• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA (Buku)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA (Buku)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR

HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA

INTRODUCTION TO AIR AND SPACE LAW

Oleh:

Prof. Dr. E. Saefullah Wiradipradja, SH., LL.M.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

( ilustrasi gambar)

(2)

B a b I

Pengertian dan Ruang Lingkup

P

erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai umat manusia dewasa ini telah memungkinkan manusia untuk merealisasikan apa yang telah menjadi impian dan angan-angannya sejak berabad-abad yang lalu untuk dapat menguasai dan memanfaatkan ruang udara (air space), bahkan ruang angkasa (outer space). Dalam mitologi, baik dari dunia Timur maupun Barat, dikenal ceritera-ceritera yang menggambarkan manusia dapat terbang yang merupakan cerminan dari hasrat manusia untuk dapat terbang seperti burung-burung dan memanfaatkan ruang udara untuk kepentingannya. Tidak mustahil bahwa mitologi tersebut telah menimbulkan inspirasi untuk menciptakan suatu alat atau sarana agar manusia dapat terbang dalam arti yang sesungguhnya.

Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-19 ditemukan balon-balon udara, dan pada tahun 1903 Wright bersaudara berhasil menerbangkan pesawat udara yang lebih berat dari udara. Peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar telah membuka cakrawala baru bagi umat manusia dalam memanfaatkan ruang udara. Dengan demikian kegiatan manusia dalam usahanya mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dewasa ini tidak lagi terbatas pada matra (dimensi) daratan dan lautan saja tapi dikembangkan juga ke matra ketiga yaitu ruang udara dan ruang angkasa yang memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa besarnya. Kemajuan teknologi penerbangan dan keruang-angkasaan telah mampu melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang udara dan ruang angkasa untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia, dengan tidak menutup kemungkinan adanya ekses kegiatan yang dapat merugikan umat manusia sendiri, seperti digunakan untuk perang atau perlombaan senjata nuklir.

Perkembangan penerbangan sipil internasional sangat membantu dalam menciptakan kerjasama antar bangsa di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, dan mempererat persahabatan serta lebih menumbuhkan saling pengertian. Sedangkan penerbangan sipil domestik bagi negara-negara yang wilayahnya sangat luas, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia atau Filipina, peranan penerbangan sangat vital baik bagi kepentingan kelancaran roda pemerintahan, perkembangan ekonomi nasional, maupun bagi kepentingan pertahanan-keamanan, dan kepentingan-kepentingan lainnya.

(3)

Meskipun hukum udara baru berkembang sejak awal abad ke-20 namun ternyata perkembangannya sangat cepat sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang penerbangan. Demikian eratnya cabang ilmu hukum ini dengan dunia penerbangan menyebabkan ada beberapa sarjana, terutama pada waktu-waktu yang lalu, menyebutnya dengan hukum penerbangan (aviation law atau navigation law). Hukum udara atau air law, aerospace law, aeronautical law (Inggris), luchtrecht (Belanda), luftrecht (Jerman), droit aerien, droit aeronautique (Perancis), diritto aereo, diritto aeronautico (Spanyol), dsb., merupakan bagian

dari hukum udara dan ruang angkasa (air and space law), yang membahas berbagai masalah

hukum sebagai akibat dari pemanfaatan ruang udara (airspace). Dalam hubungan ini, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang udara bagi penerbangan, masalah yang paling menonjol adalah masalah status ruang udara di atas wilayah suatu negara, di atas laut bebas dan terra nullius.. Sebelum Perang Dunia Pertama terdapat berbagai teori yang berkaitan dengan status ruang udara tersebut, pertama yang berpendapat bahwa ruang udara sama sekali bebas (entirely free air), kedua pendapat yang menganalogikan pada wilayah laut dimana ada “territorial air space” bagi wilayah yang dekat dengan bumi dan “free air space” bagi wilayah ke atasnya yang tak terbatas, ketiga berpendapat bahwa ruang udara di atas suatu negara sampai ketinggian yang tak terbatas sepenuhnya berada dalam kedaulatannya, dan keempat berpendapat bahwa suatu negara berdaulat atas ruang udara di atasnya namun ada hak lintas

damai (innocent passage) bagi pesawat udara sipil asing.1 Pada saat itu terdapat pertentangan

yang tajam antara Perancis yang menganut kebebasan di udara dengan Inggeris yang menganut

kedaulatan di udara,2 meskipun keduanya berpendapat sama bahwa ruang udara di atas laut

bebas dan terra nullius adalah bebas dan terbuka untuk semua negara.3 Baru setelah Perang

Dunia I berakhir, dengan diadakannya Konperensi Paris pada tahun 1919 yang menghasilkan Konvensi Paris 1919, berbagai perbedaan pandangan tersebut dapat diselesaikan dengan diterimanya prinsip umum tentang status ruang udara, bahwa setiap negara mempunyai

kedaulatan yang penuh dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya.4

Setelah melihat berbagai hal di atas maka Hukum Udara dapat didefinisikan sebagai sekumpulan peraturan dan kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan tentang pemanfaatan ruang

udara bagi kepentingan negara dan atau subjek hukum lainnya.5 Dengan definisi ini dimaksudkan

bahwa semua kegiatan pemanfaatan ruang udara baik yang dilakukan oleh negara atau badan

1 Lihat Oppenheim, International Law, vol. I, 8th ed., Longmans, 1955, hal. 517-18. 2 Lihat Matte, Treatise on Air-Aeronautical Law, 1981,hal. 83.

3 Lihat Malcolm N. Shaw, International Law, 2nd ed., Grotius Publications Ltd., 1986, hal. 274. 4 Pasal 1 (1) Konvensi Paris 1919 atau Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation,

October 13, 1919, menyatakan: “The High Contracting Parties recognize that every Power has complete and exclusive sovereignty over the air space above its territory”.

5Untuk perbandingan tentang definisi Hukum Udara ini dapat dibaca, antara lain, yang diberikan oleh

(4)

usaha milik negara atau swasta, bahkan perorangan tunduk pada peraturan dan kaidah yang berlaku di ruang udara, baik yang bersifat publik maupun perdata, dengan tujuan agar terdapat ketertiban dan kepastian.

Yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang udara adalah pemanfaatan bagi berbagai kepentingan sesuai dengan kebutuhan umat manusia serta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun pemanfaatan ruang udara sebagai medium yang utama untuk kepentingan penerbangan, ruang udara juga dimanfaatkan sebagai medium bagi berbagai kepentingan lain, seperti radio, komunikasi, olah raga, aerial survey, dan sebagainya. Oleh karena itu istilah yang digunakan dalam beberapa literatur yang ditulis pada waktu yang lalu yaitu Hukum Penerbangan (aviation law atau navigation law) kini menjadi tidak tepat lagi, karena istilah tersebut memiliki makna yang sangat sempit yaitu hanya mengatur tentang penerbangan saja. Padahal berbagai kepentingan tadi, meskipun mungkin terdapat peraturannya tersendiri, namun selama kegiatan tersebut dilakukan di ruang udara dengan sendirinya terdapat aspek-aspek yang diatur oleh ketentuan hukum udara. Namun demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini sebagian besar masalah yang diatur oleh hukum udara adalah masalah penerbangan dengan segala aspek yang berkaitan dengannya, seperti industri penerbangan, penyelenggaraan bandar udara, pengawas lalu-lintas udara (air traffic control), pembiayaan pesawat udara, pengangkutan udara, tanggung jawab pengangkut, keagenan perjalanan udara, asuransi penerbagan, dan penyelenggaraan infra struktur di bidang penerbangan lainnya.

Di samping itu hukum udara juga sangat berkaitan erat dengan berbagai bidang hukum lain, seperti hukum tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum pidana, hukum perdata, hukum perjanjian, hukum ekonomi, hukum lingkungan, dan sebagainya. Aspek-aspek hukum tersebut dapat terjadi dalam pemanfaatan ruang udara, apakah yang menyangkut kedaulatan negara, masalah perizinan, masalah pembajakan pesawat, masalah tanggung jawab operator pesawat/pengangkut, dan lain-lain. Sebagai suatu ilustrasi betapa berbagai aspek hukum terkait dalam ruang lingkup hukum udara, misalnya sebuah pesawat udara asing yang sedang melakukan penerbangan internasional memasuki wilayah udara suatu negara tanpa izin, kemudian setelah berada di atas laut bebas dibajak oleh teroris dan di antara penumpangnya ada yang menderita luka atau meninggal dunia, dsb. Dari contoh kasus di atas, berbagai bidang hukum seperti hukum tatanegara (kedaulatan negara), hukum tata usaha negara (tanpa izin), hukum pidana (pembajakan), hukum perdata (kompensasi karena luka atau meninggal), berlaku dalam satu penerbangan .

(5)

dari Jakarta ke Jayapura melalui Ujung Pandang dan selama perjalanan tersebut terjadi hal-hal yang mempunyai akibat hukum, diatur oleh hukum udara nasional Indonesia. Namun suatu penerbangan oleh Garuda dari Jakarta ke Tokyo atau ke Melbourne atau ke kota mana saja di luar negeri dan sebaliknya, maka penerbangan tersebut beserta segala masalah yang berkaitan dengan penerbangan tersebut tunduk pada hukum udara internasional.

Makin diperlukannya sarana penerbangan oleh umat manusia, terutama dalam kehidupan yang makin modern, disebabkan karena penerbangan memiliki sifat-sifat yang spesifik yang sampai saat ini belum dapat disamai oleh moda angkutan lainnya yaitu kecepatan dan daya jangkaunya yang sangat jauh. Kehidupan modern umat manusia, dunia bisnis, kehidupan politik, dan kepentingan pertahanan-keamanan sangat memerlukan kecepatan, dan untuk itu penerbangan merupakan sarana yang paling dapat diandalkan. Di samping kecepatan dan jangkauan jauhnya, penerbangan juga memiliki kekhasan yang lain yaitu kenyamanan dan secara relatif lebih menjamin keamanan.

Oleh karena pada kenyataannya tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri, maka hubungan-hubungan antar negara menjadi kebutuhan yang mau tidak mau harus dilakukan. Adalah merupakan kenyataan pula bahwa tidak semua negara memiliki pantai (landlocked State) sebagai prasarana untuk memudahkan hubungan dengan negara lain, namun di pihak lain tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak memiliki ruang udara sehingga penerbangan merupakan sarana yang sangat memudahkan untuk mengadakan hubungan-hubungan internasionalnya. Oleh karena itu sifat atau elemen internasional dalam dunia penerbangan sangat menonjol, sehingga peranan hukum udara internasional menjadi sangat penting. Sifat internasional ini lebih menonjol lagi dalam hukum ruang angkasa yang memang kegiatannya berada di wilayah internasional, sehingga sifat inilah yang merupakan salah satu faktor yang menempatkan hukum udara dan ruang angkasa sebagai bagian dari disiplin ilmu hukum internasional.

(6)

Bab II

Sejarah Perkembangan

1. Cita-cita Untuk Dapat Terbang

S

eperti telah dikemukakan pada Bab I di atas bahwa hukum udara sangat berkaitan langsung dengan dunia penerbangan, meskipun kini sudah berkembang kegiatan-kegiatan lain yang memanfaatkan ruang udara sebagai mediumnya. Oleh karena itu sejarah perkembangan hukum udara tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan dunia penerbangan sendiri. Telah disinggung pada bab terdahulu bahwa impian atau angan-angan manusia untuk dapat terbang seperti burung sudah berabad-abad dikenal dalam berbagai lagenda, baik di belahan bumi Barat maupun Timur. Mesopotamia merupakan pusat konsep Asia tentang ukiran patung dimana terdapat patung Pegasus, Plaeton, dan Hermes dengan tumitnya yang bersayap sebagi gambaran bahwa mereka dapat terbang. Lagenda Cina dalam Le livre des montagnes et des mers menyatakan bahwa penduduk Ki-Kouang yang terbang dengan kereta-kereta perang bersayap adalah orang-orang luar biasa (superhuman beings), dengan tiga mata dan satu

lengan.6 Di Indonesia kita temukan dalam ceritera pewayangan yang mengenal seorang ksatria

yaitu yang bernama Gatotkaca yang dapat terbang sebagai penjaga keamanan negara di ruang udara. Atau dalam ceritera rakyat 1001 Malam dari daerah Timur Tengah (Bagdad) dimana seorang raja yang bernama Harun Al-Rasyid dapat melakukan penerbangan dengan permadani terbangnya. Di dunia Barat dikenal ceriteran dari Yunani tentang Daedalus dan anaknya Icarius yang membuat sayap dari bulu dengan perekatnya terbuat dari lilin sehingga mereka menyerupai burung.7

Ceritera-ceritera yang bersifat mistik tersebut mencerminkan betapa manusia sejak berabad-abad yang lalu telah mempunyai keinginan untuk mengarungi ruang udara seperti burung. Dan tentu saja keinginan atau angan-angan tersebut mereka usahakan untuk menjadi kenyataan.

Berlainan dengan ceitera-ceritera yang bersifat mistik tadi, bangsa Aryan asli (yang termasuk dalam peradaban Iran, Hindu, dan Yunani/Hellenic) adalah bangsa pertama yang memiliki konsep tentang penerbangan. Menurut Strabo, Capnobates yaitu orang-orang Scythia, telah mengetahui bagaimana caranya agar manusia dapat naik ke udara yaitu dengan memompa

(menggelembungkan) jubah yang berjela-jela (flowing robes) dengan asap.8 Selanjutnya perlu

dicatat pula bahwa orang Cina sejak 200 tahun sebelum Masehi (masa dinasti Hans) telah

6 Marcel Jeanjean, Les etapes de l’aviation, dikutip dari Matte, op.cit., hal. 16. 7Ibid.

(7)

mengenal tentang layang-layang, dan orang Siam telah mengenal tentang lentera-lentera terbang, yang kedua-duanya digunakan sebagai hiburan udara.

2. Percobaan Terbang Pada Tahap-tahap Awal

P

enelitian-penelitian ilmiah yang bertujuan untuk membuat mesin terbang terus dilakukan

tanpa henti-hentinya. Pada permulaannya, bentuk dan gerakan dari burung yang digunakan sebagai model: Architas, seorang dokter dari Taranto, yang hidup pada jaman Plato, membuat kerangka dari kayu dengan sayap-sayap yang menyerupai sirip dan Suetonius menceriterakan bagaimana, pada tahun 60 M, seseorang meninggal ketika mencoba untuk terbang dengan sayap buatan pada saat berlangsungnya perayaan di kota Roma, dan kemudian, Simon, seorang

tukang sulap, patah kedua kakinya dalam suatu percobaan yang sama.9

Sekitar tahun 850 M., seorang sarjana bangsa Arab, Ibn Furnas, melakukan studi yang mendalam mengenai penerbangan dan pada sekitar akhir abad ke-10 seorang rahib Benedictine bangsa Inggris, Oliver de Malmesbury, mengalami nasib yang sama seperti Simon si tukang sulap, ketika dia meloncat dari puncak menara dalam percobaannya untuk terbang. Pada abad ke-12 seorang Saracen, Emmanuel Comnenus, meninggal dunia di muka Kaisar Byzantine karena meloncat dari menara Hippodrome dimana rok dari jubah putihnya diangkat dengan tongkat dari pepohonan yang digunakan sebagai sayap. Seorang ahli matematik Jean-Baptiste Dante menjelang akhir abad ke-14 juga mengalami kegagalan dalam mendemonstrasikan untuk dapat terbang di kota Perugia. Leonardo da Vinci, seorang penulis dan insinyur, terlepas dari naskah-naskahnya tentang penerbangan secara mekanis, dia juga membuat sejumlah sketsa, salah satu di antaranya menggambarkan sebuah helikopter ysng dilengkapi dengan propeler besar yang terus berputar yang digerakan oleh orang dengan memutar roda. Setelah kegagalan Allard, seorang akrobat bangsa Prancis, di depan Raja Louis XIV, Journal des Savants (1978) menulis bahwa seorang tukang kunci bangsa Prancis, Besnier dari Sable, berhasil menempuh jarak tertentu dengan pesawat peluncur yang dapat meloncat sampai ketinggian tertentu dari tanah. Pada tahun 1709, seorang rahib Brazilia, Bartholomeu Laurenco de Gusmao, pendeta dari Raja yang berbahasa Portugis, Jean V, menciptakan kerangka yang berbentuk burung dengan sayap dan ekornya merupakan kemudi, kemudian dicantelkan pada balon kertas yang digelembungkan dengan udara panas dari lilin. Dia lakukan percobaan mainan terbangnya itu di halaman Pengadilan Lisabon. Pada tahun 1742 Marquis Bacqueville gagal dalam percobaannya menyeberangi sungai Seine dengan menggunakan sayap buatan; pada tahun 1768, Pancton melanjutkan ide Leonardo da Vinci tentang helikopter dan propeler; pada tahun 1772, Abbot Desforge, Canon dari Etamps, membuat sejenis alat pengangkut udara tapi tidak berhasil

(8)

menerbangkannya; Blanchard melanjutkan rencana yang sama pada tahun 1780-83 namun juga gagal untuk dapat terbang.10

3. Penerbangan Dengan Balon Udara

M

enurut Albert Roper dalam bukunya La Convention internationale du 13 octobre 1919,

portant sur la reglementation de la navigation aerienne, Ed. Sirey, Paris, 1930, para ilmuwan abad ke-18 bertekad, dengan cara apa pun, agar apa yang diangan-angankan oleh para penulis fiksi untuk dapat melakukan penerbangan benar-benar menjadi kenyataan. Pada tanggal 21 November 1783 diadakan penerbangan keliling yang pertama, yang dilakukan oleh Pilatre de Rozier dan Marquis d’Arlandes dengan menggunakan balon yang diisi udara panas, yang diciptakan oleh Montgolfier bersaudara.11 Tahun berikutnya seorang Inggris, Lunardi, yang

terkesan dan terdorong oleh keberhasilan orang Prancis tadi, membuat balon pertama yang dapat terbang (naik) di Inggris.12 Pada tahun 1785, Blanchard berhasil menyeberangi Selat

Canal dengan balon buatan Montgolfier, dan sekaligus menunjukkan bahwa Inggris tidak lagi

merupakan sebuah pulau yang dapat dipertahankan hanya oleh armada lautnya.13

Usaha untuk melakukan penerbangan dengan melibatkan banyak orang yang pertama terjadi pada tahun 1863 di Paris, penerbang Nadar, Viscount Ponton d’Amecourt, dan penulis Gabriel de La Landelle adalah orang-orang yang memeloporinya. Nadar mengajukan usul tentang pengumpulan dana dari masyarakat untuk membuat “Le Geant” sebuah balon yang sangat besar dengan isi 6.000 meter kubik yang dimaksudkan untuk melakukan pertunjukan, dalam rangka mengumpulkan dana untuk membiayai usaha pengembangan pembuatan pesawat terbang. Di antara para pendukung proyek tersebut adalah Victor Hugo, Georges Sand, Alexandre Dumas, Jules Verne, de Bobinet, dan Emilie de Girardin. Dari sinilah lahir suatu perkumpulan yang diberi nama “Societe d’encouragement pour l’aviation” dimana istilah “aviation” digunakan untuk yang pertama kalinya. Kegagalan “Le Geant” tidak menghentikan usaha-usaha untuk mewujudkan cita-cita untuk melakukan penerbangan. Pada tahun 1880, pada usian 30 tahun, Alphonso Pennaud bunuh diri akibat putus asa karena kekurangan dana untuk membuat pesawat udara yang telah dia rancang secara matang, dan pengorbanannya dimaksudkan untuk memacu lebih kuat lagi tekad untuk dapat terbang.14

Para ilmuwan besar Inggris di abad ke-19, George Cayley, Henson dan Stringfellow; dimana Stringfellow telah berjasa dalam membuat mesin dari jenis pesawat udara yang terbang

10Id., hal. 18 – 19.. 11Id., hal 21. 12Ibid. 13Id., hal.22.

14Id., hal. 23. Istilah “aviation” (penerbangan) diusulkan oleh la Landelle dalam bukunya yang diterbitkan

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan orbit geostasioner adalah merupakan suatu kawasan khusus yang termasuk di dalam wilayah ruang angkasa, dan prinsip Hukum Internasional yang berlaku bagi wilayah ruang

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ternyata jumlah angka kuman udara ruang OK.2 (Mayor/Bedah) di RSUD Ratu Zalecha Martapura pada pengambilan sampel udara

a) Masing-masing contracting state dapat, untuk keperluan militer/ keamanan public memberlakukan pembatasan/ larangan yang dikenakan kepada pesawat terbang dari Negara lain

Tanah dan ruang udara di sekitar Bandar Udara yang merupakan Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas, Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan Di bawah Permukaan

2) Hukum yang berlaku di bumi, ruang udara dan ruang angasa sebagai suatu kesatuan lingkungan. 3) Hukum yang berlaku terhadap pekerjaan-pekerjaan (kegiatan) yang

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara

penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang sematamata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara