PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANG PESANTREN MAMBA
Diajukan untuk
Gelar Sarjana dalam Pada Jurusan
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANG
PESANTREN MAMBA’UL HISAN SIDAYU GRESIK TAHUN 1990-2015
SKRIPSI
untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh
Moh. Bahrul Ulum NIM: A0.22.12.071
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Peran K.H. Makinun Amin Muhammad Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun 1990-2015. Adapun masalah yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Bagaimana biografi K.H. Makinun Amin Muhammad? (2) Bagaimana perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada tahun 1990-2015? (3) Bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian sejarah, yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) heuristik adalah pengumpulan data yang terdiri dari sumber benda maupun lisan serta sumber buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. (2) kritik. (3) interpretasi. (4)
historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan historis yang mendiskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori peran, yang dibawakan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad seorang pelaku dalam panggung sandiwara dan teori continuty and change yang dinyatakan oleh Zamakhsyari Dhofier.
ABSTRAC
This thesis entitled the role of K.H. Makinun Amin Muhammad in the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School Around 1990-2015. The problems which analyze in this thesis are (1) How is the biography of K.H. Makinun Amin Muhammad? (2) How is the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School Around 1990-2015? (3) How are K.H. Makinun Amin Muhammad’s rolein the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School?
In order to answer the problems above, the author is using historical approach through the method of historical research which is consist of several stages as follows : (1) Heuristic: it is collecting the data from the object, spoken, and book resources which are related to the analysis (2) Criticism (3) Interpretation (4) Historiography. The author uses role theory and the theory of continuity and change. The author used historical approach to draw the event which is occurred in the past. In this case, The author also uses role theory which is brought by K.H. Makinun Amin Muhammad as the cast of the play and the theory of continuity and change which is stated by Zamakhsyari Dhofir.
Based on the analysis the author are conclude that (1) K.H. Makinun Amin Muhammad was born in Gresik, 10st august 1952. (2) The development of
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
ABSTRAK ... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Kegunaan penelitian ... 8
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 9
F. Penelitian Terdahulu ... 10
G. Metode Penelitian ... 12
BAB II BIOGRAFI K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD
A. Latar Belakang Keluarga... 17
B. Latar Belakang Pendidikan ... 21
C. Karir K.H. Makinun Amin Muhammad ... 23
BAB III PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN TAHUN 1990-2015 A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan .... 27
1. Latar Belakang Berdirinya Ponpes Mamba’ul Hisan... 27
2. Visi Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 29
3. Tujuan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 29
4. Struktur Keorganisasian Yayasan PPMH ... 30
B. Perkembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 31
1. Periode Awal (1949-1990) ... 33
2. Periode Perkembangan (1990-2015) ... 37
BAB IV PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD Di PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN A. Usaha-usaha K.H. Makinun Amin Muhammad dalam Pengembangan Bidang Pendidikan di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 45
1. Pendidikan Klasikal ... 46
3. Bidang Pendidikan Formal ... 52
B. Bidang Sosial ... 53
C. Interaksi K.H. Makinun Amin Muhammad dengan Masyarakat
Sekitar Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Berdirinya pondok pesantren tidak dapat dipisahkan dari keadaan sosial
budaya masyarakat sekitarnya. Tidak jarang tempat asal mula pondok
pesantren yang berdiri berada ditempat kecil yang penduduknya belum
beragama atau belum menjalankan syariat agama. Di dirikannya pondok
pesantren di Indonesia sering memiliki latar belakang yang sama, dalam hal ini
dimulai dengan usaha seorang atau beberapa orang secara pribadi atau kolektif,
yang berkeinginan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas.1
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan di Indonesia,
khususnya mengajarkan agama Islam. Pesantren di Indonesia telah menjadi
pusat pembelajaran agama dan dakwah. Ia telah memainkan peranan penting
karena merupakan sistem pembelajaran dan pendidikan Islam tertua di
Indonesia. Pada umumnya pesantren merupakan lembaga pendidikan agama
yang mengajarkan Al-Qur’an, kemudian mengajarkan kitab-kitab Islam
klasik.2
Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam berkembang
sebagai sistem pendidikan masyarakat Islam pada waktu itu. Kemudian
penyelenggaraan pendidikan ini muncul menjadi tempat-tempat pengajian dan
1Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalamPesantren (Jakarta: LP3ES, 1999). 41.
2
berkembang dengan didirikannya tempat-tempat menginap bagi para pelajar
yang kemudian disebut sebagai santri.3
Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata, “pondok” dan
“pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti
asrama. Sedangkan kata “pesantren” berasal dari kata “santri” yang diimbuhi
awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya
tempat para santri.4 Istilah santri berasal dari kata sastri yang berarti orang
yang mempelajari buku-buku suci Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci
agama Hindu. Kata sastri berasal dari kata sastra yang berarti buku-buku suci,
buku-buku agama atau buku tentang ilmu pengetahuan.5
Menurut Abdurrahman Wahid, pesantren adalah suatu komplek dengan
lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya. Dalam komplek
itu berdiri rumah beberapa bangunan: rumah kiai, masjid, tempat mengajar
(madrasah), dan asrama (tempat tinggal santri). Di dalam lingkungan seperti
ini, diciptakan semacam cara kehidupan yang memiliki sifat dan ciri tersendiri,
dimulai dari jadwal kegiatan yang memang menyimpang dari pengertian rutin
dari kegiatan masyarakat sekitarnya.6
Kiai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat
esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata dalam pesantren berkembang kiai
sangatlah berpengaruh, kharismatik dan berwibawa sehingga disegani oleh
masyarakat dilingkungan pesantren. Selain itu kiai merupakan pendiri pondok
3M. Sulthon Masyhud, (ed), Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva pustaka, 2005), 1. 4Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sisten PendidikanPesantren (Surabaya: Diantama, 2007), 19.
5Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara (Surabaya: Jauhar, 2009), 89.
3
pesantren, oleh karenanya wajar jika dalam pertumbuhan pondok pesantren
sangat bergantung pada peran kiai.
Kiai dijadikan panutan para santri dan masyarakat sekitarnya, segala
kebijaksanaan yang disampaikan menjadi renungan. Kiai dengan kelebihan
pengetahuan Islamnya sering kali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat
memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam dengan demikian mereka
dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau oleh kebanyakan orang.
Dari sini maka peran kiai sebagai pemimpin sangat kuat.7
Kiai adalah orang yang memiliki lembaga pondok pesantren, dan
menguasai pengetahuan tentang agama serta secara konsisten menjalankan
ajaran-ajaran agama. Kata kiai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis
gelar yang saling berbeda antara lain:
1. sebutan gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat,
umpamanya kiai garuda kencana dipakai untuk sebutan kereta emas di
keraton Yogyakarta.
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam
yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kiai, dia juga sering disebut
sebagai orang yang alim (orang yang mendalam pengetahuan Islamnya).8
Perlu ditekankan disini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam di kalangan
umat Islam disebut ulama. Di Jawa Barat mereka disebut ajengan. Di Jawa
7Jamaludin Malik, Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Prefesionalisme Santridengan Metode Daurah Kebudayaan ( Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2005). 59.
4
Tengan dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut Kiai.
Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di
masyarakat juga mendapat gelar “kiai” walaupun mereka tidak memimpin
pesantren. Dengan kaitan yang sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar kiai
biasanya dipakai untuk menunjuk para ulama dari kelompok Islam tradisional.9
Pengaruh utama yang dimiliki pesantren tentang kehidupan masyarakat
terletak pada hubungan perorangan yang menembus segala hambatan yang
diakibatkan oleh perbedaan strata yang ada di masyarakat. Bagi anggota
masyarakat luar, kehidupan di pesantren merupakan gambaran ideal yang tidak
mungkin bisa direalisasikan dalam kehidupannya sendiri, dengan demikian
pesantren adalah tempat yang dapat memberikan kekuatan spiritual kepadanya
saat-saat tertentu terutama dalam menghadapi kemalangan dan kesukaran.
Selain itu, pesantren merupakan sumber inspirasi bagi sikap hidup yang
diinginkan dapat tumbuh dalam diri anak-anaknya, terlebih-lebih sistem
pendidikan di luar pesantren tidak memberikan harapan besar bagi
terjangkaunya ketenangan dan ketentraman hidup mereka.10
Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menganut sistem
terbuka sehingga amat fleksibel dalam mengakomodasikan harapan masyarakat
dengan cara-cara yang khas dan unik Pesantren memiliki sebuah metode
pembelajaran sendiri, metode inilah yang membedakan antara pesantren
dengan lembaga pendidikan formal: SD, SMP, dan SMA. Metode yang
5
digunakan di pesantren khususnya Jawa dan Madura adalah“sorogan” dan
“bandongan”.
Kedua sistem tersebut yang digunakan setelah para santri dianggap
telah mampu membaca dengan lancar dan menguasai Al-Qur’an. Pada awalnya
sistem tradisional ini banyak dilakukan di masjid, langgar dan rumah-rumah
kiai dalam mengajarkan tentang Al-Qur’an. Dalam metode bandongan murid
atau santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin
seperti yang dilakukan oleh seorang guru atau kiai, sedangkan dalam metode
sorogan diberikan kepada santri yang ingin mendapatkan penjelasan yang lebih
detail dan mendalam dalam masalah pembelajaran Al-Qur’an dan kitab-kitab
klasik.11
Sebagai lembaga pendidikan agama, di pesantren pada umumnya
pertama-tama para santri diajarkan membaca Al-Qur’an, selanjutnya
mempelajari kitab-kitab Islam klasik elementer. Bagi mereka yang
menginginkan menjadi ulama’ dan memahami agama (tafaqquh fid din)
dilanjutkan penguasaan bahasa arab, nahwu, shorof, balahoh, dan ilmu bahasa
arab lainnya sebagai alat untuk memperdalam kitab-kitab lainnya berkenaan
dengan fiqh, ushul fiqh, hadits, tauhid, sejarah atau tarikh, tasawuf dan akhlak.
Dengan demikian pesantren sebagai lembaga pendidikan agama berfungsi
sebagai, 1) media transmisi dan tranfer ilmu-ilmu keislaman, 2) pemeliharaan
6
tradisi Islam sesuai dengan kultur masyarakat pedesaan, dan 3) media
repreduksi ulama’-ulama’.12
Banyak sekali pesantren yang berdiri di pulau Jawa ini khususnya di
daerah Jawa Timur, seperti Ampel Denta, Giri Kedatondan Sidosermo dan
lain-lainnya. Akan tetapi setelah tiga pondok tua tersebut berdiri banyak sekali
pondok yang bermunculan untuk menyiarkan agama islam. Salah satunya
adalah pondok Mamba’ul Hisan.
Pondok Mamba’ul Hisan berada di Desa Pengulu, Kecamatan Sidayu,
Kabupaten Gresik. Perlu diketahui bahwa Kecamatan Sidayu memiliki luas
wilayah 47,13 Km2. Terdiri dari tanah sawah 1,069,610 Ha, pekarangan atau
halaman 171,020 Ha, tegal atau kebun 1,153,720 Ha, tambak 1,439,310 Ha,
dan lainya 879,740 Ha. Ketinggian daerah kurang lebih sekitar 7 meter diatas
permukaan air laut. Kecamatan Sidayu berbatasan langsung dengan Kecamatan
Ujung Pangkah di sebelah utara. Kecamatan Bungah di sebelah. selatan.
Kecamatan Dukun dan Kecamatan Panceng di sebelah barat. Serta dengan
Selat Madura di sebelah timur.13
Pondok pesantren Mamba’ul Hisan berdiri 1949 Masehi yang didirikan
oleh K.H. Muhamad bin Sofwan. Pada mulanya K.H. Muhamad bin Sofwan
mengajarkan anaknya untuk membaca Al-Quran dengan metode yang beliau
buat sendiri. Ternyata anak beliau lebih cepat memahami Al-Quran dengan
metode tersebut. Dari sinilah beliau mencoba menawarkan kepada masyarakat
12H.E. Badri dan munawiroh, pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), xi.
7
desa setempat untuk mengajar Al-Quran menggunakan metode tersebut. Dan
masyarakat pun menerima dengan baik metode yang beliau tawarkan.
Akhirnya banyak santri dari berbagai daerah yang ingin belajar kepada beliau.
Dari sinilah akhirnya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren.
Namun dalam perjalanannya, pondok pesantren ini mulai mengikuti
perkembangan zaman yang menuntut untuk mendirikan lembaga pendidikan
formal. Di era pengasuh K.H. Makinun Amin Muhammad inilah pondok
pesantren Mamba’ul Hisan kini mengalami perkembangan yang signifikan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis mengangkat judul
“Peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan Pondok
Pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun1990-2015” dengan
menggolongkan beberapa kajian yang terkumpul dalam beberapa poin. Untuk
menghindari pembahasan secara luas, penulis membuat rumusan masalah
sebagai pokok kajian dalam penulisan skripsi ini.
B.Rumusan Masalah
Bedasarkan judul diatas, peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam
pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik 1990-2015,
maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi K.H. Makinun Amin Muhammad?
2. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada tahun
8
3. Bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan
pondok pesantren Mamba’ul Hisan?
C.Tujuan Penelitian
Disini di jelaskan bahwa tujuan penelitian suatu bentuk untuk
mengetahui peran K.H. Makinun Amin Muhammad dan perkembangan pondok
pesantren Mamba’ul Hisan. Untuk mengetahui dari tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untukmengetahui Biografi K.H. Makinun Amin Muhammad.
2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dan perkembangan pondok pesantren
Mamba’ul Hisan mulai dari tahun 1990-2015 yang berada di Desa Pengulu
Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik.
3. Untuk mengetahui peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam
masyarakat
D.Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Mamba’ul
Hisan Sidayu Gresik nantinya bisa bermanfaat bagi peneliti, pembaca dan
masyarakat. Sehingga mempermudah peneliti lain yang mempahas tentang
pondok pesantren lainnya.
1. Aspek Praktis: sebagai masyarakat Sidayu dari hasil penelitian ini nantinya
dapat dijadikan silaturrahmi dengan santri, alumni, pengurus dan
9
tradisi dan perkembangann pendidikan di pondok pesantren. Dari hasil
penelitian ini kita dapat melestarikan pondok pesantren yang ada di
Indonesia. Karena pondok pesantren yang telah melestarikan tradisi khas
Indonesia sampai saat ini.
2. Aspek Akademisi: Dari aspek ini, penulis berharap karya ini bisa
menambah dan memperluas wawasan baru dan memperkaya khazanah
mengenai pondok pesantren, hal ini dapat dilakukan dengan harapan
memberikan sumbangan secara akademis dapat dijadikan bahan kajian
penelitian. Sehingga bisa bermanfaat bagi peneliti dan pembaca,
khususnya bagi mahasiswa.
E.Pendekatan dan Kerangka Teori
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini yaitu
menggunakan pendekatan historis. Pendekatan ini bertujuan untuk
mendiskripsikan bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam
pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan di Sidayu Gresik.
Pertama, teori peran adalah sebuah sudut pandang mengenai sebagian
besar aktifitas harian yang diperankan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad
dalam mengembangkan pondok pesantren baik dari segi pendidikan dan sarana
dan prasarana yang ada pada pondok pesantren Mamba’ul Hisan.
Dalam bidang pendidikan pondok pesantren yang dulunya merupakan
pondok pesantren salafi yang mengajarkan pendidikan agama Islam saja
10
pada bidang pendidikan umum. Perkembangan dari segi sarana dan prasana
juga semakin bertambah, dengan adanya penambahan asrama tempat para
santri menginap.
Teori peran merupakan teori yang menduduki suatu posisi sosial dalam
masyarakat dan teori peran juga mengategorikan satu tokoh yang mana tokoh
tersebut sebagai tokoh utama dalam peristiwa dan dalam teori peran yang di
upayakan.14
Kedua, teori continuity and change yang menguraikan secara rinci
masalah-masalah kesinambungan didalam maupun diluar pondok pesantren
Mamba’ul Hisan.
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bahwasanya ketika tradisi
baru yang muncul mempunyai kekuatan dan dorongan yang kuat yang ada
pada sebelumya, maka tradisi baru yang akan datang dengan kekuatan dan
dorongan maka akan terjadi perubahan. Apabila perubahan tradisi baru yang
terjadi tidak serta merta menghapus tradisi lama yang sudah ada pada
sebelumnya. Maka ada tradisi lama dan tradisi baru memiliki kesinambungan
dan berkelanjutan antara tradisi lama dengan tradisi baru, meski telah muncul
paradigma baru. Dengan demikian, bahwasanya ada elemen-elemen lama yang
telang dibuang, dan dimasukkan elemen-elemen baru.15
11
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian pondok pesantren sangatlah banyak dan beragam. Dalam
pengamatan penulis, untuk menghindari kesamaan dalam penelitian
sebelumnya. Sebelum peneliti memilih judul tersebut, terlebih dahulu
memperhatikan karya-karya penelitian sebelumnya.
1. Zainal Arifin, “Peningkatan Hasil Belajar Perambatan Bunyi Melalui Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Stad Kelas IV Mi Mamba’ul
Hisan Pengulu Sidayu, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Ampel”, (2014). Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penbahasan
mengenai hasil belajar perambatan bunyi siswa-siswi kelas IV MI
Mamba’ul Hisan, penerapan metode cooperative learning model STAD,
peningkatan hasil belajar perambatan bunyi siswa-siswi kelas IV MI
Mamba’ul Hisan dengan menggunakan metode cooperative learning model
STAD.
2. Anas Hariyanto, “Bimbingan Agama Pada Santri Di Pondok Pesantren
Mamba’ul Hisan Timur Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik, Skripsi,
Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga”, (2010). penilitian tersebut
membahas mengenai prosedur bimbingan di pondok pesantren Mamba’ul
Hisan dan usaha-usaha pembimbing dalam kehidupan sehari-hari.
3. Hasinu Ibnu Marto, “Pondok Pesantren Kanak-kanak Mamba’ul Hisan di
Kabupaten Gresik, Skripsi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
12
mengenai tata fisik bangunan yang sesuai dengan skala aktifitas untuk
anak-anak.
4. Imam Bawani, “Pesantren Anak-anak Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik: Studi
Tentang Sistem Pendidikan dan Perkembangan Model Kelembagannya,
Disertasi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta” (1995).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dijelaskan diatas, dapat
disimpulkan bahwa belum ada yang membahas mengenai peran K.H. Makinun
Amin Muhammad dalam mengembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan
di Pengulu Sidayu Gresik tahun 1990-2015 M, maka dari itu penulis tertarik
untuk menuliskannya dalam sebuah karya ilmiah yang khusus membahas
mengenai perannya.
G.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bedasarkan analisis data
dan fakta yang ditemui di lapangan, data penulis yang didapatkan dari
buku-buku, dokumen dan peristiwa lainnya baik tertulis dan tidak tertulis seperti
wawancara dengan informan yaitu K.H. Makinun Amin Muhammad, keluarga,
santri dan masyarakat sekitar yang mengetahui K.H. Makinun Amin
Muhammad.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi historis, oleh karena
itu metode yang dipakai dalam membahas skripsi ini adalah metode sejarah,
13
1. Heuristik
Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang
dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data, sumber-sumber atau
jejak sejarah pada peristiwa masa lampau. Dalam pengumpulan sumber ini
penulis memperolehnya melalui:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata
maupun dalam bentuk dokumen, sedangkan sumber lisan yang dianggap
primer adalah wawancara atau interview dengan seorang pelaku
peristiwa atau saksi mata. Adapun sumber primer yang terdapat dalam
penelitian karya tulis ilmiah sebagai berikut:
1) Wawancara K.H. Makinun Amin Muhammad dan keluarga
2) Santri
3) Dokumen-dokumen
4) Artefak
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang didapat dari siapa pun yang
bukan merupakan pelaku atau saksi peristiwa langsung, yakni orang yang
tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Adapun sumber sekunder
dalam penulisan karya ilmah ini sebagai berikut.
1) Wawancara dengan masyarakat
2) Buku-buku16
14
Dari sumber diatas, pada tahapan pengumpulan sumber ini peneliti
lebih memprioritaskan sumber lisan, dikarenakan minimnya
dokumen-dokumen yang memuat peristiwa pada masa itu dan masih banyak keluarga,
santri dan masyarakat pada periode tersebut yang masih hidup, sehingga
memudahkan pengumpulan data-data dari wawancara (sumber lisan).
2. Kritik sumber
Kritik sumber adalah data yang terkumpul dalam tahap heuristik
diuji kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahannya
atau kredibilitas sumber. Dalam hal ini keabsahan sumber tentang
keasliannya data yang diperoleh dengan melalui dua cara agar peneliti
mendapatkan data yang valid.
a. Kritik intern adalah suatu cara yang digunakan untuk menguji apakah
sumber tersebut kredibel atau tidak. Sumber yang diperoleh penulis yang
relevan, karena penulis mendapatkan sumber langsung dari keluarga,
masyarakat dan santri yang hidup sezaman dengan K.H. Makinun Amin
Muhammad dengan cara interview atau wawancara.
b. Kritik ekstern adalah penentuan keaslian apa tidaknya suatu sumber atau
dokumen.
Dari tahap yang kedua ini, penulis akan menganalisa sumber-sumber
yang diperoleh baik primer atau sekunder melalui kritik intern dan kritik
ekstern untuk mendapatkan kredibilitas dan keshahihan atau tidaknya sumber
tersebut.17
15
3. Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi atau penafsiran adalah menafsirkan fakta sejarah dengan
melihat sumber-sumber yang didapatkan seperti: wawancara,
dokumen-dokumen, buku-buku, majalah dan artefak. Sumber-sumber yang didapatkan
dan telah diuji autentisannya terdapat hubungan satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang
didapatkan.
4. Historiografi
Historiografi yaitu suatu tahapan terakhir dalam penelitian sejarah.
Historiografi adalah rekontruksi rekaman dan peninggalan masa lampau
secara kritis dan imajinatif bedasarkan bukti-bukti atau data-data yang
diperoleh dari sumber tersebut.18
Dalam penulisan ini, penulis menyatukan data-data dan fakta-fakta
sejarah dalam judul “Peran K.H. Makinun Amin Muhammad Dalam
Pengembangan Pondok Pesanteren Mambau’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun
1990-2015.
Dalam tahapan ini penulis akan memaparkan hasil dari penelitian yang
sudah dilakukan dan sudah disusun secara sistematis atau berurutan, agar
pembaca lebih mudah memahami isi dari penelitian ini.
16
H.Sistematika Pembahasan
Dari hasil penelitian yang sudah didapatkan, untuk mempermudah
penulisan dan pemahaman tentang skripsi ini, maka skripsi ini disusun secara
sistematis oleh penulis. Untuk itu penulis memaparkan sistematika penulisan
dan pembahasan dalam skripsi ini dibagi beberapa bab sebagaimana yang
disusun dibawah ini.
Bab pertama berisikan pendahuluan, di dalam bab ini ada beberapa sub
bab yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori,
penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada bab kedua ini, penulis membahas tentang latar belakang keluarga
K.H. Makinun Amin Muhammad, pendidikan dan karir.
Pada bab ketiga, penulis membahas tentang sejarah singkat berdirinya
pondok pesantren Mamba’ul Hisan, perkembangan pondok pesantren
Mamba’ul Hisan pada periode awal hingga periode perkembangan.
Pada bab keempat, penulis membahas tentang usaha-usaha K.H.
Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan pondok pesantren
Mamba’ul Hisan, bidang sosial, interaksi K.H Makinun Amin Muhammad
dengan masyarakat sekitar pondok pesantren Mamba’ul Hisan.
Bab kelima ini berisikan penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran
tentang masalah-masalah yang sudah diteliti dan diuraikan. Kesimpulan
merupakan hasil dari pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya
BAB II
Biografi K.H. Makinun Amin Muhammad
A.Latar Belakang Keluarga
K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan ulama asli Gresik yang bertempat tinggal di Desa Pengulu di Kecamatan Sidayu, orang tua beliau adalah K.H. Muhammad bin Shofwan dan ibunya bernama Nyai Hajjah Ulfah. K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan putra kelima dari enam bersaudara yaitu:
1. Abdul Muqsith Muhammad 2. Jazilatur Rohmah Muhammad 3. Shofiyullah Muhammad 4. Abdul Hakim Muhammad 5. Makinun Amin Muhammad 6. Abdul Ghofur Muhammad.1
Saudara-saudara K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan seorang yang taat pada agama, berakhlakul karimah, sopan santun, dan juga ramah tamah terhadap orang lain. Mereka semua juga tidak pernah meninggalkan apa yang sudah diperintahkannya.
Keluarga K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan keluarga yang agamis. Hal ini terlihat dari ayahnya adalah seorang tokoh masyarakat di Desa Kauman bahkan di wilayah Kecamatan Sidayu yang cukup dikenal pada masanya, dan juga senang menuntut ilmu pengetahuan di berbagai pondok
18
pesantren, maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang beliau dapatkan dari pondok pesantren.
K.H. Makinun Amin Muhammad lahir di desa kecil yang bernama Kauman, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 1952 M. Pada masa kecilnya K.H. Makinun Amin Muhammad dididik oleh orang tuanya belajar tentang agama Islam dan belajar Al-Qur’an, sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya hidup di lingkungan keluarga yang taat pada agama, karena sehari-hari K.H. Makinun Amin Muhammad sering di ajarkan pendidikan agama, sholat berjamaah di musholla maupun di masjid dan mendalami Al-Qur’an. Beliau dididik ketat oleh orang tuanya untuk menjadi orang yang agamis, berakhlakul karimah dan menjadi orang yang suka membaca Al-Qur’an. Beliau juga mempunyai cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu agama, serta memiliki semangat untuk kemajuan.
Hari demi hari usia K.H. Makinun Amin Muhammad mulai bertambah dan beliau semakin dewasa, akhirnya K.H. Makinun Amin Muhammad menempatkan hatinya kepada seorang wanita cantik yang bernama Hj Elok Furoidah. Pada usia 33 tahun usia yang cukup matang dalam membina mahligai rumah tangga sedangkan Hj Furoidah sendiri masih berusia 16 tahun, bagi perempuan jaman dulu yang masih kecil sudah dinikahkan oleh orang tuanya.
Setelah menikah dan hidup berumah tangga dengan wanita pilihannya itu, beliau dikarunia enam anak putra dan putri yaitu:
19
2. Kuli Alisata Aini
3. Ahmad Muhammad Hasbi Annashiri 4. Muhammad Syauqi Zamzami
5. Asfi Shofiya Fuadi 6. Selfi Syailil Najwa.2
Dari keluarga yang harmonis dan sederhana itulah yang memancarkan kebahagiaan dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya yang telah diberikan kepada beliau, K.H. Makinun Amin Muhammad selalu bersungguh-sungguh dalam mendidik dan membesarkan putra-putrinya dengan rasa tulus dan sabar. Beliau selalu mengajarkan pendidikan agama Islam agar kelak putra-putri beliau menjadi orang yang taat pada agama. Hal ini dilakukan mengingat beliau juga berasal dari keluarga yang agamis. Tidak hanya sampai di situ, beliau juga selalu mengingatkan dalam hal kebaikan dalam kehidupan di masyarakat dan juga menjaga tali silaturrahmi dengan sesama. Beliau merupakan orang tua yang tegas dan disiplin, tidak pernah menyerah atau putus asa dalam mendidik putra-putrinya dan menjunjung nilai-nilai dalam agama Islam. Karena dalam kehidupan keluarga beliau selalu taat dalam beribadah, sehingga dalam keluarga beliau terbentuklah sebuah kenyamanan dan kedamaian dalam berinteraksi dengan satu sama lain.
Saat ini K.H. Makinun Amin Muhammad menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan di Desa Pengulu Kecamatan Sidayu Kabupaten
20
Gresik. Beliau menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan dari tahun 1990 hingga sekarang. Pondok pesantren itu didirikan oleh ayahnya sejak tahun 1949 dan kini pondok pesantren itu di teruskan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad dan saudara-saudara kandung beliau.
Sebagai pengasuh pondok pesantren K.H. Makinun Amin muhammad adalah sosok yang baik dan dekat dengan para santri, beliau selalu mengingatkat para santrinya untuk terus beribadah, menuntut ilmu dan berbuat baik kepada sesama. Beliau juga sebagai contoh tauladan bagi para santrinya. Perilaku sehari-hari K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah sholeh dan sopan terhadap masyarakat, karena sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan tentang agama Islam sehingga beliau menerapkan hal itu kepada putra-putrinya. Dalam kepemimpinan pondok pesantren Mamba’ul Hisan K.H. Makinun Amin Muhammad mempunyai kharismatik yang sangat besar, sehingga beliau sangat disegani oleh masyarakat sekitar dan para santri yang belajar di pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Selain kharismatik yang dimiliki K.H. Makinun Amin Muhammad, beliau juga mempunyai keistimewaan yang lainnya yaitu istiqomah. Istiqomahnya adalah beliau sendiri yang selalu mengajarkan kitab-kitab di pagi hari mulai dari jam 09.00-10.30,3 belajar Al-Qur’an maupun belajar tentang agama Islam dan tidak pernah meninggalkan sholat bejama’ah.
K.H. Makinun Amin Muhammad adalah orang yang taat pada agama, disiplin dalam mendidik para santri, serta dalam mengemban amanah dari
21
orang lain. Beliau juga semangat dalam mengajarkan Al-Qur’an, As-sunnah dan mengajarkan nilai-nilai agama Islam serta memberikan contoh kepada para santri dan masyarakat.
B.Latar Belakang Pendidikan
K.H. Makinun Amin Muhammad telah melewati perjalanan yang begitu panjang di masa kecilnya, pada saat masih kecil beliau hanya didik oleh kedua orang tuanya. Pendidikan awal yang beliau dapatkan dari kedua orang tuanya yaitu pendidikan Al-Qur’an dan pendidikan tentang agama. Beliau tidak berkecil hati pada anak-anak seusianya yang belajar di sekolah pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat (SR) yang mempunyai kurikulum sesuai kebutuhan pembelajaran siswa-siswi, namun beliau tetap berusaha dalam mencari ilmu.
Beliau belajar kepada kedua orang tuanya sampai beliau berusia 13 tahun. Setelah menimba ilmu pada kedua orang tuanya, kemudian beliau meneruskan pendidikannya di sebuah pesantren dan dari pesantren itu wawasan tentang agama mulai bertambah sedekit demi sedikit akhirnya menyeluruh pada dirinya yaitu tentang agama Islam.
22
Pondok pesantren yang pertama K.H. Makinun Amin Muhammad adalah pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jawa Timur yang menjadi pilihan dalam mencari ilmu agamanya, beliau juga mengabdi di pondok pesantren Al-Falah pada tahun 1965 beliau melalukan aktifitas belajarnya sebagai santri. Pada saat bulan ramadhan beliau lebih giat dan semangat dalam mencari ilmu karena bulan ramadhan tersebut merupakan bulan yang penuh rahmat dan berkah dalam mencari ilmu agama yang baik, proses pencarian ilmu keagamaan yang telah dilakukan K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah baik, meski dalam proses mencari ilmu agama tersebut sering datang hambatan dan rintangan tetapi beliau selalu menjalankan dengan istiqomah, sabar, dan penuh keyakinan serta berdo’a kepada Allah agar di mudahkan dalam mencari ilmu, karena ujian yang beliau terima merupakan ujian yang Allah berikan kepada semua makhluk ciptaannya.
Setelah menempuh pendidikan di pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri dari tahun 1965-1970, kemudian beliau kembali kerumah untuk belajar kepada orang tuanya dan membantu orang tuanya mengelolah dan mengembangkan pondok pesantren yang telah didirikan oleh ayahnya. Dari pendidikan yang beliau tempuh, kini beliau menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan dan ketua pengurus Madin Riyadhotul ‘Uqul.4
23
C.Karir K.H. Makinun Amin Muhammad
Dari latar belakang keluarga K.H. Makinun Amin Muhammad, beliau terlahir dari keluarga yang terpandang dan terhormat dengan kesederhanaan dalam kehidupannya. Kepedulian beliau terhadap bidang pendidikan sangatlah besar, itu dibuktikan dengan kegigihan, keuletan dan kesabaran dalam mendidik santri-santrinya. Beliau juga tidak mudah putus asa ketika ada santri yang nakal. Maka tak heran jika kiprah beliau mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dan mendidik para santri serta mengembangkan pondok pesantren Mamba’ul Hisan.
Setelah beliau mendapat pendidikan dari orang tuanyanya sejak kecil hingga berumur 13 tahun. Kemudian beliau menlanjutkan perjalan spiritualnya dengan mondok di pesantren Al-Falah Ploso Kediri selama 5 tahun.5 Selama mondok di pesantren Al-Falah Ploso Kediri,wawasan K.H. Makinun Amin Muhammad tentang agama bentambah luas khususnya dalam bidang Fiqih. Kegiatan seari-hari beliau di pesantren Al-Falah selain mempelajari kitab-kitab ,sholat berjamaah dan membaca Al-Qur’an, beliau juga selalu ikut serta dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pondok pesantren tersebut, sehingga ilmu yang beliau dapat semakin banyak kini beliau terapkan pada dirinya dan juga para santri yang belajar di pesantren Mamba’ul Hisan.
Sebagai pendidik dan juga panutan bagi para santri di pesantren beliau selalu mengajarkan perbuatan yang baik dan selalu memegang teguh dalam setiap amanah. Amanah dalam hal ini adalah santri-santri yang dititipkan oleh
24
orang tuanya di pesantren Mamba’ul Hisan. Hal itu dilakukan dengan sabar dan tulus sebagaimana beliau mendidik anak kandungnya sendiri. Dalam mendidik para santrinya, baik dalam hal prilaku maupun akademis K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah tegas dan disiplin agar para santri menjadi orang yang lebih baik dan taat kepada agama serta ulet dalam hal-hal apapun. Beliau juga selalu mengingatkan para santri agar tidak meninggalkan sholat dan membaca Al-Qur’an, serta berbuat baik sesama manusia. Setiap hari beliau mendidik para santri dengan cara seperti itu. Dalam pembelajaran agama selalu memberikan contoh-contoh prilaku yang ada pada nabi Muhammad SAW sehingga bisa dicontoh dan di terapkan bagi para santri dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menjadi pendidik para santri, K.H. Makinun Amin Muhammad juga sebagai guru di TK Mamba’ul Hisan. yang mengajarkan pendidikan Al-Qur’an dan baca tulis Al-Al-Qur’an, karena pendidikan Al-Al-Qur’an sangatlah penting bagi anak-anak sehingga bisa menjadi orang yang mencintai Al-Qur’an dan selalu membaca Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan nabi Muhammad SAW.6
K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan sosok guru yang sangat bertanggung jawab. Oleh karena itu Peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi
25
intelektualitas saja melainkan dari tata cara berperilaku dalam masyarakat, karena tugas yang diemban oleh guru tidaklah mudah.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Falsafah Jawa Guru diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu lan ditiru”. Dalam konteks falsafah Jawa ini guru dianggap sebagai pribadi yang tidak hanya bertugas mendidik dan menstranformasi pengetahuan didalam kelas saja, melainkan lebih dari itu guru dianggap sebagai sumber informasi bagi perkembangan kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sehingga tugas dan fungsi guru tidak hanya terbatas di dalam kelas saja melainkan jauh lebih komplek dalam makna yang lebih luas.
26
bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.7
Jika dilihat dari falsafah Jawa dan undang-undang nomor 14 tahun 2005, bahwasanya K.H. Makinun Amin Muhammad sudah memenuhi kriteria dari keduanya. Untuk falsafah Jawa bisa kita lihat dari prilaku sehari-hari beliau mulai dari kegigihan, keuletan, kesabaran dan disiplin serta ketaqwaan beliau kepada Allah SWT yang semua prilaku itu yang dicontohnya dari nabi Muhammad SAW. Maka tidak ada alasan bagi kita, untuk tidak mencontoh perilaku K.H. Makinun Amin Muhammad.
Dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 beliau juga bisa disebut sebabagai seorang guru, sebab kriteria seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, semuanya beliau lakukan dalam pesantren dan sekolahan.
BAB III
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN TAHUN
1990-2015
A.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Mamba’ul Hisan
Pondok pesantren Mamba’ul Hisan ini berlokasi di Desa Kauman,
Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, yang berada ±1Km dari alun-alun
Sidayu dan ±3 Km dari kantor Kecamatan Sidayu. Pondok pesantren
Mamba’ul Hisan ini dirintis dan didirikan oleh K.H. Muhammad bin
Shofwan.
Pada awalnya, tahun 1949 putra pertama K.H. Muhammad bin
Shofwan yang bernama K.H. Abdul Muqsith sedang memasuki usia
sekolah, pada saat itu K.H. Muhammad bin Shofwan mempunyai inisiatif
untuk mendidik sendiri putranya dengan penuh kedesiplinan dan konsisten
di rumah. Sebagai bekal pembelajaran yang diberikan kepada putranya itu,
K.H. Muhammad bin Shofwan menyusun tulisan-tulisan sebagai materi
pembelajarannya. Tulisan-tulisan tersebut mulanya hanya beberapa lembar,
kemudian disusun secara sistematis dan akhirnya terkodifikasi dengan baik.
Selain materi yang disajikan, beliau juga menggunakan cara-cara “kaffiyah”
khusus dalam penyampaian meterinya agar dapat membuahkan hasil
maksimal.
Cara yang dipakai oleh K.H. Muhammad bin Shofwan untuk
28
tersebut, banyak sanak famili, tetangga dan masyarakat yang ingin
menitipkan anak mereka kepada K.H. Muhammad Bin Shofwan untuk
dididik seperti putranya. Berdasarkan keadaan itulah K.H. Muhammad bin
Shofwan mendirikan sebuah pondok pesantren.
Setelah mendapatkan berbagai anjuran dari berbagai pihak dalam
pemberian nama dari pondok pesantren, kemudian K.H. Muhammad bin
Shofwan memutuskan untuk memberi nama pondok pesantren tersebut
dengan nama “Mamba’ul Hisan” atau disebut dengan “PPMH”.1
Pada tahun 1985 pengorganisasian di pondok pesantren Mamba’ul
Hisan dibentuk oleh K.H. Muhammad bin Shofwan,2 menurut Hasinu Ibnu
Marto dengan berkembangnya pondok pesantren Mamba’ul Hisan dan
bertambah populasi jumlah santri, secara bertahap menejemen pondok
pesantren Mamba’ul Hisan dibentuk yaitu sebagai berikut:
a. Pengajar utama (pemangku) yaitu: K.H. Muhammad bin Shofwan dan
istri beliau Hajjah Ulfah, sebagai pengajar utama, penasehat dan juga
sebagai pengambil keputusan.
b. Para pengasuh (pengelola utama) yaitu K.H. Abdul Muqsith Muhammad
beliau ini bertanggung jawab untuk urusan yang ada diluar, K.H.
Makinun Amin Muhammad sebagai pembantu urusan dalam dan dibantu
1Makalah Studium General, Metode Pengajaran Membaca dan Menulis Al-Quran: Metode Sidayu,
2005, 1.
29
oleh K.H. Abdul Hakim Muhammad dan K.H. Abdul GhofurMuhammad
dan K.H. Ahmad Shiddiq sebagai pembantu urusan pendidikan.3
2. Visi Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan
Pondok pesantren Mamba’ul Hisan mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam mengemban para santri-santrinya. Dalam mendidik para
santri pondok pesantren Mamba’ul Hisan dianjurkan memperdalam ilmu
agama, sehingga mewujudkan santri-santri yang berakhlakul karimah dan
taat pada agama. Adapun visi pondok pesantren Mamba’ul Hisan sebagai
berikut:
a) Berilmu kaffah.
b) Berakhlakul karimah.4
3. Tujuan pondok pesantren Mamba’ul Hisan
Pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah lembaga pendidikan
Islam, yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, yang mengikuti empat
madzhab yaitu Maliki, Hambali, Syafi’i dan Hanafi. Akan tetapi dalam
aktifitas sehari-hari, pondok pesantren Mamba’ul Hisan ini lebih condong
menggunakan madzhab Imam Syafi’i karena menyesuaikan lingkungan
pesantren yang memerlukan pendekatan persuasif.
Dalam hal ini pondok pesantren tidak serta merta berdiri, namun
mempunyai tujuan yang jelas, dalam bukunya Hasinu Ibnu Marto
disela-sela perkembangan pondok pesantren kanak-kanak Mamba’ul Hisan K.H.
3Hasinu Ibnu Marto, “Pondok Pesantren Kanak-kanak Mamba’ul Hisan di Kabupaten Gresik”,
(Skripsi, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, 1994), 37-38.
30
Muhammad bin Shofwan meluruskan tujuan keberadaannya diantaranya
sebagai berikut:
a) Mengajar dan melatih anak-anak agar bisa membaca serta menulis
huruf-huruf Al-Qur’an dengan baik.
b) Menanamkan kecintaan kepada Al-Qur’an sejak usia dini, sebagai
landasan untuk mengamalkan ajaran dan norma-norma yang terdapat di
dalam Al-Qur’an.
c) Menanamkan rasa disiplin pada anak dalam hal ibadah dan belajar.
d) Membiasakan dalam hidup sederhana dan berakhlak luhur dalam
pergaulan.5
4. Struktur keorganisasian yayasan pondok pesantren Mamaba’ul Hisan
Adapun struktur pengorganisasian saat ini yang ada di yayasan
pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Susunan pengurus yayasan ini yang
penulis temukan pada arsip pondok pesantren Mamba’ul Hisan tahun 2015,
diantaranya sebagai berikut:
a. Pendiri yayasan
1) K.H. Abdul Muqsith (3525091510450001)
2) Haji Makinun Amin (3525091008530001)
31
[image:41.595.128.515.178.526.2]b. Susunan organisasi yayasan
Tabel 3.1.
Data diperoleh dari pengesahan pendirian badan hukum yayasan pondok pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu tahun 2015.
Nama No ktp/passport Organ
yayasan Jabatan KH. Abdul Muqsith 3525091510450001 Pembina Ketua
H Muhammad Badrul
Huda, Lc 3525092209720001 Pengurus Ketua umum Mubaedi 3525102703740005 Pengurus Sekretaris
Hajjah Raden Roro
Mardliyah, S.pd., M.H 3525095002490002 Pengurus Bendahara umum Hajjah Elok Furoidah 3525095801680001 Pengurus Bendahara
Haji Makinun Amin 3525091008530001 Pengawas Ketua
B.Perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan
Dewasa ini kalau kita mengamati dari sejarah pondok pesantren
hingga pada perkembangannya, maka pondok pesantren terbagi menjadi dua
jenis katagori, yaitu pondok pesantren salafi (pondok pesantren yang masih
menggunakan sistem pendidikan sederhana atau tradisional dengan sistem
sorogan dan bandongan tanpa kelas dan batas umur) dan pondok pesantren
khalafi “modern” (pondok pesantren yang sudah mengadopsi dan memadukan
sistem pendidikan modern atau umum dengan sistem kelas, kurikulum, dan
umurnya juga dibatasi).6
32
Pondok pesantren dapat dikatagorikan sebagai lembaga pendidikan
“Tradisional”. Dalam batasan ini, merujuk bahwa lembaga ini telah menjadi
bagian yang mendasar dari sistem kehidupan mayoritas umat Islam di
Indonesia, dan mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan
perjalanan hidup umat Islam. Pengertian dalam arti “tradisional” disini bukan
berarti tetap (stagnan) tanpa mengalami adaptasi melainkan cara pembelajaran
dan sistem yang ada pada pondok pesantren.7
Untuk mengetahui dan memahami tentang perkembangan pondok
pesantren Mamba’ul Hisan, maka dalam pembahasan ini, penulis memaparkan
perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan bedasarkan wawancara dan
sumber-sumber yang ada di pondok pesantren Mamba’ul Hisan sesuai dengan
situasi yang ada, mulai berdirinya pondok pesantren Mamba’ul Hisan hingga
perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan yang cukup relevan dalam
tuntunan masyarakat dan seiring perkembangan zaman.
Adapun perkembangan itu dari segi sarana dan prasana, pendidikan,
dan jumlah santriserta faktor-faktor pendukung lainnya. Untuk lebih mudah
pemahaman, maka penulis memaparkan secara periode, yang terdiri dari dua
periode yaitu periode pertama masa perintisan dan periode kedua masa
perkembangan.
33
1. Periode awal (1949-1990)
Dalam periode awal ini merupakan masa perintisan oleh K.H.
Muhammad bin Shofwan, periode ini mempunyai ciri-ciri yang sangat
sederhana, dari segi fisik maupun non fisik. Pada tahanpan perkembangan
pondok pesantren Mamba’ul Hisan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kondisi fisik
Pondok pesantren Mamba’ul Hisan dikenal dengan sebutan
pondokan cilik oleh masyarakat Sidayu, pondok pesantren ini dulunya
bertempat di rumah K.H. Muhammad bin Shofwan di Desa Kauman dari
segi tatanan wilayah batas desa, pada saat itu bagunan pertama kali sejak
awal berdiri berada di Desa Kauman.
Dari penjelasan diatas, bahwasanya pada awal pendirian pondok
pesantren Mamba’ul Hisan berada dirumah K.H. Muhammad bin
Shofwan, bagunan itu merupakan tempat singgah kiai dan terdapat
tempat singgah para santri-santri. namun hanya ada satu sampai tiga
kamar kurang lebih untuk tempat tinggal para santri, satu kamar dihuni
kurang lebih 20 santri dengan ukuran yang sangat kecil.Dari sinilah
masyarakat Desa Kauman dan masyarakat disekitar pondok pesantren
Mamba’ul Hisan belajar tentang agama kepada K.H. Muhammad bin
Shofwan.
b. Bidang pendidikan
Pendidikan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada awal
34
pesantren lainnya yang menerapkan metode-metode seperti, metode
sorogan dan metode wetonan.8 kedua sistem pendidikan ini yang dipakai
oleh pesantren lainnya yang masih mengajarkan sistem pendidikan
klasikal, metode-metode yang digunakan dalam pendidikan di pondok
pesantren Mamba’ul Hisan antara lain:
1) Metode sorogan
Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana
seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi
saling mengenal di antara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti
sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang
bercita-cita menjadi seorang alim. Metode sorogan merupakan metode yang
ditempuh dengan cara kiai menyampaikan pelajaran kepada santri
yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perorangan
(individu), dibawah bimbingan seorang kiai atau ustadz.
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan
pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kiai atau ustadz, di depannya
ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap.
Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda
duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kiai
atau ustadz, sekalipun mempersiapkan diri menunggu giliran di
panggil.
35
2) Metode bandongan
Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para
santri mengikuti pelajaran dengan cara duduk di sekeliling kiai yang
menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab
masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah weton ini di Jawa Barat
disebut juga bandongan.
Metode bandongan dilakukan oleh seorang kiai atau ustadz
terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa
yang dibacakan oleh kiai dari sebuah kitab. Kiai membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab
berbahasa arab tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab
yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat langsung
di bawah kata yang dimaksud agar dapat memahami teks. Posisi para
santri pada pembelajaran metode ini adalah melingkari dan
mengelilingi kiai atau ustadz sehingga membentuk halaqoh
(lingkaran).9
Pendidikan di pondok pesantren Mamba’ul Hisan bukan hanya
pendidikan klasikal saja, namun juga mengajarkan pendidikan
Al-Qur’an baik usia dini, bin nadhor dan bil ghoib. Pendidikan Al-Al-Qur’an
usia dini dimana santri-santri terlebih dahulu di kenalkan huruf-huruf
hijaiyyah supaya para santri mengenal dan mengetahui bentuk huruf
yang ada pada Al-Qur’an, sedangkan pendidikan Al-Qur’an bin
9Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: pertumbuhan dan
36
nadhor dilakukan dengan cara membaca dan melihat teks Al-Qur’an
dan bil ghoib dilakukan dengan cara menghafalkan tanpa melihat teks
Al-Qur’an. Dari pendidikan keduanya itu yang diajarkan kepada para
santri dan masyarakat, pada saat itu masyarakat sekitar belum
memahami tentang agama Islam dan belum mengenal huruf-huruf
yang ada dalam Al-Qur’an.
c. Hambatan-hambatan pada periode awal
Ada beberapa hambatan yang terjadi pada awal periode
sehingga menjadikan kendala pada waktu itu, dengan banyaknya
santri yang berdatang dari berbagai wilayah yang ingin belajar
mendalami tentang agama Islam. Hambatan-hambatan yang terjadi
pada periode awal yaitu sebagai berikut:
Pertama, hambatan-hambatan yang terjadi di periode awal ini
yaitu kurangnya tempat tinggal santri yang kurang memadai sehingga
santri-santri ditempatkan dirumah alumni pondok yang berlokasi di
sekitar pondok maupun didesa lain yang berdekatan dengan pondok
pesantren Mamba’ul Hisan.
Kedua, kurangnya tenaga pengajar dalam proses belajar
sehingga proses belajar secara bergantian.
Ketiga, kurangnya tempat belajar atau kelas di pondok
pesantren maka belajar mengajar ada yang ditempatkan di
rumah-rumah tetangga.10
37
2. Periode perkembangan (1990-2015)
Pada tahapan periode perkembangan ini membahas tetang kelanjutan
dari periode awal, periode ini menjelaskan tentang perkembangan dari segi
fisik maupun non fisik dan segi pendidikan. periode perkembangan ini
berkat kerja keras dan kegigihan K.H. Muhammad bin Shofwan dan
anak-anak beliau. Pada saat itu K.H. Muhammad bin Shofwan sudah mulai tua
kebutuhan pondok pesantren diserahkan kepada anak-anak beliau sebagai
pengurus pondok pesantren. Pada waktu itu K.H. Makinun Amin
Muhammad mulai berperan dibawah kepemimpinan ayahnya K.H.
Muhammad bin Shofwan. Masa kepemimpinan pondok pesantren tidak bisa
digantikan sebelum pemimpin tersebut meninggal. Adapun perkembangan
pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan segi fisik
Usaha dan gagasan K.H. Muhammad bin Shofwan dalam
membina dan mengembangkan pondok pesantren dapat simpati dari
masyarakat setempat, karena pada saat itu jumlah santri mulai bertambah
banyak sehingga tempat untuk menginap para santri yang berada di
rumah K.H. Muhammad bin Shofwan pun semakin sempit. Dalam hal
ini gagasan mengenai penambahan tempat menginap atau asrama para
santri pun ditambah. Sehingga pondok pesantren mulai berkembang
sedikit demi sedikit. Hal ini tidak lepas dari peran anak-anak K.H.
Muhammad bin Shofwan yang ikut serta dalam mengembangkan pondok
38
Perkembangan dari segi fisik ini dapat dilihat bagunan pondok
pesantren yang dulunya bermula dari rumah kiai, sekarang sudah terdapat
tiga asrama di sekitar rumah kiai dan menjadi cikal bakal komplek
pondok pesantren Mamba’ul Hisan, yang kini diasuh oleh anak-anaknya.
Seiring dengan perkembangannya, pondok pesantren Mamba’ul
Hisan kini terbagi menjadi empat wilayah yaitu PPMH Timur, PPMH
Tengah, PPMH Selatan dan PPMH Barat. Dari keempat wilayah itu
masing-masing pondok mempunyai pengasuh sendiri-sendiri, namun
pondok pesantren ini tetap dalam satu lembaga.
b. Perkembangan pendidikan
Pendidikan dalam pondok pesantren menggunakan pola
pembelajaran dengan sistem sorogan dan sistem bandongan, kedua
sistem ini dulunya yang dianut oleh pesantren pada periode awal. Pada
periode perkembangan ini, sistem sorogan dan sistem bandongan ini
masih digunakan dalam proses belajar mengajar yang berada di satu
ruangan, santri-santri duduk berjajar degan rapi dan mendengarkan
materi yang disampaikan oleh kiai.
Sistem sorogan dan sistem bandongan dilaksanakan dalam
pondok pesantren Mamba’ul Hisan setelah selesai sholat shubuh dan
sholat maghrib, kedua sistem tersebut dipakai pada proses pembelajaran
kitab kuning atau kitab-kitab klasik lainnya. Kemudian setelah sholat
dhuhur para santri yang mengaji kitab-kitab klasik pada pembelajaran
39
yang sudah disampaikan oleh kiai.11 Adapun pembelajaran Al-Qur’an
bin-nadhor, bil-ghoib dan usia dini di pondok pesantren Mamba’ul Hisan
kedua sistem tersebut tidak dipakai, sedangkan pendidikan Al-Qur’an
usia dini menggunakan metode tersendiri dalam proses pembelajaran
Al-Qur’an usia dini yang telah dirintis oleh K.H. Muhammad bin Shofwan
pendiri pondok pesantren Mamba’ul Hisan.
Seiring dengan perkembangan zaman pondok pesantren
Mamba’ul Hisan kini meningkatkan mutu dalam bidang pendidikan,
sehingga berdirilah beberapa pendidikan formal seperti TK, MI, Mts, dan
MA yang menganut sistem pemerintah. Namun sistem pembelajaran
yang lama masih tetap dipakai di era modern ini, sebab sistem sorogan
dan sistem bandongan merupakan ciri khas dari pesantren yang tidak
bisa dilepaskan begitu saja.
Madrasah merupakan pendidikan Islam yang lain. Secara harfiyah
ia berarti sekolah. Namun demikian, sistem madrasah di Indonesia agak
berbeda dengan madrasah di negeri-negeri Islam yang lain. Madrasah
juga berbeda dengan sistem pesantren. Murid sebuah madrasah harus
lulus dengan satu tingkatan untuk naik ketingkatan yang lebih tinggi,
sama dengan pola sebuah sekolah umum. Murid di madrasah biasanya
mempelajari ilmu-ilmu Islam, tetapi sistem madrasah modern
memberikan kepada murid berbagai materi tentang Islam dan
pelajaran-pelajaran sekular yang harus dikuasai dalam jangka waktu tertentu.
40
Sistem pesantren, di sisi lain, mengkhususkan diri pada pengajaran Islam
dan tidak mempunyai batasan waktu. Karena cakupan pelajaran yang
lebih luas maka sistem madrasah tidak menghasilkan atau mendorong
murid untuk menjadi ulama seperti yang dilakukan pesantren. Memang
diakui bahwa sistem madrasah kontemporer adalah hasil dari
upaya-upaya modernisasi sistem pembelajaran dan pengajaran tradisional.
Namun, juga harus disadari bahwa sistem madrasah tidak didesain untuk
mencetak ulama. Madrasah adalah sarana yang memberikan pengajaran
dasar tentang Islam kepda umatnya dan hanya didirikan secara formal
disetiap kecamatan. Demikian juga di tingkat lebih lanjut, sistem
madrasah, seperti IAIN, tidak menghasilkan ulama. Para siswa yang
ingin mendapatkan pendidikan Islam yang lebih tinggi tetap harus pergi
ke pesantren.12
Dengan berkembangnya pendidikan pondok pesantren Mamba’ul
Hisan kini membuka beberapa unit pendidikan formal yang menganut
sistem pemerintah baik menganut sistem pendidikan Departemen Agama
maupun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang meliputi:
1) TK Mamba’ul Hisan
TK Mamba’ul Hisan adalah jenjang sekolah anak-anak yang
berumur 5-6 tahun, pendidikan ini terdiri dari dua jenjang yaitu
jenjang A dan jenjang B. Pengelolahannya menganut sistem
41
pemerintahan baik dari Departemen agama maupun Departemen
pendidikan dan kebudayaan.
2) Madrasah Ibtidaiyyah
Madrasah Ibtidaiyyah adalah jenjang paling dasar pendidikan
formal yang setara dengan sekolah dasar. Pendidikan Madrasah
Ibtidaiyyah Mamba’ul Hisan ini didirikan pada tahun 2000 yang
pengelolaannya mengikuti departemen agama, pendidikan ini di
tempuh selama 6 tahun yang dimulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Di
madrasah ini pendidikan yang ada bukan hanya pendidikan agama
tetapi pendidikan umum juga diterapkan.
3) Madrasah Tsanawiyah
Pendidikan Madrasah Tsanawiyyah adalah jenjang dasar
pendidikan formal yang setara dengan pendidikan sekolah menengah
pertama, Madrasah Tsanawiyyah Mamba’ul Hisan ini didirikan tahun
2000 yang menganut sistem pemerintah departemen agama,
pendidikan ini ditempuh selama 3 tahun mulai dari kelas 7 sampai
kelas 9. Kurikulum Madrasah Tsanawiyyah sama dengan sekolah
menengah pertama hanya saja di Madrasah Tsanawiyyah ini terdapat
pendidikan agamanya.
4) Madrasah Aliyah
Madrasah Aliyah Mamba’ul Hisan ini didirikan pada tahun
2000, pendidikan ini menganut sistem pemerintahan departemen
42
kelas 10 sampai kelas 12, namun di jenjang pendidikan ini siswa yang
mulai naik kekelas 11 bisa menempuh jurusan yang ada seperti: ilmu
alam, ilmu sosial, ilmu bahasa, dan ilmu keagamaan.Di Indonesia,
kepemilikan madrasah aliyah dipegang oleh dua badan, yakni swasta
dan madrasayah aliyah negeri yang dikelolah oleh pemerintah.
Berdinya pendidikan formal di pondok pesantren Mamba’ul
Hisan ini tidak lepas dari dukungan masyarakat sekitar dan wali-wali
santri yang mengiginkan dengan adanya pendidikan formal tersebut,
sehingga orang tua wali santri yang ingin anaknya belajar dijenjang
pendidikan selanjutnya dan ingin menetapkan anaknya belajar di
pondok pesantren Mamba’ul Hisan.13
Dengan berkembangnya zaman pondok pesantren mampu
menjawab semua tantangan yang ada, baik dari segi pendidikan yang
menganut sistem pemerintahan, kini pondok pesantren juga
mengembangkan pendidikan formal yang berbasis kurikulum
pemerintahan. Akan tetapi pendidikan pesantren tidak serta merta
dihilangkan melainkan berjalan kedua-duanya.
c. Perkembangan santri
Seiring dengan perkembangan bangunan pondok pesantren
Mamba’ul Hisan dan semakin dikenalnya pembelajaran Al-Qur’an usia
dini dipesantren Mamba’ul Hisan oleh masyarakat, sehingga santri yang
belajar dipondok pesantren Mamba’ul Hisan terus mengalami
43
peningkatan dalam jumlah santri yang belajar dipondok pesantren
Mamba’ul Hisan.
Pada awalnya santri yang belajar hanya keluarga, tetangga, dan
masyarakat sekitar dengan semakin banyaknya orang yang tahu pondok
pesantren Mamba’ul Hisan, masyarakat dari daerah lain juga mulai
menitipkan anak-anaknya di pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Adapun
perkembangan santri pondok pesantren Mamba’ul Hisan sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Data santri dari tahun 1990-2015
Dikutip dari Arsip data penerimaan santri baru tahun 1990-2015
No Tahun Jumlah Santri yang
Baru Masuk
1 1990 8
2 1991 5
3 1992 9
4 1993 4
5 1994 3
6 1995 6
7 1996 19
8 1997 12
9 1998 22
10 1999 24
11 2000 30
44
13 2002 33
14 2003 49
15 2004 42
16 2005 45
17 2006 32
18 2007 23
19 2008 19
20 2009 57
21 2010 54
22 2011 46
23 2012 43
24 2013 42
25 2014 40
BAB IV
Peran K.H. Makinun Amin Muhammad di Pondok Pesantren Mamba’ul
Hisan
A.Usaha-usaha K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan
bidang pendidikan di pondok pesantren Mamba’ul Hisan
Peranan kiai sangatlah menentukan dalam perkembangan pondok
pesantren, karena kiai mempunyai kedudukan sebagai pengasuh sekaligus
pemilik pesantren. Dalam pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan
usaha-usaha yang dilakukan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad dalam
pengembangan dan memajukan pondok pesantren Mamba’ul Hisan dari segi
bidang pendidikan.
Pusat pendidikandipondok pesantren yaitu mushallah, masjid dan
bahkan rumah kiai tersebut untuk mengajarkan ilmu agama kepada para
santri-santrinya. Biasanya santri duduk dilantai membentuk setengah lingkaran
menghadap guru atau kiai untuk mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan
pada waktu setelah sholat maghrib dan sholat shubuh agar tidak meganggu
kegiatan-kegiatan atau aktivitas yang lainnya. Tempat pendidikan Islam
nonformal yang seperti inilah merupakan embrio pengorganisasian dan
pembentukan pondok pesantren.
Pendidikan di dalam pondok pesantren akan membentuk watak
manusia yang baik. Menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat
dan jiwa yang kuat diperlukan dasar dan pondasi yang kuat untuk membangun
46
ajaran agama Islam dan falsafah hidup umat Islam, di dalamnya memuat
totalitas prinsip yang berkaitan dengan hidup manusia termasuk dalam bidang
pendidikan.1Seperti halnya dengan pondok pesantren Mamba’ul Hisan, pada
awal peristisan sebelum menjadi pondok pesantren pada tahun 1949 masih
berbentuk rumah tempat tinggal kiai, akan tetapi sudah ada tetangga atau
masyarakat Desa Kauman maupun masyarakat dari desa lain yang belajar
Al-Qur’an atau mengaji kitab-kitab kepada K.H. Muhammad bin Shofwan. Dalam
hal ini pendidikan yang ada di pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan klasikal
a. Sistem sorogan
Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh
dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara
individual, biasanya di samping dipesantren juga dilangsungkan di
langgar, masjid, atau malah terkadang di rumah-rumah. Penyampaian
pelajaran kepada santri secara bergilir ini biasanya dipraktekkan pada
santri yang jumlahnya sedikit.
Di pesantren, sasaran metode ini adalah kelompok santri pada
tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-Qur’an.
Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai
s