• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grand Strategy Marine Conservation Area Networks. Stretegi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Grand Strategy Marine Conservation Area Networks. Stretegi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Stretegi Utama Jejarin

g Kawasan Konservasi Laut

Grand Strateg y Marine Co nserv atio n A rea Netwo rks

(2)
(3)

© 2006

Penanggungjawab : Yaya Mulyana

Penyusun : - Tim Penyusun Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut - Asdir Kebijakan dan Pengembangan MMA/MCA COREMAP II

Editor : Agus Dermawan, Suraji

Desain & Tata Letak: Suraji

Sumber Foto : Suraji, Coremap II

Departeman Kelautan dan Perikanan

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II

COREMAP II

Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, lt. 9 Jakarta Pusat Telp. 021-3519070 ext. 8924, 3522045 Fax. 021-3522045 Jl. Tebet Raya No. 91 Jakarta Selatan

Telp. 021-83783931, Fax. 021-8305007

e-mail: coremapii@dkp.go.id, coremap2@yahoogroups.com www.dkp.go.id

(4)

K

K

Ka

a

at

t

ta

a

a

P

P

Pe

e

en

n

ng

g

ga

a

an

n

nt

t

ta

a

ar

r

r

Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Tingginya keaneka-ragaman hayati tersebut bukan hanya disebabkan oleh letak geografis yang sangat strategis melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti variasi iklim musiman, arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudera, serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.

Namun demikian, meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya semakin meningkat pula. Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak mengacu pada kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam laut yang berlebihan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk menanggulangi hal tersebut.

Salah satu bentuk upaya tersebut adalah perlindungan sumberdaya alam yang dapat dilakukan melalui konservasi dengan cara menetapkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya menjadi Kawasan Konservasi Laut (KKL) atau disebut juga Marine Conservation Area (MCA). KKL tersebut pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara tersebut diharapkan upaya perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara berkelanjutan dapat terwujud.

Naskah Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut ini sebagai bahan masukan dalam rangka menentukan arah strategi yang tepat dalam pengelolaan jejaring KKL dalam jangka waktu 10 tahun.

Akhir kata, saya mengucapkan puji syukur atas penerbitan buku ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada seluruh penyusun yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini serta kepada semua pihak yang turut membantu menyumbang dan memperkaya materi hingga selesainya penyusunan buku ini. Semoga bermanfaat

Direktur PMO/NCU Coremap II,

(5)
(6)

1.1. Latar Belakang

Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Tingginya keanekaragaman hayati tersebut bukan hanya disebabkan oleh letak geografis yang sangat strategis melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti variasi iklim musiman, arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudra, serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.

Namun demikian, meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya semakin meningkat pula. Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak mengacu pada kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam laut yang berlebihan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk menanggulangi hal tersebut.

Salah satu bentuk upaya tersebut adalah perlindungan sumberdaya alam yang dapat dilakukan melalui konservasi dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya menjadi Kawasan Konservasi Laut (KKL). KKL tersebut pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara tersebut diharapkan upaya perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara berkelanjutan dapat terwujud.

KKL merupakan wilayah perairan laut termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan di

(7)

dalamnya, serta/atau termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di bawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut (Definisi berdasarkan Komnas Kolaut, 2005). Di daerah tersebut diatur zona-zona untuk mengatur kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan seperti penambangan minyak dan gas bumi, perlindungan ikan, biota laut dan ekologinya untuk menjamin perlidungan yang lebih baik.

Pada tahun 2010 Departemen Kelautan dan Perikanan menargetkan untuk mengembangkan KKL seluas 10 juta ha. Berkaitan dengan target tersebut, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coral Reef Rehabilitation and

Management Programe/ COREMAP), sedang berupaya untuk

mengembangkan KKL di Indonesia salah satunya melalui Kegiatan Penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut yang selanjutnya akan di kembangkan menjadi Strategi Nasional Jejaring Kawasan Konservasi Laut. Strategi Nasional Jejaring Kawasan Konservasi Laut tersebut dituangkan dalam desain rancangan Jejaring KKL yang sangat dibutuhkan untuk menjadi acuan dalam pengembangan KKL dan nantinya diharapkan dapat

menjadi payung kebijakan dan strategi pemerataan bagi pusat maupun daerah sesuai dengan perkembangan global kawasan koservasi laut mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

(8)

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut yaitu menyusun suatu strategi yang tepat dalam pengelolaan jejaring KKL dalam jangka waktu 10 tahun. Sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :

ƒ Menyusun prinsip-prinsip dan kriteria pengembangan jejaring KKL

ƒ Menyusun pengembangan jejaring KKL dengan

pendekatan Ekologis dan Manajemen.

ƒ Memberikan arahan pengelolaan jejaring KKL .

ƒ Menyusun acuan dalam pengembangan jejaring KKL. ƒ Memetakan sebaran jejaring KKL

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Lautmeliputi: Studi pustaka/studi referensi dan tinjauan aspek hukum (UU, PP, Perpu, Kepmen, peraturan perundangan dan kebijakan lainnya); Pengumpulan data primer dan sekunder uji petik pada beberapa lokasi Coremap II. Lokasi kegiatan mencakup seluruh wilayah Indonesia yang berdasarkan pada uiji petik. Adapun lokasi uji petik dan pembelajaran pengelolaan MCA dilaksanakan di lokasi COREMAP II wilayah Timur (Sikka, Buton, Pangkep, Selayar, Raja Ampat, dan Biak) dan di lokasi MCA yang telah ada (Bunaken, Blongko, Talise). Lokasi kegiatan penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Lautdapat dilihat pada Gambar 1.

Selanjutnya, hasil uji petik dan pembelajaran dibahas melalui Diskusi kepakaran (melibatkan Komite Nasional Konservasi Laut) dan Workshop di tingkat daerah maupun pusat. Hasil akhir dari rangkain kegiatan tersebut adalah buku Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Lautini.

(9)

1.4. Landasan Hukum

Beberapa Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar kegiatan penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Lautini adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4). 2. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4). 3. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan

Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on The Law of The Sea).

4. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

5. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on The Law of The Sea).

6. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

7. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

8. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity).

9. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

10.Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(10)

12.Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

13.Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

14.Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

15.Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam Kawasan Pelestarian Alam

16.Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1999 tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

17.Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.

18.Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah Otonom.

19.Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup; yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

20.Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

21.Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Perdagangan Spesies Flora dan Fauna yang Terancam Punah (Convention International on Trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna).

22.Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang

(11)
(12)

1.5. Metodologi Pendekatan Studi

Garis besar metodologi kegiatan studi ini dapat dilihat pada Gambar 2. EKOLOGIS STUDI PUSTAKA KONSULTASI TIM TEKNIS DISKUSI KEPAKARAN ANALISIS / ASSESMENT NETWORK KKL GRAND STRATEGY ISI DOKUMEN ƒ Strategi Pengelolaan Jejaring KKL ƒ program-program pelaksanaan TIPE JEJARING KKL MANAJEMEN WORKSHOP DAERAH Workshop Pusat dan Daerah

ANALISIS STRATEGI (STRATEGIC ANALYSIS) ISU DAN PERMASALAHAN JEJARING PENENTUAN VISI DAN MISI JEJARING KKL

PENGUMPULAN DATA/ IDENTIFIKASI KAWASAN

KONSERVASI

(13)
(14)

2.1. Pengertian Kawasan Konservasi Laut dan Jejaring

Kawasan konservasi laut (KKL) secara individu maupun jaringan merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati laut. Walaupun pengetahuan tentang KKL terus berubah-ubah/meningkat tetapi penerapan dari teori teori untuk kawasan yang luas hampir belum ada. Beberapa teori merekomendasikan bahwa zona inti dalam KKL seharusnya melindungi lebih dari 20 %. Namum kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada. Salah satu contoh KKL yang dibentuk untuk menjamin konektivitas ekologi antara KKL adalah KKL Gulf of California yang meliptui 10 KKL dengan perbedaan habitat yang beranekaragam. Pengertian KKL diusulkan oleh

KOMITE NASIONAL KONSERVASI LAUT (KOMNASLAUT)

sebagai terjemahan resmi dari Marine Protected Area (MPA). Dengan mengadopsi definisi dari IUCN, KKL dibagi kedalam beberapa kategori yang dapat disetarakan dengan jenis KKL di Indonesia , definisi kategori tersebut adalah sebagai berikut :

Kawasan Konservasi Laut adalah perairan pasang surut termasuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk tumbuhan dan hewan didalamnya, serta termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya

dibawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, baik dengan melindungi seluruh atau

(15)

Jejaring adalahMerupakan keterkaitan antara kawasan konservasi laut (KKL) yang mempresentasikan daya lenting spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem melalui pengelolaan bersama

2.2. Kedudukan KKL Dalam Konteks Nasional

Undang-Undang • UUD 1945 • UU No. 5 / 1990 • UU No. 41 / 1999 • UU No. 31 / 2004 • UU No. 32 / 2004 Kebijakan Nasional IBSAP • Ekosistem Lahan Basah • Ekosistem Laut • Keanekaragaman Hayati Renstra DKP • Potensi dan Kendala SDA • Program KKP Revitalisasi Perikanan • Pembagian WPP Draft RPP Konservasi SDI • Konservasi SDI • Konservasi Ekosistem • Jejaring Kawasan Konservasi • Pendidikan • Lembaga Konservasi

KKP

Suistanable Fisheries KKP Tawar dan Payau

KKL

Existing Kawasan Konservasi

Metoda Penilaian

Luas Potensial KKL sampai dengan Th. 2020

Lokasi KKL

¾ Saat Ini

¾ Lojasi Potensial 2020

Jejaring Kawasan Konservasi

¾ Manajemen ¾ Ekologi Grand Strategy ¾ Strategy ¾ Rencana Aksi Gambar 3.

(16)

2.3. Proses Pembentukan KKL di Indonesia

Berdasarkan sejarah perkembangan kawasan konservasi laut di Indonesia, maka dapat dikelompokkan proses pembentukan KKL menjadi 3 kelompok:

1. Departemen Kehutanan (PHKA)

2. Proses Pembentukan Berdasarkan kriteria

Departemen Kelautan dan Perikanan

3. Proses Pembentukan Berdasarkan usulan dari masyarakat.

2.3.1. Proses Pembentukan KKL Berdasarkan Kriteria Departemen Kehutanan (PHKA)

Penetapan fungsi kawasan konservasi didasarkan pada kriteria yang tercantum pada pedoman penetapan kriteria baku kawasan konservasi laut yang dikeluarkan Ditjen PHKA (1995) digunakan sebelum terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan. Kriteria yang dipertimbangkan untuk menetapkan status kawasan konservasi laut teridiri dari 14 kriteria yaitu: keterwakilan, keaslian dan kealamian, keunikan, kelangkaan, laju kepunahan, keutuhan ekosistem, keutuhan sumberdaya, luasan kawasan, keindahan alam, kenyamanan, kemudahan pencapaian, nilai sejarah, kehendak politik, dan aspirasi masyarakat.

Alur proses pembentukan KKL berdasarkan Departemen Kehutanan (PHKA) sebagaimana disajikan pada Gambar 4.

(17)

Gambar 4. Proses Pebentukan KKL Berdasarkan PHKA

2.3.2. Proses Pembentukan KKL Berdasarkan kriteria Departemen Kelautan dan Perikanan

Proses pembentukan kawasan konservasi laut menurut Departemen Kelautan dan Perikan (DKP) didasarkan pada kriteria yang diadopsi dan dimodifikasi dari kawasan konservasi berdasarkan IUCN. Kriteria yang dinila terdiri dari kelengkapan spesies/habitat, luas kawasan, peluang untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi serta pengaruh aktivitas manusia.

Penentuan status kawasan konservasi terdiri dari 2 tahap yaitu (1) analisis kelayakan kawasan berdasarkan kriteria KKL, (2) penentuan kategori KKL berdasarkan prioritas obyek pengelolaan yang sesuai untuk masing-masing kategori. Kriteria kategori yang digunakan untuk menetapkan KKLD dapat dilihat pada tabel berikut ini:

IDENTIFIKASI LOKASI

- Keterwakilan - Keaslian Dan Kealamian - Keunikan - Kelangkaan - Laju Kepunahan - Keutuhan Ekosistem - Keutuhan Sumberdaya - Luasan Kawasan - Keindahan Alam - Kenyamanan - Kemudahan Pencapaian - Nilai Sejarah - Kehendak Politik - Aspirasi Masyarakat. PENILAIAN KRITERIA KAWASAN PROSES PENILAIAN 14 KRITERIA PENETAPAN FUNGSI KAWASAN

(18)

Tabel 1. Kriteria Kategori Kawasan Konservasi Laut Daerah Berdasar DKP

Kategori Kriteria

I

(Konservasi Ekosistem dan Rekreasi)

1. Kelengkapan sumberdaya alam/spesies/habitat 2. Kawasan cukup luas

II

(Konservasi Habitat dan Spesies)

1. Mempunyai peranan penting terhadap perlindungan sumberdaya alam dan jenis (kelengkapan ekosistem)

2. Kesatuan habitat 3. Bebas pengaruh manusia

4. Ukuran kawasan sesuai dengan kebutuhan habitat

III

(Konservasi Bentang Alam dan Rekreasi)

1. Memiliki bentang alam yang berasosiasi dengan habitat (flora dan fauna)

2. Peluang untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi

IV

(Pemanfaatan Secara Lestari Ekosistem Alami)

1. Dua pertiga dari kawasan masih alami 2. kemampuan kawasan untuk pengembangan

pemanfaatan sumberdaya alam tanpa menimbulkan kerusakan

3. terdapat badan pengelola di kawasan tersebut

Gambar 5 Proses Pembentukan KKLD Berdasarkan DKP IDENTIFIKASI LOKASI - Kelengkapan spesies/habitat - Luasan Kawasan - Peluang pengembangan pariwisata dan rekreasi

- Pengaruh akktivitas manusia PENENTUAN KATEGORI KKLD ANALISIS KRITERIA KKLD 4 KRITERIA PENETAPAN FUNGSI KAWASAN PENETAPAN SK BUPATI

(19)

2.3.3. Proses Pembentukan KKL Berdasarkan Masyarakat

Berbeda dengan proses pembentukan kawasan konservasi laut sebelumnya, proses ini merupakan inisiatif dari masyarakat. Kawasan pelestarian ini dikembangkan dari, untuk dan bersama masyarakat setempat dengan luas, tujuan dan cara pengaturan yang sangat beragam, tergantung dari kesepakatan yang dibangun bersama masyarakat setempat. Kebanyakan dari kawasan konservasi laut yang dibentuk atas dasar masyarakat ini berdasarkan adat istiadat, sosial budaya serta kesepakatan baru diantara masyarakat.

Gambar 6. Proses Pembentukan KKL Berdasarkan Masyarakat

Dari berbagai proses pembentukan kawasan konservasi laut di Indonesia jelas terlihat adanya berbagai perbedaan dalam menentukan fungsi kawasan. Sebagian besar penentuan kawasan masih bersifat hanya pada lokasi setempat atau belum menggambarkan keterkaitan dengan kawasan konservasi laut wilayah lainnya. Perbedaan-perbedaan ini dimungkinkan akan menimbulkan konfllik baik dari aspek biofisik maupun dari aspek pengelolaan.

KOMUNITAS MASYARAKAT PESISI R - Adat Istiadat setempat - Sosial Budaya - Kesepakata Baru PENETAPAN KKL SETEMPAT USULAN PENETAPAN KKL FASILITATOR

(20)

Berdasarkan Rancangan Konservasi bahwa Kawasan Konservasi Perairan ditetapkan oleh menteri yang pengelolaan dan penyelenggaraannya terdiri dari

1. Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKP Nasional) meliputi ;

a. Perairan diluar 12 mil laut dari garis pantai, terdiri dari perairan yang berada di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,

b. Perairan didalam 12 mil laut yang memiliki karakteristik tertentu

c. Perairan payau dan tawar yang memiliki karakteristik tertentu.

Kawasan Konservasi Perairan Nasional didalam penetapannya melalui bererapa tahap antara lain :

a. Identifikasi dan Inventarisasi b. Pencadangan KKP oleh Menteri

c. Rekomendasi KKP dari Bupati / Walikota atau Gubernur d. Penetapan

e. Penataan Batas

2. Kawasan Konservasi Perairan Provinsi (KKP Provinsi)meliputi; a. Perairan yang terletak pada wilayah perairan laut yang

menjadi kewenangan provinsi

b. Perairan yang merupakan kewenangan Kabupaten / Kota dan kewenangan Provinsi

c. Perairan yang merupakan kewenangan lintas Kabupaten / Kota

Kawasan Konservasi Perairan Provinsi didalam penetapannya melalui bererapa tahap antara lain :

a. Identifikasi dan Inventarisasi b. Pencadangan KKP oleh Menteri

c. Rekomendasi KKP dari Bupati / Walikota

d. Pengajuan Usulan Penetapan KKP oleh Gubernur kepada Menteri

e. Penetapan f. Penataan Batas

(21)

3. Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten / Kota (KKP Kabupaten / Kota) meliputi perairan yang terletak pada wilayah perairan laut, perairan payau dan perairan tawar yang menjadi kewenangannya.

Kawasan Konservasi Perairan Provinsi didalam penetapannya melalui bererapa tahap antara lain :

a. Identifikasi dan Inventarisasi b. Pencadangan KKP oleh Menteri c. Rekomendasi KKP dari Gubernur

d. Pengajuan Usulan Penetapan KKP oleh Bupati / Walikota kepada Menteri

e. Penetapan f. Penataan Batas

2.4. Model Pembentukan Kawasan Konservasi Laut

Proses pembentukan kawasan konservasi laut berawal dari tingkat lokal (DPL, TKL, APL dll). Area KKL tingkat lokal yang melewati

batas wilayah kabupaten maka akan menjadi kawasan konservasi laut daerah. Kawasan konservasi laut daerah (KKLD) merupakan kawasan konservasi dalam lingkup pemerintah kabupaten. Ketika KKLD melewati antar batas kabupaten maka kawasan tersebut dibawah lingkup nasional yang sering disebut taman nasional. Dengan demikian maka kawasan konservasi laut akan membentuk suatu jaringan dengan KKL lainnya. Kerangka pemikiran (model) pembentukan konservasi laut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(22)

Gambar 7

Kerangka Pemikiran Pembentukan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia 2.5. Pentingnya Kawasan Konservasi Laut

Kawasan konservasi laut merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan tersebut dari berbagai gangguan. Berbagai gangguan terhadap kawasan konservasi laut yang terjadi semakin meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini, baik gangguan dari alam maupun dari aktivitas kegiatan manusia. Salah satu langkah yang nyata dalam mengurangi berbagai gangguan tersebut adalah penetapan kawasan konservasi laut. Pada dasarnya upaya konservasi laut di indonesia telah dilakukan masyarakat sejak dahulu, hal ini terbukti dengan adanya berbagai aturan atau hukum adat dalam pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di kawasan tersebut. Akan tetapi pada

Proses Pembentukan DPL, APL, TKL dll. Proses Pembentukan KKLD Proses Pembentukan Taman Nasional Laut Masyarakat Pemerintah Daerah Nasional Batas dalam Kabupaten Batas Antar Kabupaten Proses Pembentukan Kawasan Konservasi Internasional Internasional Batas Antar Negara Nasional / Regional TAMAN NASIONAL KKLD DPL

(23)

akhir-akir ini upaya penetapan kawasan konservasi laut banyak menghadapi berbagai tantangan, misalnya krisis ekonomi, sosial budaya yang menurun, pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan dll. Beberapa alasan penting dalam penetapan kawasan konservasi laut adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap kelangsungan ekosistem pesisir laut dan pulau-pulau kecil dari berbagai ancaman baik dari alam maupun kegiatan manusia.

2. Perlindungan terhadap biota laut yang dilindungi dari ancaman kepunahan

3. Menjaga kelestarian sumberdaya laut dari eksploitasi yan

berlebihan

4. Pemanfaatan aktivitas kegiatan yang tepat/sesuai dengan fungsi kawasan

Pengelolaan Kawasan Konservasi berujuan untuk mewujudkan keseimbangan ekosistem, kelestarian sumberdaya ikan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Untuk itu perlu upaya – upaya dalam pengelolaan kawasan konservasi seperti :

1. Pengembangan Data dan Informasi 2. Pengelolaan Batas dan Zonasi

3. Pengelolaan Sumberdaya Hayati dan Perikanan 4. Pengelolaan Sarana dan Prasarana

5. Pengelolaan Pariwisata, Pendidikan dan Penelitian 6. Pengendalian, Monitoring dan Pengawasan

7. Pemberdayaan Masyarakat 8. Penyadaran Masyarakat

9. Penguatan Kapasitas dan Sumberdaya Manusia 10. Pengembangan Jaringan Kerjasama dan Kemitraan

(24)

2.6. Pentingnya Jejaring (Network) Antar Kawasan Konservasi Laut

Jejaring (network) antar kawasan konservasi laut mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Beberapa alasan dalam membuat jejaring antar kawasan konservasi laut diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan keanekaragaman hayati di

kawasan konservasi laut

2. Untuk menjaga dan memeliharan keanekaragaman

hayati

3. Untuk memberikan model pemanfaatan kawasan

konservasi laut yang mendukung ekosistem setempat

4. Untuk menjaga atau melindungi tempat biota laut

yang dilindungi dari berbagai ancaman

5. Menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan

laut

6. Untuk memperluas kawasan konservasi laut

2.7. Kriteria Jejaring Kawasan Konservasi Laut

Sampai saat ini keberadaan kawasan konservasi laut (KKL) belum terintegrasi antara KKL satu dengan KKL lainnya. Pada dasarnya diantara beberapa KKL tersebut terdapat suatu keterkaitan jejaring yang sangat kuat baik dalam aspek ekologis maupun pengelolaan. Penyusunan keterkaitan jejaring KKL berdasarkan 2 (dua) kriteria dasar yaitu (1) Kriteria Ekologis dan (2) Kriteria Pengelolaan

(25)

2.7.1. Kriteria Ekologis

Kriteria ini menunjukkan bahwa antara kawasan konservasi laut satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal ekologis (Ekoregion), keterkaitan (network) ini berupa secara fisik dan biologis.

Tabel 2., dibawah ini menunjukkan kriteria dalam membangun jejaring antar kawasan konservasi laut di Indonesia.

Tabel 2 Kriteria untuk Jejaring KKL secara Ekologis

2.7.2. Kriteria Pengelolaan

Kriteria ini menunjukkan bahwa antara kawasan konservasi laut satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal pengelolaan. Bentuk jejaring pengelolaan berupa sistem pengelolaan bersama teradap kawasan konservasi laut. Dalam penelolaan KKL secara bersama beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu :

1. Stakeholders yang terlibat

Keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan bersama kawasan konservasi laut sangat penting dalam mendukung terlaksananya pengelolaan yang baik. Masing-masing stakeholders mempunyai peran dan tugas dalam pengelolaan tersebut.

KRITERIA KETERKAITAN JEJARING KAWASAN KONSERVASI LAUT

Fisik Biologis Genetika Perikanan 1. Tipe Ekosistem 2. Gangguan Alam 3. Gangguan Aktivitas Kegiatan Manusia

1. Jenis Biota yang Dilindungi 2. Rantai Makanan 3. Pola Berkembang Biak 4. Pola Migrasi

1. Pola sebaran Pemijahan Ikan 2. Pola Migrasi Ikan 3. Pola Sebaran

(26)

2. Bentuk Kelembagaan

Dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi laut diperlukan suatu lembaga/badan/dinas pengelola yang akan menyusun program dan kegiatan kerja, pengusulan anggaran, pengelolaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan, penyelesaian permasalahan dan penyampaian informasi. Selain itu tugasnya adalah melibatkan berbagai stakeholders lain dalam pengelolaan kawasan konservasi laut.

3. Pendanaan

Berbagai mekanisme pendanaan dapat dikelompokkan ke dalam tujuh kategori berdasarkan kesamaan ciri pendekatan yang mendasarinya, dan sesuai dengan prinsip kepraktisan penerapannya di Indonesia, seperti : Orientasi pada donor, Orientasi pada Pemerintah, Orientasi pada Pasar, Dana Lingkungan, Orientasi Komunikasi Publik atau Panggilan Nurani, Orientasi Usaha, Peraturan Pemerintah, Orientasi pada usaha Swasta.

2.8. Model Jejaring Kawasan Konservasi Laut

Dari kriteria dan beberapa contoh kasus jejaring di kawasan konservasi laut Indonesia maka model dalam membentuk jejaring KKL dapat di bagi menjadi 2 jenis jejaring.

2.8.1. Model Jejaring Berdasarkan Ekologis

Model jejaring KKL berdasarkan ekologis yang diusulkan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

(27)

Gambar 8

(28)
(29)

Pada Gambar 9, dapat dilihat wilayah potensi kawasan konservasi laut di Indonesia. Potensi KKL ini dibagi menjadi 6 kawasan, dengan rincian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Luasan Wilayah Potensi KKL Wilayah

Potensi

KKL EKOSISTEM LUAS (Ha) LUAS (Km

2) I Penyu dan Paus 41.230.000 412.300

II Penyu dan Terumbu Karang 53.320.000 533.200

III Penyu, Dugong dan Paus 45.880.000 458.800

IV Penyu, Dugong, Paus dan

Terumbu Karang 63.860.000 638.600

V Penyu Paus dan Terumbu Karang 26.970.000 269.700

VI Penyu, Paus , Dugong dan

Terumbu Karang 78.740.000 787.400

Jumlah Total Wilayah 310.000.000 3.100.000

(30)

2.8.2. Model Jejaring Berdasarkan Pengelolaan

Model jejaring KKL berdasarkan pengelolaan yang diusulkan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10.

(31)
(32)

Sedangkan untuk struktur dan bentuk kelembagaan jejaring kawasan konservasi laut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 11. Struktur dan Bentuk Kelembagaan Jejaring KKL

Arah transisi berkaitan dengan pola tata kelola atau governance. Tata kelola adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkatan dan mencakup proses, mekanisme, dan lembaga dalam masyarakat. Tata kelola yang baik adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh

Pokja Provinsi (provincial task force)

Unit Pelaksana teknis Pengelola KKLD

Pokja International Bilateral/Multilateral (international task force)

Pokja Nasional Pokja ekoregion Forum/Klp Masyarakat KKL Dunia Kawasan Konservasi Laut Ecoregion Bi/ Multi-lateral Kawasan Konservasi Laut Nasional Kawasan Konservasi Laut Daerah DPL, APL, AKL Masyarakat

(33)

pemerintah, masyarakat dan sektor swasta yang mempunyai ciri-ciri ;

1. Inklusif (mengikutsertakan semua) 2. Transparan dan bertanggung jawab 3. Efektif dan adil

4. Menjamin spremasi hukum

5. Menjamin penerapan prioritas berdasar konsensus 6. Mengakomodasi kepentingan kelompok yang paling

lemah dalam pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan.

2.9. Kawasan Konservasi Laut

2.9.1. Kondisi Existing Kawasan Konservasi Laut

Luas Kawasan Konservasi Laut Indonesia pada awal Tahun 2005 berdasarkan DKP memiliki luas ± 7.227.757,26 Ha atau sebesar 7,2 Km2dari 75 kawasan konservasi. Hal tersebut berdasarkan

pengelolaan dari PHKA dan DKP yang terbagi atas 8 tipe kawasan. Untuk mengetahui lebih jelas luasan masing – masing kawasan dapat dilihat pada tabel 4. berikut :

Tabel 4. Luas Kawasan Konservasi Laut Indonesia

No Tipe Kawasan Kawasan Jumlah Luas (Ha)

A Inisiasi DepTan Cq Dep Hut

1. Taman Nasional Laut (TNL) 7 4.045.049,00 2. Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 18 767.610,15

3. Cagar Alam Laut (CAL) 9 216.555,45

4. Suaka Margasatwa Laut (SML) 6 71,310,00 B DKP dan Pemerintah Daerah

1. Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) 12 1.439.169,53 2. Calon Kawasan Konservasi Laut Daerah (CKKLD) 11 685.524,00

3. Daerah Perlindungan Laut (DPL) / Daerah

Perlindungan Mangrove (DPM) 2 2.085,90

4. Suaka Perikanan (SP) 10 453,23

Jumlah Total 75 7.227.757,26

(34)

4.045.049,00 767.610,15 216.555,45 71.310,00 1.439.169,53 685.524,00 2.085,90 453,23

Luas Kawasan Konservasi Laut Daerah

TNL TWAL CAL SML KKLD CKKLD DPL / DPM SP Gambar 12. Luas Kawasan Konservasi Laurt Daerah

Pada tahun 2010 Departemen Kelautan dan Perikanan menargetkan untuk mengembangkan Kawasan Konservasi Laut seluas 10 juta Ha dan pada tahun 2020 target luas KKL yang ingin dicapai adalah 20 juta Ha. Sampai dengan data tahun 2006, luas kawasan konservasi laut yang telah terbentuk adalah 7.227.757,26 Ha atau 7,2 Km2.

(35)
(36)

2.9.2. Arahan Luas Konservasi Laut

Pengelolaan Kawasan Konsesi Konservasi merupakan inisiatif untuk mengganti konsesi yang diberikan pada kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi yang secara komersial dieksploitasi, menjadi kawasan untuk konservasi. Kawasan tersebut kemudian dikelola untuk kepentingan pembangungan berkelanjutan melalui berbagai kegiatan ekonomi berbasis masyarakat

Luas kawasan konservasi laut Indonesia seluruhnya diusulkan adalah 62 juta Ha yaitu 20% dari luasan laut teritorial Indonesia (3,1 juta Km2) mengacu pada hasil World Congress 2003.

Berdasarkan luas kawasan konservasi laut yang telah ada saat ini dan peruntukkannya bagi memenuhi target luas kawasan konservasi yang mencapai 10 juta Ha pada tahun 2010 dan 20 juta Ha pada tahun 2020, maka dari segi kesamaan ekologis dan lokasi-lokasi kawasan konservasi yang sudah ada dilakukan perhitungan 20 % dari luas wilayah pengelolaan konservasi dijadikan sebagi daerah yang perlu di lindungi atau di protecsi sebagai lahan konservasi.

Tabel 5. Arahan Luasan Potensi KKL Sampai Tahun 2020

Wilayah Potensi KKL Usulan Luas (Ha) Usulan Luas (Km2)

I 8.246.000 82.460 II 10.664.000 106.640 III 9.176.000 91.760 IV 12.772.000 127.720 V 5.394.000 53.940 VI 15.740.000 157.400 Jumlah 62.000.000 620.000

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2006

Untuk mengetahui sebaran luas arahan konservasi dalam memenuhi target konservasi tahun 2020 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(37)
(38)
(39)
(40)

3.1. Visi

Visi dari Strategi Utama Jejaring Kawasan Koonservasi Laut, adalah;

Terciptanya Jejaring Kawasan Konservasi Laut Untuk Mendukung Pengelolaan Sumberdaya Hayati Laut

agar Fungsinya Lestari dan Manfaatnya Berkelanjutan

3.2. Misi

Untuk mencapai visi tersebut maka misinya adalah;

1. Meningkatkan kepedulian, kemampuan, dan peran aktif masyarakat umum, swasta, dan pemerintah dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan konservasi laut secara bijaksana dan lestari.

2. Meningkatkan kesepakatan para pemangku kepentingan baik masyarakat umum, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi laut secara bijaksana dan lestari.

3. Memperkuat koordinasi lintas sektoral dan lintas daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi laut secara bijaksana dan lestari.

4. Menyiapkan data dan informasi serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi dengan mempertimbangkan kearifan tradisional dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi laut secara bijaksana dan lestari. 5. Meningkatkan dan memperkuat kerjasama regional dan

internasional dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi laut secara bijaksana dan lestari.

(41)

3.3. Strategi Jejaring Kawasan Konservasi Laut

Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Konservasi laut ini disusun sedemikian rupa sehingga bersifat memayungi berbagai kegiatan pengelolaan di ekosistem-ekosistem oleh berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Selain itu penyusunan Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Lautini juga mengakomodasi isu-isu penting yang memiliki dampak secara internasional. Semua ini dimaksudkan agar para pemangku kepentingan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, terutama di daerah, memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan pengelolaan sesuai kekhasan ekosistem-ekosistem di daerahnya dengan tetap mengacu pada kepentingan nasional maupun internasional. Strategi nasional dan rencana aksi ini terdiri dari Sepuluh kelompok strategi yang dijabarkan secara detail di bawah ini, termasuk tolok ukur untuk menilai keberhasilan penerapan ini.

1) Strategi Pembangunan dan Pengembangan Pangkalan Data

Mutakhir

Secara teknis kegiatan pendataan serta kemampuan dan pengalaman staf pelaksana di lapangan juga masih belum memadai. Selain itu kriteria data dan metode pendataan juga sangat beragam, dan biasanya tidak selaras antara metode yang satu dengan metode yang lain. Hal ini menjadi penyebab sulitnya kegiatan pendataan oleh staf operasional di lapangan. Berbagai kendala tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya informasi khas KKL di setiap tempat karena tidak terakomodasi dalam kriteria data dan tidak ada metode pendataan yang sesuai.

(42)

2) Strategi Peningkatan Peran Stakeholders

Peranan masyarakat (dalam arti luas: masyarakat lokal, masyarakat adat, akademisi, swasta) menjadi keharusan terutama jika: (1) akses terhadap sumberdaya dalam KKL adalah hal yang penting bagi mata pencaharian masyarakat lokal, keamanan, dan warisan budaya; (2) kebijakan sebelumnya gagal dalam mengelola KKL sehingga muncul ketidakharmonisan diantara pemangku kepentingan; (3) masyarakat menunjukkan minat yang kuat dalam upaya pengelolaan secara terpadu.

Upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat sangat gencar disuarakan oleh LSM. Hal ini menyebabkan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif telah dikenal dan perlahan-lahan mulai dilaksanakan oleh berbagai institusi pemerintah. Berbagai kegiatan percontohan (pilot project) yang menempatkan masyarakat lokal sebagai salah satu pemangku kepentingan utama juga terbukti lebih efektif dan arif dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam.

3) Strategi Pengembangan Kebijakan, Hukum, dan

Peningkatan Pentaatannya

Pengelolaan KKL secara arif dan berkelanjutan memerlukan pendekatan dari berbagai aspek, termasuk aspek hukum. Selama ini, produk hukum langsung atau tidak langsung cukup efektif untuk mendorong pengelolaan KKL secara arif dan berkelanjutan. Meski demikian, disisi lain, produk hukum bisa juga menjadi kontra produktif dan berkontribusi terhadap legalitas perusakan KKL itu sendiri. Produk hukum yang berlaku di Indonesia dikeluarkan oleh berbagai hierarki pemerintahan dan departemen sektoral. Disamping itu, terdapat produk hukum lain yang di jalankan secara turun-temurun oleh masyarakat tertentu (hukum adat) untuk mengelola sumberdaya alam disekitarnya.

(43)

4) Strategi Penguatan Kelembagaan

Mekanisme pengelolaan KKL yang berkaitan dengan sistem dan hierarki pemerintahan pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota), termasuk bagaimana pembagian wilayah dan produk KKL antar pusat dan daerah, mekanisme koordinasi pada setiap tingkatan pemerintahan, dan mekanisme yang diterapkan dalam koordinasi lintas sektoral belum tersedia secara memadai. Dengan demikian, dibutuhkan kebijakan pengelolaan KKL nasional secara terpadu termasuk kelembagaannya, berupa komite nasional yang terdiri dari wakil-wakil pemangku kepentingan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi yang efektif dalam pengelolaan KKL. Upaya penguatan kelembagaan saat ini terus dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan pembentukan wadah koordinasi nasional pengelolaan ekosistem KKL tertentu, dan Komite Pengelolaan Ekosistem KKL untuk kawasan spesifik di tingkat daerah. Kegiatan koordinasi kelembagaan juga dilakukan oleh jaringan LSM untuk mengharmoniskan langkah-langkah dalam pengelolaan KKL.

5) Pendidikan dan Peningkatan Kepedulian Mengenai KKL

Kegiatan-kegiatan pelatihan dan peningkatan kepedulian yang dilakukan oleh berbagai kalangan, hingga saat ini belum memadai untuk memotivasi masyarakat dan pemerintah dalam mengelola KKL berdasarkan nilai dan fungsinya secara ekologis, sosial, maupun ekonomis. Diperlukan upaya yang lebih sistematis dan harmonis antara semua institusi agar berhasil menjadikan nilai dan fungsi KKL sebagai bagian pertimbangan utama dalam pengelolaan suatu kawasan oleh masyarakat dan pemerintah. Kemajuan ke arah tersebut semakin terlihat, antara lain ditunjukkan dalam kerjasama Pemerintah dengan berbagai LSM dalam penyusunan Strategi Nasional Pendidikan Lingkungan Hidup.

(44)

6) Strategi Peningkatan Kerjasama dan Jaringan Internasional

Isu utama yang merupakan bagian dari kerjasama internasional antara lain adalah:

1. Wilayah Kawasan Konservasi Laut yang melintasi batas negara;

2. Spesies yang bermigrasi;

3. Kerjasama dengan konvensi internasional lain yang terkait dengan KKL;

4. Pertukaran informasi dan pengalaman;

5. Bantuan internasional dalam mendukung upaya

pengelolaan KKL secara bijaksana dan berkelanjutan; 6. Peraturan mengenai pengelolaan KKL oleh negara asing. Kerjasama internasional yang telah dilakukan oleh Indonesia antara lain dengan berpartisipasi dalam kerjasama multilateral dibawah payung konvensi internasional. Meski keikutsertaan ini berimplikasi pada munculnya berbagai kewajiban yang harus dipenuhi. Indonesia sebagai komitmen pada dunia internasional, keikutsertaan ini juga memungkinkan kita untuk mendapatkan dukungan dan perhatian internasional dalam pengelolaan KKL di tingkat nasional. Beberapa konvensi internasional yang telah diratifikasi dan memiliki keterkaitan langsung dengan pengelolaan KKL nasional adalah Konvensi Ramsar, Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Konvensi Warisan Dunia (World Heritage Convention), Konvensi Spesies Bermigrasi (CMS, dalam proses ratifikasi), Konvensi Perdagangan Satwa yang Terancam Punah (CITES), Konvensi Perubahan Iklim (The United Nations Framework Convention on

Climate Change, UNFCCC), dan Konvensi mengenai

Penggurunan (the Convention to Combat Desertification).

Pemberlakuan otonomi daerah dalam manajemen pemerintahan memunculkan tantangan baru dalam kerangka kerjasama internasional. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan antara aspirasi pemerintah daerah selaku pelaksana langsung komitmen internasional di tingkat

(45)

lapangan dengan keputusan-keputusan pemerintah pusat saat bernegosiasi dengan negara lain.

7) Strategi Pembiayaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Salah satu titik lemah dalam pengelolaan KKL nasional adalah kurangnya dukungan pendanaan terhadap pengembangan kegiatan pengelolaan KKL. Berbagai hasil perhitungan nilai dan fungsi KKL (valuasi ekonomi serta analisis biaya dan manfaat) menunjukkan bahwa KKL memiliki nilai ekonomis yang cukup besar. Sudah sewajarnya apabila para pemangku kepentingan mengalokasikan dana yang memadai untuk pengelolaan KKL secara terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan KKL secara arif pada akhirnya akan memberikan keuntungan jangka panjang, sebanding dengan investasi yang telah ditanamkan. Pengelolaan KKL dengan membebankan pembiayaan pada masyarakat pengguna jasa-jasa lingkungan KKL (user pays principle) juga memungkinkan untuk dilakukan. Selama ini pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat seringkali dianggap sebagai sesuatu yang tidak membutuhkan biaya (gratis). Padahal pemanfaatan jasa lingkungan KKL oleh individu/institusi akan menyebabkan penurunan nilai dan fungsi KKL yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Adalah wajar jika pengguna membayar kompensasi atas jasa lingkungan yang telah dimanfaatkannya untuk tujuan pengelolaan KKL. Dengan demikian, prinsip pengguna membayar (user pays principle) dan pencemar membayar (polluter pays principle) dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan KKL yang potensial sepanjang dilakukan secara adil dan hati-hati.

8) Strategi Pemanfaatan Secara Arif dan Bijaksana

Pengelolaan KKL secara arif dan bijaksana sendiri membutuhkan prinsip pengelolaan yang hati-hati termasuk keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi. Untuk itu dibutuhkan upaya-upaya perlindungan terhadap nilai dan

(46)

fungsi KKL pada kawasan tertentu, pengetahuan mengenai tingkat pemanfaatan yang dibolehkan, dan pemahaman mengenai resiko atas pilihan metode pemanfaatan yang digunakan. Penelitian ilmiah yang mendalam dan penelusuran terhadap praktek-praktek pengelolaan yang baik yang diterapkan oleh masyarakat setempat merupakan upaya untuk menemukan metode terbaik dalam pengelolaan KKL secara arif dan bijaksana yang menjamin keberlanjutan pemanfaatan

9) Strategi Restorasi dan Rehabilitasi Eksosistem

Restorasi dan rehabilitasi KKL seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang besar. Upaya yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah mengurangi tekanan kerusakan yang terjadi pada suatu kawasan. Hingga saat ini kegiatan restorasi dan rehabiliasti yang berhasil dilakukan umumnya pada KKL pesisir terutama mangrove.

10)Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Perubahan Iklim diperkirakan akan menaikkan suhu global sekitar 2oC dan menaikkan permukaan air laut sekitar 1,5 m

dalam setengah abad kedepan. Kondisi ini akan mempengaruhi kondisi KKL nasional terutama berkaitan dengan terjadinya peningkatan permukaan laut, perubahan suhu badan air, dan perubahan daur hidrologis. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa KKL dipastikan akan mengalami dampak luar biasa akibat perubahan iklim sekaligus berdampak merubah iklim itu sendiri. Sehingga diperlukan upaya antisipasi dan mitigasi perubahan iklim melalui pengelolaan KKL. Pembiayaan kegiatan rehabilitasi KKL yang berkaitan dengan isu perubahan iklim membutuhkan dana yang besar. Berkaitan dengan hal tersebut, saat ini terdapat komitmen internasional untuk menurunkan laju emisi gas rumah kaca.

(47)

3.4. Tahapan Pelaksanaan Rencana Aksi Jejaring KKL

Implementasi rencana kegiatan jejaring kawasan konservasi laut di laksanakan dalam kurun waktu 20 tahun. Kegiatan ini diharapkan mampu mencapai target-target tertentu dalam pengelolaan jejaring KKL. Tahapan Pelaksanaan Rencana Aksi Jejaring KKL selama 20 tahun dibagi menjadi 3 rentang waktu yaitu jangka pendek (5 tahun), menengah (10 tahun) dan panjang (20 tahun). Untuk lebih jelasnya mengenai rencana aksi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(48)

Tabel 6. Rencana Aksi Strategi Jejaring Kawasan Konservasi Laut

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 1 STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PANGKALAN DATA MUTAKHIR

1. Mengkaji ulang dan mengembangkan kriteria inventarisasi, pengkajian, dan

pengawasanpengelolaan Kawasan Konservasi Laut yang praktis dan mudah.

1. Mengkaji dan menyebarluaskan panduan pendataan Kawasan Konservasi Laut. 2. Melakukan kajian rutin terhadap metode

pendataan yang sudah ada.

Terdapat panduan pendataan KKL secara nasional yang dapat diimplementasikan oleh masing masing pemangku kepentingan, serta ada upaya kerjasama yang rutin antar pemangku kepentingan dalam pengembangan metode pendataan. 2. Mengembangkan mekanisme yang memungkinkan pemutakhiran data secara efektif dan efisien.

1.Melanjutkan upaya kerjasama perdataan yang telah dirintis oleh beberapa institusi dalam kegiatan Asian Wetlands Inventory (AWI) 2002.

2.Memprioritaskan upaya pendataan pada KKL yang memiliki arti penting secara lokal, nasional, dan internasional yang keberadaannya terancam.

3.Mengembangkan mekanisme balai kliring, website, dan meta data untuk memudahkan pengumpulan dan pemanfaatan data.

Terbentuk sebuah mekanisme ditingkat nasional yang memungkinkan pemutakhiran data secara efisien dan mudah diakses oleh para pemangku kepentingan; misalnya dalam bentuk pangkalan data pada website yang dikelola khusus melalui koordinasi Komite Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut.

4.Mengoptimalkan sumber-sumber

perdataan dari kegiatan lain yang telah berjalan

5.Meningkatkan upaya-upaya pendataan secara partisipatif di tingkat lokal (Pemda).

(49)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

3. Meningkatkan penggunakan data KKL oleh para pemangku kepentingan sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan

1. Secara rutin menerbitkan status terkini dan nilai ekonomis KKL Indonesia dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh para pengambil keputusan.

2. Memotivasi para pengambil keputusan, pemangku kepentingan, dan kalangan lain agar senantiasa mengoptimalkan pemanfaatan data dalam pengambilan keputusan.

Data KKL senantiasa digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan kebijakan di berbagai departemen terkait.

STRATEGI 2 PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT SECARA TERINTEGRASI DAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN KONDISI, STATUS, ISU-ISU DAN KEBUTUHAN KONSERVASI LAUT BERBASIS YARAKAT.

1. Penguatan Kelembagaan 1. Melakukan kajian terhadap mekanisme kerja lembaga, instasi, NGO, dan swasta terhadap mekanisme koordinasi yang efektif antar departemen sektoral di pusat dan daerah dalam penanganan kegiatan di KKL yang dikerjakan secara sektoral

Komite Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut terbentuk dan menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh para pemangku kepentingan.

Terdapat rekomendasi yang jelas dari Komite Naional KKL mengenai struktur dan tata hubungan kelembagaan di pusat dan daerah yang menjamin dihasilkannya kegiatan yang sinergis antar pemangku kepentingan.

2. Menguatkan peran Komite Naional KKL

sebagai wadah koordinasi dan komunikasi.

3. Melakukan penataan struktur dan

mekanisme kerja internal Komite Nasional KKL penataan mekanisme pembiayaan kegiatan komite, dan penataan mekanisme koordinasi Komite Nasional KKL dengan komite-komite nasional lainnya.

4. Melakukan penataan hubungan kerja antara Komite Nasional KKL dengan organisasi di tingkat daerah.

(50)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

2. Pengkajian potensi lokal, isu-isu, status, permasalahan dan kebutuhan kawasan konservasi laut berbasi Kab/Kota dilaksanakan secara partisipatif

1. Pelatihan Tim Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pengembangan MCA Network;

2. Survei data dasar oleh Tim; 3. Identifikasi kelompok inti, kelompok

fokus dan stake holders dan Instansi/ Lembaga terkait;

4. Pertemuan formal dan in formal untuk menggali temuan;

5. Identifikasi dan pengkajian

keanekaragaman hayati laut dan kondisi oceanografi wilayah di daearah Kabupaten dan Kota;

Terbitnya buku tetang potensi lokal, isu-isu serta status kwasan konservasi laut d Indonesia

6. Penyusunan draft profil dan status KKL;

7. Sosialisasi, konsultasi kepada masyarakat/kelompok masyarakat, DPRD Prov/Kab/Kot.,

Pemprov/Pemkab/Pemkot, Dinas Prov/Kab/Kota Terkait, dan secara teknis konsultasi dengan Direktorat KTNL Ditjen KP3K Dept. Kelautan dan Perikanan;

3. Pengkajian ukuran luas, bentuk-bentuk, zonasi dan status peruntukan kawasan konservasi laut yang tepat.

1. Membentuk Kelompok Kerja (Pokja) dari unsur Tokoh Masyarakat, Perguruan Tinggi, Pemda, instansi dan lembaga terkait, NGO’s dan swasta untuk menganalisa dan menetapkan status dan kawasan.

2. Melaksanakan study untuk penentuan zona-zona peruntukan, seperti zona preservasi, zona konservasi dan zona penyangga atau pemanfaatan

Adanya status yan jelas tentang kawasan konservasi laut diantaranya zonasi, luas zonasi serta status peruntukan yang sesuai dengan kondisi setempat.

(51)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

3. Melaksanakan seri diskusi dan workshop oleh tim pengembangan KKL yang melibatkan Pemerintah Daerah, Instansi/Lembaga, NGO’s, Kelompok Masyarakat, Praktisi, Akademisi untuk mengkaji:

4. Ukuran, zonasi dan status kawasan; 5. Kriteria kawasan berdasarkan kriteria

kimia, fisika, biologi dan ekologi; 6. Kriteria berdasarkan sosial, ekonomi, dan

budaya

7. Kriteria berdasarkan kemapuan dan pengembangan SDM dan Sumber Daya Lokal.

8. Workshop mengenai tata ruang wilayah dalam penentuan zonasi KKL; 4. Mengkaji kembali

model-model pengelolaan kawasan konservasi laut di Indanesia dalam rangka mencari model-model yang tepat diterapkan di Indanesia.

1. Melaksanakan desk study dan field study tentang KKL yang saat ini diterapkan di Indonesia dan di negara-neraga lain.

Adanya model penelolaan kawasan konservasi laut (KKL) di indonesia baik secara lokal, reional serta nasional

2. Sosialisasi dan konsultasi kepada

masyarakat/kelompok masyarakat, DPRD Prov/Kab/Kot.,

Pemprov/Pemkab/Pemkot, Dinas Prov/Kab/Kota Terkait, dan secara teknis konsultasi dengan Direktorat KTNL Ditjen KP3K Dept. Kelautan dan Perikanan;

3. Penetapan luas, status dan pengelola KKL oleh Bupati/Walikota.

(52)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 3 PENGEMBANGAN JARINGAN KONSERVASI LAUT (NETWORKING MPA) DALAM SKALA NASIONAL DAN REGIONAL (EKOREGION). 1. Perencanaan sistem informasi tentang kawasan konservasi laut di Indanesia.

1. Melakukan pelatihan pengembangan

sistem infomasi; Tersusunnya sistem informasi kawasan konservasi laut yan baik serta database yang lengkap tentang KKL.

2. Membuat sistem data base; 3. Membuat webb site KKL

Kabupaten/Kota dan Jejaring KKL; 4. Membuat buku panduan pengelolaan

sistem data base pusat/daerah. 2. Pengembangan jaringan

kawasan konservasi laut yang memiliki resiliensi yang kuat dalam berbagai ukuran besar dan kecil, dan menyebar di seluruh wilayah

1. Identifikasi, inventarisasi dan pemantauan;

2. Penelitian/Pengkajian/Pengembangan; 3. Publikasi;

4. Pembinaan spesies ekonomis penting dan dilindungi;

5. Pembinaan daerah pemijahan dan daerah migrasi.

Terbentuknya jejaring kawasan konservasi laut di indonesia baik jejaring secara lokal, regional, nasional serta internasional

3. Mengembangkan dan pengelolaan kawasan konservasi laut secara terpadu dengan melibatkan seluruh stakeholders.

1. Publikasi; 2. Seri diskusi;

3. Seri lokakarya (daerah/pusat); 4. Konvensi MCA Network (Tingkat

Nasional/Internasional);

5. Penandatangan MoU antara Depaertemen, Lembaga/Instansi, NGO’s (lokal dan internasional), Organisasi Massa, dan stakeholders lainnya. Tentang pengelolaan MCA Network

Adanya kesepakatan pengelolaan kawasan konservasi

laut denan melibatkan beberapa stakeholeders setempat.

(53)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 4 PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT DENGAN MELAKUKAN PERLINDUNGAN TERHADAP SPESIES-SPESIES YANG DILINDUNGI DAN KERAGAMAN GENETIK. 1. Inventarisasi dan identifikasi spesies-spesies yang termasuk dalam Red Data Book IUCN yang ada di seluruh wilayah perairan Indanesia.

1. Identifikasi, inventarisasi dan pemantauan

2. Penelitian/Pengkajian/Pengembangan flora dan fauna;

3. Pembuatan peta penyebaran spesies spesifik;

Tersusunnya database pemetaan teradap spesies-spesies yang dilindungi termasuk dalam red data book IUCN

4. Pembuatan data base;

5. Publikasi kondisi ekologis dan biologis; 6. Penyusunan bentuk pengelolaan. 2. Pengkajian potensi dan

status spesies yang dilindungi undang-undang (Red Data Book IUCN) dalam pengembangan konservasi laut.

1. Identifikasi, inventarisasi dan pemantauan; 2. Penelitian/Pengkajian/Pengembangan; 3. Publikasi; 4. Pembinaan populiasi/restocking/reintroduksi; 5. Pembinaan habitat; Tersusunnya potensispesies-spesies yang dilindungi termasuk dalam red data book IUCN

3. Melakukan pemetaan

genetik 1. Optimalisasi/Pengadaan peralatan lab. untuk rekayasa genetik; 2. Identifikasi, inventarisasi dan

pemantauan;

3. Penelitian/Pengkajian/Pengembangan; 4. Pembinaan/Reintroduksi/Enrichment; 5. Pembinaan habitat;

Tersusunnya database pemetaan teradap spesies-spesies yang dilindungi termasuk dalam red data book IUCN

4. Melakukan perlindungan terhadap spesies-spesies langka dan spesies endemik.

1. Studi migratory species diperairan Indanesia;

2. Penguatan kelembagaan jaringan KKL; 3. Penyusunan bentuk

perundang-undangan.

Tersusunnya database pemetaan teradap spesies-spesies yang dilindungi termasuk dalam red data book IUCN

(54)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 5 PENINGKATAN KAPASIFAS KELEMBAGAAN DAN SUMBERDAYA MANUSIA PENGELOLA KONSERVASI LAUT, BAIK KONSERVASI KAWASAN MAUPUN KONSERVASI SPESIES DAN GENETIK. 1. Penyusunan, penyempurnaan dan penyebarluasan informasi mengenai peraturan perundangan dan tentang kawasan konservasi laut dan konservasi spesies dan genetik.

1. Identifikasi kesenjangan pada peraturan yang sudah ada rnelalui proses konsultasi dengan pihak-pihak terkait dan anggota legislatif.

2. Mengernbangkan prioritas untuk rnenyusun instrumen hukum, konsep perundangan dan peraturan yang berlaku.

3. Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penegakan hukum dengan pemerintah seternpat, instansi penegak hukum dan rnasyarakat lokal untuk rnengernbangkan sistern yang baik.

informasi pada seluruh segmen masyarakat mengenai peraturan yang berlaku, tentang pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi laut, konservasi spesies dan konservasi genetik. 2. Peningkatan kapasitas dun kapabilitas kelembagaan pemerintah daerah pengelola kawasan konservasi laut, spesies dan genetik di tingkat lokal.

1. Mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan membuat dan mensosialisasikan berbagai produk hukum dan turunannya dalam rangka pengernbangan dan pengelolaan konservasi laut.

Adanya kelembagaan yang kuat dalam pengelolaan kawasan konservasi laut di indonesia. 2. Restrukturisasi kelembagaan, fungsi dan

wewenang pemerintah daerah dalam pengembangan dan pengelolaan konservasi laut.

3. Membuat jaringan kerjasama antara pemerintah daerah dengan lembaga nasional, regional dan internasional yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan konservasi laut.

4. Mempersiapkan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan transformasi dan pengembangan IPTEK yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan konservasi laut daerah.

(55)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

3. Peningkatan kelembagaan daerah, masyarakat lokal, civil society organization dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi

1. Melakukan studi inventarisasi

kelembagaan daerah yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan konservasi laut.

Terbentuknya sistem kelembagaan yang kuat dalam pengelolaan KKL di Indonesia 2. Melakukan pengkajian terhadap proyeksi

pengembangan dan pembinaan kelembagaan pemerintan daerah dan masyarakat lokal.

3. Melakukan pelatihan dalam rangka menciptakan sinkronisasi kelembagaan, membangun sistem informasi, sistem dan mekanisme koordinasi yang jelas antara kelembagaan yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan konservasi laut di Indanesia. 4. Melakukan lokakarya nasional untuk

memperjelas fungsi dan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan dan pengelolaan konservasi laut di Indanesia.

STRATEGI 6 STRATEGI PENINGKATAN KERJASAMA DAN JARINGAN INTERNASIONAL 1. Meningkatkan

pemanfaatan yang terkait dengan pengelolaan KKL (seperti UNFCCC, World Heritage, dan CITES) dalam bentuk kerjasama program yang didasarkan pada implementasi Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

1. Focal Point Konvensi dibantu oleh Komite Nasional KKL melakukan koordinasi yang intensif dengan focal point-focal point konvensi internasional lainnya di tingkat nasional.

2. Komite Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KNKKL) bersama dengan focal point Konvensi lainnya secara rutin mengeluarkan informasi maupun panduan mengenai kerjasama dan harmonisasi isu pengelolaan KKL berkaitan dengan konvensi lainnya bagi para pemangku kepentingan.

Terdapat diskusi rutin dan konsultasi antara komite nasional kawasan konservasi laut dengan komite lain atau lembaga yang sejenis termasuk focal point konvensi

internasional lain untuk menghasilkan harmonisasi kegiatan pengelolaan di tingkat nasional dan daerah.

(56)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

2. Mengembangkan kerjasama bilateral, multilateral, regional, internasional dalam rangka peningkatan kemampuan pengelolaan KKL.

1. Melanjutkan kerjasama internasional yang telah dilakukan selama ini dengan menitikberatkan pada pengelolaan KKL yang memiliki keterkaitan dengan negara lain (lintas batas, spesies migrasi, polusi), tukar-menukar informasi dan keahlian, perdagangan, dan pembiayaan pengelolaan KKL.

2. Komite Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan tatacara pengelolaan kawasan konservasi dengan baik.

Terdapat peningkatan dukungan internasional yang signifikan baik jumlah maupun kualitas dalam kegiatan pengelolaan KKL terutama yang dilakukan berdasarkan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, termasuk kegiatan-kegiatan pemanenan dan perdagangan sumberdaya KKL secara bijaksana. 3. Meningkatkan koordinasi

di tingkat nasional dalam rangka membangun hubungan kerjasama regional dan internasional.

1. Komite Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut membangun hubungan komunikasi yang harmonis dan intensif dengan pemangku kepentingan di daerah mengenai isu-isu global dan

kemungkinan implikasinya ke daerah.

Setiap pemangku kepentingan utama di tingkat provinsi memiliki dan memahami isi dokumen SNPKKL. Setiap provinsi memiliki semacam focal point untuk Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut berkomunikasi dengan KNKKL terutama untuk engembangan kegiatan yang lebih harmonis menyangkut isu KKL global.

2. Melakukan inventarisasi terhadap seluruh stakeholder yang telah, sedang, dan akan melakukan kerjasama dengan mitra luar negeri.

3. Secara rutin melakukan komunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang memiliki kerjasama dengan mitra luar negeri mengenai pengelolaan KKL nasional.

(57)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 7 STRATEGI PEMBIAYAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT 1. Meningkatkan kepedulian pemerintah pusat maupun daerah dalam pengalokasian dana untuk kegiatan pengelolaan KKL.

1. Memastikan masuknya isu KKL dalam perencanaan pembiayaan kegiatan proyek pembangunan di pusat maupun daerah. 2. Memastikan kegiatan pengelolaan KKL

(yang sesuai dengan SNPKKL) dapat tercantum dalam anggaran pemerintah APBN/APBD, Dana Reboisasi, dan anggaran-anggaran lainnya.

Tersedianya alokasi dana untuk kegiatan pengelolaan KKL di APBN dan APBD Provinsi - provinsi yang memiliki Kawasan Konservasi Laut penting.

2. Meningkatkan keterlibatan pihak non pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan KKL.

1. Mengkomunikasikan prioritas

pengelolaan KKL dalam SNPKKL kepada pihak donor (swasta dan lembaga internasional) yang mungkin melakukan pembiayaan.

2. Meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai peluang dan prosedur pembiayaan pengelolaan KKL dari pihak non pemerintah,

Terdapat peningkatan signifikan alokasi dana swasta bagi usaha perlindungan KKL, dan meningkatnya jumlah maupun kualitas dukungan masyarakat internasional dalam pengelolaan KKL

3. Meningkatkan keterlibatan swasta dalam

pembiayaan pengelolaan KKL 3. Mengkaji dan mengembangkan kemungkinan pembebanan biaya pengelolaan KKL terhadap masyarakat pemanfaat KKL.

1. Mengembangkan dan menyebarluaskan prinsip pengguna membayar (User Pays Principle) dan pencemar membayar (Polluter Pays Principle).

Terdapat contoh-contoh yang berhasil dalam pembiayaan pengelolaan KKL yang diperoleh dari pemanfaatan jasa-jasa lingkungan di setiap provinsi.

2. Mengembangkan mekanisme pembagian biaya yang dapat diterima secara sosial untuk menutupi biaya pengelolaan KKL, seperti penerapan biaya untuk pemanfaatan sumberdaya air dan kegiatan pariwisata.

3. Mengembangkan mekanisme ”subsidi silang” antara kegiatan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan di suatu wilayah dengan pembiayaan perlindungan KKL di wilayah lain (misalnya antar wilayah hulu dan hilir).

(58)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

STRATEGI 8 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN, HUKUM, DAN PENINGKATAN PENTAATANNYA 1. Mengkaji serta mengembangkan hukum dan kebijakan yang mendukung upaya pengelolaan KKL secara berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh pemangku kepentingan

1. Melakukan kajian secara rutin melalui konsultasi publik, diskusi para ahli, dan mekanisme lainnya untuk memahami isu-isu terkini dalam upaya pengembangan hukum dan kebijakan.

2. Mengkaji ulang dan menjamin terpenuhinya berbagai standar mutu lingkungan yang telah ada, dan mengembangkan standar mutu lingkungan bagi kegiatan-kegiatan lain yang juga berkontribusi terhadap kerusakan KKL.

Terdapat upaya yang nyata (misalnya diskusi dan konsultasi) dalam mengharmoniskan implementasi hukum untuk meminimalkan perbedaan interpretasi dan mencegah munculnya kebijakan yang tidak produktif.

Terdapat kebijakan standar mutu lingkungan baru untuk mencegah kerusakan KKL yang memastikan masuknya pertimbangan valuasi ekonomi KKL secara menyeluruh dan peraturan lokal/tradisional yang terbukti efektif melindungi KKL.

3. Memperluas upaya valuasi ekonomi, analisis biaya dan manfaat, dan mekanisme valuasi KKL lainnya sebagai salah satu dasar kebijakan pengelolaan KKL.

4. Mengapresiasi peraturan lokal/tradisional yang mendukung pengelolaan KKL secara arif dan berkelanjutan.

(59)

Strategi Program Rencana Aksi Tolok Ukur

Jangka

Pendek Menengah Jangka Panjang Jangka

1-5 Tahun 5-10 Tahun 10-20 Tahun

2. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran para pemangku kepentingan agar melakukan pengelolaan berdasarkan hukum, kebijakan, dan kesepakatan yang berlaku di tingkat daerah, nasional, dan

internasional

1. Menyebarluaskan produk-produk hukum, kebijakan, dan kesepakatan pengelolaan KKL tingkat daerah, nasional, dan internasional kepada para pemangku kepentingan.

2. Menyelenggarakan pelatihan bagi para pemangku kepentingan mengenai metode pengembangan/penerapan kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan

pengelolaan KKL.

Setiap kebijakan tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkaitan dengan KKL telah didasarkan pada berbagai produk-produk hukum, kebijakan, dan kesepakatan yang berlaku baik di tingkat daerah setempat, nasional, maupun internasional.

3. Menegakkan hukum secara konsisten dan konsekuen

1. Memastikan penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam setiap perencanaan pengelolaan KKL. Serta memastikan terlaksananya Rencana/Upaya

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL atau UKL/UPL) pada saat proyek tersebut berjalan.

AMDAL KKL menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap perencanaan pengelolaan yang berkaitan dengan KKL. Menurunnya secara signifikan tingkat pelanggaran di bidang lingkungan hidup, terutama pelanggaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan KKL.

2. Meningkatkan pemahaman para penegak hukum mengenai produk-produk hukum yang berkaitan dengan pengelolaan KKL, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam upaya pentaatannya.

3. Mengembangkan advokasi mengenai kegiatan pengelolaan KKL secara arif dan berkelanjutan. STRATEGI 9 PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN KEPEDULIAN MENGENAI KKL 1. Meningkatkan kepedulian publik terhadap Kawasan Konservasi Laut.

1. Melanjutkan upaya penerbitan dan penyebarluasan materi mengenai konservasi dan pemanfaatan KKL secara arif dan bijaksana.

Terbitnya materi-materi pendidikan lingkungan berbasis keunikan daerah di tingkat provinsi untuk diintegrasikan kedalam kegiatan-kegiatan pengelolaan KKL.

2. Meningkatkan kerjasama dengan pelaku

pendidikan lingkungan formal, non formal, dan informal untuk memasukkan aspek KKL ke dalam program

Gambar

Gambar 4. Proses Pebentukan KKL Berdasarkan PHKA
Tabel 1.  Kriteria Kategori Kawasan Konservasi Laut Daerah Berdasar  DKP
Gambar  6.  Proses Pembentukan KKL Berdasarkan Masyarakat
Tabel 2., dibawah ini menunjukkan kriteria dalam membangun  jejaring antar kawasan konservasi laut di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk Tender Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi, dalam hal pengalaman pada subbidang usaha yang sesuai tidak dapat dibuktikan dari satu Kontrak, maka pembuktian pengalaman

Sedangkan genotipe yang memberikan indikasi beradaptasi spesifik terhadap lingkungan sawah irigasi teknis dengan hasil gabah di atas nilai reratanya adalah G17(P15).. Faktor

Faktor Risiko Atherosklerosis pada Kejadian Infark Miokard Akut dengan ST-segment Elevasi di RSUP Dr.. Kariadi ini dapat

dilakukan oleh penulis mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk peningkatan kinerja paada puskesmas desa daru?Dari hasil wawancara yang diperolah penulis, ia

Terkait hal tersebut maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengadopsi penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan di beberapa negara untuk dilakukan

Garvie mengatakan pada Reuters Health, “menghasilkan peningkatan dalam pilihan rejimen pengobatan dan akses terhadap terapi yang lebih manjur untuk anak-anak yang sebelumnya

Dengan mengamati bahwa hasil dekomposisi termal suatu bahan oleh panas hanya berupa senyawa sederhana, maka bisa diharapkan bahwa adanya senyawa ketiga (mungkin

Agar pembangunan fisik kota dapat lebih terarah sesuai dengan penataan ruang, kepada masyarakat sebelum membangun atau mendirikan bangunan dapat meminta penjelasan- penjelasan