IMPLEMENTASI AMAR
MA’R
U<F NAHI< MUNKAR
PERSPEKTIF MUHAMMAD ABDUH DAN BISRI MUSTOFA
(Tinjauan Komparatif dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Tafsi>r al-Ibri>z)
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
NAYLA RIZEKIYAH NIM: E03213068
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Nayla Rizekiyah, “Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa (Tinjauan Komparatif dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Tafsi>r al-Ibri>z)”.
Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan penafsiran amar ma’ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa guna mencari titik persamaan dan perbedaan.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bersifat kepustakaan (library researching) dan metode komparatif yaitu membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripin redaksi yang beragam dalam satu kasus yang sama atau yang diduga sama, membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi yang pada lainnya antara keduanya bertentangan, juga membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Dari penelitian ini, dapat ditemukan hasil rumusan masalah sebagai berikut: Muhammad Abduh berpendapat bahwa: pertama,kewajiban amar ma’ruf nahi munkar adalah hanya untuk sebagian orang yang memiliki kemampuan khusus. Kedua, sebaik-baik umat yang diciptakan Allah SWT adalah mereka yang mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman pada Allah SWT. Sedangkan Bisri Mustofa berpendapat bahwa: pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar adalah untuk semua orang, karena dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar, dapat mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kedua, yang dimaksud dengan sebaik-baik umat adalah bagi mereka yang beriman pada Allah SWT.
Menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa, yang dimaksud dengan al-khair adalah agama Islam. Sebab Islam adalah agama Allah yang dipenuhi dengan petunjuk dan cahaya.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Kegunaan Penelitian ... 9
F. Telaah Pustaka ... 9
G. Metode Penelitian ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II: AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN BIOGRAFI MUFASIR A. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 18
B. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 21
D. Syarat-syarat Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 26
E. Syarat-syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar ... 30
BAB III: BIOGRAFI MUFASIR DAN PENAFSIRAN SURAT A<LI ‘IMRO<N AYAT 104, 110 DAN 114 A. Biografi Mufasir 1. Biografi Bisri Mustofa a) Biografi dan riwayat pendidikan ... 33
b) Kondisi lingkungan dan sosial ... 36
c) Karya-karya Bisri Mustofa ... 38
2. Biografi Muhammad Abduh a) Biografi dan riwayat pendidikan ... 40
b) Kondisi lingkungan dan sosial ... 44
c) Karya-karya Muhammad Abduh ... 47
B. Penafsiran Surat A<li ‘Imro>n Ayat 104 Perspektif Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh 1. Ayat dan terjemah ... 50
2. Mufradat ayat ... 50
3. Munasabah ... 51
4. Penafsiran ayat 104 menurut Bisri Mustofa... 52
5. Penafsiran ayat 104 menurut Muhammad Abduh ... 52
C. Penafsiran Surat A<li ‘Imro>n Ayat 110 Perspektif Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh 1. Ayat dan terjemah ... 66
2. Mufradat ayat ... 66
3. Munasabah ... 67
4. Penafsiran ayat 110 menurut Bisri Mustofa... 67
5. Penafsiran ayat 110 menurut Muhammad Abduh ... 68
2. Mufradat ayat ... 77
3. Munasabah ... 77
4. Penafsiran ayat 114 menurut Bisri Mustofa... 77
5. Penafsiran ayat 114 menurut Muhammad Abduh ... 78
BAB IV: IMPLEMENTASI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF BISRI MUSTOFA DAN MUHAMMAD ABDUH A. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Bisri Mustofa ... 81
B. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh ... 85
BAB V: PENUTUP A.Simpulan ... 88
B.Saran ... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian karena diridhai
Allah, karena ajarannya yang penuh dengan kemas}lahatan umat. Agama Islam
juga tak memberatkan bagi pemeluknya. Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan rahmatan lil ‘a>lami>ni. Meskipun diturunkan pertama kali di bumi Arab, namun seluruh umat di bumi ini berhak merasakan
rahmat ad-di>n al-isla>m. Bagi orang yang memahami Islam, juga dituntut untuk
mendakwahkannya kepada orang lain baik itu muslim maupun non muslim.
Salah satunya yaitu dengan memberikan perhatian terhadap penegakan amar ma‟ruf nahi munkar. Kewajiban ini melekat bagi setiap insan yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Karena sesungguhnya di antara amalan yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah adalah saling menasehati, mengajak kepada
kebaikan, menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan tuntunan yang diturunkan Allah
dalam kitab-kitab-Nya disampaikan oleh rasul-rasul-Nya dan merupakan bagian
dari syariat Islam. Risalah Allah ada yang berupa berita (akhbar) dan ada juga
2
seperti tauhidullah dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan buruk.
Adapun insya’ adalah perintah (amr), larangan (nahi) dan pembolehan (ibadah).1
Islam memerintah untuk berdakwah dan selalu mengajak serta
membawa manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf yaitu patut,
pantas dan sopan, dan mencegah perbuatan munkar yang dibenci dan tidak
diterima oleh manusia. Terdapat dua kata penting yaitu menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Perbuatan ma’ruf dapat dipahami oleh
manusia dan patut dikerjakan oleh akal sehat. Sedangkan yang munkar ialah yang
dibenci dan ditolak masyarakat, karena tidak patut, tidak selayaknya hal demikian
dikerjakan oleh manusia yang berakal. Oleh sebab itu wajiblah ada dalam
golongan kaum muslimin yang bekerja keras menggerakkan orang pada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.2
Menyeru pada yang ma’ruf yakni melakukan nilai-nilai luhur serta adat
istiadat yang diakui baik oleh masyarakat. Selama hal itu tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Ilahiyah dan mencegah dari yang munkar ialah yang dinilai
buruk dan lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat.3
Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui orang-orang yang selalu
menyerukan kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran, bahkan diri sendiri
pun disadari atau tidak selalu menyeru kebaikan dan melarang melakukan
kejahatan. Amar ma‟ruf nahi munkar tidak hanya menyangkut hal-hal yang
1Ibnu Taimiyyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, terj. Abu Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press,1990),15.
2
Hamka, Tafsir al-Azhar Juz IV (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 37. 3
berkaitan dengan pokok-pokok agama saja atau ideologi semata, tetapi juga bisa
saja berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya dan hukum.4
Melihat pesatnya arus globalisasi di akhir zaman menyebabkan
berkurangnya amar ma‟ruf nahi munkar dalam masyarakat di antaranya adalah;
pertama, banyak di antara masyarakat yang berselisih memperebutkan kedudukan
dan kekayaan. Sehingga menyebabkan perpecahan, di kalangan umat manusia
bahkan terhadap saudara sendiri. Perpecahan dan perselisihan kian membara dan
menjalar dikalangan masyarakat. Kedua, mereka menyeru untuk berbuat baik dan
melarang yang munkar, karena takut akan dimurkai orang. Ini disebabkan
masyarakat berat melepaskan kebiasaannya, yaitu takut jika orang itu akan
marah.5
Sesungguhnya amar ma‟ruf nahi munkar adalah poros yang paling
agung dalam agama. Ia merupakan satu tugas penting yang karenanya Allah
mengutus para nabi seluruhnya. Andaikata tugas ini ditiadakan, maka akan
muncul kerusakan dan dunia pun akan binasa.6
Penelitian yang benar menunjukkan bahwa nash-nash syari‟at bertujuan
untuk mewujudkan berbagai kemaslahatan bagi hamba-hamba Allah dan
mencegah berbagai kerusakan dari diri mereka. Berbagai maslahat yang hendak diwujudkan oleh syari‟at tersebut ialah lima perkara penting yang telah dikenal.
Kelima perkara tersebut tidak akan tegak dan tidak akan terwujud di tengah umat
4
Nurotul Badriyah, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Font PembelaIslam” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2013), 7.
5
Hamka, Tafsir al-Azhar, 64-65. 6
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wal
4
ini kecuali dengan amar ma‟ruf nahi munkar, karena di dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar syari‟at menjadi tegak dan berbagai maslahat itu dapat
terwujud dan terpelihara, dan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut mencegah segala
apa yang membuatnya bercerai-berai atau rusak.
Orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat syari‟at yang
dibawa oleh Rasulullah SAW mengira bahwa sudah cukup baginya hanya
beriman kepada Allah saja, mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan
sebagian ketaatan tanpa mau menyibukkan diri dengan menyuruh orang lain kepada perbuatan ma‟ruf atau melarangnya dari perbuatan munkar. Ini adalah
kesalahan yang nyata, karena amar ma‟ruf nahi munkar termasuk salah satu syari‟at-syari‟at Islam yang agung sebagaimana ia juga termasuk salah satu asas
dari tiang penyangga yang penting dalam mewujudkan dan memperoleh hidayah.
Hal ini didukung oleh pernyataan sebagian ulama salaf bahwa orang
yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu dan orang yang berbicara
dengan kebatilan adalah setan yang sedang berbicara. Maka seandainya orang
yang diam dari kebenaran mengetahui bahwa ia adalah orang yang dimurkai Allah
SWT niscaya ia akan berbicara dan menerangkan kebenaran tersebut. Dan
seandainya orang-orang yang selalu mencari keridhaan makhluk yang tidak
mengingkari kemungkaran, mereka itu mengetahui bahwa pelaku dosa besar lebih
baik keadaannya di sisi Allah daripada dirinya, niscaya ia akan bertaubat dan
melepaskan diri dari maksiat. Jadi, mengatakan kebenaran, memerintahkan yang ma‟ruf dan mencegah yang munkar adalah perbuatan yang diridhai Allah SWT.7
7
Allah SWT telah menjadikan perlindungan bagi akidah, benteng bagi
sifat keutamaan, kemuliaan bagi umat Islam dan kemenangan bagi kaum
mukminin bergantung pada pelaksanaan amar ma‟ruf nahi munkar yang
diwajibkan ini.8 Allah SWT berfirman dalam surat A<li ‘Imro>n ayat 104:
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.9
Segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar. Ketetapan bahwa
harus ada satu kekuasaan dan seruan kepada kebajikan, tapi juga ada perintah kepada yang ma‟ruf dan larangan dari yang munkar. Jika dakwah (seruan) itu
dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai iman maka perintah dan larangan itu
tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang yang mempunyai iman.
Begitulah pandangan Islam terhadap masalah amar ma‟ruf nahi munkar
bahwa harus ada kekuasaan untuk memerintah dan melarang, melaksanakan
seruan kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Perintah tentang adanya amar ma‟ruf nahi munkar tak luput dari
pandangan sejumlah mufasir, di antaranya adalah Muhammad Abduh dan Bisri
Mustofa. Muhammad Abduh salah seorang tokoh yang paling berpengaruh di
Mesir. Ia adalah tokoh revolusioner di Mesir khususnya di bidang pendidikan.
8
Jawas, Amar Ma’ruf, 17. 9
6
Salah satu karyanya yang fenomenal adalah Tafsi>r al-Mana>r. Penafsiran dari awal
hingga Surat al-Nisa ayat 126 diambil dari pemikiran Muhammad Abduh,
selanjutnya diambil dari pemikiran Rasyid Ridha (murid Abduh) dengan
mengikuti metode Abduh.10
Menurut Abduh, perintah kepada hal yang ma‟ruf dan mencegah dari
yang munkar adalah suatu hal yang akan menjaga dan menguatkan persatuan dan
kesatuan. Menurutnya, ada perbedaan pendapat antara para mufasir mengenai kata
minkum dalam ayat tersebut. Ada sebagian yang menafsirkan kata minkum sebagai makna “sebagian”. Sehingga, kewajiban amar ma‟ruf nahi munkarhanya
diperuntukkan untuk sebagian orang dan hukumnya fardhu kifayah. Dan yang lain
berpendapat bahwa kata minkum diartikan sebagai makna “umum”. Sehingga
kewajiban amar ma‟ruf nahi munkaradalah tanggung jawab semua orang.11
Selain itu, salah satu mufasir Indonesia, yaitu Bisri Mustofa juga tak
luput menafsirkan ayat-ayat amar ma‟ruf nahi munkar. Bisri Mustofa adalah salah
satu ulama paling berpengaruh di Indonesia. Karyanya yang paling fenomenal
adalah Tafsi>r al-Ibri>z dan banyak dijadikan sebagai bahan pembelajaran di
kalangan santri, khususnya di bidang tafsir.
Menurut Bisri Mustofa, kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar adalah
kewajiban setiap orang. Karena kata minkum dalam ayat tersebut diartikan sebagai “kalian semua”. Jadi hukum amar ma‟ruf nahi munkaradalah fardhu „ain.12
10
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), 125.
11
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Fikr, TT), 27. 12
Dari beberapa penafsiran yang telah disebutkan, penulis ingin menkaji
lebih dalam tentang amar ma‟ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan
Bisri Mustofa, yang menurut penulis tampak ada sedikit perbedaan antara
keduanya dalam menyajikan penafsiran.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari pemaparan di atas, diketahui bahwa masalah pokok dalam kajian
ini adalah penerapan dan pengatasan perbuatan yang ma‟ruf dan mencegah yang
munkar.
Adapun permasalahan yang teridentifikasi diantaranya:
1. Kewajiban ber-amar ma‟ruf nahi munkar.
2. Kaidah-kaidah amar ma‟ruf nahi munkar.
3. Konsep amar ma‟ruf nahi munkar menurut Muhammad Abduh dan Bisri
Mustofa.
4. Orang yang berhak melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar.
Di dalam al-Qur‟an terdapat 6 ayat yang membahas tentang amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu Surat A<li ‘Imro>n ayat 104, 110, 114, Surat al-A’ra>f
ayat 157 dan al-Taubah ayat 71 dan 112. Mengingat permasalahan yang
teridentifikasi serta untuk efisiensi waktu dan tenaga, maka dalam kajian ini akan
ada pembatasan masalah. Pembatasan masalah dilakukan agar kajian ini dapat
memenuhi target dengan hasil yang maksimal. Pembatasan masalah yang
dimaksud, yaitu akan difokuskan pada metode dan penerapan amar ma‟ruf nahi
8
Surat A<li ‘Imro>n ayat 104, 110 dan 114 menurut Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa.
C. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana persamaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam pandangan
Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh?
2. Bagaimana perbedaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam pandangan
Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, dapat disusun tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui persamaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam
pandangan Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh.
2. Untuk mengetahui perbedaan penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam
pandangan Bisri Mustofa dan Muhammad Abduh.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari
penelitian ini, yaitu:
1. Kegunaan teoritis
Dengan adanya kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan
khususnya dalam bidang tafsir. Penelitian ini juga diharapkan mudah-mudahan
dapat dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah
tersebut lebih lanjut.
2. Kegunaan praktis
Implementasi penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang
memberi solusi terhadap problematika yang terkait tentang masalah amar ma’ruf nahi munkar.
F. Telaah Pustaka
Telaah pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
keorisinilan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, setelah
dilakukan telaah pustaka, telah ditemukan beberapa karya yang membahas
masalah yang serupa dengan penelitian ini di antaranya:
1. Amar ma’ruf nahi munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Ana Maulida jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
tahun 2005. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang pandangan Sayyid
Quthb akan pentingnya amar ma’ruf nahi munkar sebagai perintah yang
10
2. Pemahaman ayat-ayat dan hadis mengenai amar ma’ruf nahi munkar menurut
Front Pembela Islam (FPI) karya Abd Malik fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga tahun 2007. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang dalil-dalil
yang dijadikan Front Pembela Islam (FPI) untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar.
3. Jihad politik dan implementasinya dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar (studi pemikiran Yusuf Qardhawi) karya Roni Sugiarto jurusan Jinayah
Siyasah UIN Sunan Kalijaga tahun 2008. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang pemikiran Yusuf Qardhawi mengenai pelaksanaan amar ma‟ruf nahi
munkar.
4. Karakteristik tafsir Front Pembela Islam (studi argumen tentang amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar) karya Mohammad Sulaiman Tashir
fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga tahun 2012. Dalam penelitiannya, ia
membahas tentang pemikiran dan karakteristik penafsiran FPI mengenai amar ma‟ruf nahi munkar.
5. Amar ma’ruf nahi munkar dalam perspektif Front Pembela Islam (FPI) karya
Nurotul Badriyah jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya tahun
2013. Dalam penelitiannya, ia membahas tentang konsep dan pengaplikasian amar ma’ruf nahi munkar menurut FPI yang merupakan gerakan yang
mencoba mencari legitimasi agama demi mewujudkan kepentingannya.
6. Penafsiran KH. Misbah Mustafa terhadap ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar
penelitiannya, ia membahas tentang penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar yang
merupakan hal penting demi tercapainya masyarakat yang harmonis baik
dikalangan ulama, pemimpin, rakyat dan juga antara yang kaya dan miskin tidak ada jarak yang membatasi.
7. Perbedaan penafsiran amar ma’ruf nahi munkar menurut M. Quraish Shihab
dan al-Zamakhsyari karya Mar‟atus Sholihah jurusan Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015. Dalam penelitiannya, ia
membahas tentang perbedaan dan persamaan konsep amar ma’ruf nahi munkar
menurut Quraish Shihab dan al-Zamakhsyari.
Dengan demikian, belum ada penelitian yang membahas tentang
penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar perspektif Muhammad Abduh dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Bisri Mustofa dalam Tafsi>r al-Ibri>z.
G. Metode Penelitian 1. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, sebuah
metode penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, perspektif ke dalam
dan interpretatif.
Inkuiri naturalistik adalah pertanyaan yang muncul dari diri penulis
terkait persoalan tentang permasalahan yang sedang diteliti. Perspektif ke
dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang
12
penerjemahan atau penafsiran yang dilakukan oleh penulis dalam mengartikan
maksud dari suatu kalimat, ayat atau pernyataan.
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah library research. Dalam penelitian
kepustakaan, pengumpulan data-datanya diolah melalui penggalian dan
penelusuran terhadap kitab-kitab, buku-buku dan catatan lainnya yang
memiliki hubungan dan dapat mendukung penelitian.
3. Metode penelitian
Adapun untuk memperoleh wacana tentang amar ma’ruf nahi munkar
dalam al-Qur‟an adalah menggunakan metode penelitian komparatif. Metode
ini memiliki objek yang sangat luas dan banyak.
Para ahli tafsir tidak berbeda pendapat mengenai metode ini. Dari
berbagai literatur dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan metode
komparatif ialah:
1) Membandingkan teks ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki kesamaan atau
kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama atau diduga
sama.
2) Membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadis Nabi yang pada awalnya,
keduanya saling bertentangan.
3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur‟an.13
13
Secara teoritik, penelitian komparatif bisa mengambil beberapa macam,
diantaranya:
1) Perbandingan antara tokoh. Contoh: disertasi yang ditulis oleh Muhammad Chirzin berjudul „Perbandingan Penafsiran Muhammad Abduh dan Sayyid
Quthb tentang Jihad dalam al-Qur’an’.
2) Perbandingan antara pemikiran madzhab tertentu dengan yang lain. Contoh: „Konsep Syafa’at dalam al-Qur’an menurut Sunni dan Syi’i: Studi atas
Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Mizan’.
3) Perbandingan antar waktu. Contoh: „DinamikaPemikiran Tafsir Indonesia: Studi Perbandingan antara Orde Lama dengan Orde Baru’.
4) Riset perbandingan satu kawasan tertentu dengan kawasan lainnya. Contoh: „Pemikiran Teologi dalam Tafsir: Studi Komparatif antara Produk Tafsir
Jawa dengan Sunda’.14
Sedangkan secara teknis ada dua cara yang bisa dilakukan dalam riset
perbandingan. Pertama, separated comparative method, yaitu model
perbandingan yang cenderung terpisah. Model teknis seperti ini terkesan hanya
menyandingkan dan bukan membandingkan, tidak ada analisis yang tajam,
sekedar deskriptif dan tidak teranyam dengan baik. Kedua, integrated
comparative method, yaitu sebuah cara membandingkan yang lebih bersifat
menyatu dan teranyam. Teknis ini akan mengesankan riset yang benar-benar
14
14
membandingkan, bukan menyandingkan. Uraian dan analisisnya tampak lebih
dialektik dan komunikatif.15
Secara metodologis, tujuan penelitian komparatif adalah sebagai
berikut:
1) Mencari aspek persamaan dan perbedaan.
2) Mencari kelebihan dan kekurangan masing-masing pemikiran tokoh.
3) Mencari sintesa kreatif dari hasil analisis pemikiran kedua tokoh tersebut.16
4. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi. Mencari data mengenai hal-hal atau
variable berupa catatan, buku, kitab dan lain sebagainya. Melalui metode
dokumentasi, diperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan
konsep-konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
5. Pengolahan data
a) Editing yaitu memeriksa kembali secara cermat data-data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevansi dan
keragamannya.
b) Pengorganisasian data yaitu menyusun dan mensistematikakan data-data
yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah.
15
Mustaqim, Metode Penelitian, 134. 16
6. Teknik analisa data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data memakai pendekatan metode
deskriptif-analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif-analitis memaparkan
data-data yang diperoleh dari kepustakaan.
Dengen metode ini akan dideskripsikan mengenai amar ma‟ruf nahi
munkar sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam dalam menyajikan amar ma‟ruf nahi munkar. Selanjutnya dianalisis dengan melibatkan penafsiran
beberapa mufasir.
7. Sumber data
Sumber data yang digunakan sebagai landasan pembahasan dalam
penelitian ini mengambil sumber-sumber yang sesuai dan ada hubungannya
dengan topik pembahasan serta dapat dipertanggung jawabkan. Adapun
sumber-sumbernya sebagai berikut:
a. Sumber primer
1) Tafsi>r al-Mana>r karya Muhammad Abduh.
2) Tafsi>r al-Ibri>z karya Bisri Mustofa.
b. Sumber sekunder
1) Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis atas Tafsir al-Manar karya M.
Quraish Shihab.
2) Islam and Modernism: A Study of The Modern Reform Movement Inaugurated
by Muhamamd Abduh karya Charles C. Adams.
3) Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa karya
16
4) Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar karya al-Ghazali.
5) Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya
Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
6) Qur’anic Society karya M. Ali Nurdin.
7) Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
8) Tafsir al-Azhar karya Hamka.
9) Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir karya Abdul Mustaqim.
10)Metodologi Penelitian al-Qur’an karya Nashruddin Baidan.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab yang
masing-masing menempatkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu
kesatuan yang berhubungan sehingga tidak dapat dipisahkan.
Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang
Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika
Pembahasan. Dalam bab pendahuluan ini tampak penggambaran isi skripsi secara
keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi
pedoman bab kedua, ketiga, keempat dan kelima.
Bab kedua berisi tinjauan umum amar ma‟ruf nahi munkar, yang terdiri
dari definisi amar ma‟ruf nahi munkar, keutamaan amar ma‟ruf nahi munkar, hukum amar ma‟ruf nahi munkar, rukun-rukun amar ma‟ruf nahi munkar, dan
Muhammad Abduh dan Bisri Mustofa meliputi, riwayat hidup, pengembaraan
intelektual baik di bidang akademik, sosial, politik maupun keagamaan dan
beberapa karya keduanya yang fenomenal yang dijadikan bahan rujukan dalam
pendidikan khusunya di bidang keagamaan. Karya tafsir Muhammad Abduh ialah Tafsi>r al-Mana>r. Karya tafsir Bisri Mustofa adalah Tafsi>r al-Ibri>z.
Bab ketiga berisi penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dalam surat Ali
Imron ayat 104, 110 dan 111 dalam Tafsi>r al-Mana>r. karya Muhammad Abduh
dan Tafsi>r al-Ibri>z karya Bisri Mustofa meliputi ayat-ayat tentang amar ma‟ruf
nahi munkar, mufradat ayat, munasabah dan penafsiran perspektif Bisri Mustofa
dan Muhammad Abduh.
Bab keempat berisi tentang analisis persamaan dan perbedaan
penafsiran ayat-ayat amar ma‟ruf nahi munkar perspektif Bisri Mustofa dan
Muhammad Abduh. Dalam hal ini nantinya akan difokuskan pada metode dan
penerapan amar ma’ruf nahi munkar serta perbedaan penafsiran antara kedua
mufasir, khususnya pada yang berhak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
yang mengacu pada konsep amar ma’ruf nahi munkar.
18
BAB II
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
DAN
BIOGRAFI MUFASIR
A. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Secara etimologi, kata al-amr (
رمأا
) berarti perintah.1 Sedangkan secaraterminologi, al-amr adalah suatu tuntunan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya.2
Selanjutnya kata al-ma’ruf (
فورعملا
) adalah isim maf‟ul dari fi‟il-
فرع
فرعي
yang bermakna mengetahui atau mengenal3. Definisi dari al-ma’ruf adalahsegala hal yang dianggap atau dinilai baik oleh manusia dalam adat dan muamalah
dan mereka mengamalkannya serta tidak mengingkarinya.4 Dan semua kebaikan
yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram.5 Menurut Ibnu
Atsir, al-ma’ruf adalah satu nama yang mencakup segala apa yang dikenal berupa
ketaatan kepada Allah, pendekatan diri kepada-Nya, berbuat baik kepada manusia, dan segala apa yang disunnahkan oleh syari‟at dari berbagai kebaikan dan apa
yang dilarang olehnya dari segala macam kejelekan.6
1
Ahmad Warson Munawwir, Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 38.
2
Khairul Umam, Ushul Fiqh II (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 97.
3
Munawwir, Munawwir, 920.
4
Jawas, Amar Ma’ruf, 33.
5
Ibnu Mundhur, Lisan al-Arab jilid XI (Beirut: Da>r al-S{odir, t.th.), 239.
6
Kata nahi> secara bahasa berarti melarang atau mencegah.7 Secara
terminologi, nahi> merupakan tuntunan untuk meninggalkan secara pasti. Nahi>
dalam al-Qur‟an mengandung beberapa maksud, di antaranya: haram, makruh,
mendidik, doa merendahkan, keputusasaan, penjelasan akibat.8
Secara bahasa, kata munkar (
ركنملا
) berarti aneh, sulit, buruk, tidakdikenal dan juga mengingkari. Secara istilah, munkar adalah segala sesuatu yang dipandang buruk, baik dari norma syari‟at maupun norma akal yang sehat.
Kemudian makna ini menjadi lebih luas dalam pandangan syari‟at sebagai segala
sesuatu yang melanggar norma-norma agama dan budaya atau adat istiadat suatu
masyarakat.9
Tidak diragukan bahwa memberi definisi ma’ruf dan munkar itu
merupakan masalah yang luas. Dalam hal ini harus dikemukakan semua apa yang
diperbolehkan syara‟ dan mana yang diharamkan, dan menjelaskan sampai sejauh
mana kemungkinan menerapkan prinsip ini. Sebab di dalam nash-nash al-Qur‟an
dan Sunnah Nabi selalu menggunakan istilah ma‟ruf dan munkar, karena pada
keduanya terdapat makna yang mengisyaratkan pada sesuatu yang dikenal sebagai
kebaikan dan dikenal sebagai sesuatu yang diingkarinya.10
Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma‟ruf nahi munkar merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat tersebut
suatu istilah yang dipakai dalam al-Qur‟an berbagai aspek, sesuai dari sudut mana
7
Munawwir, Munawwir,1471.
8
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011), 208.
9
Ali Nurdin, Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an
(Jakarta: Erlangga, 2006), 158.
10
20
para ilmuwan menilainya. Oleh karena itu sangat boleh jika pengertiannya
cenderung ke arah pemikiran iman, fiqh dan akhlak.11
Jadi, amar ma‟ruf nahi munkar adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
hati dan jiwa tentram kepadanya, segala sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT.
Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan
dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar‟i dan akal.12
Menurut Sayyid Quthb, tugas kaum muslimin yang berpijak di bumi
adalah melaksanakan tugas untuk menegakkan manhaj Allah di muka bumi, dan
untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan, yang ma‟ruf atas yang munkar dan
yang baik atas yang buruk. Oleh karena itu haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf
dan mencegah dari yang munkar.13
Al-Qur‟an dan Sunnah melalui dakwahnya mengamanatkan nilai-nilai
yang mendasar, universal dan abadi dan ada juga yang bersifat praksis, lokal dan
temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu yang lain.
Perbedaan, perubahan dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam
selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal.
Al-Qur‟an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya ini
dengan kata: al-khair (
ريخلا
) atau kebajikan dan al-ma’ruf (فورعملا
). Al-khair11
Ana Maulida, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zhilalil Qur‟an” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2005), 12.
12
Salman bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar, terj. Ummu „Udhma
Azmi (Solo: Pustaka Mantiq, t.th.), 13.
13
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin dkk (Jakarta: Gema Insani
adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur‟an dan Sunnah. Sedang al-ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat
selama sejalan dengan al-khair. Adapun al-mukar, maka ia adalah sesuatu yang
dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.14
B. Keutamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Adapun keutamaan dari adanya pelaksanaan amar ma‟ruf nahi munkar di
antaranya:
1. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah tugas para nabi dan rasul dari yang pertama
hingga yang terakhir.
Dikarenakan pengutusan para rasul adalah untuk memerintahkan agar
bertauhid dan melarang dari mentaati thaghut, maka sebagian ulama menetapkan bahwa diutusnya para rasul adalah untuk amar ma‟ruf nahi munkar
karena perintah mereka untuk bertauhid adalah amar ma‟ruf dan larangan
mereka dari mentaati thaghut adalah nahi munkar.
2. Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan sifat dari Nabi Muhammad SAW,
sayyidul mursalin, imam para nabi yang terdapat dalam Taurat dan Injil. Allah SWT berfirman dalam surat al-A’ra>f ayat 157:
1422
157. (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.15
Al-Hafizh ibn Kathir mengatakan, “ ini adalah sifat Rasulullah SAW
yang terdapat dalm kitab-kitab (Samawi) terdahulu”.
3. Termasuk kewajiban yang paling penting dalam Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk amal yang paling wajib, paling utama dan paling baik”.
4. Sebagai sebab keutuhan, keselamatan dan kebaikan bagi masyarakat.
Satu masyarakat akan menjadi baik apabila ditegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar di dalamnya. Sedangkan satu masyarakat akan binasa dan rusak apabila tidak ditegakkan amar ma‟ruf nahi munkar di dalamnya.
5. Menghidupkan hati.
Di antara keutamaan amar ma‟ruf nahi munkar ialah menghidupkan hati,
karena hati yang mengetahui perbuatan yang ma‟ruf lalu ia mengerjakannya
dan mengetahui kemungkaran lalu ia mengingkarinya, maka hatinya akan
15
hidup. Berbeda dengan orang yang hatinya tidak mengetahui perbuatan yang ma‟ruf dan munkar, maka ia akan binasa.
6. Sebagai sebab datangnya pertolongan, kemuliaan dan diberikannya kedudukan
(kekuasaan) di bumi.
7. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk shadaqah.
8. Menolak marabahaya.
9. Orang yang mencegah dari perbuatan munkar akan diselamatkan oleh Allah
SWT.
10. Amar ma‟ruf nahi munkar termasuk sifat-sifat orang mukmin yang shalih.
11. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah ciri generasi terbaik.
12. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah jihad yang paling utama.
13. Sebagai terapi dari semua problematika yang ada di setiap zaman dan
setiap negeri.
14. Amar ma‟ruf nahi munkar merupkan di antara sebab dihapuskannya dosa.
15. Amar ma‟ruf nahi munkar adalah perkataan yang paling baik dan seutama
-utama amal.16
C. Dalil Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah
kepada umat Islam sesuai dengan kemampuannya.17 Dalil wajibnya amar ma‟ruf
nahi munkar terdapat di dalam al-Qur‟an, Sunnah serta ijma‟ ulama.
16
Jawas, Amar Ma’ruf, 45-70.
17
24
1. Dalil dari al-Qur’an:
Allah SWT berfirman dalam surat A<li ‘Imro>n ayat 104:
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.18
Umar ibn al-Khattab membaca ayat ini, kemudian berkata,”Wahai sekalian
manusia, barangsiapa yang ingin termasuk umat tersebut hendaklah menunaikan syarat Allah padanya. Syarat tersebut ialah amar ma‟ruf nahi
munkar.19
2. Dalil al-Sunnah
Rasulullah SAW bersabda:
ْنَم
،ِِبْلَقِبَف ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ،ِِناَسِلِبَف ْعِطَتْسَي ْمَل ْنِإَف ،ِِدَيِب ُْرِ يَغُ يْلَ ف اًرَكُْم ْمُكِْم ىَأَر
َكِلَذَو
ِناَميِْْا ُفَعْضَأ
Artinya:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengn hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
18
Al-Qur‟an dan terjemahannya, 3(A>li ‘Imro>n):104. 19
3. Dalil dari ijma’ulama
Sedangkan ijma‟ ulama dijelaskan sebagai berikut:
a) Menurut Ibnu Hazm azh-Zhahiri bahwasannya seluruh umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar, tidak ada
perselisihan di antara mereka sedikit pun.
b) Abu Bakar al-Jashshah berpendapat bahwa Allah telah menegaskan kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar melalui beberapa ayat di dalam al
-Qur‟an lalu di dalam sabda Nabi SAW dalam hadis mutawatir. Dan para
ulama terdahulu telah bersepakat atas wajibnya.
c) Menurut Imam al-Nawawi bahwasannya telah banyak dalil-dalil al-Qur‟an
dan al-Sunnah serta ijma‟ yang menunjukkan wajibnya amar ma‟ruf nahi
munkar.
d) Menurut Imam al-Syaukani, amar ma‟ruf nahi munkar termasuk kewajiban pokok serta rukun terbesar dalam syari‟at Islam, yang dengannya sempurna
aturan Islam dan tegak kejayaannya.
Tentang wajibnya amar ma‟ruf nahi munkar, terdapat perbedaan pendapat
di antara ulama. Sebagian dari mereka mengatakan wajib „ain dan sebagian yang
lainnya mengatakan wajib kifayah.20
20
26
D. Syarat-syarat Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma‟ruf nahi munkar terdiri dari empat syarat yang harus dimiliki:
Pertama, pelaku amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasib); kedua, yang ditujukan kepadanya amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasab ‘alaihi); ketiga, perbuatan
yang menjadi objek amar ma‟ruf nahi munkar (al-muhtasab fihi); keempat,
hakikat amar ma‟ruf nahi munkar itu sendiri (al-ihtisab).
1. Al-Muhtasib (pelaku amar ma’ruf nahi munkar)
Syarat wajib yang ada pada pelaku amar ma‟ruf nahi munkar ialah
sebagai berikut:
a) Beriman
Pelaksana amar ma‟ruf nahi munkar haruslah seorang mukmin,
mengingat bahwa hal ini termasuk pembelaan terhadap agama.21 Dan ini
merupakan syarat yang paling penting bahkan sebagai asas dan pondasinya, karena amar ma‟ruf nahi munkar adalah bagian dari wilayah kekuasaan
(otoritas) syari‟at Islam, tidak dibenarkan orang kafir berkuasa atas seorang
Muslim.22
b) Mukallaf (baligh/sudah dewasa)
Disyari‟atkannya mukallaf, karena secara umum bahwa hukum-hukum
syar‟i diwajibkan atas mukallaf. Ini berkaitan dengan kewajiban, artinya
21
Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, Rahasia Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Menghindari Turunnya Azab Atas Umat, terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 2014), 37.
22
seorang yang bukan mukallaf tidak diwajibkan melaksanakan amar ma‟ruf
nahi munkar.23
c) Adanya kemampuan
Pelaku amar ma‟ruf nahi munkar harus memiliki kemampuan ketika melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, dan manusia hanyalah diberikan
beban dan kewajiban sesuai dengan kemampuannya. Keadaan orang yang mencegah kemungkaran disyari‟atkan harus benar-benar mumpuni. Orang
yang keadaannya lemah maka tidak kewajiban baginya kecuali mengingkari
dengan hati.24
2. Al-Muhtasab fihi (perbuatan yang menjadi objek amar ma’ruf nahi munkar)
Setiap kemungkaran yang ada saat sekarang, tampak bagi yang hendak
ber-amar ma‟ruf nahi munkar, tanpa harus mematai-matai dan dikenal secara
meluas sebagai kemungkaran, tanpa memerlukan ijtihad. Ada empat syarat
dalam hal ini:
a) Kejelasan tentang suatu perbuatan yang termasuk kemungkaran.
b) Berlangsungnya perbuatan kemungkaran pada saat sekarang.
c) Kemungkaran yang terang-terangan dan yang tersembunyi.
d) Adanya kesepakatan para ulama tentang mungkarnya suatu perbuatan.25
23
Al-Ghazali, Rahasia Amar,36.
24
Al-Ghazali, Rahasia Amar, 71.
25
28
3. Al-Muhtasab ‘alaihi (pelaku yang ditujukan kepadanya Amar Ma’ruf Nahi
Munkar)
Syarat untuk diajukannya amar ma‟ruf nahi munkar ialah adanya
seseorang yang memenuhi suatu sifat tertentu, sehingga menjadikan setiap
perbuatan terlarang yang dilakukannya, termasuk dalam kategori
kemungkaran. Tidak diisyaratkan ia seorang mukallaf, mengingat bahwa
seperti yang telah dijelaskan sebelum ini seandainya seorang anak kecil (yang
belum baligh) minum khamr, wajib atas yang mengetahui hal itu untuk
melarangnya. Tidak diisyaratkan pula ia seorang yang berakal waras, dan
karena itu, seandainya seorang gila berzina dengan seorang perempuan gila
juga, wajiblah mencegahnya dari perbuatan tersebut.26
4. Al-Ihtisab (bentuk amar ma’ruf nahi munkar)
Tingkatan-tingkatan amar ma‟ruf nahi munkar terdiri dari lima hal, yakni:
a) Tingkatan pertama: mengetahui kemungkaran
Yaitu mencurahkan segenap kemampuan untuk mengetahui terjadinya
kemungkaran tanpa memata-matai kecuali apabila ia dilarang mengetahui
terjadinya kemungkaran di tempat tertentu, maka hendaklah ia berhati-hati
dan memeriksanya sebagai usaha untuk memastikan.27
b) Tingkatan kedua: mengingkari kemungkaran dengan tangan dan
syarat-syaratnya
Ini adalah tingkatan paling tinggi, ia menjadi pedang yang tajam dalam
mencegah kemungkaran dan menghilangkan bahayanya. Tidak ada yang
26
Al-Ghazali, Rahasia Amar,114.
27
mampu melakukan tingkatan ini kecuali orang-orang kuat dan berkemauan
keras. Dan tingkatan ini dilakukan kepala rumah tangga dalam rumah
tangganya dan pemimpin terhadap rakyatnya.28
c) Tingkatan ketiga: mengingkari kemungkaran dengan lisan dan
tahapan-tahapannya
Tingkatan ini dilakukan apabila mengubah kemungkinan dengan tangan
tidak sanggup dilakukan karena tidak adanya kekuasaan atau karena
khawatir menimbulkan mafsadat yang lebih besar. Mengubah kemungkaran
dengan lisan mempunyai empat tahapan:
1) Memberikan pengertian dan pelajaran dengan lemah lembut.
2) Melarang dengan cara memberikan pelajaran dan nasihat serta
menakut-nakutinya dengan azab Allah SWT.
3) Tegas dalam memberikan nasihat.
4) Mengancam dan menakut-nakuti.29
d) Tingkatan keempat: mengingkari kemungkaran dengan hati
Apabila seorang mukmin tidak mampu mengingkari kemungkaran
dengan tangan dan lisannya, maka ia mengingkarinya dengan hati dan
membenci segala perbuatan mungkar dengan hatinya, marah kepadanya dan
marah kepada pelakunya. Kewajiban mengingkari kemungkaran dengan hati
ini tidak pernah gugur dari diri setiap muslim.30
28
Jawas, Amar Ma’ruf, 180.
29
Ibid., 186-193.
30
30
e) Tingkatan kelima: mengingkari kemungkaran dengan menggunakan pedang
(senjata)
Tingkatan ini merupakan akhir dari tingkatan amar ma‟ruf nahi munkar.
Tidak boleh bersandar padanya kecuali setelah mencurahkan segala
kemampuan dan kesanggupan dengan tingkatan-tingkatan terdahulu dalam
mengubah kemungkaran. Jika tingkatan-tingkatan sebelumnya tidak lagi
bermanfaat, maka tingkatan ini dijadikan acuan arena kondisi terpaksa.31
E. Syarat-syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Syari’at adalah pokok dalam menetapkan amar ma’ruf nahi munkar
Sesungguhnya yang menjadi tolak ukur dalam menentukan sesuatu dapat dikatakan ma‟ruf atau munkar adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW
dan apa yang menjadi kesepakatan Salafus Shalih dan bukan yang dianggap
baik oleh manusia dari perkara-perkara yang menyelisihi syari‟at.32
2. Memiliki ilmu dan bashirah tentang hakikat amar ma’ruf nahi munkar
Perbuatan amar ma‟ruf nahi munkar tidak dapat dikatakan baik apabila
tidak didasari dengan ilmu dan pemahaman yang benar, sebagaimana yang
dikatakan Umar bin Abdul Aziz bahwa orang yang beribadah kepada Allah
tanpa ilmu, maka kerusakannya lebih besar daripada maslahatnya. Ilmu adalah
imamnya amal dan amal mengikuti ilmu. Ini sangat jelas, karena niat dan
perbuatan tanpa ilmu adalah kebodohan, kesesatan, mengikuti hawa nafsu dan
inilah perbedaan antara orang-orang Jahiliyah dan kaum Muslim. Dengan
31
Jawas, Amar Ma’ruf, 201.
32
demikian, wajib mengetahui perbuatan ma‟ruf dan perbuatan munkar serta
mampu membedakan keduanya sebagaimana diharuskan pula mengetahui
keadaan orang yang disuruh dan orang yang dilarang.33
3. Mendahulukan yang paling penting sebelum yang penting
Sesungguhnya memulai dengan perkara yang paling penting kemudian
yang penting merupakan kaidah yang harus ada dalam melaksanakan
kewajiban amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu hendaklah pelaku amar ma‟ruf nahi
munkar memulai dengan memperbaiki ushul (pokok-pokok) akidah. Maka
pertama kali ia menyuruh untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah
SWT semata dan melarang dari perbuatan syirik, bi‟ah dan khurafat, kemudian
ia menyuruh untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, kemudian
menyuruh untuk melakukan kewajiban lainnya dan meninggalkan perbuatan
haram, kemudian menyuruh untuk melaksanakan sunnah-sunnah dan
meninggalkan perkara-perkara yang dimakruhkan.34
4. Memikirkan dan menimbang antara maslahat dan mafsadat
Di antara hal yang sangat perlu diperhatikan dalam melakukan amar ma‟ruf nahi munkar ialah melihat dan menimbang antara maslahat (kebaikan)
dan mafsadat (kerusakan) karena syari‟at ditegakkan untuk mendapatkan
kemaslahatan dan menghilangkan mafsadat. Kaidah ini dapat diperinci sebagai
berikut:
a) Pertama, jika kemaslahatan lebih besar daripada mafsadatnya maka disyari‟atkan melakukan amar ma‟ruf nahi munkar.
33
Jawas, Amar Ma’ruf, 208.
34
32
b) Kedua, jika mafsadat lebih besar dariada maslahatnya maka diharamkan melakukan amar ma‟ruf nahi munkar.
c) Ketiga, jika mafsadat dan maslahat tampak seimbang, maka amar ma‟ruf nahi munkar tidak disyari‟atkan.
d) Keempat, jika menimbulkan mafsadat yang lebih banyak ketika pelaksanaan
amar ma‟ruf nahi munkar.35
5. Tathabbut (mencari kepastian dan kebenaran) dalam setiap perkara dan
tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
Ini merupakan sifat yang harus dimiliki orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Allah SWT telah memerintahkan kaum mukmin agar
ber-tabayyun (mencari kejelasan) dan bersikap hati-hati sebelum melakukan
pengingkaran. Menghukumi sesuatu sebagai kemungkaran dengan tathabbut
(meneliti kebenarannya) dan tidak menghukuminya dengan dugaan semata
adalah manhaj yang lurus yang sudah seharusnya diperhatikan oleh pelaku amar ma‟ruf nahi munkar sehingga ia selamat dalam agama dan dirinya serta
hubungannya dengan orang lain.36
35
Jawas, Amar Ma’ruf, 214-223.
36
33
BAB III
BIOGRAFI MUFASIR DAN PENAFSIRAN SURAT A<LI
‘IMRA<N AYAT 104, 110 DAN 114
A. Biografi Mufasir
1. Biografi Bisri Mustofa
a) Biografi dan riwayat pendidikan
Nama Bisri Mustofa tidak bisa dilupakan oleh generasi enam
puluhan. Bisri Mustofa, orang mengenalnya dengan sebutan Mbah Bisri
Rembang, bukan Mbah Bisri Syansuri Jombang atau pendiri NU.
Serpihan-serpihan cerita yang masih lekat mengatakan bahwa Bisri
Mustofa terkenal sebagai singa podium. Pada pemilu tahun 1977,
kedahsyatan orasinya dapat menguras air mata massa dan sekejap
kemudian membuka mulut mereka untuk terpingkal-pingkal bersama di
depan panggung tempat ia menyampaikan pidato kampanye.1
Bisri Mustofa lahir pada tahun 1915 M di Kampung Sawahan Gg.
Palen Rembang, Jawa Tengah. Ia adalah anak dari pasangan H. Zainal
Mustofa dan Chodijah. Mashadi adalah nama asli Bisri Mustofa yang
kemudian diganti menjadi Bisri setelah menunaikan haji. Bisri Mustofa
1
Maslukhin, “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Musthofa”,
34
adalah anak pertama dari empat bersaudara.2 Sejak kecil ia sudah
menunjukkan kecerdasan yang luar biasa dan dari orang tuanya, ia
memperoleh dasar-dasar pendidikan agama Islam.3
Pada tahun 1923 M, Bisri Mustofa diajak oleh ayahnya untuk
menunaikan ibadah haji bersama keluarga. Dalam ibadah haji tersebut,
ayahnya sakit keras dan akhirnya meninggal di Jeddah dalam usia 63
tahun. Peristiwa ini membuat kehidupan Bisri Mustofa berbeda jauh dari
sebelumnya. Setelah ayahnya wafat, Zuhdi, kakak Bisri Mustofa menjadi
kepala keluarga. Dan oleh Zuhdi, Bisri Mustofa didaftarkan di sekolah HIS
( Hollands Inlands School ) di Rembang. Tetapi oleh KH. Cholil, Bisri
dipaksa keluar dari sekolah tersebut dengan alasan sekolah tersebut adalah
sekolah milik Belanda.4 KH. Cholil khawatir jika Bisri nantinya akan
memiliki watak seperti penjajah Belanda. Akhirnya Bisri dipindahkan ke
sekolah Angka Loro dan menyelesaikan sekolahnya di sini selama 3 tahun
hingga mendapatkan sertifikat.5
Setelah lulus dari Angka Loro pada tahun 1926 M, Bisri Mustofa
dipindahkan ke pesentren yang diasuh oleh KH. Cholil di Kasingan. Minat
belajar Bisri Mustofa saat itu tergolong rendah. Bahkan Bisri Mustofa
dikenal sebagai sosok yang malas belajar dan mengaji di pesantren. Ia
lebih menyukai bekerja untuk mencari uang daripada belajar. Setelah tidak
2
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), 8.
3
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), 168.
4
Huda, Mutiara Pesantren, 11.
5
mondok beberapa bulan, Bisri diperintahkan untuk kembali lagi ke
Kasingan untuk belajar mengaji dan mondok. Bisri kemudian dididik oleh ipar KH. Cholil yang bernama Suja‟i. Oleh Suja‟i, Bisri tidak diajarkan
bermacam-macam kitab, tetapi hanya diajari kitab Alfiyah Ibnu Malik.
Setelah dua tahun mempelajari Alfiyah, akhirnya Bisri Mustofa bisa
menguasai dengan baik kitab tersebut. Sehingga teman-temannya selalu
menjadikannya rujukan jika menemukan kesulitan dalam pelajaran. Satu
tahun kemudian Bisri mulai ikut menkaji kitab Fathul Mu’in. setelah itu ia
mulai mempelajari kitab-kitab lainnya, seperti Fathul Wahhab, Iqna’, Jam’ul Jawami’, ‘Uqudal Juman dan lain-lain. Sampai pada akhirnya ia
mau menekuni ilmu-ilmu agama di pesantren KH. Cholil yang akan
menjadi bekal paling penting dalam hidupnya.6 Ia juga pernah belajar di
Makkah untuk memperdalam ilmunya dan diajar oleh beberapa guru, di
antaranya: KH. Bakir, Syaikh Umar Chamdan, Syaikh Maliki, Sayyid
Amin, Syaikh Hasan, Sayyid Alawie dan KH. Abdul Muhaimin.
KH. Cholil dibuat terkesan atas prestasi belajar Bisri Mustofa,
sehingga KH. Cholil menjadikan Bisri Mustofa sebagai menantunya. Pada tahun 1935 M/1354 H Bisri Mustofa menikah dengan Ma‟rufah putri KH.
Cholil dan dikaruniai delapan orang anak, yaitu Cholil, Mustofa, Adieb,
Faridah, Najichah, Labib, Nihayah dan Atikah.7 Pada tahun 1967, tanpa
sepengetahuan keluarganya, Bisri Mustofa menikah lagi dengan Umi
6
Fejrian Yazdajird Iwanebel, “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah
Analitis Tafsir al-Ibriz)”, Rasail Vol. 1 No. 1 (tb: 2014), 25.
7
36
Atiyah seorang perempuan asal Tegal, Jawa Tengah dan dikaruniai
seorang anak laki-laki bernama Maemun.8
Seminggu sebelum masa kampanye Pemilu tahun 1977, Bisri
Mustofa wafat, tepatnya pada hari Rabu, 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397
H), Bisri meninggal dunia di RS. Dr. Karyadi Semarang akibat serangan
jantung, tekanan darah tinggi dan gangguan pada paru-paru.9
b) Kondisi Lingkungan Sosial
Ketika Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia, perkembangan
Islam mengalami tantangan dan halangan. Kontak orang Islam Jawa
dengan negara Islam lainnya menjadi terbatas. Politik adu domba
menyebabkan bangsa Indonesia menjadi terpecah-pecah. Setelah Belanda
berhasil mencengkeram kekuasaan politiknya secara kuat di Jawa, maka
Belanda kemudian melancarkan kebijakan politiknya untuk membatasi
dan mengawasi gerak dan kiprah secara ketat para pemimpin Islam yang
dikhawatirkan akan membahayakan kekuasaan Belanda.10
Kebijakan ini menyebabkan pertumbuhan kelompok-kelompok
masyarakat yang betul-betul menghayati agama Islam dan melaksanakan
ajaran-ajaran Islam menjadi terlambat. Aktivitas dakwah dan pusat studi
Islam menjadi berpindah ke desa-desa dan daerah pedalaman. Dari sini
8
Huda, Mutiara Pesantren, 22.
9
Ibid., 57.
10
muncul pesantren-pesantren yang dijadikan basis dakwah dan
perjuangan.11
Pada tahun 1912 berdiri banyak pergerakan yang merupakan wadah
dan alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia,
seperti Sarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama serta Partai
Nasional Indonesia yang berdiri pada tahun 1927.
Kemudian Jepang mengumumkan perang melawan sekutu pada
tahun 1941. Dan pada saat itu pula lahirlah anak pertama Bisri Mustofa
yang diberi nama Cholil. Akhirnya, pada tahun 1942 pasukan Belanda
menyerah dan takluk pada Dai Nippon (tentara Jepang). Dunia pesantren
gempar dan pesantren-pesantren menjadi lengang, sebab para santri pulang
ke kampung halaman masing-masing, mereka takut diminta menjadi milisi
sukarela memperkuat barisan Belanda untuk menghadapi Jepang. Situasi
yang mencekam itu menyebabkan Bisri Mustofa dan keluarganya
meninggalkan kota Rembang dan mengungsi ke Sedan sebelum Jepang
mendarat.12
Pada tahun 1943, Jepang mengadakan latihan alim ulama di Jakarta
selama satu bulan. Angkatan pertama diwakili oleh KH. A. Jalil Kudus.
Angkatan kedua diwakili oleh Bisri Mustofa. Sebagai alumi pelatihan
tersebut, Bisri Musofa ditugaskan sebagai ketua MASYUMI (Majelis
Syuro Muslimin Indonesia), organisasi Islam di Indonesia yang didirikan
11
Ibid., 3.
12
38
oleh Jepang dan menjadi penyambung lidah antara pemerintah Jepang dan
umat Islam.13
Setelah Indonesia merdeka, tentara sekutu ingin merebut kembali
bangsa Indonesia dari tangan Jepang. Belanda menduduki Semarang,
Inggris mendarat di Surabaya. Pada saat pergolakan itu terjadi, pemerintah
Indonesia menghimpun semua kekuatan pemuda Indonesia untuk
bergabung dalam BKR (Barisan Kemerdekaan Rakyat). Di tengah situasi
pergolakan tersebut, Bisri Mustofa meminta keluar dari jabatan sebagai
pegawai Kantor Urusan Agama (Shumuka) dan lebih memilih berjuang
bersama tentara Hizbullah bersama pemuda Indonesia lainnya.14
Demikianlah kondisi lingkungan di sekitar Bisri Mustofa. Terjadi
ekspansi yang dilakukan oleh Belanda sebagai antek sekutu. Setelah
Belanda ditaklukkan, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang. Meskipun
beberapa kali diangkat sebagai pegawai pemerintah oleh Jepang, tapi pada
akhirnya Bisri Mustofa lebih memilih untuk berjuang melawan penjajah
bersama tentara Hizbullah.
c) Karya-karya Bisri Mustofa
Bisri Mustofa adalah sosok yang produktif dalam menghasilkan
karya. Setiap hari ia berada di mejanya untuk meluangkan waktu menulis.
Jumlah karya yang dihasilkan oleh Bisri Mustofa ada sekitar 176 buah. Salah satunya, Tafsi>r al-Ibri>z adalah karya paling monumental hingga saat
13
Ibid., 28.
14
ini.15 Karya tafsir ini terbit pada tahun 1960 dengan karakteristik
menggunakan bahasa Jawa khas pesantren, terjemahan menggantung di
bawah ayat16 dan menggunakan aksara Jawi (Arab Pegon) sebagai media
penulisan.17 Selain itu, ada beberapa karya lainnya, di antaranya sebagai
berikut:
1) Al-Ikthir / ilmu tafsir
2) Terjemahan kitab Bulughu al-Maram
3) Terjemahan hadist Arba’in al-Nawawi
4) Buku Islam dan Shalat
5) Buku Islam dan Tauhid
6) Akidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah
7) Al-Baiquniyah / ilmu hadis
8) Terjemahan Syarah Alfiyah Ibnu Malik
9) Terjemahan Syarah al-Jurumiyah
10) Terjemahan Syarah Imriti
11) Terjemahan Sullamu al-Mu’awanah
12) Safinah al-Shalat
13) Terjemahan kitab Faraidu al-Bahiyah
14) Muniyatul al-Zaman
15) Athoifu al-Irsyad
16) Al-Nabras
15
Ghofur, Mozaik Mufasir, 171.
16
M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 69.
17
40
17) Manasik Haji
18) Kasykul
19) Al-Risalah al-Hasanah
20) Al-Washaya li al-Aba wa al-Abna’
21) Islam dan Keluarga Berencana
22) Khutbah Jum‟at
23) Al-Ta’liqat al-Mufidah li al-Qasidah al-Munfarijah
24) Al-Mujahadah wa al-Riyadhah
25) Risalah al-Ijtihad wa al-Taqlid
26) Al-Khabibah
27) Al-Qawa’idu al-Fiqhiyah
28) Al-‘Aqidah al-Awam
29) Syair-syair Rajabiyah
30) Cara-caranipun Ziyarah lan Sinten Kemawon Walisongo Puniko18
2. Biografi Muhammad Abduh
a) Biografi dan riwayat pendidikan
Dalam sejarah pembaharuan Islam, salah seorang pembaharu
penting yang pengaruhnya menyebar hampir ke seluruh dunia Islam ialah
Muhammad Abduh. Ide-ide pembaharuannya sampai kini masih tetap
18
merupakan hal yang menarik untuk dikaji karena masih sesuai dengan
tuntutan zaman.19
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abduh ibn Hasan
Khairullah, seorang tokoh reformis Islam, pengarang dan editor, seorang
hakim dan profesor di al-Azhar. Ia lahir dan tumbuh dalam keluarga petani
berketurunan Kurdish dan Turki.20 Tempat kelahiran Muhammad Abduh
tidak diketahui secara pasti begitu juga dengan tahun kelahirannya. Tahun
1849 M / 1266 H adalah tahun yang paling bisa diterima sebagai tahun
kelahiran Muhammad Abduh. Bahkan Abduh sendiri memberikan tanggal
tersebut dalam tulisannya, meskipun ia juga pernah menyebutkan setahun
lebih awal. Ketika masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha, ayah
Muhammad Abduh meninggalkan desanya untuk melarikan diri karena
adanya penindasan oleh pemerintah setempat. Ia datang ke provinsi
Gharbiyah dan selama di sana ia membangun rumah dan menikah dengan