• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA

MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

FERLIE INDRAPATI WIRAJAYA 0706198480

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK

(2)

PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI

PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

FERLIE INDRAPATI WIRAJAYA 0706198480

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

DEPOK

(3)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul: PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR

Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sejauh yang saya ketahui, bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Indonesia maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Skripsi ini merupakan bagian dari skripsi yang dikerjakan bersama dengan saudara Surya Gumelar (0706198865) dengan judul: ANALISA SENSITIVITAS RANCANGAN EVAPORATOR UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN MINI ICE PLANT. Sehingga harap maklum jika ada beberapa bagian dari buku ini ada kesamaannya dengan skripsi tersebut.

Nama : Ferlie Indrapati Wirajaya

NPM : 0706198480

Tanda Tangan :

(4)
(5)

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT., karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Dr. Ir. M. Idrus Alhamid dan Dr.-Ing, Ir Nasruddin, M.Eng, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

2) Orang tua (Bapak dan Ibu) serta keluarga saya yang telah memberikan bantuan dan dukungan material dan moral;

3) Mohammad Guntur Ario dan Mohammad Taufik yang telah banyak memberi masukan tentang pabrik es, data-data dan memberikan waktu dan perhatian dalam membantu skripsi ini;

4) Surya Gumelar dan David Fernando yang telah bekerjasama dengan baik selama pengerjaan skripsi ini;

5) Teman-teman seperjuangan PPSE’07, teman-teman teknik pendingin dan kerabat -Erika Sugesty, Yosha Megami, Sepria-, teman kost -Ispa Firmazona, Niko Abdillah-. Terima kasih sudah mau memberi dukungan, semangat dan

sharing;

6) Seluruh civitas FT UI, khususnya Teknik Mesin. Yang mau menemani dan

membantu menyusun skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Depok, 6 Juli 2009

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ferlie Indrapati Wirajaya NPM : 0706198480

Program Studi : Teknik Mesin Departemen : Teknik Mesin Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 6 Juli 2009

Yang menyatakan

(7)

Nama : Ferlie Indrapati Wirajaya Program Studi : Teknik Mesin

Judul : Perancangan Mesin Refrigerasi pada Mini Ice Plant dengan 3 Kompresor

Dibeberapa daerah di Indonesia, terutama daerah terpencil banyak nelayan yang mengalami kesulitan dalam penanganan ikan segar agar tidak cepat rusak dan membusuk setelah ditangkap karena keterbatasan alat refrigerasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu pabrik es mini yang memiliki mobilitas yang baik. Sehingga dapat menjangkau daerah-daerah terpencil. Dengan tujuan tersebut pabrik es mini ini memanfaatkan kontainer berukuran 20 ft sebagai ruang produksinya. Kapasitas produksi es sebanyak 1,5 ton per hari, dengan waktu pembekuan per harinya 22 jam.

Sistem refrigerasi mini ice plant ini menggunakan kompressor paralel untuk pengendalian kapasitasnya hal ini karena pertimbangan efisiensi, evaporator bersistem genangan (flooded evaporator) dimana sistem ini memiliki tingkat perpindahan kalor yang cukup efisien, sedangkan untuk kondenser digunakan kondenser berpendingin udara dengan pertimbangan kemudahan sistem instalasi mengingat kontainer dirancang untuk memiliki mobilitas yang cukup baik.

Kata kunci: Mini Ice Plant, Refrigerasi, Kompresor paralel, Flooded evaporator

(8)

Name : Ferlie Indrapati Wirajaya Study Program : Mechanical engineering

Title : Designing of Refrigeration Machine of Mini Ice Plant by used 3 Compressors

Some island in Indonesia, especially purilieus one, many fishermen having a problem on handling the freshness of fish in order to prevent rotten condition on the fish because of there is no refrigeration devices.

This research is purposed to obtain an mini ice plant which has high mobility. So that can reach purilieus island. Based on that purposed this kind of mini ice plant use 20 ft container as production room. Production capacity of ice is about 1,5 tons per day with time freezing about 22 hours.

This refrigeration system use parallel compressor for controlling capacity because of efficiency consideration, evaporator with flooded system is used for design with considering its high heat transfer rate rather than direct expansion system. Air cooled condenser make instalation become more simple rather than another type, this is because container is design for good mobility.

Key words: Mini Ice Plant, Refrigeration, Parallel Compressor, Flooded Evaporator

(9)

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN………...v

ABSTRAK ... .. vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. PERUMUSAN MASALAH ... 1

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………... 2

1.3.1. Tujuan Penelitian... 2

1.3.2. Manfaat Penelitian...2

1.4. RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN……….. 2

1.5. METODOLOGI PENELITIAN... 3

1.5.1. Perumusan Masalah... 3

1.5.2. Pengumpulan Data... 3

1.5.3. Pengolahan Data... 3

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN... 3

BAB II LANDASAN TEORI... 5

2.1. TEORI DASAR PERPINDAHAN KALOR... 5

2.1.1. Konduksi ... 5

2.1.2. Konveksi... 6

2.2. KALOR (HEAT) ... 6

2.2.1. Kalor Sensibel (Sensible Heat)... 7

2.2.2. Kalor Laten (Latent Heat)... 8

2.3. PROSES REFRIGERASI………... 9

2.4. SISTEM KOMPRESI GAS ...………. 10

2.5. TEMPERATUR... 13

2.5.1. Beda Suhu Rata-Rata Logaritmik... 13

2.5.2. LMTD Pada Evaporator... 15

(10)

Sistem Pengaturan Aliran Refrigeran ke Evaporator...18

2.8.3. Direct Expansion (DX) System... 18

2.8.4. Flooded System... 18

2.8.5. Jenis Flooded Evaporator...……… 20

2.9. KOMPRESOR... 20

2.9.1. Kendali Kapasitas pada Kompresor……….20

2.10. KATUP EKSPANSI…………... 22

2.10.1. Katup Apung pada Tekanan-Rendah... 22

BAB III KONSEP DAN LANDASAN PERANCANGAN... 24

3.1. KONSEP RANCANGAN... 24

3.2. PREVIEW RANCANGAN SISTEM REFRIGERASI... 25

3.3. KONTAINER... 26 3.4. REFRIGERANT…………... 27 3.4.1. Pertimbangan Rancangan... 27 3.4.2. Tetapan Rancangan... 28 3.5. SECONDARY COOLANT...29 3.5.1. Pertimbangan Rancangan... 29 3.5.2. Tetapan Rancangan... 31 3.6. EVAPORATOR... 32 3.6.1. Pertimbangan Rancangan... 32 3.6.2. Tetapan Rancangan... 33

3.6.3. Menentukan Temperatur Evaporasi……... 33

3.7. KOMPRESOR... 34 3.7.1. Pertimbangan Rancangan... 34 3.7.2. Tetapan Rancangan... 34 3.8. KONDENSER... 35 3.8.1. Pertimbangan Rancangan... 35 3.8.2. Tetapan Rancangan... 35

3.8.3. Menentukan Temperatur Kondensasi... 36

3.9. BEDA SUHU RATA-RATA LOG... 37

3.9.1. LMTD pada Evaporator... 38

3.10. TRUE TEMPERATURE... 39

3.11. FAKTOR PENGOTORAN (FOULING FACTOR)... 39

3.12. KOEFISIEN KONVEKSI DUA FASA ALIRAN REFRIGERAN DALAM TUBE... 40

3.13. PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR PADA BERKAS TUBE DALAM EVAPORATOR TANK... 42

3.13.1. Aliran Pada Berkas Tube... 42

3.14. OVERALL HEAT TRANSFER... 45

3.15. PERHITUNGAN LUAS PERPINDAHAN KALOR... 47

3.16. PERHITUNGAN PRESSURED DROP DIDALAM PIPA EVAPORATOR... 48

(11)

Pressure Drop dibelokan Pipa... 51

3.16.6. Total Pressure Drop di belokkan... 53

3.16.7. Total Pressure Drop di Evaporator... 53

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN... 54

4.1. PERHITUNGAN BEBAN REFRIGERASI………... 54

4.1.1. Kalor Sensibel Air………... 56

4.1.2. Kalor Laten………... 56

4.1.3. Kalor Beku Es... 56

4.1.4. Kalor Cetakan... 56

4.1.5. Beban Pendinginan Total... 57

4.1.6. Faktor Keamanan... 57

4.2. PERHITUNGAN DAYA PENDINGINAN... 58

4.3. PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KOMPRESOR...58

4.3.1. Laju Aliran Refrigeran………...60

4.3.2. Daya Kompresor………...60

4.4. PERHITUNGAN EVAPORATOR………... 63

4.4.1. Data-data yang digunakan... 63

4.4.2. Menentukan Perbedaan Temperatur Optimum Evaporator...64

4.4.3. Penentuan LMTD... 65

4.4.4. Penentuan True Temperatur... 66

4.4.5. Koefisien Konveksi Perpindahan Kalor Sisi Refrigeran. 67 4.4.6. Menghitung Nilai Koefisien Konveksi Perpindahan Kalor Sisi Brine... 68

4.4.7. Menghitung Nilai Perpindahan Kalor Menyeluruh... 72

4.4.8. Menghitung Luas Perpindahan Kalor Rancangan... 73

4.4.9. Menghitung Panjang Satu Buah Pipa Evaporator... 73

4.4.10. Menghitung Pressure Drop Dalam pipa Evaporator... 74

4.5. PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 83

5.1. KESIMPULAN... 83

5.2. SARAN...86

DAFTAR ACUAN... 88

DAFTAR PUSTAKA... 90

(12)

Gambar 2.1 Perpindahan Kalor Konduksi dan Konveksi ………... 5

Gambar 2.2 Energi yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur dan fase air ………... 7

Gambar 2.3 p-h Diagram ...……… 9

Gambar 2.4 Diagram alir sistem kompresi gas dengan Flooded Evaporator .. 11

Gambar 2.5: Empat susunan dasar LMTD (a).Counter flow, (b). Co-current atau parallel flow, (c). Constant-temperature source and rising-temperature receiver, (d). Constant-rising-temperature receiver and falling-temperature source... 13

Gambar 2.6. Perubahan perbedaan temperatur dari fluida yang didinginkan....17

Gambar 2.7 Skema sistem refrigerasi dengan brines sebagai refrigerant sekunder ... 18

Gambar 2.8 Flooded Evaporator………... 19

Gambar 2.9 Flooded Evaporator (Courtesy of Vilter Manufacturing Company)....………...20

Gambar 2.10 Flooded evaporator (a). Shell-&-tube (b), Jacketted (c). Raceway …... 20

Gambar 2.11 Preview Katup apung ………... 22

Gambar 2.12 Titik-titik keseimbangan dengan berbagai kondisi beban, menggunakan katup apung. Tekanan kondenser konstan……… 23

Gambar 3.1 Diagram sistem refrigerasi Mini Ice Plant ………... 25

Gambar 3.2 Preview tata letak sistem refrigerasi Mini Ice Plant ………... 26

Gambar 3.3 Preview Kontainer ………... 27

Gambar 3.4 Gambar Pengukuran Baume Density ………... 30

Gambar 3.5 Spesifikasi larutan sodium klorida yang digunakan... 31

Gambar 3.6 Dimensi tangki evaporator...32

Gambar 3.7 LMTD untuk evaporator...37 Gambar 3.8 Perubahan perbedaan temperatur dari fluida yang didinginkan

(13)

Gambar 3.10 Layout Tube...42

Gambar 3.11. Sikuit termal untuk perpindahan kalor pada alat penukar-kalor .45 Gambar 3.12 Konfigurasi pipa evaporator...51

Gambar 3.13 Skematik dari belokan (return bend 180o)...52

Gambar 4.1 Siklus refrigerasi ideal dengan superheat 5K...59

Gambar 4.2 Layout Evaporator di dalam Ruang Produksi …...73

Gambar 4.3 Preview Model Evaporator...76

Gambar 4.4 Skematik dari belokan (return bend 180o)...78

Gambar 5.1 Dimensi tangki evaporator...83

Gambar 5.2 Flooded evaporator …...83

Gambar 5.3. Pengontrolan Oli pada Sistem Kompresor Parallel (Courtesy of Henry Valve Co., USA)...87

(14)

Tabel 3.1. Beberapa spesifikasi refrigerant... 28

Tabel 3.2. Waktu operasi yang paling optimal... 30

Tabel 3.3. Patokan penetuan suhu kondensasi... 36

Tabel 3.4. Nilai faktor pengotoran untuk berbagai jenis fluida... 40

Tabel 3.5 Konstanta C1 dan m………... 44

Tabel 4.1. Data-data yang digunakan dalam perhitungan beban refrigerasi... 55

Tabel 4.2. Safety Factor dalam memperhitngkin rugi-rugi kalor (heat loss)...57

Tabel 4.3. Properti refrigeran disetiap ... 60

Tabel 4.4. Spesifikasi minimal untuk satu kompresor... 61

Tabel 4.5. Data-data rancangan kompresor... 61

Tabel 4.6. Langkah-langkah pemilihan kompresor... 62

Tabel 4.7. Perbedaan Spesifikasi Kompresor Rancangan Dengan Aktual... 63

Tabel 4.8. Data-data yang digunakan dalam perhitungan evaporator... 63

(15)

LAMPIRAN 1 DATA TEMPERATUR SAAT OBSERVASI

DI PABRIK ES... 91

LAMPIRAN 2 PREVIEW MODEL EVAPORATOR... 93

LAMPIRAN 3 SPESIFIKASI KOMPRESOR... 94

LAMPIRAN 4 THERMAL PROPERTIES OF ICE... 98

LAMPIRAN 5 GAMBAR DIPTANK, EVAPORATOR TANK DAN ICE BANK... 99

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Potensi produksi perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun. Dari potensi tersebut hingga saat ini dimanfaatkan sebesar 9 juta ton. Namun, potensi tersebut sebagian besar berada di perikanan budidaya yang mencapai 57,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 2,08%. Sedangkan potensi perikanan tangkap (laut dan perairan umum) hanya sebesar 7,3 juta ton per tahun dan telah dimanfaatkan sebesar 65,75%

Jumlah ekspor perikanan di Indonesia sebesar 577.419 ton ( 12,54% ) dari total produk nasional, yakni 4,6 juta ton. Jumlah ikan yang dipasarkan dalam bentuk segar mencapai 77,6% dan produk es nasional sebesar 2,9 juta ton. 30% dari produksi es tersebut dipakai untuk produk ikan yang diekspor. Oleh karena itu mutu ikan yang dipasarkan dalam negeri masih kurang bagus. Jumlah produksi es nasional yang tidak sebanding dengan jumlah hasil tangkapan ikan dikarenakan kurangnya jumlah industri atau pabrik penghasil es, khususnya di daerah-daerah terpencil di luar pulau Jawa.

Sangat sedikitnya pabrik es di daerah terpencil di luar Jawa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:

 Sarana transportasi ke daerah terpencil yang kurang memadai sehingga menyulitkan distribusi pengadaan peralatan pabrik es.

 Kurangnya tenaga ahli maupun buruh bangunan yang pandai untuk membangun sebuah pabrik es. Sehingga biayanya akan sangat mahal sekali jika tenaga ahli dan buruh semuanya didatangkan dari pulau Jawa.

 Kebutuhan yang besar akan tenaga listrik untuk mengoperasikan pabrik es Oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu pabrik es yang dapat mengakses ke berbagai daerah terutama daerah nelayan terpencil, dengan biaya instalasi yang relative murah dan memiliki kapasitas produksi es dalam jumlah yang relatif besar.

(17)

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah mengenai kebutuhan es bagi nelayan selama mereka mencari ikan dan tangkapan lainnya

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah tersedianya pabrik es mini yang dapat digunakan oleh nelayan yang ada didaerah terpencil diluar Jawa dengan biaya yang relatif murah dan hemat energi sehingga kebutuhan es yang dibutuhkan nelayan dapat terpenuhi.

1.3.2. Manfaat Penelitain

Manfaat penelitian ini adalah meningkatnya kualitas dan produksi ikan bagi nelayan-nelayan di daerah terpencil di luar Jawa dengan tersedianya es untuk menjaga kesegaran dan kualitas hasil tangkapan. Dengan demikian, diharapkan pendapatan nelayan akan meningkat sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

1.4. RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari atas beberapa aspek, yaitu:

 Penyediaan es bagi nelayan yang ada di daerah terpencil.

 Pembuatan sebuah pabrik es mini dengan biaya rendah untuk ditempatkan di daerah terpencil yang dapat menghasilkan es sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan nelayan.

Adapun batas-batas terhadap penelitian yang dilakukan, yakni:

 Kapasitas produksi es balok yang akan dihasilkan per harinya.

 Dimensi dari pabrik es mini, yaitu digunakannya satu buah kontainer dengan panjang 20 ft sebagai pabrik es mini.

 Dimensi dari tangki evaporator yaitu 3540 x 300 x 450 [mm]. Hal ini sebagai batasan dari perancangan dimensi dari flooded evaporator.

 Penelitian sebatas pada perancangan spesifikasi kompresor dan kondenser serta perhitungan dimensi flooded evaporator dari pabrik es mini.

(18)

1.5. METODOLOGI PENELITIAN

Pada pelaksanaannya penelitian ini dilakukan dengan metodologi sebagai berikut:

1.5.1. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kebutuhan es bagi nelayan selama mereka melaut mencari ikan dan tangkapan.

1.5.2. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

 Studi Lapangan

Yakni dengan mengunjungi beberapa pabrik es yang ada di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur,

 Studi Literatur

Yakni dengan mengacu pada beberapa referensi tentang standar-standar pembuatan es.

1.5.3. Pengolahan data

 Pemilihan material yang digunakan untuk membuat pabrik es mini dengan standar material dari referensi yang ada.

 Pengolahan data dilakukan melalui penentuan temperatur evaporasi dan temperatur brine pada sisi masuk serta sisi keluar.

 Melakukan perhitungan beban refrigerasi yang dibutuhkan.

 Pemilihan mesin-mesin refrigerasi seperti evaporator, kondenser dan kompresor serta pemilihan jenis refrigeran yang digunakan.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini terdiri dari 5 bagian pokok, yaitu:

 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batas-batas penelitian, asumsi-asumsi yang digunakan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

(19)

 BAB II DASAR TEORI

Bab ini berisi teori-teori atau hal-hal yang menjadi pendukung dari penelitian, seperti perpindahan kalor, penjelasan mengenai sistem refrigerasi, refrigerant, dan pendingin sekunder.

 BAB III PERANCANGAN

Bab ini berisi alat dan material yang digunakan untuk pengukuran, metode pengukuran yang digunakan, serta hasil pengukuran.

 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN

Bab berisi perhitungan perpindahan kalor yang terjadi, dan analisa terhadap hasil untuk mengetahui apa yang menyebabkan fenomena tersebut.

 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk penelitian selanjutnya.

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. TEORI DASAR PERPINDAHAN KALOR

Bila dalam suatu sistem terdapat gradien suhu atau bila dua sistem yang temperaturnya berbeda disinggungkan, maka akan terjadi perpindahan energi. Proses dimana transport energi itu berlangsung disebut sebagai perpindahan kalor. Perpindahan energi dalam bentuk kalor adalah selalu dari medium bertemperatur tinggi ke medium bertemperatur rendah dan perpindahan kalor tersebut akan berhenti ketika kedua medium telah mencapai temperatur yang sama (setimbang). Kalor dapat dipindahkan dalam tiga jenis cara yang berbeda yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.

2.1.1 Konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor yang terjadi melalui pergolakan molekular suatu material tanpa diikuti perpindahan material secara menyeluruh.

Contoh dari konduksi adalah ketika suatu batang logam yang dipanaskan pada salah satu ujungnya, maka panas tersebut lama kelamaan akan dapat dirasakan diujung yang lain.

(21)

2.1.2 Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor melalui gerakan massa dari fluida seperti air atau udara, ketika fluida yang dipanaskan bergerak menjauhi sumber panas dan menuju daerah dengan temperatur lebih rendah dengan membawa energi.

Contoh dari peristiwa konveksi adalah ketika proses memasak air, dimana air yang berada pada bagian bawah wadah akan bergerak menjauhi sumber panasnya.

Perpindahan kalor dengan cara konveksi ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu konveksi bebas (free convection), dimana aliran terjadi akibat dari gaya apung yang timbul dari perbedaan densitas fluida karena variasi temperatur dalam fluida. Yang selanjutnya adalah konveksi paksa (forced convection), dimana aliran yang terjadi akibat adanya kerja dari luar seperti kipas, pompa ataupun pergerakan angin.

2.2. KALOR (HEAT)

Refrigerasi adalah proses memindahkan kalor. Panas merupakan suatu bentuk energi. Ini merupakan fakta yang tidak dapat diingkari bahwa panas dapat diubah menjadi suatu bentuk energi lainnya demikian juga sebaliknya, bentuk energi lainnya dapat pula diubah menjadi energi panas. Secara prinsip termodinamika, panas dinyatakan sebagai energi yang berpindah dari satu zat ke zat lainnya sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu antara kedua zat tersebut. Pada energi lainnya, perpindahan energi dapat berlangsung karena adanya suatu usaha yang dilakukan pada benda.

Bila suatu benda mengalami kenaikan suhu kita nyatakan bahwa energi panas telah diberikan kepada benda tersebut. Begitu sebaliknya, bila suatu benda mengalami penurunan suhu, maka kita nyatakan bahwa energi panas yang ada pada benda tersebut telah diambil. Perubahan suhu ini berimbas pada perubahan energi internal total yang dimiliki oleh molekul benda tersebut. Dalam hal kenyataannya, penambahan dan pengurangan energi tidak selalu dibarengi dengan perubahan suhu. Dalam kondisi tertentu penambahan dan pengurangan energi

(22)

internal yang dikenakan pada suatu benda justru akan merubah wujud benda tersebut. Selama proses perubahan wujud, suhu benda relatif konstan.

Dalam refrijerasi dan tata udara, kita berhubungan secara langsung dengan energi panas berikut perhitungan penambahan dan pengurangan energi panas. Jika sebuah zat diberikan atau pun melepaskan kalor, maka ada dua hal yang mungkin terjadi, yakni zat tersebut akan mengalami perubahan temperatur atau hal lain yang mungkin terjadi adalah zat tersebut akan mengalami perubahan wujud (fase). Apabila kalor tersebut hanya digunakan untuk perubahan temperatur saja, maka kalor tersebut biasa dikenal dengan kalor sensibel (sensible heat), sedangkan jika kalor tersebut digunakan untuk merubah wujud (fase) zat, maka kalor itu biasa disebut dengan kalor laten (latent heat).

Gambar 2.2. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur dan fase air

2.2.1. Kalor Sensibel (Sensible Heat)

Kalor sensibel adalah kalor yang digunakan oleh suatu zat untuk merubah temperatur zat tersebut. Jika zat menerima kalor, maka temperaturnya akan naik, sedangkan jika zat tersebut melepaskan kalor, maka zat tersebut mengalami penurunan temperatur. Kalor sensibel ini tidak sampai menyebabkan zat mengalami perubahan fase. Secara umum kalor sensibel yang digunakan untuk merubah temperatur suatu zat dirumuskan dengan:

(23)

Q=m.Cp.ΔT

Dimana: Q = Besarnya energi kalor sensibel yang bekerja pada suatu zat (J) m = Massa zat yang mengalami perubahan temperatur (kg)

Cp = Kalor jenis (J/kg.K)

ΔT = Perubahan temperatur yang terjadi (K)

2.2.2. Kalor Laten (Latent Heat)

Kalor laten adalah kalor yang digunakan untuk merubah wujud atau fase suatu zat. Perubahan fase terjadi apabila suatu zat sudah mencapai titik jenuhnya. Pada saat zat mengalami perubahan fase, zat tersebut tidak mengalami perubahan temperatur.

Ada dua jenis kalor laten pada suatu zat, yakni kalor laten yang digunakan untuk meleburkan atau membekukan suatu zat, atau biasa dikenal dengan kalor lebur atau pun kalor beku, dan kalor laten yang digunakan untuk menguapkan atau mengembunkan suatu zat, atau biasa dikenal dengan kalor uap atau kalor embun. Biasanya energi yang digunakan untuk merubah fase suatu zat lebih besar daripada energi yang digunakan untuk merubah temperaturnya. Sehingga, pada tekanan yang sama, lebih sulit untuk merubah fase suatu zat daripada merubah temperaturnya saja.

Secara umum, kalor yang digunakan untuk merubah fase suatu zat dirumuskan dengan :

Q=m.hl

Dimana : Q = Besarnya energi kalor laten yang bekerja pada suatu zat (J) m = Massa zat yang mengalami perubahan temperatur (kg) hl = Kalor laten (kJ/kg)

Hubungan antara energi kalor dengan laju perpindahan kalor yang terjadi adalah sebagai berikut:

(24)

Dimana: Q = Besarnya kalor laten yang bekerja pada suatu zat (J) q = Laju perpindahan kalor (Watt)

Δt = Waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan energi kalor (s)

2.3. PROSES RERIGERASI

Proses refrigerasi adalah sebuah proses pemindahan kalor/panas dari suatu tempat dan memindahkannya ke tempat lain. Proses ini terjadi antara media penyerap/pelepas kalor dengan media lain. Media penyerap/pelepas kalor itu berupa refrigeran dan media lainnya dapat berupa udara dan air. Selama proses terjadi, refrigeran mengalami perubahan fase, yaitu dari fase cair ke uap (proses evaporasi) dan dari fase uap menjadi fase cair kembali (proses kondensasi).

Proses refrigerasi yang terjadi merupakan proses siklus refrigeran secara tertutup, dimana perubahan-perubahan fase refrigeran terjadi dalam satu rangkaian. Pada proses pertama, refrigeran berfase uap dikompresi dikompresor. Hal ini akan menaikkan temperatur dan tekanan dari refrigeran tersebut. Setelah itu, refrigeran bergerak ke kondenser dan terjadi proses kondensasi. Pada proses ini, refrigeran melepas sejumlah kalor ke lingkungan sehingga temperaturnya menjadi lebih hangat (efek pemanasan). Hal itu merubah fase refrigeran dari fase uap menjadi fase cair.

(25)

Refrigeran dialirkan ke katup ekspansi sebelum ke evaporator. Hal ini dimaksudkan untuk menurunkan tekanan dari refrigeran. Pada evaporator terjadi proses evaporasi, dimana refrigeran menyerap kalor yang diambil dari lingkungan sehingga temperatur lingkungan menjadi lebih dingin.

Kedua proses perubahan fase (kondensasi dan evaporasi) terjadi pada tekanan dan temperatur tertentu. Proses evaporasi terjadi pada tekanan rendah, yang mengakibatkan titik uap dari cairan refrigeran turun jauh di bawah temperatur lingkungan sehingga penguapan refrigeran dapat terjadi. Sedangkan proses kondensasi terjadi pada tekanan yang tinggi, yang mengakibatkan titik embun dari uap refrigeran naik melebihi suhu lingkungan sehingga kondensasi uap refrigeran dapat terjadi.

2.4. SISTEM KOMPRESI GAS (Vapor Compresion System)

Sistem Kompresi Gas merupakan mesin refrigerasi yang berisi fluida penukar kalor (refrigeran) yang bersirkulasi terus menerus. Selama bersirkulasi di dalam unitnya maka refrigeran tersebut akan selalu mengalami perubahan wujud dari gas ke liquid dan kembali ke gas. Proses tersebut berlangsung pada suhu dan tekanan yang berbeda, yaitu tekanan tinggi dan pada tekanan rendah. Tekanan tinggi diperoleh karena adanya efek kompresi, yang dikerjakan oleh kompresor. Oleh karena itu sistem refrigerasi ini lazim disebut sebagai sistem kompresi gas.

Gambar 2.4 memperlihatkan diagram alir suatu sistem kompresi gas sederhana. Sesuai dengan proses yang terjadi di dalam siklus refrigeran maka sistem refrigerasi kompresi gas mempunyai 4 komponen utama yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu :

- Evaporator untuk proses evaporasi liquid refrigeran. - Kompresor untuk meningkatkan tekanan gas refrigeran. - Kondenser untuk proses kondensasi gas refrigeran.

- Katup ekspansi untuk menurunkan tekanan liquid refrigeran yang akan di masuk ke evaporator.

(26)

Gambar 2.4. Diagram alir sistem kompresi gas dengan Flooded Evaporator Sumber: SISTEM REFRIGERASI DAN TATA UDARA, JILID 1;

Sapto Widodo, Syamsuri Hasan; Depdiknas (dengan perubahan)

Evaporator (1) :

Menyediakan transfer panas melalui luas permukaannya, sehingga panas yang terkandung di brine yang ada di dalam ruang dapat diserap oleh penguapan refrigeran cair yang mengalir di dalam koil evaporator.

Suction line (2) :

Saluran yang terletak pada sisi tekanan rendah kompresor, untuk menyalurkan refrigeran gas bertekanan rendah dari evaporator menuju ke katup hisap kompresor.

Compressor (3) :

Merupakan jantung sistem refrigerasi kompresi gas, berfungsi menghisap refrijeran gas dari evaporator dan menaikkan suhu dan

(27)

tekanan refrijeran ke suatu titik di mana refrijeran gas akan mengembun dengan mudah pada kondisi normal media kondensasinya.

Discharge line (4) :

Saluran yang terletak pada sisi tekanan tinggi kompresor, untuk menyalurkan refrigeran gas bertekanan dan bersuhu tinggi dari katup tekan kompresor menuju ke kondeser.

Condensor (5) :

Menyediakan transfer panas melalui luas permukaannya, sehingga energi panas yang yang terkandung dalam refrigeran dapat dipindahkan ke media kondensasi.

Receiver Tank (6) :

Sebagai pengumpulan refrigeran cair sebelum dialirkan ke evaporator, sehingga refrigeran cair ke evaporator dapat dijaga konstan sesuai keperluan.

Liquid line (7) :

Saluran yang terletak pada sisi masuk katup ekspansi, untuk menyalurkan refrijeran cair dari receiver tank ke refrigerant control.

Refrigerant control (8) :

Berfungsi untuk mengatur jumlah refrijerant cair yang akan diuapkan di evaporator dan untuk menurunkan tekanan refrijeran cair yang masuk ke evaporator, sehingga refrijeran cair dapat diuapkan pada suhu rendah sesuai yang diinginkan.

(28)

2.5. TEMPERATUR

Temperatur merupakan parameter paling berpengaruh dalam perancangan mini ice plant ini. Karena temperatur lah yang hendak dicapai dari proses pembekuan.

2.5.1 Beda Suhu Rata-Rata Logaritmik

Pada sebuah alat penukar kalor, nilai kalor didapat dari persamaan :

Q = U.A.ΔTlm (2.3)

Dimana: Q = Energi kalor yang dilepas atau diterima suatu zat [kW] U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh [W/m.K] A = Luas permukaan perpindahan kalor [m2]

ΔTlm= Beda temperatur [K]

Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa beda-suhu antara fluida-panas dan fluida-dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar tidaklah sama dan kita perlu menentukan nilai rata-rata untuk digunakan pada persamaan (2.3)

Gambar 2.5: Empat susunan dasar LMTD (a).Counter flow, (b). Co-current atau

parallel flow, (c). Constant-temperature source and rising-temperature receiver, (d). Constant-temperature receiver and falling-temperature source

(29)

Untuk counterflow exchanger dimana fluida mengalir berlawanan arah melalui exchanger (Gbr 2.8a)

(2.4)

Untuk co-current exchanger dimana aliran fluida mengalir dengan arah yang sama melalui exchanger (Gbr 2.8b)

(2.5)

Untuk sebuah penukar-kalor yang memiliki sumber kalor bertemperatur konstan, ts = t1 = t2, dan penerima kalor bertemperatur meningkat (Gbr 2.8c)

(2.6)

Untuk sebuah penukar yang memiliki penerima kalor bertemperatur konstan, ts =

t1 = t2, dan sumber kalor bertemperatur menurun (Gbr 2.8d)

(2.7)

Formula sederhana diatas yang digunakan untuk menghitung Log Mean

Temperature Difference tidak dapat diterapkan pada susunan penukar-kalor selain

yang terdeskripsikan pada gambar 2.8

Berdasarkan rumus diatas maka dengan kata lain LMTD adalah beda-suhu pada satu ujung penukar-kalor dikurangi beda-suhu pada ujung yang satu lagi dibagi dengan logaritma alamiah daripada perbandingan kedua beda-suhu tersebut.

(30)

2.5.2 LMTD Pada Evaporator

Pada sebuah evaporator temperatur masuk dan keluar refrigerannya cenderung sama pada tekanan yang sama pula. Perubahan temperatur dalam sebuah evaporator sangat kecil, sehingga diabaikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Jika non-volatile fluid (fluida yang tidak mudah menguap, dalam hal ini brine) dipanaskan atau didinginkan, kalor sensibel akan berubah begitu juga dengan temperatur, sehingga ΔT disepanjang dinding heat exchanger akan menjadi tidak konstan. Selama laju perubahan temperatur (heat flow) terjadi secara proporsional terhadap ΔT di titik mana pun, maka kurva temperaturnya berbentuk eksponensial. Pada kasus dimana media pendinginnya adalah

evaporating liquid (R22), temperatur dari cairan ini secara substansial, akan tetap

konstan dikeseluruhan proses, selama cairan menyerap kalor laten.

Gambar 2.6. Perubahan perbedaan temperatur dari fluida yang didinginkan

Jadi, temperatur yang digunakan ketika refrigeran masuk dan keluar adalah temperatur evaporator (Tev). Hal ini menghasilkan nilai sebuah LMTD berbeda dengan tipe aliran searah ataupun yang berlawanan arah.

2.6. REFRIGERAN PRIMER

Proses refrigerasi terjadi antara media penyerap/pelepas kalor dengan lingkungan. Media yang digunakan untuk membawa untuk memindahkan kalor disebut dengan refrigerant. Selama terjadinya proses refrigerasi, refrigerant mengalami perubahan fase, yaitu dari fase cair ke uap (proses penguapan) dan dari fase uap kembali lagi ke fase cair (proses pengembunan).

(31)

Sebuah refrigerant harus dapat melakukan proses ini secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan pada karakteristiknya. Saat ini yang sering dijadikan pertimbangan dalam memilih refrigerant untuk suatu sistem refrigerasi, amat dipengaruhi oleh permasalahan lingkungan seperti berlubangnya lapisan ozon dan pemanasan global. Pada umumnya refrigerant yang sering digunakan dipasaran adalah jenis R11, R12, R22, R502, R134A, R404A dan ammonia (R717). Diantara refrigerant-refrigerant tersebut, yang termasuk kedalam

refrigerant ramah lingkungan hanya ammonia. Namun demikian ammonia

kurang cocok untuk digunakan pada refrigerasi komersial, hal ini karena sifat ammonia yang beracun dan mudah terbakar.

Karakteristik ideal sebuah refrigerant adalah sebagai berikut: a) Memiliki kalor jenis yang tinggi

b) Saat di suction memiliki densitas yang tinggi

c) Tidak korosif, tidak beracun dan tidak mudah terbakar d) Cocok dengan material dari komponen dan minyak pelumas

e) Tekanan kerjanya yang masuk akal (tidak terlalu tinggi atau dibawah tekanan atmosfir)

f) Mudah di deteksi jika mengalami kebocoran. g) Ramah lingkungan.

Pemilihan refrigeran dan suhu pendingin dan beban yang diperlukan menentukan pemilihan kompresor, juga perancangan kondenser, evaporator, dan alat pembantu lainnya. Faktor tambahan seperti kemudahan dalam perawatan, persyaratan fisik ruang dan ketersediaan utilitas untuk peralatan pembantu (air, daya, dll.) juga mempengaruhi pemilihan komponen.

2.7. REFRIGERANT SEKUNDER

Refrigerant sekunder adalah fluida kerja yang berfungsi untuk mengambil

kalor dari suatu tempat, dimana kalor tersebut akan diambil lagi oleh refrigerant utama. Salah satu contoh dari refrigerant sekunder adalah brines yang merupakan larutan garam inorganik dalam air. Brines akan digunakan saat temperatur kerja

(32)

pada sistem refrigerasi dibawah 0 ºC. Pada umumnya larutan garam yang sering digunakan sebagai brines adalah sodium klorida dan kalsium klorida.

Gambar 2.7. Skema sistem refrigerasi dengan brines sebagai refrigerant sekunder

Dimana fluida refrigeran sekunder disirkulasikan dan temperatur kerja dibawah 0oC, maka digunakan fluida campuran yang tidak dapat membeku. Fluida ini disebut brine. Brine adalah larutan garam dalam air. Terdapat dua jenis yang umum digunakan yaitu sodium chloride dan calcium chloride.

Sodium chloride (NaCl) dapat digunakan untuk industri yang kontak

langsung dengan makanan. Sedangkan calcium chloride memiliki rasa yang tidak menyenangkan tidak diizinkan untuk berkontaminasi dengan makanan.

2.8. EVAPORATOR

2.8.1. Deskripsi umum

Evaporator adalah media pemindahan energi panas melalui permukaan agar refrijeran cair menguap dan menyerap panas dari udara dan produk yang ada di dalam ruang tersebut.

(33)

2.8.2. Sistem pengaturan aliran refrigeran ke evaporator

Terdapat dua cara untuk mengatur aliran refrigeran yang melalui evaporator:

a. Direct Expansion (DX) System

b. Flooded System

2.8.3. Direct Expansion (DX) System

Pada evaporator ini terdapat bagian, yaitu di bagian keluarannya, yang dirancang selalu terjaga ‘kering’, artinya di bagian itu refrigeran yang berfasa cair telah habis menguap sebelum terhisap keluar ke saluran masuk kompresor. Hal ini dilakukan dengan cara men-superheat-kan refrigeran beberapa derajat pada dikeluaran evaporator. Dengan menggunakan thermostatic expansion valve.

2.8.4 Flooded System

Tujuan evaporator jenis ini adalah untuk mengatur aliran refrigeran adalah dengan mengumpulkan refrigeran setelah dari expansion valve pada sebuah low

pressure receiver.

Gambar 2.8. Flooded evporator

Sumber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch; Butterworth-Heinemann, Oxford ; 2000

(34)

Pada flooded evaporator memerlukan adanya pemasangan receiver. Untuk memastikan adanya efisiensi yang optimal, level cairan dijaga menggunakan katup float bertekanan rendah. dimana di receiver ini refrigeran didorong masuk ke pipa evaporator dengan cara gravitasi. Hal ini menyebabkan keseluruhan refrigeran yang berada pada pipa evaporator terbasahi oleh brine dengan kata lain permukaan heat transfer-nya terbasahi penuh, dimana akan meningkatkan kapasitas dibandingkan dengan DX sistem. Dengan flooded evaporator, sebuah temperatur yang lebih tinggi daripada yang digunakan pada tipe DX dapat diperoleh sehingga tidak diperlukan adanya superheat untuk mencegah cairan masuk ke kompresor.

Pada receiver ini refrigeran berfasa liquid dan vapor dipisahkan dan yang fasa liquid dialirkan ke evaporator kembali dengan cara gravitasi, sedangkan yang fasa vapor dihisap masuk ke kompresor.

Gambar 2.9. Flooded Evaporator (Courtesy of Vilter Manufacturing Company) Sumber: Principles of Refrigeration, Second Edition, Dossat, Roy J., 1980, SI

Version, Jonh wiley & Son Inc., New York, USA

Refrigeran meninggalkan evaporator dikembalikan lagi ke receiver bertekanan rendah, biasanya berupa campuran cairan dan uap. Tipe dari evaporator ini disebut dengan flooded atau tipe resirkulasi evaporator. Sirkulasi dari refrigeran dapat menggunakan efek gravitasi atau menggunakan pompa. Salah satu keuntungan dari tip evaporator ini adalah koefisien perpindahan panas (rata-rata) dapat lebih tinggi dari DX evaporator sistem. Karena uap refrigeran

(35)

masuk ke receiver bertekanan rendah dalam fasa saturasi maka katup ekspansi thermostatik tidak dapat digunakan, sehingga sebuah katup apung (float) bertekanan rendah digunakan untuk mengatur aliran refrigeran.

2.8.6. Jenis flooded evaporator

Gambar 2.10. Flooded evaporator (a). Shell-&-tube (b), Jacketted (c). Raceway Sumber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch;

Butterworth-Heinemann, Oxford ; 2000

2.9. KOMPRESOR

Dalam proses refrigerasi, kompresor berperan seperti jantung dalam tubuh manusia. Fungsinya adalah selain mengkompresi uap refrigerant juga berfungsi untuk mengalirkan refrigerant agar dapat terus bersirkulasi.

2.9.1. Kendali kapasitas pada kompresor (capacity control).

Bila suatu sistem refrigerasi dioperasikan didalam suatu mode yang mantap dan beban refrigerasi tersebut menurun, maka reaksi yang pasti adalah menurunnya suhu dan tekanan evaporator. Perubahan kondisi evaporator ini menyebabkan penurunan kapasitas kompresor yang menyesuaikan dengan turunnya beban refrigerasi. Penurunan suhu evaporator mungkin tidak diharapkan

(36)

karena beberapa alasan. Dalam sistem refrigerasi, pipa mungkin diselimuti oleh es yang menghambat perpindahan kalor.

Beberapa cara yang umum digunakan untuk menurunkan kapasitas kompresor adalah:

- Dengan memparallelkan kompresor atau sistem pendauran (cycling), dimana kompresor berhenti dan bekerja menurut yang diibutuhkan. Beberapa keuntungan didapat dengan menggunakan sistem kompresor seperti ini, alasan utamanya adalah mengurangi biaya operasi melalui pengontrolan yang besar terhadap kapasitas dan konsumsi daya.

- Pengaturan tekanan-balik (back pressure-regulation) dengan mentrotel (throtle) gas hisap di antara evaporator dan kompresor untuk menjaga konstan tekanan evaporator. Cara ini menghasilkan kendali suhu evaporator yang baik, tetapi tidak efisien.

- Melangkau (mem-bypass) gas buang kembali ke jalur hisap, biasanya menghasilkan penurunan kapasitas yang tepat, tetapi cara ini tidak efisien dan kompresor seringkali menjadi panas.

- Cara lain adalah dengan mengurangi beban cylinder (cylinder unloading) pada kompresor bersilinder ganda, dengan cara membuka katup hisap secara otomatik atau dengan membelokkan gas buang dari silinder, kembali ke jalur hisap sebelum dikompresikan.

Yang digunakan dalam sistem refrigerasi Mini Ice Plant ini adalah dengan memparallelkan kompresor.

(37)

2.10. KATUP EKSPANSI

Sebuah sistem agar dapat bekerja memerlukan penghubung antara

condenser dan inlet dari evaporator untuk menyempurnakan sirkuit sistem. Antara condenser dan evaporator terdapat perbedaan tekanan, maka penghubung ini akan

memerlukan sebuah penurun tekanan.

Pada sistem refrigerasi digunakan flooded evaporator, sehingga katup yang dipakai adalah katup apung (float valve)

2.10.1. Katup apung pada tekanan-rendah

Contoh sistem float tekanan rendah dapat dilihat pada gambar 2.10 sebuah katup float digunakan untuk menjaga sebuah level cairan didalam evaporator dan beroperasi apada tekanan evaporator. Level cairan ini mempengaruhi tekanan didalam pilot line, dan karena tekanan bervariasi maka katup ekspansi mengatur suplai cairan refrigeran dari receiver ke evaporator.

Gambar 2.11. Preview Katup apung

Sumber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch; Butterworth-Heinemann, Oxford ; 2000

Katup apung adalah suatu jenis katup ekspansi yang mempertahankan cairan berada pada level yang konstan didalam suatu wadah (receiver).

(38)

Gambar 2.12. Titik-titik keseimbangan dengan berbagai kondisi beban, menggunakan katup apung. Tekanan kondenser konstan.

Sumber: Sistem Refrigersi dan Tata Udara, Stoecker, Erlangga

Dengan mempertahankan level cairan didalam evaporator, katup apung selalu menciptakan kondisi aliran yang seimbang antara kompresor dan katup itu sendiri. Gambar 2.11 menunjukkan titik keseimbangan awal di A. Bila beban refrigerasi naik, suhu dan tekanan evaporator naik, yang memungkinkan kompresor memompa aliran lebih besar dari yang sedang disuplai oleh katup. Katup tersebut kemudian bereaksi untuk menjaga level konstan dengan memperlebar pembukaan rata-ratanya. Suatu titik keseimbangan baru terbentuk pada titik B. Bila beban refrigerasi menurun, tekanan hisap menurun dan level tersebut naik, mendorong katup untuk menutup secukupnya dan membentuk titik keseimbangan di C.

(39)

BAB III

KONSEP DAN LANDASAN PERANCANGAN

3.1. KONSEP RANCANGAN

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan dalam perancangan yaitu

a) Dalam sistem refrigerasi yang dibuat untuk pembuatan es ini maka hal yang pertama yang perlu dihitung adalah berapa banyak es yang ingin dibuat per hari, dari sini akan didapat besar dari beban pendinginannya. Karena beberapa komponen dari Mini Ice Plant ini sudah tersedia, yaitu kontainer, ice bank dan ice can. Maka kedua faktor tadi dapat ditentukan.

b) Spesifikasi dari kompresor, evaporator dan kondenser sangat tergantung dari temperatur evaporasi dan temperatur kondensasi dari rancangan. Sehingga hal ini perlu pertimbangan yang cermat dan penetapan nilainya harus didasarkan dari kombinasi data observasi di lapangan dan referensi dari buku.

c) Sistem kompresor yang digunakan harus mampu menjaga operasi mesin pada tingkat yang paling ekonomis dengan mengatur konsumsi energi yang digunakan pada waktu ke waktu disesuaikan dengan kebutuhan beban. Misalnya saat seluruh ice can masih berupa fasa cair maka hal ini adalah beban tertingggi, sedangkan jika sebagian ice can sudah menjadi es dan sebagian masih berfasa cair maka bebannya pun lebih rendah. Untuk itu kompresornya harus dilengkapi dengan sistem kontrol kapasitas (untuk beban bervariasi), salah satunya adalah dengan sistem kompresor parallel.

d) Dengan mempertimbangkan kemudahan instalasi karena Mini Ice Plant ini akan difungsikan secara mobile. Maka sistem kondenser yang dipilih adalah kondenser berpendingin udara (air cooled condenser).

e) Dalam proses pembuatan es, maka yang terpenting dalam pemilihan sistem evaporator adalah dengan memilih sistem yang memiliki koefisien perpindahan

(40)

panas yang paling tinggi. Oleh karena itu, dalam rancangan ini dipilih sistem

flooded evaporator. Mengingat sistem ini memiliki koefisien perpindahan

panas lebih tinggi daripada direct expansion system.

f) Karena flooded evaporator mengizinkan fluida keluarannya tidak harus 100% uap (karena uap dan cairan refrigeran dipisahkan di receiver). Maka katup ekspansi yang digunakan adalah katup apung (low-pressure float valve).

3.2. PREVIEW RANCANGAN SISTEM REFRIGERASI

Dibawah ini adalah preview rancangan sistem refrigerasi. Hal-hal yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah mengenai komponen-komponen didalamnya termasuk kontainer yang digunakan sebagai ruang produksi dan pada bagian belakangnya digunakan sebagai ruang mesin:

a) Kontainer (e) Kompressor b) Primary refrigerant (f) Kondenser c) Secondary refrigerant (g) Receiver d) Evaporator (h) Katup ekspansi

(41)

Gambar 3.2. Preview tata letak sistem refrigerasi Mini Ice Plant

3.3. KONTAINER

Untuk dapat digunakan sebagai ruang produksi dan peletakkan beberapa mesin-mesin refrigerasi, tentu saja kontainer harus mempunyai beberapa kriteria sebagai berikut agar dapat digunakan sesuai dengan desain:

a) Struktur kontainer harus kuat sehingga kontainer itu sendiri tidak rusak ketika dibawa-bawa baik ketika diangkat dengan menggunakan crane maupun ketika ditarik dengan menggunakan trailer.

b) Ukuran ruangan, harus tersedia cukup baik sehingga mesin-mesin refrigerasi dapat diletakkan didalam kontainer. Selain itu untuk keperluan produksi, kontainer dapat menampung 128 ice can.

(42)

c) Karena digunakan sebagai ruang mesin sekaligus ruang produksi, maka didalam kontainer tersebut haruslah diberi isolasi agar panas dari lingkungan luar tidak dapat masuk ke dalam kontainer. Karena jika hal tersebut terjadi, maka kerugian (loses) yang terjadi pada ruang produksi akan sangat besar sekali.

d) Perawatan mesin-mesin, baik itu hanya untuk pengecekan maupun untuk pembongkaran mesin, harus mudah dilakukan.

Gambar 3.3. Preview Kontainer

3.4. REFRIGERANT

Refrigerant merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah proses refrigerasi.

3.4.1. Pertimbangan Rancangan

a) Refrigerant yang digunakan harus mempunyai titik beku dibawah temperatur yang lebih dari secondary coolant.

b) Refrigerant harus mempunyai efek refrigerasi yang baik ketika menyerap kalor dari lingkungan.

(43)

c) Refrigerant yang digunakan tidak beracun dan aman bagi makhluk hidup jika terjadi kebocoran.

d) Harga refrigeran sebaiknya relatif murah dan mudah didapat mengingat

Mini Ice Plant ini akan digunakan untuk didaerah-daerah terpencil.

Tabel 3.1. Beberapa spesifikasi refrigerant

Refrigerant ODP HGWP Temperatur Didih

Efek Refrigerasi

(Kj/kg)

COP Safety Harga ($/kg) R22 0,05 0,40 -40,81 162,67 4,66 A1 7,5 R134a 0,0 0,26 -26,074 148,03 4,6 A1 8,75 R404A 0,0 0,94 -46,222 114,15 4,21 A1 20,12 R407C 0,0 0,7 -43,627 163,27 4,5 A1 27,56 R507A 0,0 0,98 -46,741 110,14 4,18 A1 26,11 R717 0,0 0,0 -33,327 1103,14 4,76 B2 1,7 3.4.2. Tetapan Rancangan

Refrigerant dipilih untuk digunakan dalam rancangan adalah R22. Selain karena memenuhi persyaratan diatas R22 juga memenuhi persyaratan teknis seperti:

a) Memiliki efek refrigerasi yang cukup besar yaitu sebesar 162,67 kJ/kg b) Meskipun indeks ODP (Ozon Depletion Potential) R2 masih lebih dari

nol tetapi harganya lebih murah dari refrigeran lainnya yang memiliki efek refrigerasi yang cukup tinggi. Sehingga biaya produksi dapat lebih ditekan.

c) R22 telah banyak digunakan dan hampir semua produsen kompresor memproduksi untuk R22.

(44)

3.5. SECONDARY COOLANT

Secondary coolant atau pendingin sekunder digunakan dalam pembuatan

es balok. Pemilihan pendingin sekunder juga merupakan hal yang sangat penting dalam perancangan Mini Ice Plant ini sebab pendingin sekunder yang tepat akan menghasilkan hasil yang optimal dalam proses pembuatan es balok.

3.5.1. Pertimbangan Rancangan

a) Secondary coolant atau pendingin sekunder harus murah dan mudah didapat serta dikenal oleh masyarakat secara umum.

b) Secondary coolant tidak boleh beracun dan tidak merusak lingkungan. c) Dari desain diketahui bahwa:

o Temperatur evaporasi = 15o

C o Operasi kerja paling optimal :

t = waktu pembekuan x waktu operasi optimal sistem t = 22 x 15 hari x 12 bulan

t = 3960 jam/tahun

Didapat dari tabel 3.2, dengan operasi kerja 3960 maka didapat (dengan interpolasi) :

 LMTD = 5,33

 Selisih temp evaporasi dengan temp inlet brine = 6,9 ≈ 7  Selisih temp inlet brine dengan temp outlet brine = 4 Maka kemudian didapat:

o Temperatur inlet dari secondary coolant = -15o

C + 7 = -8oC. o Temperatur outlet dari secondary coolant = -8o

(45)

Tabel 3.2. Waktu operasi yang paling optimal

Sumber: dari paper yang di unduh dari website KTH Royal Institute of Technology stockholm, Sweden, ditulis oleh Björn Palm

Berdasarkan hasil observasi di pabrik es, besaran brine yang dikontrol adalah baume density. Hasil pengukuran saat observasi tersebut adalah 15 (gambar 3.4) Selain itu disebutkan juga bahwa interval baume density yang umum digunakan adalah antara 13 ~ 18.

Gambar 3.4. Gambar Pengukuran Baume Density

Sumber: pengukuran saat observasi di pabrik es PT. UMAWAR ISASABLUZA ICE DIVISION – PULO GADUNG (Maret 2009)

(46)

3.5.2. Tetapan Rancangan

Dengan pertimbangan diatas, maka titik beku brine harus lebih besar dari -11oC, untuk menghindari kegagalan saat operasi (brine membeku). Oleh karena itu, secondary refrigerant yang ditetapkan adalah sodium chlorida dengan fraksi massa 18% dengan titik beku -14,28oC (data didapatkan dari perangkat lunak

coolpack pada temperatur -11oC).

Gambar 3.5. Spesifikasi larutan sodium klorida yang digunakan Sumber: perangkat lunak coolpack

(47)

3.6. EVAPORATOR

Dalam Mini Ice Plant ini evaporator digunakan untuk mendinginkan temperatur secondary coolant yang keluar dari bak pencetak es agar temperatur dan waktu pembekuan secondary coolant tetap dingin sesuai dengan yang diinginkan.

3.6.1. Pertimbangan Rancangan

a) Dimensi evaporator dibatasi oleh dimensi evaporator tank, yaitu panjang maksimal 3,54 [m] dan kedalaman 0,45 [cm]. (Gambar 3.5) b) Sistem evaporator yang dipilih harus efisien artinya sistem yang

digunakan harus memiliki tingkat koefisien perpindahan panas yang cukup tinggi.

c) Sistem yang dipilih adalah flooded evaporator

d) Dengan menggunakan efek gravitasi untuk mengalirkan cairan refrigeran masuk ke evaporator.

e) Karena hanya mengandalkan efek gravitasi maka pressure drop harus betul-betul diperhitungkan sehingga ketinggian receiver dapat ditentukan untuk mengatasi pressure drop.

(48)

3.6.2. Tetapan Rancangan

a) Konstruksi evaporator yang digunakan bare tube.

b) Jenis evaporator yang digunakan adalah flooded evaporator koefisien perpindahan panasnya lebih tinggi dari sistem direct expansion. Hal ini disebabkan karena pipa evaporator terus menerus dilalui refrigeran didalamnya dan dibagian luarnya selalu terbasahi brine.

c) Uap akan otomatis dihisap oleh kompresor karena adanya perbedaan tekanan antara receiver dan kompresor. Selain itu juga karena densitas fluidanya yang rendah (fasa uap).

d) Fluida fasa cair dialirkan kembali masuk ke pipa evaporator oleh efek gravitasi yang menyebabkan adanya tekanan hidrostatik pada receiver, sehingga tekanan inilah yang mengatasi pressure drop di pipa evaporator.

e) Karena sistem flooded evaporator, outputnya tidak harus 100% uap, maka katup ekspansinya pun berbeda dengan sistem direct expansion yang menggunakan katup ekspansi termostatik. Disini menggunakan katup apung.

f) Output fluida tidak mempersyaratkan 100% uap, hal ini karena refrigeran keluaran evaporator tidak di langsung diteruskan ke kompresor melainkan ditampung dulu pada sebuah receiver tekanan-rendah untuk dipisahkan antara fase cair dan fase uapnya.

3.6.3. Menentukan temperatur evaporasi

Besarnya tekanan liquid refrigeran pada sistem kompresi gas akan menentukan besarnya suhu liquid mencapai titik penguapannya. Oleh karena itu dalam sistem kompresi gas penentuan besarnya tekanan liquid refrigeran yang disalurkan ke bagian evaporator memegangperanan penting dalam upaya memperoleh suhu evaporasi yang diinginkan. Dalam sistem kompresi gas pengaturan tekanan liquid refrigeran yang akan diuapkan di evaporator dilakukan melalui katub ekspansi.

Dalam sistem kompresi gas, biasanya suhu evaporasi normal dibuat dengan ketentuan sebagai berikut 90C di bawah suhu ruang yang diinginkan.

(49)

Sebagai contoh, suatu ruang pendingin (coldroom) diinginkan mampu memelihara suhu konstan sebesar 00C, maka suhu evaporasinya harus diatur agar dapat mencapai -90C. [2]

Berdasarkan data hasil observasi di pabrik es (Lampiran 1), didapatkan bahwa temperatur rata-rata brine selama 4 hari di dua bak es (ice bank) yaitu sebesar -6oC. Maka kemudian ditentukan bahwa temperatur evaporasi untuk sistem refrigerasi Mini Ice plant adalah sebesar -6oC – 9oC = -15oC.

3.7. KOMPRESOR

Pemilihan kompresor sangat penting sekali karena biasanya pemilihan kompresor berpengaruh terhadap biaya produksi dari es balok yang dibuat dan harga Mini Ice Plant itu sendiri.

3.7.1. Pertimbangan Rancangan

a) Kompresor yang digunakan harus mampu menghasilkan beban pendinginan pada evaporator sesuai dengan beban pendinginan yang digunakan.

b) Daya input listrik kompresor diusahakan serendah mungkin. Sebab semakin besar daya listrik yang digunakan, maka biaya listrik yang digunakan juga semakin mahal.

c) Bentuk dan ukuran kompresor harus seringkas mungkin sehingga tidak menghabiskan banyak tempat dalam ruang mesin.

d) Harga kompresor tidak boleh terlalu mahal karena berpengaruh terhadap harga unit Mini Ice Plant.

3.7.2. Tetapan Rancangan

a) Kompresor yang digunakan adalah tipe torak (reciprocating).

b) Kompresor dirancang dengan menggunakan 3 unit kompresor bersistem parallel. Instalasi sistem kompresor yang saling berhubungan dan bekerja bersamaan.

c) Kompresor yang dipilih adalah buatan Bitzer.

(50)

3.8. KONDENSER

Performa pengambilan kalor oleh refrigerandi evaporator tergantung pada kinerja dari kondenser yang digunakan.

3.8.1. Pertimbangan Rancangan

Untuk itu kondenser yang digunakan harus mampu memenuhi beberapa kriteria beikut ini:

a) Kondenser harus mampu mendinginkan refrigerant sehingga refrigerant menjadi cair kembali dan bahkan harus mampu mendinginkan refrigerant hingga mencapai temperatur subcool-nya sesuai dengan yang diinginkan. b) Temperatur kondensasi harus serendah mungkin dengan batas ukuran

yang telah ditentukan.

c) Daya listrik untuk kipas kondenser harus juga serendha mungkin untuk memangkas biaya produksi Mini Ice Plant itu sendiri maupun biaya untuk pembuatan es nantinya.

d) Pembuangan panas dari kondenser harus langsung ke udara bebas. Jika tidak maka akan kinerja mesin-mesin pendingin tidak lagi optimal akibat temperatur ruangan yang menjai panas. Sehingga lebiht tepat jika kondenser diletakkan diluar kontainer.

e) Ukuran kondenser tidak boleh lebih besar dengan tempat dimana kondenser itu diletakkan.

3.8.2. Tetapan Rancangan

a) Kondeser dalam perancangan diletakkan diluar kontainer, tepat diatasnya.

b) Jenis kondenser yang digunakan adalah air-cooled condenser dengan pertimbangan kemudahan instalasi.

c) Kondenser yang dipilih buatan Gϋntner. Dalam pemilihan kondenser itu, dipilih kondenser yang mempunyai temperatur kondensasi dibawah temperatur kondensasi yang dicari dengan ukuran yang kecil dan harga yang paling murah.

(51)

d) Pemilihan ini juga menggunakan Gϋntner Product Calculator Customer

2009 (GPC 2009).

e) Supaya posisi kondenser tidak mengganggu posisi mesin-mesin yang lain, mengingat ukuran kondenser yang cukup besar, dan untuk memudahkan pembuangan udara dari kondenser ke udara bebas maka kondenser diletakkan dibagian atas ruang mesin.

3.8.3. Menentukan temperatur kondensasi

Bila gas refrigeran didinginkan maka akan terjadi perubahan wujud atau kondensasi ke bentuk liquid. Tetapi yang perlu mendapat perhatian kita adalah titik suhu embun atau kondensasi gas refrigeran tersebut juga ditentukan oleh tekanan gasnya. Pada sistem kompresi gas, maka gas refrigeran dari sisi hisap dikompresi hingga mencapai tekanan discharge pada titik tertentu dengan tujuan bahwa gas panas lanjut (superheat) tersebut dapat mencapai titik embunnya dengan pengaruh suhu ambien di sekitarnya.

Untuk sistem yang berskala besar maka untuk mendinginkan gas superheat ini digunakan air atau campuran air dan udara paksa. dari pengalaman, agar diperoleh performa yang optimal dari mesin refrigerasi kompresi gas maka suhu kondensasinya diatur agar mempunyai harga 6 sampai 17 derajat celsius di atas suhu ambien, tergantung dari suhu evaporasinya. Tabel 1 memperlihatkan penentuan tekanan kondensasi untuk berbagai kondisi suhu evaporasi.

Tabel 3.3. Patokan penetuan suhu kondensasi

Sumber: SISTEM REFRIGERASI DAN TATA UDARA, JILID 1; Sapto Widodo, Syamsuri Hasan; Depdiknas (dengan perubahan)

(52)

Berdasarkan patokan di atas, maka suhu dan tekanan kondensasi dapat ditentukan dengan cepat dan akurat.

Dengan data-data sebagai berikut: - Suhu evaporasi = -15oC,

- Tipe kondenser = air cooled condenser. - Suhu ambien = 340C

Maka kemudian ditetapkan suhu kondensasi sebesar 45oC

3.9. BEDA SUHU RATA-RATA LOG (LOG MEAN TEMPERATUR DIFFERENCE)

Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa beda-suhu antara fluida-panas dan fluida-dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar tidaklah sama dan kita perlu menentukan nilai rata-rata.

 Untuk sebuah penukar yang memiliki penerima kalor bertemperatur konstan, ts = t1 = t2, dan sumber kalor bertemperatur menurun

Berdasarkan rumus diatas maka dengan kata lain LMTD adalah beda-suhu pada satu ujung penukar-kalor dikurangi beda-suhu pada ujung yang satu lagi dibagi dengan logaritma alamiah daripada perbandingan kedua beda-suhu tersebut.

Gambar 3.7: LMTD untuk evaporator

(53)

3.9.1. LMTD Pada Evaporator

Pada sebuah evaporator temperatur masuk dan keluar refrigerannya cenderung sama pada tekanan yang sama pula. Perubahan temperatur dalam sebuah evaporator sangat kecil, sehingga diabaikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Jika non-volatile fluid (fluida yang tidak mudah menguap, dalam hal ini brine) dipanaskan atau didinginkan, kalor sensibel akan berubah begitu juga dengan temperatur, sehingga ΔT disepanjang dinding heat exchanger akan menjadi tidak konstan. Selama laju perubahan temperatur (heat flow) terjadi secara proporsional terhadap ΔT di titik mana pun, maka kurva temperaturnya berbentuk eksponensial. Pada kasus dimana media pendinginnya adalah

evaporating liquid (R22), temperatur dari cairan ini secara substansial, akan tetap

konstan dikeseluruhan proses, selama cairan menyerap kalor laten dan kurva pendingin akan seperti berikut ini

Jadi, temperatur yang digunakan ketika refrigeran masuk dan keluar adalah temperatur evaporator (Tev). Hal ini menghasilkan nilai sebuah LMTD berbeda dengan tipe aliran searah ataupun yang berlawanan arah.

Gambar 3.8. Perubahan perbedaan temperatur dari fluida yang didinginkan (cooled liquid)

(54)

3.10. TRUE TEMPERATURE

Jika suatu penukar-kalor yang bukan jenis pipa-ganda digunakan, perpindahan-kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi sehingga bentuk persamaan perpindahan-kalornya menjadi:

[4]

q = U.A.F.ΔTm

Nilai faktor koreksi F bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida biasanya berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persamaan-persamaan itu menjadi lebih sederhana. Untuk kondisi ini P atau R menjdai nol dan kita dapatkan

F=1,0... untuk pendidihan dan kondensasi[6]

Dimana:

T,t = evaporator tank, tube 1,2 = inlet, outlet

Besar nilai P sebanding dengan flow rate bagian evaporator tank dan rata-rata spesifik heat dibagi dengan flow rate bagian tube dan rata-rata-rata-rata spesifik heat. Sedangkan besr nilai R adalah ukuran untuk efisiensi temperatur pada alat penukar-kalor.

3.11. FAKTOR PENGOTORAN (FOULING FACTOR)

Fouling (pengotoran) adalah pembentukan lapisan deposit pada

permukaan alat penukar-kalor (heat exchanger) dari material atau senyawa yang tidak diinginkan. Material yang tidak diinginkan ini dapat berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, korosi dan sebagainya. Proses pembentukan fouling ini dapat mempengaruhi proses pepindahan kalor dan kondisi aliran didalam sebuah alat penukar-kalor.

Alat penukar-kalor memerlukan proses pembersihan yang disebabkan oleh fouling pada bagian dalam dan luar tube yang menyebabkan penambahan dua lapisan tahanan (resistance). Penambahan lapisan ini mengurangi nilai koefisien

(55)

perpindahan kalor menyeluruh dan menghalangi serta mengurangi proses perpindahan kalor yang dibutuhkan.

Faktor pengotoran (Rf) menjadi tambahan tahanan (resistance) yang disebabkan oleh lapisan kotoran pada permukaan tube. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dibutuhkan untuk memenuhi kondisi proses.

Tabel 3.4. Nilai faktor pengotoran untuk berbagai jenis fluida

Sumber: “Heat and Mass Transfer” Mechanical Engineering Handbook oleh Kreith, F (University of Colorado).; Boehm, R.F. (University of Nevada); (1999)

3.12. KOEFISIEN KONVEKSI DUA FASA ALIRAN REFRIGERAN DALAM TUBE

Saat beberapa bagian dari cairan refrigeran terevaporasi, volumenya kemudian meningkat yang menyebabkan percepatan pada fluida. Investigasi dari

flow boiling terlihat bahwa proses dapat dibagi menjadi pola aliran yang berbeda.

Mekanisme perpindahan panas adalah berbeda disetiap pola aliran. Terdapat dua pola utama mekanisme perpindahan panas yang membedakan yaitu nucleate

boiling dan convective boiling. Pada convective boiling, pengintian dari

(56)

Gambar 3.9. Koefisien perpindahan kalor adalah jumlah kontribusi antara

convective dan nucleate boiling

Sumber: dari paper yang di unduh dari website KTH Royal Institute of Technology stockholm, Sweden, ditulis oleh Björn Palm

Seperti yang telah dinyatakan diatas, dikatakan bahwa korelasi umum ini adalah efek dari dua mekanisme, nucleate boiling dan convective boiling.

Salah satu korelasi yang digunakan secara luas untuk perhitungan heat transfer koefisien rata-rata adalah yang dikenalkan oleh Piere (1969: percobaannya menggunakan refrigeran R22 pada pipa horizontal dengan material copper) Pierre memberikan dua buah korelasi, satu untuk evaporasi yang sempurna (5-7 K superheat) dan yang kedua untuk evaporasi yang tidak sempurna seperti halnya pada flooded evaporator. [1]

(a) (b)

Gambar

Gambar 2.1. Perpindahan Kalor Konduksi dan Konveksi
Gambar 2.2. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur dan fase air
Gambar 2.3 p-h Diagram
Gambar 2.4. Diagram alir sistem kompresi gas dengan Flooded Evaporator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan kinerja tahunan ini merupakan bagian dari manajemen kinerja yang merupakan penyelarasan usulan rencana kinerja dengan rencana strategi bidang kearsipan

(1) Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta yang selanjutnya dalam Peraturan Menteri ini disebut AK-TEKSTIL SOLO adalah perguruan tinggi di

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran matematika materi segiempat dengan model pembelajaran Means-Ends Analysis

Finkle dan Torp, Problem Based Learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan

Dengan luas wilayah 229,52 km² Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara tentu saja memiliki penduduk yang padat, maka daerah ini juga banyak mempunyai

Selain itu, telah dilakukan optimalisasi sintesis polimer PNIPA agar polimer memiliki viskositas yang optimal dalam penggunaan aplikasinya sebagai sumber radiasi

Penyusunan Program Tahunan ini didasarkan pada kondisi dan pergumulan komisi Pelayanan Pemuda yang ada di Jemaat BNKP Hiliweto dan Program yang dicanangkan dimana diharapkan

Kurangnya perhatian pemerintah desa ngestiharjo terhadap aset desa, sekitar 40.000 m 2 lebih tanah bengkok maupun tanah kas desa yang berlokasi di Pedukuhan