Pengertian Hukum Udara
E. Suherman
◦
Hukum udara adalah keseluruhan
ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur ruang udara dan penggunaannya
untuk keperluan penerbangan.
Verschoor
Sejarah
Zaman Romawi
◦
Hukum Udara (dalam arti hukum yg
mengatur obyek udara) telah dikenal
dengan prinsip
“
Cuius est solum,
eius est usque ad coelum
”
siapa
Masa kini
◦
Hukum yang sebagian besar
mengatur penerbangan dan
angkutan udara.
Masih muda karena mulai tumbuh di
awal abad ke-20 setelah Wright
bersaudara (1903)
Peraturan awal hukum udara
◦
Lenoir seorang Pejabat Kepolisian
Paris pada tahun 1784 membuat peraturan
berupa, Larangan penerbangan dengan balon udara
tanpa izin.
Peraturan pertama mengenai keselamatan
penerbangan
◦
Count d’Angles seorang Kepala Polisi Seine pada
tahun 1819 membuat peraturan berupa,
Sebelum PD I
◦
Perdebatan mengenai kedaulatan di
ruang udara. Ada dua pendapat
yaitu:
Ruang udara bebas
Negara masing2 berdaulat di ruang
udara di atasnya
◦
Perjanjian Paris 1919 dan chicago
Setelah PD I
◦
12 oktober 1929 ditandatangani konvensi
Warsawa tentang dokumen-dokumen
angkutan dan tanggung jawab pengangkut
◦
1933 di Roma ditandatangani perj tentang
tanggung jawab pemakai pesawat terbang
asing terhadap kerugian yg ditimbulkan oleh
pihak III di darat, diperbaharui oleh Perjanjian
Roma 1952
Peranan Badan Internasional dalam
perkembangan hukum udara
Internastional Civil Aviation
Organization (ICAO)
◦
Panitia hukum yang bertugas
membahas masalah hukum dan
memperiapkan konfrensi
International Air Transport Association
(IATA)
◦
IATA beranggotakan perusahaan
penerbangan dari berbagai negara.
◦
Panitia hukum IATA bertugas utk meneliti
dan mengembangkan hukum udara yang
bersifat seragam khususnya tentang syarat
perjanjian pengangkutan udara yang
berlaku internasional
◦
Pendapat IATA dihargai oleh ICAO
1. Multilateral
Sumber hukum udara perdata:
Perjanjian warsawa 1929 -->dokumen angkutan dan tanggung jawab
pengangkut
Perjanjian geneva 1948 --> hipotik pesawat udara
Perjanjian roma 1952 --> prinsip tanggung jawab (diluar perj
warsawa) dan asuransi wajib
Perjanjian Hague 1955 --> amandemen perj warsawa mengenai
ganti rugi
Perjanjian guadalajara 1961 --> pelengkap perj warsawa, yang
memberlakukan perj. Warsawa kepada pihak yang bukan merupakan pihak yang mengadakan perjanjian angkutan.
Perjanjian montreal 1966 --> biaya ganti rugi yg kemudian diadopsi
oleh protokol guatemala
Protokol guatemala 1971 --> tanggung jawab mutlak pengangkut,
limit ganti rugi. Tanggung jawab thd barang menggunakan perj warsawa, sedangkan utk bagasi baik tercatat atau tidak
Sumber hukum udara publik
Konvensi Paris 1919 Konvensi chicago 1944
Konvensi Tokyo 1963 --> tindak pidana dlm hukum udara
internasional
Konvensi Den Haag 1970 --> pembajakan pesawat udara
(hijacking)
Konvensi Montreal 1971--> pemberantasan tindakan melawan
hukum terhadap keselamatan penerbangan sipil
Deklarasi Bonn 1978 --> pembajakan udara
Protokol Montreal 1988 --> pelengkap Konvensi Montreal 1971 Konvensi Montreal 1991 --> kewajiban negara anggota untuk
2. Bilateral air transport agreement
Perjanjian angkutan udara
internasional timbal balik.
◦
Indonesia mempunyai +/_ 67
3. Hukum kebiasaan
internasional
Berdasarkan Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah
Internasional, hukum kebiasaan internasional
dapat menjadi sumber hukum udara
internasional.
contoh
◦
Pasal 1 Konv Paris 1999 --> negara memiliki
kedaulatan penuh dan absolut terhadap ruang udara
di atas laut teritorialnya. Isi pasal ini diakomodasi dlm
Konv Havana 1928 dan Pasal 1 konv Chicago
◦
Penerapan Air Defence Identification Zone (ADIZ)
oleh Amerika Serikat yang diikuti juga oleh Canada
ADIZ --> penunjukan ruang udara khusus dimensi tertentu
4. Prinsip-prinsip hukum
umum
Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah
Internasional
1.
Prinsip bonafide atau good faith (itikad
baik)
2.
Pacta sunt servanda (perjanjian
mengikat para pihak)
3.
Abus de droit ( suatu hak tidak boleh
disalah gunakan)
4.
Nebis in idem (perkara yang sama tidak
5. Ajaran hukum
Ditemui dalam sistem Common law
pemindahan resiko dari korban (injured people)
kepada pelaku (actor).
◦Perusahaan penerbangan (actor) bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh korban (injured people)
Bela diri suatu tindakan disebut bela diri apabila
tindakan tersebut seimbang dengan ancaman yang
dihadapi.
◦Penerapannya pesawat udara sipil tidak dilengkapi persenjataan karenatidak ada ancaman yang
6. Yurisprudensi
Berdasarkan Pasal 38 (1) Piagam
Mahkamah Internasional
Contoh:
1.
Kasus Ny. Oswald vs. Garuga
Indonesia Airways --> ganti rugi
non fisik
2.
Kasus penduduk cengkareng vs.
Teori kepemilikan ruang
udara
1. The Air Freedom Theory
◦
udara karena sifat yang dimilikinya, ia
menjadi bebas (by its nature is free).
◦
Teori yang pertama ini dapat
dikelompokan menjadi :
1.
Kebebasan ruang udara tanpa batas
2.
Kedaulatan ruang udara yang dilekati
beberapa hak khusus negara kolong, dan
3.
Kebebasan ruang udara, tetapi diadakan
2. The Air Sovereignty Theory
◦
udara itu tidak bebas, sehingga negara
berdaulat terhadap ruang udara di atas
wilayah negaranya.
◦
Teori ini dapat dikelompokan menjadi :
1.
Negara kolong berdaulat penuh hanya
terhadap satu ketinggian tertentu di ruang
udara.
2.
Negara kolong berdaulat penuh, tetapi
dibatasi oleh hak lintas damai bagi navigasi
pesawat -pesawat udara asing, dan
Kedaulatan negara di ruang
udara
Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) yang menyatakan, bahwa
“bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
lahir “hak menguasai oleh negara” atas sumber daya alam
yang ada di bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (termasuk udara) dan penguasaan tersebut memberikan kewajiban kepada negara untuk digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Makna dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut bahwa
ruang udara sebagaimana penjelasan sebelumnya merupakan sumber daya alam yang dikuasai negara.
memberikan arti kewenangan sebagai organisasi atau
lembaga negara untuk mengatur dan mengawasi
Kedaulatan teritorial
Disamping Kedaulatan di wilayah
darat dan laut, Negara dalam
hukum internasional memiliki
kedaulatan di wilayah udara
Instrumen internasional yang
mengakui wilayah Negara di
ruang udara saat ini adalah
Convention on International Civil
Aviation 1944 atau yang lebih
Kedaulatan negara menurut
Konv Chicago
Pasal 1 Conv Chicago:
◦dinyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh (complete and exclusive
souvereignity) atas ruang udara atas wilayah kedaulatannya.
Dari Pasal tersebut memberikan pandangan bahwa
perwujudan dari kedaulatan yang penuh dan utuh
atas ruang udara di atas wilayah teritorial, adalah :
1. setiap negara berhak mengelola dan mengendalikan secara penuh dan utuh atas ruang udara nasionalnya;
2. tidak satupun kegiatan atau usaha di ruang udara
Kedaulatan negara menurut UU
Nomor 1 Tahun 2009 ttg Penerbangan
Pasal 1 UU No 1 th 2009
◦
Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di
atas wilayah daratan dan perairan Indonesia.
Pasal 5
◦
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh
dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
Pasal 6
◦
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara
atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan
tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk
Dampak kedaulatan negara di
ruang udara
Setiap pesawat udara yang
memasuki wilayah udara negara
lain harus memperoleh izin
Bila izin tidak diperoleh maka
dianggap sebagai pelanggaran
wilayah udara nasional
Terhadap pelanggar dapat
dikenakan sanksi, termasuk
menurunkan secara paksa
Izin ini juga dapat dikomersialkan
oleh Negara terhadap pesawat
udara dari Negara lain yang
mengangkut penumpang dan
barang (traffic purposes)
Izin dapat diberikan di depan dan
dituangkan dalam perjanjian
internasional yang disebut
Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang dan terbatas merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka keselamatan masyarakat luas, keselamatan penerbangan,
perekonomian nasional, lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Yang dimaksud dengan “kawasan udara terlarang (prohibited area)” adalah kawasan udara dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat udara.
Pembatasan hanya dapat ditetapkan di dalam wilayah udara Indonesia, sebagai contoh instalasi nuklir atau istana Presiden.
Yang dimaksud dengan “kawasan udara terbatas (restricted area)” adalah kawasan udara dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan tertentu (pesawat udara TNI). Pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini dapat digunakan untuk penerbangan sipil.
LIMA PRINSIP
KEBEBASAN
Five Freedoms of the Air
pasal 1 ayat 1 International Air Transportation Agreement 1944:“Each contracting State grants to the other contracting State the following freedoms of the air in respect of scheduled international air services:
Kebebasan dasar
1. hak suatu penerbangan baik berjadwal ataupun tidak berjadwal, untuk melintas wilayah udara negara lain tanpa mendarat / landing.
2. hak sutau penerbangan baik berjadwal atau tidak berjadwal, untuk melintas wilayah udara negara lain dengan keadaan tertentu sehingga penerbangan tersebut dapat mendarat / landing di negara tersebut tanpa mengangkut atau menurunkan penumpang atau barang, karena pesawat mengalami gangguan atau kehabisan bahan bakar.
Kebebasan komersial
3. Hak untuk menurunkan penumpang, pos dan barang muatan yang berasal dari negara asal pesawat (flag state)
4. hak untuk mengambil penumpang, pos dan barang muatan denagn tujuan negara kebangsaan pesawat.
Singapura Indonesia
terbang melintasi suatu wilayah
tanpa mendarat
Contoh : penerbangan dari singapura menuju Australia dengan melintasi atau melewati Indonesia.
Eight Freedoms of the Air
termuat dalam International Air Transport Agreement 1944.1. hak istimewa untuk terbang melintasi suatu wilayah tanpa mendarat
2. hak untuk mendarat tanpa maksud untuk melakukan traffic.
3. Hak untuk menurunkan penumpang, pos dan barang muatan yang berasal dari negara asal pesawat (flag state)
4. hak untuk mengambil penumpang, pos dan barang muatan denagn tujuan negara kebangsaan pesawat.
5. hak suatu maskapai penerbanagan untuk mengankut dan menurunkan penumpang atau barang dari negara pertama menuju negara ketiga, dengan persetujuan negara ketiga
6. Hak untuk mengangkut penumpang, barang maupun pos secara
komersial dari negara ke tiga melewati negara tempat pesawat udara di daftarkan, kemudian diangkut ke negara tujuan.
7. Hak dari carrier (pengangkut) untuk beroperasi semata -mata diluar wilayah bendera untuk terbang ke negara grantor dengan maksud menurunkan atau mengambil penumpang dan sebaginya yang datang dari atau tujuan ke negara ketiga, dan
Singapura Indonesia
1. hak suatu penerbangan baik
berjadwal ataupun tidak berjadwal,
untuk melintas wilayah udara negara
lain tanpa mendarat / landing.
Australia
Contoh : penerbangan dari singapura menuju Australia dengan melintasi atau melewati
37
Singapura Australia
2. mendarat tanpa maksud untuk
melakukan traffic
Contoh : penerbangan singapura menuju Australia harus mendarat di Indonesia karena kehabisan bahan bakar.
Indonesia
Indonesia Singapura
3. menurunkan penumpang, pos
dan barang muatan yang berasal
dari negara asal pesawat (flag
state)
Contoh : garuda Indonesia mengangkut penumpang dari Indonesia menuju Singapura.
Copyright by Hikmahanto Juwana
2006(c) 39
Indonesia Singapura
4. mengambil penumpang, pos
dan barang muatan denagn tujuan
negara kebangsaan pesawat
Contoh: Garuda Indonesia mengangkut penumpang dari Singapura menuju Indonesia.
Singapura Malaysia
5. hak suatu maskapai penerbangan untuk
mengangkut penumpang atau barang dari
negara pertama menuju negara ketiga,
dengan persetujuan negara ketiga
Garuda tanpa penumpang
Contoh : garuda indonesia mengangkut
penumpang atau barang dari Singapura menuju Malaysia atau sebaliknya.
Contoh : Garuda Indonesia mengangkut penumpang dari Singapura menuju Australia transit di Indonesia.
6.
Hak untuk mengangkut penumpang, barangmaupun pos secara komersial dari negara ke tiga
melewati negara tempat pesawat udara di daftarkan, kemudian diangkut ke negara tujuan.
Singapura Indonesia Australia transit
Singapura Australia
7. Hak dari carrier (pengangkut) untuk beroperasi
semata -mata diluar wilayah bendera untuk terbang
ke negara grantor dengan maksud menurunkan
atau mengambil penumpang dan sebagainya yang
datang dari atau tujuan ke negara ketiga,
garuda
8. hak yang diberikan negara asing untuk melakukan pengangkutan penumpang atau barang dalam lingkup domestik antar kota di negara pemberi hak.
Contoh : Singapura Air Lines mengangkut
penumpang dari Singapura transit di Medan dan juga transit di Jakarta baru ke Australia.
Medan-Jakarta merupakan lingkup penerbangan domestik Indonesia
Singapura Medan Australia
transit
Singapura Air Lines
cabotage
konsep cabotage berasal dari
hukum maritime.
Istilah cabotage berasal dari:
◦
“
cabot
” atau “
chabot
” (Perancis)
yang artinya kapal kecil.
◦
“
cabo
” (Spanyol, ) yang berarti
“cape” (tanjung) yang artinya
Cabotage dalam Konvensi
Chicago
Pasal 7
◦setiap negara berhak menolak pemberian izin pesawat udara asing yang melakukan angkutan penumpang, barang dan pos secara komersial dalam negeri.
Merupakan hak prerogatif yang diberikan kepada
negara anggota ICAO untuk mengatur angkutan
penumpang, barang, dan pos secara komersial
penerbangan dalam negeri.
contoh :
◦Bersadarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Perjanjian Indonesia-Thailand (1970), Indonesia pernah memberi
cabotage kepada Thailand yang mengizinkan penerbangan Jakarta-Medan-Singapore-Kuala
Lumpur-Bangkok-Hongkong-Tokyo pp.
Cabotage dalam UU No 1 Th.
2009
Pasal 85
Angkutan udara niaga terjadual
dalam negeri hanya dapat
dilakukan oleh badan usaha
angkutan udara niaga nasional,
baik milik BUMN, BUMD, maupun
BUMS yang berbentuk Perseroan
Terbatas yang telah mendapat
Pandangan terhadap
cabotage
Setuju, dengan alasan
◦cabotage adalah hak prerogatif dari suatu negara untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau pos secara komersial di dalam negeri suatu negara.
◦Hak angkutan udara niaga dalam negeri tersebut diberikan kepada perusahaan penerbangan nasional, dan tidak
diberikan kepada perusahaan asing manapun, kecuali atas pertimbangan untuk kepentingan nasional negara yang bersangkutan
◦Jika cabotage dilepas maka perusahaan penerbangan asing dapat melakukan penerbangan dalam negeri Indonesia.
◦Apabila perusahaan asing beroperasi di dalam negeri
Tidak setuju, dengan alasan:
◦
bila Eropa yang sudah menjadi uni, Garuda
Indonesia tidak dapat melakukan
penerbangan ke Roma (Italia) ke Schippol di
Belanda, karena rute tersebut merupakan
cabotage negara- negara Uni Eropa.
Open sky
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan.
Pelaksanaan pembukaan akses tanpa batas dari dan ke
Indonesia untuk perusahaan angkutan udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral yang pelaksanaannya melalui mekanisme yang mengikat para pihak.
Perjanjian bilateral maupun multilateral tersebut dibuat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan timbal balik (reciprocity).
Kebijakan open sky yang diterapkan di Indonesia diartikan
sebagai terbukanya wilayah udara Indonesia atas berbagai penerbangan asing untuk melewati dan mendarat di
Kebangsaan dan Pendaftaran
Pesawat Udara
Setiap pesawat udara harus mempunyai
tanda pendaftaran dan kebangsaan.
Menggunakan sistem pendaftaran
tunggal yaitu:
◦
Setiap pesawat udara yang didaftarkan akan
memperoleh kewarganegraan dari tempat
pesawat udara didaftarkan.
Contoh:
◦
Pesawat udara didaftarkan di Indonesia
memperoleh tanda pendaftaran dan
Pendaftaran atau peralihan
Prinsip Tanggung Jawab dalam
hukum Udara
Presumption of liability
◦Pengangkut dianggap bertanggung jawab terhadap
kerugian-kerugian yang diderita oleh seorang penumpang (atau ahli warisnya) atau seorang pengirim barang, karena penumpang luka atau tewas, atau bagasinya rusak atau hilang atau terlambat datang, demikian pula dengan barang kiriman seorang pengirim barang.
◦Pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi
Limitation of liability
◦Tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu
◦Imbangan terhadap prinsip Presumption of liability
◦Limit tanggung jawab ganti rugi tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Absolute liability atau strict liability
Tanggung jawab pengangkut
Based on Fault Liability (Tanggung
jawab hukum atas dasar kesalahan),
◦
jika penumpang ingin tuntun, maka harus
buktikan bahwa pengangkut bersalah
dengan mencari bukti Dalam Pasal 1365
KUHPer dikenal sebagai “tindakan
melawan hukum”.
Unsur-unsurnya :
Ada kesalahan (fault)
Ada kerugian (damage)
Ada hubungan kerugian dengan kesalahan.
Tidak dikenal dalam transportasi udara internasional karena
Presumption of Liability
(Tanggungjawab hukum atas dasar
praduga bersalah),
◦ dianggap bersalah pengangkutnya sejak awal, tapi jika bisa membuktikan dirinya tidak bersalah, dia bebas tuntutan ganti rugi
Diperkenalkan sejak th 1929 (Konv. Warsawa).
◦ Ada batas (limited liability) ganti-rugi maksimal dan minimal. Konsep ini mengenal:
Beban pembuktian terbalik Tanggungjawab terbatas Perlindungan hukum
Ikut bersalah
Absolute/Strict Liability (Tanggungjawab
hukum tanpa bersalah),
◦
harus tanggung jawab segala kerugian tanpa
pembuktian
Sama dengan konsep tanggungjawab Liability
Without Fault.
◦
Berupa tanggungjawab mutlak operator (air
carrier) terhadap kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga, tanpa memerlukan adanya pembuktian
terlebih dahulu.
Hubungan konvensi warsawa 1929 dengan
ordonansi pengangkutan udara Stb 1939/100
konvensi warsawa 1929 berlaku
untuk penerbangan internasional
Stb 1939/100 berlaku untuk
Tanggung jawab pengangkut dalam
Konvensi warsawa 1929 dan konvensi
roma 1933 dan 1954
Konvensi Warsawa 1929 menganut prinsip:
presumption of liability (praduga bersalah)
◦Perusahaan penerbangan dianggap bersalah sehingga harus membayar ganti kerugian yang diderita oleh penumpang/ atau pengirim barang tanpa dibuktikan kesalahan terlebih dahulu.
Beban pembuktian terbalik
◦Perusahaan penerbangan harus membuktikan tidak bersalah
Tanggung jawab hukum tidak terbatas (unlimited liability)
◦Perusahaan tidak berhak menggunakan batas ganti rugi yang ditentukan oleh konvensi apabila kerugian disebabkab oleh kesalahan yang di
sengaja oleh perusahaan
◦Perusahaan penerbangan bertanggung jawab mengganti berapapun jumlah kerugian.
Jumlah ganti rugi
◦Penumpang --> 125.000 franc
◦Bagasi/ kargo – 250 franc/ kg
◦Barang pribadi – 5.000 franc
Konvensi Roma 1933 dan 1952
Menganut prinsip absolute / strict liability
◦
Korban tidak perlu membuktikan kesalahan
penerbangan tetapi otomatis mendapat ganti
kerugian
◦
Berlaku bagi pesawat asing yang mengalami
kecelakaan di negara anggota dan
menimbulkan dampak kerugian di bumi
(darat atau air)
Jika kecelakaan terjadi di udara berlaku
Tanggung jawab pengangkutan menurut
hukum udara nasional indonesia
Stb 1939 Nomor 100 tentang
ordonansi pengangkutan udara,
tanggung jawab pengangkut:
◦
presumption of liability (praduga
bersalah)
◦
Tanggung jawab terbatas kecuali
apabila penumpang bisa
Asuransi Penerbangan
UU No.33 Tahun 1964 tentang Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
jo. PP No.17 Tahun 1965 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang.