• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI : STUDI KASUS DI DESA PALESANGGAR KECAMATAN PAGANTENAN KABUPATEN PAMEKASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI : STUDI KASUS DI DESA PALESANGGAR KECAMATAN PAGANTENAN KABUPATEN PAMEKASAN."

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI

(Studi Kasus Di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Filsafat Politik Islam

Oleh :

ACH. KHOLIL

NIM : E04212012

JURUSAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI

(Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan

Kabupaten Pamekasan)

Oleh :

Ach. Kholil

ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Undang-Undang Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan). Permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap pengimplementasian undang-undang pernikahan usia dini yang tercakup dalam UU No 1 Tahun 1974 serta faktor-faktor yang mendorong dan menghambat terjadinya pernikahan usia dini.

Metode yang digunakan dalan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang dilakukan adalah field research yaitu penelitian langsung yang dilakukan di desa Palesanggar. Data yang didapatkan penulis peroleh dari hasil observasi dan wawancara. Setelah melakukan observasi dan wawancara, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya perhatian lebih dari pemerintah mengenai UU No 1 Tahun 1974, dan faktor-faktor pendorong dan penghambat pernikahan dini di Desa Palesanggar adalah faktor ekonomi, pendidikan, diri sendiri, agama, orang tua dan adat istiadat.

Kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan dini di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan terjadi karena kurangnya perhatian lebih dari pemerintah serta adanya faktor pendorong dan penghambat. Kemudian saran yang dapat diberikan adalah adanya peran pemerintah untuk memberikan penyuluhan mengenai syarat dan ketentuan pernikahan yang baik dan benar sesuai dengan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI………...………. iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Penegasan Judul ... 7

1.6. Penelitian Terdahulu ... 12

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik ... 17

2.1.1. Pengertian kebijakan publik ... 17

2.1.2. Kebijakan publik sebagai analisis ... 20

2.1.3. Proses dalam pembuatan kebijakan publik ... 22

2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan/kebijakan ... 28

2.2. Implementasi Kebijakan... 32

(8)

2.2.2. Pengertian Implementasi Kebijakan ... 34

2.2.3. Faktor pendukung implementasi kebijakan publik ... 39

2.2.4. Faktor penghambat implementasi kebijakan publik ... 43

2.2.5. Model implementasi kebijakan publik ... 46

2.3. Pernikahan ... 49

2.3.1. Pengertian pernikahan ... 49

2.3.2. Syarat Pernikahan ... 54

2.3.3. Tujuan Pernikahan ... 59

2.3.4. Manfaat dan hikmah Pernikahan ... 64

2.3.5. Larangan dalam Pernikahan ... 67

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian ... 71

1.2. Lokasi Penelitian ... 73

1.3. Instrumen Penelitian ... 73

1.4. Teknik Penelitian Perposive ... 74

1.5. Teknik Pengumpulan Data ... 75

1.6. Keabsahan Data ... 79

1.7. Teknik Analisis Data ... 80

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83

4.1.1. Desa Palesanggar ... 89

4.1.2. Sejarah Desa Palesanggar ... 90

4.1.3. Geografis Desa Palesanggar ... 91

4.1.4. Demografis Desa Palesanggar ... 91

4.1.5. Pendidikan ... 93

4.1.6. Keadaan Ekonomi ... 95

4.1.7. Kesehatan ... 96

4.1.8. Keadaan Sosial ... 98

(9)

4.2. Penyajian Data... 104 4.2.1 Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan

Pagantenan terhadap undang-undang

pernikahan usia dini ... 104 4.2.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar

Kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang

Pernikahan Usia Dini ... 114 4.2.3 Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kebijakan

Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang Pernikahan Usia Dini ... 125

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 142 4.3.1.Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan

Pagantenan Terhadap Undang-undang

Pernikahan Usia Dini ... 141 4.3.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar

Kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang

Pernikahan Usia Dini ... 148 4.3.3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kebijakan

Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang Pernikahan Usia Dini ... 157

4.4 Hasil Realisasi Matriks Temuan Penelitian ………...…... 168

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 173 5.2. Saran ... 175

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemetaan Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

Tabel 2 Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan ... 27

Tabel 3 Daftar Kecamatan Kabupaten Pamekasan ... 87

Tabel 4 Daftar Desa Kecamatan Pagantenan ... 88

Tabel 5 Daftar Dusun/Kelurahan Desa Palesanggar ... 89

Tabel 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 92

Tabel 7 Tamatan Sekolah Masyarakat ... 93

Tabel 8 Tingkat Pendidikan Desa Palesanggar ... 94

Tabel 9 Mata Pencaharian dan Jumlahnya ... 95

Tabel 10 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Januari Tahun 2015 ... 107

Tabel 11 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Februari Tahun 2015 ... 107

Tabel 12 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Maret Tahun 2015 ... 108

Tabel 13 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan April Tahun 2015 ... 108

Tabel 14 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Mei Tahun 2015 ... 109

Tabel 15 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Juni Tahun 2015 ... 109

Tabel 16 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Juli Tahun 2015 ... 110

(11)

Tabel 18 Daftar laporan terjadinya usia nikah

bulan September Tahun 2015 ... 111 Tabel 19 Daftar laporan terjadinya usia nikah

bulan Oktober Tahun 2015 ... 111 Tabel 20 Daftar laporan terjadinya usia nikah

bulan November Tahun 2015 ... 112 Tabel 21 Daftar laporan terjadinya usia nikah

bulan Desember Tahun 2015 ... 112 Tabel 22 Model terjadinya usia nikah (Laki-laki) tahun 2015 ... 113 Tabel 23 Model terjadinya usia nikah (Perempuan) tahun 2015 ……... 113 Tabel 24 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan Februari 2015 ... 119 Tabel 25 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan Maret 2015 ... 120 Tabel 26 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan April 2015 ... 120 Tabel 27 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan Mei 2015 ... 121 Tabel 28 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan Juni 2015 ... 122 Tabel 29 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

Pamekasan Bulan Juli 2015 ... 122 Tabel 30 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan merupakan alat hukum administrasi dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja sama untuk menjalankan seluruh aktivitas guna meraih tujuan yang diinginkan. Implementasi dapat dipahami sebagai proses, output maupun sebagai hasil1.

Dalam kebijakan perlu adanya implementasi. Tanpa implementasi maka kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar merupakan rencana indah yang tidak akan terwujud. Proses untuk melaksanakan kebijakan pemerintah perlu mendapatkan perhatian yang seksama karena banyak hambatan dalam pelaksanaannya. Proses kebijakan merupakan proses dinamis, banyak faktor yang mempengaruhinya. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan memperoleh legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi untuk bertindak, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan menyangkut prilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program, yang akan mempengaruhi dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Oleh karena itu diperlukan adanya sistem kerja yang baik agar kebijakan itu dapat dilaksanakan sesuai harapan.

(13)

2

Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak mematuhi suatu kebijakan publik, yaitu : pertama, adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu. Kedua, karena masyarakat mempunyai gagasan atau pemikiran yang bertentangan dengan peraturan hukum dan keinginan pemerintah. Ketiga, adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantaranya masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum. Keempat, adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidak patuhan orang pada kebijakan publik. Kelima, apabila suatu kebijakan bertentangan dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat2.

Dari berbagai kebijakan terdapat undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang pernikahan. Dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa; pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa3.

Pernikahan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan, bahwa pernikahan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh

2Artikel pendidikan dan pembelajaran untuk guru, “Faktor Penghambat Implementasi

Kebijakan”, http://pembelajaran-pendidikan.blogspot.co.id/2012/05/faktor-penghambat-implementasi-kebijakan.html (Minggu 27 Maret 2016, 03.33)

3Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan (t.k.:

(14)

3

berakhir begitu saja. Dengan sebuah pernikahan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial.

Pernikahan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku, bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Dan batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini disebabkan karena dalam pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Pernikahan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Dengan memutuskan untuk menikah, mereka siap menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan, baik menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang berkaitan dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik.

(15)

4

perempuan. Selain itu tingkat kemiskinan juga turut menentukan situasi pernikahan anak4.

Selain faktor di atas, proses berlangsungnya pernikahan usia dini juga dimudahkan dengan pemalsuan identitas, seperti Akte dan KTP. Tidak sedikit masyarakat menambah umur demi terlaksananya pernikahan, padahal dalam undang-undang sudah ada tentang peraturan mengenai permohonan dispensasi nikah kepada pengadilan agama bagi mereka yang belum memenuhi syarat batas usia, seperti yang sudah dijelaskan dalam undang-undang no 1 Tahun 1974 pasal 7 no 2, “dalam penyimpangan batas usia pernikahan dini, pasal ini dapat meminta

dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita”5. Tetapi mereka lebih memilih untuk menambah umur (memalsukan umur) sendiri. Masyarakat lebih mengedepankan untuk menambah usia/memalsukan umur bagi calon pengantin dengan cara melewati seorang mudin (penghulu).

Seperti yang terjadi di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan, banyak remaja menikah dibawah umur. Rata-rata berumur dibawah 16 tahun untuk perempuan. Dan berumur 19 tahun untuk pria. Hal itu bersebrangan dengan undang-undang negara kita yang telah mengatur tentang batas usia pernikahan. Dalam undang-undang pernikahan pasal 7 ayat 1

4Liputan6, “Ini Penyebab Maraknya Pernikahan Dini”,

http://news.liputan6.com/read/2363627/ini-penyebab-maraknya-pernikahan-dini (Senin 11 April 2016, 15.36)

(16)

5

disebutkan bahwa, “pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun”6.

Dari pernikahan usia dini akhirnya banyak dampak yang timbul. Selain dampak positif, banyak dampak negatif, yaitu kurangnya persiapan, beradaptasi dengan kehidupan yang baru, dan emosional tidak stabil. Hal itu sangat memerlukan kematangan mental untuk seseorang yang akan malalui suatu pernikahan. Kurangnya persiapan secara matang dalam finansial, mengingat sangat krusialnya masalah ini, maka kesiapan secara finansial juga merupakan persiapan utama yang harus dipersiapkan. Terlebih untuk pernikahan usia dini yang tidak direncanakan, banyak sekali kasus-kasus perceraian yang membawa ketidakharmonisan dalam berumah tangga. Dan hal itu muncul karena ketidaksiapan finansial.

Berdasarkan uraian di atas, undang-undang kebijakan pemerintah dalam pembatasan pernikahan usia dini perlu kita cermati kembali sejauh mana kebijakan itu berpengaruh, faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat, bagaimana pemerintah membackup undang-undang tersebut pada implementasinya. maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

judul “Kebijakan Pemerintah Tentang Undang-undang Pernikahan Usia Dini,

Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan”.

6Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan (t.k.:

(17)

6

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan? 2. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat kebijakan pemerintah

terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam kebijakan pemerintah terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan.

1.4.Manfaat Penelitian

Sedangkan secara keseluruhan manfaat dari penulisan proposal ini adalah7 : 1. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan

perpolitikan, khusunya mengenai wacana kebijakan publik tentang uandang-undang pernikahan usia dini.

7Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta:

(18)

7

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pemerintah dalam memjalankan kebijakan publik tentang undang-undang pernikahan usia dini.

1.5.Penegasan Judul

Agar tidak terjadi kesalah fahaman dalam memahami judul dalam karya ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi atau pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal skripsi yang berjudul

“Kebijakan Pemerintah Tentang Undang-undang Pernikahan Usia Dini (Studi

Kasus di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan)”,

maka akan dijelaskan istilah-istilah yang terangkai pada judul dan konteks bahasannya.

Definisi kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran8.

Definisi kebijakan menurut para ahli :

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino, mendefinisikan “kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

(19)

8

Anderson, kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.

Heclo, kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.

Eulau, kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan kebijakan.

Seumpamanya sebuah rumah, kebijakan publik dapat kita ibaratkan sebagai sebuah bangunan rumah indah yang sangat besar dan halaman yang amat luas, memiliki begitu banyak kamar, dan dengan banyak pintu yang senantiasa terbuka lebar bagi siapapun.9

Definisi pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya; sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.

Menurut H Muhammad Rohidin Pranadjaja, “Pemerintah berasal dari kata perintah, yang berarti perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu, sesuatu yang harus dilakukan. Pemerintah adalah orang, badan atau aparat yang mengeluarkan atau memberi perintah”.

(20)

9

Menurut Wilson, “Pemerintah adalah kekuatan pengorganisasian, tidak selalu dikaitkan dengan organisasi angkatan bersenjata, tapi dua atau sekelompok orang dari berbagai kelompok masyarakat yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dengan mereka, dengan hal-hal yang memberikan perhatian urusan publik publik”.

Apter, Pemerintah yang merupakan anggota yang paling umum memiliki tanggung jawab khusus untuk memelihara sistem yang mencakup rentang tersebut, itu adalah bagian dan monopoli praktis kekuasaan koersif.10

Definisi Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.

Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak11.

10Aris Kurniawan, “11 Pengertian Pemerintah Menurut Para Ahli”,

http://www.gurupendidikan.com/11-pengertian-pemerintah-menurut-para-ahli/ (Sabtu 26 Maret 2016, 11.21)

(21)

10

Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.

Menurut UU No. 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai peraturan–peraturan tertulis yang dibuat oleh pelengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku wagar negara12.

Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkannya didalam lembaran Negara. Ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Kekuatan berlakunya undang-undang menyangkut berlakunya undang-undang secara operasional.

Definisi pernikahan adalah hidup bersama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.Pasal 1 no. 1 Tahun 197413, Tentang Pernikahan berbunyi :

(22)

11

“Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”14.

Pernikahan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT15.

Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dalam pernikahan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk-makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara bebas atau tidak ada aturan.

Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah memberikan tuntutan yang sesuai dengan martabat manusia. Bentuk pernikahan ini memberi jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri agar ia tidak laksana rumput yang dapat di makan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya16.

14Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan

(t.k.: Permata Pres 2015), 2.

15Soemiyati, Hukum Pernikahan Islam dan Undang-undang Pernikahan (Yogyakarta :

Liberty Yogyakarta, 1989), 9.

(23)

12

Definisi penikahan usia dini adalah pernikahan di bawah usia nikah, perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri, yang dilakukan di bawah batas minimal yang digunakan untuk nikah17.

Pernikahan usia dini secara umum, merupakan instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Pernikahan usia dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga ada pengertian lain, pengertian pernikahan usia dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif.

1.6.Penelitian Terdahulu

Siti Fatimah, 2009. Tentang, “Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan usia dini dan Dampaknya di Desa Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali”. Jurusan Pendidikan Luar sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang18.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia dini dan bagaimanakah dampak dari adanya pernikahan usia dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendorong pernikahan usia dini dan untuk mengetahui dampak dari adanya pernikahan usia dini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

17Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan

(t.k.: Permata Pres 2015), 7.

18Siti Fatimah, Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini dan Dampaknya di Desa

(24)

13

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pendorong pernikahan usia dini di Desa Sarimulya adalah faktor ekonomi, pendidikan, orang tua dan adat istiadat. Pernikahan usia dini juga mempunyai dampak bagi pasangan suami isteri yakni sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah, masalah anak dan suami yang tidak bekerja, dan dampak bagi orang tua masing-masing adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua masing-masing menjadi tidak harmonis, sedangkan dampak positifnya adalah akan mengurangi beban ekonomi orang tua, mengindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan belajar bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga19.

Zulkifli Ahmad, 2011, tentang, “Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi Kasus di Desa Gunung Sindur Bogor”. Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.20.

Pernikahan usia dini cenderung terjadi dalam kehidupan masyarakat desa, yang telah berlangsung sejak dulu dan masih bertahan sampai sekarang. Bagi masyarakat sekarang pernikahan usia dini terjadi tidak hanya karena faktor ekonomi semata, tetapi ada faktor yang terbawa oleh zaman yaitu pergaulan bebas yang berakibat terjadinya hamil di luar nikah. Faktor ini yang banyak terjadi di desa Gunung Sindur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat desa Gunung Sindur dalam memahami pernikahan usia

19Siti Fatimah, Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini dan Dampaknya di Desa

Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan Luar sekolah UNS, 2009), VII.

20Zulkifli Ahmad, “Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi Kasus di Desa Gunung

(25)

14

dini, selain itu penulis juga ingin mengetahui faktor penyebab pernikahan usia dini dikalangan anak muda desa Gunung Sindur.

Terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pernikahan usia dini disebabkan mereka hanyalah lulusan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, sehingga sumber daya intelektualnya minim sekali. Faktor penyebabnya yaitu; ekonomi, hamil diluar nikah dan takut maksiat. Namun yang paling dominan adalah faktor ekonomi. Dalam pemenuhan kebutuhan mereka ada yang bekerja sebagai buruh muat pasir dan ada juga untuk perempuan sebagai buruh garment, yang juga dapat membantu perekonomian masyarakat Gunung Sindur dan sekitarnya.

Dari hasil penelitian terdahulu di atas, yang relevan dengan penelitian ini, secara garis besar dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1

(26)

15

adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua masing-masing menjadi tidak harmonis, sedangkan dampak positifnya adalah akan mengurangi beban ekonomi orang tua, mengindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan belajar bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga.

Sangat terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pernikahan usia dini disebabkan mereka hanyalah lulusan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, sehingga sumber daya intelektualnya minim sekali. Faktor penyebab pernikahan usia dini di desa Gunungsindur terjadi dari beberapa faktor yaitu; ekonomi, MBA dan takut maksiat. Namun yang paling dominan adalah faktor ekonomi. Dalam pemenuhan kebutuhan mereka ada yang bekerja sebagai buruh muat pasir dan ada juga untuk perempuan sebagai buruh garment, yang juga dapat membantu perekonomian masyarakat Gunungsindur dan sekitarnya.

(27)

16

sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah, dan dampak bagi orang tua apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua menjadi tidak harmonis.

Zulkifli Ahmad, adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat desa Gunung Sindur dalam memahami dan mengetahui faktor penyebab pernikahan usia dini dikalangan anak muda, dampak apa yang mereka rasakan serta usaha-usaha apa yang mereka lakukan untuk tetap bertahan hidup dan berumah tangga.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

William N. Dunn merumuskan kebijakan publik sebagai berikut : Kebijaksanaan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya1.

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi2.

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi

1Wiliiam N. Dunn,Kebijakan Publik dan Pengambilan Keputusan (Yogyakarta : tp,

1993), 5.

2Dwijowijoto, Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi

(29)

18

kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan3.

Thomas R. Dye menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Di samping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah juga termausk kebijakan negara4.

(30)

19

Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan

mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan” oleh pemerintah5.

Seumpamanya sebuah rumah, kebijakan publik itu dapat kita ibaratkan sebagai sebuah bangunan rumah indah yang sangat besar dan halaman yang amat luas, memiliki begitu banyak kamar, dan dengan banyak pintu yang senantiasa terbuka lebar bagi siapapun6.

Demikian pula yang pernah disodorkan oleh Wilson yang merumuskan kebijakn publik sebagai berikut: “tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai permasalahan tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi atau tidak terjadi”7.

Kebikan publik sebagai berikut : serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada adalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

(31)

20

Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria, telah mendefinisikan kebijkan publik sebagai suatu tindakan bersansi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat8.

Pakar Prancis, Lemieux merumuskan kebikan publik sebagai produk aktivis-aktivis yang dimaksudnkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya tersetruktur. Keseluruhan proses aktivis itu berlangsung sepanjang waktu9.

2.1.2 Kebijakan Publik Sebagai Analisis

William N. Dunn menjelaskan Analisis kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial, terapan, yang menggunakan berbagai macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan, yang digunakan dalam lingkungan politik tertentu, untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan10. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya

8Solichin Abdul Wahhab, M.A. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta : PT Bumi Aksara 13220), 15 9Ibid., 15

(32)

21

berdasarkan tujuan kebijakan. Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas.

Dunn membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu11:

1. Analisis kebijakan prospektif. yaitu berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.

(33)

22

2. Analisis kebijakan retrospektif, adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.

3. Analisis kebijakan yang terintegrasi, merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat12.

Dalam arti luas, analisis kebijakan publik adalah suatu bentuk penelitian terapan untuk memahami secara mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang lebih baik13.

2.1.3 Proses dalam Pembuatan Kebijakan Publik

Dalam proses pembuatan kebijakan publik pemerintah memerlukan model dalam menyusun suatu kebijakan, dengan adanya model tersebut pembuatan kebijakan publik dapat dilakukan untuk mengambil suatu

12William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000), 118

(34)

23

keputusan atau pendapat dari berbagai pihak. Model ini juga dapat membantu pekerjaan pemerintah dalam memahami kebijakan publik yang kompleks, sehingga mempermudah tugas pemerintah dalam mengupayakan dalam memahami bagaimana proses perumusan atau proses implementasi kebijakan publik itu14.

1. Ada beberapa model yang dipergunakan dalam pembuatan kebijakan publik, yaitu : Model Elit, yaitu pembentukan kebijakan publik hanya berada pada sebagian kelompok orang-orang tertentu yang sedang berkuasa.

2. Model Kelompok, yaitu model yang merupakan interaksi antar kelompok dan merupakan fakta sentral dari politik serta pembuatan kebijakan publik.

3. Model Kelembagaan, yaitu lembaga pemerintah. Yang masuk dalam lembaga-lembaga pemerintah eksekutif (presiden, menteri-menteri, dan departemennya), lembaga legislative (parlemen), lembaga yudikatif, pemerintah daerah dan lain-lain.

4. Model Proses, yaitu rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi masalah, perumusan usul, pengesahan kebijaksanaan, pelaksaan, dan evaluasinya.

(35)

24

5. Model Rasialisme yaitu, untuk mencapai tujuan secara efisiensi, dengan demikian dalam model ini segala sesuatu dirancang dengan tetap, untuk meningkatkan hasil bersihnya.

6. Model Inkrimentalisme yaitu, berpatokan pada kegiatan masa lalu, dengan sedikit perubahan.

Dengan memperhatikan model-model di atas, membantu pemerintah untuk lebih mudah mengetahui tujuan daripada kebijakan yang harus diambil, sehingga Pemerintah dan anggota Dewan dapat memutuskan hasil yang lebih baik. Dengan demikian kebijakan yang telah diambil dapat ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan publik dan meningkatkan publik itu sendiri.

Disamping model yang digunakan dalam proses pembuatan kebijakan publik maka pemerintah juga harus mengetahui tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembuatan kebijakan publik agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting.

Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu15:

1. Penyusunan agenda. Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk

(36)

25

dibahas16. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.

Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing17. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.

2. Formulasi kebijakan. Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan18.

3. Adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu

16Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 50-52.

17Winarno, Kebijakan Publik: Teori Dan Proses (Yogyakarta : Media Pressindo, 1947), 33.

(37)

26

kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi19. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.

4. Implementasi kebijakan. Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.

5. Evaluasi kebijakan. Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan20.

Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan

19Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 53

(38)

27

terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali21.

Tabel 2

Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan22

FASE KARAKTERISTIK

Penyusunan

Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

Formulasi

Kebijakan

Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.

Adopsi

Kebijakan

Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

Implementasi

Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.

Evaluasi

Kebijakan

Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif. Legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

21Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 55

(39)

28

3.1.4. Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembuatan Keputusan/Kebijakan

Pembuatan keputusan/kebiajakan bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah dan sederhana. Setiap administrator dituntut memiliki keahlian/kemampuan, tanggung jawab, dan kemauan sehingga ia dapat membuat kebijakan dengan segala resikonya, baik yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).

Berikut ini akan dijelaskan pendapat Nigro and Nigro mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan/kebijakan serta beberapa kesalahan umum dalam pembuatan keputusan/kebijakan23.

Menurut M. Ismail, dalam buku ajar yang berjudul “Analisis Kebijakan Publik”, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pembuatan kebijakan itu adalah sebagai berikut24 : a. Adanya pengaruh tekanan dari luar

Seringkali administrator harus membuat keputusan karena ada tekanan-tekanan dari luar. Walaupun ada pendekatan pembuatan dengan nama “rational comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat

keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian “rasional” semata, tetapi proses dan

prosedur pembuatan keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata. Sehingga ada tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusannya.

23M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah 2013), 13

(40)

29

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme)

Kebiasaan lama organisasi (Nigro menyubutnya dengan istilah “sunk

costs”) seperti kebiasaan investasi modal , sumber-sumber dan waktu

sekali dipergunakan untuk membiayai program-program tertentu. Cendrung akan selalu diikuti kebiasaan itu oleh para administrator – kendatipun misalnya keputusan-keputusan yang berkenaan dengan ituu rela dikritik sebagai salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama itu akan terus diikuti lebih-lebih kalau suatu kebijakan yang telah ada dipandang memuaskan. Kebiasaan – kebiasaan lama tersebut seringkali diwarisi oleh para administrator yang baru dan mereka sering segan secara terang-terangan mengkritik atau menyalahkan kebiasaan-kebiasaan lama yang telah berlaku atau dijalankan oleh para pendahulunya. Apalagi para administrator baru itu ingin segera menduduki jabatan karirnya25.

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.

Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Seperti misalnya dalam proses penerimaan/pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar.

Lingkungan sosial dan para pembuat keputusan juga berpengaruh terhadap pembuat keputusan. Seperti contoh mengenai masalah

(41)

30

pertikaian kerja, pihak-pihak yang bertikai kurang menaruh respek pada upaya penyelesaian oleh orang dalam, tetapi keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang dianggap dari luar dapat memuaskan mereka. Seringkalai juga pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman darimorang lain yang sebelumnya berada diluar bidang pemerintahan.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

Pengalaman latihan dan pengalaman (ssejarah) pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan. Seperti misalya orang sering membuat keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan tanggung jawab kepada oranf lain karena khawatir kalau wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan itu disalahgunakan26.

Disamping itu adanya faktor-faktor tersebut di atas, Gerald E. Caiden (dalam Islamy, 1984:27) menyebut adanya beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya membuat kebijakan, yaitu : sulitnya memperoleh informasi yang cukup, bukti-bukti sulit disimpulkan ; adanya pelbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi pilihan tindakan yang bermacam-macam pula ; dampak kebijakan sulit dikenali ; umpan balik keputusan bersifat sporadis ; proses perumusan kebijakan tidak dimengerti dengan benar dan sebagainya.

(42)

31

Selain itu, James E Anderson melihat adanya beberapa macam nilai yang melandasi tingkah laku pembuat keputusan dalam membuat keputusan, yaitu : (1) nilai-nilai politis (political values) – keputusan-keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu ; (2) nilai-nilai organisasi (organization values) – keputusan-keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi (santions) ang dapat dipengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya ; (3) nilai-nilai pribadi (personal values) – seringkali pula keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh priabadi pembuat keputusan untuk mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan, dan sebagainya ; (4) nilai-nilai kebijakan (policy values) – keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan kebijakan yang secara moral dapat dipertanggung jawabkan, dan (5) nilai-nilai ideologi (ideological values) – nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan seerti misalnya kebijakan dalam dan luar negeri27.

Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalm peoses pembatan keputusan. Nigro dan Nigro nebtubutkan adanya 7 (tujuh) macam kesalahan umum itu, yaitu :

(43)

32

a. Cara berpikir yang sempit (cognitive nearsinghtedness).

b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu (assuption that future will repeat past).

c. Terlampau menyerdehanakan sesuatu (over simplifivation).

d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu oang

(overreliance on one’s own experience).

e. Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi pembuat keputusan (preconceived nations).

f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (unwillingness to experiment).

g. Keenganan untuk membuat keputusan (reluctance to decide)28.

2.2. Implementasi Kebijakan

2.2.1 Pengertian Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu, untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

28M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah

(44)

33

implementasisecara umum istilah implementasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya di kaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi,tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan29. Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,birokrasi yang efektif30. Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program”31.

Dari pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan

29Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Jakarta: Grasindo

2002), 70

30Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan (Jakarta: Balai Pustaka

2004), 39

31

(45)

34

secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi kurikulum merupakan proses pelaksanaan ide,program atau aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan.

Sementara itu menurut pendapat Van Mater dan Van Horen dalam Winarno, proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu/pejabat-pejabat/kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan, grindle dalam abdul Wahab, implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jau lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan32.

2.2.2. Pengertian Implementasi Kebijakan

Pengertian implementasi apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan

(46)

35

tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau dimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam waktu tertentu33.

Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Untuk mengefektifkan kebijakan yang ditetapkan maka diperlukan adanya sifat implementasi kebijakan. Sifat kebijakan di bedakan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu:

1. Bersifat Self Executing yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkanya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain.

2. Bersifat Non Self Executing bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.

Solichin Abdul Wahab dalam bukunya (Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik) mendefinisikan implementasi kebijakan secara umum yaitu,

33Bambang Sunggono , Metodologi Penelitian Hukum (Yokyakarta : PT. Raja Grafindo

(47)

36

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan”34.

Fungsi implementasi kebijakan menurut Abdul Wahab adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuantujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai suatu outcome (hasil). Sayangnya, dalam khasanah pengetahuan yang kini dikenal dengan sebutan ilmu kebijakan publik, harus diakui bahwa hanya baru pada dasar terakhir ini saja para ilmuwan sosial, khususnya pada para ahli ilmu politik menaruh perhatian yang besar terhadap masalah persoalan pelaksanaan kebijakan atau menerimanya sebagai bagian integral dari studi proses perumusan kebijakan35.

Proses untuk melakukan kebijakan perlu mendapatkan perhatian yang seksama. Karena proses kebijakan merupakan proses dinamis, banyak faktor yang mempengaruhinya. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan memperoleh legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi untuk bertindak. Pelaksanaan kebijakan dirumuskan secara pendek untuk pelaksanaan. Berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu, berarti menimbulkan dampak pada sesuatu. Kalau pandangan ini diikuti, maka pelaksanaan kebijakan dapat dipandang

34Solichin Abdul Wahhab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta : PT Bumi Aksara 2015), 63.

(48)

37

sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan, biasanya dalam bentuk undang-undang peraturan pemerintah, peraturan daerah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden. Ada 4 (empat) aspek penting dalam implementasi kebijakan, yaitu : siapa yang dilibatkan dalam implementasi, hakekat proses administrasi, kepatuhan atas suatu kebijakan, efek atau dampak implementasi36.

Implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan tersebut. Proses pelayanan kebijakan dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, terbentuknya program pelaksanaan. Anderson menyebutkan 4 (empat) aspek penting dalam implementasi, hakekat proses administrasi, kepatuan atas suatu efek atau dampak implement37.

Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.

36M Irfan, Islamy, Policy Analysis : Seri monografi Kebijakan Publik (Malang :

(49)

38

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang- undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dll38.

Implementasi kebijakan dalam pemerintah yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna merahi dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi dari sisilain merupakan fenomena yang kompleks, munkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (out put) maupun sebagai hasil.

38Riant nugroho Dwijowijoto, Kebujakan Publik (Jakarta : PT. Gavamedia, 2004),

(50)

39

2.2.3 Faktor Pendukung dalam Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan39.

Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab , yaitu 40:

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya.

f. Hubungan saling ketergantungan kecil.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

39Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo 2002), 102.

(51)

40

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna41.

Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward yang dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu42 :

1) Komunikasi.

Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan.

Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan.

Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas.

Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas43.

41Solichin Abdul Wahab, Evaluasi kebijakan Publik (FIA : UNIBRAW dan IKIP Malang 1997), 71-78.

42Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo, 2002), 110

(52)

41

2) Sumber-sumber.

Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.

3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.

Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensikonsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

4) Struktur birokrasi.

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta44).

Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan yaitu45:

(a) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam implementasi,

tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus

44Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo, 2002), 126-151.

(53)

42

diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.

(b) Sumber-sumber Kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud adalah

mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.

(c) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan.

Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.

(d) Karakteristik badan-badan pelaksana. Karakteristik badan-badan

pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

(e) Kondisi ekonomi, sosial dan politik. Kondisi ekonomi, sosial dan politik

dapat mempengaruhi badanbadan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan.

(f) Kecenderungan para pelaksana. Intensitas

kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan46.

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya.

(54)

43

Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan publik dikarenakan :

(1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan badan-badan pemerintah.

(2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan.

(3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan.

(4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi.

(5) Adanya sanksi-sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan47.

2.2.4 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:

a. Isi kebijakan, Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat

47Bambang Sunggono, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik (Jakarta : Sinar Grafika,

Gambar

  Tabel 1
Tabel 2
 Gambar 1
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompleks Sabah, Formasi Sapulut, Formasi Trusmadi, Formasi Crocker Timur, Formasi Crocker Barat, Formasi Temburung, Formasi Wariu, Formasi/Syal Setap, Formasi Meligan, Formasi

Ajaran dalam agama selalu dianggap sebagai akar kepada segala ketidakadilan atau diskriminasi terhadap perempuan, sedangkan kenyataannya bukanlah seperti demikian,

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Salah satu ujung dari masalah ini adalah proses produksi yang harus baik dalam arti yang luas, agar output yang dihasilkan baik berupa barang atau jasa, dapat mendukung

Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia juga mengalami peningkatan, pada skor dasar memperoleh rata-rata nilai hasil belajar sebesar 48,38 dengan

The writer uses the Multiple-Choice because it recovers the micro skills: understanding given information stated in the passage, to recognize the communicative

Berdasarkan wawancara prapenelitian terhadap pegawai di RSUP Moh Hoesin Palembang, telah ditemukan kurang lengkapnya hasil rekam medik pasien yang seharusnya dilakukan