• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. acuan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Diantaranya sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. acuan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Diantaranya sebagai berikut :"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian, adapun bentuk-bentuk penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Diantaranya sebagai berikut :

No. Peneliti dan Judul Hasil Relevansi

1. Ervan Wirawan (2017), Jurnal Politik Muda , Vol.6, No.1, Januari-Maret, 73-78, dengan judul Konflik Pembebasan Tanah Pembangunan Jalan Tol Jombang-Mojokero Studi Desa Watudakon Kabupaten Jombang Pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto menimbulkan konflik. Konflik terjadi antar pemerintah melalui panitia pengadaan tanah dengan warga yang tanahnya terkena ruas pembangunan. Konflik pembagunan jalan tol Jombang-Mojokerto berakar pada warga yang belum bersedia menerima uang ganti rugi yang telah di tetapkan oleh P2T (Panitia Pengadaan Tanah). Bagi warga, pemberian uang ganti

rugi tanah

pembangunan jalan tol ini belum sesuai kesepakatan warga.

Penelitian tentang pembebasan tanah pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto memiliki persamaan dengan apa yang di tulis peneliti. Yaitu, warga Desa Sukorame sampai saat ini tidak mau menerima uang ganti rugi dari pihak pelaksana pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto (Tol Sumo). Menurut warga, ganti rugi yang di berikan tidak sebanding dengan lahan yang mereka miliki. Serta, persamaan lainnya yaitu, awal mulnya warga tidak setuju dengan aanya proyek pembangunan jalan tol Sumo karena akan menyangkut pembebasan lahan. Sedangkan, apa yang di tulis dalam jurnal peneliti adalah warga esa Watudakon tidak menyetujui adanya proyek pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto, karena menyangkut tantang

pengadaan tanah. Serta warga belum menerima uang ganti rugi karena merasa

(2)

tidak sebanding. 2. Purnawanti (2015),

skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul Pengadaan

Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Studi Kasus Terhadap Pembangunan Fly Over Jombor Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Isi dalam skripsi tersebut adalah mengenai

pembangunan fly over Jombor yang terletak di Padukuhan Jombor Kidul dan Jombor Lor Desa Sindudai, Kecamatan Mlati, dan adukuhan Mraon, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati.

Dalam proses

pelaksanaan

pembangunan fly over tersebut tidak berjalan dengan lancar, karena selama lima tahun pembangunan fly over ini terkendala dengan pembebasan tanah. Hal ini di sebabkan adanya ketidakadilan dan kekuranglayakan pemerintah (Tim Penilai Harga Tanah) dalam menentukan nilai ganti rugi atas tanah yang di bebaskannya. Kemudian, upaya yang di lakukan pemerintah ialah melakukan beberapa kali musyawarah dan mediasi-mediasi antara masyarakat yang terkena

Pembangunan fly over Jombor, Yogya, memiliki beberapa kesamaan dengan apa yang di tulis oleh peneliti terkait proses akomodasi dan negosiasi pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto (Tol Sumo). Pembangunan tol Sumo juga mengalami keterlambatan dalam

prosesnya karena

ketidaksetujuan warga tentang adanya pembangunan jalan tol Sumo tersebut. Dan yang menjadi penghambat dalam pembangunan tol Sumo ini adalah pembebasan lahan. Warga merasa tidak adil karena harga yang di berikan pemerintah tidak sebanding. Kemudian, warga esa Sukorame di sini telah melakukan banyak negosiasi dengan pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan pembangunan jalan tol Sumo. Termasuk ombudsman RI. Tidak hanya itu, warga juga mengirim beberapa surat ke pihak-pihak tertentu terkait permohonan ganti rugi atau kesepakatan harga. Hingga melalui jalur hukum. Namun, dlam hal ini tidak ada satu balasan yang menunjukkan pernyataan kapan ganti rugi akan di berikan.

(3)

dampak pengadaan

tanah dengan

pemerintah terkait yang memerlukan tanah, mediasi dengan Ombudman Republik Indonesia Jakarta di Yogya. 3. Anggun Tri Mulyani (2016), skripsi Universitas Lampung dengan judul Pelepasan Hak Atas Tanah Untuk

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera I Kecamatan Tegineneng

Kabupaten Pesawaran

Dalam pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan jalan trans Tol Sumatera, banyak mengalami

hambatan di

dalamnya. Yaitu di antaranya tentang pengadaana tanah. Dalam hal ini, panitia pengadaan tanah seringkali menawar dengan harga rendah, sedangkan di sini masyarakat

menawarkan dengan harga yang tinggi. Selanjutnya, panitia dan warga melakukan musyawarah untuk menetapkan besarnya kerugian atas pengadaan tanah tersebut. Pada musyawarah pertama, yang di lakukan oleh tim umum yaitu tim apprasial tidak memiliki titik terang karena masih banyak warga yang tidak sepakat dengan harga yang di berikan oleh

Terdapat persamaan antara isi skripsi tersebut dengan apa yang di tulis peneliti mengenai proses akomodasi dan negosiasi terhadap proses pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto. Yaitu adanya proses tawar menawar antara pihak pelaksana pembangunan jalan tol Sumo dengan warga Desa Sukorame. Warga meminta harga tinggi jika tanahnya ingin di jadikan akses jalan tol. Namun pemerintah dan pihak pelaksana pembangunan jalan tol Sumo ini memberikan harga yang sangat jauh dari permintaan warga. Dalam hal ini juga di lakukan berbagai proses musyawarah dan negosiasi kembali, namun belum menemukan titik terang dan persetujuan. Sedangkan apa yang di muat dalam skripsi tersebut, terdapat perbedaan. Yaitu hasil musyawarah telah di setujui ke dua belah pihak, dan tanah milik warga resmi di jadikan akses jalan tol.

(4)

panitia.

Ketidaksepakatan ini di picu karena warga memprotes besaran ganti rugi yang tidak sesuai dengan pasaran

maupun NJOP.

Kemudian tidak hanya sampai di situ, panitia mengadakan

musyawarah kembali untuk ke dua kalinya.

Dan dalam

musyawarah ke dua inilah di temukan adanya titik terang. Bahwa baik panitia dan warga yang memiliki tanah yang nantinya tanah tersebut akan menjadi akses jalan tolsaling bersepakat mengenai ganti rugi pengadaan tanah.

2.2 Proses Negosiasi

Negosiasi merupakan tindakan saat terdapat lebih dari satu orang, mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan. Negosiasi biasanya di lakukan pada saat terjadi suatu hal yang tidak sesuai keinginan pihak-pihak terkait. Secara sederhana, negosiasi diartikan sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan bersama antar satu pihak dan pihak lain, bisa juga diartikan sebagai langkah untuk membangun kesepemahaman terhadap suatu permasalahan. Karena

(5)

kepentingan semua pihak saling bertabrakan, haruslah di buat keputusan akhir yang disetujui dan di terima oleh semua pihak. Biasanya mereka akan saling berunding dan mengeluarkan tawar-tawaran, dengan tujuan agar keinginan mereka terpenuhi.

Dalam hal ini, negosiasi dapat dilakukan dengan orang-orang disekitar lingkungan, baik dengan orang tua, teman maupun rekan bisnis. Artinya, proses negosiasi dapat dilakukan dengan siapapun atau dapat berhubungan dengan orang-orang disekitar kita. Pendapat lain mengenai negosiasi menurut (Sembel & Projosaksono, 2003 :163), adalah cara yang dapat dispakati oleh ke dua belah pihak dan menyetujui hal-hal yang dilakukan dimasa mendatang. Negosiasi awalnya tidak merupakan seberapa penting, namun saat ini negosiasi merupaka proses utama yang di lakukan oleh dua atau lebih organisasi yang terlibat dalam perjanjian bisnis (Bowersox & Cooper, 1992 : 286).

Pernyataan tersebut setara dengan apa yang di kemukakan oleh (Lewicki, Barry & Saunders, 2012 :7 ), yang mengatakan bahwa negosiasi adalah proses dimana dua atau lebih pihak berusaha untuk menyelesaikan kepentingan mereka yang bertentangan. Oleh karena itu, dari berbagai macam definisi mengenai negosiasi, dapat disimpulkan secara ringkas bahwa negosiasi dapat dilakukan dengan siapapun, orang terdekat seperti keluarga, atau rekan kerja, guna menyelesaian persoalan atau kepentingan-kepentingan lain di dalamnya.

Pihak yang ingin melakukan negosiasi haruslah mengetahui fakta-fakta dan data-data mengenai masalah yang dihadapi, atau dengan kata lain pengetahuannya harus luas, agar ketika tawarannya di tolak atau mendapat

(6)

tawaran baru, dapat segera direspon dengan baik dan nantinya akan menguntungkan bukan merugikan.

Maksud dari kalimat tersebut adalah, pihak yang ingin melakukan negosiasi harus benar-benar mengetahui fakta yang sebenarnya dan paham dengan apa yang ingin disampaikan, serta mempunyai banyak strategi lain untuk mengantisipasi terjadinya penolakan-penolakan saat proses negosiasi berlangsung. Adapun gabaran umum mengenai proses negosiasi :

a. Tidak adanya struktur beserta ketua b. Ketidakadaananya aturan formal

c. Pihak yang terlibat selalu bertahan dalam argumennya

d. Tujuannya adalah untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh ke dua belah pihak

Struktur negosiasi : a. Persiapan

Suatu bentuk dari sebuah proses guna mengembangkan proses yang sudah diamati dengan amat baik. Dalam arti hal tersebut meliputi, pengumpulan pemberitahuan, serta mencari lebih dalam mengenai pihak beserta lawan kasusnya.

b. Diskusi

Berawalnya suatu negosiassi cenderung mengawali dengan adanya pernyataan dari kedua belah pihak. Kemudian pengajuan didapatkan oleh pekerja yang sebelumnya mendapat kesempaan lebih dulu

(7)

c. Berunding

Dalam adanya diskusi atas suatu konflik tidak dapat berlangsung secara terus-menerus. Kemudian selanjutnya yaitu dimakudkan supaya tahap dimana diskusi untuk menemukan jalan mengajukan tuntutan dan penawaran.

d. Penutup dan kesepakatan

Berdasarkan dari penutup dan kesepakatan, ke duanya saling mencari kesepakatan yang dapat diterima pula oleh ke dua belah pihak sendiri, dengan hasil masing-masing.

2.3 Konflik

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbadaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagaiya.

Dalam arti, konflik dapat terjadi karena adanya suatu perbedaan. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan pemikiran atau keyakinan sehingga masing dari yang bertentangan akan mempertahankan tujuannya masing-masing dengan segala cara agar tidak tertindas oleh lawan.

Dalam penjelasan Simmel (dalam Poloma 2003 : 107) menjelaskan bahwa konflik merupakan suatu bentuk interaksi dimana tempat, waktu serta intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan.Menurut Suseno ( 2003 : 121 ), yang melatarbelakangi konflik itu timbul adalah:

a. Modernisasi dan globalisasi

(8)

c. Budaya kekerasan d. Sistem politik

Menurut Wijono ( 2012 : 235 ), terdapat dampak positif dan negatif dalam suatu konflik, yaitu; membawa masalah-masalah yang yang di abaikan sebelumnya secara terbuka, memotivasi orang lain untuk memahami setiap posisi orang lain, mendorong ide-ide baru, memfasilitasi perbaikan dan perubahan, dapat meningkatkan kualitas keputusan dengan cara mendorong orang untuk membuat asumsi melakukan perubahan.

Sedangkan, dampak negatif dari suatu konflik adalah dapat menimbulkan emosi dan stress negatif, berkurangnya komunikasi yang digunakan sebagai persyaratan untuk kordinasi, munculnya pertukaran gaya partisipasi menjadi gaya otoritarif, dapat menimbulkan prasangka-prasangka negatif.

Oleh karenanya ketika terdapat suatu konflik, maka terdapat pula berbagai dampaknya baik bagi individu atau pihak-pihak yang sedang berselisih tersebut. Serta, dengan adanya dampak negatif yang telah dijelaskan diatas dapat dibentuk menjadi suatu evaluasi bagi pihak-pihak atau individu yang sedang berkonflik agar konflik dapat mereda. Berikutnya adapula jenis-jenis konflik yang dicetuskan olehSoekanto (1992 : 86 ) :

1. Permasalahan pribadi yaitu bentuk konflik yang terjadi antara individu dengan atau lebih karena adaya perbedaan perspektif atau opini..

2. Kemudian konflik rasial adalah permasalahan yang muncul akibat perbedan ras.

(9)

3. Pembeda sosial merupakan konflik yang terjadi oleh faktor kepentingan kelas sosial.

4. Serta, pertentangan politik bentuk dari kepentingan tujuan politis.

5. Yang terkhir mengenai model pertentangan dengan sifat internasional, maksudnya adanya suatu masalah rentan timbul karena terdapat perbedaan pandangan.

Konflik juga berhubungan dengan resolusi. Artinya, terdapat suatu proses untuk memecahkan konflik melalui sebuah metode. Menurut Mindes (2006 : 24), resolusi konflik merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan merupakan aspek penting dalam pembangunan sosial dan moral yang memerlukan keterampilan dan penilaian untuk bernegosiasi, kompromi, serta mengembangkan rasa keadilan.

Pendapat Mindes mempunyai persamaan dengan Weitzman & Weitzman ( dalam Morton & Coleman, 2000 : 197 ) yang mengatakan bahwa resolusi konflik sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve a problem together ). Atau dapat dikatakan secara ringkas bahwa resolusi konflik sendiri adalah tuntutan untuk menyelesaikan konflik.

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa apa yang telah dijelaskan oleh Mindes dan Weitzman berhubungan dengan pengertian akomodasi, yaitu suatu cara yang digunakan untuk meredakan suatu pertentangan. Didalam proses akomodasi inilah terdapat berbagai maacam metode dalam menyelesaikan masalah seperti halnya mediasi, kompromi, arbritasi, konsiliasi, toleransi, adjudikasi, koersi, dan stalamate.

(10)

2.4 Pembangunan

Pengertian pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Maksud dari kalimat tersebut adalah, suatu pembangunan dilakukan dengan tetap berdasarkan aturan atau norma agar tidak merugikan pihak-pihak yang berada diruang lingkup pembangunan tersebut. Sebagai contoh, masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembangunan lain yang mengatakan bahwa pembangunan merupakan bentuk dari perubahan sosial bersama partisipatori yang lebih dalam terdapat lingkup suatu masyarakat gunamemajukan konteks sosial dan material, termasuk bertambahnyakesetaraan dan kebebasan (Rogers dalam Suryono, 2001 : 132).

Dengan demikian, pembangunan tidak hanya berurusan dengan produksi dan distribusi barang-barang material. Selain itu pembangunan juga harus menciptakan kondisi –kondisi yang membuat manusia bisa mengembangkan kreativitasnya (Budiman, 1995 : 14)

Perspektif lain mengenai konsep tersebut memiliki arti yaitu, suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkunganya (Suryono, 2001 : 1). Secara teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat dinegara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (Literacy Rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial (Seers, 2004 : 178).

Maksud dari kalimat tersebut adalah, ketika pembangunan di jadikan sebagai suatu proses untuk merubah masyarakat itu sendiri menjadi lebih baik,

(11)

Atau dengan kata lain pembangunan tersebut akan mendorong, memaksa masyarakat untuk mempunyai kontrol terhadap lingkungan, seperti halnya tidak merusak lingkungan sekitar.

Berikut adalah tujuan pembangunan menurut Adisasmita (2006 :126), di antaranya:

1. Strategi pembangunan 2. Strategi kesejahteraan

3. Strategi yang tangap terhadap kebutuhan masyarakat 4. Strategi yang terpadu atau strategi yang menyeluruh

Berbeda dengan tujuan menurut Adisasmita, Zamhariri (2008 :23), mengemukakan tujuan pembangunannya :

1. Dapat mencapai kondisi umum yang memajukan 2. Adanya manfaat dari sumber daya guna masyarakat 3. Terealisasikannya jumlah investigasi diberbagai sektor 4. Strategi yang terpadu atau strategi yang menyeluruh

Konsep tersebut juga memiliki perencanaan agar pembangunan tersebut dapat dijadikan sebagai pembangunan berbasiskan pembangunan berkelanjutan. Berikut perencanaan pembangunan Menurut Tjokromidjojo (dalam Khairuddin 2000:48).

1. Melahirkan suatu rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap

2. Melahirkan rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita

(12)

4. Meluaskan kesempatan kerja

5. Meratakan hasil pembangunan ke segala arah 6. Menjaga kestabilan ekonomi

2.5 Masyarakat

Merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh rasa identitas bersama. Menurut Linton ( dalamSoekanto, 2006 : 22 ) masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan mengangap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Menurut Durkheim (dalam Taneko, 1984 : 11) bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat sebagai sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur yang mencakup .adapun unsur-unsur tersebut adalah :

1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama 2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan 4. Mereka merupakan suatu sistem kehidupan bersama 2.6 Pemerintah

Pemerintahan memiliki dua arti, yakni dalam arti luas dan arti sempit. Pemerintahan dalam arti luas yang disebut regering ataugovernment, yakni

(13)

pelaksanaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara.

Setiap negara pula memilki sistem pemerintahan yang berbeda-beda. Arti pemerintahan sendiri yang seringkali kita ketahui ialah meliputi tentang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisil atau kelengkapan alat-alat negara yang lain yang juga bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit (bestuurvoering), yakni mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan.

Pemerintahan dapat dipahami melalui dua pengertian yaitu, disatu pihak dalam arti “fungsi pemerintahan” (kegiatan memerintah), dilain pihak dalam arti “organisasi pemerintahan” (kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan).

Fungsi pemerintahan ini secara keseluruhan terdiri dari berbagai macam tindakan-tindakan pemerintah, keputusan-keputusan, ketetapan-ketetapan yang bersifat umum, tindkan-tindakan hukum perdata, dan tindakan-tindakan nyata ( Hadjon, 2005 : 6-8 ).

2.7 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, menggunakan analisis terhadap teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.

Konsep sentral teori ini adalah wewenang dan posisi. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang

(14)

tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena snksi. Dengan demikian, masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai : persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (Alimandan dalam Ritzer, 2014 : 26).

Oleh karenanya, kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyrakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Sebuah pertentangan terjadi dalam situasi dimana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status-quo sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.

Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik tersebut terdapat dua tipe. Tipe yang pertama yaitu mengenai kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan, terbentuk karena kelompok semu. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam suatu masyarakat (Alimandan dalam Ritzer, 2014 : 27).

Keterkaitan antara proses negosiasi dan akomodasi dalam teori yang dikemukakan oleh Dahrendorf adalah adanya struktur kewenangan atau suatu kekuasaan yang membatasi antara pihak atau kelompok kepentingan (interest

(15)

Warga Desa Penompo dengan pihak-pihak pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto. Selanjutnya warga sendiri tidak memiliki ruang gerak lebih untuk menyampaikan pendapatnya mengenai ganti rugi atas pembebasan lahan mereka yang digunakan sebagai akses jalan tol. Karena dalam pandangan Dahrendorf sendiri, masyarakat tidak memiliki suatu struktur organisasi yang jelas serta terbentuk karena adanya kelompok kepentingan (interest group).

Selanjutnya dalam hal ini, penyebab adanya konflik sendiri adalah terbentuk karena kelompok kepentingan (interest group) yang menjadikan masyarakat harus tunduk dan terkoordinir secara terpaksa, serta proses negosiasi didalamnya tidak berjalan lancar karena adanya penggolongan antara kelompok semu (quasi group) dengan kelompok kepentingan (interest group).

Kemudian, adapun pernyataan yang dikemukakan oleh Amartya Sen mengenai “Pembangunan Sebagai Perluasan Kebebasan” yang memiliki relevansi dengan apa yang dibahas pada penelitian ini. Sen mengatakan bahwa suatu pembangunan dapat dikatakan bebas apabila masyarakat sekitarnya memiliki kebebasan berpendapat serta kebebasan dalam berpolitik pula. Jika tidak ada suatu kebebasan bagi masyarakat dalam mengungkapkan pendapat atau opininya dalam suatu pembagunan, maka pembangunan tersebut dikatakan sebagai pembangunan yang cacat (Sunaryo dalam Sen, 2017 : 253).

Maksud dari kalimat tersebut adalah pembangunan yang seharusnya dimaknai sebagai sesuatu yang bebas dalam hal demokrasi atau mengungkapkan opini, tetapi makna tersebut tidak dirasakan oleh Warga Desa Penompo. Warga di intimidasi oleh pihak pembangunan jalan tol Sumo hinga perangkat desa seperti

(16)

kelurahan dan pihak dari kecamatan. Kebebasan dalam konsep Amartya Sen ini tidak dirasakan oleh Warga Desa Penompo yang mengalami konfik ganti rugi atas pembebasan lahan.

Relevansinya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai pembangunan, namun Warga Desa Penompo yang mengalami pembebasan lahan jalan tol Surabaya-Mojokerto belum mendapatkan suatu kebebasan seutuhnya dalam bentuk mengungkapkan pendapat mengenai ganti rugi dan negosiasi. Proses ganti rugi dan negosiasi yang berjalan sendiri tidak menemukan titik terang, sehingga jika dilihat pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto ini mengalami kecacatan didalamnya karena tidak adanya kebebasan khususnya bagi Warga Desa Penompo untuk mengutarakan pendapatnya atau memberikan suara terkait keadilan, hak asasi mereka mengenai ganti rugi pembebasan lahan jalan tol Surabaya-Mojokerto.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dilihat dari motivasi orangtua menyekolahkan anaknya karena pendidikan agama prosentasenya sebanyak 6 orang, karena kualitas pendidikan sebanyak 9

Penelitian mengenai kajian sekuestrasi karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan yang mencakup aspek lingkungan, tanaman dan tanah dalam satu kerangka penelitian yang terintegrasi

Mesin pemotong daging tanaman lidah buaya yang dirancang mampu memotong daging tanaman lidah buaya dengan ukuran 10x10x10 [mm] dengan kapasitas 100 [kg/jam].. Mesin ini

Berdasarkan informasi tentang kelompok tani di Kampung Rimba Jaya peneliti ingin melihat proses komunikasi dan efektivitas komunikasi kegiatan penyuluh seperti apa yang

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berdasarkan yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasi

tersebut dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berada di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Metode yang digunakan dalam penelitian

Sedarmayanti (2007) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara

Versi POP3 saat ini berkembang pesat sehingga beberapa administrator dapat mengkonfigurasi protokol untuk email di server pada jangka waktu tertentu, sehingga memungkinkan