BAB III
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI
A.Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang rendah, dan juga tingkat pengangguran yang
rendah merupakan modal utama pelaksanaan pembangunan, karena selain akan
menciptakan iklim investasi yang menarik bagi investor, juga akan menjadi daya ungkit
bagi perkembangan sektor-sektor pembangunan di luar sektor ekonomi.
1. Kondisi Perekonomian Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 dan Prospek Tahun 2017 Dalam perekonomian global yang terbuka, perekonomian Wonogiri tentu saja
sangat dipengaruhi baik oleh perekonomian nasional maupun perekonomian regional.
Perekonomian nasional pada tahun 2015 tumbuh sebesar 4,8%, melambat dibanding
pertumbuhan tahun 2014, dampak dari perekonoman global yang belum stabil karena
belum pulihnya perekonomian maju dan lemahnya perekonomian negara berkembang,
terutama Tiongkok dan anjlognya harga-harga komoditas di pasar internasional. Dari
sisi stabilitas harga, tingkat inflasi nasional tahun 2015 sebesar 3,35% (yoy), terendah
sejak bulan Desember 2009. Pada tahun 2016 inflasi diharapkan tetap terkendali pada
kisaran kurang dari 4,5%. Dari sisi sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap
terjaga ditopang oleh kinerja sektor perbankan dan pasar uang yang cukup kuat.
Kredit dan Dana Pihak III tetap tumbuh, meskipun melambat. Dana Pihak III di
Triwulan IV tahun 2015 tumbuh 7,03% dibanding tahun 2014 (yoy). Kredit
mengalami pertumbuhan sebesar 10,5% dibanding tahun 2014. Rasio kredit terhadap
Dana Pihak III (LDR) pada Triwulan IV 2015 tercatat sebesar 92,0%.
Perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4%, lebih tinggi
dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,3%. Tingkat inflasi, yang
menggambarkan stabilitas harga-harga kebutuhan pokok, sebesar 2,73%, jauh lebih
rendah dibanding tahun 2014 sebesar 8,22%, dan terendah sejak tahun 2012.
Perekonomian Jawa Tengah, tahun 2015 terbesar dikontribusi oleh Sektor Industri
Pengolahan yang mencapai sebesar 35,3%, kemudian Sektor Pertanian sebesar 15,5%
dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 13,3%.. Aspek keuangan, yang
dicerminkan dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan, juga sangat
berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Posisi pinjaman yang diberikan
oleh perbankan di Jawa Tengah sebesar Rp. 277,6 triliun di akhir tahun 2015,
meningkat dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 245,08 triliun. Dilihat dari pinjaman
2015 sebesar Rp. 32,5 triliun, lebih rendah dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 41,13
triliun.
Seiring dengan perkembangan perekonomian global, nsional dan regional,
perekonomian Wonogiri pada tahun 2015 tetap tumbuh, meskipun bisa lebih rendah
dari pertumbuhan tahun 2014. Beberapa data yang menjadi indikator perkembangan
terebut, bisa dilihat dari data perkembangan pinjaman yang diberikan oleh sektor
perbankan di Kabupaten Wonogiri, yang pada tahun 2015 sebesar Rp. 3,37 triliun,
meningkat dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 3,44 triliun. Meskipun total pinjaman
yang diberikan oleh perbankan ke sektor ekonomi meningkat, namun bila dilihat dari
pinjaman baru yang disalurkan, menunjukkan penurunan dari Rp. 603,391 miliar
tahun 2014 menjadi Rp. 337,14 miliar pada tahun 2015. Begitu juga pinjaman yang
diberikan untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah, meskipun total kredit
meningkat dari Rp. 1,39 triliun di tahun 2014 menjadi Rp. 1,541 triliun di tahun 2015,
namun demikian jumlah pinjaman baru yang diberikan pada tahun 2015 menunjukkan
penurunan dibanding tahun 2014, dari Rp. 194,6 miliar menjadi Rp. 150,6 miliiar.
Pertumbuhan ekonomi yang belum optimal di tahun 2015, bisa disebabkan
belum optimalnya kegiatan-kegiatan produktif di Wonogiri. Ini bisa dilihat dari
komposisi kredit perbankan di Wonogiri, dimana dalam tahun 2015 proporsi pinjaman
kepada bukan lapangan usaha sangat besar, mencapai 42,17% atau Rp. 1,59 triliun
dari seluruh pinjaman yang diberikan, hampir sama dengan jumlah kredit untuk
lapangan usaha yang mencapai Rp. 2,184 trilun atau 57,83% total kredit perbankan di
Wonogiri. Kondisi ini harus diperhatikan, meskipun kredit untuk konsumsi di
Wonogiri dalam periode tahun 2012 s/d 2015 cenderung menurun namun porsinya
sangat besar, artinya porsi kredit untuk kegiatan konsumtif sangat besar di Wonogiri.
Sementara apabila dilihat dari kredit untuk lapangan usaha, data menunjukkan
bahwa Sektor Pertanian Wonogiri, yang merupakan sektor utama perekonomian
hanya mendapatkan alokasi kredit sebesar 2,9% dari total kredit usaha. Industri
pengolahan mendapatkan alokasi kredit sebesar 11,6%, dan kredit terbesar
dialokasikan untuk Sektor Perdagangan, Hotel dan restoran yang mencapai 73,6%
dari total kredit yang disalurkan di Wonogiri tahun 2015.
Selain pembiayaan oleh perbankan, pemerintah berperan besar dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja modal yang mencerminkan belanja
produktif dan memberikan stimulan pendorong pertumbuhan ekonomi, juga
menunjukkan peningkatan pada tahun 2015, dari Rp. 223,87 miliar tahun 2014
menjadi Rp. 342,815 miliar. Alokasi belanja modal yang meningkat harus dimaknai
mendorong dan mempermudah mobilitas ekonomi dan sosial masyarakat, yang
akhirnya berdampak pada peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat.
Tabel 3.1
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Jateng dan Wonogiri
Gambar 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2010-2015 Sumber : Buku PDRB Kabupaten Wonogiri Tahun 2010-2014, Proyeksi 2015
Selain pertumbuhan ekonomi, indikator makro lain yaang sangat penting adalah
inflasi daerah. Inflasi yang merupakan gambaran kecenderungan kenaikan harga-harga
dari sekelompok barang, menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi
inflasi, yang tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat, akan menurunkan daya
beli dan akhirnya menurunkan kesejehteraan masyarakat. Inflasi tahunan di Wonogiri
tahun 2015 cukup rendah, sebesr 2,13 % yang merupakan akumulasi inflasi Januari
sampai dengan akhir Desember 2015. Angka inflasi tahunan ini juga terendah dalam
periode tahun 2009-2015. Inflasi yang rendah tahun 2015 ini terutama disebabkan oleh
rendahnya inflasi kelompok bahan makanan sebesar 0,35%, jauh lebih rendah dari
tahun 2014 sebesar 18,9% dan tahun 2013 sebesar 20,9%. Begitu juga kelompok
Perumahan, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mengalami inflasi yang cukup rendah
sebesar 1,66%, lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan untuk kelompok
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga serta kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan, mengalami deflasi masing-masing sebesar 1,08% dan 3,84%.
Tabel 3.1
Jawa Tengah 5,30 5,34 5,14 5,42 5,4
Indonesia 6,16 6,16 5,74 5,21 4,8
%
Wonogiri
Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi di Kabupaten Wonogiri
Sumber : Buku Index Harga Konsumen, beberapa tahun penerbitan.
Perubahan metodologi dan perubahan tahun dasar dalam penyusunan PDRB
mengakibatkan struktur ekonomi Wonogiri berubah. Perubahan utama pengelompokan
Sektor Ekonomi, dengan metode lama 9 (sembilan) sektor berubah menjadi 17
(tujuhbelas) sektor ekonomi. Kontribusi sektor ekonomi juga berubah. Dengan metode
baru, Sektor Pertanian yang sebelumnya masih memberikan kontribusi pada
perekonomian sebesar + 49%, menurun hanya tingal menjadi 34,18% tahun 2014.
Perubahan lainnya adalah, Sektor Industri Pengolahan yang sebelumnya hanya berkisar
pada angka + 3%, meningkat menjadi 15,16% tahun 2014.. Dengan perubahan struktur
ekonomi ini diharapkan kedepannya laju pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat lagi.
Aspek kesejahteraan merupakan perhatian dan tujuan utama dalam kebijakan
perekonomian daerah. Dengan menggunakan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) yang
merupakan gambaran dari perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang
harus dibayar petani menunjukkan bahwa dalam periode Oktober 2013 sampai dengan
September 2014, Nilai Tukar Petani berada di atas angka 100, kecuali pada periode
Bulan April 2014 dan Bulan Agustus 2014, nilai NTP yang berada di bawah angka 100,
masing-masing sebesar 98,91 dan 99,89. Nilai NTP di atas 100 menunjukkan bahwa
nilai tukar (term of trade) antara barang/produk pertanian dengan barang-barang
konsumsi dan faktor produksi yang dibutuhkan petani lebih besar dari 100, artinya
prosentase kenaikan harga produk pertanian naik lebih besar dari prosentase kenaikan
harga barang dan jasa yang dibayar petani, sehingga pendapatan petani meningkat
relatif lebih besar dari kenaikan pengeluaran atau terjadi surplus, atau dapat dikatakan
kesejahteraan petani meningkat dibandingkan sebelumnya.
Perekonomian Wonogiri diharapkan pada tahun 2016 berkembang lebih baik
lagi. Hal ini didukung oleh beberapa indukator yang diharapkan mampu menjadi pemcu
pertumbuhan ekonomi. Pertama terkait dengan meningkatnya belanja modal pemerintah kabupaten Wonogiri menjadi sebesar Rp. 307,793 miliar .atau meningkat
Inflasi pada bulan-bulan awal tahun 2016 yang cenderung rendah. Pada bulan Januari
2016 inflasi sebesar 0,4%, kemudian bulan Pebruari terjadi deflasi sebesar 0,28% dan
inflasi bulan Maret sebesar 0,59%. Ketiga diharapkan bergeraknya sekttor riil, dengan indikasi tetap berjalannya penyaluran kredit perbankan kepada pelaku usaha di
Kabupaten Wonogiri, yang ternyata dalam triwulan I paling tidak telah ada realisasi
sekitar 43 milyar realisasi kredit baru kepada sektor usaha di Wonogiri atau sekitar
sekitar 92% dari total penyaluran kredit di Bulan Pebruari 2016 dan 64% dari total
penyaluran kredit di bulan Maret 2016. Keempat pengaruh dari optimisme perekonomian nasional yang pada tahun 2016 diharapkan bisa tumbuh sebesar 5,3%,
yang yang didukung oleh pertumbuhan konsumsi RT sebesar 5,1%, investasi tumbuh
sebesar 5,2% dan exspor tumbuh 1%
2. Prospek Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2016 dan 2017
Melihat fundamental perekonomian Kabupaten Wonogiri, serta tantangan
perekonomian global yang dinamis, maka prediksi indikator-indikator ekonomi makro
Kabupaten Wonogiri Tahun 2016 dan 2017 adalah :
Tabel 3.2.
Proyeksi Indikator-Indikator Makro Tahun 2016 dan Tahun 2017
NO. INDIKATOR TAHUN 2016 TAHUN 2017
1 PDRB Harga berlaku (juta)* 24.097.208,73 26.727.649,11
2 PDRB Harga Konstan (juta)* 17.821.765,28 18.772.579,10
3. Pertumbuhan Ekonomi (%)* 5,23 5,34
4. Pendapatan Perkapita (Rp)* 18.422.443 19.159.341
5. Inflasi (%)* 4,5+1 4,5+1
Sumber : * Hasil Perhitungan
3. Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi Tahun 2017
Guna mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 5,34% pada tahun 2017,
arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Wonogiri adalah :
1. Peningkatan infrastruktur ekonomi melalui peningkatan kualitas jalan, jembatan, pasar
dan jaringan distribusi lainnya.
2. Mendorong peningkatan nilai tambah produk-produk unggulan di seluruh sektor
ekonomi.
3. Karena struktur perekonomian masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, maka
konsumsi rumah tangga harus dipertahankan atau ditingkatkan. Kebijakan ini harus
Kebijakan ini harus didukung dengan kebijakan peningkatan daya beli masyarakat,
a. meningkatkan investasi untuk menyerap lapangan kerja bagi penduduk usia
produktif.
b. meningkatkan keberpihakan kepada masyarakat miskin dengan pengembangan
UMKM.
c. kebijakan-kebijakan guna menjaga harga barang-barang kebutuhan pokok stabil.
4. Perlu ditingkatkan disiplin penggunaan anggaran, sehingga efektivitas anggaran
meningkat.
5. Mendorong investasi pada sektor-sektor produktif, dengan kebijakan pendukung:
a. Perbaikan iklim investasi, yang dititikberatkan pada penyederhanaan prosedur
investasi dan prosedur berusaha.
b. Optimalisasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
c. Meningkatkan kerjasama penyediaan infrastruktur dan energi.
d. Penyiapan SDM sesuai dengan kompetensi yang di minta oleh pasar kerja.
e. Meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi.
6. Mendorong percepatan transformasi ekonomi dari sektor-sektor yang produktivitasnya
rendah (primer), ke sektor-sektor ekonomi yang memiliki produktivitas tinggi
(tersier).
7. Upaya-upaya untuk mendorong pemasaran potensi daerah.
B.Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Wonogiri
Belanja daerah dari APBD tetap memberikan kontribusi yang besar bagi upaya
menggerakan seluruh sektor pembangunan. Karena besarnya peran belanja daerah
tersebut, maka pemahaman terhadap perkembangan APBD dari tahun ke tahun sangat
penting, guna memberikan arah proyeksi belanja untuk sektor-sektor pembanguna di
tahun 2017.Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tahun 2017 tetap dalam kerangka
pengelolaan keuangan daerah yang efisien dan efektif. Kemandirian daerah yang rendah,
yang ditunjukkan oleh komposisi pendapatan daerah yang masih didominasi dana
perimbangan, perlu didukung upaya-upaya nyata untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah Data menunjukkan bahwa pendapatan daerah cenderung meningkat dalam tahun
2011-2016, dari Rp. 1,166 triliun menjadi Rp. 2,149 triliun, dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 13% per tahun.
Tabel 3.3
N0. Uraian Tahun
2011 2012 2013 2014 2015* 2016** 1. PENDAPATAN 1.166.580 1.339.809 1.489.302 1.712.185 1.963.254 2.149.013 1.1. Pendapatan Asli Daerah 77.142 100.037 111.588 182.149 193.076 184.460
1.1.1. Pajak Daerah 10.867 12.029 14.590 29.525 27.510 26.760
1.2. Dana Perimbangan 803.583 948.633 1.039.363 1.088.639 1.154.799 1.299.194 1.2.1. Dana Bagi Hasil
Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
43.718 45.102 46.180 27.869 37.289 37.289
1.2.2. Dana Alokasi Umum 682.033 828.480 917.477 1.001.378 1.031.393 1.145.434
1.2.3. Dana Alokasi Khusus 77.832 75.052 75.706 59.392 86.116 116.471
1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Syah
285.856 291.139 338.352 441.397 615.380 665.359
1.3.1. Hibah 4.317 275 620 2.851 2.007 1.442,3
212.693 183.826 243.524 308.494 437.896 559.665
1.3.5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah Lainnya
26.325 54.914 32.389 51.081 65.711 -
Sumber : Buku APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2016
Dari aspek kontribusi sumber-sumber pendapatan daerah, sebagaimana
Gambar 3.3 menunjukkan dengan jelas bahwa dalam tahun 2011-2016, secara rata-rata
sekitar 65,39% pendapatan daerah berasal dari Dana Perimbangan, kemudian 26,17%
berasal dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah dan 8,44% dari Pendapatan Asli
Gambar 3.2. Komposisi Pendapatan Daerah Tahun 2011-2016 (%)
Sumber : Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2014, Perubahan APBD Tahun 2015 dan dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.
Pertumbuhan sumber-sumber pendapatan daerah juga cenderung fluktuatif. Dana
perimbangan yang merupakan sumber utama pendapatan daerah memiliki rata-rata
pertumbuhan sebesar 10,2%, terendah diantara komponen pendapatan daerah lainnya,
dan mulai tahun 2012 s/d tahun 2015 terus menunjukkan kecenderungan menurun, dan
meningkat kembali di tahun 2016. Hal lain yang perlu dipahami bahwa DAU sebagai
komponen utama Dana Perimbangan pertumbuhannya cenderung menurun dan kembali
meningkat di tahun 2016, dari 3% di tahun 2015 menjadi 11, 1% di tahun 2016.
Lain-Lain Pendapatan Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 19,2%. Rata-rata
pertumbuhan ini lebih rendah dari rata-rata pertembuhan tahun 2010-2015, terutama
akibat belum dimasukkanya pendapatan Bantuan Keuangan Propinsi tahun 2016 dalam
Penetapan APBD 2016. Perlu diketahui Lain-Lain pendapatan yang Sah pada tahun 2015
tumbuh sebesar 39,4% dan tahun 2014 sebesar 30,5%. Pertumbuhan yang sangat tinggi
ini terutama didongkrak oleh pertumbuhan lain-lain pendapatan tahun 2014 yang
meningkat sebesar 53,59%. Pendapatan Asli Daerah memiliki rata-rata pertumbuhan
sebesar 21,2%, dan pertumbuhan yang cukup tinggi ini terutama didongkrak oleh
pertumbuhan PAD tahun 2014 terutama yang bersumber dari Pajak Daerah yang tumbuh
sebesar 68,08%. Kondisi kenaikan dana perimbangan yang fluktuatif ini perlu
diantisipasi dan disikapi, sehingga kedepan tidak menggangu kondisi keuangan daerah.
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
6,61 7,47 7,49 10,64 9,83 8,58 8,44
68,88 70,80 69,79 63,58 58,82 60,46 65,39
24,50 21,73 22,72 25,78
31,34 30,96 26,17
Gambar 3.3. Pertumbuhan Sumber-sumber Pendapatan Daerah Tahun 2011-2015
Sumber : Data diolah dari Buku Perhitungan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2014, dan Perubahan 2015 dan Penetapan APBD Kabupaten Wonogiri Tahun Anggara 2016.
Indikator lain yang menggambarkan keterbatasan keuangan daerah adalah
Ruang Fiskal, yang menggambarkan kondisi keleluasaan/fleksibilatas daerah untuk
mengalokasikan anggaran yang ada. Formulasi Ruang Fiskal ini berasal dari Pendapatan
Daerah dikurangi pendapatan-pendapatan yang mengikat (ear ma rket income), seperti
DAK, Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Otonomi dan Penyesuaian Khusus dan Gaji
Pegawai dari Belanja Tidak Langsung. Semakin besar ruang fiskal, menandakan
tersedianya lebih banyak dana yang bisa direncanakan untuk dialokasikan bagi
program-program prioritas daerah. Secara Absolut, dalam periode tahun 2011-2016 ruang fiskal
tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp. 200,342 milyar dan terendah tahun 2015
sebesar 109,690 milyar. Secara prosentase ruang fiskal tertinggi terjadi pada tahun 2012
sebesar 14,84% dan terendah tahun 2015 sebesar 6,07%. Semakin membaiknya Ruang
Fiskal daerah, memberi harapan bagi upaya pengelolaan anggaran berdasarkan prioritas
daerah yang semakin besar, namun sebaliknya semakin rendahnya ruang fiskal daerah,
semakin terbatasnya daerah untuk bisa mengalokasikan anggaran untuk program dan
kegiatan prioritas daerah.
(10,0) -10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0
Total Pendapatan Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Syah
Gambar 3.4. Ruang Fiskal Daerah Tahun 2010-2016 (%)
Sumber : Data Diolah dari Buku APBD Tahun 2011-2016
Dalam hal belanja daerah, khususnya Belanja Langsung nampaknya pola
tahun 2016 tidak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana sekitar
77,1% anggaran Belanja Langsung dalam periode 2011-2016 dialokasikan untuk
untuk membiayai Urusan Pendidikan, Urusan Kesehatan, Urusan Pekerjaan Umum
dan Urusan Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, sementara sisanya digunakan
untuk membiayai 30 urusan lainnya. Gambar 3.6 memberi penjelasan bahwa dalam
tahun 2011-2016, secara rata-rata Urusan Pendidikan menyerap 24,4% anggaran
Belanja Langsung, Urusan Kesehatan 20,4%, Urusan Pekerjaan Umum 19,4%,
Urusan Pemerintahan Umum dan Otda menyerap 13% dan 30 Urusan Pemerintahan
lainnya menyerap 22,9%.
Gambar 3.5 Rata-Rata Proporsi Alokasi Belanja Langsung Tahun 2011-2016. Sumber : Data Diolah
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
10,39 10,17
14,84
13,05
9,66
6,07
9,3
25%
20%
19% 13%
23%
Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Umum
Berdasarkan gambaran keuangan daerah tersebut di atas,kebijakan pendapatan dan
belanja tahun 2017 adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Pendapatan
Kebijakan-kebijakan pengelolaan pendapatan yang harus ditempuh di tahun 2017:
Penyempurnaan regulasi bidang pendapatan daerah.
a. Perencanaan target Pendapatan Asli Daerah didasarkan pada potensi, terukur
secara rasional yang bisa dicapai.
b. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola pendapatan.
c. Meningkatkan intensifikasi pemungutan pendapatan asli daerah (terutama untuk
obyek pungutan yang dikecamatan).
d. Optimalisasi pemanfaatan asset daerah untuk kegiatan-kegiatan yang produktif.
e. Peningkatan pelayanan bagi wajib pajak dan retribusi.
f. Penerapan rewards dan punishment bagi wajib pajak dan retribusi.
g. Penguatan dan peningkatan kinerja BUMD, sehingga mendorong peningkatan
kontribusi pendapatan daerah.
h. Peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga yang saling menguntungkan dalam
pemungutan retribusi daerah secara selektif.
i. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah pusat dan pemerintah
propinsi, serta dengan pihak swasta.
j. Pendelegasian sebagian wewenang pemungutan pendapatan asli daerah kepada
camat.
k. Proaktif memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan teknis yang dipersyaratkan
guna mendapatkan dana transfer, baik dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi
maupun pihak ketiga lainnya.
2. Kebijakan Umum Belanja Daerah
Kebijakan umum belanja daerah tahun 2017, diantaranya adalah :
a. Mengutamakan Belanja Wajib (fixed Cost) dan mengikat untuk menjamin
pelayanan dasar masyarakat.
b. Hemat dan efisien
c. Terarah sesuai skala prioritas, mengacu upaya pencapaian visi misi daerah,
ketentuan perundangan yang berlaku dan menjaga harmonisasi dengan prioritas
pusat dan propinsi.
d. Meningkatkan qualitas anggaran.
f. Memperhatikan aspek keadilan, pemerataan, dan keterpaduan, program kegiatan
SKPD antar wilayah, pemerintah pusat dan provinsi.
g. Memperhatikan belanja yang dilarang dan di batasi.
h. Berorientasi pada anggaran kinerja.