sub stasiun pengamatan dengan kriteria seperti pada Tabel 4 :
Tabel 4. Kriteria stasiun pengamatan
Stasiun Kriteria Lokasi Sub
Stasiun Keterangan I Sedimen jenis pasir
lumpuran Bintan Timur bagian Tenggara 1.1 Kedalaman 2 meter 1.2 Kedalaman 5 meter 1.3 Kedalaman 8 meter II Sedimen jenis lumpur Bintan Timur bagian Tenggara 2.1 Kedalaman 2 meter 2.2 Kedalaman 5 meter 2.3 Kedalaman 8 meter III Sedimen jenis pasir
dan pecahan kerang
Bintan Timur bagian Timur Laut 3.1 Kedalaman 2 meter 3.2 Kedalaman 5 meter 3.3 Kedalaman 8 meter 3.4 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini diawali dengan penentuan titik stasiun penelitian yang dianggap dapat mewakili keseluruhan kondisi perairan pulau Bintan Timur. Penentuan titik stasiun diambil secara vertikal dari garis pantai dengan kedalaman 2 meter, 5 meter, dan 8 meter yang juga didasarkan dengan jenis sedimen di perairan ini. Penentuan tiga titik stasiun dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh BRKP pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa arus di perairan Bintan Timur cukup kuat dan penelitian yang dilakukan oleh PPGL pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa perairan Bintan Timur memiliki sebaran sedimen yang beranekaragam jenisnya dengan cakupan sebaran yang cukup luas begitu juga dengan makrozoobenthos di perairan tersebut. Pada tiap-tiap stasiun dilakukan pengukuran arah arus permukaan dan kecepatan, pengukuran kedalaman, pengambilan sedimen, dan pengukuran parameter pendukung seperti suhu dan salinitas. Masing-masing dari parameter ini akan diolah menggunakan software surfer untuk dipetakan.
Gambar 2. Bagan Alir Prosedur Penelitian
Pada analisis spasial, hal pertama yang akan dilakukan ialah perhitungan kecepatan dan arah arus berdasarkan luasan yang telah diukur pada tiap stasiun penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kelimpahan makrozoobenthos yang disebabkan oleh kecepatan arus. Adapun software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software surfer untuk arah dan
kecepatan arus yang hasilnya ditampilkan berupa peta vektor. Selain arus, parameter pendukung seperti suhu, salinitas, dan kedalaman juga diolah menggunakan software surfer yang hasilnya ditampilkan berupa peta vektor.
3.4.1 Pengukuran Arus
Pengukuran arus menggunakan GPS, floating drouge, stopwatch, dan kompas tembak. Cara kerjanya menurut Purba (2013) :
1. Lepaskan floating drogue. Catat posisi waktu pelepasan dengan GPS. Biarkan
floating drogue hanyut mengikuti arus. Setelah rentang waktu selama 5 menit
catat kembali posisi floating drogue dengan GPS, hal ini dilakukan sebanyak 3 kali di setiap sub titik stasiun.
2. Catat semua kondisi lokal seperti cuaca (hujan, cerah) dan laut yang dilihat secara visual.
3. Bila floating drogue berhenti karena pembeban mengenai dasar perairan, maka floating drogue dapat dipindahkan kembali kembali ke posisi pencatatan terakhir. Kemudian floating drogue dilepas kembali.
Demikian seterusnya hingga pada pencatatan terakhir yang telah ditentukan. Setelah pengamatan arus di lapangan kemudian dilakukan pengumpulan data sekunder sebagai data pendukung untuk pengolahan dan analisis data.
3.4.2 Pengamatan Sedimen
Pengambilan sedimen dilakukan dengan menggunakan grab sampler yang cara kerjanya menurut Emiyarti (2004) :
1. Lepaskan batu penduga sebagai pengukur kedalaman di sub stasiun. Jika kedalamannya sesuai, catat posisi waktu pelepasan dengan GPS.
2. Lepaskan grab sampler untuk mengambil sedimen. Pengambilan sedimen basah sebanyak ± 200 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik. Lakukan hal yang sama di setiap titik stasiun.
3. Sampel substrat yang telah dipisahkan dengan makrozoobenthos kemudian dianalisis besar butirnya dengan penyaringan sieve shaker di Laboratorium
Sedimentografi Institut Teknologi Bandung yang selanjutnya diolah kembali menggunakan klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth (Tabel 5) untuk mengetahui secara spesifik jenis fraksi yang terkandung pada setiap stasiun.
Tabel 5. Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth
No. Nama Partikel Ukuran (mm)
1. Batuan (Boulder) 256
2. Batuan bulat (Coble) 256 –64
3. Batuan kerikil (Pebble) 64 – 4
4. Butiran (Granule) 4 – 2
5. Pasir paling kasar (Very coarse sand) 2 – 1
6. Pasir kasar (Coarse sand) 1 - 0.5
7. Pasir sedang (Medium sand) 0.5 – 0.25
8. Pasir halus (Fine sand) 0.25 – 0.125
9. Pasir sangat halus (Very fine sand) 0.125 – 0.0625
10. Debu (Silt) 0.0625 – 0.0039
11. Liat (Clay) Kurang dari 0.0039
(Sumber: Holme dan Melntire 1971)
3.4.3 Kelimpahan Makrozoobenthos
Proses identifikasi makrozoobenthos dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi dengan mengacu pada petunjuk Colin dan Arneson (1995) sampai tingkat taksa terdekat yaitu genus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis makrozoobenthos yang dipengaruhi oleh arus. Adapun cara kerjanya antara lain: 1. Pemisahan makrozoobenthos dari sedimen yang kemudian dicuci terlebih
dahulu untuk mengidentifikasi jenisnya melalui ciri-ciri morfologi dengan mengacu pada petunjuk Colin dan Arneson (1995) sampai tingkat taksa terdekat yaitu genus.
2. Makrozoobenthos yang telah dipisahkan kemudian diberi alkohol 10% yang berfungsi sebagai pengawet selanjutnya melakukan identifikasi makrozoobenthos yang dihitung jumlah dan jenisnya per sub stasiun.
3.4.4 Parameter Pendukung
Arus laut penting dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau organisme, karena arus dapat menyebabkan perubahan suhu dan salinitas serta dapat menyebarkan makanan, membawa dan menyebarkan larva hewan ke tempat lain (Wulansari 2001).
Sebagian besar dari makrozoobenthos dapat melakukan toleransi pada suhu air di bawah 350C (Ward 1992). Suhu yang berada di atas 350C merupakan ambang batas bagi hewan makrozoobenthos untuk berkembang. Adapun cara kerjanya yaitu mencelupkan termometer langsung ke air selama ± 5 menit. Catat skala yang tertera pada termometer dan lakukan hal yang sama pada setiap sub stasiun.
Ihlas (2001) menyatakan bahwa salinitas yang ditolerir oleh makrozoobenthos dalam hidup dan kehidupannya berkisar antara 30 – 35 ppt. Adapun cara kerjanya yaitu pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Sampel air diteteskan pada refraktometer kemudian dibaca skala salinitasnya. Catat skala yang tertera pada refraktometer dan lakukan hal yang sama pada setiap sub stasiun.
3.5 Pengolahan Data
Data yang didapatkan dari pengamatan lapangan dan pengumpulan data sekunder diproses dengan menggunakan program Ms. Excel adapun kecepatan dan arahnya diolah menggunakan software surfer agar dapat dipetakan.
Pengolahan data akhir untuk mendapatkan hubungan antara arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos yang dijelaskan secara deskriptif dalam bentuk data kuantitatif. Dari sinilah dapat dianalisis pengaruh arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos.
3.5.1 Arus
Data arus yang didapat berdasarkan arus menjelang pasang dan arus menjelang surut. Pengolahan data arus akan dipetakan menggunakan software surfer berupa peta kontur yang mana berasal dari data lapangan berupa arah dan
kecepatan tiap sub stasiun. Sebelumnya satuan kecepatan arus dikonversi terlebih dahulu dari meter per menit menjadi meter per detik. Setelah dikonversi, baik arah maupun kecepatan tiap sub stasiun akan diolah dan dirata-ratakan nilainya untuk diolah kembali yang hasilnya akan ditampilkan menjadi peta arus menjelang pasang dan arus menjelang surut.
3.5.2 Makrozoobenthos
Sampel makrozoobenthos sendiri ditentukan oleh arus yang terdapat di perairan tersebut. Hal ini akan dikaji secara deskriptif berdasarkan kecepatan arus dan jenis sedimen. Sehingga dari sini kita dapat mengetahui kelimpahan makrozoobenthos yang terdapat di suatu perairan dengan kecepatan yang seberapa besar dan sejauh mana pengaruhnya. Kelimpahan makrozoobenthos dihitung dengan menggunakan formula Azis (1998) dalam Rani dan Arifin (2006) :
Dengan: Y = jumlah individu (ind/m2)
a = jumlah makrozoobenthos yang tersaring (ind) b = luas bukaan grap sampler (cm2)
10000 = nilai konversi dari cm2 ke m2
Menghitung kelimpahan relatif makrozoobenthos dengan menggunakan formula Azis (1998) dalam Rani dan Arifin (2006) :
Dengan: KR = Kelimpahan Relatif (%)
ni = jumlah individu setiap spesies (ind) N = jumlah seluruh individu (ind)
3.5.3 Sedimen
Sedimen yang telah diayak dalam sieve seeker kemudian dihitung presentasi jenis fraksi tiap sub stasiun yang kemudian dianalisis kembali menggunakan klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth
(Tabel 5) untuk mengetahui secara spesifik jenis fraksi yang terkandung pada setiap stasiun.
3.5.4 Suhu dan Salinitas
Data suhu dan salinitas yang telah didapat akan diolah dan dipetakan dalam bentuk peta kontur menggunakan software surfer sebagai data pendukung dalam menganalisis kelimpahan makrozoobenthos terhadap arus. Peningkatan suhu dan salinitas di atas ambang batas berpengaruh terhadap proses, fisik dan kimiawi suatu perairan dimana arus dapat menyebabkan perubahan suhu dan salinitas serta dapat menyebarkan makanan, membawa dan menyebarkan larva hewan ke tempat lain.
3.6 Analisis Korelasi Arus Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos
Data yang diperoleh dikelompokkan menurut stasiun dan disajikan dalam bentuk tabel dan peta kontur, kemudian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Data arus yang didapat dikombinasikan dengan data sedimen, makrozoobenthos, dan parameter pendukung untuk melihat keterkaitan arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos dengan melakukan analisis korelasi Pearson.
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari hubungan antara arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos. Nilai korelasi antara dua variabel yang diperoleh dengan menggunakan analisis korelasi Pearson akan berada di antara 1 sampai -1. Korelasi bernilai negatif menunjukkan arah hubungan negatif dan korelasi bernilai positif menunjukkan arah hubungan positif. Apabila nilai yang diperoleh semakin mendekati nilai nol maka semakin lemah pula korelasinya (Usman dan Purnomo 2000).
Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi Pearson adalah sebagai berikut :
∑ ̅ ̅ ∑ √ ̅ ∑ ̅
Dimana :
= variabel x
̅ = rata-rata variabel x = variabel y
̅ = rata-rata variabel y
Prinsip korelasi pearson (Usman dan Purnomo 2000) : 1. Korelasi Linear Positif (+)
Perubahan salah satu nilai variabel diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika nilai variabel x mengalami kenaikan, maka variabel y akan ikut naik, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi linier positif yang kuat.
2. Korelasi Linear Negatif (-)
Perubahan salah satu nilai variabel diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah berlawanan. Jika nilai variabel x mengalami kenaikan, maka variabel y akan turun, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati -1 (negatif satu) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi linier negatif yang kuat.
3. Tidak Berkorelasi (0)
Kenaikan nilai variabel yang satunya terkadang diikuti dengan penurunan variabel lainnya atau terjadang diikuti dengan kenaikan variabel yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, terkadang searah, terkadang berlawanan. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati 0 (nol) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi yang sangat lemah atau kemungkinan tidak berkorelasi.