• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM DI DESA SUMBERTANGGUL KECAMATAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO : TINJAUAN TEORI STRUKTURAL FUNGSIONALISME TALCOTT PARSONS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM DI DESA SUMBERTANGGUL KECAMATAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO : TINJAUAN TEORI STRUKTURAL FUNGSIONALISME TALCOTT PARSONS."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM DI DESA

SUMBERTANGGUL KECAMATAN MOJOSARI

KABUPATEN MOJOKERTO

( Tinjauan Teori Struktural Fungsionalisme Talcott Persons )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang Sosiologi

Oleh :

Khusniah Isbandi

NIM B05212024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Khusniah Isbandi, 2015. Pola Interaksi Umat Hindu dan Umat Islam di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto (Tinjauan dari Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons). Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Pola Interaksi, Umat Hindu, Umat Islam.

Ada dua latar belakang yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: pertama, bagaiamana interaksi antar umat Hindu dan umat Islam di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto?. kedua, bagaimana pola interaksi masyarakat di tengah perbedaan agama di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Talcott Persons. Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskripsi dan dianalisis dengan menggunakan teori fungsionalisme Struktural.

(6)

ABSTRACT

Khusniah Isbandi, 2015. Interaction Patterns Hindus and Muslims in the village Sumbertanggul Mojosari District of Mojokerto (Review of the Theory of structural functionalism Talcott Parsons). Thesis Sociology Program Faculty of Social and Political Sciences UIN Sunan Ampel Surabaya

Keywords: Interaction Pattern, Hindu People, Islam People

There are two problems that will be analysed in this thesis, the first: How is the interaction of Hindu and Islam people in Sumbertanggul Village, Mojosari District, Mojokerto County? Secondly, How is interaction pattern of society with different religion people in Sumbertanggul Village, Mojosari District, Mojokerto County?

This research uses qualitative research that is studied by qualitative descriptive method to answer the problems. In this case, the researcher uses structural functionalism theory by Talcott Parsons. Data having been found are explained by structural functionalism theory.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR………xii

DAFTAR GRAFIK………xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian Terdahulu ... ... 7

F. Definisi Konseptual ... ... 8

G.Kerangka Teoritik ... 17

H.Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 19

(8)

3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 20

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 21

5. Teknik Pengumpulan Data ... 24

6. Teknik Analisis Data ... 24

7. Teknik Keabsaan Data ... 26

I. Sistematika Pembahasan ... 29

BAB II. KAJIAN TEORI POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM ... 31

A. Kerangka Teoritik ... 31

a. Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons ... 31

1. Sistem Sosial... 36

2. Sistem Kultural ... 41

3. Sistem Kepribadian... 43

4. Organisme Behavioral ... 45

BAB III. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM ... 47

A. Deskripsi Umum Subyek Penelitian ... 47

1. Sejarah Desa Sumbertanggul ... 47

2. Demografi ... 47

a. Kondisi Geografis ... 47

b. Monografi Desa ... 48

3. Keadaan Sosial ... 48

a. Kependudukan ... 48

b. Pendidikan ... 50

c. Ketenagakerjaan ... 53

(9)

a. Perbatasan Wilayah Desa ... 54

b. Organisasi Pemerintahan Desa ... 55

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 56

1. Asal Usul Agama Hindu di Desa Sumbertanggul ... 56

2. Interaksi antar Umat Hindu dan Umat Islam ... 60

3. Pola Interaksi Masyarakat di Tengah Perbedaan Agama ... 68

a. Interaksi antar Perangkat Desa dengan Umat Hindu ... 69

b. Interaksi antar Tokoh Agama ... 71

4. Konflik Umat Beragama ... 71

a. Dinamika konflik ... 71

b. Penyelesaian konflik ... 72

C. Temuan ... 74

D. Implikasi Teori ... 75

1. Interaksi antar Umat Hindu dan Umat Islam ... 77

a. Kultural ... 78

b. Pendidikan Agama ... 81

c. Kekeluargaan yang Sangat Kuat... 83

(10)

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Manusia memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain, karena sejak dilahirkan manusia sudah memiliki hasrat atau keinginan pokok, yaitu: keinginan untuk menjadi satu dengan yang lain disekelilingnya (masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Hal itu dilakukan manusia untuk dapat mempertahankan kehidupan. Sehingga sangat diperlukan adanya interaksi-interaksi sesama manusia untuk menjadikan hubungan mereka semakin erat. Ketika hubungan itu sudah terbangun diantara kelompok masyarakat, maka akan terlahir rasa solidaritas sosial yang tinggi diantara masyarakat tersebut.

Setiap agama memiliki budaya, adat istiadat, model berpakaiaan, hari-hari besar serta lambang-lambang keagamaan, semua itu adalah wujud eksistensi dan identitas dari masing-masing agama tersebut. Sehingga bisa dibayangkan apabila dalam satu desa terdapat dua agama yang dianut oleh masyarakatnya. Sehingga diperlukan cara untuk menghindari adanya konflik yang timbul akibat perbedaan keyakinan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama.

(12)

2

memang telah membuahkan hasil positif yang menurut kesaksian sejarah sudah dinikmati sekian banyak bangsa yang berbeda-beda. Namun disamping keberhasilan itu terdapat juga kegagalan. Fakta Kerukunan hanya terdapat pada umat pemeluk agama yang sama. Sebaliknya perbenturan yang banyak terjadi antara golongan pemeluk agama yang berlainan tidak sedikit menodai kehidupan umat manusia yang kemudian tumbuh menjadi sebuah konflik ditengah kehidupan masyarakat. Walaupun penyebab utamanya adalah perbedaan iman, namun faktor suku, ras, faktor perbedaan kebudayaan dan pendidikan turut memainkan peran yang tidak kecil atas kejadian itu.1 Proses sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia juga sangat menentukan terciptanya hubungan yang baik diantara masyarakat dan merupakan salah satu cara untuk menghindari tumbuhnya konflik. Sehingga sangat diperlukan bagaimana caranya proses sosial itu dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Jika proses sosial itu dilakukan berulang-ulang tanpa disadari kerukunan itu akan terbangun dengan sendirinya.

Bentuk umum dari proses sosial adalah Interaksi sosial yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Sehingga sangat dibutuhkan adanya interaksi yang baik antar umat beragama supaya mampu mewujudkan adanya kerukunan antara umat beragama dan tidak membatasi aktivitas mereka dalam melaksanakan ajaran agama. Masyarakat bagaikan lingkaran besar dan didalamnya banyak

(13)

3

lingkaran-lingkaran kecil yang berupa kelompok-kelompok masyarakat. Selain itu lapisan-lapisan masyarakat juga slalu ada dalam setiap kehidupan bermasyarakat baik di lihat dari status, kekuasaan, peran dan kemampuan yang kemudian diikuti dengan adanya profesi-profesi yang ada karena hal tersebut. seperti tokoh-tokoh agama, perangkat desa: kepala desa, sekertaris desa, petinggi, bayan (pemimpin dusun), ketua RW, ketua RT dan lain-lain. Jika interaksi itu mengarah kesemua komponen yang ada dalam masyarakat dan membentuk sebuah pola yang saling berhubungan maka masyarakat akan mewujudkan kerukunan dalam kehidupannya.

Ada 3 Agama yang dianut oleh masyarakat di Desa Sumbertanggul yaitu Islam, Hindu dan Kristen. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang berjumlah 4.323 jiwa, sedangkan Hindu 98 jiwa dan Kristen 9 jiwa yang merupakan agama Minoritas Masyarakat di Desa Sumbertanggul. konflik diantara umat beragama juga ikut andil mewarnai kehidupan sosial masyarakat Sumbertanggul. Masuknya agama Hindu dalam lingkungan masyarakat Sumbertanggul yang beragama Islam melahirkan konflik bagi masyarakat lokal. Karakter masyarakat Sumbertanggul yang kaku, tidak mudah menerima hal baru ditambah nilai-nilai dan norma yang masih sangat kuat, Sehingga kedatangan agama Hindu seakan menjadi ancaman bagi masyarakat Sumbertanggul.

(14)

4

lurah Sumbertanggul tahun 1957-1967. Karena mbah Pangat Sangat disegani oleh masyarakat Sumbertanggul, sifat masyarakat Desa Sumbertanggul yang memiliki rasa kekeluargaan yang sangat kuat dan tidak adanya tindakan anarki terhadap pemeluk agama Islam. Akhirnya konflik tersebut lama kelaman mereda diikuti banyak pengikut agama Hindu dan mereka memiliki kebebasan unuk melakukan ritual keagamaannya.

Keberagaman agama tercermin dalam masyarakat di Desa Sumbertanggul, yang mana masyarakatnya masih sangat menjaga nilai-nilai atau adat istiadat sepertihalnya masyarakat desa pada umumnya, selain itu ketika berkunjung ke Desa Sumbertanggul tidak jarang ditemukan orang-orang yang sedang membuat batu bata atau genting yang terbuat dari tanah liat. Di Desa Sumbertanggul terdiri dari beberapa agama, dengan demikian didirikan pula tempat ibadah masing-masing agama demi kenyamanan ibadah mereka. Penduduk di Desa Sumbertanggul mayoritas menganut agama Islam dan ada beberapa kepala keluarga yang beragama Hindu dan Kristen. Keberagaman ini dapat memicu konflik yang disebabkan kurangnya rasa menghargai antara umat beragama atau saling mengunggulkan kelompoknya masing-masing. Namun pada faktanya masyarakat di desa tersebut mampu menjaga keharmonisan dan interaksi sosial antar agama.

(15)

5

yang baik ditengah kehidupan masyarakat yang berbeda agama. Seperti ketika salah satu orang Hindu mempunyai hajatan, maka mereka juga akan mengundang langsung satu persatu kerumah tetangga-tetangganya baik orang Islam maupun orang Hindu yang berada disekitar rumahnya. Yang dimana dalam istilah jawa hal itu disebut dengan ngulemi (di undang).

(16)

6

beragama di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Disini bisa dilihat siapa saja elemen-elemen dari masyarakat yang saling berinteraksi dan bagaimana arah interaksi masyaraka Sumbertanggul sehingga bisa digambarkan menjadi sebuah pola.

Berdasarkan pengamatan sementara bahwa interaksi pada masyarakat Sumbertanggul sangat bermanfaat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Hal ini dapat berupa toleransi serta tolong-menolong terhadap pemeluk agama lain.

Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengetahui secara mendalam mengenai pola interaksi umat beragama di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana interaksi antar umat Hindu dan Islam di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto?

2. Bagaimana pola interaksi mayarakat ditengah perbedaan agama di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(17)

7

2. Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi mayarakat ditengah perbedaan agama di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang sekurang-kuranya:

1. Secara praktis agar bisa dijadikan pijakan atau masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam membahas mengenai interaksi antar umat beragama.

2. Secara teoritis, semoga dapat memberi manfaat dan kegunaan keilmuaan dalam bidang sosial khususnya mengenai interaksi sebagai proses sosial yang harus dilakukan masyarakat pada umumnya.

3. Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang interaksi yang terjadi diantara umat beragama yang bernilai positif dan menciptakan kerukunan masyarakatnya di tengah perbedaan agama.

E. Penelitian Terdahulu

Skripsi, yang berjudul “Pluralisme Dan Kerukunan Umat Beragama (Studi di

desa Balun kecamatan turi kabupatean lamongan)” penelitinya Asroful Zainudin

(18)

8

Skripsi yang berjudul “Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid Dalam

Perspektif Pendidikan Islam” penelitinya Arief Wahyu Rizkiyanto yang didalamnya

menjelaskan tentang konsep prulalisme Abdurrahman Wahid dan bagaimana konsep pendidikan Islam terhadap prulalisme. Penulis menyimpulkan dengan adanya konsep pluralisme ini maka kita bisa menerapkannya, untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang menjadikan anak didik menjadi manusia yang baik dan menjadikan contoh demokrasi yang dibawa Gus dur yang menekankan pada terciptanya keharmonisan bermasyarakat dengan saling menghargai pendapat orang lain, munculnya rasa empati dan simpati serta solidaritas baik antara sesama muslim ataupun dengan non-muslim, sehingga pada saatnya nanti akan tercipta suatu kultur demokratis dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat.

Berbeda dengan penelitian penulis, dalam penelitian ini membahas mengenai interaksi antara umat Hindu dan umat Islam, dan bagaimana interaksi antara masyarakat yang berbeda agama, tokoh agama dan perangkat desa itu akan membentuk sebuah pola interaksi, sehingga kerukunan antara masyarakat terwujud dengan baik. Penulis akan menganalisis fenomena tersebut berdasarkan teori Fungsionalisme Struktural Talcott Persons.

F. Definisi Konseptual

Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai bahan penguat sekaligus spesifikasi mengenai penelitian yang akan dilakukan.

(19)

9

Kamus lengkap bahasa Indonesia M.Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Banyak ahli yang memberikan uraiannya mengenai definisi interaksi sosial. Walgito, misalnya mendefinisikan intraksi sosial sebagai hubungan antar individu satu dengan individu lain atau sebaliknya. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Senada dengan Walgino, Benner menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah suatu relasi antara dua atau lebih individu manusia, dimana individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan timbal-balik interaksi sosial antara dua atau lebih manusia.2

Dengan demikian Interaksi sosial dapat dijelaskan sebagai hubungan timbal-balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, ataupun suatu kelompok dengan kelompok lain dimana dalam hubungan tersebut dapat mengubah, mempengaruhi, memperbaiki antara satu individu terhadap individu lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok

2

(20)

10

manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai kehidupan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.3

Didalam interaksi sosial mengandung makna tentang kontak secara timbal balik atau inter-stimulasi dan respon antara individu-individu dan kelompok-kelompok. Alvin dan Helen Gouldner, menjelaskan sebagai “…aksi dan reaksi diantara orang-orang.”4Dengan demikian, terjadinya interaksi apabila satu individu berbuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan reaksi dari individu atau individu-individu lainnya.

3

. Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), 54. 4

(21)

11

a. Syarat- Syarat Terjadinya Interaksi Soial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua Syarat, yaitu adanya kontak sosial (social-contact) dan adanya komunikasi. Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Kontak dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadinya kontak belum berarti telah ada komunikasi, oleh karena komunikasi itu timbul apabila seseorang individu memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Dengan tafsiran tadi, lalu seorang itu mewujudkan perilaku, dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak dan komunikasi.

b. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

(22)

12

keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interksi sosial. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut itu dimulai dengan kerjasama yang kemudian menjadi persaingan serta memunculkan menjadi pertikaian untuk akhirnyasampai pada akomodasi. Akan tetapi ada baiknya untuk menelaah proses-proses interaksi tersebut di dalam kelangsungannya. Proses-proses interaksi yang pokok adalah sebagai berikut:5

1) Proses-Proses yang Asosiatif

Beberapa sosialogi menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerjasama untuk menggambarkan sebagaian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk nteraksi tersebut dapat dikembalikan pada kerjasama. Ada lima bentuk kerjasama, yaitu sebagai berikut: a) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong, b) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

c) Kooptasi (cooptation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

5

(23)

13

d) Koalisi (coalition), yaitu kombinasi antar dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu kerena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antar satu dengan lainnya. Akan tetapi, maka sifatnya adalah kooperatif.

e) Joint venture, yaitu: yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran miyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.

2) Akomodasi (Accomodation)

Istilah akomodasi dipengaruhi dalam dua arti, yaitu untuk menunjukkan pada suatu keadaan dan untuk menunjukkan pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antar orang-perolangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dngan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku didalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha-usaha-usaha untuk mecapai kestabilan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehidupan kepribadiannya.

(24)

14

Dalam kamus besarbahasa Bahasa Indonesia (KBBI) kata Umat berarti para penganut (pemeluk, pengikut) suatu Agama.6 Sehingga umat Hindu adalah orang yang memeluk agama Hindu. Karena luasnya perbedaan pemahaman, praktek, dan tradisi yang meliputi agama Hindu, tidak ada definisi universal yang tampak jelas mengenai orang Hindu, atau bahkal kesimpulan apakah Hindu menggambarkan suatu kesatuan, kepercayaan, budaya atau sosio-politik. Tahun 1995, hakim P. B. Gajendragadkar di pengadilan tinggi India mengatakan: Agama Hindu mungkin dapat digambarkan sebagai sebuah jalan kehidupan. Dalam agama Hindu terdapat berbagai perbedaan dan sekte-sekte namun mereka tetap satu karena memiliki dasar-dasar yang sama. Dalam agama Hindu, terhadat hal-hal utama yang dapat menyatukan perbedaan tersebut, dan bersumber dari sastra-sastra suci agama Hindu, yaitu Weda, Upanisda, Purana, dan Wiracarita Hindu. Maka dari itu, seseorang dapat dikatakan seorang Hindu jika: mengikuti salah satu cabang filsafat hindu misalnya Adwaita, Wisistadwaita, Dwaita dan lain-lain; mengikuti tradisi yang terpusat pada salah satu perwujudan Tuhan, misalnya Saiwisme, waisnawa, saktisme dan lain-lain; melakukan suatu macam yoga termaksuk bakti (pemujaan) supaya mencapai moksa; menerima ajaran-ajaran weda-wedadengan takzim; mengakui bahwa kebebasan dicapai dengan jalan yang berbeda-beda; menyadari bahwa jumblah dewa untuk dipuja amat banyak, sehingga agama hindu Nampak berbeda-beda.

(25)

15

Agama Hindu memberikan kebebasan bagi umatnya untuk menuju Tuhannya dengan cara yang berbeda, maka pelaksanaan ritual Hindu didunia berbeda-beda. Misalnya perbedaan upacara pernikahan umat Hindu di Indonesia. Miskipun berbeda-beda umat Hindu di seluruh dunia menuju Tuhan yang samadan menjunjung kitab suci yang sama yang berbeda di antara umat hindu di seluruh dunia adalah tradisi dan praktik keagamaan.

Didalam Ghandi-Shutra itu, yang memungut tulisan mahatma Ghandi didalam berkala Young india penerbitan tanggal 6 Oktober 1921, dijumpai garis pendirian dan keyakinan mahatma Ghandi sebagai berikut: Saya menganggap Sanatai-Hindu oleh karena, “ saya percaya kepada Veda, saya percaya kepada

Varnashrama-Dharma (empat sususnan kewajiban) dalam arti yang tertera di dalam kitab Veda, saya percaya pada perlindungan lembu dalam arti yang jauh lebih dalam dari pada yang biasa diberikan pihak umum kepadanya, saya tidak menolak pemujaan patung-patung.7

Seperti halnnya umat Hindu di Desa Sumbertanggul mereka juga melakukan pemujaan ke patung-patung setiah hari sebanyak tiga kali yaitu; ketika matahari terbit (pagi), siang, dan malam atau sre hari. Selain itu umat Hindu di Desa Sumbertanggul juga tidak memekan daging sapi karena mereka meyakini bahwa lembu memiliki sejarah yang sangat penting bagi umat Hindu seperti halnya Umat Hindu pada umumnya.

a. Umat Islam.

7. Joesoef Sou’yb,

(26)

16

Umat Islam adalah penganut agama Islam yang percaya bahwa Tuhanya hanya satu yaitu Allah dan percaya bahwa Muhammad adalah utusannya. Selain itu seorang muslim harus percaya bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang sudah ada dan sempurna. Seorang muslim mendasari kehidupan mereka dengan liman rukun. Yaitu:

1) Pernyataan iman atau syahadat “tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan (Rasul) Allah.

2) Sholat lima waktu dalam satu hari (subuh, dzuhur,ashar, magrib dan isya’).

3) Zakat ketika bulan ramadhan.

4) Puasa ketika bulan kesembilan dalam kalender islam (ramadhan) selama satu bulan.

5) Menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

Ada enam rukun iman yang seorang muslim harus mempercayainya, yaitu:

1)Iman kepada Allah

(27)

17

Umat Islam di Desa Sumbertanggul juga memiliki banyak kegiatan keagamaan seperti; tahlilan, yasinan, diba’an, kataman al-Qur’an di rumah

tetangga-tetangganya secara bergantian dan banyak sekali tradisi-tradisi yang masih dilakukan umat Islam di Sumbertanggul seperti kirim Do’a kepada keluarganya yang sudah meninggal, slametan menyambut kelahiran bayi dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan itu menjadi bukti bahwa Islam di umbertanggul masih sangat kental dan dapat meningkatkan solidaritas sesama muslim di DesaSumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

G. Kerangka Teoretik

Teori yang digunakan untuk menganalisis penelitian yang berjudul “Pola

Interaksi Kerukunan Umat Hindu dan Umat Islam di Desa Sumbertanggul

Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto”.adalah teori Fungsionalisme Struktural

menurut Talcott Persons. Kareana peneliti menganggap teori fungsionalisme Struktural relevan untuk menjelaskan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penelitian. Bahasan tentang fungsionalisme struktural Persons ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua system “tindakan”, terkenal

dengan AGIL, sesudah membahas empat fungsi ini kita akan beralih menganalisis pemikiran Persons mengenai struktur dan system.

(28)

18

system-adaptation (A), goal attainment (G), integration (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola.

1. Adaptasi (Adaptation): sebuah system harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. System harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan butuhannya.

2. Pencapaian tujuan (Goal attainment): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

3. Integrasi (Integration): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting (A,G,L)

4. Latency atau pemeliharaan pola (Latency): subuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motifasi.8

Dalam kehidupan masyarakat di desa Sumbertanggul sangat penting untuk menerapkan keempat fungsi untuk semua sistem “tindakan” dalam mewujudkan

kerukunan antara umat beragama yang berbeda dalam satu lingkungan sosial. Masyarakat sumbertanggul harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang berbeda agama dengan menyadari adanya perbedaan tanpa menyalahkan agama lain yang berkembang di Desa Sumbertanggul. Dan semua elemen masyarakat Sumbertanggul seperti tokoh agama Hindu, tokoh Agama Islam, prangkat desa, umat Hindu, umat Islam, remaja masjid (REMAS), dan taruna

8

(29)

19

Saraswati atau pemudah Hindu harus menyadari adanya tujuan bersama yaitu kerukunan umat beragama sehingga mereka bersikap toleransi dan saling menghargai antara umat agama yang lain. Dan ada dua fungsi lagi menurut Parsons yarus dilakukan masyarakat Sumbertanggul untuk mewujudkan kerukunan umat beragama di Desa Sumbertanggul yaitu integrasi dan latensi.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Kualitatif (qualitativeresearch). Peneliti disini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena dengan pendekatan itu peneliti bisa mengetahui pola interaksi sehari-hari objek yang dijadikan informan. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data berupa induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.9

Sedang pendekatan penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah jenis deskriptif kualitatif yang mempelajari masalah-masalah yang ada serta tata cara kerja yang berlaku. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalam penelitian deskriptif kualitatif terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan

9

(30)

20

menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.10

2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini berada di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Dengan lokasi yang berada di lingkunngan pedesaan dimana adanya dua agama yang berkembang dalam satu lingkungan sosial yaitu Hindu dan Islam, kehidupan masyarakatnya sesuai dengan masyarakat pedesaan yang dicirikan dengan solidaritas mekanik. Waktu penelitian di lakukan mulai bulan November 2015 sampai bulan Januari 2015.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Karena di Desa Sumbertanggul masyarakatnya ada yang beragama Hindu dan ada juga yang beragama Islam. Sedangkan yang dipilih menjadi subjek penelitian adalah tokoh agama Hindu, tokoh agama Islam, perangkat desa, masyarakat yang beragama hindu dan masyarakat yang beragama islam. Sehingga peneliti mengetahui bagaimana pendapat mereka mengenai interaksi dan bagaimana pola interaksi yang terjadi di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

Tabel 1.1

Nama-nama Informan Penelitian

10

(31)

21

N0 Nama Umur Keterangan

1 Samsul Huda 53 Kepala Desa Sumbertanggul

2 Anwar 43 Tokoh Agama Islam

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu:11

a. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :

1)Menyusun Rancangan Penelitian

(32)

22

Peneliti memilih di Desa Sumbertanggul kecamatan Mojosari kabupaten Mojokerto.

3)Mengurus Perizinan

Yakni mengurus perizinan di Balai Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

4)Menjajaki dan Menilai Lapangan

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang interaksi di Desa Sumbertanggul. Agar peneliti lebih siap terjun ke lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti.

5)Memilih dan Memanfaatkan Informan

Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang merupakan orang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam kegiatan. Kemudian memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian.

6)Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhanyang akan dipergunakan dalam penelitian ini.

b. Tahap Lapangan

(33)

23

Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.

2)Memasuki Lapangan

Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yang baik dan akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik. Serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut. 3)Berperan Serta Sambil Mengumpulkan Data

Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya, baik data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.

c. Tahap Analisa Data

Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data.12Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan, diklasifikasikan dan analisa dengan komparasi konstan.

12

(34)

24

d. Tahap Penulisan Laporan

Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, sehingga dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan.Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas yang baik pula terhadap hasil penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan oleh peneliti ialah:

a. Data tentang bagaimana interaksi di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

b. Data tentang bagaimana pola interaksi di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

6. SumberData

a. Sumber Data Primer

Sumber data yang dijadikan data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian dan merupakan data yang diperoleh dari sumber utama yaitu dari hasil wawancara dan observasi berupa keterangan dari pihak-pihak yang terkait .13seperti masyarakat Hindu, masyarakat Islam, tokoh agama, dan pemeritah desa yang saling berinteraksi di Desa Sumbertanggul. Dan data yang diperoleh langsung dari narasumber dari obyek penelitian, data tersebut meliputi:

13

(35)

25

1)Wawancara dengan umat Hindu dan umat Islam sebagai pemeluk agama yang berbeda.

2)Wawancara dengan warga bagai mana pola interaksi yang terjadi di Desa Sumbertanggul.

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan seperti buku-buku, kitab dan literarur-literatur yang berhubungan dengan interaksi antara umat beragama.

Agar dapat memperoleh data secara lengkap, maka diperlukan adanya teknik pengumpulan data yaitu, teknis prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.14 Adapun teknis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1)Observasi

Observasi yaitu pengamatan secara langsung tanpa perantara tentang obyek yang diteliti. Observasi dilakukan dengan cara peneliti langsung terjun ke lapangan. Observasi dimaksudkan agar peneliti dapat mendeskripsikan perilaku dalam kenyataan serta memahami perilaku tersebut dengan melihat latar belakang kehidupan masyarakat dari aspek-aspek sosial-kultural masyarakat, pendidikan, agama, dan ekonomi. Sehingga peneliti bisa mengetahui secara lebih detail apakah bagaimana pola interaksi di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten

14

(36)

26

Mojokerto dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial-kultural masyarakat, pendidikan, agama, dan ekonomi masyarakat.

2)Wawancara (interview)

Wawancara ini dilakukan dengan alasan bahwa hanya respondenlah yang paling tahu tentang diri mereka sendiri, sehingga informasi yang tidak dapat diamati atau diperoleh dengan alat lain, akan diperoleh dengan wawancara. Cara ini dipilih kerena peneliti mengiginkan mendapatkan informasi yang lebih banyak dan valid mengenai pihak-pihak yang dapat dijadikan informan. Dalam hal ini peneliti akan mewawancarai para pihak yang saling berinteraksi untuk mengetahui bagaimana pendapat mereka mengenai pola interaksi di desa Sumbertanggul kecamatan Mojosari kabupaten Mojokerto.

3)Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pencarian data dilapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya Yang sudah dimiliki oleh masyarakat Sumbertanggul kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

7. Teknik Analisis Data

(37)

27

untuk memperoleh gambaran atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat.15Mengenai pola interaksi di Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupten Mojokerto.Dan kemudian dianalisis menggunakan teori fungsionalisme struktural untuk mendapatkan penjelasan teoritik fungsionalisme struktural terhadap pola interaksi di Desa Sumbertanggul Kecamana Mojosari Kabupatean Mojokerto.

8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.

Untuk memperoleh tingkat keabsahan data, teknik yang digunakan antara lain:

a. Ketekunan pengamatan, yakni serangkaian kegiatan yang dibuat secara terstrukturdan dilakukan secara serius dan berkesinambungan terhadap segala realistis yang ada di lokasi penelitian dan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur di dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau peristiwa yang sedang dicari kemudian difokuskan secara terperinci dengan melakukan ketekunan pengamatan mendalam. Maka dalam hal ini peneliti diharapkan mampu menguraikan secara rinci berkesinambungan terhadap proses bagaimana penemuan secara rinci tersebut dapat dilakukan.

b. Triangulasi data, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Hal ini

15

(38)

28

dapat berupa penggunaan sumber, metode penyidik dan teori.16Dari berbagai teknik tersebut cenderung menggunakan sumber, sebagaimana disarankan oleh patton yang berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Untuk itu keabsahan data dengan cara sebagai berikut :

1)Membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan data hasil wawancara

2)Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan

3)Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

Yang ingin diketahui dari perbandingan ini adalah mengetahui alasan-alasanapa yang melatar belakangi adanya perbedaan tersebut (jika ada perbedaan) bukan titik temu atau kesamaannya sehingga dapat dimengerti dan dapat mendukung validitas data.

c. Diskusi teman sejawat, yakni diskusi yang dilakukan dengan rekan yang mampumemberikan masukan ataupun sanggahan sehingga memberikan kemantapan terhadap hasil penelitian.Teknik ini digunakan agar peneliti dapat mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran serta memberikan kesempatan awal yang baik untuk memulai menjejaki dan mendiskusikan

16

(39)

29

hasil penelitian dengan teman sejawat. Oleh karena pemeriksaan sejawat melalui diskusi ini bersifat informal dilakukan dengan cara memperhatikan wawancara melalui rekan sejawat, dengan maksud agar dapat memperoleh kritikan yang tajam untuk membangun dan penyempurnaan pada kajian penelitian yang sedang dilaksanakannya

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan pembahasan masalah-masalah dalam penelitian ini. Agar dapat dipahami permasalahannya lebih sistematis, maka pembahasaan ini akan disusun penulis sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi konseptual, kerangka teoretik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN TEORI

(40)

30

BAB III ANALISIS DATA

Berisi penyajian data dan analisis data yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian yaitu Desa Sumbertanggul, interaksi antar umat Hindu dan umat Islam dan bagaimana pola interaksi yang terbentuk dalam masyarakat di Desa Sumbertanggul. Kemudian, analisis data yang diporeleh dari lapangan sehingga menjadi penelitian sekripsi yang valid.

BAB IV PENUTUP

(41)

31

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kerangka Teoretik

1. Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons

Salah satu teori yang bisa digunakan untuk melihat kerukunan adalah pendekatan fungsionalisme struktural. Pendekatan fungsionalisme struktural pertama kali dilontarkan oleh Talcott Parsons. Ia melihat bahwa masyarakat merupakan suatu struktur yang diatur oleh sistem, dan masing-masing komponen terintegrasi dengan fungsinya sendiri-sendiri. Semua berjalan seimbang dan pada dasarnya adalah baik. Konflik atau ketidak seimbangan terjadi karena ada komponen yang tidak berjalan semestinya, menurut Abdul Jamil Wahab dalam Parsons 1973 Berdasarkan pendekatan fungsionalisme struktural ini, masyarakat pada dasarnya memiliki watak untuk bersatu dan hidup harmoni, serta membutuhkan kondisi kohesif. Untuk itu pengelolaan kerukunan atau harmoni sosial diarahkan pada penguatan hubungan sosial. Hal itu terjadi pula pada kehidupan antara umat beragama.1

Upaya membangun kerukunan dalam masyarakat membutuhkan modal sosial. Banyak ahli yang menyebutkan modal sosial yang dapat membantu masyarakat dalam menciptakan situasi damai. Robert Purnam,

1

. Abdul Jamil Wahab, Harmoni di Negeri Seribu Agama (Membumikan Teologi dan Fikih Kerukunan), (Jakarta: Gramedia,2015),25.

(42)

32

berdasarkan penelitian di Italia, menurut Abdul Jamil Wahab dalam Putnam menjelaskan bahwa semakin kuat jaringan kewargaan (network of civic engagement) dalam sebuah masyarakat, semakin kecil kemungkinan terjadinya kekerasan komunal antar warga. Pemikiran Putman ini didasari oleh kajiannya dimana keberhasilan warga Italia utara meredam potensi kekerasan komunal dibandingkan dengan warga Italia Selatan. Hal itu dikarenakan waraga Italia Utara memiliki jaringan keterlibatan warga (civic engagement) lebih kuat dibandingkan dengan warga Italia Selatan.2

Selama hidupnya Parsons membuat sejumblah besar karya teoritis. Ada perbedaan penting antara karya awal dan karya yang belakangan. Dalam bagian ini akan dibahas bagian-bagian karya belakangan, mengenai teori fungsional struktural. Bahasan fungsionalisme struktur Parsons akan dimulai dengan keempat fungsi penting untuk semua system “tindakan” yang dikenal dengan skema AGIL. Sebuah fungsi (fungction) adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan definisi ini, Parsons bahwa ada empat fungsi penting yang diperlukan semua sistem yaitu; adaptation (A), goal attainment (G), integration (I) dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini;

2

(43)

33

a. Adaptasi (Adaptation): sebuah sistem harus menanggulangi situasai yang ekternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. b. Pencapaian tujuan (Goal attainment): sebuah sistem harus

mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

c. Integrasi (Integration): sebuah sistem harus mengatur antara hubugan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antara hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,L). d. Latensi atau pemeliharaan pola (Latency): sebuah sistem harus

memperlengkapi. Memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.3

Persons mendesain skema AGIL ini digunakan untuk semua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan empat sistem tindakan dibawah, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan sekema AGIL.

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor

3

(44)

34

seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak. Merangkum struktur sistem tindakan menurut AGIL, Menurut peneliti dapat dilihat pada gambar 2.1, dibawah ini:

Gambar 2.1

Struktur Sistem Tindakan Umum

L I

A G

Fungsi pemeliharaan pola mengacu pada keharusan mempertahankan stabilitas pola-pola budaya terlembaga yang mendefinisikan struktur dan sistem tersebut. Terdapat dua aspek yang menonjol dari keharusan fungsional ini. Yang pertama menyangkut karakter pola normatif itu sendiri; yang kedua menyangkut keadaan “institusionalisasinya”, dari titik pandang peserta

individu dalam suatu sistem sosial, ini bisa disebut sebagai komitmen motivasionalnya untuk bertindak sesuai dengan pola-pola normatif tertentu; ini sebagaimana akan kita lihat, melibatkan “peresapan” pola-pola tersebut

dalam struktur kepribadian.

Sistem Kultural Sistem Sosial

(45)

35

Aspek kedua dari fungsi kendali ini menyangkut motivasi komitmen individual yang ditempat lain disebut sebagai “ menejemen ketegangan”.

Suatu masalah yang sangat sentral adalah masalah mekanisme-mekanisme sosial individual, yaitu proses-proses yang dipakai meresapkan nilai-nilai masyarakat dalam kepribadiaannya. Tetapi bahkan ketika nilai-nilai telah diresapkan, komitmen-komitmen yang terlibat bisa mengalami berbagai jenis beban. Telah banyak wawasan yang diperoleh belakangan ini mengenai cara-cara dalam mana mekanisme-mekanisme seperti ritual, berbagai jenis ekspresi simbolisme, seni, itu beroperasi dalam hubungan ini. Analisis Durkheim atas fungsi-fungsi ritual keagamaan boleh dikatakan merupakan titik berangkat utama disini.4

Parsons mempunyai gagasan yang jelas mengenai “tingkatan” analisis

sosial maupun mengenai hubungan antara berbagai tingkatan itu. Susunan hirarkinya jelas, dan tingkat integrasi menurut sistem Persons terjadi dalam dua cara: masing-masing tingkatan yang lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang diperlukan untuk yang lebih tinggi dan tingkat yang lebih tinggi mengendalikan tingkat yang berada dibawahnya. Inti pemikiran Parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan ciptaanya yang meliputi:5

4

. Hartono Hadikusumo, Talcott Parsons dan Pemikirannya Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 191.

5

(46)

36

1. Sistem Sosial

Parsons mendefinisikan sistem sosial sebagai sistem sosial yang terdiri dari sejumlah aktor-aktor yang saling berinteraksi dalam situasi sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan”, yang hubungannya dengan situasi mereka

didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural. Definisi diatas mencoba menetapkan sistem sosial menurut konsep-konsep kunci dalam karya Parsons yakni aktor, interaksi, lingkungan, optimism kepuasan dan kultur.

Parsons menggunakan status-peran sebagai unit dasar dari sistem. Konsep ini bukan merupakan satu aspek dari aktor atau aspek interaksi, tetapi lebih merupakan komponen struktur dari sistem sosial. Status

(47)

37

Parsons menjelaskan sejumblah persyaratan fungsional dari sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga mereka bisa bekerjasama dengan mudah dengan sistem-sistem yang lainnya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain.

Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadahi dari para anggotanya. Kelima,

sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku berpotesi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauaan, konflik itu harus dikendalikan. Dan ketujuh, untuk kelangsungan hidupnnya, sistem memerlukan bahasa agar tetap lestari.

Dalam menganalisis sistem sosial, Parsons sama sekali tidak mengabaikan masalah hubungan antara aktor dan struktur sosial. Sebenarnya ia menganggap integrasi pola nilai dan kecenderungan kebutuhan sebagai “ dalil dinamis fundamental sosiologi”. Menerutnya,

(48)

38

sendiri itu, aktor sebenarnya mengabdi kepada kepentingan sistem sebagai satu kesatuan. Seperti dinyatakan Parsons, “kombinasi pola orientasi nilai yang diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi). Pada tingkat yang sangat penting, harus menjadi fungsi dari struktur peran fundamental dan nilai dominan sistem sosial”.6

Ada beberapa bentuk-bentuk komunikasi yang relevan dalam nengatasi problem religiosentrisme adalah pendidik agama yang dapat memberikan bekal bagi peserta didik untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut secara lebih mendalam dan terperinci, sejak usia dini. Sehingga potensi religiosentrik itu tidak teraktualisasikan, maka pendidikan agama harus dirancang, antara lain untuk memenuhi kebutuhan pencegahan aktualisasi religiosentrisme bukan hanya dikalangan peserta didik, melaikan juga diantara para pendidik dan masyarakat pendukung pendidikan. Nilai-nilai keagamaan yang bersifat universal dan dapat ditemukan pada setiap agama misalnya, mutlak dikedepankan dalam setiap kativitas pendidikan agama. Sedangkan nilai atau ajaran agama yang partikular, yang hanya khas dimiliiki oleh satu agama, perlu ditempatkan secara proporsional sebagai ciri partikularistik yang tidak menimbulkan gangguan bagi hubungan komunikasi antar kelompok masyarakat yang berbeda agama.7

6

. Ibid.,125. 7

(49)

39

Umumnya Parsons menganggap aktor biasanya menjadi penerima pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tidak hanya mempelajari cara bertindak, tetapi juga mempelajari norma dan nilai masyarakat. Sosialisasikan dikonseptualiasikan sebagai proses konservatif, dimana disposisikan-kebutuhan (yang sebagian besar dibentuk oleh masyarakat) mengikatkan anak-anak pada sistem sosial, dan sosialisasi itu menyediakan alat untuk memuaskan disposisi-kebutuhan tersebut. Kecil sekali, atau tak ada ruang, bagi kreativitas; kebutuhan untuk mendapatkan gratifikasi mengikatkan anak-anak kepada sistem sebagaimana adanya. Parsons melihat sosialisasi sebagai pengalaman seumur hidup. Karena norma dan nilai itu tidak menyiapkan anak-anak untuk menghadapi berbagai situasi khusus yang mereka hadapi ketika dewasa. Karena itu sosialisasi harus dilengkapi dengan serangkaian pengalaman yang spesifik sepanjang hidupnya. Norma dan nilai yang dipelajari ketika masih kanak-kanak cenderung tak berubah dan, dengan sedikit penguatan, cenderung tetap berlaku seumur hidup.

(50)

40

tidak dapat menerima perbedaan. Sistem sosial harus menyediakan berbagai jenis peluang untuk berperan yang memungkinkan bermacam-macam kepribadian yang berbeda untuk mengungkapkan diri mereka sendiri tanpa mengancam integritas sistem.

Sosialisasi dan kontror sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan keseimbangannya. Individualisme dan penyimpangan diakomodasi, tetapi bentuk-bentuk yang ekstrim harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan ulanga (reequlibrating). Keteraturan sosial sudah tercipta dalam struktur sistem sosial.

Menurut George Ritzer dalam Rocher, 1975, Meskipun pemikiran tentang sistem sosial meliputi semua jenis kehidupan kolektif, satu sistem sosial khusus dan sangat penting adalah masyarakat, yakni “kolektivitas

yang relatif mencukupi kebutuhannya sendiri, anggotanya mampu seluruh memenuhi kebutuhan kolektif dan individualnya dan hidup sepenuhnya didalam kerangka sendiri”.8 Sebagai seorang fungsionalisme struktural, Parsons membedakan antara empat struktur atau subsistem dalam masyarakat menuruf fungsi (AGIL) yang dilaksanakan masyarakat itu.

Ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi dan alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi menyesuaikan diri dengan

8

(51)

41

lingkungan kebutuhan masyarakat dan membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternal. pemerintah (polity) atau sistem politik melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (misalnya; di Sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu. Terakhir, fungsi integrasi dilaksanakanoleh komunitas kemasyarakatan (contoh hukum), yang meng-kordinasikan berbagai komponen. Menurut Parsons, sepenting-pentingnya struktur lebih penting lagi sistem kultural berada dipuncak sistem tindakan Parsons, dan ia menyebutnya “ determinis kultural”.

2. Sistem Kultural

(52)

42

menjadi bagian sistem yang lain; ia juga mmpunyai eksistensi yang terpisah dalam bentuk pengetahuan, simbol-simbol dan gagasan-gagasan. Aspek-aspek sistem kultural ini tersedia untuk sistem sosial dan sistem personalitas, tetapi tidak menjadi bagian dari kedua sistem itu.

(53)

43

3. Sistem Kepribadian

Sistem kepribadian (personalitas) tak hanya dikontrol oleh sistem kultural, tetapi juga oleh sistem sosial. Ini bukan berarti Persons tak sependapat dengan kebebasan sistem personalitas. Person menyatakan: “

menurut saya, meskipun kandungan utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kultural melalui proses sosialisasi, namun kepribadian mnjadi suatu sistem yang independen melalui hubungannya dengan organisme didirinya sendiri dan melalui keunikan pengalaman hidupnya sendiri; kepribadian bukanlah merupakan sebuah epifenomena semata.

Personalitas didefinisikan sebagai sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah “

disposisi-kebutuhan”. menurut Goeorge Ritzer dalam Parsons dan Shils, 1951 mendifinisikan disposisi-kebutuhan sebagai “unit-unit motivasi tindakan yang paling penting”. Mereka membedakan disposisi-kebutuhan

dari hati (drives), yang merupakan kecenderungan batiniah-“ energi fisiologis yang memungkinkan terwujudnya aksi”. Dengan kata lain

(54)

44

mulai dipandang dalam suatu konteks yang sistemati, yang dimana aksi itu mencakup pengambilan keputusan secara individual untuk mencapai tujuan tertentu. Dan nilai dan gagasan lain membatasi ruang lingkup pengambilan keputusan yang dibuat pelaku untuk mencapai tujuan.9

Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau menerima objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang tersedia tak dapat memuaskan disposisi-kebutuhan secara memadai. Persons membedakan antara tiga tipe dasar disposisi-kebutuhan. Tipe

pertama, memaksa aktor menjari cinta, persetujuan, dan sebagainya. Tipe

Kedua, meliputi internalisasi nilai yang menyebabkan aktor mengamati berbagai standar kultural. Tipe ketiga, adanya peran yang diharapkan yang menyebabkan aktor memberikan dan meneriama respon yang tepat.

Ini menimbulkan citra aktor yang pasif. Mereka tampaknya dipaksa oleh dorongan hati, didominasi oleh kultural atau lebih dibentuk oleh gabungan dorongan hati dan kultural (yakni oleh disposisi-kebutuhan). Sistem kepribadian pasif jelas merupakan mata rantai yang lemah dalam sebuah teori yang terpadu. Dan Parsons rupanya menyadari hal itu.

9

(55)

45

4. Organisme Behavioral

(56)

. garis lulur merupakan interaksi yang secara spontan terjadi dalam dinamika kehidupan masyarakat kerena adanya kekuasaan dari masing-masing komponen yang ada di masyarakat. Sedangkan garis putus-putus adalah pola interaksi masyarakat yang bisa terrealisasikan jika sudah melewati empat sistem tindakan sebagai alat untuk menciptakan keseimbangan atau kerukunan.

Fungsionalisme Struktural

a. Masyarakat Desa

Sumbertanggul memiliki watak Self Consciousness.

(57)

(58)

47

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

POLA INTERAKSI UMAT HINDU DAN ISLAM

A. Deskripsi Umum Subyek Penelitian

1. Sejarah Desa Sumbertanggul Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto

Berdasarkan cerita sesepuh Desa Sumbertanggul, bahwa Sumbertanggul berasal dari dua kata “ sumber” dan “ tanggul”.sumber artinya sumber air dan

tanggul yang artinya tangkispenahan air. Yang diharapkan oleh oraang yang babat Desa ini, sumber air di Desa ini setelah di tangkis dapat mengairi sawah yang merupakan mata pencaharian sebagai besar masyarakat, sehingga masyaraka di Desa Sumbertanggul gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.1

2. Demografi

a. Kondisi Geografis

Desa Sumbertanggul terletak di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto yang memiliki kondisi geografis sebagai berikut

Ketinggian tanah dari permukaan laut : ± 40 M

Curah hujan rata-rata pertahun :1600-1800 mm/tahun Tofografi (dataran rendah, tinggi, pantai) : Dataran Rendah

Suhu udara rata-rata : 30 ℃

1

(59)

48

b. Monografi Desa

Desa Sumbertanggul masuk pada wilayah Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah Desa Sumbertanggul sekitar 229,12 Ha yang terdiri atas pertanian atau sawah seluas 140,08 Ha, pemukiman warga seluas 15,54 Ha, pemakaman umum seluas 1,20 Ha, pekarangan seluas 70 HA, perkantoran seluas 0,40 Ha, sekolah seluas 1 Ha, lapangan sepak bola seluas 0,7 Ha, polindes seluas 0,20 Ha. Batas wilayah Desa Sumbertanggul adalah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pekukuhan Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Mojotamping Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Belahan Tengah Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Wonodadi

Jarak tempuh dari Desa Sumbertanggul ke kota kecamatan 5 Km, sedangkan jarak tempuh ke kota Kabupaten 17 Km, dan jarak tempuh ke kota Provinsi 42 Km.

3. Keadaan Sosial

a. Kependudukan

(60)

49

berdasarkan Kartu Keluarga (KK) setiap Dusun di Desa Sumbertanggul bisa dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumblah Penduduk Berdasarkan KK Setiap Dusun di Desa

Sumbertanggul

No Dusun Jumlah KK

1 Sumberjo 159

2 Sumbertanggul 427

3 Wonokoyo 345

4 Wonosari 274

5 Glogok 114

Jumlah 1.319

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

(61)

50

berdasarkan agama-agama yang bisa dilihat pada Tabel 3.2, dan jumblah sarana peribatanan pada Tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.2

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

b. Pendidikan

(62)

51

masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu masyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi mampu meningkatkan kecakapan dalam menghadapi sesuatu yang ada disekitar lingkungan tempat tinggalnya dan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungannya, seperti menciptakan lapangan kerja baru kewirausahaan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sehingga bisa membantu program pemerintah dalam menuntaskan pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengetahui pendidikan masyarakat Sumbertanggul peneliti melengkapi data jumlah penduduk berdasarkan tingakat pendidikan yang bisa dilihat pada Tabel 3.4 dan sarana pendidikan bisa dilihat pada Tabel 3.5, sebagai berikut:

Tabel 3.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Belum sekolah 251 jiwa

2 Buta aksara 330 jiwa

3 SD/ sederajat 1.883 jiwa

4 SMP/ sederajat 889 jiwa

5 SMA/ sederajat 896 jiwa

6 Perguruan tinggi 181 jiwa

Jumlah 4.430 jiwa

(63)

52

Tabel 3.5

Sarana Pendidikan

No Sarana Pendidikan Jumlah

1 PAUD 3

2 TK 4

3 SD 2

4 MI 1

5 TPQ 10

6 MADIN 1

7 PURA 1

Jumlah 22

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

Rendahnya kualitas tingkat pendidikan tidak terlepas dari terbatasnya saran dan prasarana pendidikan yang ada, di samping itu tentu masalah ekonomi dan pandangan hidup masyarakat. Sarana pendidikan di Desa Sumbertanggul baru tersedia di tingkat pendidikan dasar (SD/MI), sementara untuk pendidikan tingkat menengah ke atas berada di Ibukota Kecamatan dan Kabupaten.

(64)

53

Desa Sumbertanggul, sebagai pencetak karakter. Sesuatu yang demikian mampu memberikan pengetahuan yang berguna bagi individu sebagai pemeluk agama. Sehingga “Pendidikan” berperan untuk menginternalisasi dan

mensosialisasikan nilai-nilai atau norma-norma didalam masyarakat pada umumnya, memberika gambaran yang sekiranya sebagai penunjang tumbuhnya pluralisme dan kerukunan antar umat bergama.

c. Ketenagakerjaan

(65)

54

Tabel 3.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata pencahariaan

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

4. Kondisi Pemerintahan Desa

a. Pembagian Wilayah Desa

Wilayah desa Balun terdiri dari 5 Dusun yaitu: Dusun Sumberjo, Sumbertanggul, Wonokoyo, Wonosari dan Glogok, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Dusun. Posisi Kepala Dusun menjadi sangat strategis seiring banyaknya limpahan tugas desa kepada aparat ini. Dalam

No Mata Pencahariaan Jumlah

(66)

55

rangka memaksimalkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat, 5 dusun tersebut dibagi menjadi 10 Rukum Warga (RW) dan 40 Rukun Tetangga (RT).

b. Organisasi Pemerintahan Desa

Peraturan Desa Sumbertanggul Nomor 01 Tahun 2008 telah mengatur struktur organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa Sumbertanggul. Pemerintahan Desa Sumbertanggul terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sedang Pemerintah Desa Sumbertanggul terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Pemerintah Desa dengan persetujuan BPD membentuk Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang berfungsi sebagai kepanjangan tangan dan perumus kebijakan terhadap aspirasi masyarakat.

(67)

56

Tabel 3.7

Urutan Kepala Desa

No Nama Kepala Desa Tahun

1 Belum terdeteksi 1859-1890

2 Mbah Waridin 1890-1930

3 Mbah Sir 1830-1947

4 Mbah Ahmad Afandi 1947-1957

5 Bapak Supangat 1957-1967

6 Bapak Muji Mutholib 1967-1990

7 Ibu Khusnul Khotimah 1990-1998

8 Ibu Khusnul Khotimah 1998-2007

9 Hj. Edy Mularisih 2007-2013

10 Samsul Huda 2013-samapai sekarang

(Sumber: Laporan penyelanggaraan pemerintah Desa akhir tahun anggaran, 2014).

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Asal Usul Agama Hindu di Desa Sumbertanggul

(68)

57

Meskipun pada perkembangan Islam yang lebih banyak dianut masyarakatnya dan menjadi Agama yang dominan, namun tidak berarti agama-agama selain Islam dan agama-agama maupun kepercayaan yang lainnya terhapus. Hingga saat ini dengan beragamnya dinamika, agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan itu masih tetap eksis dan tetap menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Seperti halnya Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang berkembang ditengah-tengah daerah yang mayoritas penganut Islam, sisanya adalah penganut Budha dan Kristen. Relasi persaudaraan dalam sejarah yang panjang antara muslim, Kristen dan Hindu karena ikatan perkawinan, akhirnya melahirkan tali kekerabatan berdasarkan hubungan darah, sehingga perbedaaan agama dan keyakinan menjadi hal yang biasa disana. Ditambah lagi dengan struktur organisasi perangkat Desa yang asal agamanya beragam, tidak menjadikan hal tersebut sebagai batasan untuk membangun solidaritas yang tinggi antar semua warga Balun. Mereka mampuh bekerjasama dengan baik demi menjaga dan mengelolah desa Balun menjadi desa yang lebih maju lagi. Pasca G 30S PKI tepatnya pertengahan tahun 1967 Kristen dan Hindu mulai masuk dan berkembang di Desa Balun.

Gambar

gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi
Tabel 1.1
  Gambar 2.1 Struktur Sistem Tindakan Umum
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian adalah Pandangan tokoh agama Desa Banaran tentang kerukunan antar umat beragama adalah hal penting, dimana dalam kemajemukan di masyarakat yang

khususnya pada pola komunikasi mereka dalam mengasuh anak. Meskipun dalam keluarga berbeda agama yang selama ini kita jumpai jarang mengalami permasalahan, namun

Jemaah Ahmadiyah yang menyatakan bahwa mereka beragama Islam, sebuah agama yang mayoritas dianut masyarakat Indonesia yang akhir-akhir ini justru mengalami tindak

Jadi, Pada acara-acara perayaan tertentu yang diadakan oleh pemeluk agama yang lain yang sekiranya warga yang lain biasa membantu meskipun berbeda keyakinan,

Dimana masyarakat desa Watu Sumpak kebanyakan memeluk agama Islam yang telah diajarkana Rasulullah SAW mereka juga melaksanakan sebagaimana agama Islam yang terdapat syari’at,

Sebagai orang yang berbeda agama dan bagian dari praktik sosial masyarakat abangan maupun priyayi datang, dan selalu membantu secara sosial dalam keberlangsungan acara

Masyarakat Desa Bedali tidak keberatan untuk bekerjasama dengan orang lain yang beragama berbeda dengan dirinya, namun terdapat penegasan dalam kerjasama tersebut

Masyarakat Desa Bedali tidak keberatan untuk bekerjasama dengan orang lain yang beragama berbeda dengan dirinya, namun terdapat penegasan dalam kerjasama tersebut yaitu kerjasama yang