• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo Palmales, Family Arecaceae (dahulu Palmae), Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis dan Elaeis melanococca. Kemudian digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang dikenal ada tiga varietas/tipe yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula) (Lubis,2008).

Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, skunder, tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman ± 1 meter dan semakin kebawah semakin sedikit (Risza, 2009).

Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 sampai 15 mm. Pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan cadangan makanan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer yang tumbuh dari pangkal batang dengan diameter berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m , tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 sampai 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 sampai 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter

(2)

0,1 sampai 0,5 mm dan panjangnya 1 sampai 4 mm (Risza,2009).

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak dipucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Dibatang terdapat pangkal pelepah-pelepah daunyang melekat kukuh (Sunarko, 2008).

Sejak berkecambah pada tahun pertama tidak nampak pertumbuhan batang aktif. Mula-mula dibentuk poros batang, selanjutnya dibentuk daun yang bertambah besar yang saling tindih membentuk spiral. Poros batang diselubungi oleh pangkal - pangkal daun yang kelihatannya bertambah besar, karena jumlah daun yang bertambah banyak (Sunarko, 2008).

Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan, biasanya akan tumbuh dua lembar daun. Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut 135°. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80 - 120 lembar (Sastrosayono, 2008).

Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset, beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua dan beberapa bulan kemudian terbentuk daun seperti bulu atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur lima bulan susunan daun terdiri atas lima lanset, empat berbelah dua dan sepuluh berbentuk bulu. Susunan daun kelapa sawit membentuk daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis (Sastrosayono,2008).

(3)

Kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaan angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).

Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastrosayono,2008).

Biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar enam bulan. Kondisi dorman ini dapat dipatahkan, antara lain dengan pemanasan biji. Waktu berkecambah, embrio mengembang, volume bertambah, bakal batang dan bakalakar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut dan berkembang menjadi batang, daun dan akar dibantu endosperm sebagai bahan makanan untuk pertumbuhan kecambah pada saat awal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Syarat Tumbuh Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara 13° Lintang Utara 12° Lintang Selatan. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000 sampai 3000 mm per tahun tersebar merata sepanjang tahun dengan suhu sebaiknya 22° sampai 23° Celcius. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh

(4)

karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanman lainnya (Risza, 2008).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada rata-rata suhu minimum 22 - 24°C dan maksimal 29 - 30°C. Kondisi ini banyak dijumpai pada daerah tropis. Suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan batang, dimana batang menjadi kecil (Ng, 1972).

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis dalam melangsungkan aktivitas hidupnya yang berguna untuk pertumbuhan, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Intensitas cahaya matahari bervariasi 1410 - 1540 J/cm2/hari. Fotosintesis pada daun kelapa sawit meningkat sejalan dengan kondisi luas daun dan jumlah klorofil yang dapat menerima cahaya. Produksi bahan kering bibit umur 13 minggu yang diberi naungan sangat berpengaruh terhadap berat basah dan berat kering pada bagian tajuk dan pada bagian akar (Pahan, 2006).

Di daerah - daerah yang musim kemaraunya tegas dan panjang, pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat, yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh pada produksi melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan meningkatnya produksi buah. Suhu 20°C disebut sebagai batas minimum bagi pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22°- 23°C diperlukan untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Lamanya penyinaran optimum yang diperlukan 5 – 7 jam/hari, dengan suhu optimum berkisar 29° - 30°C. Sinar matahari dapat mendorong

(5)

pembentukan bunga, pertumbuhan vegetatif dan produksi buah kelapa sawit. Berkurangnya lama sinar matahari akan mengurangi proses asimilasi untuk memproduksi karbohidrat dan membentuk bunga (Sunarko, 2008).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Akan tetapi, kelapa sawit akan dapat tumbuh secara optimal jika jenis tanahnya sesuai dengan syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah memiliki drainase baik, tekstur ringan, solum tanah cukup dalam, pH 4,0 – 6,0 dan pH optimal 5,0 – 5,5 dan tanah memiliki kandungan hara cukup tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N). Karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).

Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 1000 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam di lokasi dengan ketinggian maksimum 400 meter dpl (Sunarko, 2008).

Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi tanaman kelapa sawit adalah antara 0 - 15°. Sedangkan di atas kemiringan 15° harus dibuat teras kontur.

(6)

Pada topografi datar di daerah Sumatera Timur biasanya dijumpai tanah gleyhumik atau hidromorfik. Sedangkan tanah organosol (tanah gambut) vegetasinya terdiri dari hutan lebat dan terendam air (Risza, 2009).

Curah Hujan dan Hari Hujan

Menurut Siregar et al (2006) hujan adalah jumlah air dari curah hujan yang jatuh dan tertampung pada bidang datar tanpa mengalami penguapan, peresapan dan pengaliran dalam jangka waktu tertentu (seperti harian, bulanan dan tahunan). Asdak (2004) menjelaskan hujan akan terjadi jika didahului dengan berlangsungnya kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh, kemudian terjadi kondensasi atas partikel - partikel uap air kecil di atmosfer serta partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi karena gaya gravitasi.

Jumlah curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000 - 2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, serta penyebarannya merata sepanjang tahun. Sedangkan untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit diperlukan air sebanyak 0,25 - 2 liter/bibit tergantung dengan umur bibit (Lubis, 2008).

Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal, apabila tidak terjadi penghilangan - penghilangan oleh proses penguapan, pengaliran dan peresapan ke dalam tanah. Curah hujan dinyatakan dalam tinggi air (mm) diukur dengan penakar hujan dengan luas moncong 100 cm2. Satu hari hujan adalah periode 24 jam terkumpulnya curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan tersebut, hari hujan dianggap nol tetapi curah hujan tetap diperhitungkan (Siregar et al, 2006).

(7)

Air hujan merupakan sumber air utama untuk tanaman perkebunan. Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 1.250 – 2.500 mm/tahun, sedangkan Risza (2008) menyatakan bahwa curah hujan yang dikehendaki antara 2000 – 2500 mm pertahunnya dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang merata ini dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit.

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga banyak berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur tidak mau masak (brondol) sampai turun hujan (Sastrosayono, 2008).

Hadi (2004) mengatakan bahwa curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 2.500 – 3.000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat 7 bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Kekurangan air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan buah terlambat masak, berat tandan buah berkurang, jumlah tandan buah menurun hingga sembilan bulan kemudian, serta meningkatkan jumlah bunga jantan dan menurunkan jumlah bunga betina. Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) menambahkan kekurangan air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan produksi tandan buah segar.

Hujan merupakan sumber air utama di perkebunan kelapa sawit. Pengelolaan air hujan harus dilakukan secara tepat dan baik agar dapat menjaga persediaan air di dalam kebun. Kondisi hujan di Indonesia berbeda untuk tiap bulannya. Ada bulan-bulan yang mengalami hujan yang melimpah dan ada pula

(8)

bulan - bulan hujan relatif sedikit. Hujan juga berpengaruh terhadap pembungaan kelapa sawit (Siregaret al, 2006).

Kelebihan air yang dikarenakan tingginya curah hujan dapat meneyebabkan kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami anthesis. Curah hujan yang tinggi biasanya diikuti dengan penambahan hari hujan. Hari hujan yang banyak mengakibatkan penurunan intensitas penyinaran matahari sehingga laju fotosintesis turun dan dapat menyebabkan turunnya produktivitas. Curah hujan yang tinggi mendorong peningkatan pembentukan bunga, tetapi di lain pihak dapat menghambat penyerbukan karena sebagian serbuk hilang terbawa aliran air hujan. Sedangkan curah hujan yang rendah akan menghambat pembentukan daun, yang akan menghambat pembentukan bunga di ketiak daun (Nugraheni, 2007).

Umur Tanaman

Pemeliharaan tanaman pada komoditas perkebunan yang bersifat tahunan, biasanya dikelompokkan ke dalam tanaman belum menghasilkan atau di singkat (TBM) dan tanaman menghasilkan disingkat (TM). Yang dimaksud TBM pada kelapa sawit adalah masa sebelum panen (dimulai dari saat tanam sampai panen pertama) yaitu berlangsung 30-36 bulan. Periode waktu TBM pada tanaman kelapa sawit terdiri dari:

1. TBM 0 : menyatakan keadaan lahan sudah selesai dibuka, ditanami kacangan penutup tanah dan kelapa sawit sudah ditanam pada tiap titik panjang.

2. TBM 1 : tanaman pada tahun ke I (0-12 bulan) 3. TBM 2 : tanaman pada tahun ke II (13-24 bulan)

(9)

(Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, 2009)

Produktivitas tanaman kelapa sawit juga bergantung pada komposisi umur tanaman. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan tanaman tua, semakin rendah produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman ini berubah setiap tahunnya sehingga berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas per hektar per tahunnya. Pemahaman terhadap pengaruh unsur cuaca dan umur tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit sangat diperlukan sebagai dasar untuk memprediksi dan evaluasi terhadap produktivitas TBS kelapa sawit (Risza, 2009)

Selanjutnya Risza (2009) menambahkan bahwa umur tanaman, jumlah populasi tanaman per hektar, sistem penyerbukan, sistem koordinasi panen - angkut - olah, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.

Risza (2009) juga menyatakan bahwa semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula tingkat produktivitasnya. Sedangkan semakin banyak tanaman dewasa dan taruna semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya. Menurutnya pula tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok, yaitu :

1. 0 – 3 tahun – muda (belum menghasilkan) 2. 3 – 4 tahun – remaja (sangat rendah) 3. 5 – 12 tahun – teruna (mengarah naik) 4. 12 – 20 tahun – dewasa (posisi puncak) 5. 21 – 25 tahun – tua (mengarah turun)

(10)

6. 26 tahun ke atas – renta (sangat rendah)

Umur tanaman berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit yaitu berpengaruh dalam pembentukan pelepah yakni jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun. Tanaman yang berumur tua jumlah pelepah dan anak daun yang dihasilkan lebih banyak. Pelepah yang terbentuk juga lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda. Ini berkolerasi positif terhadap ketersediaan makanan bagi tanaman karena pelepah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan generatif yakni berpengaruh terhadap organ reproduksi tanaman yaitu dalam proses pembentukan dan perkembangan buah. Kelapa sawit yang memiliki komposisi umur tanam muda akan memiliki jumlah janjang yang lebih banyak tetapi berat janjang yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang memiliki komposisi umur tanaman yang lebih tua. Kondisi ini berpengaruh pada BJR kebun yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan (Prihutami, 2011).

Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Menurut penelitian Manalu (2008) Di Kebun Kelapa Sawit Mustika Estate, PT. Sajang Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang menyatakan bahwa Perolehan produksi Kebun Mustika Estate dalam lima tahun terakhir mengalami naik turun tetapi penyebaran produksi sepanjang tahun merata. Rata-rata produksi Kebun Mustika Estate mengalami peningkatan Bulan Februari hingga Juni dan akan mengalami penurunan pada periode Juli

(11)

Bulan November. Perubahan produksi ini dipengaruhi berbagai hal, terutama iklim seperti kondisi air di kebun.

Berdasarkan penelitian Prihutami (2011) di Sungai Bahaur Estate Kalimantan Tengah, yang menyatakan bahwa umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7 - 11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7 - 11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula.

Berdasarkan penelitian Depari (2014) di PTPN II Unit Sawit Seberang – Babalan, Kecamatan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa curah hujan dan hari hujan secara statistik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi TBS pada tanaman kelapa sawit berumur 12 tahun di PTPN II Sawit Seberang - Babalan. Hal ini diduga disebabkan karena curah hujan terlalu tinggi juga akan berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan dari pada pertumbuhan generatif sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Selain itu, jumlah curah hujan yang terlalu tinggiakan mengganggu kegiatan kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, dan terjadinya erosi. Namun demikian, tingginya curah hujan tidak akan menimbulkan efek negatif jika drainase tanah dan penyinaran matahari cukup baik.

Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2013) di PT. PP London Sumatra Indonesia, Tbk kebun Begerpang Estate, Provinsi Sumatera Utara, yang

(12)

menyatakan bahwa curah hujan dan hari hujan berpengaruh signifikan terhadap produksi TBS pada tanaman berumur 5 tahun. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi TBS dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang terjadi. Besarnya curah hujan yang terjadi pada saat ini akan mempengaruhi besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada beberapa waktu ke depan karena berhubungan dengan proses pembungaan dan pematangan buah pada tanaman kelapa sawit. Peningkatan curah hujan yang merata setiap tahun dapat menaikkan produksi karena buah merah semakin cepat memberondol dan mendorong pembentukan bunga selanjutnya.

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara III Persero Kebun Sei Baruhur

Sejarah Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara III unit usaha Sei Baruhur adalah salah satu unit usaha dari PT Perkebunan Nusantara III berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN3 (Persero) beralamat di Jl.Sei Batanghari No.2 Medan, Sumatera Utara, merupakan salah satu dari 14 BadanUsaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO = Crude Palm Oil) dan Inti Sawit (PKO = Palm Kernel Oil) dan produk hilir karet. Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambilalihan perusahaan - perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal sebagai prosesnasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara(PPN).

(13)

Gambaran Umum Tanaman Yang Diteliti

Tanaman yang diteliti di PTPN III kebun Sei Baruhur adalah tanaman kelapa sawit yang berumur 5, 7, dan 9 tahun berdasarkan tahun tanam di lapangan yaitu 2004, 2005, dan 2006. Pemupukan pada tanaman tersebut dilakukan dua kali dalam 1 tahun, yaitu pemupukan pada semester I dan pempukan semester II. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK 15:10:22 + 0,5 TE, dolomite dan PHE. Pemupukan NPK dilaksanakan dengan cara pocket. Tanaman tersebut terletak di afdeling IV, V, dan afdeling VI (lampiran 21). Pada beberapa blok tanaman terdapat adanya bekas serangan Oryctes di afdeling VI.

Letak Geografis Perusahaan

Lokasi kebun Sei Baruhur berada di kecamatan Torgamba kabupaten Labuhan Batu Selatan. Jarak dengan kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara berkisar 379 Km, dan dari Kota Rantau Parapat94 Km.

Keadaan Tanah

Secara geologis, areal kebun Sei Baruhur tergolong dalam formasi tersier dengan bahan induk batuan pasir dan batuan liat.Fisiologi sebagian besar areal merupakan daerah lipatan dengan topografi datar sampai bergelombang.

Jenis tanah yang terdapat di kebun Sei Baruhur umumnya adalah Typic Hapludults (Podsolik Merah Kekuningan) dan Typic Paleudults (Podsolik Kuning). Kesuburan fisik tanah tergolong sedang dan struktur tanah gumpal dengan ukuran sedang dan perkembangan kuat. Terdapat areal berpasir dengan pembenah tanah yang kurang memadai, terutama di afdeling V.

(14)

Kelas kesesuaian lahan secara potensial pada sebagian besar areal adalah berkisar S2 dan S3 dengan factor pembatas sedang berupa topografi dan curah hujan.

Luas Areal Kebun

Kebun Sei Baruhur memiliki luas HGU 6060.27 Ha, terdiri dari 8 afdeling tanaman kelapa sawit, emplasmen, dan pembibitan. Untuk luas areal tanaman yang diteliti lebih tepatnya adalah 1683,05 Ha untuk tahun tanam 2004, 2005, dan 2006 (lampiran 21).

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi kekangan atau kelemahan yang dihadapi guru dalam proses penggunaan perisian pendidikan Sains di sekolah rendah Zon Johor Jaya Pasir Gudang, secara

Namun dibalik itu fungsi dasar yang penting dari alat musik yang dipukul atau ditabuh dalam banyak tarian upacara agama primitif adalah untuk membantu memeriahkan tarian

Definisi 2.9 (Kusumadewi, 2002) Proses defuzzifikasi merupakan suatu bentuk inferensi sistem fuzzy dengan inputnya adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi

Sidik ragam pengaruh perlakuan volume dan interval penyiraman terhadap persen hidup, pertambahan tinggi dan diameter, berat kering daun (BKD), berat kering

Ilmu Fengshui dan Desain Interior memiliki teori yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka menarik untuk meneliti bagaimana dua ilmu yang digunakan untuk

Penyakit degeneratif ini disebabkan karena antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas.Radikal bebas seperti oksigen

Berdasarkan penelitian Cahyaningtyas (2014), fraksi etil asetat dari buah namnam memiliki aktivitas antibakteri tertinggi pada konsentrasi 90% dengan zona hambat

tergantung pada petunjuk guru, kerangka kerja pengajarnya memiliki tahapan seperti kurikulum sebagai acuan mengajar, konsep belajarnya adalah mengulang bukan memahami,