PROFIL REPRESENTASI SISWAN DALAM
MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PREFERENSI
KOGNITIF
SKRIPSI
Oleh :
VITA KURNIA JAYANTI NIM. D04211018
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
ii
PROFIL REPRESENTASI SISWA DALAM
MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PREFERENSI
KOGNITIF
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
VITA KURNIA JAYANTI NIM. D04211018
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
vii
PROFIL REPRESENTASI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
PREFERENSI KOGNITIF
Vita Kurnia Jayanti
ABSTRAK
Representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika adalah cara siswa dalam mengemukakan jawaban atau gagasan matematika melalui simbol, persamaan, kata-kata sebagai upaya mencari solusi dari soal yang dihadapi dengan mengaitkan pemahaman dan pengalaman yang dimiliki. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mencoba mengidentifikasi representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari gaya belajar preferensi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi siswa sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak astrak dalam menyelesaikan soal matematika.
Penelitian ini nerupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan pemberian angket gaya belajar preferensi kognitif, tes representasi dan wawancara. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII-E SMP Negeri 1 Gedeg tahun ajaran 2014/2015 sejumlah 8 siswa yang dipilih berdasarkan gaya belajar preferensi kognitif.
Berdasarkan penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa (1) subyek dengan gaya belajar preferensi kognitif sekuensial konkret dalam menyelesaikan soal metematika menggunakan representasi dalam bentuk aljabar, diagram (diagram panah dan diagram venn), grafik, kata-kata, simbol, dan tabel, (2) subyek dengan gaya belajar preferensi kognitif sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal metematika menggunakan representasi dalam bentuk aljabar, diagram (dan diagram venn), kata-kata, dan tabel, (3) subyek dengan gaya belajar preferensi kognitif acak konkret dalam menyelesaikan soal metematika menggunakan representasi dalam bentuk aljabar, diagram (diagram batang dan diagram venn), kata-kata, simbol, dan tabel, (4) subyek dengan gaya belajar preferensi kognitif acak abstrak dalam menyelesaikan soal metematika menggunakan representasi dalam bentuk aljabar, diagram (diagram panah dan diagram venn), kata-kata, simbol, dan tabel.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Definisi Istilah ... 4
F. Batasan Masalah ... 5
G. Sistematika Pembahasan ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A.
Representasi Matematika... 7B.
Menyelesaikan Soal Matematika ... 11C.
Gaya Belajar Preferensi Kognitif ... 14D.
Hubungan antara Representasi dengan Gaya Belajar Preferensi Kognitif ... 24BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
C. Subjek Penelitian ... 26
D. Prosedur Penelitian ... 28
E. Instrumen Penelitian ... 28
F. Metode Pengumpulan Data ... 31
G. Metode Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 35
x
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107
C. Diskusi Hasil Penelitian ... 110
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 112
A. Simpulan ... 112
B. Saran ... 113
DAFTAR TABEL
2.1 Indikator Kemampuan Representasi ... 10
2.2 Kemungkinan Representasi yang muncul saat siswa menyelesaikan soal... 13
3.1 Jadwal Penelitian ... 25
3.2 Hasil Angket Gaya Belajar Preferensi Kognitif ... 26
3.3 Daftar Subyek Penelitian... 27
3.4 Daftar Validator Angket Gaya Belajar Preferensi Kognitif ... 29
3.5 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 30
4.5 Representasi yang digunakan oleh subyek sk1 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 43
4.10 Representasi yang digunakan oleh subyek sk2 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 51
4.11 Representasi yang digunakan oleh subyek sk dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 52
4.16 Representasi yang digunakan oleh subyek sa1 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 61
4.21 Representasi yang digunakan oleh subyek sa2 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 69
4.22 Representasi yang digunakan oleh subyek sa dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 70
4.27 Representasi yang digunakan oleh subyek ak1 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 78
4.32 Representasi yang digunakan oleh subyek ak2 dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 87
4.33 Representasi yang digunakan oleh subyek akdalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 88
xii
4.43 Representasi yang digunakan oleh subyek aa2 dalam
menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan penyelesaian soal oleh Polya ... 105 4.44 Representasi yang digunakan oleh subyek aa dalam menyelesaikan
DAFTAR GAMBAR
4.1 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek sk1 ... 35
4.2 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek sk1 ... 37
4.3 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek sk1 ... 39
4.4 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek sk1 ... 41
4.6 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek sk2 ... 44
4.7 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek sk2 ... 46
4.8 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek sk2 ... 48
4.9 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek sk2 ... 50
4.12 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek sa1 ... 54
4.13 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek sa1 ... 56
4.14 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek sa1 ... 58
4.15 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek sa1 ... 60
4.17 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek sa2 ... 62
4.18 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek sa2 ... 64
4.19 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek sa2 ... 66
4.20 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek sa2 ... 68
4.23 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek ak1 ... 71
4.24 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek ak1 ... 73
4.25 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek ak1 ... 75
4.26 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek ak1 ... 77
4.28 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek ak2 ... 79
4.29 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek ak2 ... 81
4.30 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek ak2 ... 83
4.31 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek ak2 ... 85
4.34 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek aa1 ... 89
4.35 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek aa1 ... 91
4.36 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek aa1 ... 93
4.37 Jawaban Soal Nomor 4 Subjek aa1 ... 95
4.39 Jawaban Soal Nomor 1 Subjek aa2 ... 97
4.40 Jawaban Soal Nomor 2 Subjek aa2 ... 99
4.41 Jawaban Soal Nomor 3 Subjek aa2 ... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menjelaskan tujuan pembelajaran matematika diantaranya siswa dapat: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep/algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.1
National Council of Teacher Mathematics (NCTM) merekomendasikan lima kompetensi utama yang harus dimiliki siswa ketika belajar matematika. Kelimanya adalah pemecahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), koneksi (connection), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), serta representasi (representation).2 Representasi matematis adalah cara yang digunakan siswa untuk mengemukakan ide matematika melalui simbol,persamaan, kata, atau gambar dalam upaya mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Hudojo mengatakan bahwa representasi dimaksudkan agar siswa aktif berpikir, menyusun masalah, dan kemudian menyelesaikannya. Keaktifan berpikir siswa terungkap karena siswa merepresentasikan ide, konsep, dan
prinsip yang dimiliki. Dengan demikian siswa terlatih
1
Depdiknas. “Standarisasi Sekolah Dasar dan Menengah”, Permendiknas No.22 tahun 2006 , 137.
2 Vidya Putri Citra Ningrum, Skripsi: “Kemampuan Representasi Matematika untuk
Memecahkan Masada pada materi Sistem Persamaan Linear Dua variabel di SMP N 2
2
mengobservasi data untuk menciptakan masalah yang kemudian terlatih dalam mengidentifikasi cara menyelesaikannya.3
Selain kemampuan representasi, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa juga penting untuk dikembangkan. Pentingnya pemecahan masalah dikemukakan Branca. Ia mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Hal ini sejalan dengan Ruseffendi yang mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amat penting dalam matematika. Bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.4
Untuk mengembangkan kemampuan representasi siswa, seorang pendidik harus memperhatikan siswa. Masing-masing siswa sebagai individu yang berbeda mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Dengan demikian, dalam memahami dan membangun matematika dalam diri siswa dimungkinkan juga dengan cara yang berbeda-beda. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah gaya belajar siswa dimana setiap individu memiliki karakteristik- karakteristik yang berbeda.
Secara umum ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh ilmuwan pembelajaran untuk mengidentifikasi gaya belajar siswa, namun dari berbagai pendekatan yang ada menurut Gunawan yang paling popular dan sering digunakan saat ini ada tiga yaitu: (1) pendekatan berdasarkan preferensi sensori yaitu visual, auditori, dan kinestetik, (2) profil kecerdasan multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Howard Gagne yaitu linguistik, logika matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, naturalistik, spasial, dan kinestetik, dan (3) preferensi kognitif yang dikembangkan oleh Anthony Gregorc. Gregorc membagi kemampuan mental dalam mengolah informasi menjadi empat kategori yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret,
3 Hudiono, Tesis: “Analisis Representasi Siswa Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Gender ”(Surabaya, Pascasarjana UNESA,2005), 25.
4
Leo Adhar Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untyk meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis
3
dan acak abstrak. 5 Berpijak dari ketiga pendekatan dalam
mengidentifikasi gaya belajar siswa, maka dalam penulisan skripsi ini akan lebih difokuskan pada identifikasi gaya belajar siswa dari tinjauan preferensi kognitif yang dikembangkan oleh Anthony Gregorc.
Dengan mengenali dan memahami gaya belajar siswa, maka siswa dapat menggunakan teknik-teknik yang lebih cocok bagi dirinya untuk belajar sehingga pada akhirnya siswa bisa meningkatkan prestasi belajarnya. Selain itu dengan mengetahui gaya belajar orang lain, siswa bisa memaksimalkan hubungannya dengan orang orang lain (teman, guru, dll) terutama dalam penyampaian gagasan atau perintah. Sedangkan bagi guru, dengan mengetahui gaya belajar siswa dapat membantu memberikan instruksi yang sesuai dengan preferensi siswa, mengatasi kecenderungan untuk memperlakukan semua dengan cara yang sama dan memotivasi guru untuk berpindah dari cara mengajar yang monoton.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka peneliti ingin mengetahui representasi siswa berdasarkan gaya belajar preferensi kognitif. Dan untuk itu peneliti mengangkat judul “PROFIL REPRESENTASI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU dari
GAYA BELAJAR PREFERENSI KOGNITIF”.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil representasi siswa sekuensial konkret dalam menyelesaikan soal matematika?
2. Bagaimana profil representasi siswa sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal matematika?
3. Bagaimana profil representasi siswa acak konkret dalam
menyelesaikan soal matematika?
4. Bagaimana profil representasi siswa acak abstrak dalam
menyelesaikan soal matematika?
5
4
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Representasi siswa sekuensial konkret dalam menyelesaikan
soal matematika.
2. Representasi siswa sekuensial abstrak dalam menyelesaikan
soal matematika.
3. Representasi siswa acak konkret dalam menyelesaikan soal
matematika.
4. Representasi siswa acak abstrak dalam menyelesaikan soal
matematika.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi guru, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika berdasarkan gaya belajar preferensi kognitif.
2. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
representasi dan gaya belajar preferensi kognitif yang diharapkan dapat menjadi motivasi untuk terus belajar sesuai dengan gaya belajar preferensi kognitifnya.
E. Definisi Operasional
Agar tidak salah persepsi dalam penafsiran terhadap istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Profil adalah gambaran mengenai sesuatu dengan keadaan yang
sesungguhnya baik melalui gambar atau uraian kata-kata.
2. Representasi matematika siswa dalam menyelesaikan soal
matematika adalah cara siswa dalam mengemukakan jawaban atau gagasan matematika melalui simbol, persamaan, kata-kata, gambar sebagai upaya mencari solusi dari soal yang di hadapi dengan mengaitkan keterampilan pemahaman dan pengalaman yang di miliki.
5
belajar yang dikembangkan oleh Anthony Gregorc yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.
4. Sekuensial konkret adalah individu yang memiliki karakteristik
bekerja dengan baik sesuai dengan batas waktu, bekerja dengan sistematis selangkah demi selangkah atau teratur, dan menerapkan gagasan dengan cara yang praktis.
5. Sekuensial abstrak adalah individu yang memiliki karakteristik
menggunakan bukti-bukti untuk membuktikan atau menyangkal teori-teori, dan bekerja dengan tenang untuk menyelesaikan suatu persoalan secara menyeluruh.
6. Acak konkret adalah individu yang memiliki karakteristik
memberi sumbangsih berupa gagasan yang kreatif, mencoba sendiri, bukan sekedar percaya dengan pendapat orang lain dan berani mengambil resiko.
7. Acak abstrak adalah individu yang memiliki karakteristik
memiliki banyak pilihan dan solusi serta seringkali menggunakan cara yang berbeda dalam melakukan sesuatu.
8. Profil representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika
di tinjau dari gaya belajar preferensi kognitif adalah gambaran
tentang representasi yang digunakan subyek dalam
mengemukakan jawaban atau gagasan matematika melalui aljabar, diagram, grafik, kata-kata, persamaan, simbol, dan tabel .
F. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan bahasan penelitian, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari berbagai pendekatan gaya belajar yang paling popular dan
sering digunakan maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada teori gaya belajar yang dikembangkan oleh Anthony Gregorc yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak kokret, dan acak abstrak.
2. Penelitian ini dilakukan pada kelas VIII-E di SMP Negeri 1 Gedeg, kabupaten Mojokerto.
3. Soal yang digunakan dalan tes representasi hanya terbatas pada
6
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab dan masing-masing bab dibagi menjadi subbab yang dapat disajikan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan berfikir berdasarkan fenomena dan kajian pendahuluan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian. Komponen pendahuluan menunjukkan bahwa proporsi atau laporan hasil penelitian telah menyangkut beberapa aspek penting seperti: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, definisi istilah dan sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Pustaka
Merupakan bagian kedua yang berisi dasar teoritis dalam penelitian. Kajian pustaka dimaksudkan sebagai landasan dalam membuat kerangka representasi terhadap fokus penelitian. Berisi tentang kajian tentang definisi representasi, menyelesaikan soal matematika, gaya belajar preferensi kognitif dan hubungan antara representasi dengan gaya belajar preferensi kognitif.
Bab III Metode Penelitian
Merupakan bagian ketiga berisi tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, objek penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Merupakan bagian yang berisikan paparan data hasil tes kemampuan representasi subyek yang terpilih. Kedua, pembahasan hasil paparan data, serta pembahasan tentang diskusi hasil penelitian.
Bab V Simpulan dan Saran
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Representasi Matematika
Matematika yang bersifat abstrak erat kaitannya dengan representasi, sebab representasi sangat berperan untuk mengubah ide abstrak menjadi konkret. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kilpatrick “Mathematics requires representation, in fact of the abstract nature of mathematics, people has acces to mathematical ideas only throught the representation of those ideas”. Pada kenyataannya dalam sifat abstrak matematika, orang-orang memiliki akses terhadap ide-ide matematika hanya melalui representasi ide- ide.1
Terdapat beberapa definisi representasi matematika yang di kemukakan oleh para ahli diantaranya adalah menurut Jones & Knuth mendefinisikan representasi matematika sebagai bentuk pengganti dari situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, contoh suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata kata, atau simbol matematika. Hal senada juga di ungkapkan oleh Steffe, Weigel, Schultz, Waters, Joijner, & Reijs bahwa representasi matematika merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang yang terungkap dan
divisualisasikan dalam berbagai model matematika.2
Cai, Lane dan Jakabcsin menyatakan bahwa representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengemukakan jawaban atau gagasan matematis yang bersangkutan. Ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan matematika antara lain tabel (tables), gambar (drawing), grafik (graph), ekspresi atau notasi matematis (mathematical expressions), serta menulis dengan bahasa sendiri baik formal maupun informal (written text).3 Pendapat serupa diungkapkan
1
http://repository.upi.edu/operator/upload/s d0151 0601945 chapter2.pdf (diakses 11 April 2015)
2
Khanifah Nur Rofiqoh, Skripsi: “Peningkatan Kemampuan Representasi Matematika Siswa Kelas VI MI Mambaul Ulum dengan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)”. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2009), 3.
3 A.Suparlan,Tesis: “Pembelajaran berbasis masalah untuk mengembangkan kemampuan
8
Downs yang menyatakan bahwa representasi merupakan konstruksi matematis yang dapat menggambarkan aspek-aspek konstruksi matematis lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa antara dua konstruksi harus terlihat ada kaitannya sehingga satu sama lain tidak saling bebas, bahkan suatu konstruksi memberi peran penting
untuk membentuk konstruksi lainnya.4
Secara umum representasi adalah bentuk penyajian suatu benda atau masalah dalam suatu cara tertentu, teorema notasi Bruner menjelaskan bahwa representasi dari suatu materi akan lebih mudah dipahami siswa apabila didalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Misalnya untuk menyatakan sebuah persamaan, maka notasinya harus dapat dipahami oleh siswa, tidak rumit dan mudah dimengerti. Sebagai contoh untuk siswa sekolah dasar yang berada dalam tahap operasi konkret kalimat yang berbunyi “tentukan sebuah bilangan bulat yang jika ditambah 5 hasilnya 8” akan lebih mudah dinyatakan dalam bentuk persamaan “… ”. Namun persamaan merupakan representasi yang lebih sesuai untuk siswa SMP.
Menurut Goldin dalam Mudzakir representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara.5 NCTM mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut: (1) proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru; (2) proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol-simbol atau kata-kata; (3) proses representasi juga dapat digunakan dalam penerjemahan atau penganalisaan masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi jelas.6
4
A.Hasanah,Tesis: “Mangembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan Pada Representasi Matematik”. (Bandung Program Pasca Sarjana UPI, 2004), 19.
5 Jaenudin. “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan UPI, 02: 01, (2008), 6.
6
Mokhammad Ridwan Yudhanegara,dkk.“Meningkatkan Kemampuan Representasi Beragam Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Tebuka (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 1 Pagaden, Subang)”.Jurnal
Ilmiah Solusi .1:3, (September – Nopember,2014), 77.
9
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa representasi matematika merupakan penggambaran, perwakilan, penerjemahan, pengungkapan, atau bahkan pelambangan ide, gagasan, dan konsep matematik yang di tampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata kata (verbal), tabel, benda konkrit, atau simbol matematika.
Representasi bukan sekedar hasil atau produk yang di wujudkan dalam suatu bentuk tertentu, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang dilakukan untuk menangkap dan memahami konsep. Dengan demikian proses representasi matematika dapat di bedakan menjadi dua tahap yaitu secara internal dan eksternal.
Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on).Tetapi representasi internal seseorang itu
dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi
eksternalnya dalam berbagai kondisi; misalnya dari
pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga ( hands-on). Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika
berhadapan dengan suatu masalah.7
Pendapat serupa diungkapkan Hiebert & Wearne 8 yang
menyatakan bahwa proses interaksi representasi internal dan representasi eksternal terjadi secara timbal balik ketika seseorang mempelajari matematika. Representasi internal tidak bisa diamati secara kasat mata, hal ini dikarenakan hanya diri masing-masing siswa saja yang tahu sampai mana pemahaman mereka terhadap suatu materi yang disajikan. Oleh karena itu, untuk mengetahui representasi internal yang ada dalam diri siswa maka kita dapat meminta siswa untuk mentransformasikan representasi internal tersebut menjadi representasi eksternal.
Representasi eksternal adalah hasil perwujudan dalam menggambarkan apa-apa yang di kerjakan oleh siswa secara
7 A.Hasanah,Tesis: “Mangembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan Pada Representasi Matematik”. (Bandung Program Pasca Sarjana UPI, 2004), 20.
8
10
internal. 9Representasi eksternal di sebut juga representasi fisik, berupa bahasa lisan, simbol tertulis, gambar, atau objek fisik. Sebuah ide matematika tertentu sering dapat di representasikan dengan salah satu atau beberapa bentuk representasi itu. Ada juga ide matematika yang dapat di representasikan dengan kesemua representasi itu. Representasi siswa dapat di amati melalui tindakan siswa dalam menuliskan suatu rumusan, simbol, bentuk aljabar,
numerik, membuat diagram, tabel, atau grafik dalam
merepresentasikan ide- ide yang di pikirkan. Dari uraian di atas terlihat bahwa interaksi antara representasi internal dan representasi eksternal terjadi secara timbal balik ketika seseorang mempelajari matematika.
Mudzakir10dalam penelitiannya mengelompokkan representasi
matematis ke dalam tiga ragam representasi yang utama, yaitu: (1) representasi visual berupa diagram, grafik, atau tabel, dan gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; dan (3) kata-kata atau teks tertulis11.Indikator yang digunakan dalam menilai kemampuan representasi matematis siswa terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Representasi
No Representasi Indikator Representasi
1.
Gambar Membuat gambar pola-pola
geometri
Membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi
9 Jaenudin. “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi
Matematik Beragam Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan UPI, 02: 01, (2008), 9.
10
Mudzakir, Tesis:“Strategi pembelajaran “think-talk-write” untuk meningkatkan kemampuan representasi matematik beragam siswa SMP”. (Bandung Program Pasca Sarjana UPI, 2006), 47.
11
Menuliskan interpretasi* dari suatu representasi
Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata
Menyusun cerita yang sesuai
dengan suatu representai yang disajikan
Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis
Ketiga aspek representasi yaitu aspek visual, persamaan atau ekspresi matematis, dan representasi kata-kata atau teks tertulis diperhatikan. Secara khusus, bentuk-bentuk operasional yang dicetak tebal adalah yang dipergunakan dalam penelitian.
B. Menyelesaikan Soal Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia soal didefinisikan sebagai hal yang menuntut jawaban, penyelesaian, dan sebagainya,12 sedangkan menurut Marks soal didefinisikan sebagai suatu keadaan yang memerlukan penyelesaian dan tidak dapat
12
12
dipecahkan hanya dengan ingatan.13 Oleh karena itu dalam
penelitian ini soal matematika didefinisikan sebagai pertanyaan atau perintah dalam lingkup matematika yang memerlukan jawaban atau penyelesaian.
Syamsudin mengemukakan bahwa soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal cerita (soal hitungan). Soal cerita merupakan modifikasi soal hitungan yang dibentuk menjadi bahasa verbal, sehingga untuk menyelesaikan soal cerita siswa harus memodelkan soal tersebut menjadi kalimat matematika.14 Oleh karena itu dijelaskan pula dalam pemilihan soal perlu dibedakan atas soal rutin dan soal non rutin. Soal rutin bersifat melatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengetahuan yang baru saja di ajarkan. Sedangkan pada soal non rutin digunakan untuk mencapai suatu prosedur yang benar sehingga diperlukan pemikiran dan penalaran yang tinggi. Berdasarkan definisi diatas maka soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal non rutin.
Adapun proses penyelesaian soal menggunakan langkah Polya. Polya mendefinisikan menyelesaikan soal sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai tujuan yang tidak begitu saja dicapai.15 Menurut Polya dalam menyelesaikan soal terdapat empat langkah utama yaitu: (1) memahami soal, (2) menyusun rencana untuk menyelesaikan soal, (3) melaksana rencana, dan (4)
menguji kembali atau verifikasi. 16 Dengan demikian dalam
penelitian ini penyelesaian soal matematika adalah aktivitas subyek dalam menyelesaikan soal yang mengaitkan keterampilan
(mengamati, menganalisis, membaca, dan menyimpulkan)
pemahaman dan pengalaman subyek.
Representasi dan penyelesaian soal merupakan dua hal yang saling berkaitan, Ainie mengungkapkan keterkaitan antara
13Nur Farida, Skripsi:“Number Sense Siswa SD dalam Menyelesaikan Soal Matematika
Ditinjau Dari kemampuan matematika”. (Surabaya: Unesa, 2014), 23.
14 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003),
103.
15 Jaenudin. “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan UPI, 02: 01, (2008),35.
16Atmini Dhoruri, “Meningkatkan Kemampuan Pemechan Masalah Matematika Siswa
SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Pemdidikan Matematika
13
representasi internal dalam bentuk penyelesaian soal dengan aktivitas eksternal seseorang. Menurutnya aktivitas penyelesaian soal merupakan sarana yang esensial untuk meningkatkan kemampuan representasi siswa sebagai orang yang menyelesaikan soal.17
Adapun reprentasi yang muncul dalam proses penyelesaian soal matematika sesuai dengan tahapan Polya terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.2
Kemungkinan Representasi yang muncul saat siswa menyelesaikan soal
1. Definisi Gaya Belajar Menurut Para Ahli
Gaya belajar menunjuk pada keadaan psikologi yang menentukan bagaimana seseorang menerima informasi, berinteraksi, serta merespon pada lingkungan belajarnya. Gaya belajar memiliki beberapa variabel antara lain faktor persepsi dan pemrosesan informasi, faktor motivasi, dan faktor psikologi.18 Setiap individu mempunyai karakteristik unik dalam belajar. Dunn & Dumn menggambarkan keunikan tersebut sebagaimana tanda tangan masing-masing orang.19 Dalam konteks tersebut tidak ada suatu gaya belajar yang lebih baik atau lebih buruk daripada gaya belajar yang lain, kunci menuju sukses pembelajaran adalah menemukan keunikan gaya belajar pembelajar.
18 Pranata, “Menyoal Ketidakcocokan Gaya Belajar Desain”,(Jurnal Nirmana Universitas
Negeri Surakarta). 04: 01. (2011),4.
19
15
Barbara Prashing (dalam Wiji Lestari) menegaskan siapa pun dapat belajar apa saja, jika diberi kesempatan untuk melakukannya dengan gaya unik mereka dengan kekuatan pribadi mereka. 20 Menurut Deporter dan Hernacki (dalam Tri Wulandari) gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana individu menyerap lalu mengatur dan mengelola informasi.21 Litzinger dan Osif (dalam Tri Wulandari) mendiskripsikan gaya belajar sebagai suatu perbedaan cara yang digunakan oleh anak-anak dan orang dewasa dalam berfikir dan belajar yang merupakan suatu perilaku yang diminati dan konsisten.22 Menurut Philbin (dalam Prastiti) gaya belajar adalah cara belajar yang melekat pada diri individu/siswa yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, dan ras.23
Dari pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar.
2. Klasifikasi Gaya Belajar
Sejak awal tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengenali dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukkan informasi ke dalam otak. Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal dengan kerangka referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan variansinya masing-masing. Gunawan adalah seorang pakar teknologi dan transformasi diri yang dalam bukunya “Born to be a genius” merangkum ketujuh cara belajar tersebut,
yaitu: (1) pendekatan berdasarkan pada pemrosesan informasi, menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru, (2) pendekatan berdasarkan
20 Wiji Lestari. Laporan Penelitian: “Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen untuk Cluster Analysis Gaya Belajar Mahasiswa”. (Surakarta: Sekolah Tinggi Managemen
Informatika dan Komputer (STMIK) Duta Bangsa Surakarta, 2014), 6.
21
Wulandari. Skripsi: “Perbedaan Kemampuan Mengingat Ditinjau Dari Gaya Belajar”. (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009), 37.
22 Ibid h. 8.
23 S.D, Prastiti. dan Pujiningsih Sri. Skripsi: “Pengaruh Faktor Preferensi Gaya Belajar
16
kepribadian, menentukan tipe karakter yang berbeda-beda, (3) pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori, menentukan tingkat ketergantungan terhadap indera tertentu, (4) pendekatan berdasarkan pada lingkungan, menentukan respon yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial dan instruksional, (5) pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial, menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain, (6) pendekatan berdasarkan pada kecerdasan, menentukan bakat yang berbeda, dan (7) pendekatan berdasarkan wilayah otak, menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian otak.24
Banyaknya pendekatan dalam mengklasifikasikan atau membedakan gaya belajar disebabkan karena setiap pendekatan yang digunakan mengakses aspek yang berbeda secara kognitif. Dari berbagai pendekatan tersebut yang paling terkenal dan sering digunakan saat ini ada 3, yaitu pendekatan berdasarkan preferensi kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori.
Gregorc mengklasifikasikan gaya belajar menurut
preferensi kognitif menjadi 4 kategori, yaitu: gaya belajar sekuensial konkret, gaya belajar sekuensial abstrak, gaya belajar acak konkret, dan gaya belajar acak abstrak.25 Menurut Gardner dalam Agus Sujanto manusia mempunyai 7 kecerdasan
yaitu: linguistik, logika/matematika, musik, spasial,
interpersonal, intrapersonal dan kinestetik.26Teori kecerdasan ganda ini mewakili definisi sifat manusia dari perspektif kognitif, yaitu bagaimana seseorang melihat, bagaimana seseorang menyadari sesuatu hal. Ini benar-benar memberikan indikasi yang sangat penting dan tidak dapat dihindari untuk orang-orang preferensi gaya belajar, serta perilaku siswa dan kekuatan alami siswa. Jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki seseorang tidak hanya menunjukkan kemampuan orang, tetapi juga cara atau metode dimana seseorang lebih suka belajar dan mengembangkan kekuatan dan juga untuk mengembangkan kelemahan-kelemahannya sendiri. Sedangkan gaya belajar berdasarkan preferensi sensori dapat digolongkan menjadi tiga
24
Adi W Gunawan, Genius Learning Strategy (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2003),cet II, 142.
25Bobby DePorter, dan Mike Hernacki. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), 122.
26
17
yaitu gaya belajar visual (lebih peka terhadap indra penglihatan), gaya belajar auditory (lebih peka terhadap indra pendengaran), gaya belajar kinestetik (lebih peka dengan bergerak, bekerja dan menyentuh). Istilah gaya belajar tersebut biasa disebut dengan VAK (visual, auditory, kinestetik) atau VARK (visual, auditory, read/write, kinestetik). 27
Dalam kajian teori ini akan dibahas lebih mendetail tentang gaya belajar preferensi kognitif yang dikemukakan oleh
Anthony Gregorc
.
3. Gaya Belajar Preferensi Kognitif
Gaya Belajar Preferensi Kognitif marupakan salah satu gaya belajar yang di kembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc. Beliau adalah professor di bidang kurikulum dan pengajaran di
Universitas Connecticur Amerika.28Untuk menetukan dominasi
otak serta bagaimana kita memproses informasi Dr. Anthony Gregorc menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak yaitu: (1) persepsi konkret dan abstrak, dan (2) kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan acak (nonlinear). Berdasarkan kemungkinan di atas maka Gregorc memadukan persepsi dan kemampuan pengaturan informasi menjadi empat kombinasi kelompok gaya belajar yang disebut gaya belajar preferensi kognitif yang terdiri atas sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.
Orang yang termasuk dalam dua kategori “sekuensial”
cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedangkan orang-orang
yang berfikir secara “acak” biasanya termasuk dalam dominasi
otak kanan. 29 Memang tidak semua orang dapat
diklasifikasikan ke salah-satunya, namun demikian kebanyakan seseorang cenderung pada yang satu daripada yang lainnya.
27 Ali, Muhtadi. “Karakteristik Gaya Belajar Mahasiswa Ditinjau dari Preferensi sensori
dan Lingkungan”. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Bangka Belitung, 12: 03. (2010), 7.
28
Bobby DePorter, dan Mike Hernacki. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), 123-124.
29Mustangin,et al. “Penerapan Global Learning dan Mind Mapping dalam Pembelajaran
18
Menurut Bobby deporter orang yang termasuk dalam kategori “sekuensial” cenderung memiliki dominasi otak kiri. Hal ini karena cara berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional, dan sisi otak kiri sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolisme. Sedangkan orang yang berpikir secara “acak” biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan yang cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikir otak kanan sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.30
Menurut Anthony F. Gregorc bahwasanya gaya belajar preferensi kognitif adalah perpaduan antara bagaimana seseorang menerima dan mengolah informasi dalam otak. Seorang peserta didik perlu mengetahui gaya berpikir yang dimiliki, karena aktivitas-aktivitas yang berbeda memerlukan cara berpikir yang berbeda pula sehingga siswa dapat mengembangkan cara berpikir yang berbeda yang pada akhirnya dapat mengembangkan cara berpikir yang lain dalam dirinya di samping meningkatkan kekuatan dari gaya berpikir yang dimiliki. Dengan mengetahui gaya berpikir orang lain, peserta didik bisa memaksimalkan hubungannya dengan orang-orang lain (teman, guru, dll) terutama dalam penyampaian gagasan atau perintah.
Adapun penjelasan teori tentang gaya belajar preferensi kognitif yang dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc adalah:
a. Sekuensial Konkret
Pemikir sekuensial konkret mendasarkan dirinya pada realitas, memproses informasi dengan cara teratur, urut,
19
dan linier.31 Bagi pemikir sekuensial konkret realitas adalah apa yang dapat mereka ketahui melalui indra fisik. Cara belajar yang terbaik bagi anak dengan tipe ini adalah praktik. Mereka memperhatikan dan mengingat berbagai realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi spesifik, rumus-rumus dan berbagai peraturan dengan baik.32 Siswa dengan karakteristik sekuensial konkret harus mengatur tugas-tugas secara bertahap dan berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan dalan setiap tahap. Siswa dengan karakteristik sekuensial konkret menyukai pengarahan dan prosedur khusus. Pemikir sekuensial konkret biasanya mengalami kesulitan apabila diminta untuk menangkap suatu pelajaran yang bersifat abstrak dan yang memerlukan daya imajinasi yang kuat. Istilah kunci baginya adalah satu demi satu dan nyata.
Karakteristik yang lazim dimiliki anak sekuensial konkret dominan adalah: (1) menerapkan gagasan dengan cara yang praktis, (2) menghasilkan sesuatu yang konkret dari gagasan yang abstrak, (3) bekerja dengan baik sesuai batasan waktu, (4) bekerja dengan sistematis, selangkah demi selangkah atau teratur, (5) mencermati sesuatu sampai hal yang sekecil-kecilnya dan (6) mengintrepretasi sesuatu secara harfiah atau logika.33
Beberapa hal yang sulit dilakukan oleh anak sekuensial konkret dominan adalah: (1) bekerja dalam kelompok, (2) berdiskusi tanpa tema spesifik, (3) bekerja di dalam lingkungan yang tidak teratur, (4) mengikuti pengarahan yang petunjuknya tidak lengkap, (5) bekerja dengan orang yang tidak memiliki pendirian, (6) berhadapan dengan ide-ide yang abstrak, (7) dituntut untuk menggunakan imajinasi.34
Beberapa kiat bagi pemikir sekuensial konkret adalah: (1) disarankan untuk membangun kekuatan organisasional, (2) mencari tahu detail yang diperlukan untuk memecahkan
31Suradi. 2007. “Profil Gaya Berpikir Siswa SMP Dalam Belajar Matematika”. (Jakarta:
Balitbang Depdiknas), 538.
32
Bobby DePorter, dan Mike Hernacki, Op.cit., 128.
33
Thobias dan Chintya Ulrich. Cara Mereka Belajar. (Jakarta: Pionir Jaya. 2009), 20.
34
20
masalah, (3) membagi proyek menjadi beberapa tahap, dan (4) menata lingkungan kerja yang tenang.35
b. Sekuensial Abstrak
Pemikir sekuensial abstrak berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi berdasarkan pada realitas (dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak). Pemikir sekuensial abstrak sangat menghargai orang lain dan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara teratur dan rapi.
Biasanya merupakan pemikir yang cerdas dan punya ide-ide brilian. Orang tipe ini senang mengetahui dan berpikir apa yang tidak dipikirkan orang lain. Senang membuatnya senang berdiskusi bahkan berdebat, hingga kadang mereka lupa bahwa orang di sekitarnya sama sekali tidak paham dengan ide-idenya yang terlalu “tinggi”. Lebih menyukai belajar secara individu, dan mereka lebih sering disebut “konseptor ulung” dan handal menganalisis informasi.36
Karakteristik yang lazim dimiliki anak sekuensial abstrak dominan adalah: (1) menggunakan contoh yang tepat sebagai hasil dari penelitian yang akurat, (2) lebih suka belajar dengan mengamati daripada praktik langsung, (3) bekerja dengan tenang untuk menyelesaikan suatu persoalan secara menyeluruh, (4) menggunakan bukti-bukti untuk membuktikan atau menyangkal teori-teori, (5) mengumpulkan banyak informasi sebelum membuat sebuah keputusan dan
(6) menerima suatu keputusan berdasarkan logika.37
Beberapa hal yang sulit dilakukan oleh anak sekuensial abstrak dominan adalah: (1) memiliki waktu yang terlalu sedikit untuk menyelesaikan suatu masalah, (2) adanya beberapa peraturan yang spesifik untuk menyelesaikan suatu
35
Ibid, 25. 36
Mustangin,et al.“Penerapan Global Learning dan Mind Mapping
dalam Pembelajaran Matematika sebagai Jaringan Konsep”. (Paper
presented at Seminar Nasional Matematika, Yogyakarta, 5 Desember 2009), 6
37
21
masalah, (3) kurang bisa menguasai suatu percakapan dengan baik, (4) mengulangi tugas yang sama berulang- ulang kali.38
Beberapa kiat bagi pemikir sekuensial abstrak adalah: (1) disarankan untuk berlatih tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan logika, (2) didorong untuk
mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya, (3) disarankan untuk mengupayakan keteraturan dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dan (4) disarankan untuk menganalisis orang
orang yang berhubungan dekat dengannya.39
c.Acak Konkret
Pemikir acak konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Seperti
pemikir sekuensial konkret individu acak konkret
mendasarkan diri pada realitas akan tetapi ingin melakukan pendekatan coba-coba (trial and error).40
Anak yang bertipe acak konkret adalah anak yang penuh dengan energi dan ide-ide yang segar. Ia belajar banyak melalui panca indera dan tidak terlalu tertarik dengan hal-hal yang memerlukan penalaran abstrak. Ciri praktisnya yang diperkuat oleh kemampuannya menerima pelajaran secara acak membuatnya menjadi orang yang penuh dengan ide-ide yang baru. Kesulitannya adalah melakukan hal hal yang sama, sebab baginya hal ini sangat membosankan. Anak bertipe ini cenderung mengalami masalah dalam sistem pengajaran di sekolah sebab ia bukanlah tipe penurut. Istilah kunci baginya adalah spontan dan nyata.
38 Ari Suningsih dkk, “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Ttw dan Tps
pada persamaan Garis lurus Ditinjau dari Karakteristik Gaya Berpikir Siswa SMP Negeri Se Kabupaten Pringsewu”. Jurnal Pembelajaran Matematika Universitas Sebelas Maret. 01:12, (2014), 08.
39Wastu Adi Mulyono dkk, “Pengaruh Pelatihan Gaya Belajar Terhadap Peningkatan Indeks prestasi Mahasiswa”, (Jurnal Keperawatan Universitas Airlangga, 11:02, (2007), 10.
40Suradi. 2007. “Profil Gaya Berpikir Siswa SMP Dalam Belajar Matematika”. (Jakarta:
22
Sejumlah karakteristik yang lazim dimiliki anak Acak konkret dominan adalah: (1) mengilhami orang lain untuk bertindak, (2) memberi sumbangsih berupa gagasan yang tidak lazim dan kreatif, (3) menerima keragaman tipe manusia, (4) berpikir cepat tanpa bantuan orang lain, (5) berani mengambil resiko, (6) mengembangkan dan menguji coba berbagai pemecahan masalah, (7) menggunakan pengalaman hidup yang nyata untuk belajar, dan (8) mencoba sendiri, bukan sekedar percaya pada pendapat orang lain.41
Beberapa hal yang sulit dilakukan oleh anak acak konkret dominan adalah: (1) semangat berpartisipasi dalam pekerjaan yang mereka yakini, (2) memiliki moralitas yang tinggi, (3) keputusan-keputusan dibuat berdasarkan perasaan, (4) mampu
menjaga hubungan dengan baik kepada semua orang.42
Beberapa kiat bagi pemikir acak konkret adalah: (1) disarankan untuk menggunakan kemampuan alamiah yang dimiliki untuk bekerjasama dengan orang lain, (2) menyadari bahwa emosi sangat kuat dalam mempengaruhi konsentrasi dan di sarankan untuk mengendalikannya, (3) disarankan untuk membangun kekuatan belajar dengan berasosiasi, dan (4) disarankan untuk mewaspadai waktu43.
d. Acak Abstrak
Pemikir acak abstrak menyerap ide-ide, informasi, dan kesan serta mengaturnya dengan refleksi (terkadang hal ini memerlukan waktu yang lama sehingga orang lain tidak menyangka bahwa pemikir acak abstrak mempunyai reaksi atau pendapat). Pemikir acak abstrak mengingat dengan sangat baik jika informasi dipersonifikasikan. Perasaan juga dapat lebih meningkatkan atau mempengaruhi belajar. Pemikir acak abstrak merasa dibatasi ketika berada di
41
Thobias dan Chintya Ulrich. Cara Mereka Belajar. (Jakarta: Pionir Jaya. 2009) 35.
42
Suasana Depary dkk, “Model Pembelajaran dan Gaya Berpikir terhadap hasil Belajar
Fisika”. (Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang). 04:02. (2013), 15. 43Mustangin,et al. “Penerapan Global Learning dan Mind Mapping dalam Pembelajaran
23
lingkungan yang sangat teratur.44 Pemikir acak abstrak mengalami peristiwa secara holistik (melihat keseluruhan gambar sekaligus bukan secara bertahap). Pemikir acak abstrak akan terbantu apabila mereka mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dan keseluruhannya sebelum informasi itu diproses.45
Sejumlah karakteristik yang lazim dimiliki anak acak abstrak dominan adalah: (1) menerima orang-orang yang memiliki banyak perbedaan, (2) menggunakan wawasan dan naluri untuk memecahkan permasalahan (3) mampu memberikan ide-ide yang kreatif, (4) memiliki banyak pilihan dan solusi, (5) seringkali menggunakan cara yang berbeda
dalam melakukan sesuatu.46
Beberapa hal yang sulit dilakukan oleh anak acak abstrak dominan adalah: (1) adanya larangan dan batasan dalam melakukan sesuatu, (2) mengulangi pekerjaan yang sama, (3) menunjukkan bagaimana memperoleh suatu jawaban, (4)
menyimpan dokumen-dokumen yang terperinci.47
Beberapa kiat bagi pemikir acak abstrak adalah: (1) disarankan untuk menggunakan kemampuan divergen untuk bekerjasama dengan orang lain, (2) disarankan untuk menyiapkan diri dalam menyelesaikan suatu masalah, (3) disarankan untuk mencari dukungan bagi dirinya, dan (4)
didorong untuk menerima kebutuhan untuk berubah.48
44 Bobby DePorter, dan Mike Hernacki. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), 132.
45Dedy Setyawan dkk, “Eksplo
rasi Proses Konstruksi Pengetahuan Matematika
Berdasarkan Gaya Berpikir”, (Jurnal Sainsmat Universitas Negeri makassar).II:02. (09,
2013), 150.
46 Thobias dan Chintya Ulrich. Cara Mereka Belajar. (Jakarta: Pionir Jaya. 2009), 35. 47
Suasana Depary dkk, “Model Pembelajaran dan Gaya Berpikir terhadap hasil Belajar
Fisika”. (Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang). 04:02. (2013), 23.
48
24
D. Hubungan Antara Representasi Dengan Gaya Belajar Preferensi Kognitif
Representasi matematika merupakan penggambaran,
perwakilan, penerjemahan, pengungkapan, atau bahkan
pelambangan ide, gagasan, dan konsep matematik yang di tampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata kata (verbal), tabel, grafik, atau simbol matematika.
Gaya belajar preferensi kognitif merupakan gaya belajar yang digunakan untuk menentukan dominasi otak serta bagaimana kita memproses suatu informasi. Menurut Bobby deporter orang yang termasuk dalam kategori “sekuensial” cenderung memiliki dominasi otak kiri. Hal ini karena cara berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. Sisi otak kiri sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolisme. Sedangkan orang yang berpikir secara “acak” biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan yang cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, holistik dan kreatif. Cara berpikir otak kanan sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.49
Begitu juga dengan cara pemrosesan informasi baik secara konkret maupun abstrak. Pada individu yang memproses informasi secara konkret, mereka lebih cepat menangkap informasi yang nyata dan jelas, secara langsung melalui kelima indranya, yaitu
penglihatan, penciuman, peraba,perasa, dan pendengaran
Sedangkan individu yang memproses informasi secara abstrak mereka akan lebih cepat menangkap informasi dengan menggunakan kemampuan intuisi, intelektual dan imajinasinya.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan atau mendeskripsikan tentang representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari gaya belajar preferensi kognitif.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni, semester genap tahun ajaran 2014/2015 dan bertempat di SMPN 1 Gedeg Mojokerto. Adapun jadwal penelitiannya sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No. Tanggal Waktu Kegiatan
1. 13 Mei2015 08.30- selesai Permohonan izin
penelitian kepada
Kepala Sekolah
2. 17 Mei 2015 08.00- selesai Penyerahan surat izin
penelitian dari kampus
3. 12 Juni 2015 07.30 - 08.00
08.30 - 09.30
Pengisian angket Gaya
Belajar Preferensi
kognitif
Permohonan validasi
instrumen ke Guru
Mata Pelajaran
Matematika kelas
VIII-E dan diskusi
penentuan subjek
penelitian
4. 13Juni 2015 07.30- selesai Pelaksanaan tes
sekaligus wawancara
kepada subjek
26
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII-E SMPN 1 Gedeg Mojokerto yang berjumlah 32 siswa. Berdasarkan hasil angket gaya belajar preferensi kognitif, dipilih delapan siswa dengan ketentuan dua siswa mewakili masing masing gaya belajar preferensi kognitif sekuensial konkret,sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Pengambilan dua subjek dari masing-masing gaya belajar preferensi kognitif ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan representasi siswa dalam menyelesaikan soal matematika berdasarkan gaya belajar preferensi kognitif yang sama.
Sebelum menentukan subjek penelitian, seluruh siswa kelas VIII-E diberikan angket gaya belajar preferensi kognitif untuk mengetahui gaya belajar preferensi kognitif masing-masing siswa. Adapun hasil gaya belajar preferensi kognitif siswa kelas VIII E sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil Angket Gaya Belajar Preferensi Kognitif
No. Nama sk sa ak aa Keterangan
1. Achmad Rifai Surya 9 8 5 8 sekuensial konkret
2. Agus Yulianto 7 9 7 7 sekuensial abstrak 3. Alvina Anggraeni 2 8 11 9 acak konkret
4. Andini Novianti 10 3 8 9 sekuensial konkret
5. Angga Eka Kirana 8 7 10 5 acak konkret 6. Ardi Wahyu H 4 5 10 11 acak abstrak 7. Clarisa Eriyanto
Putri
6 5 12 7 acak konkret
8. Daris Muchammad 9 7 8 6 sekuensial konkret
9. Denny Irawan 7 4 9 8 acak konkret
10. Diki Wijaya 6 4 11 7 acak konkret 11. Dimas Rizky O 10 4 6 8 sekuensial konkret 12. Fanessa Salsa M F 11 5 11 3 sekuensial /acak
27
17. Krisdianti 10 9 5 6 sekuensial konkret 18. Mochammad Andi 12 3 7 8 sekuensial konkret 19. Muhammad Alif H 9 3 7 11 acak abstrak 20. Muhammad Okta 8 2 11 9 acak konkret 21. M Faisal Adi P 6 5 9 10 acak abstrak 22. Nadila Dwi Mayang 10 4 11 5 acak konkret 23. Nanda Mauliyah R 11 8 5 6 sekuensial konkret 24. Nur Lathifah 4 6 12 8 acak konkret 25. Oke Sulistyowati 11 6 8 5 sekuensial konkret 26. Ongki Aji Prasetyo 9 10 5 6 sekuensial abstrak 27. Reni Ananda Putri A 6 5 11 8 acak konkret 28. Silvia Rahmadanti L 7 9 7 7 sekuensial abstrak 29. Silvia Wahyu P 10 8 6 6 sekuensial konkret 30. Siti Maimuna 8 3 9 10 acak abstrak 31. Slamet Hariono 6 6 11 7 acak konkret 32. Yaris Rizal A 7 10 8 5 sekuensial abstrak
Dari tabel di atas, peneliti mengelompokkan siswa menjadi empat kelompok berdasarkan gaya belajar preferensi kognitifnya, kemudian apabila ada jumlah yang sama dalam gaya belajar preferensi kognitif siswa maka siswa tersebut tidak dipilih menjadi subyek penelitian dengan alasan agar data yang digunakan dalam penelitian tidak rancu. Selanjutnya dipilih delapan siswa dengan ketentuan dua siswa mewakili masing-masing gaya belajar preferensi kognitif sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak yang dipilih secara acak melalui undian. Berdasarkan hasil undian, didapatkan nama-nama subjek penelitian seperti tabel berikut ini:
Tabel 3.3
Daftar Subjek Penelitian
No. Nama Gaya Belajar Preferensi Kognitif Kode
1. Krisdianti sekuensial konkret sk1
2. Silvia Wahyu sekuensial konkret sk2
3. Yaris Rizal sekuensial abstrak sa1
4. Silvia Rahmadanti sekuensial abstrak sa2
5. Alvina Anggraeni acak konkret ak1
6. Nadila Dwi M acak konkret ak2
7. M Faisal Adi acak abstrak aa1
28
D. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian yang dilaksanakan meliputi tiga tahap yaitu; tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Masing-masing tahap akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi: (1) menentukan sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. (2) meminta izin kepada Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Gedeg. (3) membuat kesepakatan dengan guru bidang studi matematika SMP Negeri 1 Gedeg mengenai waktu dan kelas yang akan digunakan untuk penelitian. (4) menyusun instrumen penelitian yang berupa angket gaya belajar preferensi kognitif, soal tes representasi serta pedoman wawancara. (5) melakukan validasi instrumen yang telah dibuat kepada dua dosen Pendidikan Matematika dan seorang Guru Matematika SMPN 1 Gedeg.
2. Tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi; (1) memberikan angket gaya belajar preferensi kognitif kepada subjek penelitian. (2) menganalisis hasil angket gaya belajar preferensi kognitif dan menentukan gaya belajar preferensi kognitif masing-masing siswa (3) memilih subjek penelitian. (4) memberikan soal tes representasi kepada subjek penelitian sekaligus mewawancarainya.
3. Tahap analisis data, setelah tahap pelaksanaan selesai dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah tahap analisis data. Data yang diperoleh dari tahap pelaksanaan, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dalam hal ini, data yang dianalisis adalah data hasil tes representasi dan hasil wawancara.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah angket gaya belajar preferensi kognitif, lembar soal tes dan lembar pedoman wawancara.
a. Angket Gaya Belajar Preferensi Kognitif
29
Angket ini diadaptasi dari buku Quantum Learning seri
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan karya Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. Angket ini sudah melalui uji validasi dari beberapa ahli diantaranya; Ahli Psikologi, Dosen Matematika serta Guru Matematika. Dari hasil validasi tersebut, ada beberapa pernyataan yang direvisi untuk disesuaikan dengan kondisi siswa SMP di Indonesia baik dari segi psikologi maupun dari konteks bahasa yang digunakan. Berikut ini nama-nama validator angket gaya belajar preferensi kognitif.
Tabel 3.4
Daftar Validator AngketGaya Belajar Preferensi Kognitif
Nama Validator Kriteria
Roni Nasaputra, M.Psi Konsultan Psikolog Pendidikan
Achmad Hanif Asyhar, M.Si
Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya
Febriana Kristanti, M.Si Dosen Pendidikan Matematika
UIN Sunan Ampel Surabaya
Nunuk Emi Siswati, S.Pd Guru Matematika SMP N 1
Gedeg
Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa SMP hal ini dikarenakan siswa SMP berada dalam tahap operasi formal yang memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia, serta untuk mengetahui bagaimana siswa dalam mengolah suatu informasi dalam menyelesaikan soal matematika yang sudah siswa pelajari sebelumnya. Adapun lembar angket gaya belajar preferensi kognitif beserta kisi-kisinya dapat dilihat di bagian lampiran A.1 dan A.2.
b. Lembar Soal Tes
30
Untuk menghasilkan soal tes yang valid dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti melakukan hal-hal berikut ini: (1) membuat draf soal dan alternatif jawaban berdasarkan indikator representasi. (2) mengkonsultasikan draf soal dan alternatif jawaban kepada dosen pembimbing, jika disetujui maka lanjut untuk divalidasi oleh validator. (3) meminta validasi kepada dosen Pendidikan Matematika dan guru Matematika agar didapatkan instrumen penelitian yang relevan dan valid.
Instrumen ini divalidasi oleh tiga validator, berikut nama-nama validator instrumen penelitian ini. Adapun kisi-kisi soal, lembar soal, alternatif jawaban dan lembar validasinya dapat dilihat pada lampiran A.3, A.4, dan A.5.
Tabel 3.5
Daftar Validator Instrumen Penelitian
No. Nama Validator Jabatan
1. Achmad Hanif A, M.Si Dosen Pendidikan
Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya
2. Febriana Kristanti,
M.Si
Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya
3. Nunuk Emi Siswati,
S.Pd
Guru Matematika SMP N 1 Gedeg
c. Lembar Pedoman Wawancara
31
representasi siswa. Adapun lembar pedoman wawancara dan lembar validasi dapat dilihat pada lampiran A.6 dan A.7.
F. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Metode angket
Angket ini digunakan untuk menentukan gaya belajar preferensi kognitif subjek penelitian. Angket ini diberikan kepada siswa kelas VIII E yang menjadi subjek penelitian. Penyebaran angket ini dilakukan sebelum tes soal representasi
dilakukan yaitu pada tanggal 12 Juni 2015 pada pukul 07.30 –
08.00. Setelah itu hasilnya dianalisis, kemudian ditentukan gaya belajar preferensi kognitif masing-masing siswa. Dari hasil angket ini, dipilih delapan siswa dengan dua siswa mewakili setiap tipe gaya belajar preferensi kognitif. Pemilihan sampel penelitian seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab c di atas.
2. Metode tes
Metode tes ini dilakukan untuk mengetahui representasi siswa dengan melihat gambaran konfigurasi kognitif siswa berdasarkan lembar jawaban. Soal tes yang sudah divalidasi, selanjutnya diujikan kepada delapan subjek penelitian. Untuk mendapatkan data yang diinginkan, maka tes dilakukan satu per satu. Hal ini dilakukan, karena pengerjaan soal dan wawancara dilakukan secara bersamaan.
3. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendalami jawaban siswa terkait jenis representasi yang digunakan dalam menyelesaikan soal matematika, wawancara ini dilakukan secara bersamaan dengan mengerjakan soal, agar didapatkan informasi yang cukup mengenai representasi siswa.
32
pewawancara.1 Wawancara ini dilakukan secara mendalam
sampai didapat data/informasi yang diinginkan. Dalam hal ini, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Sebelum memulai wawancara peneliti menyiapkan alat perekam yaitu handphone dan alat tulis. (2) Selanjutnya, siswa diminta mengerjakan soal dengan teliti kemudian diwawancarai. (3) Pada saat mewawancarai, peneliti melakukan pengamatan dan membuat catatan-catatan yang tidak bisa dideteksi oleh alat perekam, seperti mimik dan ekspresi wajah serta tingkah laku subjek saat mengerjakan dan diwawancarai.
G. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses pengolahan data yang mencakup kegiatan mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar yang akhirnya didapatkan suatu kesimpulan. Pada penelitian ini, data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis seperti paparan berikut ini:
a.Analisis Angket Gaya Belajar Preferensi Kognitif
Analisis angket gaya belajar preferensi kognitif ini dilakukan untuk memilih subjek penelitian. Subjek yang dimaksud adalah subjek yang memiliki gaya belajar preferensi kognitif sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret dan acak abstrak. Analisis angket kepribadian dilakukan dengan cara mencocokkan hasil angket dengan rubric angket. Dalam angket gaya belajar preferensi kognitif ada lima belas pernyataan dengan masing-masing pernyataan terdiri atas empat kondisi yang masing-masing mewakili karakteristik dari gaya belajar preferensi kognitif. Dari angket gaya belajar preferensi kognitif yang telah divalidasi oleh seorang psikolog, dua dosen pendidikan matematika, dan guru matematika baru diberikan kepada siswa kelas VIII-E, adapun petunjuk pengisian angket gaya belajar preferensi kognitif adalah seluruh siswa diminta untuk memilih dua kondisi dari masing-masing pernyataan yang ada di angket. Selanjutnya dihitung total seluruh pernyataan yang mewakili sk, sa, ak dan aa. Dari total
1