• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Hasil Penelitian

PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL

DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

Anak-anak dan remaja yang jumlahnya mencapai hampir sepertiga penduduk yang berjumlah 237 juta orang, dan dengan pertumbuhan penduduk yang berkisar 1.49 persen setiap tahunnya (BPS, 2010), kesejahteraan mereka merupakan hal yang sangat penting bagi prospek sosial dan ekonomi Indonesia yang saat ini merupakan negara berpenduduk paling padat keempat di dunia. Pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini kehidupan bagian besar anak-anak dan remaja tidak lepas dari teknologi digital, dan oleh karenanya kelompok tersebut sering disebut sebagai digital natives.

Penelitian ini pada dasarnya termasuk bagian dari studi tentang Digital Citizenship Safety di kalangan anak-anak dan remaja yang sudah dilakukan UNICEF di Afrika Selatan, Kenya dan Zambia, bertujuan menghasilkan pengetahuan yang sangat penting tentang bagaimana cara kelompok usia ini menggunakan media sosial dan teknologi digital, mengapa mereka menggunakan saluran komunikasi ini, dan potensi resiko yang mereka hadapi dalam penggunaan tersebut. Survei sampel yang dilaksanakan tahun 2011 dan 2012 ini berupaya mengumpulkan data yang dapat dijadikan sebagai pedoman kebijakan yang akan datang guna melindungi hak anak-anak untuk mengakses informasi, berbagi informasi, dan mengekspresikan pandangan atau ide mereka secara aman.

Studi yang disponsori oleh UNICEF dan proses dilaksanakan seluruhnya oleh para peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan dukungan keahlian dari the Berkman Center for Internet & Digital Media, Harvard University, Cambridge, AS dilaksanakan untuk mengungkap kegiatan

(2)

online dari sampel anak-anak dan remaja berusia 10-19 tahun sebanyak 400 orang yang dipilih secara acak dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun perdesaan. Instrumen studi dikembangkan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya agar dapat memberikan gambaran komprehensif tentang pola penggunaan media digital di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, termasuk motivasi penggunaan, dan informasi tentang mereka yang tidak menggunakan media digital. Dengan tujuan mengumpulkan informasi tentang anak-anak dan remaja yang belum pernah menggunakan internet dan dengan cakupan sampel nasional, penelitian ini memiliki keunikan tersendiri dan menjadikannya sebagai yang pertama dari penelitian sejenisnya di Indonesia.

Latar Belakang

Anak-anak dan remaja memainkan peran penting dalam eskalasi dramatis drastis penggunaan internet tanpa kabel, telepon selular, smartphone dan jejaring media sosial. Di Indonesia, dimana akses internet dari rumah relatif masih terbatas, konsumen (terutama kaum muda) langsung beralih pada komunikasi mobile, dengan jumlah pengguna telepon seluler bertambah 34 persen setiap tahun antara 2004-2009 (Ditjen Postel, 2009).

Hampir seperempat jumlah penduduk Indonesia saat ini memiliki smartphone, dengan pembaruan yang cepat. Menurut hasil riset pasar Roy Morgan Research (Australia), antara Maret 2012 sampai 2013, kepemilikan smarphone meningkat dua kali lipat dari 12 persen menjadi 24 persen dari jumlah penduduk. Kepemilikan telepon selular meningkat 10 persen selama periode tersebut, mencapai 84 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2013.

Namun fakta-fakta tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, dan pertanyaan kuncinya adalah, pertama, apa yang mereka lakukan dengan teknologi baru mereka, dan kedua, apakah mereka menggunakan teknologi tersebut secara aman?

Temua-temuan Utama Penelitian

Sebagian besar anak-anak dan remaja berkomunikasi online, tetapi masih terdapat kesenjangan digital diantara mereka.

(3)

Studi ini menemukan bahwa hampir 80 persen dari mereka yang disurvei adalah pengguna internet, dan berhasil membuktikan adanya kesenjangan antara wilayah perkotaan, yang umumnya lebih makmur, dibanding perdesaan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten, sebagai contoh, hampir semua responden adalah pengguna internet. Namun, di Maluku Utara dan Papua Barat, pengguna internet kurang dari sepertiga jumlah responden.

Kesenjangan yang juga jelas terlihat di antara wilayah perkotaan dan perdesaan adalah dalam proporsi anak responden yang tidak menggunakan internet. Di wilayah perkotaan jumlah mereka yang tidak menggunakan internet hanya 13 persen, sedangkan di perdesaan jumlahnya mencapai 87 persen. Ketika diminta untuk menjelaskan mengapa mereka tidak menggunakan internet, bagian besar responden mengutarakan tentang kurangnya akses komputer, tidak adanya biaya, dan ketidaksetujuan orangtua sebagai tiga faktor utama.

Sumber belajar dan alat yang digunakan untuk mengakses internet

Mayoritas responden mengaku telah menggunakan internet selama lebih dari setahun, dan hampir separuhnya mengetahui tentang internet pertama kali dari teman-teman. Studi ini juga membuktikan secara jelas bahwa anak-anak dan remaja dalam mengakses internet dapat menggunakan berbagai peralatan untuk mengakses internet, yaitu PC yang digunakan oleh 69 persen responden, telepon seluler 52 persen, laptop 34 persen, dan smartphone 21 persen, tablet 4 persen, dan video game 2 persen responden.

Apa yang mereka lihat dan apa yang memotivasi mereka untuk online?

Lebih dari tiga perempat (77.4 persen) responden terhubung ke jejaring sosial seperti Facebook dan search engines seperti Google (77.4 persen). Di samping itu, hampir separuh dari pengguna internet sudah mengakses YouTube dalam 12 bulan terakhir (49.4 persen). Studi ini juga mengungkapkan tiga motivasi utama penggunaan internet oleh anak-anak dan remaja, sebagai berikut:

 Motivasi 1: Mencari informasi (80.2 persen), dan responden yang mencari informasi terutama untuk menyelesaikan tugas sekolah mereka sebanyak 75.5 persen

(4)

 Motivasi 2: Persahabatan. Anak-anak dan remaja juga meggunakan internet untuk menambah jumlah teman di dunia virtual, dan proporsinya sebesar 70.13 persen. Lebih dari separuh (52.2 persen) juga menggunakannnya untuk berinteraksi dengan teman-teman, dan lebih dari sepertiga (39.31 persen), menggunakannya untuk terhubung kembali dengan teman-teman lama.

 Motivasi 3: Hiburan. Sebagian besar responden juga menggunakan internet untuk memperoleh hiburan musik (64.5 persen) dan game online (64.2 persen). Mereka juga menggunakannya untuk mengakses video (39 persen), dan artikel (33.6 persen). Hanya sebagian kecil (13.3 persen) yang mengakses internet untuk mengikuti berita tentang selebriti atau idola mereka.

Dengan siapa mereka berkomunikasi dan apa yang dibicarakan ?

Mayoritas responden pengguna internet (89.3 persen) berkomunikasi secara online dengan teman-teman, sementara 56.3 persen berkomunikasi dengan keluarga dan hanya sedikit lebih dari sepertiga (34.6 persen) yang berkomunikasi dengan guru. Satu hal yang dapat menimbulkan kekhawatiran adalah bahwa hampir seperempat responden (24.2 persen) berkomunikasi dengan orang yang tidak terlalu mereka kenal, dan hal ini tentu dapat menimbulkan implikasi tertentu terhadap keamanan mereka. Dalam berkomunikasi secara online anak-anak dan remaja tersebut bagian besar membicarakan tentang kegiatan sekolah (73 persen), dan hanya ada sebagian kecil yang membicarakan tentang dunia dan isu politik (5 persen).

Penggunaan media digital yang tidak aman

Studi ini juga menemukan terdapat 41 persen responden yang tidak menyampaikan dengan jujur tentang usia mereka yang sebenarnya. Hal ini juga dapat menimbulkan kekhawatiran akan adanya resiko yang harus dihadapi anak-anak dan remaja ketika online mengingat banyak di antara mereka (24.2 persen) yang berinteraksi secara online dengan orang-orang yang tidak mereka kenal.

Selain itu, studi ini juga menemukan responden umumnya tidak setuju dengan penggunaan kata-kata yang kasar/tidak sopan dan foto-foto yang yang vulgar atau tidak sopan di internet, begitu pula dengan pornografi online. Temuan menunjukkan, 14 persen

(5)

responden sudah pernah mengakses konten pornografi online secara sengaja. Lebih dari separuh (52 persen) sudah pernah menjumpai konten pornografi baik berupa teks, gambar maupun video yang mereka peroleh melalui orang yang dikenal sebelumnya, orang yang baru dijumpai di dunia maya, email yang tidak dikenal, dan pop-up advertising (iklan yang muncul secara tiba-tiba).

Cyber bullying

Tindak kekerasan atau bullying merupakan hal yang bisa terjadi di dunia cyber di Indonesia seperti halnya di negara-negara lain. Anak-anak dan remaja merupakan pihak yang paling rentan, meskipun terkadang juga bertindak sebagai pelaku. Tetapi studi ini menemukan bahwa mayoritas responden (58 persen) tidak menyadari keberadaan tindak kekerasan tersebut. Mereka yang sudah pernah mengalaminya, yakni sebanyak 8.2 persen, mengaku pernah di-bully melalui jejaring/media sosial, dan sebanyak 4.4 persen melalui pesan sms. Hanya 1 persen yang mengakui bahwa mereka pernah mengirim email untuk membuat marah orang lain, tetapi ada sebanyak 9 persen mengaku pernah mengirim pesan seperti itu melalui jaringan media sosial, dan 14 persen mengatakan bahwa mereka menggunakan sms untuk mengirim pesan serupa.

Privasi

Studi ini juga berhasil mengungkap perilaku yang mengundang resiko yang dilakukan bagian besar responden, bekaitan dengan perlindungan privasi. Lebih dari separuh responden yang diwawancarai (50.6 persen) mengaku telah menyampaikan informasi tentang kontak sekolah mereka, hampir seperempat (24.5 persen) pernah berbagi informasi tentang nomor telepon dan alamat rumah, 22.3 persen telah berbagi foto pribadi, dan hampir seperlima (17.9 persen) telah berbagi informasi tentang keluarga mereka.

Banyak orangtua dan sekolah yang kurang mengawasi penggunaan internet

Meskipun terdapat lebih dari separuh responden pengguna internet (50.9 persen) mengatakan bahwa orangtua mereka mengatur atau mengawasi mereka dalam menggunakan internet, hanya ada sekitar seperlima (20.8 persen) yang mengatakan

(6)

bahwa mereka didampingi orangtua ketika melakukan kegiatan online, dan hanya sekitar seperempat (26.1 persen) yang mengatakan bahwa orangtua benar-benar mengawasi mereka dalam menggunakan internet di rumah. Studi ini juga menemukan bahwa hanya ada 25 persen responden yang bersekolah di sekolah negeri mengatakan sekolah mereka menetapkan pembatasan pada data yang dapat mereka akses, sementara 42.1 persen responden yang bersekolah di sekolah swasta mengatakan bahwa sekolah mereka memberlakukan pembatasan tersebut.

Pendekatan Terkini

Untuk menjaga keamanan anak-anak dan remaja ketika menggunakan internet Pemerintah sebetulnya telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya, yang telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika selama ini adalah mengembangkan aplikasi Trust-positive, melaksanakan sosialisasi dan edukasi publik “Internet Sehat dan Aman”, meningkatkan literasi TIK melalui pelatihan-pelatihan singkat baik di sekolah, mall maupun tempat-tempat lainnya dengan melibatkan relawan TIK yang ada di seluruh Indonesia, menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai situs-situs yang dirasakan mengganggu.

Selain itu, bekerjasama dengan UNICEF, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat ini tengah berupaya merumuskan Rencana Aksi Nasional (RAN) tentang akses informasi untuk anak-anak guna memastikan agar mereka mempunyai akses untuk mendapat informasi, pengetahuan dan ide-ide yang bermanfaat, dan untuk melindungi anak-anak dari berbagai risiko dan konsekuensi negatif dalam mengakses informasi.

Dalam konteks ini, maka hasil studi ini dapat memberikan kontribusi dengan menyediakan data yang diperlukan tidak saja bagi pengembangkan program/kegiatan peningkatan edukasi dan pelatihan literasi TIK tetapi juga bagi perumusan RAN, yang bertujuan mempromosikan dan mengembangkan media ramah anak yang akan memberikan informasi, pengetahuan dan ide bagi anak-anak secara aman. Inisiatif Pemerintah mengembangkan Kota Ramah Anak juga bertujuan mempromosikan partisipasi anak-anak dan remaja dalam pengambilan keputusan terkait komunitas mereka, yang tentu saja membutuhkan informasi dan pengetahuan, disamping saluran komunikasi

(7)

yang efektif yang memungkinkan mereka berbagi pendapat dan didengar pendapatnya. Langkah-langkah yang diperlukan selanjutnya

Berdasarkan temuan-temuan yang telah disebutkan, studi ini mengusulkan sepuluh langkah yang perlu dipertimbangkan untuk melindungi hak-anak-anak atas informasi dan dalam mengekpresikan pandangan mereka, dan juga hak atas keamanan, yaitu:

1. Menggunakan perspektif anak-anak dan remaja dalam mengembangkan rancangan program informasi tentang keamanan digital

2. Melandaskan program tersebut berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan mengembangkannya dalam kolaborasi dengan anak-anak dan remaja untuk memastikan relevansinya

3. Melibatkan orangtua dan guru untuk mengawasi dan mendampingi perjalanan digital anak-anak dan remaja, misalnya, dengan menjadi 'teman' pada jejaring sosial mereka. 4. Meningkatkan keamanan/proteksi konten sehingga dunia virtual dapat menjadi

tempat yang aman dan positif bagi anak-anak dan remaja

5. Memusatkan perhatian pada penyediaan informasi bagi anak-anak dan remaja tentang bahaya yang mungkin terjadi jika mereka di dunia nyata menemui kenalan yang mereka jumpai di dunia online.

6. Memastikan bahwa orangtua dan guru menyadari dan terlibat dalam program keamanan digital yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja

7. Menyeimbangakan pesan-pesan tentang keamanan media digital dengan penekanan pada nilai positif internet bagi kepentingan pendidikan, penelitian, dan niaga.

8. Mendorong anak-anak dan remaja untuk melihat dan menggunakan internet sebagai sumber yang berharga, serta menggunakan teknologi digital secara efektif bagi tujuan pendidikan, informasi, perluasan kesempatan dan pemberdayaan diri.

9. Melaksanakan kampanye keamanan digital baik online maupun offline melalui media konvensional dan media digital yang biasa digunakan anak-anak dan remaja.

10. Mengembangkan kader-kader keamanan digital, yang terdiri dari kalangan anak-anak dan remaja sendiri, yang lebih mudah berbicara pada teman sebaya mereka mengenai masalah ini baik secara langsung (face-to-face) maupun melalui saluran komunikasi yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah pada perbankan syariah, yaitu dana pihak ketiga, non performing

You don’t really want to ask everyone to download and build every possible version of GCC every time they would like to build a piece of code. Ship the toolchain as a

Coba kita berkaca pada Australia dan Malaysia yang sama-sama menggunakan patokan harga MOPS (Mean Oil Platts Singapore) atau merujuk Cost of Goods Sold (HPP) BBM

(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi Pangan dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya dan berbagi pengetahuan baik secara simultan maupun secara parsial terbukti berpengaruh positif dan signifikan

Proses-proses pemahaman matematik sejalan dengan apa yang telah dikembangkan oleh Piaget (Ruseffendi, 1988:133), yaitu mengenai proses seorang anak belajar

activities in the way the teacher analyzed students’ needs, designed th e learning objectives, organized the materials and activities, presented the materials,

Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur pembagian (9,3) memberi kesalahan