• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Eksekutif

Perkembangan

Tingkat Kemiskinan

Provinsi Banten

Maret 2015

http://banten.bps.go.id

(2)

Laporan Eksekutif

Perkembangan

Tingkat Kemiskinan

Provinsi Banten

Maret 2015

http://banten.bps.go.id

(3)

Laporan Eksekutif

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten

Maret 2015

ISSN : 2443-3411

Katalog BPS : 3205011.36 No. Publikasi : 36000.1524 Ukuran Buku : 18 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 28 Halaman Naskah :

Bidang Statistik Sosial Diterbitkan oleh :

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten Dicetak oleh :

CV. Dharmaputra

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan

komersil tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik

http://banten.bps.go.id

(4)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 i

KATA PENGANTAR

Kemiskinan adalah salah satu permasalahan pokok yang terjadi di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Banten pada khususnya.Untuk membuat suatu kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan diperlukan data kemiskinan yang menyeluruh.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten sejak tahun 2007 telah merilis tingkat kemiskinan makro provinsi keadaan bulan Maret tahun yang bersangkutan. Mulai tahun 2011, BPS Provinsi Banten merilis tingkat kemiskinan sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu keadaan Bulan Maret dan Bulan September.BPS Provinsi Banten mulai menyusun laporan eksekutif tentang kemiskinan pada tahun 2014, yang bertujuan untuk mengulas lebih dalam data kemiskinan.Laporan eksekutif hasil rilis kemiskinan keadaan Maret 2015 disajikan dalam bentuk publikasi “Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015”.

Diharapkan laporan ini dapat memberikan pemahaman tentang tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. Semoga bermanfaat.

Serang, Oktober 2015

Kepala,

Syech Suhaimi

(5)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 ii DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... iii

Daftar Lampiran ... iv

I. Pendahuluan ... 1

II. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2014-Maret 2015………. 3

III. Perubahan Garis Kemiskinan ... 8

IV. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ... 13

V. Distribusi dan Ketimpangan Pengeluaran di Banten ... 18

VI. Penutup ... 21

Lampiran ... 22

(6)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 iii DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tingkat Kemiskinan Per Provinsi di Indonesia Maret

2015 ... 4 Gambar 2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Banten

September201-Maret 2015... 5 Gambar 3 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Banten

Menurut Klasifikasi Daerah, September 2011-Maret

2015... 7 Gambar 4 Perkembangan Garis Kemiskinan Banten,

September 2011-Maret 2015 (Rp/Kapita/bulan) …… 10 Gambar 5 Ilustrasi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ... 14 Gambar 6 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Banten,

September 2011-Maret 2015... 15 Gambar 7 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Banten,

September 2011-Maret 2015... 16 Gambar 8 Gini Rasio Banten, Maret 2013-Maret 2015 ... 18

(7)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 iv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Banten,

September 2014-Maret 2015... 23 Lampiran 2 Garis Kemiskinan Daerah Perkotaan Banten,

September 2014-Maret 2015... 24 Lampiran 3 Garis Kemiskinan Daerah Perdesaan Banten,

September 2014-Maret 2015…... 25 Lampiran 4 Garis Kemiskinan Banten,September2014-Maret

2015... 26 Lampiran 5 Lima Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada

Garis Kemiskinan Maret 2015………... 27 Lampiran 6 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Klasifisikasi

Daerah, Banten, September 2014-Maret 2015... 28

(8)

Laporan Eksekutif |Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 1

I. Pendahuluan

Sebagai permasalahan global, kemiskinan menjadi perhatian seluruh bangsa di dunia. Salah satu kesepakatan bangsa-bangsa di dunia tentang kemiskinan tercantum dalam Millennium Development Goals (MDGs) poin pertama yaitu mengurangi angka kemiskinan menjadi setengahnya pada tahun 2015.

Pencapaian MDGs dapat dipantau dari angka kemiskinan yang dihitung di setiap Negara. Untuk mengukur tingkat kemiskinan, diperlukan suatu konsep kemiskinan yang jelas. Bank Dunia menyatakan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk mendapatkan standar kehidupan minimum. Konsep yang dipakai Badan Pusat Statistik (BPS) adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

approach). Kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Angka kemiskinan dihitung dengan menggunakan metode Garis Kemiskinan (GK). Komponen dari GK adalah Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM setara dengan pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita per hari. Pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita perhari dihitung berdasarkan 1 basket komoditi yang terdiri dari 52 jenis komoditi. GKNM setara dengan

Kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang

diukur dari sisi pengeluaran.

(9)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 2

kebutuhan dasar bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Untuk mengukur kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Dengan kata lain, GK adalah sejumlah uang untuk membeli makanan yang mengandung 2.100 kkal. per hari dan keperluan mendasar bukan makanan. Dan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK).

Sumber data yang digunakan dalam menghitung GK adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) ditambah dengan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD). Penghitungan yang didasarkan pada hasil survei menyebabkan angka kemiskinan yang dihitung dengan GK hanya bersifat estimasi atau disebut sebagai data makro. Data kemiskinan makro tidak dapat memberikan informasi siapa dan dimana penduduk miskin itu berada. Data kemiskinan makro digunakan untuk: (1) mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, (2) membandingkan kemiskinan antar waktu antar daerah, dan (3) menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka.

Angka kemiskinan sangat rentan terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro poor. Sehingga angka kemiskinan sangat tergantung dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah baik tingkat pusat maupun lokal. Peningkatan anggaran untuk program

Sumber data untuk menghitung kemiskinan adalah SUSENAS dan SPKKD

(10)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 3

pengentasan di daerah adakalanya tidak dapat menurunkan angka kemiskinan ketika Pemerintah Pusat meluncurkan program tidak pro poor seperti peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Peningkatan harga BBM akan memicu inflasi dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Kondisi seperti ini terjadi pula di Provinsi Banten.

II. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten September 2014-Maret 2015

Tingkat kemiskinan Banten cukup rendah apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Pada Maret 2015, tingkat kemiskinan di Provinsi Banten tercatat sebesar 5,90 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 702,40 ribu jiwa. Secara nasional, tingkat kemiskinan Banten berada pada posisi terendah kelima setelah DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung. Rendahnya tingkat kemiskinan di Banten bukan berarti masalah kemiskinan tidak menjadi prioritas utama. Pengentasan kemiskinan tetap menjadi program prioritas, karena hidup yang layak menjadi hak semua orang dan hal ini yang ingin diwujudkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

Angka kemiskinan Banten Maret 2015berada pada posisi terendah ke-5

se Indonesia.

(11)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 4

Pada perkembangannya, tingkat kemiskinan Provinsi Banten pada Maret 2015 memperlihatkan pola yang meningkat. Gambar 2. menyajikan perkembangan tingkat kemiskinan selama kurun waktu September 2011-Maret 2015. Pada September 2011, angka kemiskinan Banten tercatat sebesar 6,26 persen

11,22 5,90

0,00 10,00 20,00 30,00

Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Bengkulu Nusa Tenggara Barat Aceh DI Yogyakarta Sulawesi Tengah Lampung Sumatera Selatan Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Jawa Timur Indonesia Sumatera Utara Jawa Barat Sulawesi Selatan Jambi Sulawesi Utara Riau Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Utara Kepulauan Riau Kalimantan Utara Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Banten Bangka Belitung Kalimantan Selatan Bali DKI Jakarta

Gambar 1. Tingkat Kemiskinan per Provinsi di Indonesia, Maret 2015

(12)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 5

dengan jumlah penduduk 689,22 ribu jiwa. Pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin menunjukan kecenderungan menurun. Namun Maret 2013, tingkat kemiskinan menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Angka kemiskinan naik dari 5,71 persen pada September 2012 menjadi 5,74 persen pada Maret 2013. Sementara itu jumlah penduduk miskin meningkat dari 642,88 ribu jiwa menjadi 652,36 ribu jiwa pada periode yang sama. Pada Maret 2015, angka kemiskinan Banten sebesar 5,90 % dengan jumlah penduduk miskin sebesar 702,40 ribu

jiwa. Angka ini meningkat 8,20 persen dari keadaan

September 2014.

Pada September 2013, angka kemiskinan meningkat kembali. Kondisi ini dapat dimaklumi karena kemiskinan adalah suatu kondisi yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

689,22 651,45 642,88 652,36 677,51 622,84 649,19 702,4 6,26 5,85 5,71 5,74 5,89 5,35 5,51 5,9 4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 6,4 580 600 620 640 660 680 700 720 % R ib u J iwa

Penduduk Miskin %Penduduk Miskin

Catatan : - Keadaan September 2011 sampai September 2013 sudah merupakan hasil backasting dengan penimbang Proyeksi Penduduk 2010-2035

Gambar 2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Banten, September 2011- Maret 2015

(13)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 6

Hal utama yang memicu naiknya tingkat kemiskinan di Banten adalah terjadinya inflasi dan tidak didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat. Pada periode September 2012-Maret 2013, tingkat inflasi di Banten sebesar 3,80 persen. Sedangkan pada periode Maret-September 2013, tingkat inflasi sebesar 5,76 persen. Inflasi yang cukup tinggi pada periode Maret-September 2013 dikarenakan adanya kenaikan harga BBM pada bulan Juni 2013. Inflasi pada bahan makanan juga cukup tinggi yaitu 6,06 persen pada periode ini. Harga bahan makanan melonjak sehingga menyulitkan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 2.100 kkal per hari.

Kemiskinan pada bulan Maret 2014 menunjukkan penurunan yang cukup menggembirakan. Jumlah penduduk miskin mencapai 622,84 ribu orang (5,35 persen), berkurang 54,67 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013.

Namun pada bulan September 2014 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan yaitu mencapai 649,19 ribu orang (5,51 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014, maka selama enam bulan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 26,35 ribu orang (4,23 persen).

Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin Banten kembali mengalami kenaikan mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen), meningkat 53,21 ribu orang (8,20 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan, mengalami peningkatan, di perkotaan bertambah sebesar 27,35 ribu dan di perdesaan bertambah sebesar 25,86 ribu orang.

(14)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 7

Apabila dilihat dari sisi pendapatan, pada lapangan usaha yang sebagian besar digeluti oleh masyarakat tidak mampu seperti buruh tani, buruh bangunan dan pembantu rumah tangga mengalami peningkatan pendapatan dari periode September 2014 ke Maret 2015. Tetapi meningkatnya pendapatan masyarakat tersebut tidak dapat mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok akibat kenaikan harga BBM di triwulan ke-IV tahun 2014.

Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2014-Maret 2015: (1) inflasi umum yang relatif cukup tinggi selama periode September 2014-Maret 2015 yaitu sebesar 4,43 persen dengan sumbangan inflasi terbesar berasal dari sub sektor bahan makanan yaitu sebesar 5,63 persen; (2) pertumbuhan ekonomi yang minus pada Triwulan I 2015 (-0,63 persen) sementara pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III masih berkisar pada 1,86 persen.

kembali melebar.

Perkembangan persentase penduduk miskin di Banten menurut klasifikasi daerah pada September 2011-Maret 2015

4,54 4,46 4,41 4,76 5,27 4,73 4,74 5,03 9,74 8,65 8,31 7,72 7,22 6,67 7,18 7,78

Sept-11 Mar-12 Sept-12 Mar-13 Sept-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Perkotaan Perdesaan

Gambar 3. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Banten Menurut Klasifikasi Daerah,

September 2011-Maret 2015 Perbedaan angka kemiskinan di perkotaan dan di perdesaan, jaraknya semakin menyempit dan kembali melebar.

http://banten.bps.go.id

(15)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 8

dapat dilihat pada Gambar 3. Secara umum, penduduk miskin di Banten lebih terpusat di daerah perdesaan. Infrastruktur dan fasilitas yang kurang memadai di daerah perdesaan diduga menjadi salah satu penyebab hal tersebut. Di samping itu, kualitas sumber daya manusia di perdesaan masih lebih rendah dibandingkan dengan yang di perkotaan. Namun demikian, perkembangan perbedaan atau gap tingkat kemiskinan di perdesaan dan di perkotaan selama periode September 2011-Maret 2014 semakin mengecil. Hal yang berbeda kita temui pada September 2014, gap tersebut sedikit melebar dan bertambah melebar pada Maret 2015.

Dengan gambaran ini, Pemerintah Provinsi Banten dapat membuat kebijakan pengentasan kemiskinan sesuai dengan klasifikasi daerah. Kemiskinan di perdesaan memerlukan perhatian yang lebih intensif dari Pemerintah karena tingkat kemiskinan di perdesaan yang relatif tinggi dari tahun ke tahun. Sarana dan prasarana yang memadai khususnya di sektor pertanian yang menjadi mata pencarian utama penduduk di pedesaanperlu diupayakan, sehingga derajat kehidupan petani dapat meningkat. Sedangkan penduduk miskin di perkotaan juga menunjukkan pola menaik. Pemerintah harus mampu menjaga kemampuan daya beli dari masyarakat yang hampir miskin khususnya di perkotaan, karena kelompok masyakat ini sangat rentan dan mudah jatuh ke bawah garis kemiskinan.

III.

Perubahan Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki

(16)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 9

rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu GKM (Garis Kemiskinan Makanan) dan GKNM (Garis Kemiskinan Non Makanan). GKM setara dengan pemenuhan kebutuhan kalori 2100 kkal per kapita per hari. Sedangkan GKNM setara dengan kebutuhan dasar bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Perubahan garis kemiskinan sangat ditentukan oleh harga barang-barang makanan dan non makanan yang beredar di masyarakat. Seiring dengan peningkatan harga, Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada September 2011, Garis Kemiskinan Banten masih sebesar Rp 236.520,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Angka terakhir pada Maret 2015 menunjukan garis kemiskinan sebesar Rp 336.483,- per kapita per bulan. Selama periode September 2014-Maret 2015, garis kemiskinan naik sebesar 6,54 persen. Di Provinsi Banten, rata-rata besaran anggota rumah tangga adalah 4 orang. Mengacu kepada angka tersebut maka rumah tangga dengan besaran 4 orang minimal harus mengeluarkan uang untuk kebutuhan makanan dan non makanan selama sebulan sebesar Rp.1.345.932,-. Jika dilihat per hari, seseorang yang mengeluarkan uang dibawah Rp 11.216,- per hari untuk kebutuhan makanan dan non makanan dikatakan penduduk miskin.

(17)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 10 236.520 239.767 251.161 263.398 288.733 304.636 315.819 336.483 0 150.000 300.000 450.000

Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15

Gambar 4. Perkembangan Garis Kemiskinan Banten, September 2011-Maret 2015 (Rp/Kapita/Bulan)

Untuk membandingkan angka kemiskinan antar negara, Bank Dunia menghitung garis kemiskinan dengan menggunakan estimasi konsumsi yang di konversi kedalam US$ PPP (Purchasing Power Parity/ paritas daya beli), bukan nilai tukar US$ resmi. Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkanuntuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa di mana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Ukuran Bank Dunia memilah dua batasan penduduk miskin yaitu dibawah US$ 1 PPP (Purchasing Power Parity) per kapita per hari dan dibawah US$ 2 PPP per kapita per hari. Berdasarkan keterangan Deputi Neraca dan Analisis BPS RI pada workshop pengembangan Susenas 2013, US$ 1 PPP diperkirakan setara dengan Rp 7.000,-. Jika dikonversikan ke dalam PPP, GK Banten sekitar US$ 1,60 PPP per hari.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, Garis Kemiskinan di perkotaan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan garis kemiskinan di perdesaan. Perbedaan ini disebabkan biaya hidup di perkotaan yang jauh lebih tinggi. Pada Maret 2015, GK di perkotaan sebesar Rp. 344.855,- per kapita per bulan, naik

. Garis Kemiskinan Banten terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan harga. Garis Kemiskinan Banten Maret 2015 sebesar Rp. 336.483 per kapita per

bulan dengan sumbangan Garis Kemiskinan Makanan sebesar 70,47 persen.

http://banten.bps.go.id

(18)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 11

sebesar 6,14 persen daripada periode September 2014. Sedangkan GK di perdesaan sebesar Rp. 318.497,- per kapita per bulan, naik 7,51 persen dibandingkan periode sebelumnya. Perbedaan GK ini juga memberikan gambaran tentang perbedaan kualitas kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Seseorang yang dianggap miskin di perkotaan akan menjadi tidak miskin ketika dia berada di perdesaan dan juga sebaliknya seseorang yang dianggap tidak miskin di perdesaan akan menjadi miskin ketika dia berada di perkotaan. Perbedaan GK di perkotaan dan di perdesaan dapat dilihat pada lampiran.

Seperti yang telah dikemukakan di bagian terdahulu bahwa GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Pada Maret 2015, GKM di Banten sebesar Rp 237.129,- per kapita per bulan. Sedangkan GKNM sebesar Rp 99.354,- per kapita per bulan. Sumbangan GKM terhadap GK sebesar 70,47 persen, menandakan bahwapemenuhan kebutuhan pangan merupakan hal yang utama bagi masyarakat miskin. Selama periode Maret 2011-Maret 2015, sumbangan GKM terhadap GK berada pada kisaran 70 persen. Pada Maret 2015, sumbangan GKM terhadap GK perdesaan cukup tinggi yaitu sekitar 75,75 persen, sedangkan sumbangannya terhadap GK perkotaan hanya sebesar 68,21 persen (Lampiran 2).

Komoditi makanan yang memberikan sumbangan paling besar dalam pengukuran Garis Kemiskinan adalah beras sebagai makanan pokok penduduk Indonesia. Pada Maret 2015, sumbangan beras terhadap garis kemiskinan adalah sebesar 21,57 persen di perkotaan dan 38,04 persen di perdesaan. Pengendalian harga beras dapat menjadi salah satu upaya agar kondisi penduduk miskin tetap stabil. Komoditas makanan lainnya yang mempunyai sumbangan yang besar adalah rokok kretek filter.

Beras dan rokok kretek adalah 2 komoditi makanan utama yang memberikan sumbangan paling besar terhadap Garis Kemiskinan.

http://banten.bps.go.id

(19)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 12

Rokok kretek adalah komoditas yang tidak menghasilkan kalori tapi dikonsumsi relatif banyak oleh penduduk miskin, sehingga rokok kretek tetap dimasukkan dalam penghitungan Garis Kemiskinan. Di perkotaan sumbangan rokok kretek adalah 11,04 persen sedangkan di perdesaan sebesar 6,10persen.

Komoditi lainnya yang memberikan sumbangan besar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah telur ayam rasmasing-masing sebesar 3,56 persen dan 2,90 persen dan mie instan masing-masing sebesar 3,04 persen dan 2,47 persen. Komoditi penyumbang GKM yang berbeda di perkotaan dan perdesaan adalah daging ayam ras penyumbang GK di perkotaan sebesar 3,17 persen serta kopi bubuk dan kopi instan penyumbang GK di perdesaan sebesar 2,71 persen (Lampiran 5).

Ada sedikit perbedaan jenis komoditi non makanan yang mempengaruhi GK di perkotaan dan di perdesaan. Namun demikian, biaya untuk perumahan merupakan komoditi utama non makanan yang mempunyai sumbangan terbesar baik di perkotaan maupun di perdesaan. Di perkotaan, biaya perumahan menyumbang 10,97 persen dan di perdesaan 9,21 persen. Empat komoditi lainnya yang memberikan sumbangan besar terhadap GKNM di perkotaan berturut-turut adalah bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi. Sedangkan empat komoditi lainnya penyumbang GKNM terbesar di perdesaan adalah bensin, listrik, pendidikan dan kayu bakar.

Jenis komoditi makanan yang memberikan sumbangan besar pada GK hampir sama dengan keadaan September 2014 baik di perkotaan maupun di perdesaan. Lain halnya dengan jenis komoditi non makanan. Di perkotaan jenis komoditi non makanan angkutan digeser oleh komoditas perlengkapan mandi. Sedangkan di perdesaan, jenis komoditi non makanan yang memberikan

(20)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 13

sumbangan besar pada GK yaitu pakaian jadi anak-anak dan perempuan dewasa digeser oleh komoditi bensin dan kayu bakar. Pergeseran ini dapat dimaklumi karena pencacahan Susenas September 2014 dilaksanakan dekat dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri dimana banyak masyarakat yang membeli pakain dewasa maupun anak-anak dan juga menggunakan angkutan untuk keperluan mudik lebaran. Sedangkan pencacahan Susenas Maret 2015 dilaksanakan pada hari biasa.

IV. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan

.

Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gap Index (P1): merupakan ukuran rata-rata kesenjangan [defisit] pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks kedalaman akan melihat rata-rata jarak pengeluaran per kapita penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar defisit. Indeks Keparahan Kemiskinan /Poverty Severity Index (P2) menunjukkan sebaran pengeluaran antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Indeks keparahan akan melihat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran tentang kualitas penduduk miskin.

http://banten.bps.go.id

(21)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 14 P1 tinggi

P1

GK

Nilai P2 rendahpppp2g

Gambar 5. Ilustrasi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

R p /Kap ita/b u lan

Pengeluaran penduduk miskin (Rp/bulan)

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan dapat menunjukkan kualitas dari kemiskinan di suatu daerah. Tingkatan kemiskinan penduduk dapat dipilah menjadi sangat miskin (SM), miskin (M),hampir miskin (HM) dan rentan miskin lainnya (RML). Pengelompokkan ini dikaitkan dengan Garis Kemiskinan (GK), dengan pemilahan sebagai berikut :

a. SM: Sangat Miskin (pendapatan perkapita/bulan<=0.8GK) b. M: Miskin (0.8GK<pendapatan perkapita/bulan<= GK) c. HM: Hampir Miskin (GK<pendapatan perkapita/bulan<= 1.2GK) d. RML: Rentan Miskin Lainnya

(1.2GK< pendapatan perkapita/bulan<= 1.6GK)

Terkait dengan P1, Indeks ini dapat digunakan pemerintah dalam merencanakan program pengentasan kemiskinan. P1 tinggi menunjukkan bahwa rata-rata jarak antara pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin dengan GK cukup jauh.

P2 Apabila P1 sangat tinggi dapat diduga sebagian besar penduduk miskin masuk dalam katagori sangat miskin.

http://banten.bps.go.id

(22)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 15 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Perkotaan Perdesaan Total

Gambar 6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Banten September 2011-Maret 2015

Dapat dikatakan bahwa mereka termasuk dalam katagori sangat miskin. Program yang harus diberikan adalah program yang bersifat perlindungan/bantuan langsung. Mereka tidak punya daya sehingga tidak cocok jika diberikan bantuan kredit usaha. Bantuan-bantuan pada penduduk yang sangat miskin, umumnya hanya dapat menaikkan taraf kemiskinan mereka dari sangat miskin menjadi miskin.

Pada Gambar 6 dapat dilihat P1 mengalami fluktuasi selama kurun waktu September 2011-Maret 2015. Jika dilihat berdasarkan klasifikasi daerah, P1 di perkotaan pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan P1 di perdesaan. Artinya kondisi kemiskinan di perdesaan lebih buruk dibandingkan dengan yang di perkotaan. Di perdesaan, rata-rata jarak pengeluaranper bulan penduduk miskin dengan GK cukup lebar. Keadaan yang bertolak belakang terjadi pada keadaan September 2013.

Pada umumnya nilai P1 di perkotaan lebih

kecil dari yang di perdesaan,

kecuali pada September

(23)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 16 0,229 0,222 0,00 0,50 1,00

Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Perkotaan Perdesaan Total

Gambar 7. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Banten September 2011- Maret 2015

0,232

Indeks Kedalaman Kemiskinan di perdesaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang di perkotaan yaitu 0,768 berbanding dengan 1,140. Ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin di perkotaan pada September 2013, selain meningkat jumlahnya juga semakin terpuruk kondisinya. Rata-rata pengeluaran mereka per bulan semakin menjauhi GK.

Di perdesaan, kondisi kemiskinan semakin membaik, dilihat dari persentase kemiskinannya yang menurun juga rata-rata jarak pengeluaran per bulannya semakin mendekati GK. Namun pada tahun berikutnya yaitu peride Maret dan September 2015 nilai P1 di perkotaan kembali lebih rendah dibanding di perdesaan.

Pada Maret 2015, nilai P1 di perdesaan sebesar 1,081 sedangkan di perkotaan sebesar 0,867. Nilai P1 Maret 2015 semakin meningkat daripada September 2014. Hal ini menunjukan bahwa kondisi kemiskinan semakin memburuk daripada tahun sebelumnya selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga meningkat pada periode yang sama.

Pada umumnya nilai P2 di perkotaan lebih kecil dari perdesaan kecuali September 2013. Pada Maret 2015, nilai P2 perkotaan tidak jauh beda dari perdesaan.

http://banten.bps.go.id

(24)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 17

Seperti halnya dengan P1, P2 juga memperlihatkan pola yang berfluktuasi pada periode September 2011-Maret 2015. Pada umumnya nilai P2 di perkotaan lebih rendah diba Pada umumnya nilai P2 di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan P2 di perdesaan. Hal ini memberikan arti bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang di perkotaan. Namun pada September 2013, ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan yang di perdesaan dengan nilai P2 sebesar 0,374 sementara di perdesaan hanya 0,120.

Pada Maret 2014, jarak P2 di wilayah perkotaan dan perdesaan semakin menyempit, yaitu pada kisaran P1 perkotaan sebesar 0,184 sementara P2 di perdesaan sebesar 0,189. Kemudian pada September 2014, indeks keparahan kemiskinan (P2) mengikuti pola tahun-tahun sebelumnya, yaitu P2 di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.

Pada Maret 2015 indeks keparahan (P2) kembali kembali mengikuti pola Maret 2014, nilai P2 di perdesaan sebesar 0,222 sementara P2 di perkotaan tidak jauh berbeda, sedikit lebih tinggi di wilayah perkotaan yaitu sebesar 0,232. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perkotaan semakin menunjukan ketimpangan diantara penduduknya. Hal sebaliknya terjadi di perdesaan dimana ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin semakin mengecil.

Kondisi kemiskinan pada

Maret 2015 semakin terpuruk

baik dilihat nilai P1 dan P2.

(25)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 18 0,399 0,38 0,395 0,424 0,401 0,402 0,376 0,401 0,435 0,411 0,287 0,276 0,28 0,294 0,27

Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15

Gambar 8. Gini Rasio Banten, Maret 2013-Maret 2015

Total Kota Desa V. Distribusi dan Ketimpangan Pengeluaran di

Banten

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai pendekatan pendapatan yang bersumber dari data Susenas. Beberapa ukuran yang digunakan untuk menggambarkan ketimpangan pendapatan adalah Gini Rasio dan ukuran Bank Dunia.

Gini Rasio adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.

Nilai indeks Gini berada diantara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang semakin tinggi. Jika nilai indeks Gini adalah nol maka artinya

Indeks Gini di daerah perkotaan selalu lebih tinggi daripada di perdesaan.

http://banten.bps.go.id

(26)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 19

terdapat kemerataan sempurna pada distribusi pendapatan, sedangkan jika bernilai satu berarti terjadi ketidakmerataan pendapatan yang sempurna.

Secara umum angka Gini Rasio pada periode Maret 2013-September 2015 cenderung mengalami peningkatan. Pada periode Maret 2015 terjadi penurunan angka gini ratio dari 0,424 pada September 2014 menjadi 0,401 pada Maret 2015. Penurunan angka Gini Rasio pada periode Maret 2015 mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran penduduk pada periode tersebut semakin membaik (Gambar 8).

Jika dilihat menurut daerah, selama kurun waktu Maret 2013-Maret 2015 Indeks Gini di perkotaan selalu lebih tinggi daripada di perdesaan dengan rentang yang semakin melebar. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan. Pada Maret 2015, Indeks Gini di perkotaan yaitu sebesar 0,411 jauh diatas Indeks Gini di perdesaan yang hanya sebesar 0,270.

Indikator lain yang digunakan untuk melihat distribusi pengeluaran antar kelompok penduduk adalah Kriteria Bank Dunia. Kriteria Bank Dunia membagi kelompok penduduk menjadi tiga besar yaitu 40 persen terendah, 40 persen menengah dan 20 persen teratas. Ketimpangan pendapatan ditentukan oleh besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah, dengan kriteria sebagai berikut:

a) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan pendapatan tinggi.

(27)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 20

b) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan pendapatan moderat/sedang/menengah. c) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok

40 persen penduduk berpendapatan rendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan pendapatan rendah.

Pada Maret 2015, persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah adalah sebesar 18,03 persen, kelompok 40 persen penduduk berpendapatan menengah menerima sebesar 36,09 persen dan kelompok 20 persen penduduk berpendapatan tinggi menerima sebesar 45,89. Artinya penduduk miskin di Banten berada pada tingkat ketimpangan pendapatan yang sedang (moderate inequality).

(28)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 21 VI. Penutup

Periode Maret 2015, tingkat kemiskinan kembali mengalami sedikit peningkatan. Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 702,40 ribu orang (5,90 persen), meningkat 53,21 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin September 2014. Secara nasional, tingkat kemiskinan Banten masih berada pada posisi terendah kelima setelah DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung.

Pada periode September 2014-Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) keduanya meningkat yaitu sebesar 0,149 dan 0,051. Peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Sedangkan peningkatan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sebesar 0,051 disebabkan oleh kenaikan P2 di perkotaan (0,097) lebih besar dibandingkan penurunan P2 pedesaan (0,049). Pergerakan kedua nilai indeks ini mengindikasikan penduduk miskin Banten di wilayah perkotaan semakin terpuruk karena rata-rata pengeluaran Penduduk miskin yang semakin menjauhi Garis Kemiskinan disertai ketimpangan pengeluaran penduduk miskin yang semakin melebar.

http://banten.bps.go.id

(29)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 22

LAMPIRAN

(30)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 23

Lampiran 1. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Banten, Maret 2011-Maret 2015

Bulan/ Tahun

Kota Desa Total

Persen

tase (000 jiwa) Jumlah Persen tase (000 jiwa) Jumlah Persen tase (000 jiwa) Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Mar-11 4,61 334,16 9,75 353,53 6,32 687,69 Sep-11 4,54 334,32 9,74 354,91 6,26 689,22 Mar-12 4,46 332,31 8,65 319,14 5,85 651,45 Sep-12 4,41 330,68 8,31 312,19 5,71 642,88 Mar-13 4,76 361,64 7,72 290,72 5,74 652,36 Sep-13 5,27 411,31 7,22 266,20 5,89 677,51 Mar-14 4,73 375,69 6,67 247,14 5,35 622,84 Sep-14 4,74 381,18 7,18 268,01 5,51 649,19 Mar-15 5,03 408,53 7,78 293,87 5,90 702,40

Catatan : - Estimasi penduduk miskin Maret 2011-September 2013 menggunakan penimbang Proyeksi Penduduk 2010-2035

(31)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 24

Lampiran 2. Garis Kemiskinan Daerah Perkotaan Banten, Maret 2011-Maret 2015

Bulan/Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4) Mar-11 163.006 73.666 236.672 Sep-11 171.209 76.366 247.575 Mar-12 172.372 77.669 250.041 Sep-12 181.304 81.067 262.371 Mar-13 188.322 85.506 273.828 Sep-13 206.828 93.281 300.109 Mar-14 217.251 97.987 315.239 Sep-14 223.031 101.871 324.902 Mar-15 235,211 109,643 344,855

http://banten.bps.go.id

(32)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 25

Lampiran 3. Garis Kemiskinan Daerah Perdesaan Banten, Maret 2011-Maret 2015

Bulan/Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4) Mar-11 156.993 49.647 206.639 Sep-11 161.567 52.612 214.179 Mar-12 165.552 53.474 219.026 Sep-12 172.833 55.960 228.794 Mar-13 183.370 58.961 242.331 Sep-13 200.536 64.096 264.632 Mar-14 214.476 67.449 281.925 Sep-14 335.535 70.705 296.241 Mar-15 241,250 77,247 318,497

http://banten.bps.go.id

(33)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 26

Lampiran 4. Garis Kemiskinan Banten, Maret 2011-Maret 2015

Bulan/Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/bulan)

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4) Mar-11 161.002 65.660 226.662 Sep-11 168.018 68.503 236.521 Mar-12 170.113 69.654 239.767 Sep-12 178.476 72.685 251.161 Mar-13 186.682 76.715 263.398 Sep-13 204.811 83.923 288.733 Mar-14 216.368 88.268 304.636 Sep-14 223.825 91.994 315.819 Mar-15 237,129 99,354 336,483

http://banten.bps.go.id

(34)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 27

Lampiran 5. Lima Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Garis Kemiskinan Maret 2015

Komoditi Kota Komoditi Desa

(1) (2) (3) (4)

Makanan

Beras 21,57 Beras 38,04

Rokok kretek filter 11,04 Rokok kretek filter 6,10 Telur ayam ras 3,56 Telur ayam ras 2,90 Daging ayam ras 3,17 Kopi Bubuk dan instan 2,71

Mie instan 3,04 Mie instan 2,47

Bukan Makanan Perumahan 10,97 Perumahan 9,21 Bensin 3,71 Bensin 1,75 Listrik 3,26 Listrik 1,63 Pendidikan 2,23 Pendidikan 1,56 Perlengkapan

Mandi 1,57 Kayu Bakar 1,31

(35)

Laporan Eksekutif | Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Banten Maret 2015 28

Lampiran 6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Klasifisikasi Daerah, Banten, Maret 2011-Maret 2015

Bulan/Tahun Kota Desa Total

(P1) (P2) (P1) (P2) (P1) (P2) (1) (7) (8) (7) (8) (7) (8) Mar-11 0,675 0,137 1,361 0,329 0,904 0,201 Sep-11 0,815 0,237 1,824 0,482 1,149 0,318 Mar-12 0,570 0,114 1,068 0,230 0,735 0,153 Sep-12 0,774 0,239 1,300 0,358 0,950 0,279 Mar-13 0,664 0,172 0,759 0,128 0,695 0,158 Sep-13 1,140 0,374 0,768 0,120 1,021 0,293 Mar-14 0,764 0,184 0,978 0,189 0,832 0,186 Sep-14 0,651 0,135 1,077 0,271 0,786 0,178 Mar-15 0,867 0,232 1,081 0,222 0,935 0,229

http://banten.bps.go.id

(36)

Gambar

Gambar 1. Tingkat Kemiskinan per Provinsi di Indonesia, Maret 2015
Gambar 2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan  Banten, September 2011- Maret 2015
Gambar 3. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin  Banten Menurut Klasifikasi Daerah,
Gambar 4. Perkembangan Garis Kemiskinan Banten, September 2011-Maret 2015 (Rp/Kapita/Bulan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh pembelajaran daring menggunakan bahan ajar sorogan hanacaraka terhadap kemampuan menulis akasara Jawa peserta didik pada mata pelajaran bahasa Jawa SD dilakukan dengan

Pendidikan dapat menggunakan permainan drama, bermain pasir, boneka, balok atau yang lainnya untuk menolong anak- anak mengatasi kesulitan (Satmoko, 2006: 265). Di

Dari permasalahan tersebut diperlukan alat yang dapat mempermudah komunikasi berupa pesan singkat yang dikirim ke tunanetra berupa teks dapat di konversikan ke

jadi begini seorang atasan itu harus bisa ee mensupport bawahan ketika bawahan itu mempunyai sesuatu yang sifatnya harus didukung oleh atasan itu atasan harus memperjuangkannya

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

Penelitian ini dilakukan rancangan perlakuan faktorial dengan menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan tiga kelompok. Dari

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi penggunaan obat dalam waktu mencapai ANC recovery di antara produk filgrastim merek dagang

Kusuma Arta Pemula 5 Segara Gede 06/12/03 Sambirenteng Tejakula Made Astaya Wayan Kari Ketut Nama Pemula 6 Jaladi Karya 09/01/92 Sambirenteng Tejakula Nyoman Sudana Ketut