IV. METODOLOGI
4.1. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini telah dilaksanakan di Provinsi NTB, mulai April sampai dengan Desember 2010. Provinsi NTB adalah salah satu wilayah penyumbang beras nasional. Ditinjau dari luas lahan sawah yang tersedia saat ini provinsi NTB mempunyai peluang berswasembada beras setidaknya untuk 25 tahun ke depan. Keberhasilan NTB dalam mencapai swasembada beras saat ini dapat dilihat dari neraca produksi dan konsumsi padi periode 2001-2008 yang mengalami surplus. Hal ini menjadi pertimbangan pemilihan NTB sebagai lokasi penelitian.
Provinsi NTB didominasi oleh wilayah beriklim kering yang memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan wilayah lain, seperti Jawa dan Sumatera yang umumnya beriklim basah. Sistem pertanian di wilayah beriklim kering memiliki kendala ekologis dengan tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah beriklim basah. Fenomena variabilitas dan perubahan iklim di wilayah beriklim kering secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam mencapai target produksi padi. Anomali iklim El-Nino dan La-Nina menyebabkan kejadian-kejadian ekstrim seperti kekeringan dan banjir cenderung meningkat baik frekuensi maupun intensitasnya. Perubahan iklim juga menyebabkan pergeseran dan perubahan pola curah hujan dan musim yang dapat mengacaukan musim dan pola tanam serta luas areal tanam dan panen padi di NTB.
Ketersediaan sumber daya lahan di NTB menunjukkan kecenderungan yang semakin langka, baik luas maupun kualitasnya dan sering menimbulkan konflik dalam penggunaannya. Hal ini disebabkan karena laju konversi lahan sawah untuk penggunaan nonpertanian relatif tinggi, yaitu sekitar 4,07% tahun-1. Kondisi ini dihawatirkan terus berlanjut sehingga sampai ke suatu titik dimana luas lahan sawah di NTB tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan secara domestik. Pada sisi lain, potensi lahan yang sesuai untuk sawah telah dimanfaatkan mendekati 100%. Bagi wilayah dengan sumber daya air yang terbatas seperti NTB peranan luas lahan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas produksi padi sawah. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi dan adaptasi agar produksi padi tidak mengalami penurunan yang signifikan. Penelitian ini menganalisis potensi, kendala dan peluang dari berbagai
dimensi sistem produksi padi sawah agar fungsi NTB sebagai lumbung pangan nasional dapat dipertahankan.
4.2. Rancangan Penelitian
Cakupan kegiatan penelitian. Penelitian ini bersifat makro pada agregasi provinsi NTB. Pengambilan data primer dilakukan pada tingkat usaha tani padi sawah di tiga wilayah Kabupaten yang mewakili karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang dominan di NTB. Menurut Simatupang (2007), untuk tujuan analisis kebijakan, isu ketahanan pangan dapat dikaji pada tingkat agregasi: rumah tangga dan regional (kabupaten, provinsi, dan nasional).
Untuk mencapai output yang diharapkan, secara garis besar kegiatan penelitian mencakup lima kegiatan pokok, yaitu: (1) analisis pendapatan dan optimasi usaha tani padi sawah pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, semi teknis dan tadah hujan; (2) analisis KHL dan menentukan kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani; (3) analisis kapasitas produksi dan kebutuhan konsumsi padi; (4) penilaian indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah, dan (5) penyusunan model dan alternatif skenario penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang atau galengan (Mustofa, 2000). Dapt pula didefinisikan sebagai tipe penggunaan lahan yang dalam pengelolaannya memerlukan genangan air, permukaan lahan datar dan dibatasi pematang untuk menahan air. Berdasarkan sumber airnya, dikenal tiga tipologi lahan sawah, yaitu (1) sawah irigasi teknis, yaitu lahan sawah yang airnya bersumber dari jaringan irigasi permanen, sehingga memungkinkan mendapatkan air pengairan sepanjang tahun dan dapat ditanami padi tiga kali dalam setahun, (2) sawah irigasi setengah teknis adalah lahan sawah yang airnya bersumber dari jaringan irigasi semi permanen atau irigasi sederhana, sehingga memungkinkan dapat ditanami padi dua kali dalam setahun, (3) sawah tadah hujan yaitu lahan sawah yang sumber airnya tergantung dari curah hujan sehingga pada umumnya hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun.
Cakupan Lokasi: Pengumpulan data primer dilaksanakan di tiga wilayah penelitian yang mewakili karakteristik provinsi NTB, yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Bima, disajikan pada peta (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi NTB berdasarkan karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang dominan berkaitan dengan sistem produksi padi sawah dibagi atas tiga wilayah, yaitu wilayah dengan karakteristik suku Sasak di Kabupaten/Kota se Pulau Lombok (strata 1), wilayah dengan karakteristik suku Sumbawa di Kabupatan Sumbawa dan Sumbawa Barat (strata 2), dan wilayah dengan karakteristik suku Bima di Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima (strata 3). Kabupaten Lombok Tengah terpilih mewakili karakteristik strata 1, Kabupaten Sumbawa Barat terpilih mewakili karakteristik strata 2 dan Kabupaten Bima terpilih mewakili karakteristik strata 3. Di setiap Kabupaten pewakil ditentukan tiga kelompok tani masing-masing mewakili tipologi lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Pemilihan lokasi dilakukan dengan multistage stratified random sampling. Pada setiap kelompok tani dipilih secara acak 15 orang petani sebagai responden, dengan total responden sebanyak 135 orang.
Wilayah Kabupaten Lombok Tengah diwakili oleh kelompok tani “Tunas Ice”, Desa Setanggor, Kecamatan Praya Barat, mewakili tipologi lahan sawah irigasi teknis, kelompok tani “Pancor Tunas Urip”, Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat mewakili tipologi lahan sawah irigasi setengah teknis, dan kelompok tani “Batur Kuwur”, Desa Kawo, Kecamatan Pujut, mewakili tipologi lahan sawah tadah hujan. Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat diwakili oleh kelompok tani “Jorok Boruk”, Desa Beru, Kecamatan Brang Rea, mewakili tipologi lahan sawah irigasi teknis, kelompok tani “Maju Bersama”, Desa Tapir, Kecamatan Seteluk
mewakili tipologi lahan sawah semi teknis dan kelompok tani “Bunga Mawar”, Desa Tapir, Kecamatan Seteluk mewakili tipologi lahan sawah tadah hujan. Sedangkan wilayah Kabupaten Bima diwakili oleh kelompok tani “Sendaka Sufu 1” Desa Panggi, Kecamatan Mpunda mewakili tipologi lahan sawah irigasi teknis, kelompok tani “Nggaro Piri” Desa Maria, Kecamatan Wawo, mewakili tipologi lahan sawah irigasi setengah teknis dan kelompok tani “Doro Ndempa” Desa Maria Utara, Kecamatan Wawo mewakili tipologi lahan sawah tadah hujan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud kelompok tani adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggotanya (Permentan No. 61/Permentan/OT.140/11/2008). Sedangkan yang dimaksud petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha dibidang pertanian (UU No. 16 Tahun 2006). Yang dimaksud petani dalam penelitian ini adalah petani perorangan yang memiliki dan mengelola atau menggarap lahan usaha tani padi sawah sebagai sumber pendapatan yang utama.
4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode survei melalui teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan daftar pertanyaan. Penentuan peubah atau atribut dari setiap dimensi sistem produksi padi sawah mengacu pada data dan informasi faktual ditambah dengan pendapat pakar (judgement knowladge) yang dilakukan dengan teknik wawancara, konsultasi, Brainstorming atau Focus Group Discussion (FGD). Kriteria pemilihan pakar: (a) pengalaman yang kompeten pada bidang yang dikaji; (b) memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam bidang yang dikaji; dan (c) kredibilitas tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi (Marimin, 2004).
Data sekunder dikumpulkan secara desk study dari berbagai sumber, antara lain: BPS, Dinas/Instansi terkait, BMKG, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian di daerah serta publikasi ilmiah, seperti buku, jurnal, disertasi, dan laporan hasil penelitian. Data dan informasi yang dikumpulkan dipilah menurut dimensinya, secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Jenis data, cara pengumpulan dan sumber data
Jenis Data Cara
Pengum-pulan Data Sumber Data Dimensi ekologi:
Data primer:
Kualitas lahan, luas penguasaan lahan, status pemilikan lahan, konservasi lahan, kearifan lokal Contoh tanah, Pengamatan, Wawancara Lapangan, responden Data sekunder:
Luas baku sawah, luas panen, IP padi, konversi lahan sawah, ketersediaan air, iklim, resiko (banjir, kekeringan, serangan OPT), pencetakan sawah baru.
Desk study, konsultasi (data series) BPS, Dinas/ Instansi terkait, BMKG, Bappeda, PU, Laporan Dimensi ekonomi: Data primer:
Produksi, produktivitas, biaya usaha tani, pendapatan onfarm, pendapatan non farm, pengeluaran rumah tangga setahun, cara penjualan hasil, sumber modal kerja, harga output Wawancara, Konsultasi Responden (petani dan stakeholder). Data sekunder:
Produktivitas, produksi, biaya UT, NTP, PDRB, benih, penangkar, harga, pupuk dan obat-obatan, pengecer saprodi, harga gabah, HPS stock bulog, pasar, modal, kredit.
Desk study, konsultasi (data series) BPS, Dinas/ Instansi terkait, Bappeda, Bulog, Publikasi, Laporan Dimensi sosial: Data primer:
Kondisi rumah tangga petani, pendidikan, jumlah keluarga, jumlah tanggungan, umur petani, kelembagaan, penerapan teknologi, penyuluhan Pengamatan, Wawancara, Konsultasi Responden (petani dan stakeholders) Data sekunder:
Penduduk, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, KK tani, anggota keluarga, tenaga kerja, kesempatan kerja, pengangguran, pendidikan, umur, tanggungan keluarga.
Desk study, Konsultasi (data series) BPS, Dinas/ Instansi terkait, Bappeda,Dinas Kependudukan Laporan, Publikasi Dimensi kebijakan dan kelembagaan:
Data primer:
Kelompok tani, kelembagaan penelitian, penyuluhan, perbankan, pasar, pelayanan saprodi, P3A, sistem bagi hasil, sistem upah.
Wawancara, Konsultasi
Responden (petani dan stakeholders)
Tabel 4.1. Lanjutan
Jenis Data Cara
Pengum-pulan Data Sumber Data
Data sekunder:
Kelembagaan petani, penelitian, penyuluhan, perbankan, pemasaran, penyediaan sarana produksi, pemakai air, peraturan dan perundangan/kebijakan yang berkaitan (RTRW, pertanahan, perizinan, subsidi).
Desk study, Konsultasi (data series) Dinas/ Instansi terkait, Bappeda, Badan Pertanahan, Laporan, Publikasi
Dimensi teknolog dan infrastruktur: Data primer:
Cara olah tanah, alsintan, varietas, kualitas, aplikasi pupuk dan obat-obatan,
pemeliharaan, pasca panen, penerapan PTT, Pengendalian OPT, pengetahuan lokal (local
knowladge) Wawancara, Konsultasi Responden (petani dan stakeholders) Data sekunder:
Ketersediaan alat pengolah tanah,
penyebaran varietas, tingkat aplikasi benih unggul bersertifikat, tingkat ketepatan aplikasi penggunaan pupuk dan obat-obatan,
peralatan pasca panen yang tersedia, peralatan pengolahan hasil, kearifan lokal.
Desk study, Konsultasi (data series) Dinas/ Instansi terkait, Publikasi, Laporan
4.4. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, analisis input-output usaha tani padi sawah untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha tani padi pada berbagai tipologi lahan sawah. Tahap kedua, analisis optimasi usaha tani untuk memaksimumkan pendapatan dan meminimumkan biaya usaha tani dengan menggunakan persamaan matematika model Goal Programming atau program tujuan ganda (Siswanto, 2006). Penyelesaian masalah optimal usaha tani dengan model Goal Programming dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Linier, INteractive and Descrete Optimizer (LINDO) Release 6. Tahap ketiga, analisis kebutuhan hidup layak (KHL) petani untuk mengetahui jumlah pengeluaran rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhan minimal dalam satu tahun. Tahap keempat, analisis kapasitas produksi dan kebutuhan produksi padi pada tingkat agregasi provinsi (regional) untuk menentukan status kemandirian pangan saat ini. Tahap kelima, analisis indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah, menggunakan teknik ordinasi Rap-Sisprodi (Rapid Appraisal for Sistem Produksi Padi),untuk
menentukan nilai indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah saat ini (existing condition). Tahap keenam, analisis kebutuhan (need analysis) untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku sistem (stakeholders). Tahap ketujuh, analisis prospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan (faktor kunci) sistem produksi padi sawah sebagai dasar perumusan kebijakan (intervensi). Tahap kedelapan, penyusunan model dan alternatif skenario untuk penetapan luas lahan minimal untuk memenuhi KHL petani dan luas optimum usaha tani padi sawah mendukung kemandirian pangan berkelanjutan.
Secara ringkas tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian Ya
Goal yang ingin dicapai
Tujuan Penelitian Studi Pustaka Pra Survey Pakar Survei Lapang Data hasil analisis
Analisis Kebutuhan Stakeholder Formulasi
Permasalahan
Atribut Sensitif Hasil Analisis Kebutuhan Atribut Sensitif
Hasil Analisis Keberlanjutan
Faktor-Faktor Kunci Sistem Produksi dan Permintaan
Konsumsi Padi
Struktur Model dan Skenario Alternatif Sistem Produksi Padi dan Kebutuhan Konsumsi Padi
Implementasi Model Tidak Pendapatan, KHL petani, Lm Kapasitas Produksi dan Konsumsi Padi Nilai Indeks, Status Keber-lanjutan Atribut sensitif Validasi Model
Model Penetapan Luas Lahan Optimum Usaha Tani Padi Sawah Pada Wilayah Beriklim Kering Mendukung
Kemandirian Pangan Berkelanjutan Basis Pengetahuan
Data primer dan sekunder Kebijakan Pemerintah Pendapat Pakar Analisis input-output, KHL dan Lm Analisis Keberlan jutan Analisis Prospektif Analisis Sistem Dinamis
Hubungan antara tujuan, peubah yang digunakan, metode analisis data dan output penelitian, secara ringkas disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Tujuan, peubah, metode analisis data dan output yang diharapkan
Tujuan Peubah Analisis Data Output yang
diharapkan (1) Analisis
pendapatan dan optimasi usaha tani padi sawah
Luas lahan, produkti-vitas, produksi, biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja. Analisis Pendapatan (Downey dan Erickson, 1985; Soekartawi, 1995) Pendapatan usaha tani Kelayakan usaha tani
Luas lahan, produkti-vitas, produksi, penggunaan pupuk, penggunaan tenaga kerja, keuntungan usaha tani berbagai tipologi lahan sawah.
Model Goal Programming (Siswanto, 2006) dengan program LINDO Peningkatan pendapatan dan efisiensi usaha tani (2) Analisis kebutuhan hidup layak petani Jumlah pengeluaran rumah tangga dalam satu tahun setara beras, harga beras, jumlah anggota rumah tangga
Pengeluaran tahun-1setara beras (Sajogjo, 1997; Sinukaban, 2007) Kebutuhan hidup layak petani (3) Analisis kapasitas produksi dan kebutuhan produksi padi mendukung kemandirian pangan Kapasitas produksi, meliputi: luas panen, IP padi, produktivitas, konversi lahan,
kehilangan hasil akibat tercecer dan gagal panen, luas komoditas lain Kebutuhan produksi meliputi: kebutuhan konsumsi penduduk, agroindustri, stock/cadangan pemerintah, ekspor/transfer, kebutuhan benih, konversi, impor beras
Analisis Deskriptif (Rachman et al., 2004), Powersim Constructor 2.5. Kapasitas produksi padi sawah Kebutuhan produksi padi Derajat kemandirian pangan (4) Penilaian indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah
Data atau skor setiap atribut/faktor dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kebijakan-kelemba-gaan dan data dimensi
teknologi-infrastruktur Analisis ordinasi Rapfish yang dimodifikasi dengan metode Multidimentional Scaling (MDS)
(Fauzi dan Anna, 2005)
Nilai indeks dan status keberlanjutan multidimensi (existing condition) Atribut sensitif multidimensi
Tabel 4.2. Lanjutan
Tujuan Peubah Analisis Data Output yang
diharapkan (5) Analisis kebutuhan (need analysis) Atribut/faktor penting kebutuhan stakeholders Participatory Rural Appraisal (PRA) Atribut sensitif kebutuhan stakeholder (6) Penentuan faktor-faktor kunci keberlanjutan sistem produksi padi sawah Atribut sensitif multidimensi dari MDS dan kebutuhan stakeholders Analisis prospektif (Bourgeois and Jesus, 2004) Faktor-faktor kunci (driving dan leverage factors) (7) Penyusunan model dan alternatif skenario untuk penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah mendukung kemandirian pangan berkelanjutan
Faktor-faktor kunci hasil
analisis prospektif Analisis sistemdinamis (Muhammadi et al., 2001) Powersim Constructor 2,5 Luas lahan minimal untuk memenuhi KHL petani Luas lahan optimum usaha tani padi sawah untuk
kemandirian pangan berkelanjutan
4.4.1. Analisis Pendapatan dan Optimasi Usaha Tani Padi Sawah
Analisis pendapatan dan optimasi usaha tani dalam penelitian ini sangat penting dilakukan dalam konteks keterkaitannya untuk mengetahui tingkat pendapatan dan kelayakan usaha tani pada kondisi saat ini, kendala dan peluang peningkatannya. Analisis pendapatan usaha tani padi sawah dilakukan dengan menggunakan rumus (Downey dan Erickson, 1985), dengan persamaan:
I =∑(Y . Py ) - ∑(Xi . Pxi )...(1) Dimana:
I = Pendapatan (Rp ha-1tahun-1)
Y = Output (yield) (kw ha-1tahun-1)
R = Penerimaan (revenue) (Rp ha-1tahun-1)
Py = Harga output (price yield) (Rp kw-1)
Xi.PXi = Harga setiap jenis input ke i (i=1,2,3,...,n)(Rp ha-1tahun-1)
Selanjutnya untuk menentukan kelayakan usaha tani digunakan analisis Return Cost Ratio atau R/C. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa R/C ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
C R
R = Y.Py ...(2b) C = FC + VC ...(2c) Dimana :
a = nilai perbandingan
R = Penerimaan (revenue) (Rp ha-1tahun-1)
C = Biaya (cost) (Rp ha-1tahun-1)
Py = Harga output (price yield) (Rp kw-1)
Y = Output (yield) (kw ha-1tahun-11)
FC = Biaya tetap (fixed cost) (Rp ha-1tahun-1)
VC = Biaya tidak tetap (variable cost) (Rp ha-1tahun-1)
Jika a >1, usaha tani menguntungkan (feasible), jika a <1, usaha tani tidak menguntungkan (infeasible) dan jika a = 1, dikatakan impas (break even point).
Selanjutnya penyelesaian masalah optimasi hasil persamaan (1) dilakukan dengan menggunakan model Goal Programming. Model Goal Programming merupakan perluasan dari Linier Programming, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur perumusan model dan penyelesaiannya sama dengan Linier Programming. Perbedaannya hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel yang menampung penyimpangan yang disebut variabel deviasional. Oleh karena itu penyelesaian optimal dalam kasus ini diawali dengan penyelesaian model Linier Programming. Model pemrograman linier mempunyai 3 unsur utama, yaitu (1) variabel keputusan, (2) fungsi tujuan dan (3) fungsi kendala (Siswanto, 2006). Variabel keputusan adalah variabel yang berpengaruh terhadap nilai tujuan yang hendak dicapai. Fungsi tujuan adalah tujuan yang hendak dicapai yang diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika linier, apakah fungsi tersebut dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. Sedangkan kendala adalah fungsi matematika yang mengendalikan variabel keputusan, yang terdiri atas kendala pembatas dengan notasi (<), kendala syarat (>) dan kendala keharusan (=).
Permasalahan yang ingin diselesaikan dalam penelitian adalah bagaimana memaksimumkan keuntungan pada pengelolaan usaha tani padi sawah dengan karakteristik sosial ekonomi yang berbeda. Dalam hal ini seluruh petani responden dikelompokkan ke dalam tiga kelompok pengelolaan. Kriteria pengelompokan didasarkan atas karakteristik sosial ekonomi petani responden dalam pengelolaan usaha tani padi sawah di NTB. Diduga perbedaan karakteristik sosial ekonomi tersebut mempengaruhi aktivitas usaha tani padi sawah yang dilakukan. Ke tiga kelompok pengelolaan tersebut adalah kelompok pengelolaan usaha tani padi sawah di Kabupaten Lombok Tengah mewakili karakteristik sosial ekonomi petani se Pulau Lombok (X1), kelompok pengelolaan
usaha tani padi sawah di Kabupaten Sumbawa Barat mewakili karakteristik sosial ekonomi petani Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat (X2) dan kelompok pengelolaan usaha tani padi sawah di Kabupaten Bima mewakili karakteristik sosial ekonomi petani di wilayah Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima (X3).
Dalam penelitian ini, fungsi tujuan adalah memaksimumkan pendapatan usaha tani padi sawah terhadap pengelolaan X1, X2 dan X3. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat lima kendala pembatas, yaitu kendala produktivitas (a1), nilai penerimaan usaha tani (a2), biaya tenaga kerja (a3), biaya sarana produksi (a4) dan total biaya usaha tani (a5). Ukuran performansi kritis terhadap permasalahan tersebut adalah: produktivitas dan nilai penerimaan dimaksimalkan, sedangkan biaya tenaga kerja, biaya sarana produksi dan total biaya usaha tani diminimalkan. Formulasi model matematis fungsi tujuan disertai fungsi kendala tersebut, sebagai berikut:
Fungsi tujuan:
n j j jX C Max 1 ………...………(3) Fungsi kendala: i n j j ijX b a
1,
i n j j ijX b a
1, atau:
a11X1+ a12X2+ a13X3≥ b1 a21X1+ a22X2+ a23X3≥ b2 a31X1+ a32X2+ a33X3≤ b3 a41X1+ a42X2+ a43X3≤ b4 a51X1+ a52X2+ a53X3≤ b5 X1, X2, X3≥ 0 Dimana:Cj = Pendapatan usaha tani padi sawah di lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a1j = Produktivitas padi sawah pada lokasi ke-j (kw ha-1)
a2j = Nilai penerimaan usaha tani padi sawah pada lokasi ke-j (Rp ha-1
tahun-1)
a3j = Biaya tenaga kerja pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a4j = Biaya sarana produksi pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a5j = Total biaya usaha tani pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) b1 = Sasaran pembatas dari kendala ke-1
b2 = Sasaran pembatas dari kendala ke-2 b3 = Sasaran pembatas dari kendala ke-3 b4 = Sasaran pembatas dari kendala ke-4 b5 = Sasaran pembatas dari kendala ke-5
Xj = Pengelolaan/aktivitas usaha tani padi sawah (pengolahan tanah,
pemeliharaan, panen dan pasca panen) di lokasi ke-j i = 1,2,...,5 (kendala sasaran)
j = 1,2,3 (lokasi: Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima)
Penyelesaian masalah optimal dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer program Linier, INteractive, and Dercrete Optimizer (LINDO) Release 6 (Siswanto, 2006). Output atau hasil olahan program LINDO pada dasarnya dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama adalah penyelesaian optimal (optimal solution) dan bagian kedua adalah sensitivitas (sensitivity analysis). Penyelesaian optimal pada bagian pertama hasil olahan LINDO memuat lima macam informasi, yaitu informasi nilai fungsi tujuan (objective function value), nilai optimal variabel keputusan (value), sensitivitas aj bila Xj= 0 (reduced cost), variabel kekurangan atau kelebihan kapasitas (slack or surplus variable) dan kendala aktif atau pasif (dual prices) dari Xj.
Penyelesaian optimasi di dalam model Goal Programming (program tujuan ganda) dilakukan dengan menghadirkan sepasang variabel deviasi yang berfungsi menampung penyimpangan yang dinamakan variabel deviasional. Penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri persamaan kendala (current side) sedapat mungkin mendekati nilai ruas kanannya atau righthand side (RHS), sehingga variabel deviasional tersebut harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan.
Pemanipulasian model pemrograman linier ke dalam model Goal Programming akan mengubah makna kendala fungsional. Bila pada model pemrograman linier kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model Goal Programming kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran-sasaran dalam hal ini dinyatakan sebagai nilai konstan pada RHS (bij). Mewujudkan suatu sasaran dengan demikian berarti mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama dengan RHS. (aij= bij) Itulah sebabnya kendala-kendala dalam model Goal Programming selalu berupa persamaan dan dinamakan kendala sasaran. Disamping itu keberadaan sebuah kendala sasaran selalu ditandai oleh kehadiran variabel deviasional sehingga setiap kendala sasaran pasti memiliki variabel deviasional.
Dalam model goal programming perlu dirumuskan kendala sasaran. Ada 3 macam sasaran yang perlu ditentukan, yaitu sasaran dengan prioritas yang sama, sasaran dengan prioritas yang berbeda dan sasaran dengan prioritas dan bobot yang berbeda. Dalam penelitian ini sasaran yang ditentukan mempunyai
prioritas yang sama, yaitu (1) memaksimumkan pendapatan, produktivitas dan nilai penerimaan usaha tani dan (2) minimumkan biaya tenaga kerja, biaya sarana produksi dan total biaya usaha tani.
Variabel deviasional sesuai dengan fungsinya menampung deviasi hasil terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki, yang dibedakan atas: (1) variabel untuk menampung deviasi yang berada di bawah sasaran yang dikehendaki (deviasi negatif) dengan notasi DB dan (2) variabel untuk menampung deviasi yang berada di atas sasaran yang dikehendaki (deviasi positif) dengan notasi DA. Jika DAi > 0 maka DBi = 0; dan jika DAi = 0 maka DBi > 0. Jika DAi > 0 maka terjadi penyimpangan di atas nilai bi dan ini berarti sasaran terlampui; sebaliknya jika DBi > 0, maka terjadi penyimpangan di bawah nilai bi dan dikatakan bahwa sasaran tidak tercapai. Oleh karena itu DAi dan DBi harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan.
Dalam penelitian ini, fungsi tujuan adalah meminimumkan penyimpangan hasil terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki dalam sistem usaha tani padi sawah pada pengelolaan X1, X2 dan X3. Untuk mencapai tujuan tersebut ditentukan enam kendala sasaran, yaitu pendapatan usaha tani (a1), produktivitas (a2), nilai penerimaan usaha tani (a3), biaya tenaga kerja (a4), biaya sarana produksi (a5) dan total biaya usaha tani (a6). Formulasi matematis model
Goal Programming sebagai berikut: Fungsi tujuan: DB DA 1 i m i i Min
………..(4) Fungsi kendala: a11X1+ a12X2+ a13X3+ DA11+DA12+DA13-DB11-DB12-DB13= b1 a21X1+ a22X2+ a23X3+ DA21+DA22+DA23-DB21-DB22-DB23= b2 a31X1+ a32X2+ a33X3+ DA31+DA32+DA33-DB31-DB32-DB33= b3 a41X1+ a42X2+ a43X3+ DA41+DA42+DA43-DB41-DB42-DB43= b4 a51X1+ a52X2+ a53X3+ DA51+DA52+DA53-DB51-DB52-DB53= b5 a61X1+ a62X2+ a63X3+ DA61+DA62+DA63-DB61-DB62-DB63= b6 X1, X2, X3, DAi dan DBi≥ 0, untuk i = 1, ....,6.Dimana:
a1j = Pendapatan usaha tani padi sawah pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a2j = Produktivitas padi sawah pada lokasi ke-j (kw ha-1)
a3j = Nilai penerimaan usaha tani padi sawah pada lokasi ke-j (Rp ha-1
tahun-1)
a4j = Biaya tenaga kerja pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a5j = Biaya sarana produksi pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1) a6j = Total biaya usaha tani pada lokasi ke-j (Rp ha-1tahun-1)
DB = Deviasi yang berada di bawah sasaran atau deviasi negatif (Rp ha-1 tahun-1)
DA = Deviasi yang berada di atas sasaran atau deviasi positif (Rp ha-1 tahun-1)
b1 = Pendapatan yang dipersyaratkan pada kendala ke-1 b2 = Produktivitas yang dipersyaratkan pada kendala ke-2 b3 = Nilai penerimaan yang dipersyaratkan pada kendala ke-3 b4 = Biaya tenaga kerja yang dipersyaratkan pada kendala ke-4 b5 = Biaya sarana produksi yang dipersyaratkan pada kendala ke-5 b6 = Total biaya usaha tani yang dipersyaratkan pada kendala ke-6 Xj = Aktivitas/pengelolaan usaha tani padi sawah (pengolahan tanah,
persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemeliharaan, panen dan pasca panen) di lokasi ke-j
i = 1,2,...,6 (jumlah kendala sasaran)
j = 1,2,3 (lokasi: Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima)
4.4.2. Analisis Kebutuhan Hidup Layak Petani
Keluarga tani dinyatakan hidup layak jika telah memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) meliputi pangan, papan, pakaian, pendidikan, kesehatan, rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan. Sajogjo (1997) membagi kemiskinan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengeluaran kapita-1 tahun-1 setara dengan nilai tukar beras, berturut-turut untuk wilayah perdesaan dan perkotaan adalah: (1) miskin setara dengan 320 kg dan 480 kg, (2) sangat miskin setara dengan 240 kg dan 360 kg, dan (3) melarat setara dengan 180 kg dan 270 kg.
Menurut Sinukaban (2007), jumlah pendapatan bersih yang harus diperoleh keluarga tani untuk dapat hidup layak minimal setara dengan 320 kg beras tahun-1 x harga beras (Rp. kg-1) x jumlah anggota rumah tangga x 250%. Kebutuhan fisik minimal (KFM) dihitung 100%, kebutuhan kesehatan dan rekreasi (50%); kebutuhan pendidikan (50%), dan kebutuhan sosial, asuransi, dan lain-lain (50%). Hasil perhitungan tersebut dapat dihubungkan dengan berbagai indikator garis kemiskinan (poverty line) berdasarkan standar Bank Dunia US$ 1 atau US$ 2 kapita-1 hari-1 dan standar yang digunakan oleh BPS sebesar US$ 1,5 kapita-1 hari-1 atau berdasarkan pengeluaran kapita-1 bulan-1 pada wilayah perdesaan di setiap provinsi (BPS, 2010).
4.4.3. Analisis Kapasitas Produksi dan Kebutuhan Produksi Padi
Analisis kapasitas produksi padi sawah dan kebutuhan produksi padi dilakukan dengan metode deskriptif. Kapasitas produksi diproyeksikan dari luas baku sawah, produktivitas padi ha-1 dan indeks pertanaman padi (IP) (Badan Litbang Pertanian, 2005a). Kebutuhan produksi padi diproyeksikan dari jumlah
penduduk, konsumsi kapita-1 tahun-1, kebutuhan agroindustri, jumlah stock/ cadangan pemerintah, kebutuhan benih padi dan jumlah ekspor atau transfer. Konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata 139,15 kg kapita-1tahun-1(Firdaus et al., 2008, Nainggolan, 2008). Kebutuhan agroindustri sebesar 23,5% kapita-1 tahun-1, cadangan pemerintah sebesar 10% dari total kebutuhan (Badan Litbang Pertanian 2005a). Konversi gabah kering giling (GKG) ke beras rata-rata 60% (Badan Litbang Pertanian, 2005b, Tjahjohutomo et al., 2004).
Kemandirian pangan dapat diukur dari besarnya ketersediaan pangan dari produksi domestik. Dalam UU No. 41 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
Secara matematis pengukuran kemandirian pangan dilakukan dengan menggunakan perhitungan Rachman et al. (2004), yang penyelesaiannya menggunakan program Powersim 2.5 sebagai berikut:
RFA = CDPF + IMP + TRF + STK ……….………(5a) CDPF = GDPF – BIT – TCR ………..(5b) KKPPD = CDPF/RFA * 100% ...(5c) Dimana:
RFA = Ketersediaan pangan regional
CDPF = Produksi pangan domestik yang dapat dikonsumsi IMP = Impor pangan
TRF = Transfer
STK = Stok/cadangan pangan pemerintah GDPF = Produksi (kotor) pangan domestik BIT = Penggunaan produksi untuk bibit TCR = Susut dan tercecer
KKPPD = Ketergantungan pangan terhadap produksi domestik
4.4.4. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Multidimensi Sistem Produksi Padi Sawah
Analisis indeks dan status keberlanjutan (existing condition) multidimensi sistem produksi padi sawah dilakukan dengan teknik ordinasi Rap-Sisprodi, yaitu modifikasi Rapfish. Teknik ordinasi Rapfish yaitu menentukan sesuatu pada urutan yang terukur dengan metode Multidimensional Scaling (MDS). MDS, selain merupakan salah satu metode ”multivariate” yang dapat menangani data
metrik (skala ordinal maupun nominal), juga merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah (Fauzi dan Anna, 2005).
Analisis ordinasi Rap-Sisprodi dilakukan melalui tahapan: (1) penentuan atribut; (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (Rap Scores) berdasarkan kriteria keberlanjutan multidimensi; (3) analisis ordinasi (Rap Analysis) untuk menentukan ordinasi dan nilai stress; (4) penyusunan indeks dan status keberlanjutan sistem multidimensi maupun setiap dimensi (Distances); (5) analisis sensitivitas (Leverage Analysis) untuk melihat atribut atau peubah yang sensitif berpengaruh. Atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan multidimensi yang dapat dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS), khususnya pada sumbu X (skala sustainabilitas). Semakin besar nilai perubahan RMS semakin besar peranan atribut tersebut atau semakin sensitif dalam pembentukan nilai keberlanjutan, dan (6) evaluasi pengaruh galat (Error) acak dengan menggunakan analisis Monte Carlo untuk mengetahui: (a) pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, (b) pengaruh variasi pemberian skor, (c) stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, (d) kesalahan pemasukan atau hilangnya data (missing data), dan (e) nilai stress.
Setiap dimensi diwakili oleh atribut atau peubah keberlanjutan. Indikator keberlanjutan sistem yang dikaji pada setiap dimensi diturunkan dari gabungan antara konsep pertanian berkelanjutan yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Smith dan Mc Donald (1998), Chen (2000), FAO (2005), Dale and Beyeler (2001), Blakeney (1996) serta konsep ketahanan pangan dari Saad (1999). Atribut setiap dimensi dan kriteria baik atau buruk mengikuti konsep yang digunakan Fisheries Com (1999) dan Fisheries Center (2002) serta pendapat dari para pakar/stakeholder terkait.
Nilai indeks dan status keberlanjutan dikelompokkan ke dalam 4 kategori, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Nilai indeks dan kategori keberlanjutan Nilai Indeks Kategori Keberlanjutan 00,00 – 25,00 Buruk; Tidak Berkelanjutan 25,01 – 50,00 Kurang; Kurang Berkelanjutan 50,01 – 75,00 Cukup; Cukup Berkelanjutan 75,01 – 100,00 Baik; Sangat Berkelanjutan
Setiap atribut diperkirakan skornya, yaitu skor 3 untuk kondisi baik (good), 0 berarti buruk (bad) dan di antara 0-3 untuk keadaan di antara baik dan buruk.
Skor definitifnya adalah nilai modus, yang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan relatif terhadap titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi statistik MDS. Skor perkiraan setiap dimensi dinyatakan dengan skala terburuk (bad) 0% sampai yang terbaik (good) 100%. Nilai indeks >50% dapat dinyatakan bahwa sistem yang dikaji telah berkelanjutan, sebaliknya <50% sistem tersebut belum atau tidak berkelanjutan
Pada ruang atribut dua dimensi ini, sumbu X mewakili derajat keberlanjutan dari buruk sampai baik, sedangkan dimensi lainnya yaitu sumbu Y mewakili faktor-faktor lainnya. Perbandingan keberlanjutan antar dimensi dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram).
Pendekatan MDS memberikan hasil yang stabil (Pitcher and Preikshot, 2001) dibandingkan dengan metoda multivariate analysis yang lain, seperti Factor Analysis. Dalam MDS, dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distances yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:
x
1
x
2 2
y
1
y
2 2
z
1
z
2 2
...
d
………....(6)dimana :
d : distance (jarak antar titik euclidian) x1- x2 : selisih nilai atribut (x)
y1- y2 : selisih nilai atribut (y) z1- z2 : selisih nilai atribut (z)
Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke
titik j dengan titik asal (σij) sebagaimana persamaan berikut:
ij ijd
………..(7) dimana :dij : jarak euclidian dari titik i ke titik j
α : konstanta β : koefisien regresi
σij : nilai euclidian dari titik i ke titik j
ε : Standar error
Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah Algoritma ALSCAL (Alder et al., 2000 dalam Fauzi dan Anna, 2005), merupakan metode yang paling sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika (SPSS dan SAS). Metode ALSCAL mengoptimisasi
jarak kuadrat (square distance = dijk) terhadap data kuadrat (titik asal = oijk), yang
dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:
2 4 2 2 1 1 i j ijk i j ijk ijk m k o o d m s ……….(8) dimana : s : nilai stress m : banyaknya atributdijk : jarak euclidian dalam dimensi ke i, j, k
oijk : nilai titik asal pada dimensi ke i, j, k
Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot atau ditulis:
2 1 2 ja ia r a ka k w x x d
………...……(9) dimana :dk2 : jarak kuadrat euclidian dari titik i ke titik j dari masing-masing
dimensi (k)
wka : jumlah titik yang masuk dalam wilayah pada dimensi (k) dari level
ke a
xia : nilai titik (x) pada level ke a dari atribut ke i
xja : nilai titik (x) pada level ke a dari atribut ke j
a : level 1,2,...,r
k : dimensi 1,2,...,5 (dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kebijakan-kelembagaan dan teknologi-infrastruktur)
Goodness of fit dalam MDS tercermin dari besaran nilai S-Stress (S) dan koefisien determinasi (R2). Nilai S yang rendah menunjukkan goodness of fit, sedangkan nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Model yang baik apabila nilai S < 0,25 dan nilai R2> 80% atau mendekati satu (Malhotra, 2006).
4.4.5. Analisis Prospektif
Analisis prospektif merupakan salah satu analisis yang banyak digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan berupa skenario strategis yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, industri ataupun masalah lainnya untuk mencapai kondisi yang efektif dan efisien di masa yang akan datang (Bourgeois, 2007). Analisis prospektif dapat digunakan sebagai alat untuk mengekplorasi dan mengantisipasi melalui skenario, dapat juga sebagai alat normatif yang merupakan pendekatan berorientasi tindakan yang dimulai dari visi terpilih mengenai masa depan dan menentukan jalur untuk mencapainya. Analisis prospektif tidak berfokus pada optimasi solusi, tetapi pada penyediaan berbagai
macam pilihan dan tujuan bagi para pembuat keputusan dan turut merancang serangkaian alternatif ketimbang memilih alternatif terbaik.
Dalam penelitian ini, analisis prospektif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan (faktor kunci) dengan melihat pengaruh langsung antar faktor terhadap sistem atau obyek penelitian. Analisis prospektif dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap pertama, penentuan faktor-faktor kunci pada kondisi saat ini (existing condition) dari hasil analisis MDS; tahap kedua, penentuan faktor-faktor kunci hasil analisis kebutuhan (need analysis) dari stakeholder; tahap ketiga, penentuan faktor-faktor kunci dari hasil analisis gabungan antara hasil analisis tahap pertama dan kedua atau gabungan antara existing condition dan need analysis.
Hasil akhir dari analisis prospektif adalah faktor dan sebarannya dalam suatu diagram yang terbagi dalam empat kuadran yang menggambarkan tingkat pengaruh dan ketergantungan dari setiap faktor yang dianalisis terhadap sistem produksi padi sawah. Faktor-faktor pada setiap kuadran mempunyai karakteristik yang berbeda dan dapat di ”adjust” untuk memperoleh skenario strategis (Bourgeois and Jesus, 2004). Faktor pada kuadran pertama disebut faktor penentu atau penggerak (driving variables). Faktor-faktor ini mempunyai pengaruh kuat namun ketergantungannya kurang kuat, sehingga termasuk ke dalam kategori faktor paling kuat dalam sistem yang dikaji. Kuadran dua berisi faktor-faktor yang disebut sebagai faktor penghubung (leverage variables), yaitu faktor yang menunjukkan pengaruh dan ketergantungan yang kuat antar faktor, sehingga faktor-faktor dalam kuadran ini sebagian dianggap sebagai faktor atau peubah yang kuat. Faktor-faktor pada kuadran tiga disebut sebagai faktor terikat (output variables), yaitu faktor yang mewakili output, dimana pengaruhnya kecil tetapi ketergantungannya tinggi. Kuadran empat bersisi faktor-faktor yang disebut faktor bebas (marginal variables), yaitu faktor yang pengaruh maupun tingkat ketergantungannya rendah, sehingga dalam sistem bersifat bebas.
Tahapan berikutnya dari analisis prospektif adalah analisis morfologis yang bertujuan memperoleh domain kemungkinan masa depan agar skenario strategis yang dibuat konsisten, relevan dan terpercaya. Tahapan ini dilakukan dengan mendifinisikan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa depan dari semua faktor kunci yang diperoleh dari hasil analisis prospektif. Keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang dari setiap faktor kunci dalam penelitian ini
didifinisikan dalam tiga kelompok (cluster) menurut peluang terjadinya keadaan di masa yang akan datang, yaitu cluster A, B dan C.
Cluster A, mendifinisikan keadaan tidak berubah (tetap) atau keadaan berubah mengikuti kecenderungan (trend) yang terjadi saat ini. Cluster ini memiliki peluang cukup besar terjadinya dalam jangka pendek, tetapi hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh selama ini. Cluster ini kurang tepat digunakan untuk perencanaan jangka menengah dan panjang. Cluster B mendifinisikan perubahan yang cukup berarti ke arah yang lebih baik dari kondisi saat ini. Peluang terjadinya tidak terlalu besar pada jangka pendek tetapi cukup besar dalam jangka menengah (3-5 tahun). Cluster ini perlu dimodifikasi apabila digunakan untuk perencanaan jangka panjang. Cluster C mendifinisikan perubahan yang mendasar untuk mencapai kondisi yang paling optimal dalam jangka panjang. Cluster ini memiliki peluang yang cukup besar mencapai target apabila ditunjang oleh perencanaan jangka pendek dan menengah yang konsisten.
Dalam analisis konsistensi juga diidentifikasi saling ketidaksesuaian di antara keadaan-keadaan (cluster) dari faktor-faktor kunci (mutual incompatibility identification). Tahapan ini dilakukan dengan cara mencantumkan keadaan-keadaan yang tidak dapat atau sangat tidak mungkin terjadi secara bersamaan yang akan menghasilkan kombinasi yang tidak sesuai. Apabila faktor-faktor kunci beserta clusternya dihubungkan satu dengan yang lain, maka terdapat faktor-faktor dengan clusternya tidak dapat berjalan secara bersamaan atau tidak bisa dikombinasikan dalam satu skenario. Sebagai contoh, apabila laju konversi lahan tetap seperti saat ini, dan potensi lahan sawah sudah tidak tersedia, maka luas baku sawah tidak mungkin dapat ditingkatkan. Demikian pula apabila tingkat pendapatan petani dan kondisi jaringan irigasi tetap seperti saat ini, maka peluang untuk meningkatkan IP padi sangat kecil, dan seterusnya.
4.4.6. Penyusunan Model Untuk Penetapan Luas Lahan Optimum Usaha Tani Padi Sawah
Penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah dalam penelitian ini dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu (1) estimasi kebutuhan lahan minimal dengan pendekatan pengeluaran KHL petani, dan (2) penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah dengan pendekatan sistem dinamis.
4.4.6.1. Penetapan Luas Lahan Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran
Jumlah pengeluaran petani untuk memenuhi KHL minimalnya dapat digunakan untuk mengestimasi kebutuhan lahan minimal (Lm) guna memenuhi KHL petani yang dapat didekati dengan rumus Monde (2008), yaitu:
Lm = KHL / Pb ...(10)
Dimana:
Lm = luas lahan minimal (ha)
KHL = kebutuhan hidup layak petani (Rp. KK-1tahun-1) Pb = pendapatan bersih usaha tani (Rp. ha-1tahun-1)
4.4.6.2. Penetapan Luas Lahan Berdasarkan Model Sistem Dinamis
Penyusunan model dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin, 2004). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.
Pada prinsipnya metodologi sistem menurut Marimin (2004), melalui enam tahapan analisis, yaitu: analisis kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, diterminasi dari realisasi fisik, sosial politik dan penetapan kelayakan ekonomi dan keuangan. Menurut Manetch dan Park (1977) dalam Hartrisari (2007), tahapan pendekatan sistem dimulai dari analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta implementasi sistem.
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem (Eriyatno, 1999, Hartrisari, 2007). Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders). Setiap pelaku memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Pelaku mengharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika mekanisme sistem dijalankan. Bila pelaku merasa bahwa mekanisme sistem tidak dapat mengakomodasi kebutuhannya, maka pelaku sebagai komponen sistem tidak akan menjalankan fungsinya secara optimal sehingga mengakibatkan kinerja sistem terganggu.
Langkah awal dalam analisis kebutuhan adalah mendata stakeholder yang terkait dalam sistem yang dikaji. Dalam penelitian ini ditentukan sebanyak 17 stakeholders kunci mewakili profesi petani, buruh tani, penyuluh, perangkat desa, pedagang sarana produksi, dinas instansi terkait, peneliti, klimatologi, PU, Bulog, kependudukan, pertanahan, konsumen dan pakar. Setelah stakeholders teridentifikasi, kemudian dianalisis kebutuhan masing-masing dengan teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) dan wawancara dengan pakar. Teknik PRA adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan/kebijakan secara nyata (Chambers, 1996).
Formulasi Masalah
Adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di antara peran stakeholder, akan menimbulkan konflik dalam sistem. Secara umum kebutuhan yang saling kontradiktif dapat dikenali berdasarkan dua hal, yaitu kelangkaan sumberdaya (lack of resources) dan perbedaan kepentingan (conflict of interest). Kebutuhan-kebutuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem tidak akan menimbulkan permasalahan untuk pencapaian tujuan, karena semua pelaku menginginkan hal yang sama.
Identifikasi Sistem
Sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu (Hartrisari, 2007). Identifikasi sistem mencoba memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara ”pernyataan kebutuhan” dengan ”pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menyusun diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram) atau diagram input output (black box diagram).
Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terkait dalam sistem yang dikaji, sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan sifat dinamik antar elemen. Hubungan antar elemen yang terkait dalam model sistem produksi padi sawah, terlihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Diagram lingkar sebab akibat sub model sistem produksi padi
Hubungan antar elemen yang terkait dalam model sistem permintaan konsumsi beras, ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Diagram (Gambar 4.3 dan 4.4) sangat berguna untuk: (1) secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji, (2) memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model, dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Diagram input output menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Diagram input output sering disebut diagram kotak gelap (black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan dialami input menjadi output yang diinginkan. Diagram input output model penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah pada wilayah beriklim kering mendukung kemandirian pangan berkelanjutan di NTB, ditunjukkan Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Diagram input output model yang dikaji
Input merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sistem yang dapat digolongkan ke dalam input langsung dan tidak langsung. Input langsung adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem secara langsung, yang terdiri atas input terkendali dan tidak terkendali. Input terkendali (controled input) adalah input yang secara langsung mempengaruhi kinerja sistem dan bersifat dapat dikendalikan (luas sawah, IP padi sawah, perluasan areal, teknologi, pertumbuhan penduduk, infrastruktur irigasi). Input tak terkendali (uncontroled
Input Terkendali (Controled Input) Luas lahan sawah Indeks pertanaman padi Perluasan areal sawah Penerapan teknologi
sistem produksi padi Pertumbuhan penduduk Jaringan irigasi
Model Penetapan Luas Lahan Optimum Usaha Tani Padi Sawah Pada Wilayah Beriklim Kering Mendukung
Kemandirian Pangan Berkelanjutan
Umpan Balik (Feedback) Pengelolaan lahan
berkelanjutan
Pengendalian konversi lahan Pengendalian penduduk Penurunan konsumsi beras Diversifikasi pangan lokal
Input Lingkungan (Environment Input) Kebijakan pemerintah Kondisi perdagangan
pangan domestik dan global
Output Tak Diharapkan (Undesired Output) Degradasi lahan Konversi lahan sawah Konflik penggunaan
lahan
Defisit pangan Output Yang Diharapkan
(Desired Output) Produksi padi mencukupi
kebutuhan konsumsi Pendapatan petani
meningkat
Kapasitas produksi padi optimal dan berkelanjutan Input Tak Terkendali
(Uncontroled Input) Jumlah penduduk Kondisi lahan Kondisi iklim Serangan organisme pengganggu tanaman Konsumsi beras kapita-1
input) merupakan input yang diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dikendalikan atau berada di luar kendali kerja sistem. Input tidak langsung merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam mencapai tujuan. Input ini biasanya berada di luar batasan sistem, sehingga sering disebut sebagai input lingkungan (environment input)
Output merupakan tujuan kajian sistem, yang dapat dikategorikan sebagai output yang diinginkan (desired output) dan yang tidak diinginkan (undesired output). Output yang diharapkan dari model yang dibangun adalah diperolehnya produksi padi untuk mencukupi kebutuhan pangan secara berkelanjutan. Output yang tidak diinginkan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan kadang-kadang diidentifikasi sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Para perencana perlu mengenali mekanisme proses yang terjadi dalam sistem agar dapat meminimumkan output yang tidak diharapkan. Perkiraan output yang tidak diharapkan seperti terjadinya degradasi lahan, konversi lahan sawah, konflik pemanfaatan lahan dan defisit pangan perlu ditindaklanjuti melalui umpan balik (feedback). Dalam hubungan ini input harus dimodifikasi intervensinya yang lebih tepat agar menghasilkan output yang diinginkan.
Batas sistem (system boundary) merupakan pembatas dari sistem yang dikaji. Variabel-variabel di luar batas sistem tidak akan diperhatikan dalam model. Dalam permodelan, beberapa variabel yang berada di luar sistem dapat mempengaruhi kinerja sistem, sehingga dapat dipertimbangkan/dimasukkan sebagai variabel model.
Pemodelan Sistem
Pemodelan sistem merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan faktor-faktor kunci yang diperoleh dalam bentuk kontekstual dengan bahasa simbolis. Formulasi model dalam penelitian ini, terdiri atas struktur model sistem produksi padi dan struktur model kebutuhan konsumsi beras. Struktur model sistem produksi padi adalah struktur model yang menggambarkan hubungan antar elemen/faktor kunci yang berpengaruh terhadap kapasitas produksi padi untuk mencapai tingkat produksi padi. Sedangkan struktur model kebutuhan konsumsi adalah struktur model yang menggambarkan hubungan antar elemen/faktor kunci yang berpengaruh terhadap permintaan konsumsi padi. Kedua struktur model tersebut divisualisasikan pada Gambar 4.6 dan 4.7.
Gambar 4.6. Struktur model sistem produksi padi di NTB
Persamaan matematis dari faktor-faktor yang membentuk struktur model sistem produksi padi di NTB (Gambar 4.6) sebagai berikut:
init Bakuswh = 230988.36
flow Bakuswh = +dt*Lj_Ctkswh-dt*Lj_Konverswh
doc Bakuswh = Luas baku sawah yang dihitung berdasarkan laju pencetakan dan laju konversi lahan sawah dengan luas awal tahun 2008 adalah 230.988,36 ha.
aux Lj_Cetakldng = STEP(8000, 2)
doc Lj_Cetakldng = Pencetakan areal padi ladang seluas 8000 ha setiap dua tahun.
aux Lj_Ctkswh = PULSE(500,3, 2)
doc Lj_Ctkswh = Perkiraan pencetakan lahan sawah baru seluas 500 ha setiap dua tahun.
const F_konvswh = 0.035
doc F_konvswh = Konversi lahan sawah 3,5% tahun-1 aux Lj_Konverswh = Bakuswh*F_konvswh
doc Lj_Konverswh = Laju konversi lahan tahun-1 init Benihldng = 60
flow Benihldng = +dt*Lj_Benihldng
doc Benihldng = Kebutuhan benih padi ladang rata-rata adalah 60 kg ha-1 aux Lj_Benihldng = Benihldng*F_Benihldng
doc Lj_Benihldng = Laju peningkatan atau pengurangan penggunaan benih padi ladang
const F_Benihldng = -0.01
doc F_Benihldng = Fraksi penurunan kebutuhan benih padi ladang sebesar 1% ha-1tahun-1
init Benihswh = 40.196
flow Benihswh = +dt*Lj_Benihswh
doc Benihswh = Penggunaan benih padi sawah rata-rata 40,2 kg ha-1 aux Lj_Benihswh = Benihswh*F_Benihswh
doc Lj_Benihswh = Laju penurunan penggunaan benih padi sawah ha-1 const F_Benihswh = -0.016
doc F_Benihswh = Fraksi penurunan penggunaan benih padi sawah sebanyak 1,6% ha-1tahun-1
init Galnen = 25888.23 flow Galnen = +dt*Lj_Galnen
doc Galnen = Perkiraan luas areal padi yang gagal panen karena kekeringan, banjir dan serangan OPT seluas 25.888,23 ha tahun-1
const F_Galnen = 0.001
doc F_Galnen = Fraksi gagal panen sebesar 1% aux Lj_Galnen = Galnen*F_Galnen
doc Lj_Galnen = Laju peningkatan atau penurunan luas areal tanaman padi yang mengalami gagal panen berdasarkan fraksi gagal panen.
init IP_Pdiswh = 155
doc IP_Pdiswh = IP padi sawah pada tahun awal 2008 adalah 155% aux Lj_IP_Pdiswh = PULSE(3, 2, 1)
doc Lj_IP_Pdiswh = Laju peningkatan IP padi sawah const IP_Padildng = 1
doc IP_Padildng = 100% init Pdldng = 53463.05
flow Pdldng = +dt*Lj_Cetakldng
doc Pdldng = Luas areal padi ladang tahun 2008 adalah 53.463,05 ha. init Prtvldng = 3.618
flow Prtvldng = +dt*Lj_Prtvldng
doc Prtvldng = Produktivitas padi ladang pada tahun 2008: 36,18 kw ha-1 const F_Prtvldng = 0.006
doc F_Prtvldng = Fraksi peningkatan produktivitas padi ladang sebesar 0,6% aux Lj_Prtvldng = Prtvldng*F_Prtvldng
doc Lj_Prtvldng = Laju peningkatan produktivitas padi ladang tahun-1 init Prtvpdiswh = 5.085
flow Prtvpdiswh = +dt*Lj_Prtvpdiswh
doc Prtvpdiswh = Produktivitas padi sawah tahun 2008: 50,85 kw ha-1 const F_Prtvpdiswh = 0.01
doc F_Prtvpdiswh = Fraksi peningkatan produktivitas padi sawah sebesar 1% aux Lj_Prtvpdiswh = Prtvpdiswh*F_Prtvpdiswh
doc Lj_Prtvpdiswh = Laju peningkatan produktivitas padi sawah tahun-1 init Swhnonpdi = 38637
flow Swhnonpdi = +dt*Lj_Swhnonpdi
doc Swhnonpdi = Luas lahan sawah yang digunakan untuk komoditas selain padi pada tahun 2008 adalah 38.637 ha
init Tercecer = 108657.37 flow Tercecer = +dt*Lj_Tercecer
doc Tercecer = Perkiraan kehilangan produksi padi karena tercecer pada kegiatan panen, pasca panen dan pengangkutan sebesar 8% dari total produksi padi NTB
const F_Tercecer = -0.001
doc F_Tercecer = Fraksi penurunan kehilangan produksi padi akibat tercecer sebesar 0,1%
aux Lj_Tercecer = Tercecer*F_Tercecer
doc Lj_Tercecer = Laju kehilangan produksi padi akibat tercecer pada saat panen, pasca panen dan pengangkutan
const F_Swhnonpdi = 0.0065
doc F_Swhnonpdi = Fraksi peningkatan luas sawah yang digunakan untuk komoditas lain sebesar 0,65% tahun-1
aux Lj_Swhnonpdi = Swhnonpdi*F_Swhnonpdi
doc Lj_Swhnonpdi = Laju peningkatan luas panen komoditas lain selain padi aux Swhpdi = Bakuswh-Swhnonpdi
doc Swhpdi = Luas lahan sawah untuk usaha tani padi sawah aux Benihldngtotal = (Benihldng*Nenladang)/1000
doc Benihldngtotal = Kebutuhan benih total padi ladang (ton) aux Benihswhtotal = (Benihswh*Nenpdiswh)/1000
doc Benihswhtotal = Kebutuhan benih total padi sawah (ton) aux Drjtmandiri = ProduksiNTB-KonsumsiNTB
doc Drjtmandiri = Derajat kemandirian pangan dihitung dari total peoduksi padi dikurangi total konsumsi dibagi total produksi dikalikan 100%.
aux Gap = ProduksiNTB-KonsumsiNTB. aux GrosprodNTB = Prodpdiswh+Prodladang
doc GrosprodNTB = Jumlah kotor total produksi padi sawah ditambah total produksi padi ladang.
const F_Impor = -1
doc F_Impor = Fraksi impor sebesar = -1
aux Impor = IF(Gap*F_Impor<0,0,Gap*F_Impor)*1000 doc Impor = Angka perkiraan impor beras jika terjadi defisit aux Nenladang = Pdldng*IP_Padildng
doc Nenladang = Luas areal padi ladang dikalikan dengan IP padi ladang aux Nenpdiswh = IP_Pdiswh/100*Swhpdi
doc Nenpdiswh = Luas areal padi sawah dikalikan dengan IP padi sawah aux Prodhilang = Galnen*Prtvpdiswh
aux Prodladang = Nenladang*Prtvldng
doc Prodladang = Produksi padi ladang dihitung dari luas panen padi ladang dikalikan dengan produktivitas padi ladang ha-1
aux Prodpdiswh = (Prtvpdiswh*Nenpdiswh)
doc Prodpdiswh = Produksi padi sawah berdasarkan luas panen, produktivitas dan indeks pertanaman padi sawah di NTB sejak tahun 2001
aux ProduksiNTB = GrosprodNTB-(Benihswhtotal+ Benihldngtotal-(F_KonverGKG*GrosprodNTB)-Tercecer-Prodhilang)
doc ProduksiNTB = Produksi kotor dikurangi kebutuhan benih, tercecer, gagal panen dan konversi GKP ke GKG.
Persamaan matematis dari faktor-faktor yang membentuk struktur model sistem permintaan konsumsi padi di NTB (Gambar 4.7) sebagai berikut:
init Agroindustri = 0.235*Kons_Penduduk flow Agroindustri = +dt*Lj_Agroindustri
doc Agroindustri = Konsumsi beras untuk keperluan agroindustri sebesar 23,5% terhadap jumlah konsumsi penduduk (Badan Litbang Pertanian, 2005a) init Kons_Kap = 139.15
flow Kons_Kap = +dt*Lj_Kons_Kap
doc Kons_Kap = Konsumsi beras sebesar 139,15 kg kapita-1tahun-1. init Penduduk = 4.363.135 jiwa
flow Penduduk = -dt*Lj_Kematian +dt*Lj_Kelahiran
-dt*Lj_Emigrasi +dt*Lj_Imigrasi
doc Penduduk = Jumlah Penduduk Tahun 2001 init Stock = 0.2*Kons_Penduduk
flow Stock = +dt*Lj_Stock
aux Lj_Agroindustri = F_Agroindustri*Agroindustri
doc Lj_Agroindustri = Laju peningkatan konsumsi beras untuk keperluan agroindustri
aux Lj_Emigrasi = Penduduk*F_Emigrasi
doc Lj_Emigrasi = Angka perkiraan laju emigrasi sebesar 0,3% dari jumlah penduduk NTB tahun berjalan
aux Lj_Imigrasi = Penduduk*F_Imigrasi
doc Lj_Imigrasi = Angka perkiraan laju imigrasi sebesar 0,5% dari jumlah penduduk setiap tahun berjalan
aux Lj_Kelahiran = Penduduk*F_Kelahiran doc Lj_Kelahiran = Laju kelahiran tahun-1 aux Lj_Kematian = F_Kematian*Penduduk doc Lj_Kematian = Laju kematian tahun-1
aux Lj_Kons_Kap = DELAYMTR(Delay_Konsumsi, F_Kons_Kap, 5,0) doc Lj_Kons_Kap = Laju penurunan konsumsi beras kapita-1tahun-1 aux Lj_Stock = Stock*F_Stock
aux Kons_Beras = Agroindustri+Stock+Kons_Penduduk
doc Kons_Beras = Kebutuhan konsumsi beras NTB yang terdiri atas konsumsi beras untuk pangan penduduk, kebutuhan agroindustri dan stock/cadangan aux Kons_Penduduk = (Penduduk*Kons_Kap)
doc Kons_Penduduk = Jumlah kebutuhan konsumsi beras untuk pangan penduduk sebanyak 139,15 kg kapita-1tahun-1(Firdaus et al., 2008) aux Konsumsi_GKG =
(F_Konversi_Beras*Kons_Beras)/1000000+(Kons_Beras*F_Tercecer) doc Konsumsi_GKG = Kebutuhan gabah kering giling setelah dikonversi dari
beras sebesar 140% const Delay_Konsumsi = -0.25 const F_Agroindustri = 0.01
doc F_Agroindustri = Perkiraan peningkatan konsumsi beras untuk keperluan agroindustri sebesar 0,1% tahun-1
const F_Emigrasi = 0.0025
doc F_Emigrasi = Angka perkiraan emigrasi sebesar 0,25% tahun-1 const F_Imigrasi = 0.00305
doc F_Imigrasi = Angka perkiraan imigrasi sebesar 0,305% tahun-1 const F_Kelahiran = 0.024
doc F_Kelahiran = Angka kelahiran sebesar 2,8% tahun-1berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 (Mubarok, 2009) const F_Kematian = 0.011
doc F_Kematian = Persentase kematian tahun-1sebesar 0,1% const F_Kons_Kap = 0
const F_Konversi_Beras = 1.4
doc F_Konversi_Beras = Konversi gabah menjadi beras adalah 60% (Badan Litbang Pertanian, 2005a)
doc F_Stock = Fraksi stock/cadangan beras sebesar 0,003% dari kebutuhan konsumsi penduduk
const F_Tercecer = 0.06 Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan pengecekan secara dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model, meliputi level, rate dan konstanta terhadap data aktual, mengetahui ketepatan penggunaan metode integrasi dan time step yang dipilih, serta meminta stakeholder untuk mengevaluasi model yang dibuat. Validasi model merupakan usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 2003). Validasi model umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan pemodelan, yaitu dengan membandingkan perilaku dinamis model dengan kondisi sistem nyata, apabila model telah dianggap valid, selanjutnya model dapat dipergunakan sebagai wakil sistem nyata.
Menurut Muhammadi et al. (2001), validasi model terbagi atas dua tahap, yaitu validasi struktur model dan validasi kinerja output model. Validasi struktur model bertujuan melihat sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi kejadian nyata. Validasi kinerja output model bertujuan memperoleh keyakinan sejauhmana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat pada fakta.
Validasi kinerja model output dilakukan dengan dua langkah, yaitu: langkah pertama, membandingkan secara visual output simulasi dengan pola perilaku secara empirik, jika ada penyimpangan yang menonjol, kemudian memperbaiki variabel dari parameter model berdasarkan hasil penelusuran terhadap sebab-sebab penyimpangan tersebut. Langkah kedua, jika secara visual pada output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka dilakukan uji statistik, dengan tujuan membandingkan sejauhmana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual.
Uji statistik yang dapat dipakai untuk mengukur penyimpangan antara output simulasi dengan data aktual, dalam penelitian ini menggunakan Mean Absolut Percentage Error (MAPE), untuk mengukur keakuratan output simulasi, (Hauke et al., 2001), dengan formula matematik sebagai berikut:
n i t t Y Y Y n MAPE 1 1 ^ 1 ………..(11) dimana:Yt = nilai data aktual Ŷt = nilai simulasi model n = tahun/interval waktu
Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE Lomauro dan Bakshi (1985) dalam Utami (2006) adalah: MAPE <5% (sangat tepat); 5%<MAPE<10% (tepat), dan MAPE>10% (tidak tepat). Kriteria ketapatan model dengan uji MAPE di atas adalah apabila nilai MAPE mendekati nol maka model tidak bias atau dapat dikatakan secara konsisten nilai simulasi tidak melebihi atau di bawah nilai data aktual (Hauke et al., 2001).
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan melihat sensitivitas parameter, faktor dan hubungan antar faktor dalam model yang dikaji. Ada dua kategori analisis sensitivitas yang dibedakan dari intervensinya, yaitu intervensi fungsional dan intervensi struktural (Muhammadi et al., 2001). Intervensi fungsional yaitu intervensi terhadap parameter tertentu dalam model, selanjutnya dilakukan simulasi dan mengamati hasil dan dampaknya terhadap keseluruhan kinerja model sistem. Intervensi struktural adalah intervensi yang mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur yang dapat dilakukan dengan mengubah unsur atau hubungan yang membentuk struktur model.
Kriteria yang dipakai untuk menilai performa sensitivitas dalam penelitian ini mengikuti kriteria seperti yang dikemukakan Maani dan Cavana (2000), parameter dikatakan sensitif (sensitive) bila parameter diubah sebesar 10% dan dampaknya terhadap kinerja sistem dapat mencapai 5-14%, sangat sensitif (very sensitive) bila dampaknya berkisar 15-34% dan sangat sensitif (highly sensitive) bila dampaknya lebih besar dari 35%. Parameter yang memiliki sensitivitas tinggi merupakan parameter penting yang dapat digunakan dalam penentuan skenario kebijakan. Di dalam simulasi model, parameter yang sensitif adalah jenis parameter yang dapat mencapai tujuan (goal) dalam periode waktu tertentu.