• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BRAND EQUITY JAVA TEA DALAM PERSAINGAN INDUSTRI MINUMAN TEH DALAM BOTOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS BRAND EQUITY JAVA TEA DALAM PERSAINGAN INDUSTRI MINUMAN TEH DALAM BOTOL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BRAND EQUITY JAVA TEA DALAM

PERSAINGAN INDUSTRI MINUMAN TEH DALAM

BOTOL

Safrezi Fitra

Akademi Komunikasi BSI Jakarta safrezi.sea@bsi.ac.id

Abstraksi-Aktivitas kehidupan manusia yang semakin padat menyebabkan waktu yang dimiliki untuk mengkonsumsi barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods) seperti makanan dan minuman semakin berkurang. Perubahan gaya hidup masyarakat kota Jakarta yang semakin peduli akan kesehatan serta minimnya waktu luang yang dimiliki menyebabkan perubahan pada pola konsumsi yang cenderung memilih makanan atau minuman instan yang lebih sehat.

Penelitian yang dilakukan di Kalibata Mall, Jakarta selatan ini bertujuan (1) Menganalisis elemen-elemen ekuitas merek (brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty) pada produk RTD Java Tea serta (2) Merekomendasikan alternatif strategi bauran pemasaran yang dapat dilakukan oleh para produsen RTD Java Tea. Responden dalam penelitian ini berjumlah 107 orang, dipilih berdasarkan metode judgement sampling. Selanjutnya data dari kuisioner dianalisis dengan

analisis deskriptif, uji Cochran, Importance and Performance Analysis (IPA), analisis piramida loyalitas dan Brand Switching Pattern Matrix. Mayoritas responden adalah perempuan muda berpendidikan S1, berada pada selang usia 17-29 tahun. Sebagian besar merupakan mahasiswa, pegawai swasta, atau pelajar yang bertempat tinggal di rumah orang tua atau di kamar sewa/kost, dengan rata-rata tingkat pendapatan/uang saku sebesar Rp 601.000 – Rp 1.000.000 per bulan dan mengeluarkan uang sebesar Rp 11.000- Rp 20.000 perhari untuk konsumsi makanan dan minuman pribadi.

Hasil analisis brand awareness menunjukan bahwa merek RTD yang pertama paling diingat responden adalah Nu Green Tea (top of mind), sedangkan merek kedua yang paling banyak diingat responden (brand recall) adalah Java Tea. Kata Kunci: Brand Equity, Teh, Java Tea

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aktivitas kehidupan manusia yang semakin padat menyebabkan waktu yang dimiliki untuk mengkonsumsi barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods) semakin berkurang. Masyarakat, terutama yang hidup di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, banyak yang mengalami stres dan kelelahan karena pekerjaan yang menumpuk, kemacetan lalu lintas, polusi udara (seperti asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik dan sebagainya), serta masalah-masalah lainnya. Sehingga jumlah penderita penyakit kanker, stroke,

darah tinggi, diabetes, kolesterol, hepatitis, lever, radang tenggorokan, infeksi dan penyakitpenyakit lainnya semakin bertambah.

Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin peduli akan kesehatan serta minimnya waktu luang yang dimiliki menyebabkan perubahan pada pola konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan atau minuman instan atau siap saji yang lebih praktis dan sehat.

Aktivitas kehidupan manusia yang semakin padat menyebabkan waktu yang dimiliki untuk mengkonsumsi barang-barang kebutuhan sehari-hari

(2)

Kom-32

(consumer goods) semakin berkurang. Masyarakat, terutama yang hidup di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, banyak yang mengalami stres dan kelelahan karena pekerjaan yang menumpuk, kemacetan lalu lintas, polusi udara (seperti asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik dan sebagainya), serta masalah-masalah lainnya. Sehingga jumlah penderita penyakit kanker, stroke, darah tinggi, diabetes, kolesterol, hepatitis, lever, radang tenggorokan, infeksi dan penyakitpenyakit lainnya semakin bertambah. Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin peduli akan kesehatan serta minimnya waktu luang yang dimiliki menyebabkan perubahan pada pola konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan atau minuman instan atau siap saji yang lebih praktis dan sehat.

Teh hijau dalam kemasan siap minum (RTD Java Tea) merupakan salah satu produk olahan teh yang saat ini banyak beredar di pasaran. Perbedaan teh hijau dan teh hitam terdapat pada warna dan proses pembuatannya. Teh hitam berwarna coklat kehitaman karena mengalami proses fermentasi penuh. Sedangkan teh hijau berwarna hijau kekuningan karena tidak mengalami proses fermentasi.

Kandungan catechin pada teh hijau lebih tinggi sehingga manfaat yang diberikan oleh teh hijau lebih besar. Saat ini di pasaran telah beredar berbagai merek minuman teh hijau dalam kemasan siap minum (RTD Java Tea) yang diproduksi oleh beberapa perusahaan minuman.

Konsumen cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, mereka merasa aman, terhindar dari berbagai risiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan (Durianto, et al, 2001). Karena itu sangat penting bagi produsen untuk mengetahui kondisi ekuitas merek (brand equity) dari produknya melalui riset terhadap elemen-elemen ekuitas merek.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minuman dalam Kemasan

Minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan sehingga dapat langsung dikonsumsi (Kartikawati, 2005). Minuman ringan dibedakan menjadi dua, yaitu minuman berkarbonasi (carbonated soft drink) dan minuman tanpa karbonasi. Minuman teh hijau (Java Tea) dalam kemasan siap minum adalah salah satu produk minuman ringan tanpa karbonasi dalam bentuk cair yang berasal dari hasil menyeduh pucuk daun teh (Camellia sinensis), berwarna coklat muda atau kuning kehijauan, diolah tanpa melalui proses fermentasi, dan dikemas dalam kemasan yang praktis, siap diminum (ready to drink). Ada berbagai macam kemasan RTD (ready to drink) untuk produk minuman Java Tea, yaitu kemasan botol kaca (RGB), botol plastik (PET), karton (tetrapack), dan kaleng. Saat ini produk minuman teh hijau dalam kemasan siap minum (RTD Java Tea) sudah banyak dijual dengan berbagai merek dan konsumen dapat dengan mudah menemukannya di warung-warung, toko, kantin, swalayan, minimarket, maupun hipermarket. 2.2. Pengertian dan Manfaat Merek

American Marketing Association dalam Kotler (2005) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing.

Sedangkan menurut Aaker (1991), merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dan untuk membedakannya dari barang atau

(3)

jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain, atau warna tertentu yang spesifik (Rangkuti, 2002).

Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti: 1. Emosi kosumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan labil

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh; merek Coca-Cola berhasil menjadi ”Global Brand” yang diterima di seluruh dunia.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek). 4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. merek yang kuat sanggup merubah perilaku konsumen.

5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Contoh; 97 persen dari nilai Stock Market Value (SMV) Coca-Cola merupakan nilai dari merek itu sendiri (Durianto, et al, 2001).

2.3. Bauran Pemasaran

Jangkauan pemasaran sangat luas, meliputi berbagai tahap kegiatan yang harus dilalui oleh barang dan jasa sampai ke tangan konsumen, sehingga

ruang lingkup kegiatan yang luas disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang biasa disebut bauran pemasaran (maketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari empat komponen yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi (promotion). Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawakan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk merupakan alat bauran pemasaran yang sangat mendasar. Bauran produk suatu perusahaan memiliki lebar, panjang, kedalaman, dan konsistensi tertentu. Sedangkan harga adalah alat bauran pemasaran yang menentukan keberhasilan. Harga yang ditawarkan harus sebanding dengan nilai yang dipikirkan atas tawaran itu; jika tidak, pembeli akan berpaling ke produk pesaing (Kotler, 2005).

Distribusi mencakup berbagai kegiatan perusahaan agar produk dapat diperoleh dan tersedia bagi para pelanggan sasaran. Sedangkan promosi mencakup semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya ke pasar sasaran (Kotler, 2005).

2.4. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian

Engel, et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Setiap hari konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan produk dan merek yang akan mereka konsumsi. Secara umum proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen melalui lima tahap, yaitu sebagai berikut :

1. Pengenalan kebutuhan

Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.

2. Pencarian informasi

Konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian

(4)

Kom-34

internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).

3. Evaluasi alternatif

Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih.

4. Pembelian

Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu.

5. Hasil

Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah dikenakan (Engel et al, 1994).

2.5. Ekuitas Merek (Brand Equity) Kotler (2005) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas suatu produk atau jasa. Sedangkan Aaker (1991) menyatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan.

Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik. Pelanggan akan membayar lebih mahal untuk merek yang kuat. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek (Kotler, 2005).

Aaker (1991) mengelompokkan ekuitas merek ke dalam lima kategori, yaitu: 1. Kesadaran merek (brand awareness). Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Asosiasi merek (brand association). Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap satu kesan tertentu dalam

kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.

3. Persepsi kualitas (perceived quality). Mencerminkan persepsi pelanggan

terhadap keseluruhan

kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4. Loyalitas merek (brand loyalty). Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets), seperti hak paten, merek dagang, dan sebagainya yang menjadi faktor keunggulan bersaing. Menurut Wibowo (2004), ekuitas merek mampu meningkatkan nilai perusahaan melalui beragam cara, diantaranya:

1. ekuitas merek dapat menguatkan program memikat para konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi memperkenalkan rasa baru atau pengunaan baru akan lebih efektif bila merek sudah dikenal.

2. kesan kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan kesadaran merek (brand awareness) bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan pelanggan atau dengan kata lain meningkatkan kesetiaan merek (brand loyalty).

3. ekuitas merek memungkinkan suatu produk dijual pada harga lebih mahal (premium price) sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap promosi. 4. ekuitas merek dapat memberikan landasan bagi perluasan merek (brand extention).

5. ekuitas merek dapat memberikan dorongan atau kelancaran bergeraknya produk di saluran distribusi. Para pedagang tidak akan ragu-ragu menjual merek yang telah teruji dan memperoleh pengakuan. merek yang kuat mudah menempatkannya di toko-toko swalayan dan kerjasama dalam menerapkan program pemasaran.

6. aset ekuitas merek merupakan penghalang masuk (entry barrier) bagi pendatang baru atau pesaing.

(5)

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kalibata Mall Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan alasan karena Kalibata Mall letaknya sangat strategis, yaitu di perbatasan antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Jakarta merupakan kota metropolitan yang menjadi target pasar terbesar dari produk minuman RTD Java Tea. Sedangkan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan merupakan dua kotamadya yang paling banyak penduduknya dan sangat heterogen. Berdasarkan data dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tiap Kotamadya, hingga bulan Oktober 2016 jumlah penduduk Jakarta Timur mencapai 2.164.079 jiwa, sedangkan penduduk Jakarta Selatan sebanyak 1.743.221 jiwa. Dan jumlah penduduk Jakarta secara keseluruhan berjumlah 7.559.206 jiwa.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data pimer diperoleh dari kuisioner dan hasil wawancara dengan responden, serta observasi dan wawancara dengan pemilik swalayan/supermarket, toko, warung yang menjual minuman Java Tea dalam kemasan siap minum. Sedangkan data sekunder berasal dari lembaga-lembaga terkait seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, hasil Riset Majalah SWA dan MARS, serta hasil penelusuran literatur melalui internet dan buku-buku yang terkait.

3.3. Metode Penentuan dan Pengambilan Sampel

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan cara mall intercept personal interviews, yaitu memberhentikan orang yang sedang berbelanja di Mall, menanyakan beberapa pertanyaan screening, selanjutnya jika orang tersebut memenuhi kriteria untuk menjadi responden maka orang tersebut diminta kesediaannya untuk diwawancarai atau menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuisioner penelitian (Maholtra, 2004). Berdasarkan perhitungan rumus Slovin (Umar, 2003), jumlah sampel atau responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini minimal 100 orang.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengunjung dari Kalibata Mall, Jakarta Selatan yang dipilih dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan oleh si peneliti (Durianto et al, 2001). Adapun kriteria dari responden yaitu; pertama, responden berusia 14 tahun ke atas, karena pada usia tersebut responden dinilai dapat mengerti pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuisioner penelitian, dan usia tersebut juga dijadikan target pasar oleh produsen minuman RTD Java Tea. Kedua, responden pernah mengkonsumsi salah satu atau beberapa merek minuman Java Tea dalam kemasan siap minum dalam 1 bulan terakhir.

Karena responden yang pernah mengkonsumsi produk RTD Java Tea dapat mendeskripsikan produk tersebut dengan lebih baik, berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka dengan salah satu atau beberapa merek RTD Java tea yang pernah mereka konsumsi.

3.4. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuisioner

Agar kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat diandalkan untuk mengumpulkan informasi yang ada di lapangan, maka perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas pada kuisioner yang digunakan untuk penelitian. Suatu alat ukur dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sedangkan reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Rangkuti, 2002). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan metode korelasi rank Spearman dan metode Chronbach’s alpha (untuk elemen

(6)

Kom-36

perceived quality) serta metode Hoyt (untuk elemen brand association).

Perhitungan uji validitas dan reliabilitas atribut-atribut perceived value menggunakan bantuan software SPSS ver.13 for Windows. Uji reliabilitas Hoyt adalah salah satu teknik uji reliabilitas untuk sekali pengambilan data (uji reliabilitas internal). Uji reliabilitas ini dilakukan dengan cara mengujikan kuisioner yang pertama kali dibuat kepada 30 orang responden.

Jika hasilnya tidak reliable, maka kuisioner perlu diperbaiki lagi. setelah itu dilakukan kembali uji reliabilitas untuk kuisioner yang kedua. Tetapi jika kuisioner yang pertama sudah reliable, maka penelitian dapat dilanjutkan dengan 70 responden berikutnya.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji Cochran, Importance and Performance Analysis (IPA), dan model Markov (Brand Switching Pattern Matrix). Sedangkan data yang diperoleh dari kuisioner diolah dengan menggunakan alat bantu software Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 13.0 for Windows, serta Minitab 14.

3.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988).

Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan tingkat kesadaran merek responden terhadap produk minuman teh hijau siap minum (RTD Java Tea) dengan cara menabulasikan data yang diperoleh dari kuisioner penelitian.

3.5.2. Uji Cochran (Cochran Q test)

Uji Cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua (dikotomi), misalnya informasi “ya” dan “tidak”. Penggunaan uji Cochran ini adalah untuk mengetahui keberadaan hubungan antara beberapa variabel (Durianto et al, 2001) . Dalam penelitian ini uji Cochran digunakan untuk menganalisis asosiasi merek yang membentuk brand image pada setiap merek-merek minutan RTD Java Tea. 3.5.3. Importance and Performance Analysis (IPA)

Importance and Performance Analysis (IPA) digunakan untuk menganalisis perceived quality dari suatu merek produk menurut penilaian responden dengan cara membandingkan tingkat kepentingan (importance) /harapan konsumen terhadap atribut yang diteliti dengan tingkat kinerja (performance) dari atribut-atribut yang melekat pada suatu produk yang dirangkum dalam diagram cartesius

Untuk menilai tingkat kepentingan, setiap atribut diberikan penilaian dengan skala likert seperti berikut: “sangat tidak penting” diberi skor/nilai 1, “tidak penting” diberi nilai 2, “tidak terlalu penting” diberi nilai 3, “penting” diberi nilai 4 dan “sangat penting” diberi nilai 5. Sedangkan untuk menilai tingkat kinerja, skala yang digunakan adalah: “sangat buruk” diberi nilai 1, “buruk” diberi

nilai 2, “biasa saja” diberi nilai 3, “baik” diberi nilai 4 dan “sangat baik” diberi nilai 5.

Total skor jawaban responden dijumlahkan lalu dihitung nilai rata-rata setiap atribut menurut tingkat kepentingan (Y ) dan tingkat kinerja ( X ) masingmasing merek.

3.5.4. Analisis Piramida Loyalitas Analisis piramida loyalitas digunakan untuk menganalisis loyalitas konsumen dengan pendekatan sikap. Analisis ini terdiri dari perhitungan persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer pada konsumen suatu merek. Semakin kecil nilai persentase switcher dan semakin besar persentase

(7)

committed buyer, semakin bagus bentuk piramidanya (piramida terbalik), artinya semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap merek tersebut.

Adapun cara perhitungan nilai rata-rata dan persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer adalah sebagai berikut. Untuk analisis switcher, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah berpindah-pindah merek RTD Java Tea hanya karena faktor harga?”. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot=1, “jarang” diberi bobot=2, “kadang-kadang” diberi bobot=3, “sering” diberi bobot=4, “selalu” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Sedangkan persentase switcher dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.

Untuk analisis habitual buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda membeli merek RTD Java Tea yang Anda konsumsi sekarang karena sudah terbiasa mengkonsumsi merek tersebut?”. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot=1, “tidak setuju” diberi bobot=2, “ragu-ragu” diberi bobot=3, “setuju” diberi bobot=4, “sangat setuju” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Sedangkan persentase habitual buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “setuju” dan “sangat setuju“, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.

Untuk analisis satisfied buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda memperoleh kepuasan pada merek RTD Java Tea yang Anda konsumsi sekarang?”. Jawaban “sangat tidak puas” diberi bobot=1, “tidak puas” diberi bobot=2, “biasa saja” diberi bobot=3, “puas” diberi bobot=4, “sangat puas” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai ratarata

diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Sedangkan persentase satisfied buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “puas” dan “sangat puas“, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.

Untuk analisis liking the brand, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda menyukai merek RTD Java Tea yang Anda konsumsi sekarang?”. Jawaban “sangat tidak suka” diberi bobot=1, “tidak suka” diberi bobot=2, “biasa saja” diberi bobot=3, “suka” diberi bobot=4, “sangat suka” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Sedangkan persentase liking the brand dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “suka” dan “sangat suka“, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab.

Untuk analisis committed buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah mempromosikan merek RTD Java Tea yang Anda konsumsi sekarang?”. Jawaban “tidak pernah” diberi bobot=1, “jarang” diberi bobot=2, “kadangkadang” diberi bobot=3, “sering” diberi bobot=4, “selalu” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. Sedangkan persentase committed buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan jumlah total responden yang menjawab. 3.5.5. Model Markov (Brand Switching Pattern Matrix)

Analisis ini digunakan untuk menganalisis loyalitas konsumen dengan pendekatan perilaku. Yaitu dengan cara menghitung kemungkinan perpindahan merek (Probalility Rate of Transition) dari merek-merek yang diteliti. Semakin kecil nilai PRoT semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap merek tersebut.

(8)

Kom-38

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Kesadaran Merek

Kesadaran merek (brand

awareness) adalah kesanggupan seorang

calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Ada empat tingkatan brand awareness, yaitu

Top of Mind, Brand Recall, Brand Recognition, dan Unaware of Brand.

Dapat dilihat bahwa merek Nu Green Tea memperoleh nilai top of mind yang jauh lebih tinggi dibandingkan merek-merek RTD lainnya, yaitu sebesar 70,1 persen. Hal ini berarti merek Nu Green Tea merupakan merek pertama yang paling banyak diingat oleh responden, atau merek yang pertama kali muncul di dalam benak responden jika mereka ditanyakan tentang merek-merek RTD Java Tea yang mereka ketahui.

Selanjutnya merek Java Tea dan Frestea Green bersaing ketat dengan nilai 11,2 persen dan 12,1 persen untuk mencapai posisi puncak pikiran (top of

mind). Sedangkan merek Sosro Green-t

(3,8 persen) dan JoyTea (2,8 persen) sangat jarang muncul sebagai merek yang pertama kali diingat oleh responden.

Pada analisis brand recall (pegingat kembali tanpa diberi bantuan), merek Java Tea unggul dengan nilai sebesar 33,51 persen. Artinya merek Java Tea merupakan merek kedua terbanyak yang diingat oleh responden setelah mereka mengingat merek yang top of mind (Nu Green Tea), disusul oleh Frestea Green (24,47 persen), JoyTea (13,83 persen) dan Sosro Green-t (6,92 persen). Beberapa merek RTD Java Tea lainnya yang juga muncul pada jawaban brand recall responden yaitu merek Artea, Pokka, Arinda, Yeo’s dan My Tea.

Hasil analisis brand recognition (pengingat kembali dengan bantuan) menunjukan bahwa 33,52 persen responden baru mengingat kembali akan adanya merek Sosro Green-t setelah diperlihatkan contoh atau gambar produk merek tersebut. Begitu juga dengan merek JoyTea (24,86 persen) dan Frestea Green (23,70 persen). Hal yang perlu

dilakukan oleh produsen ketiga merek tersebut adalah meningkatkan belanja iklan (advertising) untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap merek-merek tersebut.

Pada data dapat dilihat bahwa merek Nu Java Tea memperoleh nilai 0 persen, artinya tidak ada responden yang tidak mengenal merek Nu Java Tea. Atau dengan kata lain merek Nu Java Tea telah berhasil tertanam di benak masyarakat. Hal ini terbukti dari nilai komponen-komponen brand awareness yang sangat tinggi.

Sedangkan merek JoyTea (45,68 persen) dan Sosro Green-t (41,98 persen) merupakan merek yang paling banyak tidak dikenal oleh responden. Hal ini dikarenakan JoyTea baru memasuki pasar RTD Java Tea pada akhir tahun 2007 yang lalu, sehingga tingkat awareness-nya masih sangat rendah. Sementara Sosro Green-t meskipun sudah cukup lama berkecimpung di industri RTD Java Tea tetapi awareness-nya malah menurun. Hal yang perlu diperhatikan oleh PT Sinar Sosro selaku produsen JoyTea dan Sosro Green-t, adalah agar perusahaan tidak hanya menciptakan merek-merek baru di industri teh dalam kemasan, tetapi juga mengelola merek-merek yang sudah ada dengan baik agar tetap eksis.

4.2. Analisis Asosiasi Merek

Asosiasi merek (brand association) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan rangkaian yang disebut brand image atau citra merek. Pada penelitian ini analisis asosiasi merek diuji dengan menggunakan Cochran Q Test.

Hasil uji Cochran pada merek Nu Green Tea menghasilkan 7 asosiasi merek yang membentuk brand image, yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, mudah ditemukan di warung/toko terdekat, produk berkualitas/bermutu, mereknya terkenal, iklannya menarik perhatian, rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh /menyegarkan tubuh dan pikiran.

(9)

Hasil uji Cochran pada merek Java Tea menghasilkan 8 asosiasi merek yang membentuk brand image, yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, kandungan antioksidan tinggi, mudah ditemukan di warung/toko terdekat, harga terjangkau, produk berkualitas/bermutu, mereknya terkenal, rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh / menyegarkan tubuh dan pikiran.

Hasil uji Cochran pada merek Frestea Green menghasilkan 11 asosiasi merek yang membentuk brand image, yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, mudah ditemukan di warung/toko terdekat, harga terjangkau, produk berkualitas/bermutu, minuman kaum muda, mereknya terkenal, perusahaan produsennya terkenal, iklannya menarik perhatian, rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh / menyegarkan tubuh dan pikiran, kemasannya bagus/menarik.

Hasil uji Cochran pada merek JoyTea menghasilkan 9 asosiasi merek yang membentuk brand image, yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, kandungan antioksidan tinggi, harga terjangkau, produk berkualitas/bermutu, minuman kaum muda, perusahaan produsennya terkenal, iklannya menarik perhatian, rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh / menyegarkan tubuh dan pikiran.

Hasil uji Cochran pada merek Sosro Green-t menghasilkan 6 asosiasi merek yang membentuk brand image, yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, harga terjangkau, produk berkualitas/bermutu, perusahaan produsennya terkenal, rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh / menyegarkan tubuh dan pikiran.

Semakin banyak asosiasi-asosiasi positif yang membentuk image suatu merek, semakin baik ekuitas merek RTD Java Tea tersebut. Merek Frestea Green paling unggul dalam elemen brand association karena memiliki jumlah asosiasi yang paling banyak. Secara umum produk RTD Java Tea belum memiliki image teh hijau yang sebenarnya karena masih dianggap mengandung bahan pengawet dan pemanis buatan. RTD Java Tea juga tidak memiliki asosiasi dengan budaya Jepang ataupun minuman berkelas/bergengsi. Penggunaan

selebritis tertentu sebagai icon salah satu merek RTD Java Tea.

4.3. Analisis Persepsi Kualitas

Persepsi kualitas (perceived quality) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Pada penelitian ini digunakan diagram IPA (Importance and Performance Analysis) untuk melihat persepsi kualitas dari kelima merek RTD Java Tea yang diteliti.

Pada data terlihat bahwa nilai rata-rata total performance Java Tea (3,88) lebih besar dari nilai importance-nya (3,68). Hal ini berarti kinerja Java Tea secara keseluruhan sudah lebih baik dari kinerja yang diharapkan oleh responden. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil perhitungan masing-masing atribut kemudian dipetakan ke dalam diagram kartesius Importance dan Performance.

Atribut prioritas utama yang perlu diperbaiki oleh Perusahaan sesegera mungkin (kuadran I) yaitu menyesuaikan harga dengan kualitas produk dengan cara meningkatkan kualitas produk agar harga premium yang telah ditetapkan dianggap sesuai dengan kualitas yang didapat. Atribut-atribut yang kinerjanya sudah bagus dan perlu dipertahankan ada 4 atribut yaitu; rasa, komposisi produk, ketersediaan produk, serta iklan/promosi.

Gambar Diagram Importance and Performance Merek Nu Java Tea

Atribut-atribut yang kinerjanya masih kurang tetapi belum terlalu penting bagi konsumen yaitu; variasi jenis dan ukuran kemasan, image perusahaan

(10)

Kom-40

produsen, serta bintang iklan. Jenis kemasan yang dimiliki Java Tea hanya PET (botol plastik) ukuran 500 ml dan 350 ml. Sedangkan image perusahaan juga dinilai masih belum seterkenal Sosro dan Coca-Cola di industri minuman dalam kemasan ataupun softdrink. Bintang iklan Java Tea sangat tidak familiar menurut penilaian responden. Dalam jangka pendek atribut atribut ini masih dinilai kurang begitu penting, tetapi dalam jangka panjang atribut-atribut ini dapat menjadi penting bagi konsumen. Oleh karena itu perusahaan sebaiknya terlebih dahulu memperbaiki atribut yang ada (meningkatkan kualitas produk). Setelah itu bila ada biaya / sumberdaya yang lebih dapat digunakan untuk membuat variasi jenis dan ukuran kemasan, meningkatkan image perusahaan di industri minuman dalam kemasan, serta menggunakan artis terkenal sebagai icon atau bintang iklan Java Tea.

Atribut-atribut yang kinerjanya terlalu bagus tetapi dinilai tidak terlalu penting bagi responden sehingga dinilai berlebihan adalah atribut varian rasa dan atribut kemasan. Varian rasa yang dimiliki Java Tea cukup banyak, yaitu Melati (original), Madu, Less Sugar dan No Sugar. Masing-masing memiliki desain kemasan yang berbeda-beda. Varian rasa yang paling sering dikonsumsi oleh responden adalah rasa madu (62,32 persen). Oleh karena itu produksi varian rasa yang lainnya dapat dikurangi, agar biaya produksi lebih optimal.

Atribut-atribut yang kinerjanya terlalu bagus tetapi dinilai tidak terlalu penting bagi responden sehingga dinilai berlebihan adalah variasi jenis dan ukuran kemasan, image perusahaan, dan varian rasa. Varian rasa JoyTea cukup beragam dan sangat mirip dengan Sosro green-t yaitu jasmine, honeylemon dan apple-cinamon. Hal yang perlu diperhatikan oleh PT. Sinar Sosro adalah agar perusahaan tidak hanya menciptakan merek baru hanya untuk merebut pangsa pasar pesaing, tetapi juga harus memperhatikan diferensiasi dengan merek yang sudah ada di pasar, serta menjaga kualitas produk dari “Sang Ahli” supaya image perusahaan tidak rusak.

Jika diperhatikan, hasil analisis perceived value merek Sosro Green-t dan JoyTea sangat mirip. Dengan kata lain kedua merek tersebut adalah produk yang sama (tidak ada diferensiasi yang cukup nyata) dengan merek yang berbeda (multi merek) dari produsen yang sama.

Secara umum dapat disimpulkan merek Frestea Green memiliki elemen perceived quality yang paling baik di antara kelima merek lainnya, diikuti oleh merek Nu Green Tea dan merek Java Tea. Merek Sosro Green-t dan JoyTea memiliki nilai perceived quality yang sangat mirip. 4.4. Analisis Loyalitas Merek

Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Ada lima tingkatan loyalitas merek, yaitu switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer. Pada penelitian ini loyalitas konsumen dianalisis dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sikap (menggunakan model piramida loyalitas) dan pendekatan perilaku (menggunakan model Markov / Brand Switching Pattern Matrix).

Loyalitas yang baik digambarkan dengan piramida loyalitas yang berbentuk segitiga terbalik (jumlah switcher semakin sedikit, jumlah committed buyer semakin banyak) dan nilai Probability Rate of Transition (PRoT) yang semakin kecil. Perhitungan nilai persentase switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer untuk piramida loyalitas masing-masing merek RTD Java Tea Hasil analisis brand loyalty dengan menggunakan pendekatan sikap menunjukan bahwa loyalitas konsumen yang baik dimiliki oleh merek Java Tea dan Frestea Green. Hal ini terlihat dari piramida loyalitas yang dimiliki kedua merek tersebut hampir sempurna. Dapat disimpulkan kedua merek tersebut sudah sangat baik dalam membangun loyalitas konsumen dan mengelola ekuitas mereknya.

PENUTUP

1. Merek minuman RTD yang memiliki brand awareness yang sangat kuat yaitu merek Nu Green Tea dan Java Tea.

(11)

Sedangkan merek Frestea Green dan JoyTea unggul pada elemen brand association. Pada elemen perceived quality dan brand loyalty merek yang unggul adalah Nu Green Tea dan Frestea Green. Merek Sosro Green-t memiliki ekuitas merek yang paling lemah dibandingkan merek minuman RTD lainnya. Secara berurutan ekuitas merek terkuat dimiliki oleh merek Nu Green Tea, Frestea Green, Java Tea, JoyTea dan Sosro Green-t.

2. Strategi bauran pemasaran 4P (product, price, promotion, place) dirumuskan berdasarkan hasil analisis empat elemen ekuitas merek. Merek Nu Green Tea dan Java Tea perlu meningkatkan lagi kualitas produknya agar manfaat yang diperoleh sesuai dengan harganya. Merek Nu Green Tea juga perlu menambah kemasan tetrapack dengan harga yang lebih ekonomis agar lebih terjangkau oleh konsumen. Merek Frestea Green disarankan untuk membuat program promosi yang terlibat langsung dengan gaya hidup dan kepribadian target pasarnya untuk meningkatkan loyalitas konsumen. Merek Sosro Green-t dan JoyTea masih perlu gencar beriklan untuk meningkatkan awareness masyarakat. Kedua merek tersebut juga perlu memperluas jaringan distribusi agar mudah ditemukan di warung/toko terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. 1991. Managing Brand Equity. The Free Press. New York. Durianto, Darmadi et al. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Gramedia. Jakarta

Engel, James et al . 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta.

Enyta, Marisca. 2004. Analisis Ekuitas Merek Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Hermawan, Yuddy. 2002. Ekuitas Merek

Teh Celup dan Implikasinya Terhadap Strategi Bauran Pemasaran. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Indriani, Dinda. 2007. Identifikasi Elemen Penempatan Produk (Product Positioning) untuk Membangun Awareness Masyarakat Terhadap Minuman Teh Hijau Merek Java Tea di Kota Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Indriasari, Rina. 2006. Analisis Ekuitas Merek Pada Produk Kopi Instan Cappucino (Studi Kasus di 2 Universitas di Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Kartikawati, Rian Lestari. 2005. Analisis

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Pembelian Minuman Teh Merek Frestea (Studi Kasus di ITB dan Unpad). Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi kesebelas. Jilid satu & dua. Indeks. Jakarta. Malhotra, Naresh K. 2004. Marketing

Research. Pearson Inc.. New Jersey

Manuhutu, Andre. 2003. Analisis Ekuitas Merek Atas Merek-Merek Teh Dalam Botol Pada Tingkat Mahasiswa di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands; Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek. Gramedia. Jakarta.

Setianingrum, Desi. 2007. Analisis Sensitivitas Harga dan Loyalitas Konsumen Teh Hijau Celup di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Simamora, Bilson. 2002. Aura Merek; 7 Langkah Membangun Merek yang Kuat. Gramedia. Jakarta.

Susila, Indra. 2006. Analisis Ekuitas Merek pada Produk Susu Berkalsium Tinggi di Kota Depok. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.

Wibowo, Ari Satriyo. 2004. 27 Siasat Jitu Menembus Pasar sekaligus Meraih Posisi Pemimpin Pasar. Elexmedia Komputindo. Jakarta.

(12)

Gambar

Gambar  Diagram Importance and  Performance Merek Nu Java Tea

Referensi

Dokumen terkait

Keragaman biji bunga matahari berdasarkan hasil analisis komponen utama(Principal Component Analysis)beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif dari 6 genotip bunga

The aim of this study is to analyse Maria’s struggles for a better life as seen in Paulo Coelho’s Eleven Minutes.. Therefore, here are two problems that should be answered in

“Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih”.. “Pengantar

[r]

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dimulai dari tahap aktivitas siswa dan proses pembelajaran sampai hasil belajar tentang penggunaan media

Dari penentuan kadar asam lemak bebas didapatkan PKE masih memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan COPEX sudah tidak memenuhi syarat Standar Nasional

[r]

Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini, baik yang secara.. langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan