• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH REGULASI DIRI (METAKOGNISI, MOTIVASI DAN PERILAKU) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH REGULASI DIRI (METAKOGNISI, MOTIVASI DAN PERILAKU) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH REGULASI DIRI (METAKOGNISI,

MOTIVASI DAN PERILAKU) TERHADAP PRESTASI

BELAJAR MATEMATIKA SISWA

SKRIPSI

Oleh:

UMI NIDA MULHAMAH

NIM D04210013

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

(2)
(3)
(4)
(5)

v

PENGARUH REGULASI DIRI (METAKOGNISI, MOTIVASI DAN PERILAKU) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

SISWA

Oleh: Umi Nida Mulhamah

ABSTRAK

Regulasi diri mengintegrasikan banyak hal tentang teori belajar efektif. Zimmerman membagi regulasi diri ke dalam 3 aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku. Ketiganya kemudian dihubungkan dengan prestasi belajar matematika. Penelitian ini terfokus pada 3 permasalahan. (1) Validitas dan reliabilitas dimensi konstruk instrumen penelitian. (2) Kesesuaian model teoritis dengan data empiris. (3) Besar pengaruh yang diberikan metakognisi, motivasi dan perilaku terhadap prestasi belajar matematika.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan pendekatan verifikatif. Penelitian ini dilakukan di MTsN Tanjunganom Nganjuk dengan sampel sebanyak 112 siswa. Instrumen penelitian berupa angket untuk mengukur metakognisi, motivasi dan perilaku siswa. Sedangkan prestasi belajar matematika diambil dari data nilai UTS semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Data empiris dianalisis menggunakan software LISREL versi 9.2 for student melalui metode statistika Confirmatory Factor Analysis (CFA) yang terdapat pada analisis SEM. Kerangka model teoritis dikembangkan dari teori-teori sehingga setelah diuji diperoleh model teoritis yang sesuai.

Pengujian validitas dan reliabilitas menghasilkan seluruh instrumen valid dan reliabel dengan SLF ≥ 0,30 dan t-value ≥ 1,96. Selanjutnya model teoritis yang dikembangkan telah sesuai dengan kriteria uji kecocokan yang dilakukan. Uji kecocokan yang sesuai dengan kriteria Goodness Of Fit adalah p-value, RMSEA, NNFI, IFI, CFI, ECVI dan GFI, sehingga model teoritis dinyatakan sesuai dengan data empiris. Pengujian yang terakhir adalah besar pengaruh yang dihasilkan. Metakognisi, motivasi dan perilaku secara keseluruhan menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika dengan nilai t sebesar 6,31; 3,54 dan 2,11.

(6)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional ... .. 5

F. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Regulasi Diri dalam Belajar (Self Regulated Learning) 7

1. Metakognisi ... 9

2. Motivasi ... 13

3. Perilaku ... 18

B. Prestasi Belajar Matematika ... 22

C. Hubungan antara Metakognisi, Motivasi dan Perilaku .. 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

C. Obyek Penelitian ... 30

1. Populasi ... 30

2. Sampel ... 30

D. Variabel Penelitian ... 31

E. Hipotesis ... 32

F. Data dan Sumber Data ... 34

G. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1.Angket (Kuesioner) ... 34

2.Dokumentasi... 37

(7)

vii

1.Uji Validitas dan Reliabilitas Indikator/Dimensi

Konstruk Instrumen Penelitian ... 38 2.Analisis Kecocokan Model Teoritis Pengaruh Regulasi

Diri (Metakognisi, Motivasi dan Perilaku) terhadap Prestasi Belajar Matematika ... 39 3.Analisis Pengaruh Regulasi Diri (Metakognisi,

Motivasi dan Perilaku) terhadap Prestasi Belajar Matematika ... 44

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Uji Validitas dan Reabilitas ... 46 1.Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian ... 46 a. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Metakognisi 46 b. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Motivasi ... 50 c. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Perilaku ... 52 2.Uji Validitas dan Reliabilitas Model Teoritis ... 54 a. Validitas dan Reliabilitas Variabel Metakognisi ... 56 b. Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi ... 57 c. Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku ... 58 d. Validitas dan Reliabilitas Variabel Prestasi ... 58 3.Analisis Uji Kecocokan (Goodness Of Fit) Model

Teoritis ... 61 4.Interpretasi Hasil Analisis ... 64

a. Pengaruh Metakognisi terhadap Prestasi Belajar Matematika... 66 b. Pengaruh Motivasi terhadap Prestasi Belajar

Matematika…... 67 c. Pengaruh Perilaku terhadap Prestasi Belajar

Matematika …... 67 5.Pembahasan Hasil Penelitian ………... 69 6.Kelemahan Penelitian ………...……….… 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 71 B. Saran ... 71

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh-kembangkan potensi sumber daya manusia (siswa) dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka.1

Dalam dunia pendidikan, prestasi belajar merupakan suatu alat yang dijadikan sebagai tolok ukur akan keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

Menurut Winkel, prestasi belajar didefinisikan sebagai bukti keberhasilan belajar atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.2 Bobot

yang dimaksud dalam hal ini adalah nilai siswa yang dapat dilihat atau dinyatakan dalam bentuk rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan atau predikat keberhasilan, sehingga siswa harus memperoleh nilai yang baik untuk membuktikan bahwa proses belajar yang dilakukan berhasil.

Dalam mencapai suatu prestasi belajar yang maksimal, proses pembelajaran siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suryabrata menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal.3 Faktor

internal meliputi faktor fisiologis (jasmani) dan faktor psikologis (intelegensi, minat, bakat, perhatian, regulasi diri, kematangan dan kesiapan). Faktor eksternal meliputi faktor sosial (keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat) serta faktor non-sosial.4 Oleh

karena itu, faktor-faktor tersebut harus dimaksimalkan agar peserta didik juga memperoleh prestasi belajar yang maksimal, terutama faktor psikologis yang berupa regulasi diri.

Hal ini akan menjadi masalah jika siswa kurang memaksimalkan kemampuan regulasi diri yang dimiliki. Boekaerts menyatakan bahwa meskipun seorang siswa memiliki tingkat intelegensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah, dan

1 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006),1. 2 W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta:Media Abadi,2007), 18.

3 Ilhamsyah,Pengaruh Efikasi Diri, Metakognisi dan Regulasi Diri terhadap Prestasi

Belajar Matematika Siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Wajo. (TesisProgram Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.Tidak diterbitkan,2012), 19-22.

(9)

2

lingkungan sekolah yang mendukungnya, tetapi jika siswa tidak mampu mengatur kemampuan regulasinya maka siswa tersebut tetap tidak akan mampu mencapai prestasi yang maksimal.5

Dalam psikologi pendidikan, bagaimana siswa mengatur belajarnya sendiri dikenal dengan istilah self-regulated learning. Self-regulated learning (regulasi diri dalam belajar) digambarkan sebagai strategi-strategi yang digunakan siswa untuk mengatur kognisinya (menggunakan strategi-strategi kognitif dan metakognitif) dan juga penggunaan strategi mengelola sumber pengetahuan.6

Regulasi diri mengintegrasikan banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan, motivasi, dan disiplin diri atau kemauan diri merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi regulasi diri.7 Pengetahuan yang dimaksudkan adalah pengetahuan tentang

dirinya sendiri, materi, tugas, strategi untuk belajar, dan konteks-konteks pembelajaran yang akan digunakannya. Siswa yang belajar dengan regulasi diri dapat mengenal dirinya sendiri dan mengetahui cara belajar dengan sebaik-baiknya. Siswa mengetahui gaya belajar yang disukainya, apa yang mudah dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian sulit, apa minat dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan/kelebihannya.8

Di samping itu, siswa juga tahu materi yang sedang dipelajarinya. Semakin banyak materi yang dipelajari semakin banyak pula yang diketahui, dan semakin mudah untuk belajar lebih banyak.9 Siswa mungkin mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda

memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Hal tersebut membuat siswa menyadari bahwa belajar seringkali terasa sulit karena sedikitnya pengetahuan yang bersifat mutlak. Biasanya ada banyak cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam

5 Handy Susanto, Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan

Keberhasilan Akademik Siswa. (Jurnal Pendidikan Penabur, 2006), 65.

6 Pintrich,P.R, The role of motivation in promoting and sustaining self-regulated learning.

(International Journal of Educational Research, 1999),31, 459-470

7 Woolfolk, Educational Psychology: Active Learning Edition Tenth Edition, (Boston: Allyn & Bacon, 2008), 335.

8 Ibid, 335.

(10)

3

solusi.10 Terutama dalam mempelajari pelajaran yang dianggap sulit

di sekolah, seperti pelajaran matematika. Karena dalam mempelajari matematika diperlukan kemampuan untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Lebih lanjut lagi, Zimmerman berpendapat bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar.11 Regulasi diri juga berkaitan dengan pembangkitan diri baik

pikiran, perasaan serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.12

Dalam hal ini tujuan yang diinginkan adalah prestasi belajar yang maksimal. Dengan kata lain, regulasi diri berhubungan dengan metakognisi, motivasi dan perilaku yang berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan dalam belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa regulasi diri yang dimaksud dalam penelitian ini ialah kemampuan seseorang dalam mengontrol perilakunya sendiri, meliputi aspek metakognisi, motivasi dan perilaku.

Riset sebelumnya mendukung pentingnya pengaturan diri terhadap prestasi belajar. Seperti yang telah dikemukakan oleh Zimmerman bahwa siswa yang berprestasi tinggi adalah para self-reglated learner yaitu siswa yang mampu mengatur belajarnya.13

Penelitian senadapun dilakukan oleh Pintrich dan De Groot yang hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi tinggi dilaporkan lebih banyak menggunakan strategi-strategi self-regulated learning daripada siswa yang meraih prestasi rendah.14

Dengan kata lain, tujuan belajar siswa yang optimal dapat dicapai melalui regulasi diri. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun oleh Zimmerman dan Pons yang menunjukkan bahwa regulasi diri memberikan sumbangan efektif

10 Pressley, M.. More about the development of self regulation complex, long term, and

throughly social. Educational Psychologist, (1995),30, 207‐212.

11 Zimmerman, B.J., A Social Cognitive View of Self Regulated Learning. Journal of Educational Psychology 81 (3), (1989), 1-23.

12 Ghufron, M.N., & Risnawita, S, Teori-Teori Psikologi. (Jakarta: Gramedia , 2010),58. 13 Ibid, 58.

14 Dalam Chen, C.S., Self-regulated learning strategies and achievment in an introduction

(11)

4

hampir mencapai 70% terhadap prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika.15

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh regulasi diri yang meliputi metakognisi, motivasi dan perilaku terhadap prestasi belajar matematika siswa. Lebih detailnya penelitian ini akan menghimpun suatu model teoritis dari teori-teori yang ada, menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, menjelaskan pengaruh dari masing-masing variabel yang diteliti dan menganalisis seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka disusunlah beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana validitas dan reliabilitas dari masing-masing indikator/dimensi konstruk pada instrumen penelitian yang digunakan?

2. Bagaimana kecocokan struktur model teoritis yang menjelaskan pengaruh antara variabel regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika?

3. Seberapa besar pengaruh regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menguji validitas dan reliabilitas dari masing-masing indikator/dimensi konstruk pada instrumen penelitian yang digunakan.

2. Menemukan struktur model teoritis yang cocok/sesuai dan dapat menjelaskan pengaruh antara variabel regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika. 3. Menguji secara empiris, dan menganalisis bobot/besar pengaruh

regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika.

(12)

5

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Memberikan informasi pada pembaca tentang pengaruh regulasi diri dalam belajar yang meliputi metakognisi, motivasi dan perilaku terhadap prestasi belajar matematika siswa.

2. Dapat memberikan inspirasi pada siswa untuk meningkatkan regulasi diri dalam belajar yang belum/sudah dimiliki sehingga lebih bisa mengatur strategi belajarnya menjadi lebih baik dan memperoleh prestasi belajar matematika yang maksimal.

3. Dapat dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan peningkatan kualitas pembelajaran matematika di kelas dengan lebih memperhatikan aspek regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) yang dapat dimaksimalkan agar prestasi belajar yang diperoleh juga maksimal.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka diberikan definisi yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini :

1. Pengaruh adalah keterlibatan yang diberikan dalam berbagai bentuk yaitu pemikiran, kemampuan maupun bakat. Pengaruh yang dilakukan adalah pada aspek-aspek regulasi diri yang terdiri dari tiga aspek yaitu metakognisi, motivasi dan perilaku terhadap prestasi belajar matematika siswa.

2. Regulasi diri dalam belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengatur dan mengelola pikiran, perasaan, keinginan, dan penetapan tindakan yang akan dilakukan pada pelajaran matematika. Terutama dalam mengatur tiga aspek yang terdapat dalam regulasi diri yaitu metakognisi, motivasi dan perilaku.

a. Metakognisi, kesadaran berpikir siswa tentang proses berpikirnya sendiri yang dilakukan pada pembelajaran matematika.

b. Motivasi, dorongan untuk melakukan suatu perbuatan untuk memperoleh prestasi belajar matematika yang maksimal. c. Perilaku, hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

(13)

6

pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pembelajaran matematika.

3. Prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, prestasi belajar matematika akan diperoleh dari dokumentasi nilai UTS matematika semester ganjil pada siswa yang terdiri dari nilai kognitif dan afektif.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

BAB II Merupakan pembahasan yang difokuskan pada studi

teoritis (kajian pustaka) berdasarkan referensi (buku, jurnal dll.) yang relevan dengan rumusan permasalah. Pada bab ini akan dikupas permasalahan yang berkaitan dengan regulasi diri dalam belajar, aspek-aspek yang menyusunnya (metakognisi, motivasi, perilaku) dan prestasi belajar matematika siswa.

BAB III Menjelaskan tentang metode penelitian, meliputi: jenis

penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel, variabel, data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV Merupakan analisis data dan pembahasan. Berisi

analisis data yang ditemukan melalui penelitian di lapangan. Dalam bab ini juga disajikan pembahasan melalui analisis yang dijelaskan pada bab tiga.

BAB V Merupakan penutup dari hasil penyajian penelitian ini

(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Regulasi Diri dalam Belajar (Self Regulated Learning)

Self regulation (regulasi diri) dianggap sebagai hasil interaksi antara seseorang, perilaku dan faktor lingkungannya.1 Sedangkan

menurut Brandstatter dan Frank, regulasi diri merupakan usaha sadar dan aktif mengintervensi untuk mengontrol pemikiran, reaksi dan perilaku seseorang.2 Barry Zimmerman juga mendefinisikan regulasi

diri (self regulation) sebagai proses yang digunakan untuk mengaktifkan dan mengatur pikiran, perilaku dan emosi dalam mencapai suatu tujuan.3 Ketika tujuan tersebut berhubungan dengan

pembelajaran, maka self regulation yang dimaksud adalah self regulated learning (regulasi diri dalam belajar).4

Dalam psikologi pendidikan self-regulated learning memiliki berbagai macam pengertian. Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu keadaan di mana siswa yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar.5 Lebih lanjut Zimmerman

mendefinisikan self-regulated learning sebagai kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya, baik secara metakognisi, secara motivasional dan secara behavioral (perilaku).6

Berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi diri dalam belajar adalah suatu proses dalam diri siswa yang dapat mengatur dan mengelola pikiran, perasaan, keinginan, dan penetapan tindakan yang akan dilakukan. Selain itu siswa juga dapat mengatur

1 Zimmerman, Theories of Self Regulated Learning and Academic Achievement: An

Overview and Analysis, (2001), 1.

2 Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. Psikologi Sosial. (Jakarta: Kencana,2012), 134 3 Zimmerman, Becoming a Self-Regulated Learner:An Overview, Theory Into Practice, (2002), 41.

4 Woolfolk, Educational Psychology: Active Learning Edition Tenth Edition (Boston: Allyn and Bacon, 2008), 335.

5 Zimmerman, Theories of Self Regulated Learning..., Op. Cit, 2.

6 Zimmerman & Schunk, Self Regulating Intellectual Processesand Outcomes; A Social

Cognitive Perspective.(2004)In D.Y.Dai & R.J. Sternberg (Eds.), Motivation, Emotion and Cognition:Integrative Perspective on Intellectual Functioning and Development,

(15)

8

pencapaian dan aksi dari perencanaan tindakan tersebut, hingga selanjutnya dapat mengevaluasi kesuksesan, memberi penghargaan atas pencapaian, dan menentukan target prestasi yang lebih tinggi.

Untuk mencapai prestasi yang maksimal dalam pembelajarannya, setiap siswa pasti membutuhkan strategi yang sesuai. Strategi tersebut dapat membentuk suatu sistem belajar yang efektif. Dalam hal ini, regulasi diri dalam belajar mengintegrasikan banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan, motivasi, dan disiplin diri atau kemauan diri merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi regulasi diri dalam belajar.7 Pengetahuan yang

dimaksudkan adalah pengetahuan tentang dirinya sendiri, materi, tugas, strategi untuk belajar, dan konteks-konteks pembelajaran yang akan digunakannya.

Siswa yang belajar dengan regulasi diri dapat mengenal dirinya sendiri dan mengetahui cara belajar dengan sebaik-baiknya. Siswa mengetahui gaya belajar yang disukainya, apa yang mudah dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian sulit, apa minat dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan/kelebihannya.8

Zimmerman membagi regulasi diri ke dalam tiga aspek yang diaplikasi-kan dalam belajar, yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku.9 Secara metakognisi, siswa yang memiliki regulasi diri

akan mampu merencanakan, mengorganisasi, menginstruksi diri, memonitor dan mengevaluasi dirinya dalam proses belajar. Secara motivasi, siswa yang belajar merasa bahwa dirinya kompeten, memiliki keyakinan diri (self efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara perilaku, siswa yang belajar mampu menyeleksi, menyusun dan menata lingkungan agar lebih optimal dalam belajar melalui kebiasaan dan interaksi yang dilakukan.10 Lebih lanjut lagi,

ketiga aspek tersebut akan diuraikan pada bahasan berikut.

7 Woolfolk. Educational Psychology ... Op. Cit,336. 8 Ibid. 134.

(16)

9

1. Metakognisi

Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976.11 Matlin mengatakan bahwa

metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi pada diri sendiri.12 Selanjutnya, ia

mengatakan bahwa metakognisi merupakan suatu proses penting. Hal ini dikarenakan pengetahuan siswa tentang metakognisinya dapat membimbing dirinya mengatur atau menata peristiwa yang akan dihadapi dan memilih strategi yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognisinya ke depan.

Menurut Livingston, metakognisi adalah kemampuan berpikir di mana yang menjadi objek berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri atau biasa disebut dengan thinking about thinking (berpikir tentang berpikir).13 Metakognisi

terdiri dari pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation). Pengetahuan metakognisi menunjuk pada diperolehnya pengetahuan tentang proses-proses kognisi. Sedangkan pengalaman metakognisi adalah proses-proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognisi dan mencapai tujuan-tujuan kognisi. 14

Zimmerman dan Pons menambahkan bahwa komponen metakognisi bagi siswa yang melakukan pengaturan diri adalah siswa yang merencanakan, mengorganisasi, memonitor diri, menginstruksikan diri, serta mengevaluasi diri sebagai kebutuhan selama proses perilakunya, misalnya dalam hal belajar.15

Komponen yang dimaksud di sini adalah kemampuan siswa dalam melakukan pengaturan terhadap kognisi yang dimiliki siswa agar aktivitas yang dilakukan berjalan dengan efektif. Komponen-komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:

11Livingston J, Metacognition: An Overview State Univ. Of New York at Buffalo,(1997), http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm.

12Kuntjojo, Metakognisi dan Keberhasilan Belajar Siswa, (2009), 1. 13

Livingston J, Metacognition: An Overview ... Op. Cit. 14 Ibid.

(17)

10

a. Planning, yaitu kemampuan merencanakan aktivitas belajar siswa untuk memecahkan masalah terutama dalam pelajaran matematika.

b. Information management strategies, yaitu kemampuan mengelola informasi (mengorganisasi) berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran matematika.

c. Comprehension monitoring, yaitu kemampuan dalam memonitor proses belajar siswa dan hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut. Dalam hal ini proses yang dimaksud adalah bagaimana siswa mampu memfokuskan beberapa opsi-opsi ke dalam komponen-komponen pembelajaran matematika, yaitu: 1) Bahasa (language), dalam matematika biasanya diwujudkan dalam bentuk simbol yang memiliki makna sendiri yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan ide-ide siswa. 2) Pernyataan (statement) yang biasa ditemukan dalam bentuk logika matematika sehingga pembelajarannya memerlukan penalaran. 3) Pertanyaan (question) dapat memberikan gambaran bahwa begitu banyak persoalan matematika yang belum terpecahkan, sehingga diperlukan cabang matematika secara spesifik. 4) Alasan (reason) merupakan komponen matematika yang memerlukan alasan secara argumentasi dalam memecahkan masalah matematika sehingga terbentuk pola pikir siswa dalam belajar matematika. 5) Ide matematika itu sendiri, maksudnya dalam matematika banyak sekali ide-ide yang membutuhkan pemikiran khusus bagi yang mempelajarinya.16

d. Debugging strategie, yaitu strategi yang digunakan untuk membetulkan (menginstruksi) tindakan-tindakan yang salah dalam belajar.

e. Evaluation, yaitu kemampuan mengevaluasi efektivitas strategi belajar siswa, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut.

Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil

16 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang

(18)

11

belajar siswa dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognisi mereka.17 Siswa yang memanfaatkan metakognisi dalam dirinya

akan mampu memahami kemampuan yang dimiliki. Ia mampu membandingkan mana tugas yang dianggap berat dan mana tugas yang dianggap ringan. Dengan kata lain, siswa mengetahui apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.18

Dalam pembelajaran matematika, Schoenfeld membagi metakognisi ke dalam tiga komponen yang lebih spesifik. Ketiga komponen tersebut adalah keyakinan dan intuisi (beliefs and intuitions), pengetahuan diri (self-knowledge) dan kesadaran diri (self-awareness).19

a. Keyakinan dan Intuisi (Beliefs and Intuitions)

Keyakinan dan intuisi mengajarkan siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika melalui sudut pandang terstrukur. Mereka membangun kerangka pembelajaran matematikanya dari keyakinan, intuisi dan pengalaman masa lalu yang pernah mereka pelajari kemudian menghubungkannya dengan kenyataan.20 Melalui hal

tersebut, keyakinan siswa tidak hanya berbatas di dalam kelas yang mengajarkan bahwa matematika itu tidak bisa dirundingkan dan tidak berhubungan dengan dunia luar.

Hasil penelitian tentang keyakinan dan intuisi terhadap matematika, yang dilakukan oleh Schoenfeld menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara hasil tes matematika yang diharapkan oleh siswa dan keyakinan siswa tentang kemampuannya. Ketika siswa merasa lemah dalam matematika, ia percaya bahwa keberhasilan dalam tes matematika merupakan kebetulan atau nasib baik, sedangkan kegagalan (hasil rendah) dalam tes matematika merupakan akibat dari kekurangmampuan. Sementara itu, murid yang merasa dirinya kuat dalam matematika percaya bahwa

17 Kuntjojo, Metakognisi…. Op. Cit., 1.

18 Suharnan, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005).

19Schoenfeld, A.H., What’s all the fuss about metacognition?, (Online: the math forum is a research and educational enterprise of the Drexel University School of Education,

1994-2015, tersedia pada

http://mathforum.org/sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html),diakses tanggal 4 Juli 2015).

(19)

12

keberhasilan dalam tes matematika adalah hasil dari kemampuannya sendiri.21

b. Pengetahuan Diri (Self-Knowledge)

Pengetahuan diri merupakan pengetahuan tentang proses berpikir masing-masing siswa. Seberapa akuratnya siswa dalam menggambar proses berpikirnya dan menentukan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, siswa dapat menyelesaikan tugas yang didapat dengan baik ketika ia sudah pernah mempelajari teori yang berhubungan dengan masalah tersebut sebelumnya.22

Suatu penelitian menunjukkan bahwa seorang anak kecil mempunyai sedikit cara untuk dapat menghafal. Mereka mengatakan bahwa mereka mampu menghafal seratus kata yang tidak berhubungan namun kenyataanya mereka hanya mampu menghafal empat atau lima kata yang berhubungan. Semakin tumbuhnya anak kecil tersebut maka dengan perlahan kemampuan menghafal dan pengetahuan mereka akan semakin berkembang.

c. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Kesadaran diri (self-awareness) menuntut siswa untuk tahu kapan ia melakukan suatu tindakan. Tindakan dalam menyelesaikan masalah ataupun hal lainnya. Selain itu, kesadaran diri juga menyangkut seberapa baiknya siswa dalam menjaga dan mengatur apa yang harus dilakukan ketika memecahkan masalah dan seberapa baiknya siswa menggunakan input dari pengamatan untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas pemecahan masalah. Schoenfeld menyusun langkah dalam menumbuhkan kesadaran diri, yaitu (1) memahami masalahnya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menyelesaikannya, (2) merencanakan, (3) memonitor, (4) memutuskan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.23

Melalui komponen metakognisi yang dikembangkan di atas akan dapat diketahui seberapa besar kemampuan metakognisi yang dimiliki siswa. Siswa yang mampu

21 Suryanto, Aspek Efektif Hasil Pembelajaran Matematika, (Laporan Penelitian Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, 2001).

(20)

13

melakukan pengaturan dan pengelolaan belajarnya dengan baik sesuai komponen di atas maka dapat dikatakan bahwa siswa telah mampu meregulasi kemampuan metakognisinya.

2. Motivasi

Motivasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran yang terdapat pada diri siswa. Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku.24 Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku

yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Devi dan Ryan mengemukakan bahwa motivasi adalah fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan kemampuan yang ada pada setiap diri siswa.25 Sedangkan McDonald

mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan energi di dalam pribadi siswa yang ditandai dengan timbulnya efektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.26

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu tujuan yang dapat diupayakan adalah memaksimalkan pencapaian prestasi belajar matematika siswa.

Siswa akan berhasil dalam belajar, jika pada dirinya sendiri ada dorongan atau keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini motivasi meliputi dua hal, yaitu (1) mengetahui apa yang akan dipelajari, (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.27 Berpijak pada kedua unsur motivasi inilah sebagai

dasar permulaan yang baik untuk belajar, karena tanpa motivasi di mana siswa tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari maka kegiatan balajar mengajar sulit untuk berhasil.

Motivasi menciptakan kondisi yang menimbulkan perilaku tertentu, dan memberi arah serta ketahanan. Perbuatan

24 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), 510.

25Dalam Fitria Dwi Rizanti, Jurnal: Hubungan Antara Self Regulated Learning dengan

Prokrastinasi Akademik, (Psikologi, FIP, UNESA, 2013), 3.

26 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar (Bandung, sinar baru algensido, 1990), 173.

(21)

14

siswa dapat ditimbulkan oleh suatu tujuan atau beberapa tujuan. Ketika membicarakan macam-macam motivasi belajar, ada dua macam sudut pandang, yaitu motivasi yang berasal dari dalam pribadi siswa yang biasa disebut ”motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri siswa yang biasa disebut ”motivasi ekstrinsik”. Setiap anak harus memiliki motivasi belajar agar dapat tercapainya sesuatu atau hasil sesuai yang diharapkan.28

Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik lebih lanjut dijelaskan dalam buku karya John W.Santrock sebagai berikut:29

a. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh intensif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, siswa mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapat nilai yang baik. Jadi, tujuan belajar bukan untuk mendapatkan pengetahuan atau ilmu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, pujian ataupun hadiah dari orang lain. Siswa belajar karena takut hukuman dari guru atau orang tua. Waktu belajar yang tidak jelas dan tergantung dengan lingkungan sekitar juga bisa menjadi contoh bahwa siswa belajar karena adanya motivasi ekstrinsik.

b. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya siswa mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya.

Seorang siswa yang mempunyai motivasi dan strategi pembelajaran yang efektif serta mempunyai kegigihan untuk menerapkan strategi ini hingga tugas terselesaikan, kemungkinan mereka adalah pebelajar yang efektif dan mempunyai motivasi

28 Ibid, 41.

(22)

15

sepanjang hidup untuk belajar.30 Siswa yang mempunyai

pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang efektif akan tahu bagaimana serta kapan menggunakannya. Misalnya, mereka tahu bagaimana mengurai soal yang rumit menjadi langkah-langkah yang lebih sederhana atau menguji solusi alternatif. Mereka tahu bagaimana dan kapan melihat dengan sekilas dan bagaimana serta kapan membaca untuk memperoleh pemahaman yang mendalam. Mereka juga tahu bagaimana menulis untuk meyakinkan dan bagaimana menulis untuk menginformasikan. Lebih jauh lagi, kemampuan regulasi diri dalam belajar akan memotivasi peseta didik dalam pembelajaran itu sendiri. Bukan hanya oleh nilai atau persetujuan orang lain. Merekapun mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut terselesaikan.31

Schunk dan Zimmerman berpendapat bahwa motivasi untuk terlibat ke dalam pembelajaran regulasi diri tidak sama dengan motivasi pencapaian motivasi pada umumnya. Karena pembelajaran regulasi diri mengharuskan siswa mengambil tanggung jawab mandiri untuk belajar, bukan hanya menaati tuntutan guru.32 Oleh karena itulah Fredericks, Blumenfeld, dan

Paris menggunakan istilah ‘keterlibatan’ (engagement) dan ‘investasi’ (investment) untuk menjelaskan motivasi. Hal ini mengakibatkan siswa terlibat ke dalam pembelajaran regulasi diri secara langsung, bukan hanya melakukan pekerjaan dan mengikuti aturan.33 Siswa mengatur motivasi diri untuk mencapai

tujuan yang ingin dicapai, yaitu belajar dengan baik melalui proses dan motivasi yang baik pula.

Ahli psikologi pendidikan mulai memperhatikan soal motivasi yang baik. Hal ini perlu ditegaskan bahwa motivasi tidak bisa dikatakan baik, apabila tujuan yang diinginkan juga tidak baik.34 Oleh karena itu, dengan memiliki tujuan

memaksimalkan prestasi belajarnya, maka siswa akan berusaha

30 Robert E.Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Indeks, 2011), 10-11

31 Ibid, Robert E.Slavin, Psikologi Pendidikan…., 10-11. 32 Ibid, Robert E.Slavin, Psikologi Pendidikan…., 108. 33 Ibid, Robert E.Slavin, Psikologi Pendidikan…., 109.

(23)

16

untuk mengatur motivasi yang ada pada diri maupun yang ada di luar diri mereka agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Dilihat dari sisi self regulation, pada dasarnya siswa yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi akan menunjukkan kebiasaan regulasi diri dalam belajar yang lebih efektif. Mereka akan memperhatikan komponen yang membutuhkan kesadaran masing-masing siswa dalam pengaturan strategi yaitu aktualisasi diri, keyakinan diri (self efficacy) dan kemandirian.35

a. Aktualisasi Diri

Kemampuan siswa untuk menemukan dan

mengembangkan potensi yang dimiliki disebut dengan aktualisasi diri. Hal ini merupakan salah satu hal terpenting dalam perkembangan siswa. Proses aktualisasi diri pada siswa dapat terbangun karena adanya rasa percaya diri. Siswa yang sudah memiliki rasa percaya diri akan mudah untuk memperlihatkan potensi yang dimiliki.36 Ketika siswa merasa

mampu menunjukkan potensi yang dimiliki, maka motivasi dalam dirinya juga akan terbangun.

b. Self-Efficacy

Bandura mengatakan bahwa self-efficacy

mempengaruhi aspek kognitif yang berhubungan dengan motivasi siswa.37 Orang yang mempunyai self-efficacy tinggi

akan mempunyai motivasi yang lebih tinggi di dalam menjalankan suatu tugas tertentu dibandingkan dengan orang memiliki self-efficacy yang rendah. Siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi akan membayangkan kesuksesan dalam tugas yang sedang mereka kerjakan. Bayangan kesuksesan tersebut akan memberikan dorongan yang positif bagi siswa dalam melaksanakan tugasnya dan lebih memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan.38

Menurut Pervin & John, siswa yang mempunyai self-efficacy yang tinggi akan lebih termotivasi untuk mencapai

35Pintrich, Roeser, dan De Groot, Classroom and Individual Differences in Early

Adolescents’Motivation and Self Regulated Learning. Journalof Early Adolescence, 14, 139-161.

36 Zirly Fera Jamil dalam http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-afiyatilai-6614-2-babi.pdf, diakses tanggal 4 Juli 2015.

(24)

17

tujuan.39 Semakin tinggi tingkat self-efficacy siswa maka

tingkat motivasinya akan semakin tinggi pula. Hal ini dicerminkan dengan besarnya usaha yang dilakukan serta ketekunannya dalam mengatasi rintangan-rintangan yang ada. Ia akan terus mengerjakan tugas-tugasnya dan tidak mudah menyerah dan bertahan apabila menemui kesulitan-kesulitan. Orang-orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan berusaha lebih keras di dalam mengatasi rintangan-rintangan yang ada.

Penelitian sebelumnya menunjukkan secara konsisten bahwa keyakinan-keyakinan tersebut memberikan kontribusi terhadap motivasi dan pencapaian prestasi siswa.40 Motivasi

yang baik dalam belajar akan menujukkan self-efficacy yang baik dan menjukkan hasil yang baik pula. Dengan kata lain, dengan adanya usaha, keyakinan, kemampuan, terutama didasari oleh motivasi maka siswa akan belajar dengan tekun dan menghasilkan prestasi belajar yang maksimal.

c. Kemandirian

Kemandirian dapat diartikan bahwa siswa mampu berpikir dan dapat melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, aktif, kreatif, kompeten, tidak tergantung pada orang lain, tidak takut mengambil resiko dan percaya diri.41 Siswa yang

mandiri dapat dilihat pada siswa yang mampu menyelesaikan sesuatu untuk dirinya sendiri, melaksanakan tugas-tugas dan dapat menentukan tujuan pribadinya.

Kemandirian perlu ditanamkan sejak usia dini dan dimulai dari dalam rumah sendiri, melalui pembiasaan dan latihan-latihan, sehingga akan menumbuhkan perilaku positif dan hasil belajarnya pun dapat meningkat. Ketika kemandirian telah tertanam dalam diri siswa, maka dorongan

39Dalam Rita Kurniyawati, Hubungan antara Efikasi Diri dengan Motivasi Belajar Siswa, (Skripsi: Fak.Psikologi, UMS, 2012)

40Yufita., & Budiarto. Motivasi kerja guru ditinjau dari sefl-efficacy dan iklim sekolah ( studi pada guru-guru yayasan”X”), (Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, Vol. 8.2, 2006), 181-195.

41 Hendrarina Tanderi, Hubungan Kemandirian dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas 1

(25)

18

dalam dirinya juga akan semakin besar, yaitu suatu dorongan untuk mendapatkan prestasi yang maksimal.

Aktualisasi diri, self efficacy dan kemandirian yang menjadi komponen motivasi di atas memang perlu diatur agar perilaku yang ditunjukkan siswa dapat terkendali. Terlalu berlebihan atau bahkan tidak adanya pengaturan pada ketiga komponen di atas memungkinkan siswa menjadi pribadi yang individual dan egois. Oleh karena itu, regulasi diri dalam belajar di sini juga termasuk dalam meregulasi motivasi siswa yang meliputi aktualisasi diri, self efficacy dan kemandirian.

3. Perilaku

Dalam psikologi pendidikan, istilah perilaku dikenal dengan istilah behavior. Zimmerman dan Schunk mendefinisikan perilaku sebagai upaya siswa untuk menyeleksi, menyusun, dan menciptakan lingkungan fisik maupun sosial dalam mendukung aktivitasnya.42 Menurut Notoatmodjo,

perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari siswa itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, menyimak dan sebagainya.43

Jadi perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi siswa dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang siswa terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa adanya tindakan, misalnya berpikir dan berpendapat) maupun aktif (melakukan tindakan).44 Ketika perilaku dihubungkan dengan belajar maka

yang dimaksud adalah tindakan atau sikap yang dilakukan oleh siswa dalam proses belajarnya. Menurut Bandura, perilaku dalam belajar terfokus pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan.45

42 Nur Ghufron dan Risnawita, Teori-teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 59.

43 Noto Atmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),114. 44

Sarwono, W. Sarlito, Psikologi remaja, (Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, 2004). 45 Bandura, Social Foundations of Thought and Action. (Englewood Cliffs, NJ: Prentice

(26)

19

Perilaku siswa dalam belajar juga tidak terlepas dari beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, bagaimana intensitas interaksi antara guru ke siswa, di mana guru tersebut bertindak sebagai model akan menjadi panutan baik secara ilmu pengetahuan yang ia kuasai ataupun mengenai tingkah laku guru itu sendiri. Kedua, bagaimana interaksi antara masing-masing siswa tersebut mempengaruhi perilaku siswa-siswa lainnya.46 Hal

ini terjadi karena di dalam kelas akan ditemui kelompok teman sebaya yang berorientasi kepada beberapa hal. Salah satunya ialah kemampuan secara akademis siswa yang masing-masing berbeda satu sama lain. Tidak jarang di kelas akan muncul kelompok siswa yang memiliki kemampuan secara akademis dengan tingkatan standar dan di atas rata-rata.

Menurut Notoatmodjo, perilaku siswa dapat diukur dengan dua cara, yitu:47

a.

Perilaku dapat diukur secara langsung melalui wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall).

b.

Perilaku yang diukur secara tidak langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan siswa.

Selain dapat diukur, ternyata perilaku siswa juga dapat dibentuk. Menurut Ircham, pembentukan perilaku terdiri dari beberapa cara, di antaranya:48

a. Kebiasaan (Conditioning)

Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kebiasaan (conditioning) yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan akhirnya akan terbentuklah perilaku.

b. Pengertian (Insight)

Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar disertai dengan adanya pengertian.

46 Sarwono, W. Sarlito, Psikologi remaja... Op. Cit.

47 Notoatmodjo, S., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003).

48Ircham Mahfoedz, Ilmu Perilaku dan Aplikasinya dalam Masyarakat, (Jakarta: Rhineka

(27)

20

c. Menggunakan Model

Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura.

Setiap proses belajar diperlukan perilaku belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan adanya perilaku belajar, tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga prestasi akademik dapat ditingkatkan. Perilaku belajar sering juga disebut kebiasaan belajar yaitu proses belajar yang dilakukan siswa secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau spontan. Perilaku ini yang akan mempengaruhi prestasi belajar.49

Suwardjono mengemukakan beberapa contoh dari perilaku belajar yang baik, yaitu:50

a. Kebiasaan Mengikuti Pelajaran

Kebiasaan mengikuti pelajaran adalah kebiasaan yang dilakukan siswa pada saat pelajaran sedang berlangsung. Siswa yang mengikuti pelajaran dengan tertib dan penuh perhatian serta dicatat dengan baik akan memperoleh pengetahuan lebih banyak. Kebiasaan mengikuti pelajaran ini ditekankan pada kebiasaan memperhatikan penjelasan guru, membuat catatan, dan keaktifan di kelas.

b. Kebiasaan Membaca Buku

Kebiasaan membaca buku merupakan ketrampilan membaca yang paling penting untuk dikuasai siswa. Kebiasaan membaca harus dibudidayakan agar pengetahuan dapat bertambah dan dapat meningkatkan pemahaman dalam mempelajari suatu pelajaran.

c. Kunjungan ke Perpustakaan

Kunjungan ke perpustakaan merupakan kebiasaan mengunjungi perpustakaan untuk mencari referensi yang

49 Hanifah dan Syukriy Abdullah, Pengaruh Perilaku Belajajar terhadap Prestasi

Akademik Mahasiswa Akuntansi, (Media Riset Akuntansi, Auditing dan informasi,Volume 1, No.3, 2001), 63-68.

50 Suwardjono, Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi, (Online, tersedia pada

(28)

21

dibutuhkan agar dapat menambah wawasan dan pemahman terhadap pelajaran.

d. Kebiasaan Menghadapi Ujian

Kebiasaan menghadapi ujian merupakan persiapan yang biasa dilakukan ketika akan menghadapi ujian. Setiap ujian tentu dapat dilewati oleh seorang siswa dengan berhasil jika sejak awal mengikuti pelajaran dan mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, siswa harus menyiapkan diri dengan belajar secara teratur, penuh disiplin, dan konsentrasi pada masa yang cukup jauh sebelum ujian dimulai.

Perilaku belajar yang baik menjadikan siswa mampu menyeleksi, menyusun dan menata lingkungan agar lebih optimal dalam belajar. Perilaku belajar merupakan proses belajar yang dilakukan siswa secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau spontan. Perilaku ini yang akan mempengaruhi prestasi belajar.51 Jadi ketika siswa berorientasi untuk

mendapatkan prestasi belajar yang maksimal bukan hal yang tidak mungkin jika pengaturan perilaku belajar siswa dilakukan dengan baik.

Perilaku belajar siswa terbentuk melalui kebiasaan, pengertian dan menggunakan model.52 Kebiasaan dilakukan

dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, hingga akhirnya terbentuklah perilaku. Karena itulah kebiasaan menjadi faktor penting yang membentuk perilaku siswa. Kebiasaan tersebut membawa pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini didukung dengan adanya penelitian oleh Riza Ayu Kristiani yang menghasilkan adanya hubungan positif antara kebiasaan belajar dengan prestasi belajar siswa.53

Selain kebiasaan, perilaku siswa dalam belajar juga dapat dipengaruhi oleh adanya interaksi yang dilakukan antar siswa dan

51 Hanifah dan Syukriy Abdullah, Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Prestasi Akademik

Mahasiswa Akuntansi, (Media Riset Akuntansi, Auditing dan informasi,Volume 1, No.3, 2001), 63-68.

52Ircham Mahfoedz, Ilmu Perilaku dan Aplikasinya dalam Masyarakat, (Jakarta: Rhineka cipta, 2005).

53 Riza Ayu Kristiani, Hubungan antara Kebiasaan Belajar dan Perhatian Orang Tua

(29)

22

guru, maupun antar siswa.54 Interaksi ini biasa disebut dengan

istilah interaksi edukasi atau interaksi belajar. Interaksi tersebut ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap psikologis siswa. Terutama ketika interaksi dilakukan secara efektif maka akan menjadikan siswa lebih berani dan percaya diri. Menurut Jeanne Ellis Ormrod beberapa teman sebaya akan mendukung pencapaian prestasi akademis yang tinggi.55 Menurutnya interaksi

teman sebaya dapat mendorong kualitas-kualitas yang baik, seperti bersikap kejujuran, kerjasama, percaya diri dan bersikap adil dan mentaati peraturan. Demikian halnya dengan interaksi siswa dan guru, yang diteliti oleh Ahmad Arifianto menghasilkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara efektivitas interaksi siswa dan guru dengan prestasi belajar. Semakin tinggi efektivitas interaksi siswa dengan guru semakin tinggi prestasi belajar, sebaliknya semakin rendah efektivitas interaksi siswa-guru maka semakin rendah pula prestasi belajar.56

B. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar tidak mungkin terlepas dari dunia pendidikan. Prestasi belajar menjadi tujuan pengajaran yang diharapkan oleh semua siswa. Untuk menunjang tercapainya tujuan pengajaran, perlu adanya kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar melibatkan siswa, guru, materi pelajaran, metode pengajaran, kurikulum dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta didukung oleh lingkungan belajar mengajar yang kondusif.

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar yang memiliki arti kata masing-masing. Menurut Sardiman A.M, prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar siswa dalam belajar.57 Sementara Gagne mendefinisikan

54 Imam Munandar M, Wanto Rivaie, Gesti Budjang, Perilaku Siswa ... Op. Cit, 4.

55Jeane Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,

(Jakarta: Erlangga, 2008), 111.

56 Ahmad Arifianto, Hubungan Antara Efiktifitas Interaksi Siswa-Guru dengan Prestasi

Belajar pada Siswa, Digilib, Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2011.

(30)

23

prestasi sebagai penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor.58

Kata belajar didefinisikan oleh Slameto sebagai suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.59

Melalui proses belajar tersebut seorang siswa akan mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang diperolehnya untuk mencapai prestasi yang maksimal. Lebih lanjut lagi, Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku yang dilakukan siswa, di mana ketika belajar maka responnya menjadi lebih baik dan ketika tidak belajar maka responnya menurun.60 Oleh karena itulah respon yang muncul pada

siswa menunjukkan konsekuensi dari proses belajar yang diterimanya.

Berdasarkan kedua istilah di atas, diperoleh suatu istilah baru yaitu prestasi belajar yang menunjukkan hasil yang dicapai siswa dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran. Hal tersebut lazimnya ditunjukkan dengan tes angka nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan Winkel mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang dicapai oleh siswa.61 Jadi prestasi belajar merupakan hasil

maksimal yang dicapai oleh siswa setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Dalam hal ini prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar, karena hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar. Sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.62 Jadi yang perlu diperhatikan dalam prestasi

belajar tersebut adalah proses belajar siswa. Terutama dalam

58 Dalam Yusniyah, Thesis:Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar

Siswa MTs Al-Falah Jakarta Timur, (digilib, Jakarta, UIN Syarif Hiayatullah, 2008), 22. 59

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rinela Cipta, 2010), 2.

60 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran. (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2006), 9. 61Dalam Sunarto, Pengertian Prestasi Belajar, (Online: Fasilitator Idola, tersedia

https://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/, diakses tanggal 20 Juni 2015)

(31)

24

pembelajaran yang dianggap sulit dan membutuhkan proses dalam pengerjaannya misalnya matematika. Banyak siswa yang menganggap dan mempercayai bahwa matematika adalah disiplin ilmu yang terdiri dari bagian-bagian informasi berupa rumus dan prosedur pemecahan masalah yang terstruktur. Hal inilah yang mengharuskan mereka menghafal rumus dan mengingatnya ketika menemui masalah matematika.63 Menurut Sri Subarinah, matematika

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Hakikat belajar matematika adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mancari hubungan antar konsep dan strukturnya.64

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika yang telah diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar dapat diketahui setelah melakukan evaluasi. Melalui evaluasi dapat diperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar.

Kemampuan intelektual juga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yang terlihat dari prestasi belajar yang didapat. Untuk mengetahui prestasi tersebut perlu diadakan evaluasi dengan tujuan mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan belajar yang merupakan proses pembelajaran.

Dalam mencapai suatu prestasi belajar yang maksimal, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Seperti yang dikemukakan oleh Muhibbin Syah dalam bukunya “Psikologi Pendidikan”. Ia menjelaskan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.65

Berikut penjelasan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Muhibbin Syah:66

63 Mason, L., & Scrivani, L. Enhancing students’ mathematical beliefs: An intervention

study. (Learning and Instruction 14, 2004), 156-176.

(32)

25

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor atau penyebab yang berasal dari dalam diri setiap siswa tersebut, seperti aspek fisiologis dan aspek psikologis.

a. Aspek fisiologis

Aspek fisiologis ini meliputi kondisi umum jasmani yang menunjukkan kebugaran organ – organ tubuh dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah akan berdampak secara langsung pada kualitas penyerapan materi pelajaran. Asupan gizi dari makanan dan minuman diperlukan agar kondisi tubuh tetap terjaga. Selain itu juga perlu memperhatikan waktu istirahat yang teratur dan cukup tetapi harus disertai olah raga ringan secara berkesinambungan. b. Aspek psikologis

Banyak faktor yang masuk dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran, di antaranya:

1) Tingkat intelegensi atau kecerdasan (IQ), tidak diragukan lagi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Semakin tinggi kemampuan inteligensi siswa maka semakin besar peluang meraih sukses dan sebaliknya. 2) Sikap merupakan gejala internal yang cenderung

merespon atau mereaksi dengan cara yang relatif tetap terhadap orang, barang dan sebagainya, baik secara positif ataupun secara negatif. Sikap (attitude) siswa yang merespon dengan positif merupakan awal yang baik bagi proses pembelajaran yang akan berlangsung. Sedangkan sikap negatif terhadap guru ataupun pelajaran apalagi disertai dengan sikap benci maka akan berdampak pada pencapaian hasil belajar atau prestasi belajar yang kurang maksimal.

3) Bakat yang dimiliki siswa akan berpotensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar pada bidang-bidang tertentu.

(33)

26

terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Sebagai contoh, siswa yang mempunyai minat dalam bidang matematika akan lebih fokus dan intensif dalam mempelajarinya sehingga memungkinkan mencapai hasil yang memuaskan.

5) Motivasi merupakan keadaan internalorganisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu atau pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi bisa berasal dari dalam diri setiap siswa dan datang dari luar siswa tersebut.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal dibagi menjadi dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial. Lingkungan sosial ini meliputi lingkungan orang tua dan keluarga, sekolah serta masyarakat. Lingkungan sosial yang paling banyak berperan dan mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah lingkungan orang tua dan keluarga. Siswa sebagai anak tentu saja akan banyak meniru dari lingkungan terdekatnya seperti sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga. Semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan prestasi yang dapat dicapai siswa. Sedangkan lingkungan sekolah meliputi para guru yang harus menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta menjadi teladan dalam hal belajar. Selain itu juga ada staf-staf administrasi dan teman-teman sekolah. Lingkungan masyarakat terdiri dari kelompok masyarakat dan teman sepermainan. Terdapat pula kegiatan-kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat dan pergaulan sehari-hari yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.

Selain faktor sosial seperti dijelaskan di atas, ada juga faktor non-sosial. Faktor yang termasuk lingkungan non-sosial di antaranya gedung sekolah dan bentuknya, rumah, alat belajar, cuaca, dan waktu belajar siswa.

3. Faktor pendekatan belajar

(34)

27

(mendalam dan datang dari dalam diri siswa), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi/ambisi pribadi).

C. Hubungan antara Metakognisi, Motivasi dan Perilaku

Siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognisi, motivasi dan perilaku dalam proses belajar.67 Hal tersebut dikemukakan oleh Zimmerman dengan

tujuan agar proses pembelajaran di sekolah mendapatkan hasil yang maksimal. Regulasi diri dalam belajar juga merupakan kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Zimmerman juga menjelaskan bahwa regulasi diri dalam belajar merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, perilaku dan emosi.68

Sebagai aspek yang terdapat pada regulasi diri, metakognisi, motivasi dan perilaku memiliki hubungan yang saling berkaitan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metakognisi, motivasi dan perilaku juga memiliki sumbangan yang positif pada pencapaian prestasi belajar siswa.

Siswa yang memanfaatkan metakognisi yang ada dalam dirinya akan mampu memahami kemampuan yang dimiliki. Ia mampu membandingkan mana tugas yang dianggap berat dan mana tugas yang dianggap ringan. Dengan kata lain, siswa mengetaui apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.69 Dalam hubungannya

dengan motivasi, Van Zile-tamsen menyatakan bahwa metakognisi mempengaruhi pencapaian sebenarnya tergantung kepada motivasi seorang pelajar. Ini menjelaskan hubungan antara motivasi dan metakognisi dalam mempengaruhi pencapaian belajar.70

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Phillips menghasilkan bahwa metakognisi berhubungan dengan pencapaian pembelajaran, yakni kesadaran metakognisi mempunyai hubungan

67Zimmerman, B. J.. A Social Cognitive View of Self Regulated Learning. Journal of

Educational Psychology, 81 (3), (1989), 1-23. 68 Ibid, 1-23

69 Suharman , Psikologi Kognitif, (Surabaya : Srikandi, 2005)

70Muh. Suardi, Pengaruh Motivasi Belajar dan Kecerdasan Emosional terhadap

(35)

28

langsung positif yang signifikan dengan pencapaian akademik pelajar serta berhubungan juga dengan pencapaian pembelajaran.71

Suatu konsep tentang motivasi menyatakan bahwa motivasi melatarbelakangi munculnya perilaku.72 Motivasi merupakan suatu

tenaga yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi perilaku.73 Jadi, perilaku

dipandang sebagai reaksi terhadap suatu stimulus.

Woodhworth mengungkapkan hubungan perilaku dan motivasi dalam artikel psikologi yang disusun Nyul Zone, bahwa perilaku terjadi karena adanya motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai.74 Melalui dorongan

tersebut akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan diaktifkan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan dorongan ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan mekanisme perilaku.

Hull juga menegaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan oleh kepentingan mengadakan pemenuhan atau pemuasan terhadap kebutuhan yang ada pada diri individu.75 Perilaku muncul tidak semata-mata karena dorongan yang

bermula dari kebutuhan individu saja, tetapi juga karena adanya faktor belajar. Timbulnya perilaku menurut Hull adalah fungsi dari tiga hal yaitu kekuatan dari dorongan yang ada pada individu, kebiasaan yang didapat dari hasil belajar, serta interaksi antara keduanya.76

71 Saemah Rahman dan John Arul Phillips, “Hubungan antara Kesedaran Metakognisi,

Motivasi, dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti”, (Malaysia: Jurnal Pendidikan 31, 2006), 21-39.

72 Harold J.Leavitt , Psikologi Manajemen, (Jakarta : Erlangga, 1992), 11.

73Nyul Zone , Hubungan Motivasi dengan Perilaku, (PsychoShare: Blog Artikel Psikologi, http://www.psychoshare.com/file-817/psikologi-industri-dan-organisasi/hubungan-motivasi-dengan-perilaku.html, 2014), diakses tanggal 2 September 2015. 74 Ibid.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN .

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini fokus pada tiga permasalahan. Pertama, pengujian validitas dan reliabilitas indikator/dimensi konstruk pada instrumen penelitian yang digunakan. Kedua, kesesuaian model teoritis dengan data empiris terkait pengaruh kemampuan regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika. Permasalahan ketiga adalah menganalisis pengaruh regulasi diri (metakognisi, motivasi dan perilaku) terhadap prestasi belajar matematika.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan verifikatif, di mana penelitian akan menghasilkan informasi ilmiah baru, yakni berupa kesimpulan ditolak atau diterimanya suatu hipotesa.1 Penelitian ini dimaksudkan

untuk menguji model teoritis dengan menggunakan perhitungan statistik, sehingga dapat digunakan untuk menguji pengaruh variabel X terhadap Y yang diteliti. Dengan menggunakan metode verifikatif, akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka dalam penelitian ini akan digunakan telaah statistika berupa analisis SEM (Structure Equational Modelling) berbantuan software LISREL versi 9.2 for student.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2015 di kelas VIII-2 VIII-4 dan VIII-5 MTsN Tanjunganom Nganjuk dengan pengisian instrumen penelitian berupa angket tentang regulasi diri dalam belajar matematika, meliputi aspek metakognisi, motivasi dan perilaku. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 - 10.00 WIB.

Gambar

Tabel 3.1  Variabel Penelitian
Gambar 3.1 Pengaruh Metakognisi, Motivasi dan Perilaku
Tabel 3.2 Variabel  dari Angket Kemampuan Regulasi Diri
Tabel 3.3 Skala Pengukuran Pernyataan pada Angket
+7

Referensi

Dokumen terkait

beberapa sisi, antara lain adalah kemampuan pada diri siswa yang meliputi tingkat pemahaman dan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran matematika, peran guru dalam

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan judul penelitian sebagai berikut: “ PENGARUH MINAT DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar matematika (2) Untuk mengetahui pengaruh tingkat kecerdasan terhadap prestasi

PENGARUH DISIPLIN SISWA DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS I. SMK

Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pemanfaatan lingkungan sekitar kelas dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kemandirian belajar, kecemasan matematika dan prokrastinasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa,

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran matematika materi. pembagian bilangan di MIN Ngepoh

Data Coefficients Pengaruh Efikasi Diri X1, Persepsi Siswa Atas Iklim Kelas X2, dan Motivasi Belajar Y, Terhadap Prestasi Belajar Matematika Z Koefesien jalur model II: mengacu pada