• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN SIDAYU GRESIK TAHUN 1990-2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN SIDAYU GRESIK TAHUN 1990-2015."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANG PESANTREN MAMBA

Diajukan untuk

Gelar Sarjana dalam Pada Jurusan

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL MAKINUN AMIN MUHAMMAD DALAM PENGEMBANG

PESANTREN MAMBA’UL HISAN SIDAYU GRESIK TAHUN 1990-2015

SKRIPSI

untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Moh. Bahrul Ulum NIM: A0.22.12.071

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peran K.H. Makinun Amin Muhammad Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun 1990-2015. Adapun masalah yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Bagaimana biografi K.H. Makinun Amin Muhammad? (2) Bagaimana perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada tahun 1990-2015? (3) Bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian sejarah, yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) heuristik adalah pengumpulan data yang terdiri dari sumber benda maupun lisan serta sumber buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. (2) kritik. (3) interpretasi. (4)

historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan historis yang mendiskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori peran, yang dibawakan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad seorang pelaku dalam panggung sandiwara dan teori continuty and change yang dinyatakan oleh Zamakhsyari Dhofier.

(7)

ABSTRAC

This thesis entitled the role of K.H. Makinun Amin Muhammad in the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School Around 1990-2015. The problems which analyze in this thesis are (1) How is the biography of K.H. Makinun Amin Muhammad? (2) How is the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School Around 1990-2015? (3) How are K.H. Makinun Amin Muhammad’s rolein the development of Mamba’ul Hisan Islamic Boarding School?

In order to answer the problems above, the author is using historical approach through the method of historical research which is consist of several stages as follows : (1) Heuristic: it is collecting the data from the object, spoken, and book resources which are related to the analysis (2) Criticism (3) Interpretation (4) Historiography. The author uses role theory and the theory of continuity and change. The author used historical approach to draw the event which is occurred in the past. In this case, The author also uses role theory which is brought by K.H. Makinun Amin Muhammad as the cast of the play and the theory of continuity and change which is stated by Zamakhsyari Dhofir.

Based on the analysis the author are conclude that (1) K.H. Makinun Amin Muhammad was born in Gresik, 10st august 1952. (2) The development of

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

ABSTRAK ... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Kegunaan penelitian ... 8

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 9

F. Penelitian Terdahulu ... 10

G. Metode Penelitian ... 12

(9)

BAB II BIOGRAFI K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD

A. Latar Belakang Keluarga... 17

B. Latar Belakang Pendidikan ... 21

C. Karir K.H. Makinun Amin Muhammad ... 23

BAB III PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN TAHUN 1990-2015 A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan .... 27

1. Latar Belakang Berdirinya Ponpes Mamba’ul Hisan... 27

2. Visi Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 29

3. Tujuan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 29

4. Struktur Keorganisasian Yayasan PPMH ... 30

B. Perkembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 31

1. Periode Awal (1949-1990) ... 33

2. Periode Perkembangan (1990-2015) ... 37

BAB IV PERAN K.H. MAKINUN AMIN MUHAMMAD Di PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN A. Usaha-usaha K.H. Makinun Amin Muhammad dalam Pengembangan Bidang Pendidikan di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 45

1. Pendidikan Klasikal ... 46

(10)

3. Bidang Pendidikan Formal ... 52

B. Bidang Sosial ... 53

C. Interaksi K.H. Makinun Amin Muhammad dengan Masyarakat

Sekitar Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Berdirinya pondok pesantren tidak dapat dipisahkan dari keadaan sosial

budaya masyarakat sekitarnya. Tidak jarang tempat asal mula pondok

pesantren yang berdiri berada ditempat kecil yang penduduknya belum

beragama atau belum menjalankan syariat agama. Di dirikannya pondok

pesantren di Indonesia sering memiliki latar belakang yang sama, dalam hal ini

dimulai dengan usaha seorang atau beberapa orang secara pribadi atau kolektif,

yang berkeinginan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas.1

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan di Indonesia,

khususnya mengajarkan agama Islam. Pesantren di Indonesia telah menjadi

pusat pembelajaran agama dan dakwah. Ia telah memainkan peranan penting

karena merupakan sistem pembelajaran dan pendidikan Islam tertua di

Indonesia. Pada umumnya pesantren merupakan lembaga pendidikan agama

yang mengajarkan Al-Qur’an, kemudian mengajarkan kitab-kitab Islam

klasik.2

Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam berkembang

sebagai sistem pendidikan masyarakat Islam pada waktu itu. Kemudian

penyelenggaraan pendidikan ini muncul menjadi tempat-tempat pengajian dan

1Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalamPesantren (Jakarta: LP3ES, 1999). 41.

(12)

2

berkembang dengan didirikannya tempat-tempat menginap bagi para pelajar

yang kemudian disebut sebagai santri.3

Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata, “pondok” dan

“pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti

asrama. Sedangkan kata “pesantren” berasal dari kata “santri” yang diimbuhi

awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya

tempat para santri.4 Istilah santri berasal dari kata sastri yang berarti orang

yang mempelajari buku-buku suci Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci

agama Hindu. Kata sastri berasal dari kata sastra yang berarti buku-buku suci,

buku-buku agama atau buku tentang ilmu pengetahuan.5

Menurut Abdurrahman Wahid, pesantren adalah suatu komplek dengan

lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya. Dalam komplek

itu berdiri rumah beberapa bangunan: rumah kiai, masjid, tempat mengajar

(madrasah), dan asrama (tempat tinggal santri). Di dalam lingkungan seperti

ini, diciptakan semacam cara kehidupan yang memiliki sifat dan ciri tersendiri,

dimulai dari jadwal kegiatan yang memang menyimpang dari pengertian rutin

dari kegiatan masyarakat sekitarnya.6

Kiai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat

esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata dalam pesantren berkembang kiai

sangatlah berpengaruh, kharismatik dan berwibawa sehingga disegani oleh

masyarakat dilingkungan pesantren. Selain itu kiai merupakan pendiri pondok

3M. Sulthon Masyhud, (ed), Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva pustaka, 2005), 1. 4Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sisten PendidikanPesantren (Surabaya: Diantama, 2007), 19.

5Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara (Surabaya: Jauhar, 2009), 89.

(13)

3

pesantren, oleh karenanya wajar jika dalam pertumbuhan pondok pesantren

sangat bergantung pada peran kiai.

Kiai dijadikan panutan para santri dan masyarakat sekitarnya, segala

kebijaksanaan yang disampaikan menjadi renungan. Kiai dengan kelebihan

pengetahuan Islamnya sering kali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat

memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam dengan demikian mereka

dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau oleh kebanyakan orang.

Dari sini maka peran kiai sebagai pemimpin sangat kuat.7

Kiai adalah orang yang memiliki lembaga pondok pesantren, dan

menguasai pengetahuan tentang agama serta secara konsisten menjalankan

ajaran-ajaran agama. Kata kiai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis

gelar yang saling berbeda antara lain:

1. sebutan gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat,

umpamanya kiai garuda kencana dipakai untuk sebutan kereta emas di

keraton Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam

yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab

Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kiai, dia juga sering disebut

sebagai orang yang alim (orang yang mendalam pengetahuan Islamnya).8

Perlu ditekankan disini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam di kalangan

umat Islam disebut ulama. Di Jawa Barat mereka disebut ajengan. Di Jawa

7Jamaludin Malik, Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Prefesionalisme Santridengan Metode Daurah Kebudayaan ( Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2005). 59.

(14)

4

Tengan dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut Kiai.

Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di

masyarakat juga mendapat gelar “kiai” walaupun mereka tidak memimpin

pesantren. Dengan kaitan yang sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar kiai

biasanya dipakai untuk menunjuk para ulama dari kelompok Islam tradisional.9

Pengaruh utama yang dimiliki pesantren tentang kehidupan masyarakat

terletak pada hubungan perorangan yang menembus segala hambatan yang

diakibatkan oleh perbedaan strata yang ada di masyarakat. Bagi anggota

masyarakat luar, kehidupan di pesantren merupakan gambaran ideal yang tidak

mungkin bisa direalisasikan dalam kehidupannya sendiri, dengan demikian

pesantren adalah tempat yang dapat memberikan kekuatan spiritual kepadanya

saat-saat tertentu terutama dalam menghadapi kemalangan dan kesukaran.

Selain itu, pesantren merupakan sumber inspirasi bagi sikap hidup yang

diinginkan dapat tumbuh dalam diri anak-anaknya, terlebih-lebih sistem

pendidikan di luar pesantren tidak memberikan harapan besar bagi

terjangkaunya ketenangan dan ketentraman hidup mereka.10

Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menganut sistem

terbuka sehingga amat fleksibel dalam mengakomodasikan harapan masyarakat

dengan cara-cara yang khas dan unik Pesantren memiliki sebuah metode

pembelajaran sendiri, metode inilah yang membedakan antara pesantren

dengan lembaga pendidikan formal: SD, SMP, dan SMA. Metode yang

(15)

5

digunakan di pesantren khususnya Jawa dan Madura adalah“sorogan” dan

“bandongan”.

Kedua sistem tersebut yang digunakan setelah para santri dianggap

telah mampu membaca dengan lancar dan menguasai Al-Qur’an. Pada awalnya

sistem tradisional ini banyak dilakukan di masjid, langgar dan rumah-rumah

kiai dalam mengajarkan tentang Al-Qur’an. Dalam metode bandongan murid

atau santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin

seperti yang dilakukan oleh seorang guru atau kiai, sedangkan dalam metode

sorogan diberikan kepada santri yang ingin mendapatkan penjelasan yang lebih

detail dan mendalam dalam masalah pembelajaran Al-Qur’an dan kitab-kitab

klasik.11

Sebagai lembaga pendidikan agama, di pesantren pada umumnya

pertama-tama para santri diajarkan membaca Al-Qur’an, selanjutnya

mempelajari kitab-kitab Islam klasik elementer. Bagi mereka yang

menginginkan menjadi ulama’ dan memahami agama (tafaqquh fid din)

dilanjutkan penguasaan bahasa arab, nahwu, shorof, balahoh, dan ilmu bahasa

arab lainnya sebagai alat untuk memperdalam kitab-kitab lainnya berkenaan

dengan fiqh, ushul fiqh, hadits, tauhid, sejarah atau tarikh, tasawuf dan akhlak.

Dengan demikian pesantren sebagai lembaga pendidikan agama berfungsi

sebagai, 1) media transmisi dan tranfer ilmu-ilmu keislaman, 2) pemeliharaan

(16)

6

tradisi Islam sesuai dengan kultur masyarakat pedesaan, dan 3) media

repreduksi ulama’-ulama’.12

Banyak sekali pesantren yang berdiri di pulau Jawa ini khususnya di

daerah Jawa Timur, seperti Ampel Denta, Giri Kedatondan Sidosermo dan

lain-lainnya. Akan tetapi setelah tiga pondok tua tersebut berdiri banyak sekali

pondok yang bermunculan untuk menyiarkan agama islam. Salah satunya

adalah pondok Mamba’ul Hisan.

Pondok Mamba’ul Hisan berada di Desa Pengulu, Kecamatan Sidayu,

Kabupaten Gresik. Perlu diketahui bahwa Kecamatan Sidayu memiliki luas

wilayah 47,13 Km2. Terdiri dari tanah sawah 1,069,610 Ha, pekarangan atau

halaman 171,020 Ha, tegal atau kebun 1,153,720 Ha, tambak 1,439,310 Ha,

dan lainya 879,740 Ha. Ketinggian daerah kurang lebih sekitar 7 meter diatas

permukaan air laut. Kecamatan Sidayu berbatasan langsung dengan Kecamatan

Ujung Pangkah di sebelah utara. Kecamatan Bungah di sebelah. selatan.

Kecamatan Dukun dan Kecamatan Panceng di sebelah barat. Serta dengan

Selat Madura di sebelah timur.13

Pondok pesantren Mamba’ul Hisan berdiri 1949 Masehi yang didirikan

oleh K.H. Muhamad bin Sofwan. Pada mulanya K.H. Muhamad bin Sofwan

mengajarkan anaknya untuk membaca Al-Quran dengan metode yang beliau

buat sendiri. Ternyata anak beliau lebih cepat memahami Al-Quran dengan

metode tersebut. Dari sinilah beliau mencoba menawarkan kepada masyarakat

12H.E. Badri dan munawiroh, pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), xi.

(17)

7

desa setempat untuk mengajar Al-Quran menggunakan metode tersebut. Dan

masyarakat pun menerima dengan baik metode yang beliau tawarkan.

Akhirnya banyak santri dari berbagai daerah yang ingin belajar kepada beliau.

Dari sinilah akhirnya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren.

Namun dalam perjalanannya, pondok pesantren ini mulai mengikuti

perkembangan zaman yang menuntut untuk mendirikan lembaga pendidikan

formal. Di era pengasuh K.H. Makinun Amin Muhammad inilah pondok

pesantren Mamba’ul Hisan kini mengalami perkembangan yang signifikan.

Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis mengangkat judul

“Peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan Pondok

Pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun1990-2015” dengan

menggolongkan beberapa kajian yang terkumpul dalam beberapa poin. Untuk

menghindari pembahasan secara luas, penulis membuat rumusan masalah

sebagai pokok kajian dalam penulisan skripsi ini.

B.Rumusan Masalah

Bedasarkan judul diatas, peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam

pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik 1990-2015,

maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi K.H. Makinun Amin Muhammad?

2. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada tahun

(18)

8

3. Bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan

pondok pesantren Mamba’ul Hisan?

C.Tujuan Penelitian

Disini di jelaskan bahwa tujuan penelitian suatu bentuk untuk

mengetahui peran K.H. Makinun Amin Muhammad dan perkembangan pondok

pesantren Mamba’ul Hisan. Untuk mengetahui dari tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untukmengetahui Biografi K.H. Makinun Amin Muhammad.

2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dan perkembangan pondok pesantren

Mamba’ul Hisan mulai dari tahun 1990-2015 yang berada di Desa Pengulu

Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik.

3. Untuk mengetahui peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam

masyarakat

D.Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Mamba’ul

Hisan Sidayu Gresik nantinya bisa bermanfaat bagi peneliti, pembaca dan

masyarakat. Sehingga mempermudah peneliti lain yang mempahas tentang

pondok pesantren lainnya.

1. Aspek Praktis: sebagai masyarakat Sidayu dari hasil penelitian ini nantinya

dapat dijadikan silaturrahmi dengan santri, alumni, pengurus dan

(19)

9

tradisi dan perkembangann pendidikan di pondok pesantren. Dari hasil

penelitian ini kita dapat melestarikan pondok pesantren yang ada di

Indonesia. Karena pondok pesantren yang telah melestarikan tradisi khas

Indonesia sampai saat ini.

2. Aspek Akademisi: Dari aspek ini, penulis berharap karya ini bisa

menambah dan memperluas wawasan baru dan memperkaya khazanah

mengenai pondok pesantren, hal ini dapat dilakukan dengan harapan

memberikan sumbangan secara akademis dapat dijadikan bahan kajian

penelitian. Sehingga bisa bermanfaat bagi peneliti dan pembaca,

khususnya bagi mahasiswa.

E.Pendekatan dan Kerangka Teori

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini yaitu

menggunakan pendekatan historis. Pendekatan ini bertujuan untuk

mendiskripsikan bagaimana peran K.H. Makinun Amin Muhammad dalam

pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan di Sidayu Gresik.

Pertama, teori peran adalah sebuah sudut pandang mengenai sebagian

besar aktifitas harian yang diperankan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad

dalam mengembangkan pondok pesantren baik dari segi pendidikan dan sarana

dan prasarana yang ada pada pondok pesantren Mamba’ul Hisan.

Dalam bidang pendidikan pondok pesantren yang dulunya merupakan

pondok pesantren salafi yang mengajarkan pendidikan agama Islam saja

(20)

10

pada bidang pendidikan umum. Perkembangan dari segi sarana dan prasana

juga semakin bertambah, dengan adanya penambahan asrama tempat para

santri menginap.

Teori peran merupakan teori yang menduduki suatu posisi sosial dalam

masyarakat dan teori peran juga mengategorikan satu tokoh yang mana tokoh

tersebut sebagai tokoh utama dalam peristiwa dan dalam teori peran yang di

upayakan.14

Kedua, teori continuity and change yang menguraikan secara rinci

masalah-masalah kesinambungan didalam maupun diluar pondok pesantren

Mamba’ul Hisan.

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bahwasanya ketika tradisi

baru yang muncul mempunyai kekuatan dan dorongan yang kuat yang ada

pada sebelumya, maka tradisi baru yang akan datang dengan kekuatan dan

dorongan maka akan terjadi perubahan. Apabila perubahan tradisi baru yang

terjadi tidak serta merta menghapus tradisi lama yang sudah ada pada

sebelumnya. Maka ada tradisi lama dan tradisi baru memiliki kesinambungan

dan berkelanjutan antara tradisi lama dengan tradisi baru, meski telah muncul

paradigma baru. Dengan demikian, bahwasanya ada elemen-elemen lama yang

telang dibuang, dan dimasukkan elemen-elemen baru.15

(21)

11

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian pondok pesantren sangatlah banyak dan beragam. Dalam

pengamatan penulis, untuk menghindari kesamaan dalam penelitian

sebelumnya. Sebelum peneliti memilih judul tersebut, terlebih dahulu

memperhatikan karya-karya penelitian sebelumnya.

1. Zainal Arifin, “Peningkatan Hasil Belajar Perambatan Bunyi Melalui Model

Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Stad Kelas IV Mi Mamba’ul

Hisan Pengulu Sidayu, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan

Ampel”, (2014). Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penbahasan

mengenai hasil belajar perambatan bunyi siswa-siswi kelas IV MI

Mamba’ul Hisan, penerapan metode cooperative learning model STAD,

peningkatan hasil belajar perambatan bunyi siswa-siswi kelas IV MI

Mamba’ul Hisan dengan menggunakan metode cooperative learning model

STAD.

2. Anas Hariyanto, “Bimbingan Agama Pada Santri Di Pondok Pesantren

Mamba’ul Hisan Timur Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik, Skripsi,

Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga”, (2010). penilitian tersebut

membahas mengenai prosedur bimbingan di pondok pesantren Mamba’ul

Hisan dan usaha-usaha pembimbing dalam kehidupan sehari-hari.

3. Hasinu Ibnu Marto, “Pondok Pesantren Kanak-kanak Mamba’ul Hisan di

Kabupaten Gresik, Skripsi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

(22)

12

mengenai tata fisik bangunan yang sesuai dengan skala aktifitas untuk

anak-anak.

4. Imam Bawani, “Pesantren Anak-anak Mamba’ul Hisan Sidayu Gresik: Studi

Tentang Sistem Pendidikan dan Perkembangan Model Kelembagannya,

Disertasi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta” (1995).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dijelaskan diatas, dapat

disimpulkan bahwa belum ada yang membahas mengenai peran K.H. Makinun

Amin Muhammad dalam mengembangan Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan

di Pengulu Sidayu Gresik tahun 1990-2015 M, maka dari itu penulis tertarik

untuk menuliskannya dalam sebuah karya ilmiah yang khusus membahas

mengenai perannya.

G.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bedasarkan analisis data

dan fakta yang ditemui di lapangan, data penulis yang didapatkan dari

buku-buku, dokumen dan peristiwa lainnya baik tertulis dan tidak tertulis seperti

wawancara dengan informan yaitu K.H. Makinun Amin Muhammad, keluarga,

santri dan masyarakat sekitar yang mengetahui K.H. Makinun Amin

Muhammad.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi historis, oleh karena

itu metode yang dipakai dalam membahas skripsi ini adalah metode sejarah,

(23)

13

1. Heuristik

Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang

dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data, sumber-sumber atau

jejak sejarah pada peristiwa masa lampau. Dalam pengumpulan sumber ini

penulis memperolehnya melalui:

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata

maupun dalam bentuk dokumen, sedangkan sumber lisan yang dianggap

primer adalah wawancara atau interview dengan seorang pelaku

peristiwa atau saksi mata. Adapun sumber primer yang terdapat dalam

penelitian karya tulis ilmiah sebagai berikut:

1) Wawancara K.H. Makinun Amin Muhammad dan keluarga

2) Santri

3) Dokumen-dokumen

4) Artefak

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang didapat dari siapa pun yang

bukan merupakan pelaku atau saksi peristiwa langsung, yakni orang yang

tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Adapun sumber sekunder

dalam penulisan karya ilmah ini sebagai berikut.

1) Wawancara dengan masyarakat

2) Buku-buku16

(24)

14

Dari sumber diatas, pada tahapan pengumpulan sumber ini peneliti

lebih memprioritaskan sumber lisan, dikarenakan minimnya

dokumen-dokumen yang memuat peristiwa pada masa itu dan masih banyak keluarga,

santri dan masyarakat pada periode tersebut yang masih hidup, sehingga

memudahkan pengumpulan data-data dari wawancara (sumber lisan).

2. Kritik sumber

Kritik sumber adalah data yang terkumpul dalam tahap heuristik

diuji kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahannya

atau kredibilitas sumber. Dalam hal ini keabsahan sumber tentang

keasliannya data yang diperoleh dengan melalui dua cara agar peneliti

mendapatkan data yang valid.

a. Kritik intern adalah suatu cara yang digunakan untuk menguji apakah

sumber tersebut kredibel atau tidak. Sumber yang diperoleh penulis yang

relevan, karena penulis mendapatkan sumber langsung dari keluarga,

masyarakat dan santri yang hidup sezaman dengan K.H. Makinun Amin

Muhammad dengan cara interview atau wawancara.

b. Kritik ekstern adalah penentuan keaslian apa tidaknya suatu sumber atau

dokumen.

Dari tahap yang kedua ini, penulis akan menganalisa sumber-sumber

yang diperoleh baik primer atau sekunder melalui kritik intern dan kritik

ekstern untuk mendapatkan kredibilitas dan keshahihan atau tidaknya sumber

tersebut.17

(25)

15

3. Interpretasi atau Penafsiran

Interpretasi atau penafsiran adalah menafsirkan fakta sejarah dengan

melihat sumber-sumber yang didapatkan seperti: wawancara,

dokumen-dokumen, buku-buku, majalah dan artefak. Sumber-sumber yang didapatkan

dan telah diuji autentisannya terdapat hubungan satu dengan yang lainnya.

Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang

didapatkan.

4. Historiografi

Historiografi yaitu suatu tahapan terakhir dalam penelitian sejarah.

Historiografi adalah rekontruksi rekaman dan peninggalan masa lampau

secara kritis dan imajinatif bedasarkan bukti-bukti atau data-data yang

diperoleh dari sumber tersebut.18

Dalam penulisan ini, penulis menyatukan data-data dan fakta-fakta

sejarah dalam judul “Peran K.H. Makinun Amin Muhammad Dalam

Pengembangan Pondok Pesanteren Mambau’ul Hisan Sidayu Gresik Tahun

1990-2015.

Dalam tahapan ini penulis akan memaparkan hasil dari penelitian yang

sudah dilakukan dan sudah disusun secara sistematis atau berurutan, agar

pembaca lebih mudah memahami isi dari penelitian ini.

(26)

16

H.Sistematika Pembahasan

Dari hasil penelitian yang sudah didapatkan, untuk mempermudah

penulisan dan pemahaman tentang skripsi ini, maka skripsi ini disusun secara

sistematis oleh penulis. Untuk itu penulis memaparkan sistematika penulisan

dan pembahasan dalam skripsi ini dibagi beberapa bab sebagaimana yang

disusun dibawah ini.

Bab pertama berisikan pendahuluan, di dalam bab ini ada beberapa sub

bab yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori,

penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Pada bab kedua ini, penulis membahas tentang latar belakang keluarga

K.H. Makinun Amin Muhammad, pendidikan dan karir.

Pada bab ketiga, penulis membahas tentang sejarah singkat berdirinya

pondok pesantren Mamba’ul Hisan, perkembangan pondok pesantren

Mamba’ul Hisan pada periode awal hingga periode perkembangan.

Pada bab keempat, penulis membahas tentang usaha-usaha K.H.

Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan pondok pesantren

Mamba’ul Hisan, bidang sosial, interaksi K.H Makinun Amin Muhammad

dengan masyarakat sekitar pondok pesantren Mamba’ul Hisan.

Bab kelima ini berisikan penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran

tentang masalah-masalah yang sudah diteliti dan diuraikan. Kesimpulan

merupakan hasil dari pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya

(27)

BAB II

Biografi K.H. Makinun Amin Muhammad

A.Latar Belakang Keluarga

K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan ulama asli Gresik yang bertempat tinggal di Desa Pengulu di Kecamatan Sidayu, orang tua beliau adalah K.H. Muhammad bin Shofwan dan ibunya bernama Nyai Hajjah Ulfah. K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan putra kelima dari enam bersaudara yaitu:

1. Abdul Muqsith Muhammad 2. Jazilatur Rohmah Muhammad 3. Shofiyullah Muhammad 4. Abdul Hakim Muhammad 5. Makinun Amin Muhammad 6. Abdul Ghofur Muhammad.1

Saudara-saudara K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan seorang yang taat pada agama, berakhlakul karimah, sopan santun, dan juga ramah tamah terhadap orang lain. Mereka semua juga tidak pernah meninggalkan apa yang sudah diperintahkannya.

Keluarga K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan keluarga yang agamis. Hal ini terlihat dari ayahnya adalah seorang tokoh masyarakat di Desa Kauman bahkan di wilayah Kecamatan Sidayu yang cukup dikenal pada masanya, dan juga senang menuntut ilmu pengetahuan di berbagai pondok

(28)

18

pesantren, maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang beliau dapatkan dari pondok pesantren.

K.H. Makinun Amin Muhammad lahir di desa kecil yang bernama Kauman, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 1952 M. Pada masa kecilnya K.H. Makinun Amin Muhammad dididik oleh orang tuanya belajar tentang agama Islam dan belajar Al-Qur’an, sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya hidup di lingkungan keluarga yang taat pada agama, karena sehari-hari K.H. Makinun Amin Muhammad sering di ajarkan pendidikan agama, sholat berjamaah di musholla maupun di masjid dan mendalami Al-Qur’an. Beliau dididik ketat oleh orang tuanya untuk menjadi orang yang agamis, berakhlakul karimah dan menjadi orang yang suka membaca Al-Qur’an. Beliau juga mempunyai cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu agama, serta memiliki semangat untuk kemajuan.

Hari demi hari usia K.H. Makinun Amin Muhammad mulai bertambah dan beliau semakin dewasa, akhirnya K.H. Makinun Amin Muhammad menempatkan hatinya kepada seorang wanita cantik yang bernama Hj Elok Furoidah. Pada usia 33 tahun usia yang cukup matang dalam membina mahligai rumah tangga sedangkan Hj Furoidah sendiri masih berusia 16 tahun, bagi perempuan jaman dulu yang masih kecil sudah dinikahkan oleh orang tuanya.

Setelah menikah dan hidup berumah tangga dengan wanita pilihannya itu, beliau dikarunia enam anak putra dan putri yaitu:

(29)

19

2. Kuli Alisata Aini

3. Ahmad Muhammad Hasbi Annashiri 4. Muhammad Syauqi Zamzami

5. Asfi Shofiya Fuadi 6. Selfi Syailil Najwa.2

Dari keluarga yang harmonis dan sederhana itulah yang memancarkan kebahagiaan dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya yang telah diberikan kepada beliau, K.H. Makinun Amin Muhammad selalu bersungguh-sungguh dalam mendidik dan membesarkan putra-putrinya dengan rasa tulus dan sabar. Beliau selalu mengajarkan pendidikan agama Islam agar kelak putra-putri beliau menjadi orang yang taat pada agama. Hal ini dilakukan mengingat beliau juga berasal dari keluarga yang agamis. Tidak hanya sampai di situ, beliau juga selalu mengingatkan dalam hal kebaikan dalam kehidupan di masyarakat dan juga menjaga tali silaturrahmi dengan sesama. Beliau merupakan orang tua yang tegas dan disiplin, tidak pernah menyerah atau putus asa dalam mendidik putra-putrinya dan menjunjung nilai-nilai dalam agama Islam. Karena dalam kehidupan keluarga beliau selalu taat dalam beribadah, sehingga dalam keluarga beliau terbentuklah sebuah kenyamanan dan kedamaian dalam berinteraksi dengan satu sama lain.

Saat ini K.H. Makinun Amin Muhammad menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan di Desa Pengulu Kecamatan Sidayu Kabupaten

(30)

20

Gresik. Beliau menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan dari tahun 1990 hingga sekarang. Pondok pesantren itu didirikan oleh ayahnya sejak tahun 1949 dan kini pondok pesantren itu di teruskan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad dan saudara-saudara kandung beliau.

Sebagai pengasuh pondok pesantren K.H. Makinun Amin muhammad adalah sosok yang baik dan dekat dengan para santri, beliau selalu mengingatkat para santrinya untuk terus beribadah, menuntut ilmu dan berbuat baik kepada sesama. Beliau juga sebagai contoh tauladan bagi para santrinya. Perilaku sehari-hari K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah sholeh dan sopan terhadap masyarakat, karena sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan tentang agama Islam sehingga beliau menerapkan hal itu kepada putra-putrinya. Dalam kepemimpinan pondok pesantren Mamba’ul Hisan K.H. Makinun Amin Muhammad mempunyai kharismatik yang sangat besar, sehingga beliau sangat disegani oleh masyarakat sekitar dan para santri yang belajar di pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Selain kharismatik yang dimiliki K.H. Makinun Amin Muhammad, beliau juga mempunyai keistimewaan yang lainnya yaitu istiqomah. Istiqomahnya adalah beliau sendiri yang selalu mengajarkan kitab-kitab di pagi hari mulai dari jam 09.00-10.30,3 belajar Al-Qur’an maupun belajar tentang agama Islam dan tidak pernah meninggalkan sholat bejama’ah.

K.H. Makinun Amin Muhammad adalah orang yang taat pada agama, disiplin dalam mendidik para santri, serta dalam mengemban amanah dari

(31)

21

orang lain. Beliau juga semangat dalam mengajarkan Al-Qur’an, As-sunnah dan mengajarkan nilai-nilai agama Islam serta memberikan contoh kepada para santri dan masyarakat.

B.Latar Belakang Pendidikan

K.H. Makinun Amin Muhammad telah melewati perjalanan yang begitu panjang di masa kecilnya, pada saat masih kecil beliau hanya didik oleh kedua orang tuanya. Pendidikan awal yang beliau dapatkan dari kedua orang tuanya yaitu pendidikan Al-Qur’an dan pendidikan tentang agama. Beliau tidak berkecil hati pada anak-anak seusianya yang belajar di sekolah pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat (SR) yang mempunyai kurikulum sesuai kebutuhan pembelajaran siswa-siswi, namun beliau tetap berusaha dalam mencari ilmu.

Beliau belajar kepada kedua orang tuanya sampai beliau berusia 13 tahun. Setelah menimba ilmu pada kedua orang tuanya, kemudian beliau meneruskan pendidikannya di sebuah pesantren dan dari pesantren itu wawasan tentang agama mulai bertambah sedekit demi sedikit akhirnya menyeluruh pada dirinya yaitu tentang agama Islam.

(32)

22

Pondok pesantren yang pertama K.H. Makinun Amin Muhammad adalah pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jawa Timur yang menjadi pilihan dalam mencari ilmu agamanya, beliau juga mengabdi di pondok pesantren Al-Falah pada tahun 1965 beliau melalukan aktifitas belajarnya sebagai santri. Pada saat bulan ramadhan beliau lebih giat dan semangat dalam mencari ilmu karena bulan ramadhan tersebut merupakan bulan yang penuh rahmat dan berkah dalam mencari ilmu agama yang baik, proses pencarian ilmu keagamaan yang telah dilakukan K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah baik, meski dalam proses mencari ilmu agama tersebut sering datang hambatan dan rintangan tetapi beliau selalu menjalankan dengan istiqomah, sabar, dan penuh keyakinan serta berdo’a kepada Allah agar di mudahkan dalam mencari ilmu, karena ujian yang beliau terima merupakan ujian yang Allah berikan kepada semua makhluk ciptaannya.

Setelah menempuh pendidikan di pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri dari tahun 1965-1970, kemudian beliau kembali kerumah untuk belajar kepada orang tuanya dan membantu orang tuanya mengelolah dan mengembangkan pondok pesantren yang telah didirikan oleh ayahnya. Dari pendidikan yang beliau tempuh, kini beliau menjadi pengasuh pondok pesantren Mamba’ul Hisan dan ketua pengurus Madin Riyadhotul ‘Uqul.4

(33)

23

C.Karir K.H. Makinun Amin Muhammad

Dari latar belakang keluarga K.H. Makinun Amin Muhammad, beliau terlahir dari keluarga yang terpandang dan terhormat dengan kesederhanaan dalam kehidupannya. Kepedulian beliau terhadap bidang pendidikan sangatlah besar, itu dibuktikan dengan kegigihan, keuletan dan kesabaran dalam mendidik santri-santrinya. Beliau juga tidak mudah putus asa ketika ada santri yang nakal. Maka tak heran jika kiprah beliau mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dan mendidik para santri serta mengembangkan pondok pesantren Mamba’ul Hisan.

Setelah beliau mendapat pendidikan dari orang tuanyanya sejak kecil hingga berumur 13 tahun. Kemudian beliau menlanjutkan perjalan spiritualnya dengan mondok di pesantren Al-Falah Ploso Kediri selama 5 tahun.5 Selama mondok di pesantren Al-Falah Ploso Kediri,wawasan K.H. Makinun Amin Muhammad tentang agama bentambah luas khususnya dalam bidang Fiqih. Kegiatan seari-hari beliau di pesantren Al-Falah selain mempelajari kitab-kitab ,sholat berjamaah dan membaca Al-Qur’an, beliau juga selalu ikut serta dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pondok pesantren tersebut, sehingga ilmu yang beliau dapat semakin banyak kini beliau terapkan pada dirinya dan juga para santri yang belajar di pesantren Mamba’ul Hisan.

Sebagai pendidik dan juga panutan bagi para santri di pesantren beliau selalu mengajarkan perbuatan yang baik dan selalu memegang teguh dalam setiap amanah. Amanah dalam hal ini adalah santri-santri yang dititipkan oleh

(34)

24

orang tuanya di pesantren Mamba’ul Hisan. Hal itu dilakukan dengan sabar dan tulus sebagaimana beliau mendidik anak kandungnya sendiri. Dalam mendidik para santrinya, baik dalam hal prilaku maupun akademis K.H. Makinun Amin Muhammad sangatlah tegas dan disiplin agar para santri menjadi orang yang lebih baik dan taat kepada agama serta ulet dalam hal-hal apapun. Beliau juga selalu mengingatkan para santri agar tidak meninggalkan sholat dan membaca Al-Qur’an, serta berbuat baik sesama manusia. Setiap hari beliau mendidik para santri dengan cara seperti itu. Dalam pembelajaran agama selalu memberikan contoh-contoh prilaku yang ada pada nabi Muhammad SAW sehingga bisa dicontoh dan di terapkan bagi para santri dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menjadi pendidik para santri, K.H. Makinun Amin Muhammad juga sebagai guru di TK Mamba’ul Hisan. yang mengajarkan pendidikan Al-Qur’an dan baca tulis Al-Al-Qur’an, karena pendidikan Al-Al-Qur’an sangatlah penting bagi anak-anak sehingga bisa menjadi orang yang mencintai Al-Qur’an dan selalu membaca Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan nabi Muhammad SAW.6

K.H. Makinun Amin Muhammad merupakan sosok guru yang sangat bertanggung jawab. Oleh karena itu Peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi

(35)

25

intelektualitas saja melainkan dari tata cara berperilaku dalam masyarakat, karena tugas yang diemban oleh guru tidaklah mudah.

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.

Falsafah Jawa Guru diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu lan ditiru”. Dalam konteks falsafah Jawa ini guru dianggap sebagai pribadi yang tidak hanya bertugas mendidik dan menstranformasi pengetahuan didalam kelas saja, melainkan lebih dari itu guru dianggap sebagai sumber informasi bagi perkembangan kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sehingga tugas dan fungsi guru tidak hanya terbatas di dalam kelas saja melainkan jauh lebih komplek dalam makna yang lebih luas.

(36)

26

bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.7

Jika dilihat dari falsafah Jawa dan undang-undang nomor 14 tahun 2005, bahwasanya K.H. Makinun Amin Muhammad sudah memenuhi kriteria dari keduanya. Untuk falsafah Jawa bisa kita lihat dari prilaku sehari-hari beliau mulai dari kegigihan, keuletan, kesabaran dan disiplin serta ketaqwaan beliau kepada Allah SWT yang semua prilaku itu yang dicontohnya dari nabi Muhammad SAW. Maka tidak ada alasan bagi kita, untuk tidak mencontoh perilaku K.H. Makinun Amin Muhammad.

Dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 beliau juga bisa disebut sebabagai seorang guru, sebab kriteria seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, semuanya beliau lakukan dalam pesantren dan sekolahan.

(37)

BAB III

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MAMBA’UL HISAN TAHUN

1990-2015

A.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan

1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Mamba’ul Hisan

Pondok pesantren Mamba’ul Hisan ini berlokasi di Desa Kauman,

Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, yang berada ±1Km dari alun-alun

Sidayu dan ±3 Km dari kantor Kecamatan Sidayu. Pondok pesantren

Mamba’ul Hisan ini dirintis dan didirikan oleh K.H. Muhammad bin

Shofwan.

Pada awalnya, tahun 1949 putra pertama K.H. Muhammad bin

Shofwan yang bernama K.H. Abdul Muqsith sedang memasuki usia

sekolah, pada saat itu K.H. Muhammad bin Shofwan mempunyai inisiatif

untuk mendidik sendiri putranya dengan penuh kedesiplinan dan konsisten

di rumah. Sebagai bekal pembelajaran yang diberikan kepada putranya itu,

K.H. Muhammad bin Shofwan menyusun tulisan-tulisan sebagai materi

pembelajarannya. Tulisan-tulisan tersebut mulanya hanya beberapa lembar,

kemudian disusun secara sistematis dan akhirnya terkodifikasi dengan baik.

Selain materi yang disajikan, beliau juga menggunakan cara-cara “kaffiyah”

khusus dalam penyampaian meterinya agar dapat membuahkan hasil

maksimal.

Cara yang dipakai oleh K.H. Muhammad bin Shofwan untuk

(38)

28

tersebut, banyak sanak famili, tetangga dan masyarakat yang ingin

menitipkan anak mereka kepada K.H. Muhammad Bin Shofwan untuk

dididik seperti putranya. Berdasarkan keadaan itulah K.H. Muhammad bin

Shofwan mendirikan sebuah pondok pesantren.

Setelah mendapatkan berbagai anjuran dari berbagai pihak dalam

pemberian nama dari pondok pesantren, kemudian K.H. Muhammad bin

Shofwan memutuskan untuk memberi nama pondok pesantren tersebut

dengan nama “Mamba’ul Hisan” atau disebut dengan “PPMH”.1

Pada tahun 1985 pengorganisasian di pondok pesantren Mamba’ul

Hisan dibentuk oleh K.H. Muhammad bin Shofwan,2 menurut Hasinu Ibnu

Marto dengan berkembangnya pondok pesantren Mamba’ul Hisan dan

bertambah populasi jumlah santri, secara bertahap menejemen pondok

pesantren Mamba’ul Hisan dibentuk yaitu sebagai berikut:

a. Pengajar utama (pemangku) yaitu: K.H. Muhammad bin Shofwan dan

istri beliau Hajjah Ulfah, sebagai pengajar utama, penasehat dan juga

sebagai pengambil keputusan.

b. Para pengasuh (pengelola utama) yaitu K.H. Abdul Muqsith Muhammad

beliau ini bertanggung jawab untuk urusan yang ada diluar, K.H.

Makinun Amin Muhammad sebagai pembantu urusan dalam dan dibantu

1Makalah Studium General, Metode Pengajaran Membaca dan Menulis Al-Quran: Metode Sidayu,

2005, 1.

(39)

29

oleh K.H. Abdul Hakim Muhammad dan K.H. Abdul GhofurMuhammad

dan K.H. Ahmad Shiddiq sebagai pembantu urusan pendidikan.3

2. Visi Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan

Pondok pesantren Mamba’ul Hisan mempunyai tanggung jawab

yang besar dalam mengemban para santri-santrinya. Dalam mendidik para

santri pondok pesantren Mamba’ul Hisan dianjurkan memperdalam ilmu

agama, sehingga mewujudkan santri-santri yang berakhlakul karimah dan

taat pada agama. Adapun visi pondok pesantren Mamba’ul Hisan sebagai

berikut:

a) Berilmu kaffah.

b) Berakhlakul karimah.4

3. Tujuan pondok pesantren Mamba’ul Hisan

Pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah lembaga pendidikan

Islam, yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, yang mengikuti empat

madzhab yaitu Maliki, Hambali, Syafi’i dan Hanafi. Akan tetapi dalam

aktifitas sehari-hari, pondok pesantren Mamba’ul Hisan ini lebih condong

menggunakan madzhab Imam Syafi’i karena menyesuaikan lingkungan

pesantren yang memerlukan pendekatan persuasif.

Dalam hal ini pondok pesantren tidak serta merta berdiri, namun

mempunyai tujuan yang jelas, dalam bukunya Hasinu Ibnu Marto

disela-sela perkembangan pondok pesantren kanak-kanak Mamba’ul Hisan K.H.

3Hasinu Ibnu Marto, “Pondok Pesantren Kanak-kanak Mamba’ul Hisan di Kabupaten Gresik”,

(Skripsi, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, 1994), 37-38.

(40)

30

Muhammad bin Shofwan meluruskan tujuan keberadaannya diantaranya

sebagai berikut:

a) Mengajar dan melatih anak-anak agar bisa membaca serta menulis

huruf-huruf Al-Qur’an dengan baik.

b) Menanamkan kecintaan kepada Al-Qur’an sejak usia dini, sebagai

landasan untuk mengamalkan ajaran dan norma-norma yang terdapat di

dalam Al-Qur’an.

c) Menanamkan rasa disiplin pada anak dalam hal ibadah dan belajar.

d) Membiasakan dalam hidup sederhana dan berakhlak luhur dalam

pergaulan.5

4. Struktur keorganisasian yayasan pondok pesantren Mamaba’ul Hisan

Adapun struktur pengorganisasian saat ini yang ada di yayasan

pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Susunan pengurus yayasan ini yang

penulis temukan pada arsip pondok pesantren Mamba’ul Hisan tahun 2015,

diantaranya sebagai berikut:

a. Pendiri yayasan

1) K.H. Abdul Muqsith (3525091510450001)

2) Haji Makinun Amin (3525091008530001)

(41)

31

[image:41.595.128.515.178.526.2]

b. Susunan organisasi yayasan

Tabel 3.1.

Data diperoleh dari pengesahan pendirian badan hukum yayasan pondok pesantren Mamba’ul Hisan Sidayu tahun 2015.

Nama No ktp/passport Organ

yayasan Jabatan KH. Abdul Muqsith 3525091510450001 Pembina Ketua

H Muhammad Badrul

Huda, Lc 3525092209720001 Pengurus Ketua umum Mubaedi 3525102703740005 Pengurus Sekretaris

Hajjah Raden Roro

Mardliyah, S.pd., M.H 3525095002490002 Pengurus Bendahara umum Hajjah Elok Furoidah 3525095801680001 Pengurus Bendahara

Haji Makinun Amin 3525091008530001 Pengawas Ketua

B.Perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan

Dewasa ini kalau kita mengamati dari sejarah pondok pesantren

hingga pada perkembangannya, maka pondok pesantren terbagi menjadi dua

jenis katagori, yaitu pondok pesantren salafi (pondok pesantren yang masih

menggunakan sistem pendidikan sederhana atau tradisional dengan sistem

sorogan dan bandongan tanpa kelas dan batas umur) dan pondok pesantren

khalafi “modern” (pondok pesantren yang sudah mengadopsi dan memadukan

sistem pendidikan modern atau umum dengan sistem kelas, kurikulum, dan

umurnya juga dibatasi).6

(42)

32

Pondok pesantren dapat dikatagorikan sebagai lembaga pendidikan

“Tradisional”. Dalam batasan ini, merujuk bahwa lembaga ini telah menjadi

bagian yang mendasar dari sistem kehidupan mayoritas umat Islam di

Indonesia, dan mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan

perjalanan hidup umat Islam. Pengertian dalam arti “tradisional” disini bukan

berarti tetap (stagnan) tanpa mengalami adaptasi melainkan cara pembelajaran

dan sistem yang ada pada pondok pesantren.7

Untuk mengetahui dan memahami tentang perkembangan pondok

pesantren Mamba’ul Hisan, maka dalam pembahasan ini, penulis memaparkan

perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan bedasarkan wawancara dan

sumber-sumber yang ada di pondok pesantren Mamba’ul Hisan sesuai dengan

situasi yang ada, mulai berdirinya pondok pesantren Mamba’ul Hisan hingga

perkembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan yang cukup relevan dalam

tuntunan masyarakat dan seiring perkembangan zaman.

Adapun perkembangan itu dari segi sarana dan prasana, pendidikan,

dan jumlah santriserta faktor-faktor pendukung lainnya. Untuk lebih mudah

pemahaman, maka penulis memaparkan secara periode, yang terdiri dari dua

periode yaitu periode pertama masa perintisan dan periode kedua masa

perkembangan.

(43)

33

1. Periode awal (1949-1990)

Dalam periode awal ini merupakan masa perintisan oleh K.H.

Muhammad bin Shofwan, periode ini mempunyai ciri-ciri yang sangat

sederhana, dari segi fisik maupun non fisik. Pada tahanpan perkembangan

pondok pesantren Mamba’ul Hisan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kondisi fisik

Pondok pesantren Mamba’ul Hisan dikenal dengan sebutan

pondokan cilik oleh masyarakat Sidayu, pondok pesantren ini dulunya

bertempat di rumah K.H. Muhammad bin Shofwan di Desa Kauman dari

segi tatanan wilayah batas desa, pada saat itu bagunan pertama kali sejak

awal berdiri berada di Desa Kauman.

Dari penjelasan diatas, bahwasanya pada awal pendirian pondok

pesantren Mamba’ul Hisan berada dirumah K.H. Muhammad bin

Shofwan, bagunan itu merupakan tempat singgah kiai dan terdapat

tempat singgah para santri-santri. namun hanya ada satu sampai tiga

kamar kurang lebih untuk tempat tinggal para santri, satu kamar dihuni

kurang lebih 20 santri dengan ukuran yang sangat kecil.Dari sinilah

masyarakat Desa Kauman dan masyarakat disekitar pondok pesantren

Mamba’ul Hisan belajar tentang agama kepada K.H. Muhammad bin

Shofwan.

b. Bidang pendidikan

Pendidikan pondok pesantren Mamba’ul Hisan pada awal

(44)

34

pesantren lainnya yang menerapkan metode-metode seperti, metode

sorogan dan metode wetonan.8 kedua sistem pendidikan ini yang dipakai

oleh pesantren lainnya yang masih mengajarkan sistem pendidikan

klasikal, metode-metode yang digunakan dalam pendidikan di pondok

pesantren Mamba’ul Hisan antara lain:

1) Metode sorogan

Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana

seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi

saling mengenal di antara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti

sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang

bercita-cita menjadi seorang alim. Metode sorogan merupakan metode yang

ditempuh dengan cara kiai menyampaikan pelajaran kepada santri

yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perorangan

(individu), dibawah bimbingan seorang kiai atau ustadz.

Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan

pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kiai atau ustadz, di depannya

ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap.

Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda

duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kiai

atau ustadz, sekalipun mempersiapkan diri menunggu giliran di

panggil.

(45)

35

2) Metode bandongan

Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para

santri mengikuti pelajaran dengan cara duduk di sekeliling kiai yang

menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab

masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah weton ini di Jawa Barat

disebut juga bandongan.

Metode bandongan dilakukan oleh seorang kiai atau ustadz

terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa

yang dibacakan oleh kiai dari sebuah kitab. Kiai membaca,

menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab

berbahasa arab tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab

yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat langsung

di bawah kata yang dimaksud agar dapat memahami teks. Posisi para

santri pada pembelajaran metode ini adalah melingkari dan

mengelilingi kiai atau ustadz sehingga membentuk halaqoh

(lingkaran).9

Pendidikan di pondok pesantren Mamba’ul Hisan bukan hanya

pendidikan klasikal saja, namun juga mengajarkan pendidikan

Al-Qur’an baik usia dini, bin nadhor dan bil ghoib. Pendidikan Al-Al-Qur’an

usia dini dimana santri-santri terlebih dahulu di kenalkan huruf-huruf

hijaiyyah supaya para santri mengenal dan mengetahui bentuk huruf

yang ada pada Al-Qur’an, sedangkan pendidikan Al-Qur’an bin

9Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: pertumbuhan dan

(46)

36

nadhor dilakukan dengan cara membaca dan melihat teks Al-Qur’an

dan bil ghoib dilakukan dengan cara menghafalkan tanpa melihat teks

Al-Qur’an. Dari pendidikan keduanya itu yang diajarkan kepada para

santri dan masyarakat, pada saat itu masyarakat sekitar belum

memahami tentang agama Islam dan belum mengenal huruf-huruf

yang ada dalam Al-Qur’an.

c. Hambatan-hambatan pada periode awal

Ada beberapa hambatan yang terjadi pada awal periode

sehingga menjadikan kendala pada waktu itu, dengan banyaknya

santri yang berdatang dari berbagai wilayah yang ingin belajar

mendalami tentang agama Islam. Hambatan-hambatan yang terjadi

pada periode awal yaitu sebagai berikut:

Pertama, hambatan-hambatan yang terjadi di periode awal ini

yaitu kurangnya tempat tinggal santri yang kurang memadai sehingga

santri-santri ditempatkan dirumah alumni pondok yang berlokasi di

sekitar pondok maupun didesa lain yang berdekatan dengan pondok

pesantren Mamba’ul Hisan.

Kedua, kurangnya tenaga pengajar dalam proses belajar

sehingga proses belajar secara bergantian.

Ketiga, kurangnya tempat belajar atau kelas di pondok

pesantren maka belajar mengajar ada yang ditempatkan di

rumah-rumah tetangga.10

(47)

37

2. Periode perkembangan (1990-2015)

Pada tahapan periode perkembangan ini membahas tetang kelanjutan

dari periode awal, periode ini menjelaskan tentang perkembangan dari segi

fisik maupun non fisik dan segi pendidikan. periode perkembangan ini

berkat kerja keras dan kegigihan K.H. Muhammad bin Shofwan dan

anak-anak beliau. Pada saat itu K.H. Muhammad bin Shofwan sudah mulai tua

kebutuhan pondok pesantren diserahkan kepada anak-anak beliau sebagai

pengurus pondok pesantren. Pada waktu itu K.H. Makinun Amin

Muhammad mulai berperan dibawah kepemimpinan ayahnya K.H.

Muhammad bin Shofwan. Masa kepemimpinan pondok pesantren tidak bisa

digantikan sebelum pemimpin tersebut meninggal. Adapun perkembangan

pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan segi fisik

Usaha dan gagasan K.H. Muhammad bin Shofwan dalam

membina dan mengembangkan pondok pesantren dapat simpati dari

masyarakat setempat, karena pada saat itu jumlah santri mulai bertambah

banyak sehingga tempat untuk menginap para santri yang berada di

rumah K.H. Muhammad bin Shofwan pun semakin sempit. Dalam hal

ini gagasan mengenai penambahan tempat menginap atau asrama para

santri pun ditambah. Sehingga pondok pesantren mulai berkembang

sedikit demi sedikit. Hal ini tidak lepas dari peran anak-anak K.H.

Muhammad bin Shofwan yang ikut serta dalam mengembangkan pondok

(48)

38

Perkembangan dari segi fisik ini dapat dilihat bagunan pondok

pesantren yang dulunya bermula dari rumah kiai, sekarang sudah terdapat

tiga asrama di sekitar rumah kiai dan menjadi cikal bakal komplek

pondok pesantren Mamba’ul Hisan, yang kini diasuh oleh anak-anaknya.

Seiring dengan perkembangannya, pondok pesantren Mamba’ul

Hisan kini terbagi menjadi empat wilayah yaitu PPMH Timur, PPMH

Tengah, PPMH Selatan dan PPMH Barat. Dari keempat wilayah itu

masing-masing pondok mempunyai pengasuh sendiri-sendiri, namun

pondok pesantren ini tetap dalam satu lembaga.

b. Perkembangan pendidikan

Pendidikan dalam pondok pesantren menggunakan pola

pembelajaran dengan sistem sorogan dan sistem bandongan, kedua

sistem ini dulunya yang dianut oleh pesantren pada periode awal. Pada

periode perkembangan ini, sistem sorogan dan sistem bandongan ini

masih digunakan dalam proses belajar mengajar yang berada di satu

ruangan, santri-santri duduk berjajar degan rapi dan mendengarkan

materi yang disampaikan oleh kiai.

Sistem sorogan dan sistem bandongan dilaksanakan dalam

pondok pesantren Mamba’ul Hisan setelah selesai sholat shubuh dan

sholat maghrib, kedua sistem tersebut dipakai pada proses pembelajaran

kitab kuning atau kitab-kitab klasik lainnya. Kemudian setelah sholat

dhuhur para santri yang mengaji kitab-kitab klasik pada pembelajaran

(49)

39

yang sudah disampaikan oleh kiai.11 Adapun pembelajaran Al-Qur’an

bin-nadhor, bil-ghoib dan usia dini di pondok pesantren Mamba’ul Hisan

kedua sistem tersebut tidak dipakai, sedangkan pendidikan Al-Qur’an

usia dini menggunakan metode tersendiri dalam proses pembelajaran

Al-Qur’an usia dini yang telah dirintis oleh K.H. Muhammad bin Shofwan

pendiri pondok pesantren Mamba’ul Hisan.

Seiring dengan perkembangan zaman pondok pesantren

Mamba’ul Hisan kini meningkatkan mutu dalam bidang pendidikan,

sehingga berdirilah beberapa pendidikan formal seperti TK, MI, Mts, dan

MA yang menganut sistem pemerintah. Namun sistem pembelajaran

yang lama masih tetap dipakai di era modern ini, sebab sistem sorogan

dan sistem bandongan merupakan ciri khas dari pesantren yang tidak

bisa dilepaskan begitu saja.

Madrasah merupakan pendidikan Islam yang lain. Secara harfiyah

ia berarti sekolah. Namun demikian, sistem madrasah di Indonesia agak

berbeda dengan madrasah di negeri-negeri Islam yang lain. Madrasah

juga berbeda dengan sistem pesantren. Murid sebuah madrasah harus

lulus dengan satu tingkatan untuk naik ketingkatan yang lebih tinggi,

sama dengan pola sebuah sekolah umum. Murid di madrasah biasanya

mempelajari ilmu-ilmu Islam, tetapi sistem madrasah modern

memberikan kepada murid berbagai materi tentang Islam dan

pelajaran-pelajaran sekular yang harus dikuasai dalam jangka waktu tertentu.

(50)

40

Sistem pesantren, di sisi lain, mengkhususkan diri pada pengajaran Islam

dan tidak mempunyai batasan waktu. Karena cakupan pelajaran yang

lebih luas maka sistem madrasah tidak menghasilkan atau mendorong

murid untuk menjadi ulama seperti yang dilakukan pesantren. Memang

diakui bahwa sistem madrasah kontemporer adalah hasil dari

upaya-upaya modernisasi sistem pembelajaran dan pengajaran tradisional.

Namun, juga harus disadari bahwa sistem madrasah tidak didesain untuk

mencetak ulama. Madrasah adalah sarana yang memberikan pengajaran

dasar tentang Islam kepda umatnya dan hanya didirikan secara formal

disetiap kecamatan. Demikian juga di tingkat lebih lanjut, sistem

madrasah, seperti IAIN, tidak menghasilkan ulama. Para siswa yang

ingin mendapatkan pendidikan Islam yang lebih tinggi tetap harus pergi

ke pesantren.12

Dengan berkembangnya pendidikan pondok pesantren Mamba’ul

Hisan kini membuka beberapa unit pendidikan formal yang menganut

sistem pemerintah baik menganut sistem pendidikan Departemen Agama

maupun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang meliputi:

1) TK Mamba’ul Hisan

TK Mamba’ul Hisan adalah jenjang sekolah anak-anak yang

berumur 5-6 tahun, pendidikan ini terdiri dari dua jenjang yaitu

jenjang A dan jenjang B. Pengelolahannya menganut sistem

(51)

41

pemerintahan baik dari Departemen agama maupun Departemen

pendidikan dan kebudayaan.

2) Madrasah Ibtidaiyyah

Madrasah Ibtidaiyyah adalah jenjang paling dasar pendidikan

formal yang setara dengan sekolah dasar. Pendidikan Madrasah

Ibtidaiyyah Mamba’ul Hisan ini didirikan pada tahun 2000 yang

pengelolaannya mengikuti departemen agama, pendidikan ini di

tempuh selama 6 tahun yang dimulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Di

madrasah ini pendidikan yang ada bukan hanya pendidikan agama

tetapi pendidikan umum juga diterapkan.

3) Madrasah Tsanawiyah

Pendidikan Madrasah Tsanawiyyah adalah jenjang dasar

pendidikan formal yang setara dengan pendidikan sekolah menengah

pertama, Madrasah Tsanawiyyah Mamba’ul Hisan ini didirikan tahun

2000 yang menganut sistem pemerintah departemen agama,

pendidikan ini ditempuh selama 3 tahun mulai dari kelas 7 sampai

kelas 9. Kurikulum Madrasah Tsanawiyyah sama dengan sekolah

menengah pertama hanya saja di Madrasah Tsanawiyyah ini terdapat

pendidikan agamanya.

4) Madrasah Aliyah

Madrasah Aliyah Mamba’ul Hisan ini didirikan pada tahun

2000, pendidikan ini menganut sistem pemerintahan departemen

(52)

42

kelas 10 sampai kelas 12, namun di jenjang pendidikan ini siswa yang

mulai naik kekelas 11 bisa menempuh jurusan yang ada seperti: ilmu

alam, ilmu sosial, ilmu bahasa, dan ilmu keagamaan.Di Indonesia,

kepemilikan madrasah aliyah dipegang oleh dua badan, yakni swasta

dan madrasayah aliyah negeri yang dikelolah oleh pemerintah.

Berdinya pendidikan formal di pondok pesantren Mamba’ul

Hisan ini tidak lepas dari dukungan masyarakat sekitar dan wali-wali

santri yang mengiginkan dengan adanya pendidikan formal tersebut,

sehingga orang tua wali santri yang ingin anaknya belajar dijenjang

pendidikan selanjutnya dan ingin menetapkan anaknya belajar di

pondok pesantren Mamba’ul Hisan.13

Dengan berkembangnya zaman pondok pesantren mampu

menjawab semua tantangan yang ada, baik dari segi pendidikan yang

menganut sistem pemerintahan, kini pondok pesantren juga

mengembangkan pendidikan formal yang berbasis kurikulum

pemerintahan. Akan tetapi pendidikan pesantren tidak serta merta

dihilangkan melainkan berjalan kedua-duanya.

c. Perkembangan santri

Seiring dengan perkembangan bangunan pondok pesantren

Mamba’ul Hisan dan semakin dikenalnya pembelajaran Al-Qur’an usia

dini dipesantren Mamba’ul Hisan oleh masyarakat, sehingga santri yang

belajar dipondok pesantren Mamba’ul Hisan terus mengalami

(53)

43

peningkatan dalam jumlah santri yang belajar dipondok pesantren

Mamba’ul Hisan.

Pada awalnya santri yang belajar hanya keluarga, tetangga, dan

masyarakat sekitar dengan semakin banyaknya orang yang tahu pondok

pesantren Mamba’ul Hisan, masyarakat dari daerah lain juga mulai

menitipkan anak-anaknya di pondok pesantren Mamba’ul Hisan. Adapun

perkembangan santri pondok pesantren Mamba’ul Hisan sebagai berikut:

Tabel 3.2.

Data santri dari tahun 1990-2015

Dikutip dari Arsip data penerimaan santri baru tahun 1990-2015

No Tahun Jumlah Santri yang

Baru Masuk

1 1990 8

2 1991 5

3 1992 9

4 1993 4

5 1994 3

6 1995 6

7 1996 19

8 1997 12

9 1998 22

10 1999 24

11 2000 30

(54)

44

13 2002 33

14 2003 49

15 2004 42

16 2005 45

17 2006 32

18 2007 23

19 2008 19

20 2009 57

21 2010 54

22 2011 46

23 2012 43

24 2013 42

25 2014 40

(55)

BAB IV

Peran K.H. Makinun Amin Muhammad di Pondok Pesantren Mamba’ul

Hisan

A.Usaha-usaha K.H. Makinun Amin Muhammad dalam pengembangan

bidang pendidikan di pondok pesantren Mamba’ul Hisan

Peranan kiai sangatlah menentukan dalam perkembangan pondok

pesantren, karena kiai mempunyai kedudukan sebagai pengasuh sekaligus

pemilik pesantren. Dalam pengembangan pondok pesantren Mamba’ul Hisan

usaha-usaha yang dilakukan oleh K.H. Makinun Amin Muhammad dalam

pengembangan dan memajukan pondok pesantren Mamba’ul Hisan dari segi

bidang pendidikan.

Pusat pendidikandipondok pesantren yaitu mushallah, masjid dan

bahkan rumah kiai tersebut untuk mengajarkan ilmu agama kepada para

santri-santrinya. Biasanya santri duduk dilantai membentuk setengah lingkaran

menghadap guru atau kiai untuk mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan

pada waktu setelah sholat maghrib dan sholat shubuh agar tidak meganggu

kegiatan-kegiatan atau aktivitas yang lainnya. Tempat pendidikan Islam

nonformal yang seperti inilah merupakan embrio pengorganisasian dan

pembentukan pondok pesantren.

Pendidikan di dalam pondok pesantren akan membentuk watak

manusia yang baik. Menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat

dan jiwa yang kuat diperlukan dasar dan pondasi yang kuat untuk membangun

(56)

46

ajaran agama Islam dan falsafah hidup umat Islam, di dalamnya memuat

totalitas prinsip yang berkaitan dengan hidup manusia termasuk dalam bidang

pendidikan.1Seperti halnya dengan pondok pesantren Mamba’ul Hisan, pada

awal peristisan sebelum menjadi pondok pesantren pada tahun 1949 masih

berbentuk rumah tempat tinggal kiai, akan tetapi sudah ada tetangga atau

masyarakat Desa Kauman maupun masyarakat dari desa lain yang belajar

Al-Qur’an atau mengaji kitab-kitab kepada K.H. Muhammad bin Shofwan. Dalam

hal ini pendidikan yang ada di pondok pesantren Mamba’ul Hisan adalah

sebagai berikut:

1. Pendidikan klasikal

a. Sistem sorogan

Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh

dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara

individual, biasanya di samping dipesantren juga dilangsungkan di

langgar, masjid, atau malah terkadang di rumah-rumah. Penyampaian

pelajaran kepada santri secara bergilir ini biasanya dipraktekkan pada

santri yang jumlahnya sedikit.

Di pesantren, sasaran metode ini adalah kelompok santri pada

tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-Qur’an.

Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai

s

Gambar

Tabel 3.1. Data diperoleh dari pengesahan pendirian badan hukum yayasan pondok

Referensi

Dokumen terkait