BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian terlebih dahulu diawali dengan serangkaian pengujian kualitas data, agar teknik dan prosedur pengujiannya dapat ditelusuri secara jelas dan terstruktur, sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selanjutnya dibahas hasil-hasil yang terkait dengan pengujian asumsi klasik, untuk kemudian diikuti dengan hasil-hasil pengujian hipotesis, baik yang terdapat pada proses pembentukan kepuasan maupun niat untuk loyal. Berikut ini adalah penjelasannya.
A. Pengujian Kualitas Data.
Dalam konteks pungujian kualitas data, ada 4 (empat) hal yang dikemukakan. Pertama, gambaran mengenai situasi pengambilan data. Kedua, pengujian terhadap validitas data, untuk mengetahui ketepatan alat ukur atau instrumen yang dipergunakan dalam melakukan fungsi ukurnya. Ketiga, pengujian reliabilitas untuk mengukur konsistensi atau keterhandalan internal dari instrumen yang dipergunakan. Keempat, profil partisipan yang menjadi gambaran hasil analisis terhadap subyek yang diteliti. Berikut ini adalah masing-masing pembahasannya.
1. Gambaran Situasi Pengambilan Data.
Pengambilan data ditempuh melalui beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, terpenuhinya kriteria kelayakan partisipan untuk dapat mengikuti program yang dilakukan.
Kedua, besarnya jumlah partisipan yang dipandang memenuhi kecukupan sampel. Ketiga,
tingkat pengembalian kuesioner yang dapat dianalisis.
Terkait partisipan yang dipandang layak, hasil seleksi mengidentifikasi bahwa dari 147 mahasiswa calon partisipan ternyata hanya 141 di antaranya yang memenuhi syarat. Kemudian
kepada seluruh partisipan diundang untuk mengikuti program, dengan maksud agar jumlah kecukupan sampel yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Jumlah kecukupan yang dimaksud adalah minimal 120 orang, untuk selanjutnya didistribusikan ke dalam 8 kelompok yang masing-masing terdiri dari minimal 15 partisipan.
Dasar pertimbangan yang melatarbelakangi jumlah sampel sebanyak 120 orang tersebut sudah dipandang layak, antara lain dikarenakan menurut Gay dan Diehl (1992) dikatakan bahwa untuk suatu penelitian eksperimental, maka 15 orang per-group sudah dapat dinyatakan memenuhi kriteria minimal angka kecukupan subyek. Selain itu dilihat dari alat statistik yang dipergunakan yaitu metode analisis regresi berjenjang, maka jumlah itu juga sudah dipandang memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan untuk penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berjenjang), ukuran sampel sebaiknya 10 kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian (lihat Roscoe, 1975), sedangkan Hair et al, (2006) menyarankan sekitar 15 hingga 20 observasi per-variabel independen. Lebih jauh hal ini juga dapat dikonfirmasi melalui rekomendasi Stevens (1986), yang menyatakan angka sampel minimal yang dibutuhkan adalah sekitar 15 sampel per-prediktor (variabel bebas), sementara Tabachnick dan Fidell (1996) menggunakan rumus yang berkaitan dengan jumlah variabel bebas yang dipakai yaitu; n > 50 +
8m, di mana n = jumlah sampel dan m = jumlah variabel bebas. Dengan demikian
dikarenakan desain model studi ini hanya bertumpu pada 3 variabel bebas, maka jumlah minimal sampel yang dibutuhkan hanya sekitar 74 orang, atau 50 ditambah ( 3 x 8) = 50 + 24 = 74.
Selanjutnya, setelah partisipan diberi treatment (baik melalui tayangan film maupun narasi terhadap “instrumen-instrumen stimulus” yang disajikan), studi ini berhasil memperoleh tingkat pengembalian kuesioner yang memenuhi syarat, yaitu hingga mencapai jumlah yang
relatif tinggi (mendekati 96 persen). Keberhasilan ini kemungkinan terjadi dikarenakan beberapa hal, antara lain; (1) seleksi yang dilakukan secara ketat dalam rangka menentukan partisipan yang dipandang layak, (2) eksperimen diselenggarakan di dalam ruang tertutup yang dipandu langsung oleh peneliti, serta (3) mekanisme pelaksanaannya dijalankan secara terstruktur dan dibantu oleh beberapa asisten, sehingga pengisian dan pengumpulan kuesioner dapat dilakukan secara lancar dalam waktu yang relatif cepat. Kemudian setelah data terkumpul, dilakukan pentabulasian yang diikuti dengan pengujian validitas dan reliabilitas sebagaimana dijelaskan berikut ini.
2. Validitas Data.
Pengujian validitas data bertujuan untuk mengetahui ketepatan alat ukur atau instrumen yang dipergunakan dalam melakukan fungsi ukurnya. Untuk mendukung hal ini, metode statistik yang dapat dipakai adalah exploratory factor analysis. Hal ini dikarenakan metode ini memiliki kemampuan untuk menjelaskan indikan dalam mengukur konstruks yang diukurnya (validitas konvergen), serta ketidakmampuan indikan dalam mengukur konstruks yang tidak diukurnya (validitas diskriminan) (Hair et al, 2006). Adapun asumsi yang dipergunakan adalah semua variabel independen yang diamati merupakan fungsi dari suatu faktor (variabel laten), yang memiliki dimensi bebas dan dapat mengelompok menjadi faktor-faktor yang belum ditentukan sebelumnya.
Terkait pengujian terhadap validitas data, prosedurnya ditempuh melalui tiga tahap. Pertama, pengujian terhadap kelayakan jumlah dan kualitas data. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis faktor. Kedua, pengujian terhadap “total varians yang
dijelaskan” (total variance explained), dengan maksud untuk mengetahui jumlah faktor yang direduksi. Ketiga, pengujian korelasi antara indikan dengan faktor, yang bertujuan untuk menjelaskan validitas konvergen dan validitas diskriminan. Berikut ini adalah serangkaian hasil yang diperoleh pada masing-masing prosedur pengujian yang dimaksud.
Pertama, hasil pengujian terhadap kelayakan jumlah dan kualitas data. Pada
pengujian kelayakan jumlah data yang dipandang memenuhi kriteria kecukupan sampel, teknik pelaksanaannya dilakukan berdasarkan tolok ukur besarnya nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) yang harus lebih besar dari nilai control off, yaitu sebesar 0,50, sedangkan untuk pengujian kualitasnya diukur melalui signifikansi nilai Bartlett's Test of Sphericity yang setara dengan nilai
chi-square-nya (Malhotra, 2004). Berdasarkan kedua teknik pengujian ini diperoleh kejelasan
yang mengindikasi kelayakan dari jumlah dan kualitas data sebagaimana terlihat pada Tabel IV.1 (lihat pula Lampiran 4).
Tabel IV.1.
Hasil Pengujian Kelayakan Data Penelitian
Kriteria Pengujian Nilai Uji
Control Off Value
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy 0,900 > 0,50
Bartlett’s Test of Sphericity 0,000 Signifikan < 0,05
Sumber: Data Primer (Diolah Peneliti, 2014).
Tabel IV-1 menunjukkan nilai KMO yang diperoleh adalah sebesar 0,90. Hal ini berarti bahwa jumlah partisipan dalam studi eksperimental ini telah memenuhi kriteria kecukupan sampel (KMO >control off sebesar 0,50). Sejalan dengan ini angka perolehan
Bartlett”s Test of Sphericity yang mencapai p < 0,01 mengindikasi bahwa secara keseluruhan
pengujian ini memberi jaminan bahwa data penelitian yang diperoleh memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis validitas datanya melalui analisis faktor.
Kedua, hasil pengujian terhadap “total varian yang dapat dijelaskan”. Pengujian total
varian yang dapat dijelaskan (total variance explained), pendekatannya dilakukan melalui metode maximum likelihood, dengan tujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhasil dikelompokkan. Berdasarkan metode ini, ada 10 faktor yang dapat dikelompokkan dalam rangka meningkatkan total varians maksimumnya. Kesepuluh faktor tersebut masing-masing memiliki eigen value sebagamana terlihat pada Tabel IV.2 dan Lampiran 4.
Tabel IV.2.
Total Variance Explained (Eigen Value >1)
Faktor Eigen Value % of Variance
Faktor 1 18,001 36,738 Faktor 2 4,848 9,894 Faktor 3 4,461 9,105 Faktor 4 4,070 8,306 Faktor 5 3,529 7,203 Faktor 6 2,940 5,999 Faktor 7 2,351 4,799 Faktor 8 2,243 4,577 Faktor 9 2,058 4,199 Faktor 10 1,472 3,005
Sumber: Data Primer (Diolah Peneliti). Keterangan:
Metode Ekstraksi: Maximum Likelihood.
Ketiga, Hasil pengujian validitas konvergen dan validitas diskriminan. Hasil
pengujian validitas konvergen dan validitas diskriminan dapat dijelaskan melalui matriks komponen rotasi sebagaimana ditampilkan Tabel IV.3 dan Lampiran 5. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa semua indikan adalah variabel independen yang merupakan fungsi dari suatu faktor yang tidak tampak (variabel laten). Oleh karena dalam hal ini hasil pengujian mengindikasi semua loading factor mencapai angka di atas 0.5, maka seluruh variabel yang dipergunakan dinyatakan valid.
Tabel IV.3.
Matriks Komponen Rotasi
Indikan Faktor I Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6 Faktor 7 Faktor 8 Faktor 9 Faktor I0
F1 0,909 F2 0,908 F3 0,937 F4 0,937 F5 0,931 F6 0,882 F7 0,905 RS1 0,937 RS2 0,932 RS3 0,928 RS4 0,922 RS5 0,900 KP1 0,886 KP2 0,874 KP3 0,904 KP4 0,903 KP5 0,897 K1 0,923 K2 0,904 K3 0,886 K4 0,894 K5 0,916 KL1 0,901 KL2 0,869 KL3 0,884 KL4 0,886 KL5 0,921 H1 0,850 H2 0,828 H3 0,861 H4 0,826 H5 0,871 Dilanjutkan ………...
Tabel IV.3. (Lanjutan)
Indikan Faktor I Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5 Faktor 6 Faktor 7 Faktor 8 Faktor 9 Faktor I0
B1 0,904 B2 0,886 B3 0,892 B4 0,879 B5 0,912 PP1 0,913 PP2 0,899 PP3 0,893 PP4 0,921 KEP1 0,868 KEP2 0,835
KEP3 0,875 KEP4 0,902 KEP5 0,888 LOY1 0,903 LOY2 0,908 LOY3 0,922
Sumber: Data Primer (Diolah Peneliti, 2014).
Keterangan: Metode Ekstraksi: Principal Component Analysis. Metode Rotasi Faktor: Varimax with Kaiser Normalization
Setelah seluruh variabel dinyatakan valid, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas data. Pengujian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi kemampuan instrumen dalam menjelaskan fenomena yang diukur. Berikut ini adalah penjelasannya terkait hasil pengujian reliabilitas yang diperoleh.
3. Reliabilitas Data.
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi atau keterhandalan internal dari suatu instrumen penelitian. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk mengkonfirmasi kemampuan instrumen dalam menjelaskan fenomena yang diukur. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi keyakinan bahwa data yang telah diuji validitasnya adalah data yang sahih, sehingga teridentifikasi seberapa baik item-item dalam kuesioner yang dipakai berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Pengujian reliabilitas yang dilakukan penelitian ini menggunakan pendekatan internal
consistency reliability. Tolok ukur reliabilitasnya adalah apabila chronbach’s alpha yang
diperoleh melebihi angka 0,7 (Maholtra, 2004). Berdasarkan hasil pengujian terbukti bahwa semua item yang dikumpulkan dinyatakan handal (reliable) (lihat Tabel IV.4 dan Lampiran 6). Hal inidikarenakan nilai dari seluruh koefisien chronbach’s alpha melebihi angka 0.7.
Tabel IV.4.
Variables Corrected Item To Total Correlation If Item Deleted Alpha Cronbach 's Alpha Coeficient Pemasaran Relasional 0,986 H1 0,966 0,981 H2 0,951 0,983 H3 0,961 0,982 H4 0,965 0,981 H5 0,942 0,984 Kualitas Layanan F-1 0,966 0,990 F-2 0,946 0,991 0,991 F-3 0,988 0,988 F-4 0,986 0,989 F-5 0,979 0,989 F-6 0,935 0,992 F-7 0,958 0,990 S1 0,965 0,991 0,992 RS2 0,980 0,989 RS3 0,985 0,988 RS4 0,984 0,988 RS5 0,961 0,992 KP1 0,940 0,985 0,986 KP2 0,945 0,984 KP3 0,972 0,980 KP4 0,983 0,979 KP5 0,947 0,984 K1 0,919 0,942 0,958 K2 0,876 0,949 K3 0,853 0,953 K4 0,881 0,949 K5 0,887 0,948 Dilanjutkan ………...
Tabel IV.4. (Lanjutan)
Variables Corrected Item To Total Correlation If Item Deleted Alpha Cronbach 's Alpha Coeficient
KL1 0,917 0,941 0,957 KL2 0,860 0,951 KL3 0,884 0,947 KL4 0,880 0,917 KL5 0,865 0,950 Biaya Kepindahan b1 0,981 0,984 0,989 b2 0,950 0,988 b3 0,969 0,986 b4 0,956 0,987
b5 0,973 0,985 PP-1 0,971 0,981 0,987 PP-2 0,960 0,984 PP-3 0,956 0,985 PP-4 0,977 0,979 Kepuasan 0,978 KEP1 0,922 0,975 KEP2 0,910 0,976 KEP3 0,914 0,976 KEP4 KEP4 0,972 0,967 KEP5 0,957 0,969
Niat Untuk Loyal 0,979
LOY1 LOY1 0,937 0,983 LOY2 0,958 0,968 LOY3 0,973 0,957
Sumber: Data Primer (Diolah Peneliti, 2014).
Selanjutnya, setelah diperoleh kejelasan tentang kelayakan aspek validitas dan reliabilitas data, dikemukakan pula profil karakteristik partisipan yang menjadi subyek penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk memberi dukungan terhadap kelengkapan data yang diperoleh. Berikut ini adalah penjelasan hasil analisisnya.
4. Profil Karakteristik Partisipan.
Profil karakteristik partisipan yang melatarbelakangi studi ini tampak bervariasi. Hal ini dapat ditelusuri dari aspek; (1) kelompok usia, (2) jenis kelamin (3) jenjang pendidikan, dan (4) jumlah uang saku yang diterima setiap bulannya. Untuk jelasnya, Tabel IV.5 dan Lampiran 7 mendeskripsikan hal tersebut berdasarkan pendekatan variabel demografis berikut ini.
Usia Partisipan. Tabel IV.5 mengindikasi bahwa usia partisipan bervariasi antara 18
hingga 21 tahun. Proporsi yang terbesar didominasi oleh kelompok usia 18 - 19 tahun. Angkanya mencapai 98,3 persen atau sebanyak 118 orang. Jika kelompok ini dikaitkan dengan persyaratan bahwa partisipan yang dipandang layak untuk mengikuti program adalah yang belum banyak mengetahui layanan perbankan, maka hal ini dianggap masih relatif cukup layak.
Tabel IV.5.
Profil Karakteristik Partisipan
Variabel Demografis Jumlah partisipan Persentase
Usia 18 – 19 tahun (Kelompok 1) 118 98.3 20 - 21 tahun (Kelompok 2) 2 1.7 Mean: 1.02 Mode: 1 Jenis Kelamin Perempuan (Kelompok 1) 74 61.7 Lelaki (Kelompok 2) 46 38.3 Mean: 1.38 Mode: 1 Pendidikan Semester II (Kelompok 1) 118 98.3 Semester IV (Kelompok 2) 2 1.7 Mean: 1.02 Mode: 1
Uang Saku Per-Bulan
Rp 400.000,- s/d Rp 500.000,- 81 67.5 Rp 500.001,- s/d Rp 600.000,- 20 16.7 Rp 601.000,- s/d Rp 750.000,- 19 15.8 Mean: 1.48 Mode: 1 Valid N (Listwise) 120 100
Sumber: Data Primer (Diolah Peneliti, 2014).
Kondisi yang demikian antara lain kemungkinannya disebabkan oleh faktor; (1) partisipan tidak mempunyai kelebihan uang untuk ditabung, (2) partisipan belum bekerja, atau (3) karena faktor lain yang ditengarai masih adanya budaya orang-tua yang menganggap persoalan keuangan anak masih berada di bawah tanggungjawabnya, sehingga belum saatnya bagi partisipan untuk memiliki rekening bank atas namanya sendiri. Selanjutnya, berdasarkan hasil seleksi yang cermat diperoleh kejelasan bahwa partisipan mempunyai perspektif pemikiran ke depan untuk berniat menjadi nasabah. Oleh karena itu, studi ini menyikapinya dengan cara
mendesain instrumen-instrumen stimulus yang dapat mengeliminasi perbedaan persepsi karena faktor usia.
Jenis Kelamin. Hasil analisis terkait jenis kelamin mengindikasi bahwa sebagian besar
partisipan adalah perempuan. Jumlahnya mencapai 74 orang atau sebesar 61,7 persen, sedangkan sisanya diikuti oleh kaum lelaki sekitar 38,3 persen atau 46 orang (lihat Tabel IV.5). Kendati terdapat perbedaan dalam jumlah yang relatif besar, namun mengingat jender dalam konteks kepantasan partisipan untuk menjadi nasabah dipersepsi terletak di antara keduanya, maka studi ini menyikapi fenomena yang demikian dengan cara mendesain instrumen-instrumen stimulus yang dapat mengeliminasi perbedaan persepsi akibat gender effect, agar tidak berimplikasi pada pembiasan hasil yang diperoleh.
Pendidikan. Yang dimaksud pendidikan dalam studi ini adalah tingkat semester
perkuliahan partisipan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kejelasan bahwa mayoritas tingkat perkuliahan partisipan berada pada semester II. Proporsinya mencapai angka 98,3 persen, atau menduduki ranking yang terbesar. Di lain pihak, proporisi yang terkecil diduduki oleh partisipan semester IV yaitu sebesar 1,7 persen (lihat Tabel IV.5).
Dalam konteks ini, apabila latar belakang pendidikan dikaitkan dengan respon yang diberikan, bisa saja diperkirakan muncul fenomena yang berpotensi membiaskan hasil-hasil yang diperoleh. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan yang diterima selama perkuliahan berpeluang ke arah pembiasan tersebut. Akan tetapi mengingat pertimbangan bahwa partisipan belum bekerja dan tidak memiliki rekening bank, maka studi ini berupaya menyikapinya dengan cara mendesain instrumen-instrumen stimulus yang dapat mengeliminasi perbedaan persepsi karena faktor pendidikan.
Uang Saku. Uang saku yang dimaksud dalam studi ini adalah besarnya nilai rata-rata
uang yang diterima partisipan setiap bulannya. Uang ini dianggap sebagai disposable income, yang nilainya dihitung tanpa memperhatikan status sosial yang melatarbelakanginya. Hal ini dipandang penting, karena kemungkinannya dapat saja berimplikasi pada pola keperilakuan yang berbeda.
Berdasarkan hasil analisis Tabel IV.5 diperoleh indikasi bahwa mayoritas partisipan menerima uang saku antara Rp 400.000,- hingga Rp 500.000,- Proporsinya mencapai 67,5 persen, sedangkan yang lainnya (16,7 persen) menerima Rp 500.000,- hingga Rp 600.000,-, dan sisanya (15,8 persen) antara Rp 600.000,- hingga Rp 700.000,- Oleh karena perbedaan ini diperkirakan dapat menimbulkan persepsi yang berbeda terhadap instrumen stimulus yang disajikan, maka studi ini berupaya pula menyikapinya dengan cara mendesain instrumen yang mampu mengeliminasi perbedaan persepsi akibat faktor uang saku.
Selanjutnya sebagai upaya untuk melengkapi elaborasi profil partisipan, dikemukakan pula hasil pengujian ANOVA yang menjelaskan kaitan antara variabel demografis dengan sikap positif terhadap kepuasan dan niat untuk loyal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya perbedaan respon, yang dapat menyebabkan pembiasan pada hasil-hasil pengujian yang diperoleh. Berikut ini adalah penjelasannya (lihat Tabel IV.6).
Tabel IV.6
Hasil Pengujian Anova
Keterangan Usia Jenis Kelamin Pendidikan Uang Saku (Per-Bulan) (Uji F) (Sig) (Uji F) (Sig) (Uji F) (Sig) (Uji F) (Sig)
Sikap Terhadap Kepuasan 0,199 0,657 0,189 0,664 0,199 0,657 0,320 0,727
Niat Untuk Loyal 0,179
0,673 1,144 0,287 0,483 0,488 0,281 0,756
Pertama, dalam konteks kepuasan: keragaman usia tidak berkaitan dengan keragaman
sikap terhadap kepuasan (uji F = 0,199, p = 0,657 > 0,05). Hal yang sama juga terjadi pada niat untuk loyal (uji F = 0,179, p = 0,673 > 0,05) (lihat Lampiran 7). Kondisi ini mengindikasi bahwa partisipan yang berusia 18 hingga 21 tahun berkecenderungan mempunyai sikap dan niat yang sama, sehingga tidak memberikan confounding effect terhadap sikap kepuasan dan niat untuk loyal. Hasil pengujian ini mengisyaratkan bahwa instrumen-instrumen eksperirnental laboratorium yang didesain studi ini berkemampuan menciptakan suatu kondisi yang dapat mengontrol usia untuk tidak bervariasi seperti yang diharapkan, sehingga tidak mempengaruhi hubungan kausalitas dari konsep yang dihipotesiskan.
Kedua, keragaman jender juga tidak berkaitan dengan keragaman pada sikap positif
terhadap kepuasan (uji F = 0,189, p = 0,664 > 0,05). Hal yang sama juga terjadi pada niat untuk loyal (uji F = 1,144, p = 0,287 > 0,05) (lihat Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan bahwa baik partisipan laki-laki maupun perempuan berkecenderungan mempunyai sikap dan niat yang sama, sehingga tidak memberikan confounding effect terhadap sikap kepuasan dan niat untuk loyal. Hasil pengujian ini mengisyaratkan bahwa instrumen-instrumen eksperimental laboratorium yang didesain studi ini berkemampuan menciptakan suatu kondisi yang dapat mengontrol faktor jender untuk tidak bervariasi seperti yang diharapkan, sehingga tidak mempengaruhi hubungan kausalitas dari konsep yang dihipotesiskan.
Ketiga, keragaman pendidikan tidak berkaitan pula dengan keragaman sikap positif
terhadap kepuasan (uji F = 0,199; p = 0,657 < 0,05). Variabel ini juga tidak berkaitan dengan keragaman niat untuk loyal (uji F = 0,483; p = 0,488 > 0,05) (lihat Lampiran 7). Hal ini mengindikasi bahwa pengetahuan yang terbentuk selama mengikuti perkuliahan cenderung tidak mempengaruhi sikap kepuasan dan niat untuk loyal partisipan. Dengan demikian, variabel ini
diperkirakan tidak memberikan confounding effect terhadap pengujian konsep-konsep yang dihipotesiskan.
Keempat, keragaman uang saku atau disposibel income per-bulan tidak berkaitan
dengan keragaman sikap positif terhadap kepuasan (uji F = 0,320, p = 0,727 > 0,05). Selain itu juga tidak berkaitan dengan keragaman niat untuk loyal (uji F = 0,281, p = 0.756 > 0,05) (lihat Lampiran 7). Hal ini mengindikasi bahwa perbedaan disposibel income juga tidak menyebabkan terjadinya perbedaan terhadap sikap kepuasan dan niat untuk loyal, sehingga variabel tersebut diperkirakan tidak memberikan confounding effect terhadap pengujian konsep-konsep yang dihipotesiskan.
Setelah dideskripsikan profil karakteristik partisipan, maka sebagai pelengkap pengujian kualitas data dikemukakan pula hasil analisis satistik deskriftif variabel penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kecenderungan awal dari pola hubungan antar-variabel yang diamati. Berikut ini adalah penjelasannya.
5. Analisis Statistik Diskriptif Variabel Penelitian.
Hasil analisis statistik deskriptif variabel penelitian diidentifikasi melalui nilai rata-rata hitung, standar deviasi, dan nilai minimum dan maksimum sebagaimana terlihat pada Tabel IV.7 dan Lampiran 7. Dalam konteks ini, kriteria batas minimum dan maksimum yang ditetapkan adalah terdiri dari 7 tingkatan yaitu; (1) skor 1, mempunyai nilai yang “sangat rendah”, (2) skor 2: tergolong “rendah”, (3) skor 3: “agak rendah”, (4) skor 4: “cukup tinggi”, (5) skor 5: “agak tinggi”, (6) skor 6: tergolong “tinggi”, dan (7) skor 7: “sangat tinggi”.
Tabel IV.7.
Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel N Rata-Rata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Pemasaran Relasional 120 5,5500 1,05870 3,00 7,00
Kualitas Layanan 120 5,3448 0,59979 3,33 6,63
Biaya Prpindahan 120 5,2328 0,86045 3,00 7,00
Kepuasan 120 5,7883 0,91937 3,00 7,00
Niat Loyal 120 5,9222 0,86412 3,67 7,00
Sumber: Data primer (Diolah Peneliti, 2014).
Tabel IV.7 mengindikasi bahwa partisipan memiliki persepsi yang cukup tinggi terhadap variabel pemasaran relasional. Nilainya ditunjukkan oleh angka rata-rata sebesar 5.5500, pada skala 1 hingga 7. Hal ini mengisyaratkan tingginya daya tarik pemasaran relasional diperkirakan mampu berpotensi memunculkan tingkat kepuasan, dan pada gilirannya mendorong niat partisipan untuk loyal. Sejalan dengan ini, nilai rata-rata variabel kualitas layanan juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sekitar 5,3448. Dengan kata lain, hal ini mempunyai implikasi bahwa partisipan juga memiliki persepsi yang cukup tinggi terhadap variabel kualitas layanan, sehingga semakin tinggi kualitas layanan diperkirakan berpotensi mendorong tingkat kepuasan, yang pada gilirannya juga mendorong niat partisipan untuk loyal, sedangkan nilai rata-rata variabel biaya kepindahan yang mencapai 5,2328 mengindikasi bahwa persepsi partisipan terhadap biaya kepindahan cukup tinggi pula.
Di sisi lain, nilai rata-rata variabel kepuasan yang cukup tinggi (sebesar 5.7883) menunjukkan sikap partisipan yang cenderung positif terhadap sikap kepuasan. Sementara nilai rata-rata variabel niat untuk loyal sebesar 5.9222 juga menunjukkan relatif tingginya minat partisipan untuk loyal. Hal ini secara implisit mengekspresikan bahwa efek dari masing-masing variabel independen dalam membentuk sikap terhadap kepuasan dan niat untuk loyal adalah positif. Dengan demikian dari keseluruhan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh pemasaran relasional, kualitas layanan dan biaya kepindahan dalam membentuk proses kepuasan dan niat untuk loyal cukup tinggi.
pembentukan kepuasan dan niat loyal merupakan pembahasan berikutnya yang dipaparkan pada bab ini. Akan tetapi sebelum pembahasannya dikemukakan, terlebih dahulu dijelaskan beberapa hasil pengujian asumsi klasik yang bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa model yang dibangun adalah BLUE (The Best Linier Unbiased Estimated Model), sehingga hasil prediksinya memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan tidak bias. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan pembuktian hipotesis, dan akhirnya ditutup oleh justifikasi tentang kepuasan sebagai variabel mediasi.
B. Pengujian Asumsi Klasik.
Dalam studi ini, ada dua katagori pengujian asumsi klasik yang dilakukan. Pertama, pengujian asumsi klasik untuk model regresi tahap-1 dan tahap-2 yang berkaitan dengan proses pembentukan sikap terhadap kepuasan, dan yang kedua; pengujian asumsi klasik untuk model regresi tahap-1 dan tahap-2 yang berhubungan dengan proses pembentukan niat untuk loyal. Oleh karena itu, ada empat pengujian asumsi klasik, yang hasilnya dapat diinterpretasikan berdasarkan katagori berikut ini.
1. Pengujian Asumsi Klasik Terkait Proses Pembentukan Sikap Positif Terhadap Kepuasan.
Pengujian asumsi klasik pada proses pembentukan sikap positif terhadap kepuasan dimaksudkan untuk mengidentifikasi tiga hal. Pertama adalah untuk memperoleh kejelasan tentang ada-tidaknya masalah multkolinearitas yang sempurna. Kedua, untuk mengidentifikasi
masalah autolorelasi, dan yang ketiga untuk meyakinkan ada-tidaknya masalah
heteroskedastisitas pada model yang dibangun. Terkait pengujian terhadap ketiga hal ini, hasilnya dapat dielaborasi sebagai berikut;
Pertama, pengujian multikolinearitas. Untuk menguji multikolinearitas, ada beberapa
Pearson dan (2) melalui metode tolerance and variance inflation factor (VIF) (lihat Ghozali, 2007; Gujarati & Porter, 2009). Berdasarkan pengujian kedua metode ini hasilnya mengindikasi hal yang sama, yakni tidak terdapat multkolinearitas yang sempurna pada model yang dikonstruksi. Hal ini ditunjukkan oleh matrik korelasi antar-variabel independen dan nilai
tolerance and variance inflation factor (VIF), sebagaimana terlihat pada Tabel L-8.1 hingga
Tabel L-8.4 pada Lampiran 8.
Tabel L-8.1 dan L-8.2 pada Lampiran 8 memperlihatkan nilai koefisien korelasi antar-variabel independen berada di bawah 0,9. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas yang sempurna (perfect multicolinearity) (lihat Ghozali; 2007). Dengan kata lain, tidak terjadi multikolinearitas yang dapat menyebabkan koefisien regresinya menjadi tidak menentu (undeterminate), dan standard error-nya menjadi tidak terbatas (infinite). Hal yang sama juga dibuktikan berdasarkan pengujian nilai tolerance dan variance inflation factor, yang hasilnya dijelaskan melalui interpretasi kedua tabel berikut ini (lihat penjelasan yang sama pada Tabel IV-8 dan IV-9 di bawah ini).
Tabel IV-8
Koefisien Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
(Tahap I Sebelum Moderasi, Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
Model Unstandardized Cooeficients Standardized Cooeficients t Sig Collinearity Statistics
B Std Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -,284 ,349 -,816 ,416 Service Quality ,683 ,113 ,445 6,057 ,000 ,257 3,894 Relationship Marketing ,437 ,064 ,503 6,841 ,000 ,257 3,894 Sumber: Tabel L-8.3 Lampiran 8.
Tabel IV-8 memperlihatkan hasil pengujian asumsi klasik pada model regresi tahap-1, yang mengindikasi tidak adanya masalah multikolinearitas yang sempurna. Hal ini terekspresi melalui collinearity statistics untuk nilai tolerance pada variabel kualitas layanan
(service quality) dan pemasaran relasional (relationship marketing) yang masing-masing nilai tolerance-nya > 0.10, dan variance inflation factor < 10. Demikian kondisi yang sama juga
ditunjukkan oleh hasil pengujian asumsi klasik pada model regresi tahap-2 (nilai tolerance > 0.10, dan variance inflation factor < 10) (lihat Tabel IV-9), sehingga model yang didesain dapat dipakai sebagai alat prediksi yang cukup baik.
Tabel IV-9.
Koefisien Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
(Tahap II Sesudah Moderasi, Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
Model Unstandardized Cooeficients Standardized Cooeficients t Sig Collinearity Statistics
B Std Error Beta Tolerance VIF
1(Constant) -,676 ,410 -1,651 ,101 Service Quality ,621 ,114 ,045 5,438 ,000 ,224 4,454 Relationshop Marketing ,307 ,081 ,353 3,794 ,000 ,144 6,951 Biaya Kepindahan ,302 ,086 ,283 3,508 ,001 ,192 5,202 KL*BK ,007 ,008 ,055 ,849 ,398 ,300 3,332 PR*BK -,011 ,007 -,120 -1,593 ,114 ,219 4,570 Sumber: Tabel L-8.4 Lampiran 8.
Kedua, pengujian autolorelasi. Pengujian yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
ada-tidaknya masalah korelasi seri ini, yang dapat menyebabkan disturbance term (Ʃi) dari
masing-masing observasi saling mempengaruhi, ternyata mengisyaratkan adanya masalah autolorelasi pada model yang dibangun. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian yang teknik analisisnya didasarkan pada pendekatan d’Durbin-Watson method, sebagaimana ditampilkan Gambar IV-1 dan Gambar IV-2.
Gambar IV-1
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Awal Tahap-1 (Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
Tidak ada keputusan MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif Tidak ada keputusan MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif
2,39 2,491 4 Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif. Sumber: Hasil Olahan Lampiran 9.
Tabel IV-10
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-1
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Kepuasan
Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen α 120 3 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung 4 - dU 4 - dL Kriteria penilaian Terdapat autokorelasi 1,61 1,74 2,491 4 - 1,74 = 2,26 4 - 1,61 = 2,39 4 - dL< d < 4 2,39 < 2,491 < 4
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 9.
Gambar IV-1 menjelaskan pengujian autokorelasi padamodel regresi tahap-1, yang mengindikasi adanya masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai d’Durbin-Watson yang
mencapai angka 2,491, pada cut off value 2,39 < d < 4 (periksa pula Lampiran 9). Demikian hal
yang sama juga diperlihatkan oleh hasil pengujian tahap-2, yang mengisyaratkan adanya masalah autokorelasi (uji D-W = 2,446; pada cut off value yang berada di daerah 2,43 < d < 4) (lihat Gambar IV-2 dan Lampiran 10).
Gambar IV-2
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Awal Tahap-2 (Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
d 4 4-dL 4-dU 2 dU dL 0 Menerima Ho atau Hó atau keduanya Tidak ada keputusan MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif Tidak ada keputusan 2,491
2,43 2,446 4
Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif. Sumber: Hasil Olahan Lampiran 10.
Tabel IV-11
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-2
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Kepuasan
Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen α 120 5 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung 4 - dL Kriteria penilaian Terdapat autokorelasi 1,57 1,78 2,446 4 - 1,57 = 2,43 4 - dL< d < 4 2,43 < 2,446 < 4
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 10.
Tabel IV-12.
Kriteria Pengambilan Keputusan Ada-Tidaknya Autokorelasi
Hipotesis Nol: Keputusan: Jika:
Terjadi autokorelasi positif Tolak 0 < d <dL
Tidak ada korelasi positif Tidak ada keputusan dL ≤ d ≤ dU
Terjadi autokorelasi negatif Tolak 4 - dL< d < 4
Tidak ada korelasi negatif Tidak ada keputusan 4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL Tidak ada korelasi positif atau negatif Diterima dU < d <4 - dU
Sumber: Iman Ghozali, Undip 2007.
Terkait hasil pengujian yang mengindikasi adanya problem autokorelasi, salah-satu faktor penyebabnya kemungkinan diduga karena adanya upaya saling tukar-menukar informasi di antara sesama partisipan, ketika proses pengisian kuesioner sedang berlangsung. Kendati pada saat pelaksanaan eksperimen peneliti telah berusaha melakukan pengawasan sedemikian rupa, namun mengingat posisi tempat duduk partisipan yang saling berdekatan, beberapa hal yang
d 4 4-dL 4-dU 2 dU dL 0 Menerima Ho atauHó Atau keduanya 2,446
tidak diharapkan kemungkinannya dapat saja terjadi. Oleh karena itu untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan, studi ini berupaya menggunakan metode pengujian yang diperkirakan mampu menghilangkan efek autokorelasi, sehingga model yang dibangun dapat dipakai sebagai alat prediksi yang efisien.
Menurut Engle (2001), penggunaan metode ARCH (Auto Regressive Conditional
Heteroscedasticity) atau GARCH (Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity)
dapat dipakai untuk mengakomodasi dan sekaligus mengeliminasi varians yang diperkirakan menjadi faktor penyebab ketidakefisienan suatu prediksi. Akan tetapi dari berbagai spesifikasi yang ada, studi ini hanya memilih metode GARCH, agar model yang dibangun dapat dipergunakan sebagai alat prediksi yang efisien. Hal ini dikarenakan metode ini dipandang cocok untuk merepresentasikan hasil pengujian remedial terhadap model regresi tahap-1 dan tahap-2. Berikut ini adalah penjelasan hasil elaborasinya.
Gambar IV-3
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Remedial Tahap-1 (Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
1,74 2,085 2,26 Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif.
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 11.
Tabel IV-13.
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-1 (Remedial)
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Kepuasan
Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen
120 3 d 4 4-dL 4-dU dU dL 0 Tidak ada keputusan MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif Menerima Ho atauHó Atau keduanya 2,085 MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif Tidak ada keputusan 2
α 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung 4 - dU Kriteria penilaian
Tidak ada korelasi positif atau negatif
1,61 1,74 2,084502 4 - 1,74 = 2,26 dU < d < 4 - dU 1,74 < 2,085 < 2,26
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 11.
Gambar IV-3 menjelaskan pengujian autokorelasi model regresi remedial tahap-1, yang mengindikasi tidak adanya masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai d’Durbin-Watson
yang mencapai 2,085, pada cut off value 1,74 < 2,085 < 2,26 (lihat juga Lampiran 11). Demikian
hal yang sama juga diperlihatkan oleh hasil pengujian tahap-2, yang mengisyaratkan tidak adanya problem autokorelasi (uji D-W = 2,207; dengan nilai cut off 1,78 < 2,207 < 2,22) (lihat Gambar IV-4 dan Lampiran 12), sehingga model yang dibangun dapat dipakai sebagai alat prediksi yang efisien.
Gambar IV-4
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Remedial Tahap-2 (Dengan Variabel Dependen: Kepuasan)
1,78 2,207 2,22 Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif. Sumber: Hasil Olahan Lampiran 12.
Tabel IV-14.
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-2 (Remedial)
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Kepuasan
d 4 4-dL 4-dU 2 dU dL 0 Tidak ada keputusan MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif Menerima Ho atauHó Atau keduanya 2,207 MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif Tidak ada keputusan
Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen α 120 5 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung 4 - dU Kriteria penilaian
Tidak ada korelasi positif atau negatif
1,57 1,78 2,207134 4 - 1,78 = 2,22 dU < d < 4 - dU 1,78 < 2,207 < 2,22
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 12.
Ketiga, pengujian heteroskedastisitas. Terkait pengujian ini, ada beberapa metode yang
dapat dipilih. Akan tetapi semuanya mengindikasi hasil yang sama. Oleh karena itu studi ini hanya menggunakan metode White. Hal ini dikarenakan metode ini dipandang cukup untuk mempresentasikan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan hasil pengujian pada model regresi tahap-1, diperoleh kejelasan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Hal ini dapat ditelusuri melalui taraf signifikansi, koefisien residual, hasil uji F, dan chi-square dari masing-masing variabel independen yang terdapat pada Tabel IV-15.
Tabel V-15.
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Model Regresi Awal Tahap-1 (Dengan Variabel Dependen: Resid^2)
Variabel Koefisien t-Statistik Prob Konstanta -2.302901 -1.433084 0.1547 Kualitas Layanan (KL) -2.757360 -2.044100 0.0633 KL^2 -0.358481 -1.546880 0.1248 KL*PR -0.313043 1.252929 0.2129 KL*BK -0.128336 -0.803551 0.4234 Pemasaran Relasional (PR) -1.412422 -1.836758 0.0689 PR^2 -0.135059 -1.309522 0.1931 PR*BK 0.231100 1.546403 0.1249 BK -0.311116 -0.439182 0.6614 BK^2 -0.031043 -0.344326 0.7313 F-statistic 1.578118 Prob. F(9,110) 0.1305
Obs*R-squared
13.72242 Prob. Chi-Square(9) 0.1325
Sumber: Lampiran 13.
Tabel IV-15 mengindikasi secara tidak signifikan fenomena semakin tinggi pemasaran relasional semakin tinggi tingkat residual (variasi subyek / kesalahan) (p = -1.412; uji t = -1.837; p = 0.07 > 0,05), sementara di sisi lain semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi tingkat residual juga tidak signifikan pada taraf signifikansi 5 persen (p = - 2.757; uji t = -2.044; p = 0.06 > 0,05), sedangkan untuk uji F dan chi-kuadrat juga demikian, sebagaimana diekspresikan melalui hasiluji F = 1.578; p = 0,13 > 0,05 dan uji chi-square = 13.722; p = 0,13 > 0,05).
Demikian kondisi yang tidak signifikan juga dapat ditelusuri melalui hasil pengujian terhadap nilai koefisien residual dari masing-masing variabel independen, uji F, dan uji chi-square pada model regresi tahap-2 (uji F = 0.958; p = 0.51 > 0,05, dan uji chi-chi-square = 16.520; p = 0.48 > 0,05) (lihat Tabel IV-16). Oleh karena itu berdasarkan hasil pengujian ini, beserta kedua komponen pengujian asumsi klasik lainnya yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat masalah mulitikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas, sehingga model yang dikonstruksi dapat dipergunakan sebagai alat prediksi yang efisien.
Tabel IV-16.
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Model Regresi Awal Tahap-2 (Dengan Variabel Dependen: Resid^2)
Variabel Koefisien t-Statistik Prob Konstanta -31.09032 -0.944213 0.3473 Pemasaran Relasional (PR) -7.503813 -0.406833 0.6850 PR^2 1.468337 0.436824 0.6632 PR*KL -1.665398 -0.194878 0.8459 PR*BK 1.780762 0.224888 0.8225 PR*(PR*BK) -0.631152 -0.507530 0.6129
PR*(KL*BK) 0.958564 0.287104 0.7746 Kualitas Layanan (KL) 18.02209 0.668072 0.5056 KL^2 -0.709493 -0.116877 0.9072 KL*BK -5.823328 -0.483586 0.6297 KL*(KL*BK) -0.002833 -0.001121 0.9991 Biaya Kepindahan (BK) 12.77143 0.787126 0.4330 BK^2 -1.462609 -0.710644 0.4789 BK*(PR*BK) -0.045746 -0.055239 0.9561 BK*(KL*BK) 0.495038 0.372938 0.7100 PR*BK 0.062330 0.538088 0.5917 (PR*BK)*(KL*BK) -0.116462 -0.358652 0.7206 KLBK^2 0.019487 0.075295 0.9401 F-statistic 0.957837 Prob. F(17,102) 0.5105 Obs*R-squared 16.51957 Prob. Chi-Square(17) 0.4873 Sumber: Lampiran 14. \
Selanjutnya, dari beberapa hasil pengujian asumsi klasik yang dilakukan dapat diinterpretasikan sejumlah hasil pengujian hipotesis yang terdapat pada proses pembentukan sikap positif terhadap kepuasan. Adapun landasan analisisnya bersumber dari hasil pengujian regresi sebagaimana ditampilkan Tabel IV.17.
Tabel IV.17.
Hasil Analisis Regresi Dengan Variabel Dependen: Kepuasan
Variabel Independen Tahap-1 (Sebelum dimoderasi) Tahap-2 (Setelah dimoderasi) GARCH [1] - 0.503 - 0.310 [2] (- 2.872)*** (- 3.574)*** Konstanta [1] - 2.061 - 4.287 [2] (- 4.615)*** (- 70.560)*** Efek Utama: Pemasaran Relasional (PR) [1] 0.294 - 0.658 [2] (6.592)*** (- 6.501)*** Kualitas Layanan (KL) [1] 0.739 2.216 [2] (10.849)*** (21.184)*** Biaya Kepindahan (BK) [1] 0.215 0.895 [2] (4.554) *** (7.706)***
Efek Interaksi 2 Arah: PR*BK [1] 0.193 [2] (10.589)*** KL*BK [1] - 0.329 [2] (- 10.416)*** F Test: R² [3] 0.863 0.875 Adjusted R² [4] 0.849 0.863 F-statistic [5] 62.042*** 76.010*** ∆ ∆ Adjusted R² [6] 0,014 5.67**
F Test pada ∆ Adjusted R² [7]
Catatan: N = 120; [1] = Koefisien [2] = z-Statistic [3]
= Koefisien determinasi yang mencerminkan seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikat
[4]
= Koefisien determinasi setelah ditambahkan satu variabel penjelas
[5]
= Nilai uji F statistik
[6]
= Selisih nilai koefisien determinasi atas adanya penambahan satu variabel penjelas yaitu biaya kepindahan
[7]
= Nilai kenaikan uji F terhadap adanya penambahan satu variabel penjelas (biaya kepindahan) * = p < 0,10; ** = p < 0,05; *** = p < 0,01
Sumber: Lampiran 11 dan 12.
Tabel IV.17 memperlihatkan rangkuman hasil-hasil pengujian terhadap regresi remedial, setelah terindikasi tidak adanya masalah mulitikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Semua pengujian ini dilakukan sebelum uji hipotesis dilaksanakan, dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa kedua model regresi remedialnya bersifat BLUE (The Best Linear
Unbiased Estimate), sehingga dapat dipergunakan sebagai alat prediksi yang efisien dalam
mengkaji fenomena sikap positif terhadap kepuasan. Selanjutnya, dalam upaya mengidentifikasi
goodness-of-fit dilakukan pengujian simultan sebagaimana dijelaskan pada bahasan berikut ini.
Pertama, pengujian goodness-of-fit terhadap model regresi remedial tahap-1.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh kejelasan bahwa nilai goodness-of-fit untuk model
regresi remedial tahap-1 tergolong baik (uji F = 62.042; p = 0,00 < 0,0). Dengan kata lain,
fenomena sikap positif terhadap kepuasan. Sementara nilai adjusted R2 sebesar 0.85 menunjukkan bahwa varians sikap terhadap kepuasan adalah terdiri dari varians pemasaran relasional, kualitas layanan dan biaya kepindahan sebesar 85 persen, sedangkan sisanya merupakan komponen atau varians dari variabel-variabel lain di luar model (lihat Lampiran 11).
Kedua, hasil pengujian model regresi remedial tahap-2 nilai goodness-of-fit yang
diperoleh tergolong baik pula (uji F = 76.010; p = 0,00 < 0,01). Hal ini mengindikasi bahwa
model regresinya juga dapat digunakan dengan baik untuk menjelaskan fenomena sikap terhadap
kepuasan, sedangkan nilai adjusted R2 sebesar 0,86 juga mengisyaratkan bahwa varians sikap
positif terhadap kepuasan dapat dijelaskan oleh varians pemasaran relasional, kualitas layanan dan biaya kepindahan. Nilainya mencapai angka sebesar 86 persen, sementara yang selebihnya 14 persen merupakan komponen atau varians dari variabel-variabel di luar model (lihat Lampiran 12).
Selanjutnya atas dasar hasil pengujian terhadap efek interaksi dua arah diperoleh kejelasan tentang semakin tingginya goodness-of-fit yang terjadi. Hal ini dikarenakan model regresi remedial tahap-2 berbeda secara signifikan dibanding model regresi remedial tahap-1, dalam menjelaskan fenomena proses pembentukan sikap terhadap kepuasan. Hal ini terbukti dari
nilai F stat tahap-2 sebesar 76.010*** yang lebih tinggi daripada F stat tahap-1 yang hanya
mencapai 62.042***, atau hasil uji F-test pada R2 = 5.67 > F-table sebesar 3,18, dengan p <
0,01. Dengan demikian, kondisi ini menunjukkan bahwa peran biaya kepindahan dipertimbangkan penting oleh nasabah dalam hal memperkuat atau memperlemah sikap kepuasan. Selanjutnya, untuk penjelasan lebih lengkap mengenai hasil-hasil pengujian hipotesis terkait proses pembentukan sikap terhadap kepuasan dapat dikemukakan dalam pembahasan
berikut ini.
2. Pengujian Hipotesis Pada Proses Pembentukan Sikap Kepuasan.
Sebelum pembahasan ini meinterpretasikan hasil-hasil pengujian hipotesis, terlebih dahulu dijelaskan makna daripada hasil pengujian Garch sebagaimana tercantum pada Tabel IV.17. Hal ini dikarenakan eksistensinya selalu muncul, baik ketika dilakukan pengujian terhadap main effect maupun two ways interaction effect. Selain itu, secara teoretikal hasil pengujian Garch juga mempunyai arti penting dalam menginterpretasikan pola hubungan yang terjadi dilihat dari perspektif teori keperilakuan. Berbeda halnya dengan nilai konstanta, yang dalam pembahasan ini sengaja tidak diinterpretasikan. Hal ini dikarenakan nilainya dipandang tidak mempunyai makna teoretis, terhadap interpretasi keperilakuan yang menjadi fokus studi ini.
Yang dimaksud dengan Garch dalam hal ini adalah suatu teknik mengeliminasinilai residual yang berfluktuasi, yang dapat berpotensi menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Apabila nilai yang signifikan ini tidak dikontrol, maka kondisi yang demikian dapat merusak model, sehingga hasil pengujian yang diperoleh mencerminkan ketidakefisienan estimasi model. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian melalui Garch, agar nilai residualnya dapat menghasilkan pola yang normal. Dengan kata lain, pengertian arti pentingnya Garh di sini adalah dimaksudkan sebagai suatu cara untuk mengakomodasi variasi variabel eksternal yang sudah dikontrol dengan ketat, yang ternyata masih menimbulkan hal-hal yang berifat kebocoran. Apabila hal ini dibiarkan, maka akibatnya dapat berpotensi merusak model. Oleh karena itu hal ini harus dimodelkan, agar hasil estimasi yang dilakukan dapat menghasil model yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimated Model), atau nilai prediksi yang diperoleh memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan tidak bias.
Terkait arti pentingnya Garch dalam menginterpretasikan pola hubungan yang terjadi, hasil pengujian tahap-1 mengindikasi nilai perolehannya signifikan dan bertanda negatif (β = - 0.503; se = 0.175; uji z = - 2.872; p < 0,01) (lihat Lampiran 11). Kondisi ini mengisyaratkan bahwa sebelum variabel moderasi dimasukkan, reaksi partisipan terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kepuasan adalah signifikan. Demikian pula kondisi yang sama terjadi, ketika dilakukan pengujian terhadap model regresi pada tahap-2 (β = - 0.310;
se = 0.087; uji z = - 3.574; p < 0,01) (periksa Lampiran 12). Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi kesalahan yang dimunculkan variasi subyek berkaitan dengan pengisian terhadap kuesioner kepuasan. Kondisi yang demikian dapat terjadi dikarenakan kemungkinan adanya faktor eksternal yang muncul sebagai akibat latar belakang partisipan yang bervariasi, baik dilihat dari perspektif usia, jender, maupun lingkungan sosial-ekonomi. Selain itu juga diperkirakan karena adanya upaya saling tukar-menukar informasi yang terjadi di luar pengendalian peneliti, sehingga kesalahan persepsi dari salah-seorang partisipan dapat mempengaruhi kesalahan partisipan yang lain. Dengan demikian atas dasar pemaknaan ini dapat dirangkum sejumlah hasil pengujian hipotesis (Tabel IV-18), untuk selanjutnya dilakukan penginterpretasian sesuai tahapan berikut ini.
Tabel IV-18.
Hasil Pengujian Hipotesis Pada Proses Pembentukan Kepuasan
Hipotesis Hasil Pengujian Terhadap
Koefisien Regresi
H-1:
Semakin tinggi daya tarik pemasaran relasional, semakin tinggi kepuasan.
Tahap 1: Tahap 2:
Positif (+) dan signifikan Negatif (-) dan signifikan
H-2:
Semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh daya tarik pemasaran relasional pada kepuasan.
Tahap 1: Tahap 2: ---
Positif (+) dan signifikan
H-3: Semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi kepuasan.
Tahap 1: Tahap 2:
Positif (+) dan signifikan Positif (+) dan signifikan
H-4: Semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh kualitas layanan pada kepuasan. Tahap 1: Tahap 2: ---
Negatif (-) dan signifikan
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
3. Pengujian Hipotesis Tahap-1 dan Tahap-2 Pada Proses Pembentukan Sikap Kepuasan.
Interpretasi pengujian hipotesis pada tahap-1 dalam proses pembentukan sikap positif terhadap kepuasan, pembahasannya diarahkan untuk membuktikan pengaruh dua pola hubungan langsung (main effect) yang terdapat pada model yang didesain. Pertama adalah yang berkaitan dengan pengaruh pemasaran relasional pada kepuasan sebelum dimoderasi oleh biaya kepindahan (H-1). Kedua, pengaruh kualitas layanan pada kepuasan yang juga sebelum dimoderasi oleh biaya kepindahan (H-3). Sejalan dengan itu, pada pengujian tahap-2, penjelasannya selain ditujukan untuk mengungkap pengaruh interaksi antara biaya kepindahan terhadap hubungan pemasaran relasional pada kepuasan juga untuk membuktikan pengaruh kualitas layanan pada kepuasan yang dimoderasi biaya kepindahan (H-2 dan H-4). Berikut ini adalah pembahasannya.
Berdasarkan hasil pengujian tahap-1 terbukti bahwa hipotesis tentang semakin tinggi daya tarik pemasaran relasional semakin tinggi kepuasan (H-1) dapat diterima. Hal ini ditunjukkan oleh pola hubungan yang positif dan signifikan (β = 0.294; uji z = 6.592, dan p < 0.01) (lihat Tabel IV.17). Fenomena ini menjelaskan bahwa daya tarik pemasaran relasional merupakan cue yang dipertimbangkan penting oleh nasabah dalam membentuk sikap positif terhadap kepuasan. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan pemberian “hadiah yang bersifat kejutan”, dan yang diterima secara langsung oleh nasabah berpotensi menimbulkan daya tarik dan kepuasan. Argumen ini mengacu pada konsep Winner (2004), yang menjelaskan bahwa pemberian hadiah ekstra merupakan salah-satu komponen daripada customer service, loyalty
program dan community building dalam upaya menciptakan, membangun dan memelihara
nilai-nilai hubungan baik jangka panjang antara pemasar dengan konsumen. Dengan demikian, hasil temuan ini mendukung regularitas (keberaturan) fenomena hubungan positif seperti yang dikonsepkan studi-studi sebelumnya (lihat Thurau et al., 2002; Zineldin, 2006; Al-Maghrabi et al., 2011). Akan tetapi fenomena ini merupakan suatu pola hubungan yang belum dikaitkan dengan interaksi biaya kepindahan, yang dapat semakin memperkuat atau meningkatkan pengaruh pemasaran relasional pada kepuasan, atau sebaliknya yaitu semakin memperlemah atau menurunkan pengaruh tersebut.
Selanjutnya, ketika hubungan antara pemasaran relasional dan kepuasan dimoderasi oleh biaya kepindahan, hasilnya pada pengujian tahap-2 mengindikasi pengaruh yang arahnya berbalikan (negatif / semakin menurun dan signifikan). Hal ini dapat dilihat dari koefisien pemasaran relasional yang semula (tahap-1) mencapai 0.294 turun menjadi - 0.658 pada tahap-2 (lihat Tabel IV.17). Efek moderasi ini (pengaruh interaksi antara biaya kepindahan dengan pemasaran relasional yang nilai koefisen PR*BK-nya mencapai 0.193) mengungkap fenomena bahwa semakin tinggi biaya kepindahan semakin menurunkan daya tarik pemasaran relasional terhadap kepuasan. Hal ini kemungkinannya diperkirakan karena nilai hadiah yang diberikan tidak terlalu banyak memberikan manfaat lebih (lihat koefisien pemasaran relasional 0,294 yang relatif tidak jauh berbeda dengan koefisien beban biaya kepindahan sebesar 0,215), sehingga efek ini akan mengakibatkan tingkat kepuasan semakin menurun. Oleh karena itu fenomena ini mengisyaratkan bahwa ketika nasabah tidak mempunyai opini apapun, maka dengan semakin tinggi daya tarik pemasaran relasional semakin tinggi tingkat kepuasan. Akan tetapi ketika persepsinya dikaitkan dengan derajad biaya kepindahan yang semakin tinggi, kondisinya berubah menjadi sebaliknya. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan
semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperlemah pengaruh pemasaran relasional pada kepuasan (H-2) dapat diterima secara signifikan, Oleh karena itu hasil temuan ini konsisten dengan studi-studi terdahulu yang menyatakan proses keperilakuan loyalitas tergantung pada derajad biaya kepindahan. Kendati arahnya berubah menjadi berbalikan, atau semakin menurun (lihatYang & Peterson. 2004; Chea & Luo. 2005; Stant et al,, 2013).
Sejalan dengan temuan yang arahnya berbalikan tersebut, pada pengujian hipotesis semakin tinggi kualitas layanan semakin tinggi kepuasan (H-3), hasil analisis tahap-1 membuktikan bahwa pernyataan ini dapat diterima secara positif dan signifikan. Hal yang demikian ditunjukkan oleh nilai β yang mencapai 0.739; dengan uji z sebesar 10.849 pada tingkat signifikansi 1 persen. Fenomena ini juga mengisyaratkan bahwa kualitas layanan merupakan cue yang dipertimbangkan penting oleh nasabah dalam membentuk sikap positif terhadap kepuasan. Hal ini kemungkinannya terjadi dikarenakan kualitas layanan berkemampuan mendorong tingkat kepuasan, sehingga temuan ini mendukung regularitas fenomena hubungan positif sebagaimana dikonsepkan studi-studi sebelumnya (lihat Eisingerich & Bell, 2007; Al-Alak & Alnawas, 2010). Akan tetapi fenomena ini merupakan suatu pola hubungan yang belum dimoderasi oleh biaya kepindahan, yang hasil pengujiannya dapat dijelaskan berikut ini.
Ketika hubungan antara kualitas layanan dan kepuasan dimoderasi oleh biaya kepindahan, hasilnya pada pengujian tahap-2 mengindikasi pengaruh kualitas layanan yang semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien yang semula hanya mencapai 10.849 meningkat menjadi 21.184 (lihat Tabel IV.17). Efek moderasi ini (KL*BK = -0,328) mengisyaratkan bahwa dengan semakin tinggi biaya kepindahan (dari koefisien 0,215 pada
tahap-1 menjadi 0,895 di tahap-2), maka hal ini menyebabkan semakin memperkuat pengaruh kualitas layanan pada kepuasan. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa ketika pada awalnya nasabah tidak mempunyai opini apapun, maka dengan semakin tinggi daya tarik kualitas layanan semakin tinggi tingkat kepuasan. Akan tetapi ketika persepsinya dikaitkan dengan biaya kepindahan yang semakin tinggi, hasilnya bukan semakin memperlemah melainkan semakin memperkuat pengaruh kualitas layanan pada kepuasan, sehingga hipotesis (H-4) tidak terdukung. Dengan demikian hal ini tidak sejalan (inkonsisten) dengan hasil studi-studi terdahulu (lihat Yang & Peterson. 2004; Chea & Luo, 2005).
Terkait hasil temuan yang mengindikasi adanya pengaruh yang arahnya berbalikan dan inkonsisten tersebut, studi ini mengisyaratkan tentang perlunya kehati-hatian dalam menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Hal ini dikarenakan fenomena yang digambarkan dapat berpotensi membiaskan pemaknaan teori yang bersifat universal, yang pada gilirannya dapat berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan pemasaran yang disarankan. Meskipun demikian, mengingat metode yang didesain studi ini telah melalui suatu prosedur pengujian yang rigid, maka kebenaran hasil yang dperoleh masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun dasar pertimbangan yang dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap fenomena semakin tinggi biaya kepindahan semakin memperkuat pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan, antara lain kemungkinannya disebabkan konsumen semakin merasa puas terhadap superioritas kualitas jasa layanan yang diberikan, sehingga yang bersangkutan merasa enggan (tidak berkeinginan) untuk beralih ke layanan bank yang lain. Oleh karena itu, beban biaya peralihan yang dikenakan bukan menjadi suatu persoalan penting bagi dirinya.
Akhirnya, sebagai interpretasi terakhir dari rangkuman Tabel IV-17 diperoleh informasi yang menarik pada proses pembentukan sikap kepuasan. Hal ini dikarenakan model regresi
tahap-2 lebih superior dibanding tahap-1. Kondisi ini terekspresi melalui adanya disparitas hasil
F-test untuk ∆ Adjusted R2 yang mencapai 5.67, pada taraf signifikansi 1 persen. Adapun faktor
penyebabnya antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut;
Sebelum biaya kepindahan dimasukkan sebagai variabel moderasi, hasil pengujian pada
model regresi tahap-1 hanya menunjukkan nilai F-test sebesar 62.042, dan p < 0,01. Akan tetapi
setelah dimoderasi pada tahap-2 nilai F-test-nya meningkat menjadi 76.010, pada p < 0,01.
Sementara nilai Adjusted R2 yang semula hanya mencapai 0.849 berubah menjadi 0.863. Hal
ini berarti bahwa ketika sebelum dimoderasi, varians subyek yang mempengaruhi kepuasan
hanya dijelaskan oleh variabel pemasaran relasional dan kualitas layanan sebesar 85 persen (R2 =
0.849), kemudian meningkat menjadi 86 persen (R2 = (0.863) ketika ditambahkan oleh variabel
penjelas terkait interaksi biaya kepindahan, sedangkan yang selebihnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dengan demikian, kondisi ini mengisyaratkan bahwa biaya kepindahan dipandang sebagai cue yang dipertimbangkan penting dalam memoderasi proses pembentukan
sikap positif terhadap kepuasan. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana peran moderasi biaya kepindahan dalam konteks pembuktian hipotesis yang terdapat pada proses
pembentukan niat untuk loyal ?. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya, yang terlebih dahulu dimulai dengan pengujian asumsi klasik pada model yang didesain.
4. Pengujian Asumsi Klasik Terkait Proses Pembentukan Niat Untuk Loyal.
Pengujian asumsi klasik pada proses pembentukan niat untuk loyal mempunyai tujuan yang sama seperti halnya pada pengujian asumsi klasik pada proses pembentukan kepuasan, yaitu untuk mengidentifikasi tiga hal penting. Pertama, untuk mengidentifikasi ada-tidaknya masalah multikolinearitas yang sempurna. Kedua, untuk meyakinkan bahwa model yang dibangun tidak mengindikasi adanya problem autolorelasi, dan yang ketiga dalam rangka
memastikan tidak terjadinya heteroskedastisitas. Terkait pengujian terhadap ketiga komponen asumsi klasik ini, hasilnya dapat dielaborasi sebagai berikut;
Pertama, pengujian multikolinearitas. Sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan
pengujian asumsi klasik katagori yang pertama, pengujian multikolinearitas untuk katagori yang kedua ini juga dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu (1) berdasarkan metode analisis korelasi Pearson, dan yang ke (2) melalui metode tolerance and variance inflation factor (VIF). Berdasarkan pengujian kedua metode ini hasilnya mengindikasi hal yang sama, yakni tidak terdapat masalah multkolinearitas yang sempurna. Hal ini ditunjukkan oleh matrik korelasi antar variabel independen yang berada di bawah 0,9 (Tabel L-8.2 & L-8.2 pada Lampiran 8). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas yang sempurna
(perfect multicolinearity), yang dapat menyebabkan koefisien regresinya menjadi tidak menentu
dan standard error-nya menjadi tidak terbatas (Ghozali; 2007). Hal yang sama juga dibuktikan berdasarkan pengujian nilai tolerance dan variance inflation factor, yang hasilnya dijelaskan melalui interpretasi tabel berikut ini (lihat Tabel IV-19 dan IV-20 serta Tabel L-8.5 & L-8.6 pada Lampitan 8).
Tabel IV-19.
Koefisien Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
(Tahap I Sebelum Moderasi, Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal)
Model Unstandardized Cooeficients Standardized Cooeficients t Sig Collinearity Statistics
B Std Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) ,209 ,334 ,626 ,533 Service Quality ,490 ,121 ,340 4,068 ,000 ,195 5,119 Relationship Marketing ,214 ,078 ,262 2,735 ,007 ,149 6,730 Biaya Kepindahan -,063 ,078 -,062 -,808 ,421 ,228 4,379 Kepuasan ,386 ,091 ,411 4,252 ,000 ,147 6,823 Sumber: Tabel L-8.5 Lampiran 8.
Tabel IV-19 memperlihatkan hasil pengujian asumsi klasik pada model regresi tahap-1 yang mengindikasi tidak adanya masalah multikolinearitas yang sempurna. Hal ini terekspresi
melalui nilai collinearity statistics pada masing-masing variabel independen yang menunjukkan nilai tolerance > 0.10, dan variance inflation factor < 10. Demikian kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh hasil pengujian asumsi klasik pada model regresi tahap-2 (nilai tolerance > 0.10, dan variance inflation factor < 10) (lihat Tabel IV-20), sehingga model yang didesain dapat dipakai sebagai alat prediksi yang cukup baik.
Tabel IV-20.
Koefisien Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
(Tahap II Sesudah Moderasi, Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal) Model Unstandardized Cooeficients Standardized Cooeficients t Sig Collinearity Statistics B Std Error Beta Tolerance VIF 1(Constant) ,218 ,407 ,593 ,593 Service Quality ,545 ,125 ,378 4,359 ,000 ,176 5,668 Relationshop Marketing ,190 ,085 ,233 2,235 ,027 ,122 8,167 Biaya Kepindahan -,107 ,093 -,107 -1,155 ,251 ,156 6,400 Kepuasan ,365 ,091 ,389 4,007 ,000 ,141 7,084 KL*BK -,006 ,008 -,050 -,747 ,457 ,295 3,384 PR*BK -,006 ,007 -,066 -,824 ,412 ,209 4,794 KEP*BK ,017 ,007 ,181 2,418 ,017 ,237 4,211
Sumber: Tabel L-8-6 Lampiran 8.
Kedua, pengujian autolorelasi. Berdasarkan hasil pengujian pada model regresi tahap-1
diperoleh isyarat tentang tidak adanya masalah autolorelasi, atau korelasi seri yang menyebabkan disturbance term dari masing-masing observasi saling mempengaruhi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis yang teknik pendekatan juga dilakukan melalui metode
d’Durbin-Watson sebagaimana terlihat pada Gambar IV-5.
Gambar V-5
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Tahap-1 (Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal)
MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif Tidak ada keputusan Tidak ada keputusan MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif
1,76 1,804 2,24 Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif.
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 15.
Tabel IV-21
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-1
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen α 120 4 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung Kriteria penilaian Tidak ada keputusan
1,59 1,76 1,804 dU ≤ d ≤ 4 - dU 1,76 ≤ 1,804 ≤ 2,24
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 15.
Tabel IV-22
Kriteria Pengambilan Keputusan Ada-Tidaknya Autokorelasi
Hipotesis Nol: Keputusan: Jika:
Tidak terjadi korelasi positif Tolak 0 < d < dL
Tidak ada korelasi positif No Decision dL ≤ d ≤ dU
Tidak terjadi korelasi negatif Tolak 4 - dL < d < 4
Tidak ada korelasi negatif No Decision 4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL Tidak ada korelasi positif atau negatif Diterima du < d <4 - dU
Sumber:Iman Ghozali, Undip 2007.
Gambar IV-5 menjelaskan pengujian autokorelasi terhadap model regresi pada tahap-1, yang mengindikasi tidak adanya masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan oleh
nilai d’Durbin-Watson yang mencapai angka 1.804, pada cut off value 1,76 ≤ 1,804 ≤ 2,24
Menerima Ho atauHó Atau keduanya 1,804 0 dU 2 4-dU 4-dL 4 d dL
(periksaTabel IV-21). Demikian hal yang sama juga diperlihatkan oleh hasil pengujian tahap-2, yang mengisyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi (uji D-W = 2,090; dengan nilai cut off 1,78 < 2,090 < 2,22) (lihat Gambar IV-6 dan Tabel IV-23).
Gambar IV-6
Pengujian Statistik Durbin-Watson
Pada Model Regresi Tahap-2 (Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal)
1,78 2,090 2,22 Keterangan:
Ho: Tidak ada autokorelasi positif. Hó: Tidak ada autokorelasi negatif. Sumber: Hasil Olahan Lampiran 16.
Tabel IV-23.
Analisis Keputusan Autokorelasi Tahap-2
Pada Model Regresi Dengan Variabel Dependen: Niat Untuk Loyal
Jumlah Observasi
Jumlah variabel Independen α 120 5 0,05 Nilai kritis dL Nilai kritis dU Nilai DWhitung 4 - dU Kriteria penilaian
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
1,57 1,78 2,090 4 - 1,78 = 2,22 dU < d < 4 - dU 1,78 < 2,090 < 2,22
Sumber: Hasil Olahan Lampiran 16.
Ketiga, pengujian heteroskedastisitas. Dalam konteks pengujian ini juga dapat
dipergunakan beberapa metode yang tersedia, yang hasilnya mengindikasi hasil yang relatif tidak berbeda. Akan tetapi studi ini hanya menggunakan metode White, sebab
MenolakHo: Terjadi autokorelasi positif MenolakHó: Terjadi autokorelasi negatif Tidak ada
keputusan Menerima Ho atauHó Atau keduanya
Tidak ada keputusan 2,090 0 dL dU 2 4-dU 4-dL d 4