SKRIPSI
Oleh
Uswatun Chasanah NIM. C02212046
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Perspektif Hukum Islam terhadap Praktek Mura@bah}ah Program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.” Untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana praktek mura>bah}ah program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dan bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktek mura>bah}ah program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
Untuk menemukan jawaban dari masalah di atas maka penulis melakukan penelitian, adapun metode penelitiannya adalah deskriptif analisis dengan pola pikir induktif yaitu dengan menganalis hukum Islam dan Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 terhadap praktek akad mura>bah}ah program PUSYAR di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
Adapun hasil penelitian menyebutkan bahwa program PUSYAR di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dilakukan dengan akad mura>bah}ah yang disertai dengan akad waka>lah untuk membeli barang dari supplier. Adapun pembiayaan tersebut bertujuan untuk membantu nasabah dalam meningkatkan produksi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hukum Islam dan Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai implementasi pembiayaan program PUSYAR akad mura>bah}ah dijelaskan bahwa apabila pihak bank menyertakan akad waka>lah dalam perjanjian mura>bah}ah maka akad jual beli mura>bah}ah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. Sedangkan dalam prakteknya akad mura>bah}ah dan waka>lah dilakukan secara bersamaan. Dengan demikian, maka praktek mura>bah}ah pada program PUSYAR di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto belum sesuai dengan hukum Islam dan Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KONSEP MURA@BAH}AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL ... 22
B. Dasar Hukum Mura>bah}ah ... 25
BAB III DESKRIPSI AKAD MURA@BAH}AH DI PT. BPR SYARIAH KOTA MOJOKERTO ... 42
A. Profil PT. BPR Syariah ... 42
1. Profil PT. BPR Syariah ... 42
2. Visi dan Misi PT. BPR Syariah ... 43
3. Struktur Organisasi dan kepengurusan PT. BPR Syaria 43 4. Jobdesk (Gambaran Tugas) PT. BPR Syariah ... 45
B. Kerjasama PT. BPR Syariah dan BAZ ... 45
1. Latar Belakang Munculnya PUSYAR ... 45
2. Target Program PUSYAR ... 52
3. Kriteria dan Persyaratan Program PUSYAR... 53
4. Realisasi Program PUSYAR ... 56
C. Akad Mura>bah}ah Program PUSYAR ... 61
1. Aplikasi Akad Mura>bah}ah ... 61
2. Implementasi Akad Mura>bah}ah ... 63
3. Realisasi Akad Mura>bah}ah ... 69
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA@BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) ... 71
A. Realisasi Program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) ... 71
B. Analisis Hukum Islam dan Fatwa DSN terhadap Akad Mura>bah}ah Program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR ... 75
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA... ... 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut
sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan
kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk
sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Mereka
saling membutuhkan dan saling tolong menolong antara satu dengan yang
lainnya. Begitu juga dalam berbisnis, manusia memerlukan mitra untuk
mengembangkan kehidupan yang layak. Selain itu manusia diberikan
yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan.
Berbisnis sudah menjadi kebutuhan bagi manusia. Bisnis adalah
suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan
menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat.1
Kegiatan berbisnis yang menerapkan sikap jujur, adil, saling
menguntungkan adalah suatu etika yang mulia, sebagaimana didalamnya
tetap menggunakan aturan-aturan yang terdapat pada qur’an dan
al-hadits. Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata Islam, bukanlah kegiatan
yang boleh dilakukan dengan serampangan dan sesuka hati. Islam
memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan usaha,
1
Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama,
2001), 15.
mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia
yang tergelincir dalam perkara bisnis. Sebagai mana yang tertulis dalam
al-Qur’an Surat an-Nisa>‘ ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa>’: 29).2
Berbicara mengenai bisnis, hal yang pertama kali muncul adalah
banyaknya modal yang dikeluarkan. Modal usaha adalah segala sesuatu
yang pertama kali dikeluarkan digunakan untuk membiayai pendirian
perusahaan, mulai dari persiapan yang diperlukan sampai perusahaan
tersebut berdiri.
Pelaku usaha pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
dan Industri Kecil Menengah (IKM) pada umumnya memiliki
keterbatasan modal. Pelaku usaha UMKM dan IKM membutuhkan dana
untuk modal dan meningkatkan besar usahanya agar menjadi usaha yang
produktif. Persoalan dana merupakan salah satu dilema yang sangat
krusial bagi kelanjutan UMKM maupun IKM. Padahal dengan adanya
UMKM atau IKM mampu meningkatkan pemberdayaan rakyat.
2
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998),
153.
Banyak kalangan merasa optimis dengan kemampuan UMKM
ataupun IKM di masa sekarang dan di masa depan mampu menjadi
tonggak penyelamat ekonomi nasional. Muhammad dalam kaitan ini,
menyebut usaha kecil menengah sebagai dewa penyelamat bagi
perekonomian kerena merekalah yang masih mampu menjadi pemasok
kebutuhan masyarakat, dan mereka juga masih mampu memberikan
lapangan kerja.3 Namun karena kendala financial (permodalan) maka
banyak orang berfikir dua kali untuk memulai usahanya. Untuk mencegah
masyarakat agar tidak terjebak oleh kejahatan rentenir (lintah darat).
Maka lembaga keuangan syariah diharapkan dapat memberikan komitmen
moral untuk membantu peningkatan taraf ekonomi rakyat, seperti BPRS,
BMT, Asuransi Syariah, Bank Syariah dan lain sebagainya.
Salah satu lembaga keuangan syariah yang bisa memberikan
modal bagi UMKM ataupun IKM adalah BPR Syariah. BPR Syariah
adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Pada PT. BPR Syariah Kota Mojokerto
produk yang menjadi unggulan kota Mojokerto adalah produk program
Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR). Program PUSYAR adalah sebuah
produk kerjasama antara PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dengan BAZ
Kota Mojokerto dalam rangka memberikan pembiayaan penguatan modal
yang diperuntutkan bagi UMKM dan IKM masyarakat Kota Mojokerto,
3
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2005), 109-110.
tanpa biaya potongan apapun dan mengangsur sebesar pokok pinjaman.4
Program PUSYAR ini diperuntutkan untuk pelaku usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) ataupun industri kecil menengah (IKM) bagi
masyarakat kota Mojokerto. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan
secara khusus peningkatan akses permodalan dan pemberdayaan ekonomi
bagi pelaku UMKM dan IKM masyarakat kota Mojokerto.
Program PUSYAR ada dua macam yaitu, PUSYAR jilid I dan
PUSYAR jilid II. Pertama, PUSYAR jilid I menyediakan plafond
pembiayaan Rp. 750.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000,- dan jangka
waktu pembiayaan 12 samapai dengan 18 bulan. Untuk PUSYAR jilid I
diperuntutkan bagi UMKM ataupun IKM kota Mojokerto ataupun PNS
yang keluarganya memiliki usaha. Kedua, PUSYAR jilid II menyediakan
plafond pembiayaan Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000,-
dan jangka waktu pembiayaan 24 bulan. Untuk PUSYAR jilid II yang
dapat mengakses yaitu UKM dan IKM yang bergerak dalam bidang
ekonomi kreatif yang menjual produk unggulan khas Kota Mojokerto
seperti usaha alas kaki, batik, handycraft, perajin miniatur perahu layar,
makanan ringan dan catering.
Akad yang digunakan program PUSYAR adalah akad mura>bah}ah.
Dalam perbankan perjanjian mura>bah}ah ialah, bank membiayai pembelian
barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli
barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada
4
Formulir Permohonan PUSYAR iB PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau keuntungan.5
Keuntungan dalam penjualan ini disepakati oleh kedua belah pihak yaitu
penjual (bank) dan pembeli (nasabah). Dimana dalam prakteknya di PT.
BPR Syariah Kota Mojokerta yaitu bank akan memberikan pembiayaan /
pinjaman dana kepada pengusaha kecil dan mikro (UMKM dan IKM)
sebesar nominal pinjaman, dan nasabah wajib membayar kembali kepada
bank sebesar pinjaman itu sendiri secara angsuran sedangkan margin,
biaya administrasi, dan premi asuransi ditanggung oleh BAZ Kota
Mojokerto dari dana infaq. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
al-Qu’an Surat al-Baqarah ayat 275:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 275)6
5
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999), 64.
6
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya..., 86.
Akad mura>bah}ah di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto pada
program PUSYAR yang bekerjasama dengan BAZ Kota Mojokerto dalam
pelaksanaannya, tidak diterapkan pengadaan barang melainkan dengan
jalan memberikan uang dalam bentuk tunai namun pembebanan margin
sudah menjadi tanggung jawab BAZ Kota Mojokerto. Pada dasarnya,
adanya pembiayaan berupa pemberian uang secara tunai hampir memiliki
kesamaan dengan prinsip qard al-h{asan. Pada prinsip syariah qard
al-h{asan tidak mengenal adanya tambahan biaya atau margin pada saat
pengembalian. Meskipun dalam prakteknya margin menjadi tanggung
jawab pihak BAZ namun ketika ada nasabah yang nakal, dalam arti tidak
membayar angsuran secara teratur sesuai jangka waktu yang sudah
ditetapkan diawal, maka resiko menjadi tanggung jawab PT. BPR
Syariah. Selain itu, ketika nasabah mengajuhkan PUSYAR tidak ada
penjelasan mengenai akad mura>bah}ah, padahal belum tentu masyarakat
mengetahui apa yang dimaksud dengan mura>bah}ah.
Dari segi pemberian dana infaq dan shodaqah yang disalurkan
BAZ melalui program PUSYAR, seharusnya orang-orang yang berhak
menerima dana infaq dan shodaqah adalah yang termasuk kaum mustah{iq.
Sedangkan dalam prakteknya dana infaq yang disalurkan melalui program
PUSYAR diberikan kepada para pembisnis yang bahkan melakukan
pembiayaan dengan plafon Rp. 50.000.000,- dan mempunyai usaha
produk unggulan kota Mojokerto seperti catering , produk mamin, batik,
untuk mengkaji mengenai praktek mura>bah}ah dalam Islam dengan judul
“Perspektif Hukum Islam Terhadap Praktek Mura>bah}ah Program
Pembiayaan Usaha Syariah (Pusyar) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR
Syariah Kota Mojokerto”, untuk lebih mengetahui mengapa PT. BPR
Syariah Kota Mojokerto bekerjasama dengan BAZ Kota Mojokerto
meluncurkan program PUSYAR dengan menggunakan akad mura>bah}ah
dan mengenai status hukumnya.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka muncul beberapa masalah
antara lain:
1. Jenis-jenis modal usaha
2. Faktor yang melatarbelakangi munculnya program PUSYAR
3. Faktor yang melatarbelakangi masyarakat mengikuti program
PUSYAR
4. Implementasi program PUSYAR di BAZ Kota Mojokerto
5. Praktek pembiayaan mura>bah}ah pada program PUSYAR di PT. BPR
Syariah Kota Mojokerto
6. Mekanisme pembiayaan mura>bah}ah pada program PUSYAR di PT.
BPR Syariah Kota Mojokerto
7. Pengawasan program PUSYAR yang direalisasikan kepada peserta
8. Mekanisme margin mura>bah}ah yang dibayar oleh BAZ Kota
Mojokerto
9. Keuntungan yang diperoleh PT. BPR Syariah, BAZ, maupun nasabah.
10.Perspektif Hukum Islam terhadap praktek mura>bah}ah program
PUSYAR
Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan
pokok dalam penelitian, maka peneliti dengan ini memfokuskan pada
masalah sebagai berikut:
1. Praktek mura>bah}ah pada program PUSYAR untuk modal usaha di PT.
BPR Syariah Kota Mojokerto
2. Perspektif Hukum Islam terhadap praktek mura>bah}ah program
PUSYAR
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari batasan masalah, maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek mura>bah}ah program Pembiayaan Usaha Syariah
(PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktek mura>bah}ah
program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan
D. Kajian Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum mengadakan penelitian
lebih lanjut, maka langkah yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih
dahulu penelitian-penelitian yang terdahulu yang mempunyai judul
hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Maksud pengkajian ini
adalah untuk dapat mengetahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang
tidak sama dengan penelitian terdahulu. Maka penulis perlu mempertegas
perbedaan antara masing-masing judul penelitian yang akan penulis
bahas, sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Mura>bah}ah
dalam Bentuk Perjanjian Piutang Mura>bah}ah (Studi Kasus di Unit
Jasa Keuangan Syari’ah pada Koperasi Serba Usaha Alhambra
Surabaya)” tahun 2015 oleh Noor Vatmawati. Skripsi ini membahas
bagaimana pandangan hukum Islam terhadap implementasi akad
mura>bah}ah yang tidak lain adalah jual beli tanpa adanya kejelasan
barang yang dijadikan objek jual beli dan bagaimana penggunaan
istilah piutang. Hasil dari penelitian ini bahwa pembiayaan modal
usaha yang dilakukan oleh Koperasi Serba Usaha Alhambra dengan
menggunakan skema mura>bah}ah dalam bentuk pengadaan barang
yang terdapat di surat kuasa meskipun didalam surat kuasa tersebut
tidak dicantumkan barang yang akan diperjualbelikan dalam
pandangan hukum Islam tidak diperbolehkan. Dan penggunaan istilah
menurut hukum Islam karena karena piutang mura>bah}ah tersebut
timbul akibat adanya pengadaan barang melalui akad jual-beli
mura>bah}ah.7
2. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek
Pembiayaan Mura>bah}ah di BMT Sunan Kalijogo Landung Sari
Malang” tahun 2013 oleh Fedrik Ainan Ni’am. Skripsi ini membahas
bagaimana praktek pembiayaan mura>bah}ah di BMT Sunan Kalijogo
Landung Sari Malang dan bagaimana analisis hukum Islamnya. Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa BMT Sunan Kalijogo Landung Sari
Malang dalam menerapkan praktek mura>bah}ah tidak selamanya
identik dengan pengadaan barang, namun penerapan pembiayaan
mura>bah}ah nya tidak dilakukan dengan memberikan barang saja
melainkan dengan jalan memberikan uang dalam bentuk tunai serta
dibebankan dengan tambahan margin kepada nasabah dan pembiayaan
ini kurang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.8
3. Skripsi berjudul “Studi Hukum Islam terhadap Pembiayaan
Mura>bah}ah Bermasalah di BMT UGT Sidogiri Cabang Pembantu
Waru Sidoarjo” tahun 2013 oleh Irfan Halim. Skripsi ini membahas
tentang bagaimana penyelesaian pembiayaan mura>bah}ah bermasalah
di BMT UGT Sidogiri Cabang Pembantu Waru Sidoarjo dan
7
Noor Vatmawati, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Mura>bah}ah dalam Bentuk
Perjanjian Piutang Mura>bah}ah (Studi Kasus di Unit Jasa Keuangan Syari’ah pada Koperasi Serba
Usaha Alhambra Surabaya)” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015). 8
Fedrik Ainan Ni’am, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Pembiayaan Mura>bah}ah di BMT
Sunan Kalijogo Landung Sari Malang” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013).
bagaimana analisis hukum Islam terhadap penyelesaian pembiayaan
mura>bah}ah bermasalah di BMT UGT Sidogiri Cabang Pembantu
Waru Sidoarjo. Hasil dari penelitian ini adalah ganti rugi / denda
dalam BMT UGT Sidogiri Cabang Pembantu Waru Sidoarjo
diperbolehkan bagi calon anggota / anggota yang melakukan
penunggakan pembayaran bagi yang mampu tapi menunda-nunda,
karena hal tersebut merupakan suatu kedzaliman yang harus dihindari
agar tidak marugikan pihak lain. Akan tetapi tidak boleh dikenakan
denda bagi anggota yang tidak mampu karena force majeur (adanya
kejadian diluar kehendak).9
Jika dilihat dari penelitian terdahulu, penulis menyatakan tidak
ada pengulangan karena penelitian yang berjudul “Perspektif Hukum
Islam Terhadap Praktek Mura>bah}ah Program Pembiayaan Usaha Syariah
(PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto”
meskipun sama-sama membahas mengenai praktek mura>bah}ah, namun ini
lebih fokus kepada praktek mura>bah}ah untuk program PUSYAR yang
penerapannya sesuai dengan hukum Islam, dimana dalam prakteknya PT.
BPR Syariah Kota Mojokerto bekerjasama dengan BAZ Kota Mojokerto.
Dan letak perbedaannya yaitu terletak pada margin yang menjadi
tanggung jawab pihak BAZ yang seharusnya ditanggung oleh nasabah
sendiri.
9
Irfan Halim, “Studi Hukum Islam terhadap Pembiayaan Mura>bah}ah bermasalah di BMT UGT
Sidogiri Cabang Pembantu Waru Sidoarjo”(Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013).
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu unsur hasil arahan yang
direncanakan pada tahap awal. Sebagaimana rumusan masalah diatas,
maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktek mura>bah}ah program pembiayaan usaha
syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto.
2. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap praktek
mura>bah}ah program pembiayaan usaha syariah (PUSYAR) untuk
UMKM dan IKM di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Aspek teoritis: Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan, pengembangan ilmu pengetahuan bagi penyusunan
hipotesis selanjutnya dalam memperkaya khazanah penelitian
lapangan terutama yang berkaitan dengan praktek pembiayaan
mura>bah}ah modal usaha.
2. Aspek praktis: Diharapkan berguna sebagai bahan rujukan bagi kaum
Muslimin maupun siapa saja yang ingin mengetahui secara mendalam
tentang status hukum Islam dalam praktek pembiayaan mura>bah}ah
G. Definisi Operasional
Untuk dapat dijadikan tolak ukur dalam menelusuri, mengkaji
atau mengukur variabel, maka penulis sampaikan batasan dari berbagai
pengertian yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini:
1. Hukum Islam: Peraturan dan ketentuan yang diatur dalam al-Qur’an
dan hadist, dan Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
mura>bah}ah.
2. Praktek Mura>bah}ah: Akad jual beli atas barang tertentu, di mana
penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pihak pembeli
dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah
tertentu.10 Dalam prakteknya bank akan memberikan pembiayaan /
pinjaman dana kepada pengusaha kecil dan mikro (UMKM dan IKM)
sebesar nominal pinjaman, dan nasabah wajib membayar kembali
kepada bank sebesar pinjaman itu sendiri secara angsuran sedangkan
margin, biaya administrasi, dan premi asuransi ditanggung oleh BAZ
Kota Mojokerto.
3. Program PUSYAR: Sebuah produk kerjasama antara PT. BPR Syariah
Kota Mojokerto dengan BAZ Kota Mojokerto pada periode 2012
dalam rangka memberikan pembiayaan penguatan modal yang
diperuntutkan bagi UMKM dan IKM masyarakat Kota Mojokerto,
tanpa biaya potongan apapun dan mengangsur sebesar pokok
pinjaman.
10
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), 138.
4. UMKM dan IKM: UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
merupakan suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan.
IKM (Industri Kecil Menengah) merupakan suatu bentuk usaha
kerajinan rumah tangga. UMKM dan IKM ini adalah bentuk kegiatan
perekonomian masyarakat kota Mojokerto yang memiliki aset usaha
kurang dari Rp. 200 juta (di luar tanah & gedung).
5. PT. BPR Syariah: Salah satu lembaga keuangan bank yang
beroperasional dengan menggunakan prinsip syariah yang beralamat
di Jl. Mojopahit No. 382 Mojokerto. PT. BPR Syariah ini bekerja
sama dengan BAZ Kota Mojokerto dalam program PUSYAR.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.11 Pengumpulan data metode ini dengan
menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, dan analisis
datanya menggunakan induktif (khusus ke umum). Metode ini sangat
membantu penyusunan sistem penelitian yang sesuai dengan terapan
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
2.
judul. Dengan menggunakan metode ini maka penyusunan memuat
kata-kata tertulis atau lisan dari subyek maupun obyek penelitian.
Seluruh obyek maupun subyek akan diarahkan pada latar dan individu
untuk menghasilkan suatu deskriptif yang realistis. Tujuan
menerapkan metode kualitatif agar penulis dapat lebih mengenal
lingkungan penelitian secara langsung.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah PT. BPR Syariah dan BAZ yang
berlokasi di Kota Mojokerto, pegawai PT. BPR Syariah dan BAZ, dan
nasabah UMKM dan IKM penerima PUSYAR yang melakukan
pembiayaan di PT. BPR Syariah.
3. Obyek Penelitian
Obyek tepat dalam penelitian ini adalah paktek mura>bah}ah
program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR) untuk UMKM dan
IKM.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukakan di PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto yang beralamatkan Jl. Mojopahit No. 382 Mojokerto.
5. Data dan Sumber Data
a) Data yang dikumpulkan
1) Praktek pembiayaan mura>bah}ah program PUSYAR di PT.
BPR Syariah Kota Mojokerto yang bekerjasama dengan BAZ
2) Dasar hukum, latar belakang, dan alasan dilakukannya
pembiayaan mura>bah}ah.
3) Data tentang nasabah yang mengikuti program PUSYAR.
4) Data tentang sejarah berdirinya PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto.
b) Sumber Data
1) Sumber data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh
atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang
melakukan penelitian atau orang yang memerlukannya.12
Sumber data primer dari penelitian ini didapat dari wawancara
dengan pihak-pihak yang terkait, sebagai berikut:
a. Pihak karyawan di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
b. DPS (Dewan Pengawas Syariah) Kota Mojokerto selaku
pengawas di PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
c. Pihak karyawan dari BAZ Kota Mojokerto.
d. Responden penerima dana program PUSYAR.
2) Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari
12
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal, 2012 ), 93.
laporan-laporan penelitian terdahulu.13 Sumber data sekunder
dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Buku laporan tahunan PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
b. Buku laporan tahunan BAZ Kota Mojokerto.
c. Fatwa DSN tentang mura>bah}ah.
d. Sumber pendukung lainnya baik dari buku atau artikel dari
internet yang membahas tentang pembianyaan mura>bah}ah
untuk modal usaha.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian ini, maka
peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara pengamatan, yakni mengamati gejala yang diteliti.14 Peneliti
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara mengamati
bagamaina berjalannya praktek mura>bah}ah di PT BPR Syariah
Kota Mojokerto pada penduduk Kota Mojokerto yang
memperoleh bantuan dana dari BAZ Kota Mojokerto (nasabah),
serta pada pihak BPR Syraiah terkait praktek tersebut, guna untuk
mengetahui informasi tentang penggunaan dana bantuan program
PUSYAR.
13
Ibid., 93-94. 14
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2005), 70.
b) Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan
data dengan jalan komunikasi yaitu dengan mengajuhkan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data)
kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau
direkam dengan alat perekam (tape recorder).15 Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur dimana
hal-hal yang akan ditanyakan telah terstruktur dan telah
ditetapkan sebelumnya secara rinci untuk mendapatkan
keterangan dari pegawai PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dan
pegawai BAZ Kota Mojokerto mengenai kerjasama pelaksanaan
akad mura>bah}ah pada program Pembiayaan Usaha Syariah
(PUSYAR). Wawancara juga dilaksanakan pada peserta penerima
dana program PUSYAR (nasabah).
c) Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.16 Dalam penelitian ini dokumen yang diambil
berupa dokumen pengajuhan program PUSYAR dan dokumen
mengenai UMKM dan IKM nasabah penerima program PUSYAR.
15
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), 67-68.
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), 82.
Metode dokumen bertujuan untuk memperoleh data-data yang
berkaitan dengan akad mura>bah}ah pada program PUSYAR
kerjasama PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dan BAZ Kota
Mojokerto.
7. Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpulkan diolah dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Organizing adalah penyusunan kembali semua data yang diperoleh
dalam penelitian untuk melengkapi kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah yang sistematis.
b. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan.17 Dengan kata lain, editing adalah pemeriksaan
kembali semua data yang diperoleh dari segi kelengkapan,
kejelasan makna dan relevansi data dengan penelitian.
c. Penemuan hasil adalah proses akhir setelah penulis menganalisis
semua data untuk memperoleh kesimpulan atau kebenaran fakta
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, menyusun ke dalam
17
Masruhan, Metodologi Penelitian..., 253.
pola, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami.18 Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah deskripsi dan dianalisis
dengan menggunakan pola pikir induktif. Jadi sesuai dengan pola pikir
induktif penulis akan mencari data secara rinci tentang pelaksanaan
akad mura>bah}ah pada program PUSYAR di PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto yang bekerjasama dengan BAZ Kota Mojokerto. Setelah
itu peneliti menarik kesimpulan dengan dianalisis menggunakan
Hukum Islam dan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pemahaman pembahasan penelitian
ini, maka penulis membagi sistematika pembahasan menjadi lima bab.
Setiap bab menimbulkan suatu hubungan antara bab pertama dengan bab
yang selanjutnya, sehingga merupakan suatu kesatuan yang saling
menopang. Dan tiap-tiap bab dibagi ke dalam sub-sub yang rinciannya
seperti beikut :
Bab satu yaitu pendahuluan, berisikan latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, sistematika pembahasan.
Bab dua yaitu konsep mura>bah}ah menurut hukum Islam dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional, dalam bab ini akan menjelaskan mengenai
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 244.
pengertian mura>bah}ah, dasar hukum mura>bah}ah, rukun dan syarat
mura>bah}ah, aplikasi pembiayaan mura>bah}ah, skema mura>bah}ah, dan
batalnya akad mura>bah}ah.
Bab tiga yaitu deskripsi akad mura>bah}ah di PT. BPR Syariah kota
Mojokerto, yang berisi mengenai profil PT. BPR Syariah kota Mojokerto
(sejarah, visi dan misi, struktur organisasi dan kepengurusan, jobdesk atau
gambaran tugas), kerjasama PT. BPR Syariah dan BAZ kota Mojokerto
(latar belakang munculnya PUSYAR, target program PUSYAR, kriteria
dan persyaratan program PUSYAR, relisasi program PUSYAR), Akad
mura>bah}ah program PUSYAR (aplikasi akad mura>bah}ah, implementasi
akad mura>bah}ah, realisasi akad mura>bah}ah).
Bab empat yaitu analisis hukum Islam terhadap praktek
mura>bah}ah program pembiayaan usaha syariah (PUSYAR), yang
berisikan mengenai Analisis terhadap Realisasi Akad Mura>bah}ah untuk
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah
(IKM) dan B. Analisis Hukum Islam dan Fatwa DSN terhadap Akad
Mura>bah}ah Program Pembiayaan Usaha Syariah (PUSYAR).
Bab lima yaitu penutup, bab ini merupakan bab terakhir yang
BAB II
KONSEP MURA>BAH}AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
A. Pengertian Mura>bah}ah
Kata mura>bah}ah berasal dari kata ribhu (keuntungan). Sehingga
mura>bah}ah berarti saling menguntungkan.19 Secara sederhana, mura>bah}ah
berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati.20 Menurut jumhur ulama, mereka sepakat
bahwa jual beli mura>bah}ah ialah jika penjual menyebutkan harga
pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia menyatakan atasnya laba
dalam jumlah tertentu, dinar atau dirham.21
Secara terminologi mura>bah}ah adalah pembiayaan saling
menguntungkan yang dilakukan oleh s}hah}ib al-ma>l dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi s}hah}ib al-ma>l dan pengembaliaannya dilakukan
secara tunai atau angsur.22
Para ahli hukum Islam mendefinisikan mura>bah}ah sebagai berikut:
19
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), 136.
20
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), 113. 21
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatu’l Mujtahid, Jilid II (Semarang: Asy Syifa’, 1990), 181.
22
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
1. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah dalam kitab Mughnil al-Muhtaaj
mendefinisikan mura>bah}ah adalah menjual barang sesuai dengan
modal yang dikeluarkan oleh penjual, dan dia mendapatkan
keuntungan satu dirham untuk setiap sepuluh dirham, atau yang
sejenisnya, dengan syarat kedua belah pihak (penjual dan pembeli)
mengetahui modal yang dikeluarkan penjual.23
2. Ulama Hanafiah mendefinisikan mura>bah}ah adalah memindahkan hak
milik sesuai dengan transaksi dan harga pertama (pembelian),
ditambah keuntungan tertentu.24 Hanafiah membolehkan penjualan
mura>bah}ah dengan dua syarat yaitu, barang yang dijual itu benda
bukan mata uang (emas dan perak) dan untung yang dimaksudkan
terang jumlahnya.25
3. Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd dalam terjemah
kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid yang dikutip oleh
Muhammad Syafi’i Antonio mengungkapkan bahwa mura>bah}ah
adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati.26
4. Sayyid Sabiq mendefinisikan mura>bah}ah adalah penjualan dengan
harga pembelian barang berikut untung yang diketahui.27
23
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Abdul Hayyie al-Kattani dkk, jilid 5 (Jakarta: Gema Insani,
2011), 357. 24
Ibid. 25
Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 389.
26
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Prees,
2001), 101. 27
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Akasara, 2006), 145.
5. Ascarya mendefinisikan mura>bah}ah adalah penjualan barang oleh
seseorang kepada pihak lain dengan pengaturan bahwa penjual
berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pembali harga pokok dari
barang dan marjin keuntungan yang dimasukkan ke dalam harga jual
barang tersebut.28
6. Sunarto zulkifli mendefinisikan mura>bah}ah adalah prinsip bai’
(jual-beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah
nilai keuntungan (ribhun) yang disepakati.29
7. Ismail mendefinisikan mura>bah}ah adalah akad jual beli atas barang
tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang
kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan
mensyaratkan keuntungn yang diharapkan sesuai jumlah tertentu.30
8. Zainul Arifin mendefinisikan Wahbah mura>bah}ah adalah kontrak jual
beli dimana barang yang diperjual belikan tersebut diserahkan segera,
sedang harga (pokok dan margin keuntungan yang disepakati
bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara
sekaligus.31
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 116 tentang Bai’
Mura>bah}ah yaitu:
28
Ascarya, akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 163-164.
29
Sunarto zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003),
39. 30
Ismail, Perbankan Syariah..., 138.
31
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta:
Alvabet, 1999), 32.
a. Penjual harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati spesifikasinya.
b. Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama
penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba.
c. Penjual harus memberi tahu secara jujur tentang harga pokok barang
kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.32
Mura>bah}ah menurut Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No: 04/DSN-MUI/IV/2000, yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa mura>bah}ah adalah salah satu
bentuk jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh masing-masing pihak. Akad ini
merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam
mura>bah}ah ditentukan berapa required rate profit-nya (keuntungan yang
ingin diperoleh).33
B. Dasar Hukum Mura>bah}ah
Dalam al-Qur’an dan Hadist tidak dijelaskan langsung mengenai
jual beli mura>bah}ah, yang ada hanyalah referensi tentang jual beli atau
perdagangan. Mayoritas ulama, dari kalangan para sahabat, tabi’in dan
32
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Mayarakat Madani, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2009), 46. 33
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah..., 137.
para Imam mazhab, membolehkan jual beli jenis ini karena mura>bah}ah
pada dasarnya adalah salah satu bentuk jual beli. Dalil-dalil yang
membolehkan jual beli mura>bah}ah adalah sebagai berikut:
1. Ayat al-Qur’an yang secara umum melarang kaum muslim berbuat
batil kepada sesama, firman Allah surat an-Nisa>’ ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu\. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa>’: 29).34
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT melarang umat
manusia untuk mencari rizki dengan cara yang bathil, diantara salah
satu rizki yang diperoleh dengan cara yang bathil adalah rizki yang
diperoleh dari riba seperti sistem kredit konvensional. Berbeda dengan
murabahah, dalam akad ini tidak ditemukan unsur bunga namun
hanya menggunakan margin. Disamping itu, ayat ini mewajibkan
untuk keabsahan setiap transaksi murabahah harus berdasarkan
prinsip kesepakatan antara para pihak yang ditungakan dalam suatu
perjanjian yang menjelaskan dan dipahami segala hal yang
menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.35
34
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya..., 153.
35
Daeng Naja, Akad Bank Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), 85.
2. Ayat al-Qur’an yang secara umum membolehkan jual beli, firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275 sebagai berikut:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 275)36
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT mempertegas
legalitas dan keabsahan jual beli secara umum, serta menolak dan
melarang konsep ribawi. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli
murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syara’, dan sah
untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan pada Bank
Syari’ah karena merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak
mengandung unsur ribawi.37
36
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya..., 86.
37
Daeng Naja, Akad Bank Syariah..., 86.
3. Hadist yang memperbolehkan untuk mengambil keuntungan (margin)
Yang artinya:
“Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud r.a membolehkan menjual
barang dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua dirham
untuk setiap sepuluh dirham.”38
Hadist diatas menjelaskan bahwa diperbolehkannya
mengambil keuntungan (margin) dalam transaksi jual beli. Begitu
juga dengan mura>bah}ah dimana penjualan barang seharga barang
tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.
4. Ijma:
Al-Qur’an tidak membuat acuan langsung yang berkenaan
dengan mura>bah}ah, demikian juga dengan Hadist tidak ada yang
memiliki acuan langsung kepada mura>bah}ah. Di dalamnya yang ada
hanyalah keterangan mengenai keabsahan jual beli. Menurut al-Kaff,
dikutip oleh Abdullah Saeed, kritikus kontemporer terhadap
mura>bah}ah menyimpulkan bahwa mura>bah}ah merupakan “salah satu
penjualan yang tidak dikenal sepanjang masa Nabi atau
sahabatnya.”39 Untuk itu para ahli hukum harus memberikan
kebenaran mengenai mura>bah}ah berdasarkan landasan lain.
Para ulama awal seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i yang
secara khusus menyatakan bahwa penjualan mura>bah}ah berlaku. Imam
38
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam..., 358.
39
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi
Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 137.
Malik mendukung pendapatnya dengan acuan pada praktek
orang-orang Madinah, yaitu ada konsesus pendapat di sini (di Madinah)
mengenai hukum orang yang membeli baju di sebuah kota, dan
mengambilnya ke kota lain untuk menjualnya berdasarkan suatu
kesepakatan berdasarkan keuntungan.40
Imam syafi’i mendukung pendapatnya dengan mengatakan
bahwa: Jika seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang dan
mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan memberimu keuntungan
begini-begini” kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu
sah.41
Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i yang secara khusus
mengatakan bahwa jual beli mura>bah}ah itu dibolehkan walaupun
tanpa memperkuat dalilnya dengan nas, melainkan menyamakannya
dengan jual beli tangguh sebagaimana ungkapan hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah diatas.42
Ulama Hanafi, Marghinani, membenarkan berdasarkan kondisi
penting bagi validitas penjualan di dalamnya, dan juga karena
manusia sangat membutuhkannya. Ulama Syafi'i, Nawawi, secara
sederhana mengemukakan bahwa penjualan mura>bah}ah sah menurut
40
Ibid., 138. 41
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga..., 138.
42
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi,
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2014), 201.
hukum tanpa bantahan.43 Dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas
ulama membolehkan jual beli dengan cara mura>bah}ah.
5. Kaidah fiqh mengenai kebolehan bermuamalah:
ﺎَﻬِْﳝِﺮَْﲢ ﻰََ ٌ َِْد ﱠلُﺪَ ْنَأ ﱠ ِإ ُﺔَﺣﺎَﺑِْﻹا ِت ََﺎَُْا ِْﰲ ُ ْﺻَْﻷا
Artinya:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.”44
Kaidah fiqh tersebut menyebutkan bahwa berarti semua jenis
transaksi pada umumnya diperbolehkan, sepanjang tidak mengandung
unsur bunga (riba), spekulasi (maysir), tipu menipu atau
menyembunyikan sesuatu (gharar) dan bathil.
6. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang mura>bah}ah
sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000.
C. Rukun dan Syarat Mura>bah}ah
Jual beli mura>bah}ah mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Rukun
merupakan unsur esensial yang membentuk suatu perjanjian yang harus
43
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga..., 138.
44
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah
Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyyah, Mu’ashirah), (Jakarta: Gramata Publishing, 2012), 136.
dipenuhi dalam suatu transaksi. Sedangkan syarat merupakan unsur yang
membentuk keabsahan rukun akad. Jadi, sahnya suatu akad sangat
bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat akad.
Rukun mura>bah}ah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:45
1. Pelaku akad, yaitu bai (penjual) dan musytari (pembeli)
Pelaku akad terdiri dua yaitu penjual dan pembeli. Penjual
adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, sedangkan pembeli
adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. Keduanya
orang yang harus sudah baligh, berakal sehat dan cakap dalam hukum.
2. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga)
Mabi’ harus ada pada waktu akad diadakan. Menurut pendapat
fuqahah barang yang belum wujud tidak dapat menjadi objek akad,
sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu
yang belum berwujud. Barang yang diperjualbelikan harus merupakan
benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad. Objek akad
dapat ditentukan dan diketahui oleh dua belah pihak, dan juga dapat
diserahkan pada waktu akad terjadi.46
Tsaman (harga) adalah suatu jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang
menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah. Sedangkan
45
Ascarya, akad & Produk Bank Syariah..., 82.
46
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), 119-120.
yang dimaksud harga dalam jual beli mura>bah}ah adalah harga beli dan
biaya yang diperluhkan ditambah dengan keuntungan sesuai dengan
hasil kesepakatan.47 Secara garis besar dapat disebutkan bahwa
sesuatu dapat menjadi objek akad apabila dapat menerima hukum
akad dan tidak mengandung unsur-unsur yang mungkin menimbulkan
sengketa di kemudian hari antara pihak-pihak yang bersangkutan.48
3. Shighah, yaitu ijab dan qabul
Ijab merupakan permulaan penjelasan yang keluar dari salah
seorang yang berakad untuk memperlihatkan kehendaknya dalam
mengadakan akad, siapapun saja yang memulainya. Sedangkan qabul
ialah jawaban pihak yang lain sesudah adanya ijab untuk menyatakan
persetujuan.49
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi mura>bah}ah
adalah sebagai berikut:50
1. Mengetahui harga pertama (harga pembelian)
Agar transaksi mura>bah}ah sah, harga pertama hendaklah
diketahui oleh pembeli kedua, karena mengetahui harga adalah syarat
sah jual beli. Jika harga pertama tidak diketahui sampai kedua belah
pihak berpisah, maka transaksi mura>bah}ah tersebut dinyatakan tidak
sah.
47
Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 73.
48
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum..., 120.
49 Ibid. 50
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam..., 358-360.
2. Mengetahui jumlah keuntungan yang diminta penjual
Adanya kejelasan informasi mengenai keuntungan, karena
keuntungan adalah bagian dari harga barang. Sehingga diketahui oleh
pembeli sebagai salah satu syarat sah mura>bah}ah.
3. Modal yang dikeluarkan hendaknya berupa barang mitsliyat (barang
yang memiliki varian serupa)
Contohnya adalah barang-barang yang bisa ditakar, ditimbang,
dan dijual satuan dengan varian berdekatan. Karena harga pokok harus
dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun
hitungan. Ini merupakan syarat murabahah. Harga bisa menggunakan
ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang penting bisa
diukur dan di ketahui.
4. Jual beli mura>bah}ah pada barang-barang ribawi hendaknya tidak
menyebabkan terjadinya riba nasiah terhadap harga pertama
Menurut pendapat Asyhab, bagi pembeli barang dengan
barang tidak boleh menjualnya dengan cara mura>bah}ah, karena ia
menuntut barang berdasarkan sifat barangnya sendiri.51 Jadi membeli
barang yang ditakar atau ditimbang dengan barang yang sejenis, dan
dengan jumlah yang sama tidak diperbolehkan menjualnya kembali
secara mura>bah}ah, karena dalam mura>bah}ah menjual sesuai dengan
harga pertama dan ditambah keuntungan tertentu. Namun jika jenis
barangnya berbeda, maka ia boleh dijuak dengan cara mura>bah}ah.
51
Ibnu Rusyd, Terjamah Bidayatu’l Mujtahid, jilid II (Semarang: Asy Syifa’, 1990), 183.
5. Transaksi yang pertama hendaknya sah
Jual beli mura>bah}ah terjadi apabila transaksi yang pertama
sah, jika transaksi pertama tidak sah maka barang yang bersangkutan
tidak boleh dijual dengan cara mura>bah}ah. Kareana mura>bah}ah
merupakan jual beli sesuai harga pertama dengan menambahkan
keuntungan.
Menurut Syafi’i Antonio syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
transaksi mura>bah}ah adalah sebagai berikut:
1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3. Kontrak harus bebas dari riba
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.52
Dalam Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 04/DSN-MUI/IV/2000, ketentuan umum mura>bah}ah dalam Bank
Syari’ah disebutkan sebagai berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
52
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik..., 102.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiriﻻ dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelianﻻ
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebutﻻ pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketigaﻻ akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barangﻻ secara prinsip menjadi milik bank.53
D. Aplikasi pembiayaan Mura>bah}ah
Dalam perbankan syariah ada dua macam bentuk mura>bah}ah yaitu
mura>bah}ah sederhana dan mura>bah}ah kepada pemesanan pembelian
(KPP). Mura>bah}ah sederhana merupakan bentuk akad mura>bah}ah ketika
penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai
harga perolehan ditambah margin keuntungan yang diinginkan.54
Sedangkan mura>bah}ah kepada pemesanan pembelian (KPP), bentuk
mura>bah}ah ini melibatkan tiga pihak yaitu pemesan, pembeli dan penjual.
53
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang mura>bah}ah.
54
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah..., 89.
Bentuk mura>bah}ah ini juga melibatkan pembeli sebagai perantara karena
keahliannya atau karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan.55
Bentuk mura>bah}ah yang sering diterapkan oleh perbankan syariah
adalah bentuk mura>bah}ah kepada pemesanan pembelian (KPP).
Mura>bah}ah KPP umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan
untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar
negeri, seperti melalui letter of credit (L/C).56 Dalam mura>bah}ah
berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat ataupun tidak
mengikat nasabah untuk tetap membeli barang tersebut atau menolaknya.
Artinya terjadinya penawaran untuk membeli atau menolak yaitu ketika
barang pesanan tersebut sudah ada, kerena menjual barang yang tidak
dimiliki merupakan tindakan yang dilarang oleh syaraiah.
Namun dalam konteks seperti ini beberapa ulama kontemporer
berpendapat bahwa jual beli mura>bah}ah jenis ini di mana “belum ada
barang” berbeda dengan “menjual tanpa kepemilikan barang”. Karena
menurutnya jika si nasabah pergi begitu saja tanpa mengikat perjanjian
akan sangat merugikan bagi pihak bank dan penyedia barang. Oleh karena
itu beberapa ulama kontemporer menetapkan bahwa si nasabah terikat
hukumnya. Hal ini demi menghindari kemudharatan.57
55 Ibid,.
56
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik..., 106.
57
Ibid,. 104.
E. Skema Pembiayaan Mura>bah}ah
Skema pembiayaan mura>bah}ah dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Pembiayaan Mura>bah}ah
2.Beli barang tunai 3c. Kirim barang
Bagan Proses Pembiayaan Mura>bah}ah.58
Keterangan:
1. Bank dan nasabah melakukan negosiasi dan persyaratan tentang
rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan. Negosiasi dan
persyaratan ini mengenai tentang spesifikasi barang yang akan di beli
dan harga jual.
58
Ascarya, akad & Produk Bank Syariah..., 83.
1. Negosiasi & Persyaratan
3a. Akad Mura>bah}ah
BANK 3b. Serah terima NASABAH
barang
4. Bayar Kewajiban
SUPLIER PENJUAL
2. Bank membeli barang yang diinginkan oleh nasabah secara tunai
kepada suplier penjual atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank
dan nasabah.
3. Di nomor tiga ini ada tiga poin, yaitu:
a. Bank melakukan akad jual beli mura>bah}ah dengan nasabah, di
mana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai
pembeli.
b. Serah terima barang yang sudah di beli bank dari suplier, dan
pemberitahuan harga jual.
c. Suplier mengirim barang kepada nasabah atas dasar perintah bank.
4. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan
pembayaran, boleh secara tunai atau angsuran, namun yang lazim
dilakukan oleh nasabah ialah dengan cara angsuran.
F. Batalnya Akad Mura>bah}ah
Suatu akad dapat dikatakan batal apabila akad itu tidak memenuhi
salah satu rukunnya atau ada larangan lansung dari syara’. Atau terdapat
tipuan, seperti menjual ikan dalam lautan, atau salah satu pihak yang
berakad tidak cakap bertindak hukum.59 Menurut Adiwarman A. Karim,
akad dikatakan batal apabila rukun-rukun akad tidak terpenuhi (baik satu
rukun atau lebih).60 Jumhur ulama fiqh juga menyatakan bahwa akad yang
59
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 57-58.
60
Adiwarman A. Karim, Bank Islam..., 47.
batal yaitu tidak sah dan akad itu tidak mengakibatkan hukum apa pun.61
Dalam KHES juga disebutkan di Pasal 28 ayat (3), yaitu akad yang batal
adalah akad yang kurang rukun dan/atau syarat-syaratnya. Karena
mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk transaksi jual beli, maka
batalnya akad mura>bah}ah juga mengikuti batalnya akad jual beli.
G. Waka>lah
Secara bahasa kata al-waka>lah berarti al-Tafwidh (penyerahan,
pendelegasian dan pemberian mandat). Sedangkan secara terminologi
(syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fuqaha, yaitu menurut Imam
Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini mengatakan bahwa
waka>lah adalah menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan
kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya.62 Dan
menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, waka>lah merupakan akad penyerahan
kekuasaan di mana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai
gantinya untuk bertindak.63
Ijma ulama membolehkan waka>lah karena waka>lah dipandang
sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Firman Allah dalam surat
al-Maaidah ayat 2:
61
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat..., 58.
62
Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, (Bandung: PT
al-Maarif, tt), 283. 63
Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 91.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maaidah: 2)64
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam waka>lah, yaitu:
1. Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai
pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak
terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri.
2. Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Tapi
menurut Hanafiah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan yang
baik dan yang buruk) sah menjadi wakil. Orang yang sudah berstatus
sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada kepada orang lain
kecuali seizin dari muwakkil .
64
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya..., 156-157.
3. Muwakkal fih (seseuatu yang diwakilkan), syaratnya adalah pekerjaan
itu diketahui dengan jelas, pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil
sewaktu akad waka>lah, dan adanya shigat.65
Transaksi waka>lah dinyatakan berakhir atau tidak dapat
dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab di bawah ini:
1. Matinya salah seorang dari yang berakad
2. Bila salah satunya gila
3. Pekerjaan yang dimaksud dihentikan
4. Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, mekipun wakil tidak
mengetahui (menurut Syafi’i dan Hambali) tetapi menurut Hanafi
wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tindakannya seperti sebelum
ada pemutusan.
5. Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu muwakkil
mengetahuinya.
6. Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status
pemilikan.66
65
Abdul Rahman Ghozaly dkk, Fiqh Muamalah..., 189.
66
Ibid,. 190.
BAB III
DESKRIPSI AKAD MURA>BAH}AH DI PT. BPR SYARIAH KOTA
MOJOKERTO
A. Profil PT. BPR Syariah
1. Profil
Profil PT. BPR Syariah Kota Mojokerto sebagai berikut:67
• Alamat :Jalan Mojopahit No. 382 Mojokerto
• NPWP :49.672.174.7-602.000
• Perijinan:
- Akta Pendirian : No.1 Tanggal 11 februari 2011 oleh Notaris
Ermawati, SH.
- Ijin Prinsip : 13/66/Dpbs
- Memkumham : AHU-21075.AH.01.01.Tahun 2011
- Ijin Usaha : 13/1163/DPbS
• Pemegang Saham : Pemkot Mojokerto
: Ir. Suyitno, MSi.
• Dewan Komisaris : Ir. Suyitno, MSi.
: Hartono, SH
• Dewan Pengawas Syariah : Drs.KH. Mas’ud Yunus
: KH. Rofi’I Ismail
• Dewan Direksi : Choirudin, Shi.
: Reny Triana,SE.
67
Company Profile BPRS KM2.
2. Visi dan Misi
Visi PT. BPR Syariah Kota Mojokerto yaitu:68
Menjadikan BPRS yang terkemuka, profesional, dan bisa memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat Mojokerto khususnya dan masyarakat
Jawa Timur pada umumnya
Misi PT. BPR Syariah Kota Mojokerto sebagai berikut:69
1. Memberikan pelayanan perbankan Syariah pada masyarakat
2. Memberdayakan ekonomi kerakyatan yang dapat memberikan
kemaslatan bagi masyarakat
3. Menjadi perusahaan yang profesional, menguntungkan dan
berkembang
4. Meningkatkan kualitas pegawai yang profesional dan mengerti
sepenuhnya aspek aspek perbankan syariah
3. Struktur Organisasi dan Kepengurusan
68 Ibid,. 69
Ibid,.
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
K.H.Rofi’i Ismail KOMISARIS UTAMA Imam Sampurno
DEWAN DIREKSI
Kacab Mojosari Kacab Pandaan Kabag Marketing
4. Jobdesk (Gambaran Tugas)
Ringkasan tugas dan tanggung jawab dari struktur organisasi
PT. BPR Syariah Kota Mojokerto sebaggai berikut:
1. Dewan Komisaris bertindak sebagai penentu garis-garis besar
kebijaksanaan perusahaan, melaksanakan pengawasan,
pengendalian, dan pembinaan terhadap PT. BPR Syariah Kota
Mojokerto. Dewan Komisaris terdiri dari beberapa komisaris yang
dipimpin oleh Komisaris Utama.
2. Dewan Pengawas Syariah bertugas mengarahkan, memeriksa dan
mengawasi kegiatan bank guna menjamin bahwa bank telah
beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syari’ah Islam.
3. Dewan Direksi memiliki tugas utama untuk:
- Menyusun perencanaan, melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan operasional PT. BPR
Syariah Kota Mojokerto
- Apabila diperlukan, direksi dapat mengadakan kerjasama
dengan pihak lain dalam upaya pembangunan PT. BPR Syariah
Kota Mojokerto
B. Kerjasama PT. BPR Syariah dan BAZ
1. Latar Belakang Munculnya Program Pembiayaan Usaha Syariah
(PUSYAR)
PUSYAR merupakan program pembiayaan secara syariah yang
PUSYAR adalah kegiatan pembiayaan kepada pelaku UMKM dan
IKM oleh PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dengan sistem akad
mura>bah}ah yang beban biaya margin, asuransi, dan administrasinya
ditanggung oleh BAZNAS Kota Mojokerto dengan menggunakan
dana infaq dan shadaqah, proses verifikasi dan rekomendasi dilakukan
oleh Diskoperindag Kota Mojokerto serta pembiayaan manajemen
usaha dan keuangannya dilaksanakan oleh Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES) Mojokerto. Jadi, peserta PUSYAR murni
mengembalikan pinjaman untuk modal usahanya tanpa margin.
Program ini awalnya menimbulkan banyak pertanyaan, namun
ada beberapa alasan yang menguatkan untuk bisa merealisasikan
program PUSYAR. Berikut alasan yang dikemukakan oleh salah satu
pengurus BAZ Kota Mojokerto:70
a. Dari segi kuantitas, bahwa dana infaq dan shodaqah yang
diperoleh oleh BAZ Kota Mojokerto terbatas dan jika banyak
yang disalurkan melalui dana hibah maka hanya sedikit
masyarakat yang memperoleh dana tersebut. Untuk itu agar dana
infaq dan sedeqah dapat dirasakan masyarakat secara merata bagi
yang membutuhkannya maka muncullah ide mengenai PUSYAR
yang bekerja sama dengan PT. BPR Syariah Kota Mojokerto.
b. Awal keterpurukan ekonomi masyarakat kota Mojokerto karena
adanya hubungan dengan bank titil, bahwa banyak pelaku UMKM
70
Wuliyono (Pengurus BAZ Kota Mojokerto), Wawancara, Mojokerto, 05 Januari 2016.
dan IKM yang meminta pinjaman kepada bank titil yang lembaga
tersebut dapat bergerak bebas menghimpit ekonomi masyarakat
kecil dengan manajemen semi renternir, yaitu mengabadikan
pokok pinjaman dan terus mengembangkan bunga yang
berlipat-lipat.
c. Meminimalisir orang Islam agar tidak teerjerumus terlalu dalam
melakukan perbuatan diluar syar’i, karena melakukan transaksi
yang menghasilkan bunga termasuk riba, dan riba termasuk
perbuatan haram.
Program PUSYAR ada dua macam yaitu, PUSYAR jilid I dan
PUSYAR jilid II. Pertama, PUSYAR jilid I menyediakan plafond
pembiayaan Rp. 750.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000,- dan jangka
waktu pembiayaan 12 samapai dengan 18 bulan. Untuk PUSYAR jilid
I diperuntutkan bagi UMKM ataupun IKM kota Mojokerto ataupun
PNS yang keluarganya memiliki usaha. Kedua, PUSYAR jilid II
menyediakan plafond pembiayaan Rp. 10.000.000,- sampai dengan
Rp. 50.000.000,- dan jangka waktu pembiayaan 24 bulan. Untuk
PUSYAR jilid II yang dapat mengakses yaitu UKM dan IKM yang
bergerak dalam bidang ekonomi kreatif yang menjual produk
unggulan khas Kota Mojokerto seperti usaha alas kaki, batik,
handycraft, perajin miniatur perahu layar, makanan ringan dan
Program PUSYAR ini melibatkan berbagai pihak, yaitu pihak
pertama adalah suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas yang bermaksud tujuan berusaha pada sektor Jasa Keuangan
dalam bentuk Bank Pembiayaan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah
yang berdasar:71
a. Akta Pendirian PT. BPR Syariah Nomor 1 tahun 2012 Notaris
Ermawati, SH di Surabaya
b. Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Pendirian Perseroan Terbatas Bank Pembiayaan Syariah Mandiri
Kota Mojokerto
Hak dan kewajiban pihak pertama pada program PUSYAR sebagai
berikut:72
a. Menyediakan dana untuk Program PUSYAR unggulan sebesar Rp.
1.500.000.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) pada tahun
2015
b. Memberikan pinjaman kepada UMKM/UKM dan IKM Pelaku
Usaha Produk Unggulan Kota Mojokerto peserta Program
PUSYAR unggulan minimal Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta
Rupiah) s.d Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan
akad mura>bah}ah yang sudah direkomendasi kedua belah pihak
71
Nota Kesepahaman antara PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dengan BAZ Kota Mojokerto, Diskoperindag Kota Mojokerto, dan MES Kota Mojokerto.
72
Perjanjian Kerjasama anatar PT. BPR Syariah Kota Mojokerto dengan BAZ Kota Mojokerto.