• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF MUHAMMAD ABDUH DAN BISRI MUSTOFA : TINJAUAN KOMPARATIF DALAM TAFSIR AL MANAR DAN TAFSIR AL IBRIZ.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF MUHAMMAD ABDUH DAN BISRI MUSTOFA : TINJAUAN KOMPARATIF DALAM TAFSIR AL MANAR DAN TAFSIR AL IBRIZ."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI AMAR

MA’R

U<F NAHI< MUNKAR

PERSPEKTIF MUHAMMAD ABDUH DAN BISRI MUSTOFA

(Tinjauan Komparatif dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Tafsi>r al-Ibri>z)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

NAYLA RIZEKIYAH NIM: E03213068

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nayla Rizekiyah, “Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa (Tinjauan Komparatif dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Tafsi>r al-Ibri>z)”.

Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan penafsiran amar ma’ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa guna mencari titik persamaan dan perbedaan.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bersifat kepustakaan (library researching) dan metode komparatif yaitu membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripin redaksi yang beragam dalam satu kasus yang sama atau yang diduga sama, membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi yang pada lainnya antara keduanya bertentangan, juga membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar.

Dari penelitian ini, dapat ditemukan hasil rumusan masalah sebagai berikut: Muhammad Abduh berpendapat bahwa: pertama,kewajiban amar ma’ruf nahi munkar adalah hanya untuk sebagian orang yang memiliki kemampuan khusus. Kedua, sebaik-baik umat yang diciptakan Allah SWT adalah mereka yang mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman pada Allah SWT. Sedangkan Bisri Mustofa berpendapat bahwa: pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar adalah untuk semua orang, karena dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar, dapat mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kedua, yang dimaksud dengan sebaik-baik umat adalah bagi mereka yang beriman pada Allah SWT.

Menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa, yang dimaksud dengan al-khair adalah agama Islam. Sebab Islam adalah agama Allah yang dipenuhi dengan petunjuk dan cahaya.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Telaah Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II: AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN BIOGRAFI MUFASIR A. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 18

B. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 21

(8)

D. Syarat-syarat Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 26

E. Syarat-syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 30

BAB III: BIOGRAFI MUFASIR DAN PENAFSIRAN SURAT A<LI ‘IMRO<N AYAT 104, 110 DAN 114 A. Biografi Mufasir 1. Biografi Bisri Mustofa a) Biografi dan riwayat pendidikan ... 33

b) Kondisi lingkungan dan sosial ... 36

c) Karya-karya Bisri Mustofa ... 38

2. Biografi Muhammad Abduh a) Biografi dan riwayat pendidikan ... 40

b) Kondisi lingkungan dan sosial ... 44

c) Karya-karya Muhammad Abduh ... 47

B. Penafsiran Surat A<li ‘Imro>n Ayat 104 Perspektif Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh 1. Ayat dan terjemah ... 50

2. Mufradat ayat ... 50

3. Munasabah ... 51

4. Penafsiran ayat 104 menurut Bisri Mustofa... 52

5. Penafsiran ayat 104 menurut Muhammad Abduh ... 52

C. Penafsiran Surat A<li ‘Imro>n Ayat 110 Perspektif Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh 1. Ayat dan terjemah ... 66

2. Mufradat ayat ... 66

3. Munasabah ... 67

4. Penafsiran ayat 110 menurut Bisri Mustofa... 67

5. Penafsiran ayat 110 menurut Muhammad Abduh ... 68

(9)

2. Mufradat ayat ... 77

3. Munasabah ... 77

4. Penafsiran ayat 114 menurut Bisri Mustofa... 77

5. Penafsiran ayat 114 menurut Muhammad Abduh ... 78

BAB IV: IMPLEMENTASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF BISRI MUSTOFA DAN MUHAMMAD ABDUH A. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Bisri Mustofa ... 81

B. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh ... 85

BAB V: PENUTUP A.Simpulan ... 88

B.Saran ... 89

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian karena diridhai

Allah, karena ajarannya yang penuh dengan kemas}lahatan umat. Agama Islam

juga tak memberatkan bagi pemeluknya. Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW merupakan rahmatan lil ‘a>lami>ni. Meskipun diturunkan pertama kali di bumi Arab, namun seluruh umat di bumi ini berhak merasakan

rahmat ad-di>n al-isla>m. Bagi orang yang memahami Islam, juga dituntut untuk

mendakwahkannya kepada orang lain baik itu muslim maupun non muslim.

Salah satunya yaitu dengan memberikan perhatian terhadap penegakan amar ma‟ruf nahi munkar. Kewajiban ini melekat bagi setiap insan yang memiliki

kemampuan untuk melakukannya. Karena sesungguhnya di antara amalan yang

dapat mendekatkan diri kepada Allah adalah saling menasehati, mengajak kepada

kebaikan, menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan tuntunan yang diturunkan Allah

dalam kitab-kitab-Nya disampaikan oleh rasul-rasul-Nya dan merupakan bagian

dari syariat Islam. Risalah Allah ada yang berupa berita (akhbar) dan ada juga

(11)

2

seperti tauhidullah dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan buruk.

Adapun insya’ adalah perintah (amr), larangan (nahi) dan pembolehan (ibadah).1

Islam memerintah untuk berdakwah dan selalu mengajak serta

membawa manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf yaitu patut,

pantas dan sopan, dan mencegah perbuatan munkar yang dibenci dan tidak

diterima oleh manusia. Terdapat dua kata penting yaitu menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Perbuatan ma’ruf dapat dipahami oleh

manusia dan patut dikerjakan oleh akal sehat. Sedangkan yang munkar ialah yang

dibenci dan ditolak masyarakat, karena tidak patut, tidak selayaknya hal demikian

dikerjakan oleh manusia yang berakal. Oleh sebab itu wajiblah ada dalam

golongan kaum muslimin yang bekerja keras menggerakkan orang pada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.2

Menyeru pada yang ma’ruf yakni melakukan nilai-nilai luhur serta adat

istiadat yang diakui baik oleh masyarakat. Selama hal itu tidak bertentangan

dengan nilai-nilai Ilahiyah dan mencegah dari yang munkar ialah yang dinilai

buruk dan lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat.3

Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui orang-orang yang selalu

menyerukan kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran, bahkan diri sendiri

pun disadari atau tidak selalu menyeru kebaikan dan melarang melakukan

kejahatan. Amar ma‟ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang

1Ibnu Taimiyyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, terj. Abu Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press,1990),15.

2

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz IV (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 37. 3

(12)

berkaitan dengan pokok-pokok agama saja atau ideologi semata, tetapi juga bisa

saja berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya dan hukum.4

Melihat pesatnya arus globalisasi di akhir zaman menyebabkan

berkurangnya amar ma‟ruf nahi munkar dalam masyarakat di antaranya adalah;

pertama, banyak di antara masyarakat yang berselisih memperebutkan kedudukan

dan kekayaan. Sehingga menyebabkan perpecahan, di kalangan umat manusia

bahkan terhadap saudara sendiri. Perpecahan dan perselisihan kian membara dan

menjalar dikalangan masyarakat. Kedua, mereka menyeru untuk berbuat baik dan

melarang yang munkar, karena takut akan dimurkai orang. Ini disebabkan

masyarakat berat melepaskan kebiasaannya, yaitu takut jika orang itu akan

marah.5

Sesungguhnya amar ma‟ruf nahi munkar adalah poros yang paling

agung dalam agama. Ia merupakan satu tugas penting yang karenanya Allah

mengutus para nabi seluruhnya. Andaikata tugas ini ditiadakan, maka akan

muncul kerusakan dan dunia pun akan binasa.6

Penelitian yang benar menunjukkan bahwa nash-nash syari‟at bertujuan

untuk mewujudkan berbagai kemaslahatan bagi hamba-hamba Allah dan

mencegah berbagai kerusakan dari diri mereka. Berbagai maslahat yang hendak diwujudkan oleh syari‟at tersebut ialah lima perkara penting yang telah dikenal.

Kelima perkara tersebut tidak akan tegak dan tidak akan terwujud di tengah umat

4

Nurotul Badriyah, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Font PembelaIslam” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2013), 7.

5

Hamka, Tafsir al-Azhar, 64-65. 6

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wal

(13)

4

ini kecuali dengan amar ma‟ruf nahi munkar, karena di dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar syari‟at menjadi tegak dan berbagai maslahat itu dapat

terwujud dan terpelihara, dan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut mencegah segala

apa yang membuatnya bercerai-berai atau rusak.

Orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat syari‟at yang

dibawa oleh Rasulullah SAW mengira bahwa sudah cukup baginya hanya

beriman kepada Allah saja, mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan

sebagian ketaatan tanpa mau menyibukkan diri dengan menyuruh orang lain kepada perbuatan ma‟ruf atau melarangnya dari perbuatan munkar. Ini adalah

kesalahan yang nyata, karena amar ma‟ruf nahi munkar termasuk salah satu syari‟at-syari‟at Islam yang agung sebagaimana ia juga termasuk salah satu asas

dari tiang penyangga yang penting dalam mewujudkan dan memperoleh hidayah.

Hal ini didukung oleh pernyataan sebagian ulama salaf bahwa orang

yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu dan orang yang berbicara

dengan kebatilan adalah setan yang sedang berbicara. Maka seandainya orang

yang diam dari kebenaran mengetahui bahwa ia adalah orang yang dimurkai Allah

SWT niscaya ia akan berbicara dan menerangkan kebenaran tersebut. Dan

seandainya orang-orang yang selalu mencari keridhaan makhluk yang tidak

mengingkari kemungkaran, mereka itu mengetahui bahwa pelaku dosa besar lebih

baik keadaannya di sisi Allah daripada dirinya, niscaya ia akan bertaubat dan

melepaskan diri dari maksiat. Jadi, mengatakan kebenaran, memerintahkan yang ma‟ruf dan mencegah yang munkar adalah perbuatan yang diridhai Allah SWT.7

7

(14)

Allah SWT telah menjadikan perlindungan bagi akidah, benteng bagi

sifat keutamaan, kemuliaan bagi umat Islam dan kemenangan bagi kaum

mukminin bergantung pada pelaksanaan amar ma‟ruf nahi munkar yang

diwajibkan ini.8 Allah SWT berfirman dalam surat A<li ‘Imro>n ayat 104:



















































104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.9

Segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa

harus ada satu kekuasaan dan seruan kepada kebajikan, tapi juga ada perintah kepada yang ma‟ruf dan larangan dari yang munkar. Jika dakwah (seruan) itu

dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai iman maka perintah dan larangan itu

tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang yang mempunyai iman.

Begitulah pandangan Islam terhadap masalah amar ma‟ruf nahi munkar

bahwa harus ada kekuasaan untuk memerintah dan melarang, melaksanakan

seruan kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.

Perintah tentang adanya amar ma‟ruf nahi munkar tak luput dari

pandangan sejumlah mufasir, di antaranya adalah Muhammad Abduh dan Bisri

Mustofa. Muhammad Abduh salah seorang tokoh yang paling berpengaruh di

Mesir. Ia adalah tokoh revolusioner di Mesir khususnya di bidang pendidikan.

8

Jawas, Amar Ma’ruf, 17. 9

(15)

6

Salah satu karyanya yang fenomenal adalah Tafsi>r al-Mana>r. Penafsiran dari awal

hingga Surat al-Nisa ayat 126 diambil dari pemikiran Muhammad Abduh,

selanjutnya diambil dari pemikiran Rasyid Ridha (murid Abduh) dengan

mengikuti metode Abduh.10

Menurut Abduh, perintah kepada hal yang ma‟ruf dan mencegah dari

yang munkar adalah suatu hal yang akan menjaga dan menguatkan persatuan dan

kesatuan. Menurutnya, ada perbedaan pendapat antara para mufasir mengenai kata

minkum dalam ayat tersebut. Ada sebagian yang menafsirkan kata minkum sebagai makna “sebagian”. Sehingga, kewajiban amar ma‟ruf nahi munkarhanya

diperuntukkan untuk sebagian orang dan hukumnya fardhu kifayah. Dan yang lain

berpendapat bahwa kata minkum diartikan sebagai makna “umum”. Sehingga

kewajiban amar ma‟ruf nahi munkaradalah tanggung jawab semua orang.11

Selain itu, salah satu mufasir Indonesia, yaitu Bisri Mustofa juga tak

luput menafsirkan ayat-ayat amar ma‟ruf nahi munkar. Bisri Mustofa adalah salah

satu ulama paling berpengaruh di Indonesia. Karyanya yang paling fenomenal

adalah Tafsi>r al-Ibri>z dan banyak dijadikan sebagai bahan pembelajaran di

kalangan santri, khususnya di bidang tafsir.

Menurut Bisri Mustofa, kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar adalah

kewajiban setiap orang. Karena kata minkum dalam ayat tersebut diartikan sebagai “kalian semua”. Jadi hukum amar ma‟ruf nahi munkaradalah fardhu „ain.12

10

Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), 125.

11

Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Fikr, TT), 27. 12

(16)

Dari beberapa penafsiran yang telah disebutkan, penulis ingin menkaji

lebih dalam tentang amar ma‟ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan

Bisri Mustofa, yang menurut penulis tampak ada sedikit perbedaan antara

keduanya dalam menyajikan penafsiran.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari pemaparan di atas, diketahui bahwa masalah pokok dalam kajian

ini adalah penerapan dan pengatasan perbuatan yang ma‟ruf dan mencegah yang

munkar.

Adapun permasalahan yang teridentifikasi diantaranya:

1. Kewajiban ber-amar ma‟ruf nahi munkar.

2. Kaidah-kaidah amar ma‟ruf nahi munkar.

3. Konsep amar ma‟ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan Bisri

Mustofa.

4. Orang yang berhak melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar.

Di dalam al-Qur‟an terdapat 6 ayat yang membahas tentang amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu Surat A<li ‘Imro>n ayat 104, 110, 114, Surat al-A’ra>f

ayat 157 dan al-Taubah ayat 71 dan 112. Mengingat permasalahan yang

teridentifikasi serta untuk efisiensi waktu dan tenaga, maka dalam kajian ini akan

ada pembatasan masalah. Pembatasan masalah dilakukan agar kajian ini dapat

memenuhi target dengan hasil yang maksimal. Pembatasan masalah yang

dimaksud, yaitu akan difokuskan pada metode dan penerapan amar ma‟ruf nahi

(17)

8

Surat A<li ‘Imro>n ayat 104, 110 dan 114 menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa.

C. Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana persamaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam pandangan

Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh?

2. Bagaimana perbedaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam pandangan

Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, dapat disusun tujuan penelitian sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui persamaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam

pandangan Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh.

2. Untuk mengetahui perbedaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam

pandangan Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan

(18)

perkembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari

penelitian ini, yaitu:

1. Kegunaan teoritis

Dengan adanya kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan

khususnya dalam bidang tafsir. Penelitian ini juga diharapkan mudah-mudahan

dapat dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah

tersebut lebih lanjut.

2. Kegunaan praktis

Implementasi penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang

memberi solusi terhadap problematika yang terkait tentang masalah amar ma’ruf nahi munkar.

F. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

keorisinilan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, setelah

dilakukan telaah pustaka, telah ditemukan beberapa karya yang membahas

masalah yang serupa dengan penelitian ini di antaranya:

1. Amar ma’ruf nahi munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Ana Maulida jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya

tahun 2005. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang pandangan Sayyid

Quthb akan pentingnya amar ma’ruf nahi munkar sebagai perintah yang

(19)

10

2. Pemahaman ayat-ayat dan hadis mengenai amar ma’ruf nahi munkar menurut

Front Pembela Islam (FPI) karya Abd Malik fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga tahun 2007. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang dalil-dalil

yang dijadikan Front Pembela Islam (FPI) untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi

munkar.

3. Jihad politik dan implementasinya dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi

munkar (studi pemikiran Yusuf Qardhawi) karya Roni Sugiarto jurusan Jinayah

Siyasah UIN Sunan Kalijaga tahun 2008. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang pemikiran Yusuf Qardhawi mengenai pelaksanaan amar ma‟ruf nahi

munkar.

4. Karakteristik tafsir Front Pembela Islam (studi argumen tentang amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar) karya Mohammad Sulaiman Tashir

fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga tahun 2012. Dalam penelitiannya, ia

membahas tentang pemikiran dan karakteristik penafsiran FPI mengenai amar ma‟ruf nahi munkar.

5. Amar ma’ruf nahi munkar dalam perspektif Front Pembela Islam (FPI) karya

Nurotul Badriyah jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya tahun

2013. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang konsep dan pengaplikasian amar ma’ruf nahi munkar menurut FPI yang merupakan gerakan yang

mencoba mencari legitimasi agama demi mewujudkan kepentingannya.

6. Penafsiran KH. Misbah Mustafa terhadap ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar

(20)

penelitiannya, ia membahas tentang penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar yang

merupakan hal penting demi tercapainya masyarakat yang harmonis baik

dikalangan ulama, pemimpin, rakyat dan juga antara yang kaya dan miskin tidak ada jarak yang membatasi.

7. Perbedaan penafsiran amar ma’ruf nahi munkar menurut M. Quraish Shihab

dan al-Zamakhsyari karya Mar‟atus Sholihah jurusan Ilmu al-Qur‟an dan

Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015. Dalam penelitiannya, ia

membahas tentang perbedaan dan persamaan konsep amar ma’ruf nahi munkar

menurut Quraish Shihab dan al-Zamakhsyari.

Dengan demikian, belum ada penelitian yang membahas tentang

penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar perspektif Muhammad Abduh dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Bisri Mustofa dalam Tafsi>r al-Ibri>z.

G. Metode Penelitian 1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, sebuah

metode penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, perspektif ke dalam

dan interpretatif.

Inkuiri naturalistik adalah pertanyaan yang muncul dari diri penulis

terkait persoalan tentang permasalahan yang sedang diteliti. Perspektif ke

dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang

(21)

12

penerjemahan atau penafsiran yang dilakukan oleh penulis dalam mengartikan

maksud dari suatu kalimat, ayat atau pernyataan.

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah library research. Dalam penelitian

kepustakaan, pengumpulan data-datanya diolah melalui penggalian dan

penelusuran terhadap kitab-kitab, buku-buku dan catatan lainnya yang

memiliki hubungan dan dapat mendukung penelitian.

3. Metode penelitian

Adapun untuk memperoleh wacana tentang amar ma’ruf nahi munkar

dalam al-Qur‟an adalah menggunakan metode penelitian komparatif. Metode

ini memiliki objek yang sangat luas dan banyak.

Para ahli tafsir tidak berbeda pendapat mengenai metode ini. Dari

berbagai literatur dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan metode

komparatif ialah:

1) Membandingkan teks ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki kesamaan atau

kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama atau diduga

sama.

2) Membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadis Nabi yang pada awalnya,

keduanya saling bertentangan.

3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan

ayat-ayat al-Qur‟an.13

13

(22)

Secara teoritik, penelitian komparatif bisa mengambil beberapa macam,

diantaranya:

1) Perbandingan antara tokoh. Contoh: disertasi yang ditulis oleh Muhammad Chirzin berjudul „Perbandingan Penafsiran Muhammad Abduh dan Sayyid

Quthb tentang Jihad dalam al-Qur’an’.

2) Perbandingan antara pemikiran madzhab tertentu dengan yang lain. Contoh: „Konsep Syafa’at dalam al-Qur’an menurut Sunni dan Syi’i: Studi atas

Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Mizan’.

3) Perbandingan antar waktu. Contoh: „DinamikaPemikiran Tafsir Indonesia: Studi Perbandingan antara Orde Lama dengan Orde Baru’.

4) Riset perbandingan satu kawasan tertentu dengan kawasan lainnya. Contoh: „Pemikiran Teologi dalam Tafsir: Studi Komparatif antara Produk Tafsir

Jawa dengan Sunda’.14

Sedangkan secara teknis ada dua cara yang bisa dilakukan dalam riset

perbandingan. Pertama, separated comparative method, yaitu model

perbandingan yang cenderung terpisah. Model teknis seperti ini terkesan hanya

menyandingkan dan bukan membandingkan, tidak ada analisis yang tajam,

sekedar deskriptif dan tidak teranyam dengan baik. Kedua, integrated

comparative method, yaitu sebuah cara membandingkan yang lebih bersifat

menyatu dan teranyam. Teknis ini akan mengesankan riset yang benar-benar

14

(23)

14

membandingkan, bukan menyandingkan. Uraian dan analisisnya tampak lebih

dialektik dan komunikatif.15

Secara metodologis, tujuan penelitian komparatif adalah sebagai

berikut:

1) Mencari aspek persamaan dan perbedaan.

2) Mencari kelebihan dan kekurangan masing-masing pemikiran tokoh.

3) Mencari sintesa kreatif dari hasil analisis pemikiran kedua tokoh tersebut.16

4. Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan

menggunakan metode dokumentasi. Mencari data mengenai hal-hal atau

variable berupa catatan, buku, kitab dan lain sebagainya. Melalui metode

dokumentasi, diperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan

konsep-konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

5. Pengolahan data

a) Editing yaitu memeriksa kembali secara cermat data-data yang diperoleh

terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevansi dan

keragamannya.

b) Pengorganisasian data yaitu menyusun dan mensistematikakan data-data

yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan

sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah.

15

Mustaqim, Metode Penelitian, 134. 16

(24)

6. Teknik analisa data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data memakai pendekatan metode

deskriptif-analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif-analitis memaparkan

data-data yang diperoleh dari kepustakaan.

Dengen metode ini akan dideskripsikan mengenai amar ma‟ruf nahi

munkar sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam dalam menyajikan amar ma‟ruf nahi munkar. Selanjutnya dianalisis dengan melibatkan penafsiran

beberapa mufasir.

7. Sumber data

Sumber data yang digunakan sebagai landasan pembahasan dalam

penelitian ini mengambil sumber-sumber yang sesuai dan ada hubungannya

dengan topik pembahasan serta dapat dipertanggung jawabkan. Adapun

sumber-sumbernya sebagai berikut:

a. Sumber primer

1) Tafsi>r al-Mana>r karya Muhammad Abduh.

2) Tafsi>r al-Ibri>z karya Bisri Mustofa.

b. Sumber sekunder

1) Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis atas Tafsir al-Manar karya M.

Quraish Shihab.

2) Islam and Modernism: A Study of The Modern Reform Movement Inaugurated

by Muhamamd Abduh karya Charles C. Adams.

3) Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa karya

(25)

16

4) Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar karya al-Ghazali.

5) Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya

Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

6) Qur’anic Society karya M. Ali Nurdin.

7) Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

8) Tafsir al-Azhar karya Hamka.

9) Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir karya Abdul Mustaqim.

10)Metodologi Penelitian al-Qur’an karya Nashruddin Baidan.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab yang

masing-masing menempatkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu

kesatuan yang berhubungan sehingga tidak dapat dipisahkan.

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang

Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika

Pembahasan. Dalam bab pendahuluan ini tampak penggambaran isi skripsi secara

keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi

pedoman bab kedua, ketiga, keempat dan kelima.

Bab kedua berisi tinjauan umum amar ma‟ruf nahi munkar, yang terdiri

dari definisi amar ma‟ruf nahi munkar, keutamaan amar ma‟ruf nahi munkar, hukum amar ma‟ruf nahi munkar, rukun-rukun amar ma‟ruf nahi munkar, dan

(26)

Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa meliputi, riwayat hidup, pengembaraan

intelektual baik di bidang akademik, sosial, politik maupun keagamaan dan

beberapa karya keduanya yang fenomenal yang dijadikan bahan rujukan dalam

pendidikan khusunya di bidang keagamaan. Karya tafsir Muhammad Abduh ialah Tafsi>r al-Mana>r. Karya tafsir Bisri Mustofa adalah Tafsi>r al-Ibri>z.

Bab ketiga berisi penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam surat Ali

Imron ayat 104, 110 dan 111 dalam Tafsi>r al-Mana>r. karya Muhammad Abduh

dan Tafsi>r al-Ibri>z karya Bisri Mustofa meliputi ayat-ayat tentang amar ma‟ruf

nahi munkar, mufradat ayat, munasabah dan penafsiran perspektif Bisri Mustofa

dan Muhammad Abduh.

Bab keempat berisi tentang analisis persamaan dan perbedaan

penafsiran ayat-ayat amar ma‟ruf nahi munkar perspektif Bisri Mustofa dan

Muhammad Abduh. Dalam hal ini nantinya akan difokuskan pada metode dan

penerapan amar ma’ruf nahi munkar serta perbedaan penafsiran antara kedua

mufasir, khususnya pada yang berhak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar

yang mengacu pada konsep amar ma’ruf nahi munkar.

(27)

18

BAB II

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

DAN

BIOGRAFI MUFASIR

A. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Secara etimologi, kata al-amr (

رمأا

) berarti perintah.1 Sedangkan secara

terminologi, al-amr adalah suatu tuntunan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi

kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya.2

Selanjutnya kata al-ma’ruf (

فورعملا

) adalah isim maf‟ul dari fi‟il

-

فرع

فرعي

yang bermakna mengetahui atau mengenal3. Definisi dari al-ma’ruf adalah

segala hal yang dianggap atau dinilai baik oleh manusia dalam adat dan muamalah

dan mereka mengamalkannya serta tidak mengingkarinya.4 Dan semua kebaikan

yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram.5 Menurut Ibnu

Atsir, al-ma’ruf adalah satu nama yang mencakup segala apa yang dikenal berupa

ketaatan kepada Allah, pendekatan diri kepada-Nya, berbuat baik kepada manusia, dan segala apa yang disunnahkan oleh syari‟at dari berbagai kebaikan dan apa

yang dilarang olehnya dari segala macam kejelekan.6

1

Ahmad Warson Munawwir, Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 38.

2

Khairul Umam, Ushul Fiqh II (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 97.

3

Munawwir, Munawwir, 920.

4

Jawas, Amar Ma’ruf, 33.

5

Ibnu Mundhur, Lisan al-Arab jilid XI (Beirut: Da>r al-S{odir, t.th.), 239.

6

(28)

Kata nahi> secara bahasa berarti melarang atau mencegah.7 Secara

terminologi, nahi> merupakan tuntunan untuk meninggalkan secara pasti. Nahi>

dalam al-Qur‟an mengandung beberapa maksud, di antaranya: haram, makruh,

mendidik, doa merendahkan, keputusasaan, penjelasan akibat.8

Secara bahasa, kata munkar (

ركنملا

) berarti aneh, sulit, buruk, tidak

dikenal dan juga mengingkari. Secara istilah, munkar adalah segala sesuatu yang dipandang buruk, baik dari norma syari‟at maupun norma akal yang sehat.

Kemudian makna ini menjadi lebih luas dalam pandangan syari‟at sebagai segala

sesuatu yang melanggar norma-norma agama dan budaya atau adat istiadat suatu

masyarakat.9

Tidak diragukan bahwa memberi definisi ma’ruf dan munkar itu

merupakan masalah yang luas. Dalam hal ini harus dikemukakan semua apa yang

diperbolehkan syara‟ dan mana yang diharamkan, dan menjelaskan sampai sejauh

mana kemungkinan menerapkan prinsip ini. Sebab di dalam nash-nash al-Qur‟an

dan Sunnah Nabi selalu menggunakan istilah ma‟ruf dan munkar, karena pada

keduanya terdapat makna yang mengisyaratkan pada sesuatu yang dikenal sebagai

kebaikan dan dikenal sebagai sesuatu yang diingkarinya.10

Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma‟ruf nahi munkar merupakan

rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat tersebut

suatu istilah yang dipakai dalam al-Qur‟an berbagai aspek, sesuai dari sudut mana

7

Munawwir, Munawwir,1471.

8

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011), 208.

9

Ali Nurdin, Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an

(Jakarta: Erlangga, 2006), 158.

10

(29)

20

para ilmuwan menilainya. Oleh karena itu sangat boleh jika pengertiannya

cenderung ke arah pemikiran iman, fiqh dan akhlak.11

Jadi, amar ma‟ruf nahi munkar adalah segala sesuatu yang diketahui oleh

hati dan jiwa tentram kepadanya, segala sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT.

Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan

dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar‟i dan akal.12

Menurut Sayyid Quthb, tugas kaum muslimin yang berpijak di bumi

adalah melaksanakan tugas untuk menegakkan manhaj Allah di muka bumi, dan

untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan, yang ma‟ruf atas yang munkar dan

yang baik atas yang buruk. Oleh karena itu haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf

dan mencegah dari yang munkar.13

Al-Qur‟an dan Sunnah melalui dakwahnya mengamanatkan nilai-nilai

yang mendasar, universal dan abadi dan ada juga yang bersifat praksis, lokal dan

temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu yang lain.

Perbedaan, perubahan dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam

selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal.

Al-Qur‟an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya ini

dengan kata: al-khair (

ريخلا

) atau kebajikan dan al-ma’ruf (

فورعملا

). Al-khair

11

Ana Maulida, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zhilalil Qur‟an” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2005), 12.

12

Salman bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar, terj. Ummu „Udhma

Azmi (Solo: Pustaka Mantiq, t.th.), 13.

13

Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin dkk (Jakarta: Gema Insani

(30)

adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur‟an dan Sunnah. Sedang al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat

selama sejalan dengan al-khair. Adapun al-mukar, maka ia adalah sesuatu yang

dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.14

B. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Adapun keutamaan dari adanya pelaksanaan amar ma‟ruf nahi munkar di

antaranya:

1. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah tugas para nabi dan rasul dari yang pertama

hingga yang terakhir.

Dikarenakan pengutusan para rasul adalah untuk memerintahkan agar

bertauhid dan melarang dari mentaati thaghut, maka sebagian ulama menetapkan bahwa diutusnya para rasul adalah untuk amar ma‟ruf nahi munkar

karena perintah mereka untuk bertauhid adalah amar ma‟ruf dan larangan

mereka dari mentaati thaghut adalah nahi munkar.

2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan sifat dari Nabi Muhammad SAW,

sayyidul mursalin, imam para nabi yang terdapat dalam Taurat dan Injil. Allah SWT berfirman dalam surat al-A’ra>f ayat 157:





























































































14
(31)

22













































157. (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.15

Al-Hafizh ibn Kathir mengatakan, “ ini adalah sifat Rasulullah SAW

yang terdapat dalm kitab-kitab (Samawi) terdahulu”.

3. Termasuk kewajiban yang paling penting dalam Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk amal yang paling wajib, paling utama dan paling baik”.

4. Sebagai sebab keutuhan, keselamatan dan kebaikan bagi masyarakat.

Satu masyarakat akan menjadi baik apabila ditegakkan amar ma‟ruf nahi

munkar di dalamnya. Sedangkan satu masyarakat akan binasa dan rusak apabila tidak ditegakkan amar ma‟ruf nahi munkar di dalamnya.

5. Menghidupkan hati.

Di antara keutamaan amar ma‟ruf nahi munkar ialah menghidupkan hati,

karena hati yang mengetahui perbuatan yang ma‟ruf lalu ia mengerjakannya

dan mengetahui kemungkaran lalu ia mengingkarinya, maka hatinya akan

15

(32)

hidup. Berbeda dengan orang yang hatinya tidak mengetahui perbuatan yang ma‟ruf dan munkar, maka ia akan binasa.

6. Sebagai sebab datangnya pertolongan, kemuliaan dan diberikannya kedudukan

(kekuasaan) di bumi.

7. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk shadaqah.

8. Menolak marabahaya.

9. Orang yang mencegah dari perbuatan munkar akan diselamatkan oleh Allah

SWT.

10. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk sifat-sifat orang mukmin yang shalih.

11. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah ciri generasi terbaik.

12. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah jihad yang paling utama.

13. Sebagai terapi dari semua problematika yang ada di setiap zaman dan

setiap negeri.

14. Amar ma‟ruf nahi munkar merupkan di antara sebab dihapuskannya dosa.

15. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah perkataan yang paling baik dan seutama

-utama amal.16

C. Dalil Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah

kepada umat Islam sesuai dengan kemampuannya.17 Dalil wajibnya amar ma‟ruf

nahi munkar terdapat di dalam al-Qur‟an, Sunnah serta ijma‟ ulama.

16

Jawas, Amar Ma’ruf, 45-70.

17

(33)

24

1. Dalil dari al-Qur’an:

Allah SWT berfirman dalam surat A<li ‘Imro>n ayat 104:











































104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.18

Umar ibn al-Khattab membaca ayat ini, kemudian berkata,”Wahai sekalian

manusia, barangsiapa yang ingin termasuk umat tersebut hendaklah menunaikan syarat Allah padanya. Syarat tersebut ialah amar ma‟ruf nahi

munkar.19

2. Dalil al-Sunnah

Rasulullah SAW bersabda:

ْنَم

،ِِبْلَقِبَف ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ،ِِناَسِلِبَف ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ،ِِدَيِب ُْرِ يَغُ يْلَ ف اًرَكُْم ْمُكِْم ىَأَر

َكِلَذَو

ِناَميِْْا ُفَعْضَأ

Artinya:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengn hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

18

Al-Qur‟an dan terjemahannya, 3(A>li ‘Imro>n):104. 19

(34)

3. Dalil dari ijma’ulama

Sedangkan ijma‟ ulama dijelaskan sebagai berikut:

a) Menurut Ibnu Hazm azh-Zhahiri bahwasannya seluruh umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar, tidak ada

perselisihan di antara mereka sedikit pun.

b) Abu Bakar al-Jashshah berpendapat bahwa Allah telah menegaskan kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar melalui beberapa ayat di dalam al

-Qur‟an lalu di dalam sabda Nabi SAW dalam hadis mutawatir. Dan para

ulama terdahulu telah bersepakat atas wajibnya.

c) Menurut Imam al-Nawawi bahwasannya telah banyak dalil-dalil al-Qur‟an

dan al-Sunnah serta ijma‟ yang menunjukkan wajibnya amar ma‟ruf nahi

munkar.

d) Menurut Imam al-Syaukani, amar ma‟ruf nahi munkar termasuk kewajiban pokok serta rukun terbesar dalam syari‟at Islam, yang dengannya sempurna

aturan Islam dan tegak kejayaannya.

Tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar, terdapat perbedaan pendapat

di antara ulama. Sebagian dari mereka mengatakan wajib „ain dan sebagian yang

lainnya mengatakan wajib kifayah.20

20

(35)

26

D. Syarat-syarat Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf nahi munkar terdiri dari empat syarat yang harus dimiliki:

Pertama, pelaku amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasib); kedua, yang ditujukan kepadanya amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasab ‘alaihi); ketiga, perbuatan

yang menjadi objek amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasab fihi); keempat,

hakikat amar ma‟ruf nahi munkar itu sendiri (al-ihtisab).

1. Al-Muhtasib (pelaku amar ma’ruf nahi munkar)

Syarat wajib yang ada pada pelaku amar ma‟ruf nahi munkar ialah

sebagai berikut:

a) Beriman

Pelaksana amar ma‟ruf nahi munkar haruslah seorang mukmin,

mengingat bahwa hal ini termasuk pembelaan terhadap agama.21 Dan ini

merupakan syarat yang paling penting bahkan sebagai asas dan pondasinya, karena amar ma‟ruf nahi munkar adalah bagian dari wilayah kekuasaan

(otoritas) syari‟at Islam, tidak dibenarkan orang kafir berkuasa atas seorang

Muslim.22

b) Mukallaf (baligh/sudah dewasa)

Disyari‟atkannya mukallaf, karena secara umum bahwa hukum-hukum

syar‟i diwajibkan atas mukallaf. Ini berkaitan dengan kewajiban, artinya

21

Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Menghindari Turunnya Azab Atas Umat, terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 2014), 37.

22

(36)

seorang yang bukan mukallaf tidak diwajibkan melaksanakan amar ma‟ruf

nahi munkar.23

c) Adanya kemampuan

Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus memiliki kemampuan ketika melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, dan manusia hanyalah diberikan

beban dan kewajiban sesuai dengan kemampuannya. Keadaan orang yang mencegah kemungkaran disyari‟atkan harus benar-benar mumpuni. Orang

yang keadaannya lemah maka tidak kewajiban baginya kecuali mengingkari

dengan hati.24

2. Al-Muhtasab fihi (perbuatan yang menjadi objek amar ma’ruf nahi munkar)

Setiap kemungkaran yang ada saat sekarang, tampak bagi yang hendak

ber-amar ma‟ruf nahi munkar, tanpa harus mematai-matai dan dikenal secara

meluas sebagai kemungkaran, tanpa memerlukan ijtihad. Ada empat syarat

dalam hal ini:

a) Kejelasan tentang suatu perbuatan yang termasuk kemungkaran.

b) Berlangsungnya perbuatan kemungkaran pada saat sekarang.

c) Kemungkaran yang terang-terangan dan yang tersembunyi.

d) Adanya kesepakatan para ulama tentang mungkarnya suatu perbuatan.25

23

Al-Ghazali, Rahasia Amar,36.

24

Al-Ghazali, Rahasia Amar, 71.

25

(37)

28

3. Al-Muhtasab ‘alaihi (pelaku yang ditujukan kepadanya Amar Ma’ruf Nahi

Munkar)

Syarat untuk diajukannya amar ma‟ruf nahi munkar ialah adanya

seseorang yang memenuhi suatu sifat tertentu, sehingga menjadikan setiap

perbuatan terlarang yang dilakukannya, termasuk dalam kategori

kemungkaran. Tidak diisyaratkan ia seorang mukallaf, mengingat bahwa

seperti yang telah dijelaskan sebelum ini seandainya seorang anak kecil (yang

belum baligh) minum khamr, wajib atas yang mengetahui hal itu untuk

melarangnya. Tidak diisyaratkan pula ia seorang yang berakal waras, dan

karena itu, seandainya seorang gila berzina dengan seorang perempuan gila

juga, wajiblah mencegahnya dari perbuatan tersebut.26

4. Al-Ihtisab (bentuk amar ma’ruf nahi munkar)

Tingkatan-tingkatan amar ma‟ruf nahi munkar terdiri dari lima hal, yakni:

a) Tingkatan pertama: mengetahui kemungkaran

Yaitu mencurahkan segenap kemampuan untuk mengetahui terjadinya

kemungkaran tanpa memata-matai kecuali apabila ia dilarang mengetahui

terjadinya kemungkaran di tempat tertentu, maka hendaklah ia berhati-hati

dan memeriksanya sebagai usaha untuk memastikan.27

b) Tingkatan kedua: mengingkari kemungkaran dengan tangan dan

syarat-syaratnya

Ini adalah tingkatan paling tinggi, ia menjadi pedang yang tajam dalam

mencegah kemungkaran dan menghilangkan bahayanya. Tidak ada yang

26

Al-Ghazali, Rahasia Amar,114.

27

(38)

mampu melakukan tingkatan ini kecuali orang-orang kuat dan berkemauan

keras. Dan tingkatan ini dilakukan kepala rumah tangga dalam rumah

tangganya dan pemimpin terhadap rakyatnya.28

c) Tingkatan ketiga: mengingkari kemungkaran dengan lisan dan

tahapan-tahapannya

Tingkatan ini dilakukan apabila mengubah kemungkinan dengan tangan

tidak sanggup dilakukan karena tidak adanya kekuasaan atau karena

khawatir menimbulkan mafsadat yang lebih besar. Mengubah kemungkaran

dengan lisan mempunyai empat tahapan:

1) Memberikan pengertian dan pelajaran dengan lemah lembut.

2) Melarang dengan cara memberikan pelajaran dan nasihat serta

menakut-nakutinya dengan azab Allah SWT.

3) Tegas dalam memberikan nasihat.

4) Mengancam dan menakut-nakuti.29

d) Tingkatan keempat: mengingkari kemungkaran dengan hati

Apabila seorang mukmin tidak mampu mengingkari kemungkaran

dengan tangan dan lisannya, maka ia mengingkarinya dengan hati dan

membenci segala perbuatan mungkar dengan hatinya, marah kepadanya dan

marah kepada pelakunya. Kewajiban mengingkari kemungkaran dengan hati

ini tidak pernah gugur dari diri setiap muslim.30

28

Jawas, Amar Ma’ruf, 180.

29

Ibid., 186-193.

30

(39)

30

e) Tingkatan kelima: mengingkari kemungkaran dengan menggunakan pedang

(senjata)

Tingkatan ini merupakan akhir dari tingkatan amar ma‟ruf nahi munkar.

Tidak boleh bersandar padanya kecuali setelah mencurahkan segala

kemampuan dan kesanggupan dengan tingkatan-tingkatan terdahulu dalam

mengubah kemungkaran. Jika tingkatan-tingkatan sebelumnya tidak lagi

bermanfaat, maka tingkatan ini dijadikan acuan arena kondisi terpaksa.31

E. Syarat-syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar

1. Syari’at adalah pokok dalam menetapkan amar ma’ruf nahi munkar

Sesungguhnya yang menjadi tolak ukur dalam menentukan sesuatu dapat dikatakan ma‟ruf atau munkar adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW

dan apa yang menjadi kesepakatan Salafus Shalih dan bukan yang dianggap

baik oleh manusia dari perkara-perkara yang menyelisihi syari‟at.32

2. Memiliki ilmu dan bashirah tentang hakikat amar ma’ruf nahi munkar

Perbuatan amar ma‟ruf nahi munkar tidak dapat dikatakan baik apabila

tidak didasari dengan ilmu dan pemahaman yang benar, sebagaimana yang

dikatakan Umar bin Abdul Aziz bahwa orang yang beribadah kepada Allah

tanpa ilmu, maka kerusakannya lebih besar daripada maslahatnya. Ilmu adalah

imamnya amal dan amal mengikuti ilmu. Ini sangat jelas, karena niat dan

perbuatan tanpa ilmu adalah kebodohan, kesesatan, mengikuti hawa nafsu dan

inilah perbedaan antara orang-orang Jahiliyah dan kaum Muslim. Dengan

31

Jawas, Amar Ma’ruf, 201.

32

(40)

demikian, wajib mengetahui perbuatan ma‟ruf dan perbuatan munkar serta

mampu membedakan keduanya sebagaimana diharuskan pula mengetahui

keadaan orang yang disuruh dan orang yang dilarang.33

3. Mendahulukan yang paling penting sebelum yang penting

Sesungguhnya memulai dengan perkara yang paling penting kemudian

yang penting merupakan kaidah yang harus ada dalam melaksanakan

kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu hendaklah pelaku amar ma‟ruf nahi

munkar memulai dengan memperbaiki ushul (pokok-pokok) akidah. Maka

pertama kali ia menyuruh untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah

SWT semata dan melarang dari perbuatan syirik, bi‟ah dan khurafat, kemudian

ia menyuruh untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, kemudian

menyuruh untuk melakukan kewajiban lainnya dan meninggalkan perbuatan

haram, kemudian menyuruh untuk melaksanakan sunnah-sunnah dan

meninggalkan perkara-perkara yang dimakruhkan.34

4. Memikirkan dan menimbang antara maslahat dan mafsadat

Di antara hal yang sangat perlu diperhatikan dalam melakukan amar ma‟ruf nahi munkar ialah melihat dan menimbang antara maslahat (kebaikan)

dan mafsadat (kerusakan) karena syari‟at ditegakkan untuk mendapatkan

kemaslahatan dan menghilangkan mafsadat. Kaidah ini dapat diperinci sebagai

berikut:

a) Pertama, jika kemaslahatan lebih besar daripada mafsadatnya maka disyari‟atkan melakukan amar ma‟ruf nahi munkar.

33

Jawas, Amar Ma’ruf, 208.

34

(41)

32

b) Kedua, jika mafsadat lebih besar dariada maslahatnya maka diharamkan melakukan amar ma‟ruf nahi munkar.

c) Ketiga, jika mafsadat dan maslahat tampak seimbang, maka amar ma‟ruf nahi munkar tidak disyari‟atkan.

d) Keempat, jika menimbulkan mafsadat yang lebih banyak ketika pelaksanaan

amar ma‟ruf nahi munkar.35

5. Tathabbut (mencari kepastian dan kebenaran) dalam setiap perkara dan

tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.

Ini merupakan sifat yang harus dimiliki orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Allah SWT telah memerintahkan kaum mukmin agar

ber-tabayyun (mencari kejelasan) dan bersikap hati-hati sebelum melakukan

pengingkaran. Menghukumi sesuatu sebagai kemungkaran dengan tathabbut

(meneliti kebenarannya) dan tidak menghukuminya dengan dugaan semata

adalah manhaj yang lurus yang sudah seharusnya diperhatikan oleh pelaku amar ma‟ruf nahi munkar sehingga ia selamat dalam agama dan dirinya serta

hubungannya dengan orang lain.36

35

Jawas, Amar Ma’ruf, 214-223.

36

(42)

33

BAB III

BIOGRAFI MUFASIR DAN PENAFSIRAN SURAT A<LI

‘IMRA<N AYAT 104, 110 DAN 114

A. Biografi Mufasir

1. Biografi Bisri Mustofa

a) Biografi dan riwayat pendidikan

Nama Bisri Mustofa tidak bisa dilupakan oleh generasi enam

puluhan. Bisri Mustofa, orang mengenalnya dengan sebutan Mbah Bisri

Rembang, bukan Mbah Bisri Syansuri Jombang atau pendiri NU.

Serpihan-serpihan cerita yang masih lekat mengatakan bahwa Bisri

Mustofa terkenal sebagai singa podium. Pada pemilu tahun 1977,

kedahsyatan orasinya dapat menguras air mata massa dan sekejap

kemudian membuka mulut mereka untuk terpingkal-pingkal bersama di

depan panggung tempat ia menyampaikan pidato kampanye.1

Bisri Mustofa lahir pada tahun 1915 M di Kampung Sawahan Gg.

Palen Rembang, Jawa Tengah. Ia adalah anak dari pasangan H. Zainal

Mustofa dan Chodijah. Mashadi adalah nama asli Bisri Mustofa yang

kemudian diganti menjadi Bisri setelah menunaikan haji. Bisri Mustofa

1

Maslukhin, “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Musthofa”,

(43)

34

adalah anak pertama dari empat bersaudara.2 Sejak kecil ia sudah

menunjukkan kecerdasan yang luar biasa dan dari orang tuanya, ia

memperoleh dasar-dasar pendidikan agama Islam.3

Pada tahun 1923 M, Bisri Mustofa diajak oleh ayahnya untuk

menunaikan ibadah haji bersama keluarga. Dalam ibadah haji tersebut,

ayahnya sakit keras dan akhirnya meninggal di Jeddah dalam usia 63

tahun. Peristiwa ini membuat kehidupan Bisri Mustofa berbeda jauh dari

sebelumnya. Setelah ayahnya wafat, Zuhdi, kakak Bisri Mustofa menjadi

kepala keluarga. Dan oleh Zuhdi, Bisri Mustofa didaftarkan di sekolah HIS

( Hollands Inlands School ) di Rembang. Tetapi oleh KH. Cholil, Bisri

dipaksa keluar dari sekolah tersebut dengan alasan sekolah tersebut adalah

sekolah milik Belanda.4 KH. Cholil khawatir jika Bisri nantinya akan

memiliki watak seperti penjajah Belanda. Akhirnya Bisri dipindahkan ke

sekolah Angka Loro dan menyelesaikan sekolahnya di sini selama 3 tahun

hingga mendapatkan sertifikat.5

Setelah lulus dari Angka Loro pada tahun 1926 M, Bisri Mustofa

dipindahkan ke pesentren yang diasuh oleh KH. Cholil di Kasingan. Minat

belajar Bisri Mustofa saat itu tergolong rendah. Bahkan Bisri Mustofa

dikenal sebagai sosok yang malas belajar dan mengaji di pesantren. Ia

lebih menyukai bekerja untuk mencari uang daripada belajar. Setelah tidak

2

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), 8.

3

Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer

(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), 168.

4

Huda, Mutiara Pesantren, 11.

5

(44)

mondok beberapa bulan, Bisri diperintahkan untuk kembali lagi ke

Kasingan untuk belajar mengaji dan mondok. Bisri kemudian dididik oleh ipar KH. Cholil yang bernama Suja‟i. Oleh Suja‟i, Bisri tidak diajarkan

bermacam-macam kitab, tetapi hanya diajari kitab Alfiyah Ibnu Malik.

Setelah dua tahun mempelajari Alfiyah, akhirnya Bisri Mustofa bisa

menguasai dengan baik kitab tersebut. Sehingga teman-temannya selalu

menjadikannya rujukan jika menemukan kesulitan dalam pelajaran. Satu

tahun kemudian Bisri mulai ikut menkaji kitab Fathul Mu’in. setelah itu ia

mulai mempelajari kitab-kitab lainnya, seperti Fathul Wahhab, Iqna’, Jam’ul Jawami’, ‘Uqudal Juman dan lain-lain. Sampai pada akhirnya ia

mau menekuni ilmu-ilmu agama di pesantren KH. Cholil yang akan

menjadi bekal paling penting dalam hidupnya.6 Ia juga pernah belajar di

Makkah untuk memperdalam ilmunya dan diajar oleh beberapa guru, di

antaranya: KH. Bakir, Syaikh Umar Chamdan, Syaikh Maliki, Sayyid

Amin, Syaikh Hasan, Sayyid Alawie dan KH. Abdul Muhaimin.

KH. Cholil dibuat terkesan atas prestasi belajar Bisri Mustofa,

sehingga KH. Cholil menjadikan Bisri Mustofa sebagai menantunya. Pada tahun 1935 M/1354 H Bisri Mustofa menikah dengan Ma‟rufah putri KH.

Cholil dan dikaruniai delapan orang anak, yaitu Cholil, Mustofa, Adieb,

Faridah, Najichah, Labib, Nihayah dan Atikah.7 Pada tahun 1967, tanpa

sepengetahuan keluarganya, Bisri Mustofa menikah lagi dengan Umi

6

Fejrian Yazdajird Iwanebel, “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah

Analitis Tafsir al-Ibriz)”, Rasail Vol. 1 No. 1 (tb: 2014), 25.

7

(45)

36

Atiyah seorang perempuan asal Tegal, Jawa Tengah dan dikaruniai

seorang anak laki-laki bernama Maemun.8

Seminggu sebelum masa kampanye Pemilu tahun 1977, Bisri

Mustofa wafat, tepatnya pada hari Rabu, 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397

H), Bisri meninggal dunia di RS. Dr. Karyadi Semarang akibat serangan

jantung, tekanan darah tinggi dan gangguan pada paru-paru.9

b) Kondisi Lingkungan Sosial

Ketika Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia, perkembangan

Islam mengalami tantangan dan halangan. Kontak orang Islam Jawa

dengan negara Islam lainnya menjadi terbatas. Politik adu domba

menyebabkan bangsa Indonesia menjadi terpecah-pecah. Setelah Belanda

berhasil mencengkeram kekuasaan politiknya secara kuat di Jawa, maka

Belanda kemudian melancarkan kebijakan politiknya untuk membatasi

dan mengawasi gerak dan kiprah secara ketat para pemimpin Islam yang

dikhawatirkan akan membahayakan kekuasaan Belanda.10

Kebijakan ini menyebabkan pertumbuhan kelompok-kelompok

masyarakat yang betul-betul menghayati agama Islam dan melaksanakan

ajaran-ajaran Islam menjadi terlambat. Aktivitas dakwah dan pusat studi

Islam menjadi berpindah ke desa-desa dan daerah pedalaman. Dari sini

8

Huda, Mutiara Pesantren, 22.

9

Ibid., 57.

10

(46)

muncul pesantren-pesantren yang dijadikan basis dakwah dan

perjuangan.11

Pada tahun 1912 berdiri banyak pergerakan yang merupakan wadah

dan alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia,

seperti Sarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama serta Partai

Nasional Indonesia yang berdiri pada tahun 1927.

Kemudian Jepang mengumumkan perang melawan sekutu pada

tahun 1941. Dan pada saat itu pula lahirlah anak pertama Bisri Mustofa

yang diberi nama Cholil. Akhirnya, pada tahun 1942 pasukan Belanda

menyerah dan takluk pada Dai Nippon (tentara Jepang). Dunia pesantren

gempar dan pesantren-pesantren menjadi lengang, sebab para santri pulang

ke kampung halaman masing-masing, mereka takut diminta menjadi milisi

sukarela memperkuat barisan Belanda untuk menghadapi Jepang. Situasi

yang mencekam itu menyebabkan Bisri Mustofa dan keluarganya

meninggalkan kota Rembang dan mengungsi ke Sedan sebelum Jepang

mendarat.12

Pada tahun 1943, Jepang mengadakan latihan alim ulama di Jakarta

selama satu bulan. Angkatan pertama diwakili oleh KH. A. Jalil Kudus.

Angkatan kedua diwakili oleh Bisri Mustofa. Sebagai alumi pelatihan

tersebut, Bisri Musofa ditugaskan sebagai ketua MASYUMI (Majelis

Syuro Muslimin Indonesia), organisasi Islam di Indonesia yang didirikan

11

Ibid., 3.

12

(47)

38

oleh Jepang dan menjadi penyambung lidah antara pemerintah Jepang dan

umat Islam.13

Setelah Indonesia merdeka, tentara sekutu ingin merebut kembali

bangsa Indonesia dari tangan Jepang. Belanda menduduki Semarang,

Inggris mendarat di Surabaya. Pada saat pergolakan itu terjadi, pemerintah

Indonesia menghimpun semua kekuatan pemuda Indonesia untuk

bergabung dalam BKR (Barisan Kemerdekaan Rakyat). Di tengah situasi

pergolakan tersebut, Bisri Mustofa meminta keluar dari jabatan sebagai

pegawai Kantor Urusan Agama (Shumuka) dan lebih memilih berjuang

bersama tentara Hizbullah bersama pemuda Indonesia lainnya.14

Demikianlah kondisi lingkungan di sekitar Bisri Mustofa. Terjadi

ekspansi yang dilakukan oleh Belanda sebagai antek sekutu. Setelah

Belanda ditaklukkan, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang. Meskipun

beberapa kali diangkat sebagai pegawai pemerintah oleh Jepang, tapi pada

akhirnya Bisri Mustofa lebih memilih untuk berjuang melawan penjajah

bersama tentara Hizbullah.

c) Karya-karya Bisri Mustofa

Bisri Mustofa adalah sosok yang produktif dalam menghasilkan

karya. Setiap hari ia berada di mejanya untuk meluangkan waktu menulis.

Jumlah karya yang dihasilkan oleh Bisri Mustofa ada sekitar 176 buah. Salah satunya, Tafsi>r al-Ibri>z adalah karya paling monumental hingga saat

13

Ibid., 28.

14

(48)

ini.15 Karya tafsir ini terbit pada tahun 1960 dengan karakteristik

menggunakan bahasa Jawa khas pesantren, terjemahan menggantung di

bawah ayat16 dan menggunakan aksara Jawi (Arab Pegon) sebagai media

penulisan.17 Selain itu, ada beberapa karya lainnya, di antaranya sebagai

berikut:

1) Al-Ikthir / ilmu tafsir

2) Terjemahan kitab Bulughu al-Maram

3) Terjemahan hadist Arba’in al-Nawawi

4) Buku Islam dan Shalat

5) Buku Islam dan Tauhid

6) Akidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah

7) Al-Baiquniyah / ilmu hadis

8) Terjemahan Syarah Alfiyah Ibnu Malik

9) Terjemahan Syarah al-Jurumiyah

10) Terjemahan Syarah Imriti

11) Terjemahan Sullamu al-Mu’awanah

12) Safinah al-Shalat

13) Terjemahan kitab Faraidu al-Bahiyah

14) Muniyatul al-Zaman

15) Athoifu al-Irsyad

16) Al-Nabras

15

Ghofur, Mozaik Mufasir, 171.

16

M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 69.

17

(49)

40

17) Manasik Haji

18) Kasykul

19) Al-Risalah al-Hasanah

20) Al-Washaya li al-Aba wa al-Abna’

21) Islam dan Keluarga Berencana

22) Khutbah Jum‟at

23) Al-Ta’liqat al-Mufidah li al-Qasidah al-Munfarijah

24) Al-Mujahadah wa al-Riyadhah

25) Risalah al-Ijtihad wa al-Taqlid

26) Al-Khabibah

27) Al-Qawa’idu al-Fiqhiyah

28) Al-‘Aqidah al-Awam

29) Syair-syair Rajabiyah

30) Cara-caranipun Ziyarah lan Sinten Kemawon Walisongo Puniko18

2. Biografi Muhammad Abduh

a) Biografi dan riwayat pendidikan

Dalam sejarah pembaharuan Islam, salah seorang pembaharu

penting yang pengaruhnya menyebar hampir ke seluruh dunia Islam ialah

Muhammad Abduh. Ide-ide pembaharuannya sampai kini masih tetap

18

(50)

merupakan hal yang menarik untuk dikaji karena masih sesuai dengan

tuntutan zaman.19

Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abduh ibn Hasan

Khairullah, seorang tokoh reformis Islam, pengarang dan editor, seorang

hakim dan profesor di al-Azhar. Ia lahir dan tumbuh dalam keluarga petani

berketurunan Kurdish dan Turki.20 Tempat kelahiran Muhammad Abduh

tidak diketahui secara pasti begitu juga dengan tahun kelahirannya. Tahun

1849 M / 1266 H adalah tahun yang paling bisa diterima sebagai tahun

kelahiran Muhammad Abduh. Bahkan Abduh sendiri memberikan tanggal

tersebut dalam tulisannya, meskipun ia juga pernah menyebutkan setahun

lebih awal. Ketika masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha, ayah

Muhammad Abduh meninggalkan desanya untuk melarikan diri karena

adanya penindasan oleh pemerintah setempat. Ia datang ke provinsi

Gharbiyah dan selama di sana ia membangun rumah dan menikah dengan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis tersebut diharapkan menjadi argumen bahwa bagian dari makna fungsional pemikiran dakwah menurut Muhammad Abduh adalah perubahan ke arah

terkait dengan penafsiran tentang amar ma’ru&gt;f dan nahi&gt; munkar dalam. perspektif kedua tokoh yang

Amśal terbagi tiga macam; amśal musarrahah , amśal kaminah dan amśal mursalah. 1) Amśal musarrahah , ialah yang di dalamnya di jelaskan dengan lafadz maśal atau

Makrum, Teologi Rasional: Telaah atas Pemikiran Kalam Syeh Muhammad Abduh , JurnalStudi Keislaman Ulumuna, Vol.. 5 kemajuan dan ilmu pengetahuan. 7 Untuk dapat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tahlili muqaran (komparatif), maksudnya adalah mengemukakan atau memaparkan penafsiran tahlili dari Muhammad Abduh terhadap