• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

1

1. Pendahuluan

Kehidupan manusia jelas berciri sosial. Kecuali dalam contoh-contoh yang terbilang langka, manusia menjalani hidupnya di dalam kebersamaan dengan sesamanya, dan bahkan dalam kesendirian sekalipun ia membawa kenangan dan imajinasi tentang orang-orang lain yang mempengaruhi pikiran dan tindakannya (Ritzer, 2013, halaman 233). Singkatnya, manusia itu hidup bersama manusia lainnya membentuk kelompok.

Kelompok merupakan inti dari kehidupan dalam masyarakat (Henslin, 2006, halaman 120). Hampir setiap aktivitas individu anggota masyarakat dilakukan dalam kelompok. Bahkan, bagi banyak orang, terputusnya hubungan dengan seluruh jaringan kelompok secara total bermakna sama dengan sebuah hukuman mati. Kita menjadi “diri kita” melalui keanggotaan kita dalam kelompok. Cara berfikir, cara berperasaan, dan cara bertindak yang akhirnya menjadi identitas kepribadian kita, dibentuk melalui kelompok, atau tepatnya berbagai kelompok di mana kita menjadi anggotanya, atau kelompok yang kita jadikan rujukan. 2. Klarifikasi Istilah Kelompok

Dalam kajian ini, yang paling pertama kita lakukan adalah mengklarifikasi istilah kelompok. Dalam pengetian sehari-hari (amic view) kita menggunakan istilah kelompok untuk banyak hal yang dalam studi sosiologi belum tentu memenuhi syarat untuk disebut kelompok. Dengan kata lain, dalam konsep sosiologi (ethic view), tidak semua agregasi atau pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok.

Istilah kelompok pun memiliki makna yang bermacam-macam. Horton dan Hunt paling tidak mengemukakan empat macam pengertian kelompok. Pertama, kelompok sebagai setiap kumpulan manusia secara fisik, misalnya sekelompok orang yang sedang menunggu [bus, lampu hijau traffic light menyala, dibukanya loket, dan sebagainya]. Dalam pengertian demikian, kelompok itu tidak memiliki ikatan kebersamaan apa-apa, kecuali jarak fisik yang dekat. Banyak ahli sosiologi menyebut kumpulan yang demikian sebagai agregasi atau kolektivitas.

Pengertian yang kedua, kelompok adalah sejumlah orang yang memiliki persamaan ciri-ciri tertentu. Misalnya kaum pria, kaum lanjut usia, anak-anak balita, para jutawan, para perokok, pengguna facebook, dan sebagainya. Istilah yang tepat –menurut Horton dan Hunt—untuk yang demikian ini sebenarnya adalah kategori saja, bukan kelompok.

Pengertian ketiga, kelompok merupakan sejumlah orang yang memiliki pola interaksi yang terorganisasi dan terjadi secara berulang-ulang. Batasan ini tidak mencakup segenap pertemuan yang terjadi secara kebetulan dan bersifat sementara, misalnya antrean orang-orang yang membeli tiket menonton pertandingan sepak bola atau pertunjukan musik.

BAB

1

PEMBENTUKAN KELOMPOK

SOSIAL

Kompetensi Dasar:

3.1 Memahami tinjauan Sosiologi dalam mengkaji pengelompokan sosial dalam masyarakat 4.1 Melakukan kajian, pengamatan dan diskusi tentang pengelompokan sosial dengan

(2)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

2

Termasuk dalam pengertian yang ketiga ini adalah keluarga, klik persahabatan, klub sepakbola, organisasi remaja masjid, organisasi pemuda gereja, persatuan wartawan, dan sebagainya.

Pengertian keempat (Horton dan Hunt cenderung menggunakan ini), kelompok adalah setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Dengan menggunakan definisi ini, maka dua orang atau lebih yang berada di suatu tempat dan sedang menunggu bus tidak dapat disebut sebagai kelompok. Namun, jika mereka kemudian mengadakan percakapan, atau interaksi dalam bentuk apapun, termasuk berkelahi, maka kumpulan orang itu berubah menjadi kelompok.

Sebuah ilustrasi.

Sebuah bus yang penuh dengan penumpang; apakah menjadikan kumpulan penumpang dalam bus tersebut sebagai kelompok? Bayangkan apabila kemudian para penumpang bus itu mengalami ancaman, misalnya ada seorang pembajak di antaranya? Atau kemudian di antara pemuda dan pemudi yang merupakan bagian dari penumpang itu mulai saling tertarik dan kemudian berinteraksi? Renungkan, mungkinkah orang-orang dalam bus itu akhirnya menjadi kelompok?

Kriteria Kelompok

Robert Biersted seperti dikutip oleh Kamanto Soenarto dalam bukunya Pengantar Sosiologi, mengemukakan tiga kriteria untuk menganalisis kelompok, yaitu: (1) ada atau tidaknya kesadaran bahwa mereka memiliki jenis atau karakteristik yang sama, (2) ada atau tidaknya interaksi di antara orang-orang di dalamnya, dan (3) ada atau tidaknya organisasi atau ketentuan-ketentuan formal yang mengatur aktivitas-aktivitas dalam kelompok, misalnya tentang rekruitmen anggota, dan proses-proses yang lainnya.

Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4) kelompok statisik.

Asosiasi

Asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal terdiri atas orang-orang yang memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, ada hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.

Kelompok sosial (Social Groups)

Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai kelompok sosial.

Kelompok kemasyarakatan (Societal Groups)

Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups).

Misalnya kelompok laki-laki, kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesama perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.

Kelompok statistik

Bentuk terakhir dari kelompok adalah kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut Biersted. Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10 tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.

(3)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

3

3. Mengapa manusia berkelompok?

Pada pembahasan terdahulu telah dibicarakan bahwa manusia tidak seperti binatang yang dapat hidup mengandalkan naluri atau instinknya. Agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, manusia harus belajar dan menggunakan kemampuan berfikirnya. Hampir semua kebutuhan hidup manusia tidak dapat dipenuhi tanpa kehadiran atau keterlibatan orang lain. Karena itulah, manusia hidup dalam kelompok.

Sebelum lebih lebih lanjut tentang macam-macam kelompok, berikut ini akan dikemukakan beberapa dasar pembentukan kelompok, yaitu

a. Teritorial (wilayah geografik): misalnya komunitas/masyarakat setempat: RT/RW. Desa, Kab/Kota, Provinsi, dan Negara Bagian, Negara),

b. Hubungan darah/keturunan (geneaologis): misalnya keluarga inti, keluarga luas/trah, klan/marga, dan sebagainya, dan

c. Kepentingan atau dapat juga minat, perhatian, keyakinan, atau ideologi yang sama (semuanya dapat disbeut sebagai interest): sekolah, kelompok arisan, kelompok profesi, kelompok politik, ekonomi, pemerhati budaya, dan sebagainya.

4. Macam-macam Kelompok

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, agaknya dapat diambil beberapa poin penting sebagai syarat-syarat suatu pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok, yaitu a. Setiap individu harus merupakan bagian dari kesatuan sosial,

b. terdapat hubungan timbal-balik di antara individu-individu yang tergabung dalam kelompok,

c. adanya faktor-faktor yang sama dan dapat memperat hubungan mereka yang tergabung dalam kelompok, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, tempat tinggal yang sama, dan sebagainya,

d. memiliki struktur atau kaidah, sehingga memiliki pola yang teratur tentang perilaku, dan e. bersistem dan berproses.

Kelompok yang paling sederhana mungkin adalah keluarga. Atau mungkin sebuah dyadic group (kelompok diadik/dua-an), misalnya orang yang berpacaran. Orang-orang dalam suatu keluarga ataupun orang-orang yang berpacaran merupakan kelompok yang hampir setiap orang memiliki atau mengalaminya. Dalam kelompok yang disebut keluarga, atau orang yang berpacaran, memenuhi persyaratan untuk disebut kelompok, seperti disebut di depan.

Macam kelompok dalam keluarga, mulai dari keluarga inti/batih, keluarga luas: bisa trah dalam masyarakat bilateral (menganut perhitungan garis keturunan dari ayah dan ibu), atau klen (semacam trah dalam masyarakat yang menganut sistem unilineal, patrilineal atau matrileneal, kadang disebut marga).

Untuk keluarga inti atau batih, pada umumnya masih dapat memenuhi lima syarat tersebut, tetapi kalau keluarga luas, trah atau klen/marga, dapat jadi sudah sekedar memiliki ciri yang sama, yang terkadang juga tidak disadari.

4.1 Kelompok dalam Klasifikasi Merton

Robert K. Merton menjelaskan kelompok sebagai a number of people who interact with another in accord with established patterns (sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan).

Kelompok tidak sama dengan kolektiva (collectivities), yaitu sejumlah orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan. —Kelompok tidak sama dengan kategori sosial (social

(4)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

4

categories), himpunan peran yang mempunyai ciri sama, misalnya jenis kelamin atau usia. Dalam kategori sosial tidak terdapat interaksi.

4.2 Kelompok dalam Klasifikasi Emmile Durkheim

Durkheim membedakan antara kelompok yang menganut solidaritas mekanik dan kelompok yang menganutsolidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan ciri pada masyarakat yang masih sederhana di mana masing-masing anggota dapat menjalankan peran yang dilakukan oleh orang lain (difusseness: bersifat umum dan serba meliputi), sehingga tidak ada spesialisasi atau pembagian kerja. — Solidaritas organik merupakan ciri pada masyarakat modern/industri/kota/kompleks di mana masing-masing anggota memiliki fungsi dan peran yang khusus dalam hal tertentu saja. Dalam solidaritas organik terdapat kesalingtergantungan antar-bagian/anggota dalam kelompok.

4.3 Klasifikasi Ferdinan Tönnies

Tönnies membedakan antara “Gemeinschaft” dengan Gesellschaft”. Gemeinschaft merupakan hubungan-hubungan yang all intimate, private, and exclusive living together … is understood as life in Gemainschaft (community).

Terdapat 3 macam Gemainschaft: (1) by blood, (2) of place, dan (3) of mind.

Gesselschaft (society) is public life, bersifat sementara (kontraktual), berdasarkan kepentingan tertentu, dan bersifat semu.

Tönnies juga menggunakan istilah kelompok mekanik dan organik, tetapi dengan makna yang berbeda dari Durkheim. Bagi Tönnies, gemainschat merupakan kelompok organik, sedangkan gesselschaft merupakan kelompok mekanik.

4.4 Klasifikasi Charles Horton Colley

Colley menjelaskan tentang primary group (kelompok primer), yaitu kelompok yang ditandai oleh pergaulan dan kerjasama face to face (tatap muka) yang intim (menjamin kesejahteraan emosional). Contohnya: keluarga, teman bermain pada anak kecil, geng, rukun warga serta komunitas pada orang dewasa.

Kondisi fisik kelompok primer: (1) tidak cukup hanya hubungan saling mengenal saja, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa anggota-anggotanya secara fisik harus berdekatan, (2) jumlah anggotanya harus kecil, sehingga mereka dapat saling kenal dan saling tatapmuka, (3) hubungan di antara anggota-anggotanya relatif permanen.

Sifat-sifat hubungan primer: (1) kesamaan tujuan, masing-masing anggota mempunyai tujuan dan sikap yang sama, sehingga masing-masing rela berkorban untuk kepentingan anggota kelompok lainnya, (2) hubungan primer bersifat sukarela, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan merasa tidak ada tekanan-tekanan melainkan kebebasan, (3) hubungan primer melekat pada kepribadian orang, sehingga tidak dapat digantikan oleh yang lain, dan hubungan berlangsung di segenap aspek kepribadian, termasuk perasaan.

Kelompok sekunder lebih besar daripada kelompok primer, lebih bersifat anonim, lebih formal, dan lebih tidak mempribadi (personal). Pada umumya kelompok sekunder didasarkan pada kepentingan, dan berinteraksi atas dasar status sepesifik, misalnya kelompok berdasarkan profesi, partai politik, organisasi siswa, organisasi mahasiswa, dll. Berbagai cara orang memperoleh pendidikan, mencari nafkah, dan menggunakan uang atau waktu luang cenderung melibatkan kelompok sekunder.

Walaupun demikian, kelompok primer juga sering dijumpai dalam kelompok sekunder. Meskipun kelompok sekunder penting bagi kehidupan masa kini kita, tetapi kelompok sekunder sering gagal dalam memberikan kesejahteraan emosional (terkait kebutuhan akan ikatan-ikatan intim/perasaan). Oleh karena itu, kelompok sekunder cenderung terbagi-bagi

(5)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

5

ke dalam kelompok primer. Maka: di sekolah dan di tempat kerja orang-orang menjalin persahabatan.

4.5 Klasifikasi Sumner: ingroup dan outgroup

Sumner menyatakan bahwa di antara anggota INGROUP dijumpai persahabatan, kerjasama, keteraturan, dan kedamaian. Istilah lain: fraksi intern, qliques/klik. Sedangkan terhadap OUTGROUP dijumpai adanya antogonisme, berupa kebencian, permusuhan, bahkan perampokan, pembunuhan, ataupun perang.

4.6 Robert K Merton: kelompok membership dan reference.

Membership group: merupakan kelompok di mana seseorang secara fifik tercatat sebagai anggota. Reference group/ kelompok acuan merupakan kelompok yang menjadi ukuran (acuan) bagi seseorang yang bukan anggota kelompok untuk membentuk pribadi dan perilakuannya. Seorang anggota partai politik tertentu yang perolehan suara dalam pemilu memenuhi untuk menjadi anggota DPR, akhirnya menjadi anggota DPR. Secara fisik ia tercatat sebagai anggota DPR, sehingga DPR merupakan membership group baginya. Tetapi rujukan perilaku, bahkan jiwa dan pikirannya tetap terikat oleh partai, maka PARPOL di mana ia berasal merupakan reference group baginya.

Robert K Merton, membedakan dua macam reference group (1) tipe normatif (normative), dan (2) tipe perbadingan (comparison). Tipe normatif merupakan sumber nilai, dan tipe perbandingan merupakan rujukan untuk memberikan status kepada seseorang/kelompok. 4.7 Klasifikasi Weber: Kelompok formal dan informal

Kelompok formal, atau biasanya disebut sebagai perkumpulan formal atau asosiasi merupakan kelompok yang memiliki struktur organisasi dan tata cara tertulis untuk mengatur aktivitas para anggotanya, misalnya bagaimana rekrutmen anggota harus dilakukan, hak dan kewajiban anggota, prosedur operasi standard, dan sebagainya, yang semuanya dimaksudkan untuk tercapainya tujuan kelompok secara efektif dan efisien. Contohnya adalah sebuah birokrasi, yang ciri-cirinya antara lain

a. Tugas-tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas jabatan

b. Tanggung jawab dan posisi dalam organisasi merupakan bagian dari hirarkhi struktur wewenang, bisasanya berbentuk piramida

c. Memiliki mekanisme atau prosedur pengambilan keputusan dan pelaksanaannya d. Memiliki staf administrasi yang memelihara organisasi khususnya keteraturan

komunikasi dengan dokumen tertulis e. Bersifat impersonal

f. Bersifat kedinasan g. Jenjang karier h. berkesinambungan

Sedangkan kelompok informal tidak memiliki struktur organisasi tertentu, walaupun dalam praktiknya dapat memiliki pemimpin, dan bersifat personal. Anggota kelompok saling mengenal secara pribadi. Biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang, yang fungsinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial seperti berkawan/persahabatan, kasih-sayang, perhatian, tetapi juga dapat berfungsi untuk pembinaan dan pendidikan atau sosialisasi.

Suatu gejala yang menarik adalah adanya keterkaitan antara KELOMPOK FORMAL dengan INFORMAL, bahwa dalam KELOMPOK FORMAL dapat terbentuk KELOMPOK INFORMAL, dan nilai serta aturan kelompok informal dapat bertentangan dengan kelompok formal.

(6)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

6

4.8 Kelompok Tidak Teratur

Beberapa kelompok tidak teratur dapat disebut di sini: kerumunan (crowd), massa, dan public. Beberapa yang lain mungkin jejaring sosial (social networks).

4.8.1 Kerumunan (crowd)

Kerumunan (crowd) merupakan bentuk kelompok teratur, dengan ciri-ciri:

a. Ukuran utama kerumunan adalah kehadiran orang secara fisik (berkumpul pada range sejauh mata melihat dan telinga mendengar)

b. Tidak terorganisasi, tetapi dapat mempunyai pemimpin c. Identitas seseorang tenggelam dalam kerumunan

d. Sifatnya spontan dan sementara, kerumunan akan bubar dengan perginya orang-orang dari kerumunan

e. Tidak memiliki alat pengendalian sosial, norma yang berlaku besifat permukan Tipe-tipe kerumunan

a. Khalayak penonton (pendengar formal/formal audience)

Kerumunan demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop, pengunjung khotbah agama, dsb.

b. Kelompok ekspresif yang direncanakan (planned expressive group)

Kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta c. Kumpulan orang yang kurang menyenangkan (inconvinent aggregations)

Dalam kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.

d. Kumpulan orang-orang yang panik (panic crowd)

Ialah kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya pengungsi

e. Kerumunan penonton (spectator crowd)

Yaitu kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa

tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak terencana

f. Lawless crowd

Yaitu kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs, yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoralcrowd,

seperti formal audience, tetapi bersifat menyimpang. 4.8.2 Massa

Massa merupakan kelompok tidak teratur yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan kerumunan, tetapi terbentuknya disengaja atau direncanakan dengan persiapan (tidak spontan). Misalnya aksi protes/demontrasi, orang-orang yang mengikuti kegiatan tertentu, seperti sepeda gembira

4.8.3 Publik

Publik merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi tidak langsung melainkan melalui alat-alat komunikasi, seperti radio, televisi, internet, film, dsb. Alat-alat komunikasi menjadikan publik sebagai kelompok semu yang sangat besar, meskipun tidak merupakan kesatuan. Dasar ikatan publik dapat berupa nilai-nilai sosial atau tradisi tertentu

(7)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

7

Jika Anda adalah anggota dari sebuah kelompok besar, mungkin akan menjalin hubungan yang teratur dengan “beberapa orang “ dari kelompok tersebut. Kaitan antara orang-orang dengan orang-orang dalam klik mereka, keluarga, teman, kenalan, termasuk juga “temannya teman”, dalam studi sosiologi disebut social networks (jejaring sosial). Suatu jejaring sosial dapat dibayangkan dengan garis-garis yang menjulur keluar dari diri Anda, yang secara bertahap semakin mencakup banyak orang.

Para perwira intelejen AS menggunakan analisis social networks untuk penangkapan Sadam Hussein. Perwira-perwira itu menyusun “people map”, dengan foto SH di pusat sasaran dan foto-foto orang dekat SH di sekitarnya, ada yang di lingkaran dalam (intim) dan luar. Informasi keberadaan SH diperoleh dari orang-orang yang berada di luar lingkaran intim, karena orang-orang di dalam lingkaran intim akan menyimpan rahasia.

4.9 Komunitas = Masyarakat Setempat

Komunitas memiliki sejarah perdebatan yang panjang dalam sosiologi. Pada kehidupan sehari-hari, konsep komunitas digunakan untuk menyatakan ide mengenai pengalaman umum dan kepentingan bersama. Sekarang ini, pengertian popular dari komunitas meninggalkan pengertian tradisionalnya yang terkait dengan lokalitas dan lingkungan bersama, tetapi juga ide-ide solidaritas dan hubungan antara orang-orang yang memiliki karakteristik sosial dan identitas yang sama, misalnya komunitas kulit hitam, atau bahkan komunitas waria atau gay.

Dalam pengertian aslinya, komunitas merupakan bagian masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah (geografik) dengan batas-batas tertentu dengan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya daripada interaksi mereka dengan orang-orang dari luar wilayah (Robert mciver dan Charles Horton Page) Satuan sosial yang disebut komunitas memiliki dua dasar utama, yaitu: (1) Lokalitas: satuan wilayah (geografik), dan (2) Community sentiment: perasaan saling dekat engan orang-orang yang sekomunitas. Lokalitas menunjuk pada wilayah dalam arti geografik, bahwa interaksi di antara para anggota-anggotanya cenderung lebih besar dan intensif dengan orang-orang yang berada dalam wilayahnya daripada dengan orang-orang yang berada di luar wilayahnya.

Sedangkan, community sentiment menunjuk pada adanya perasaan sekomunitas yang unsur-unsurnya, adalah (1) seperasaaan, unsur ini muncul akibat dari warga komunitas mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang yang ada di dalam komunitas, sehingga muncul kelompok kami dan perasaan kami yang pada giliran berikutnya memunculkan altruisme, kepentingan-kepentingan diri diselaraskan dengan kepentingan komunitas), (2) Sepenanggungan, setiap individu sadar akan perannya dalam kelompok, dan (3) Saling memerlukan, bahwa individu satu memerlukan individu lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Sebagai mana telah dikemukakan di depan, bahwa penggunaan istilah komunitas dalam masyarakat berkembang menjadi tidak hanya untuk satuan sosial dengan kategori utama kesatuan wilayah, tetapi juga kesukaan (hobi), minat dan perhatian yang sama, dll. Faktor utamanya: hubungan yang lebih dekat/interaksi yang lebih besar di antara para anggota-anggotanya

4.10 Kelompok Formal (Asosiasi)

Terakhir akan disampaikan tekanan pengertian tentang kelompok formal atau asosiasi, agar para siswa mudah membedakannya dengan kelompok sosial.

(8)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

8

Kelompok Sosial

Perkumpulan (asosiasi)

1. Kelompok primer Perkumpulan sekunder

2. Gemainschaft Gesellschaft

3. Hubungan familistik Hubungan kontraktual 4. Dasar organisasi adat Dasar organisasi buatan 5. Pimpinan berdasarkan

kewibawaan/charisma Pimpinan berdasarkan wewenang dan hukum 6. Hubungan berasas perorangan Hubungan berasas guna/kepentingan dan anonim Robert M.Z. Lawang mengemukakan ciri-ciri organisasi formal (asosiasi) sebagai berikut: (1) bersifat persistent (tetap/terus menerus),

(2) memiliki identitas kolektif yang tegas, (3) memiliki daftar anggota yang rinci,

(4) memiliki program kegiatan yang terus menerus, dan (5) memiliki prosedur keanggotaan.

Rujukan:

1. Agus Santosa. 2010. Seri Bimbingan Belajar: Sukses Ujian Sosiologi. Bogor: PT Yudhistira

2. George Ritzer. 2013. Sosiologi (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3. Henslin, James M. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga.

4. Horton, Paul B, dan Hunt Chester L. 1984. Sosiologi Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

5. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (Ed). 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

6. Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Yasayan penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

7. Soerjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Revisi 1987. Jakarta: Rajawali Pers.

(9)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

9

1. Definisi atau Batasan Sosiologis mengenai Permasalahan Sosial

Sama dengan gejala-gejala sosial lainnya, permasalahan sosial merupakan gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat adanya interaksi sosial di antara para warga masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan atau kepentingan dalam hidupnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa interaksi sosial dalam masyarakat dapat berlangsung mendekatkan (asosiatif) atau pun menjauhkan (disosiatif). Kalau interaksi sosial yang bersifat asosiatif menghasilkan gejala-gejala sosial yang normal sehingga dalam masyarakat terjadi keteraturan sosial, interaksi sosial disosiatif menghasilkan gejala-gejala abnormal atau gejala-gejala yang sifatnya patologis sehingga masyarakat mengalami ketidakteraturan sosial dalam bentuk disorganisasi atau disintegrasi sosial.

Gejala-gejala abnormal itu terjadi karena unsur-unsur dalam masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehinga menciptakan kekecewaan-kekecewaan atau kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan hidupnya. Gejala demikian dapat menimbulkan penderitaan pada sebagian besar warga masyarakat.

Dalam kajian Sosiologi, gejala-gejala abnormal demikian dinamakan masalah sosial. Tentu para siswa sudah tidak asing dengan pengertian masalah, bahwa masalah adalah gejala-gejala yang terjadi (das sein) tidak sebagaimana yang diharapkan (das sollen) oleh sebagian besar warga masyarakat. Masalah tersebut disebut sosial karena berhubungan dengan hubungan di antara warga masyarakat dan menyangkut tentang nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan (pranata atau institusi sosial).

Apa bedanya masalah sosial dengan perilaku menyimpang? Apakah bunuh diri (suicide), perceraian, penyalahgunaan narkotika, perjudian, banyaknya gelandangan di kota-kota besar, dan semacamnya merupakan masalah sosial? Berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di sebagian besar warga masyarakat, perilaku-perilaku tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan melanggar norma-norma sosial. Maka gejala-gejala tersebut dapat dikategorikan sebagai gejala yang menyimpang. Tetapi apakah gejala-gejala tersebut membahayakan kehidupan kelompok atau masyarakat, menyebabkan terjadinya kepincangan dalam ikatan-ikatan sosial, atau menghambat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok warga masyarakat sehingga menimbulkan keresahan sosial (social unrest)? Pertanyaan-pertanyaan ini digunakan untuk menjawab apakah suatu gejala sosial merupakan permasalahan sosial atau bukan.

BAB

2

PERMASALAHAN SOSIAL DALAM

MASYARAKAT

Kompetensi Dasar:

3.2 Mengidentifikasi berbagai permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat

4.2 Melakukan kajian, pengamatan dan diskusi mengenai permasalahan sosial yang muncul di masyarakat

(10)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

10

Sumber gambar: http://www.fahdisjro.com/2014/09/permasalahan-sosial.html (Minggu, 5 Oktober 2015, pukul 07.38)

Apakah sempitnya lapangan kerja merupakan masalah sosial? 2. Ukuran-ukuran Sosiologis terhadap Masalah Sosial

Dalam menentukan apakah suatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat (masalah masyarakat) merupakan permasalahan sosial atau bukan, beberapa ukuran yang digunakan adalah

a. Kriteria utama

Kriteria utama masalah sosial adalah terjadinya ketidaksesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan atau tindakan-tindakan sosial, dengan kata lain adanya kepincangan-kepincangan antara anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi dalam kenyataan pergaulan hidup. Hanya saja, tidak ada ukuran yang pasti sejauhmana kepincangan yang terjadi itu dapat diklasifikasikan sebagai permasalahan sosial atau bukan, sangat tergantung pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan kepekaan masyarakat atas hal tersebut. Ukuran umum yang dipakai adalah apakah gejala tersebut tersebut (telah) menimbulkan social unrest atau tidak (belum).

b. Sumber

Pada awalnya, masalah sosial dibatasi pada masalah yang bersumber dari gejala-gejala sosial, tidak saja perwujudannya yang bersifat sosial, tetapi harus juga bersumber dari kondisi-kondisi dan proses-proses sosial. Hal demikian tidak memuaskan pada banyak ahli Sosiologi, karena kepincangan-kepincangan yang bersumber dari gempa bumi, banjir, letusan gunung api, mewabahnya suatu penyakit, dan semacamnya tidak dapat disebut sebagai permasalahan sosial. Dapat saja kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh gagalnya panen. Akhirya sumber permasalahan sosial tidak dibatasi pada kondisi-kondisi dan proses-proses sosial saja, tetapi yang palin pokok adalah gejala-gejala tersebut menimbulkan masalah sosial.

(11)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

11

c. Pihak yang menentukan suatu masalah merupakan masalah sosial atau bukan

Barangkali dapat dinyatakan bahwa orang banyaklah yang berhak menentukan suatu masalah merupakan masalah sosial atau bukan. Tetapi segolongan orang yang berkuasa (elite) pun dapat menentukannya, karena golongan tersebut walaupun jumlahnya sedikit memiliki kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar dari orang-orang lain untuk membuat dan menentukan kebijakan sosial. Tidak mudah dibayangkan apabila setiap orang harus menentukan sendiri nilai-nilai atau ukuran-ukuran tertentu kemudian dilebur menjadi satu pendapat. Terdapat stratifikasi, diferensisasi, dan juga kepentingan-kepentingan, sehingga jika hal tersebut dilakukan akan timbul berbagai konflik kepentingan. Seorang sosiolog atau pihak yang berwenang mengambil keputusan/kebijakan harus bisa menangkap sikap-sikap masyarakat, karena sebenarnya sikap-sikap masyarakat itu sendirilah yang menentukan suatu masalah merupakan masalah sosial atau bukan.

d. Permasalahan sosial manifest dan laten

Permasalahan sosial manifest adalah permasalahan sosial yang memang dianggap masalah oleh masyarakat. Namun, ada masalah-masalah sosial yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat tetapi tidak diakui bahwa hal tersebut merupakan masalah. Yang demikian disebut sebagai permasalahan sosial latent.

e. Perhatian masyarakat terhadap permasalahan social

Suatu kejadian yang merupakan permasalahan sosial belum tentu mendapat perhatian oleh masyarakat, sebaliknya kejadian yang mendapat perhatian penuh oleh masyarakat belum tentu merupakan masalah sosial. Tingginya tingkat pelanggaran lalu lintas oleh masyarakat mungkin tidak banyak mendapat perhatian masyarakat, tetapi kecelakaan kereta api yang memakan korban banyak jiwa mendapatkan perhatian penuh masyarakat. Perhatian masyarakat atas masalah sosial dipengaruhi antara lain oleh (1) jarak sosial, jarak sosial yang dekat lebih mampu menimbulkan simpati masyarakat, (2) manifest social problems lebih mendapat perhatian dari masyarakat daripada latent social problems, karena yang pertama masyarakat memiliki keyakinan akan mampu mengatasinya, sedang yang kedua masyarakat merasa tidak berdaya untuk mengatasinya.

3. Klasifikasi Masalah Sosial dan Sebab-sebabnya

Soerjono Soekanto mengklasifikasikan permasalahan sosial menurut faktor-faktor yang menjadi sumbernya, yaitu

a. Faktor ekonomi, misalnya kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya b. Faktor Biologis, misalnya penyakit menular

c. Faktor Biopsikologis, misalnya neurosis, disorganisasi jiwa, bunuh diri, dan sebagainya d. Faktor Kebudayaan, misalnya perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik ras,

konflik etnis, konflik keagamaan, terorisme, dan sebagainya.

Klasifikasi lainnya didasarkan pada kepincangan-kepincangan yang terjadi karena warisan fisik (misalnya masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya alam), warisan biologis (misalnya bertambah dan berkurangnya penduduk, migrasi, dan sebagainya) dan warisan sosial dan kebijakan sosial (misalnya depresi, pengangguran, hubungan minoritas dengan mayoritas, pendidikan, politik, pelanggaran hokum, agama, pengisian waktu luang, perencanaan sosial, dan sebagainya).

4. Beberapa Masalah Sosial Penting

Masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat ada bermacam-macam, seperti kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, peperangan, pelanggaran terhadap norma-norma sosial, seperi pelacuran, delinkuensi anak-anak, alkoholisme, penyimpangan seksual, berbagai masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, birokrasi, dan sebagainya. Tidak mungkin semua dibahas di kelas XI

(12)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

12

ilmu-ilmu Sosial, hanya beberapa dari berbagai masalah tersebut yaitu kemiskinan, kejahatan, kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidak-adilan.

4.1Kemiskinan

Kemiskinan (poverty) merupakan suatu keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental dan fisiknya.

Pada masyarakat sederhana, kemiskinan bukanlah merupakan masalah sosial, karena masyarakat tersebut beranggapan bahwa keadaan mereka sudah merupakan takdir, sehingga tidak ada upaya-upaya untuk mengatasinya. Kemiskinan baru merupakan masalah sosial ketika ditetapkannta taraf hidup.

Pada masyarakat modern, kemiskinan merupakan masalah sosial, karena sikap masyarakat yang tidak menginginkan adanya keadaan tersebut. Miskin dalam masyarakat kota tidak selalu berarti kurang makan, pakaian, atau perumahan, melainkan karena kondisi ekonominya tidak dapat cukup untuk memenuhi taraf hidup. Macam-macam kemiskinan

a. Menurut jenisnya, terdapat tiga jenis kemiskinan, yaitu

1) Kemiskinan relatif, yaitu kemiskinan yang terjadi karena perbandingan di antara kelas ekonomi dalam masyarakat

2) Kemiskinan subjektif, yaitu kemiskinan menurut perasaan individu

3) Kemiskinan absolut, merupakan kemiskinan yang terjadi ketika tingkat hidup seseorang tidak memungkinnya untuk dapat memenuhi keperluan-keperluan hidupnya yang mendasar, sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Yang dimaksud kebutuhan hidup mendasar adalah kebutuhan hidup yang diperlukan agar dapat hidup layak, seperti pangan (makanan), sandang (pakaian), papan (rumah tempat tinggal), kesehatan, dan pendidikan.

Di antara kebutuhan-kebutuhan tersebut yang paling mendasar adalah pangan. Jika tingkat nutrisi dan gizi konsumsi pangan seseorang rendah, maka berdampak pada rendahnya harapan hidup dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Atas dasar hal tersebut, Prof. Sayogya menentukan garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan gizi menimal yang diperlukan oleh rata-rata setiap orang. Dari penelitiannya, ditentukan garis kemiskinan adalah tingkat konsumsi per kapita per tahun yang setara dengan 240 kg beras di perdesaan dan 360 kg beras di perkotaan. IMF menetapkan garis kemiskinan pada pendapatan per kapita US D 50 di perdesaan dan US D 75 di perkotaan (1974).

Garis tersebut dinilai banyak orang adalah garis pada keadaan yang sangat miskin, sehingga dalam perkembangannya, Kementerian dalam negeri pernah menggunakan ukuran sembilan bahan pokok (sembako), atau yang sekarang dikenal dengan Upah Minimum Propinsi, dengan asumsi kemampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum bagi sebuah keluarga yeng terdiri atas seorang suami, seorang isteri, dan dua orang anak.

Upah Minimum Beberapa Propinsi di Indonesia 2014

NO. PROVINSI UMP

2013 (Rp) 2014 (Rp) 2015 (Rp) 1 NANGGROE ACEH D 1,550,000 1,750,000 1,900,000 2 SUMATERA UTARA 1,375,000 1,505,850 1,625,000 3 SUMATERA BARAT 1,350,000 1,490,000 1,615,000 4 RIAU 1,400,000 1,700,000 1,875,000 5 KEPULAUAN RIAU 1,365,087 1,665,000 1,954,000 6 JAMBI 1,300,000 1,502,300 1,710,000 7 SUMATERA SELATAN 1,350,000 1,825,600 1,974,000 8 BANGKA BELITUNG 1,265,000 1,640,000 2,100,000

(13)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

13

NO. PROVINSI UMP

2013 (Rp) 2014 (Rp) 2015 (Rp) 9 BENGKULU 1,200,000 1,350,000 1,500,000 10 LAMPUNG 1,150,000 1,399,037 1,581,000 11 JAWA BARAT 850,000 1,000,000 2,987,000 *) 12 DKI JAKARTA 2,200,000 2,441,301 2,700,000 13 BANTEN 1,170,000 1,325,000 1,600,000 14 JAWA TENGAH 830,000 910,000 1,685,000 *) 15 DI YOGYAKARTA 947,114 988,500 1,302,500 *) 16 JAWA TIMUR 866,250 1,000,000 2,710,000 *) 17 BALI 1,181,000 1,542,600 1,621,000 18 N T B 1,100,000 1,210,000 1,330,000 19 N T T 1,010,000 1,150,000 1,250,000 20 KALIMANTAN BARAT 1,060,000 1,380,000 1,560,000 21 KALIMANTAN SELATAN 1,337,500 1,620,000 1,870,000 22 KALIMANTAN TENGAH 1,553,127 1,723,970 1,896,000 23 KALIMANTAN TIMUR 1,752,073 1,886,315 2,026,000 24 MALUKU 1,275,000 1,415,000 1,650,000 25 MALUKU UTARA 1,200,622 1,440,746 1,557,000 26 GORONTALO 1,175,000 1,325,000 1,600,000 27 SULAWESI UTARA 1,550,000 1,900,000 2,150,000 28 SULAWESI TENGGARA 11,25,207 14,00,000 1,652,000 29 SULAWESI TENGAH 995,000 1,250,000 1,500,000 30 SULAWESI SELATAN 1,440,000 1,800,000 2,000,000 31 SULAWESI BARAT 1,165,000 1,400,000 1,655,000 32 PAPUA 1,710,000 1,900,000 2,193,000 33 PAPUA BARAT 1,720,000 1,870,000 2,015,000 Sumber: bisnis.liputan6.com dan beberapa sumber lainnya.

*) Data 2015 untuk daerah ini tidak lagi UMP tetapi UMK, yang dicantumkan UMK tertinggi di daerah ybs.

b. Menurut sumber/faktor penyebabnya

Berdasarkan sumber atau faktor penyebabnya dapat diindentifikasi tiga macam kemiskinan, yaitu kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural.

1) Kemiskinan natural

Kemiskinan natural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kelangkaan atau ketiadaan sumberdaya alam, juga oleh sebab-sebab natural yang lain seperti cacat fisik bawaan lahir, sakit, usia lanjut, atau karena bencana alam. Beberapa ahli menyebutnya sebagai persistent poverty.

2) Kemiskinan kultural

Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh berkembangnya the culture of poverty (kebudayaan kemiskinan), yang meliputi sikap, tindakan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat yang tidak tidak produktif dalam arti ekonomi. Oscar Lewis mengemukakan beberapa dari kebudayaan kemiskinan, yaitu

 sikap malas dan rendahnya etos kerja

(14)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

14

 mengutamakan status dari pada fungsi dan prestasi

 mentalitas meremehkan mutu

 sikap tidak disiplin dan tidak menghargai waktu

 sikap tidak jujur

 hidup bermewah-mewah (hedonis) dan boros; ketidakmampuan menunda kesenangan (affectivity)

 tiadanya sikap percaya diri (mentalitas bangsa terjajah)

 prasangka buruk terhadap perubahan dan pembangunan 3) Kemiskinan struktural

Kemiskinan struktural disebabkan oleh faktor-faktor yang bersumber dari struktur sosial masyarakat, misalnya kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi asep produksi yang tidak merata, korupsi, kolusi, serta tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Menurut Bagong Suyanto, dkk., kemiskinan struktural terjadi karena eksploitasi kelas sosial di atasnya, bukan karena kesalahan internal si miskin. Berbeda dengan para penganut teori modernisasi yang menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor-faktor dari si miskin seperti kemalasan dan rendahnya kompetensi dan keterampilan, tidak dimilikinya etika kewirausahaan, budaya yang tidak terbisa dengan kerja keras, dan sebagainya (lihat: the culture of poverty), kemiskinan struktural bersumber pada struktur yang tidak adil dan tindakan kelas sosial yang berkuasa yang dengan kekayaan dan kekuasaanya mengeksploitasi orang-orang dari kelas yang tidak berkuasa.

Ciri-ciri kemiskinan struktural

a) Kecil peluang terjadinya mobilitas sosial naik di kalangan masyarakat kelas bawah (miskin)

b) Ketergantungan yang kuat pihak si miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya

c) Terjadi apa yang disebut deprivation trap (perangkap kemiskinan), yang terdiri atas lima unsur, yaitu (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keterasingan, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan. Kelima hal ini kait-mengait satu dengan lainnya sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang meminimalkan peluang hidup orang (keluarga) miskin.

4.2Kejahatan

Kejahatan merupakan gejala sosial yang bisa terjadi di hampir semua masyarakat. Secara sosiologis, orang menjadi jahat diperoleh dengan cara yang sama dengan orang berperilaku baik, yaitu melalui proses belajar (EH Sutherland), yaitu proses-proses seperti imitasi, pelaksanaan peran sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, indentifikasi, pembentukan konsep diri, atau kekecewaan-kekecewaan yang agresif. Perilaku jahat dipelajari melalui interaksinya dengan orang lain, yaitu orang-orang dengan kecenderungan perilaku menyimpang, merusak, atau melawan hukum. Ada perbedaan pengertian kejahatan menurut hukum dan kejahatan menurut kriminologi. Menurut hukum kejahatan adalah perilaku yang melanggar undang-undang pidana. Sedangkan menurut kriminologi, kejahatan tidak hanya yang melawan undang-undang pidana, tetapi semua perbuatan yang menimbulkan cidera pada pihak lain atau ancaman bagi masyarakat, atau menghambat kelancaran tatanan dalam masyarakat. Contoh perilaku yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan: penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, pencurian tanpa atau dengan kekerasan, penipuan, dan sebagainya.

Para ahli sosiologi membuat klasifikasi yang berbeda, sehingga dalam Sosiologi dikenal adanya kejahatan tanpa korban (crime without victims), kejahatan terorganisasi (organized crime), dan kejahatan kerah putih (white collar crime).

(15)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

15

Crime without victim

Tidak semua kejahatan menimbulkan penderitaan pada pihak lain. Kejahatan demikian dinamakan kejahatan tanpa korban (victimless Crime), contohnya berjudi, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, bermabuk-mabukan, hubungan seksual tidak sah yang dilakukan secara sukarela oleh orang-orang dewasa, Walaupun tidak menimbulkan penderitaan bagi orang lain secara langsung, tetapi oleh sebagian besar warga masyarakat atau oleh pihak yang berkuasa dianggap sebagai perbuatan tercela. Perbuatan-perbuatan tersebut secara tidak langsung sebenarnya juga bisa menimbulkan penderitaan bagi pihak lain, seperti tindakan pemabuk di jalan raya bisa menimbulkan cidera pihak lain, pekerja seks komersial dapat menyebarkan penyakit menular seksual, AIDS, dan sebagainya.

Organized Crime

Kejahatan terorganisasi merupakan kejahatan yang dilakukan oleh komplotan berkesinambungan untuk memperoleh uang, kekuasaan, atau keuntungan-keuntungan lainnya, yang dilakukan dengan halan menghindari hukum, melalui penyebaran rasa takut, tindakan korupsi, monopoli secara tidak sah atas jasa tertentu, pemutaran uang hasil kejahatan dalam bentuk saham, penyediaan barang-barang secara melanggar hukum, seperti penjualan barang-barang-barang-barang hasil kejahatan, bisnis pelacuran, perjudian gelap, peminjaman uang dengan bunga tinggi, dan sebagainya.

Kejahatan-kejahatan demikian bahkan bisa lintas negara (transnational organized crime), seperti kejahatan oleh organisasi-organisasi dengan jaringan global. Misalnya penyelundupan senjata, bahan nuklir, obat terlarang, money laundering, perdagangan anak-anak dan perempuan, penyelundupan tenaga asing, dan sebagainya.

White Collar Crime

Kejahatan kerah putih merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh EH Sutherland dan merujuk pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya. Termasuk kejahatan kategori ini adalah penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan atau negara, penipuan, dan sebagainya.

Pada awalnya, kejahatan ini disebut business crime atau economic criminality. Memang white collar crime pada umumnya dilakukan oleh penguasa atau pengusaha di dalam menjalankan peran dan fungsinya. Keadaan keuangan yang relatif kuat memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat dan hukum dikualifikasikan sebagai kejahatan. Golongan orang-orang ini kebal terhadap hukum dan sarana-sarana pengendalian sosial lainnya, karena keuangan dan kekuasaannya yang kuat.

Para pelaku white collar crime pada umumnya berasal dari keluarga yang secara ekonomi tidak mengalami gangguan, pada masa anak-anak dan remajanya tidak mengalami hambatan dalam mendapatkan apa-apa yang diinginkannya, terpenuhi kebutuhan gizi dan nutrisinya sehingga memiliki kecerdasan yang tinggi, bersifat praktis pragmatis, tetapi tidak atau kurang memiliki prinsip-prinsip moral yang kuat. Tetapi yang menjadikan kejahatan jenis ini spesifik, adalah kedudukan dan peranan yang melekat pada pelakunya.

Corporate Crime

Corporate crime merupakan kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi formal (perusahaan) dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Karena tidak dilakukan oleh perorangan, melainkan oleh badan hukum, pelakunya tidak dapat dipidana. Ada empat jenis corporate crime: (1) kejahatan terhadap

(16)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

16

konsumen, (2) kejahatan terhadap public, (3) kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan (4) kejahatan terhadap karyawan.

Contoh kejahatan terhadap konsumen adalah kasus biscuit beracun di Indonesia pada tahun 1989 (Tempo, 4 November 1989 dan 6 Januari 1990), sebabnya adalah pemekar biscuit ammonium bikarbonat tertukar dengan sodium nitrit yang beracun. 4.3Kesenjangan Sosial-Ekonomi

Kesenjangan atau gap merujuk pada perbedaan jarak sosial atau tingkat pendapatan antara dua kelas sosial atau ekonomi. Pembangunan masyarakat yang terlalu sentralistik dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi telah menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi yang cukup jauh di antara kelas-kelas dalam masyarakat.

Kesenjangan ekonomi dapat meliputi kesenjangan luas pemilikan atau penguasaan lahan pertanian di perdesaan, kesenjangan pemilikan alat-alat produksi di perkotaan, kesenjangan peranan dalam proses produksi, dan kesenjangan tingkat pendapatan. Secara nasional, kesenjangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat dapat dilihat dari distribusi pendapatan nasional. Jika 40 persen penduduk yang berpendapatan rendah mendapatkan kurang dari 12 persen pendapatan nasional, berarti masyarakat tersebut mengalami kesenjangan ekonomi yang tinggi. Apabila 40 persen penduduk perpendapatan rendah tersebut mendapatkan 12 sampai dengan 17 persen pendapatan nasional, berarti masyarakat tersebut mengalami kesenjangan yang sedang, dan apabila 40 persen penduduk berpendapatan rendah mendapatkan lebih dari 17 persen pendapatan nasional, berarti kesenjangan ekonominya rendah. Jika kesenjangan ekonomi merupakan perbedaan atau jarak di antara kelas-kelas pendapatan, maka kesenjangan sosial terwujud pada perbedaan gaya hidup, perbedaan aspirasi sosial, dan jarak sosial.

Perbedaan gaya hidup antara lain tampak pada bentuk rumah, gaya bahasa, gaya pakaian, pemilikan kendaraan, dan sebagainya.

Perbedaan aspirasi sosial misalnya tampak pada perbedaan sikap politik dan pandangan tentang pendidikan, kesehatan, pembangunan. Perbedaan aspirasi sosial dapat berdampak pada perbedaan peluang hidup di antara kelas sosial yang berbeda. Sedangkan perbedaan jarak sosial terwujud dalam kesediaan menerima orang-orang yang berasal dari lapisan atau kelas sosial yang berbeda dan solidaritas (kesetiakawanan sosial).

4.4Ketidakadilan

Hampir semua bangsa dan umat manusia di dunia mendambakan perdamaian, harkat kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan dalam hubungan antar anak bangsa, antar warga negara dan penguasa, antar bangsa, dan antar manusia sedunia. Penyelenggara pemerintahan di manapun selalu dibebani tugas untuk menciptakan dan memelihara perdamaian, harkat kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3827/ketidakadilan-dan-kekerasan).

Namun, dalam hubungan antar manusia, perorangan atau kelompok terjadi peristiwa-peristiwa yang berupa ketidakadilan, misalnya diskriminasi, rasialisme, seksisme, dan lain-lainnya.

Diskriminasi merupakan perlakuan yang berbeda terhadap orang atau kelompok dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya diskriminasi terhadap kaum perempuan dalam hal pendidikan. Dalam berbagai masyarakat atau kalangan tertentu sering dijumpai norma-norma, adat, atau kebiasaan yang tidak mendukung atau bahkan melarang

(17)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

17

kaum perempuan untuk berpartisipasi seluas-luasnya dalam pendidikan formal. Perlakuan yang semacam juga terjadi dalam hal pekerjaan, penghasilan, kekuasaan atau peluang politik.

Dalam interaksinya dengan kaum laki-laki perempuan juga sering mengalami bentuk kekerasan, seperti pelecehan seksual, perkosaan, atau kekerasan domestik (domestic violelence).

Sumber bahan:

1. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (Ed). 2006. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group.

2. Kamanto Soenarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Yasbit FE UI. 3. Moh Amaluddin. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial. Jakarta: UI Pers. 4. Moh Soerjani, Rofiq Ahmad, dan Rozy Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya

Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta: UI Pers.

(18)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

18

1. Pendahuluan

Perbedaan merupakan kenyataan yang sudah ada sejak dari awal kehidupan umat manusia diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat manusia maka perbedaan merupakan suatu kenyataan yang dianugerahkan (as given) dan akan senantiasa melekat dan tetap ada di sepanjang sejarah kehidupan umat manusia.

Bentuk perbedaan yang harus dihadapi oleh setiap individu warga masyarakat dalam realitas sosialnya sangatlah beragam. Ketika berinteraksi dengan individu lain maka setiap individu akan menjumpai perbedaan fisiologis, pola perilaku, pola pikir, cara pandang, standar hidup, hingga yang paling kompleks dan sistematis adalah perbedaan budaya.

Perwujudan perbedaan budaya adalah menempatkan individu manusia hidup dalam sistem sosial dengan keberagaman budaya yang kemudian dikenal dengan sistem sosial yang bersifat multikultur. Di dalam system sosial yang multikultur, setiap individu akan cenderung semakin sering dan intensif berinteraksi dengan individu lain yang berbeda budaya, terlebih dalam situasi saat ini di mana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta transportasi telah berkembang dengan begitu dahsyat. Situasi demikian menimbulkan cara pandang, cara berperasaan, dan cara bertindak yang merespon perbedaan-perbedaan itu. Lahirlah faham multikulturalisme.

Membicarakan multikulturalisme memang tidak akan ada habisnya. Hal ini karena permasalahan yang muncul pasti ada, karena dalam masyarakat ada bagian yang pro dengan multikulturalisme, tetapi tentu saja ada bagian lain dari masyarakat yang kontra atau tidak suka dengan multikulturalisme.

Apakah multikulturalisme? Bikhu Parekh menjelaskan bahwa multikulturalisme adalah faham yang terkait dengan perbedaan atau pluralitas kebudayaan dan cara merespon pluralitas itu. Sehingga memang, multikulturalisme sangat dekat dengan pluralisme. Pluralisme merujuk pada kondisi apa adanya dari sebuah realitas sosial yang majemuk (plural), sedangkan multikulturalisme adalah kondisi normative yang seharusnya dilakukan oleh setiap anggota dari sebuah masyarakat yang plural (majemuk). Dan yang menjadi masalah adalah bahwa pluralism tidak menjadi cara pandang yang dianut oleh semua warga masyarakat. Akibatnya persoalan-persoalan yang terkait dengan keadaan masyarakat yang plural baik secara horizontal maupun vertikal adalah bagaimana menciptakan harmoni sosial di antara elemen-elemen masyarakat yang berbeda-beda itu.

BAB

3

PERBEDAAN, KESETARAAN,

DAN HARMONI SOSIAL

Kompetensi Dasar:

3.3 Memahami penerapan prinsip-prinsip kesetaraan dalam menyikapi keberagaman untuk menciptakan kehidupan harmonis dalam masyarakat

4.3 Merumuskan strategi dalam menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat berdasar prinsip-prinsip kesetaraan

(19)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

19

Agar lebih mudah dalam memahami tentang topik yang berjudul perbedaan, kesetaraan, dan harmoni sosial ini, yang paling pertama harus difahami adalah tentang apa yang disebut struktur sosial.

Struktur sosial merupakan salah satu konsep dasar dalam sosiologi. Selo Soemardjan mendefinisikan struktur sosial sebagai susunan, tatatanan, atau jalinan di antara unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat. Unsur-unsur sosial yang pokok meliputi antara lain nilai-nilai dan norma sosial, kelompok sosial, kelas sosial, dan lembaga sosial.

Perhatikan gambaran tentang struktur sosial dengan visualisasi berikut.

Gambar Struktur Sosial

Struktur sosial merupakan susunan atau konfigurasi dari unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, yaitu kelompok, kelas sosial, nilai dan norma sosial, serta lembaga sosial. Agar dapat lebih jelas tentang apa yang dimaksud dengan struktur sosial, maka struktur sosial dapat dianalogikan dengan sebuah ruang geografi. Kalau dalam suatu ruang geografi, seseorang dapat mempunyai alamat geografi, misalnya di Jalan Yos Sudarso 7 Yogyakarta, atau di titik koordinat pada garis lintang berapa dan garis bujur berapa, maka di ruang sosial yang disebut struktur sosial itu pun seseorang dapat mempunyai alamat sosial. Misalnya, apabila menggunakan unsur kelas atau status sosial, dapat diketahui apakah seseorang menjadi anggota kelas menengah, kelas atas, atau kelas bawah. Apabila menggunakan unsur nilai dan norma sosial, dapat diketahui apakah seseorang itu termasuk orang mulia ataukah justru sebagai orang yang hina. Apabila menggunakan unsur lembaga sosial, dapat diketahui mungkin ia adalah pedagang, karena aktivitas sehari-harinya di lembaga ekonomi, atau mungkin guru atau dosen, karena aktivitas sehari-harinya di lembaga pendidikan, mungkin ia seorang politikus, karena aktivitas sehari-harinya di lembaga politik, dan seterusnya.

(20)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

20

Dari gambaran tentang struktur sosial tersebut, diketahui bahwa anggota masyarakat dapat dibedakan baik secara vertical maupun horizontal. Secara vertical, pada struktur sosial ditemukan kelas-kelas sosial, atau kelas-kelas ekonomi, misalnya kelas atas, kelas menengah, atau kelas bawah. Sedangkan secara horizontal dapat ditemukan adanya golongan-golongan atau kelompok-kelompok sosial, misalnya kelompok-kelompok keagamaan, ada kelompok Islam, Katholik, Kristen, Hindu, atau Budha. Dapat juga kelompok etnis, misalnya ada kelompok orang-orang Jawa, Orang Sunda, Orang Madura, Orang Batak, dan seterusnya.

Bagaimana menempatkan para anggota masyarakat dalam struktur sosial? Dalam strultur sosial tersebut dapat ditemukan parameter-paramater atau ukuran-ukuran. Dengan parameter atau ukuran-ukuran inilah anggota masyarakat ditempatkan pada tempat imajiner yang disebut struktur sosial.

Terdapat dua jenis parameter struktur sosial, yaitu: (1) parameter graduated atau parameter berjenjang. Misalnya kekuasaan, kekayaan, kehormatan keturunan, usia, tingkat pendidikan, dan sebagainya, dan (2) parameter nominal atau tidak berjenjang, misalnya sukubangsa, agama, jenis pekerjaan, perbedaan seksual atau jenis kelamin, aliran, dan semacamnya.

Dalam peristilahan sosiologi, konfigurasi struktur sosial berdasarkankan parameter vertical (graduated) disebut stratifikasi sosial atau diferensiasi rangking (rank differentiation). Sedangkan konfigurasi struktur sosial berdasarkan parameter-parameter nominal atau tidak berjenjang disebut diferensiasi sosial, bisa diferensiasi custom (adat) atau diferensiasi fungsi.

2. Perbedaan Vertikal 2.1Definisi

Menurut Weber, para anggota masyarakat dapat dipilah secara vertikal berdasarkan atas ukuran-ukuran kehormatan, sehingga ada orang-orang yang dihormati dan disegani dan orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja, atau orang kebanyakan, atau bahkan orang-orang yang dianggap hina. Orang-orang yang dihormati atau disegani pada umumnya adalah mereka yang memiliki jabatan atau profesi tertentu, keturunan dari bangsawan atau orang-orang terhormat, atau berpendidikan tinggi.

Istilah yang digunakan dalam sosiologi untuk gejala pemilahan yang demikian, sebagaimana telah disebut di depan, adalah stratifikasi sosial. Dan, gejala stratifikasi sosial demikian memang telah ada sejak lama, sebagaimana dinyatakan oleh Aristoteles yang hidup pada sekitar 384 SM, bahwa dalam masyarakat selalu terdapat tiga kelas hirarkhis, yaitu mereka yang kaya, mereka yang miskin, dan mereka yang berada di antara keduanya.

Ukuran-ukuran penempatan anggota masyarakat dalam stratifikasi sosial yang dapat dikategorikan sebagai kriteria sosial antara lain, (1) profesi, (2) pekerjaan, (3) tingkat pendidikan, (4) keturunan, dan (5) kasta.

a. Profesi

Yang dimaksud profesi adalah pekerjaan-pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya memerlukan keahlian, misalnya dokter, guru, wartawan, seniman, pengacara, jaksa, hakim, dan sebagainya. Orang-orang yang menyandang profesi-profesi tersebut disebut kelas profesional.

Di samping kelas profesional, dalam masyarakat terdapat juga kelas-kelas tenaga terampil dan tidak terampil, yang pada umumnya ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dalam stratifikasi sosial masyarakat.

(21)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

21

b. Pekerjaan.

Berdasarkan tingkat prestise atau gengsinya, pekerjaan-pekerjaan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi: (1) pekerjaan kerah putih (white collar), dan (2) pekerjaan kerah biru (blue collar). Pekerjaan kerah putih merupakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih menuntut penggunaan pikiran atau daya intelektual, sedangkan pekerjaan-pekerjaan kerah biru lebih menuntut penggunaan energi atau kekuatan fisik. Pada umumnya anggota masyarakat lebih memberikan penghargaan atau gengsi yang lebih tinggi pada pekerjaan-pekerjaan kerah putih. Walaupun, tidak selalu bahwa pekerjaan kerah putih memberikan dampak ekonomi atau finansial yang lebih besar daripada pekerjaan kerah biru.

c. Pendidikan

Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh sebagian besar anggota masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan menempati posisi dalam stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Sehingga tamatan S-3 dipandang lebih tinggi kedudukannya daripada tamatan S2, S1, SMA/SMK, SMP, SD, dan mereka yang tidak pernah sekolah.

d. Keturunan

Keturunan raja atau bangsawan dalam masyarakat dipandang memiliki kedudukan yang tinggi. Bahkan, pada masyarakat feodal, hampir tidak ada pengakuan terhadap simbol-simbol yang berasal dari luar istana, termasuk tata kota, arsitektur, pemilihan hari-hari penting, pakaian, seni, dan sebagainya. Penempatan orang dalam posisi-posisi penting dalam masyarakat akan selalu mempertimbangkan faktor keturunan, dan keaslian keturunan dipandang sangat penting.

e. Kasta

Kasta merupakan pemilahan anggota masyarakat yang dikenal pada masyarakat Hinduisme. Masyarakat dipilah menjadi kasta-kasta, seperti: Brahmana, Ksatria, Weisyia, dan Sudra. Kemudian ada orang-orang yang karena tindakannya dihukum dikeluarkan dari kasta, digolongkan menjadi paria.

Sebagian besar orang menganggap pemilahan dalam kasta bersifat graduated atau berjenjang, mengingat orang-orang yang berasal dari kasta yang berbeda akan memiliki gengsi (prestige) dan hak-hak istimewa (privelege) yang berbeda. Namun, tokoh-tokoh Hinduisme menyatakan bahwa kasta bukanlah pemilahan vertikal, melainkan hanyalah merupakan catur warna.

2.2Kriteria Stratifikasi Sosial

2.2.1 Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi

Kriteria ekonomi yang digunakan sebagai dasar stratifikasi sosial dapat meliputi penghasilan dan pemilikan atau kekayaan.

Apabila dipilah menggunakan kriteria ekonomi, maka masyarakat akan terdiri atas

 Kelas atas, yaitu orang-orang yang karena penghasilan atau kekayaannya dengan leluasa dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya

 Kelas menengah, yaitu orang-orang yang karena penghasilan dan kekayaannya dapat leluasa memenuhi kebutuhan hidup mendasarnya, tetapi tidak leluasa untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya

 Kelas bawah, yaitu orang-orang yang dengan sumberdaya ekonominya hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup mendasarnyanya, tetapi tidak leluasa, atau bahkan tidak mampu untuk itu.

(22)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

22

2.2.2 Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik

Ukuran yang digunakan untuk memilah masyarakat atas dasar dimensi atau kriteria politik adalah distribusi kekuasaan. Kekuasaan (power) berbeda dengan kewenangan (otoritas). Seseorang yang berkuasa tidak selalu memiliki kewenangan.

Yang dimaksud kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat, termasuk mempengaruhi pembuatan keputusan kolektif. Sedangkan wewenang adalah hak untuk berkuasa. Apa yang terjadi apabila orang mempunyai wewenang tetapi tidak memiliki kekuasaan? Mana yang lebih efektif, orang mempunyai kekuasaan saja, atau wewenang saja?

Meskipun seseorang memiliki hak untuk berkuasa, artinya ia memiliki wewenang, tetapi kalau dalam dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, maka ia tidak akan dapat melaksanakan hak itu dengan baik. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki kemampuan mempengaruhi pihak lain, meskipun ia tidak punya wewenang untuk itu, pengaruh itu dapat berjalan secara efektif. Untuk lebih memahami hal ini, dapat diperhatikan pengaruh tokoh masyarakat, seperti seorang tokoh agama atau orang yang dituakan dalam masyarakat.

Sudah beradab-abad menjadi pemikiran dalam dalil politik, bahwa kekuasaan dalam masyarakat selalu terdistribusikan tidak merata. Gaetano Mosca (1939) menyatakan bahwa dalam setiap masyarakat selalu terdapat dua kelas penduduk: satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu.

Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, dan Robert Michells memberikan pengertian bahwa beberapa asas umum yang menjadi dasar bagi terbentuknya stratifikasi sosial, khususnya yang berkaitan dengan kekuasaan politik, adalah:

a. Kekuasaan politik tidak dapat didistribusikan secara merata

b. Orang-orang dikategorikan ke dalam dua kelompok: yang memegang kekuasaan dan yang tidak memilikinya

c. Secara internal, elite itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok

d. Keanggotaan dalam elite berasal dari lapisan yang sangat terbatas

e. Kelompok elite pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapa pun di luar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya

Di dalam masyatakat yang demokratis, pembagian dikotomis antara yang berkuasa dan tidak berkuasa tidak sesederhana yang dikemukakan Mosca dan kawan-kawannya. Biarpun kelas berkuasa jumlah orangnya selalu lebih sedikit, tetapi pada umumnya distribusi kekuasaan lebih terfragmentasi ke berbagai kelompok-kelompok. Dalam masyarakat yang demokratis, kelompok elite tidak memiliki otonomi sebagaimana pada masyarakat diktator. Kekuasaan elite dalam masyarakat demokratis selalu dapat dikontrol oleh kelompok-kelompok yang ada di luar kelompok elite, dan jumlahnya lebih dari satu.

Tipe-tipe stratifikasi politik (kekuasaan)

a. Tipe Kasta, dalam tipe ini terdapat batas antar kelas yang jelas dan tegas, kedudukan orang-orang dalam suatu lapisan sosial diwariskan secara biologis. Mobilitas sosial pada masyarakat dengan tipe stratifikasi kekuasaan demikian sangat rendah

b. Tipe Oligharki, dalam tipe ini keadaannya mirip dengan pada tipe kasta, hanya kalau pada tipe kasta kedudukan sosial diwariskan secara keturunan, pada tipe oligharki kedudukan sosial dipertahankan berdasarkan ideologi atau kekuaran partai politik tertentu.

(23)

AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI XI IIS SEMESTER 1

23

c. Tipe demokratis, pada tipe ini batas antar kelas tidak masif sebagaimana pada tipe

kasta atau oligharki, sehingga mobilitas sosial dapat berlangsung secara leluasa, orang dari lapisan bawah karena perjuangan atau prestasinya dapat menaiki tangga-tangga stratifikasi sosial masyarakat. Pemimpin politik dalam tipe demokratis dapat berasal dari lapisan bawah masyarakat. Orang biasa dapat menjadi pemimpin karena banyak yang memilihnya dalam pemilihan umum.

Kekuasaan, dominasi, dan hegemoni

Dominasi merupakan kekuasaan yang nyaris tidak dapat ditolak oleh siapapun. Kekuasaan yang sifatnya hampir multlak.

Kekuasaan dalam masyarakat berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) kekuasaan tradisional, (2) kekuasaan kharismatik, dan (3) kekuasaan legal-rasional.

Kekuasasan tradisional adalah kekuasaan yang sumbernya berasal dari tradisi masyarakat, misalnya raja. Kekuasaan kharismatik bersumber dari kewibawaan atau kualitas diri seseorang, dan kekuasaan legal rasional bersumber dari adanya wewenang yang didasarkan pada pembagian kekuasaan dalam birokrasi, misalnya pemerintahan. Mengapa dominasi?

Dominasi dapat terjadi karena unsur-unsur kekuasaan seperti kharisma, tradisi dan legal rasional dimiliki oleh seseorang. Dalam batas-batas tertentu, Sultan Yogyakarta memiliki ketiga unsur kekuasaan tersebut, yaitu kekuasaan tradisional, bahwa beliau adalah raja pewaris kekuasaan dari raja sebelumnya, secara legal-rasional beliau adalah Gubernur DIY, dan merupakan sosok yang berwibawa.

Hegemoni

Jika pada dominasi penguasaan atas pihak lain masih memerlukan kekuatan yang memaksa, termasuk pengginaan senjata, pada hegemoni, menurut Gramci, agar yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, lebih dari itu mereka juga harus memberi persetujuan atas sub-ordinasi mereka. Sehingga hegemoni dapat diartikan sebagai penguasaan atas pihak lain secara moral dan intelektual yang disetujui.

Hal yang diperlukan oleh penguasa sehingga dapat memiliki hegemoni adalah: (1) perangkat kerja yang mampu memaksa, biasanya dilakukan oleh pranata negara (state) melalui lembaga-lembaga seperti hukum, militer, polisi, dan penjara, dan (2) perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat dan lembaga-lembaganya untuk taat melalui kehidupan beragama, pendidikan, kesenian, keluarga, dan sebagainya. Biasanya dilakukan oleh pranata masyarakat sipil (civil society) melailui lembaga-lembaga masyarakat seperti LSM, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban dan kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).

2.3Status Sosial sebagai Unsur Stratifikasi Sosial

Unsur penting dalam stratifikasi sosial adalah status atau kedudukan sosial. Apakah status? Status adalah posisi atau kedudukan atau tempat seseorang atau kelompok dalam struktur sosial masyarakat. Dalam suatu pola hubungan sosial tertentu, pihak-pihak yang terlibat masing-masing memiliki kedudukan, misalnya kakak terhadap adik, suami terhadap isteeri, orangtua terhadap anak, guru terhadap murid, pemimpinan tergadap pengikut, dan sebagainya.

Bagaimana seseorang mendapatkan status atau kedudukan sosial? Status seseorang dapat diperoleh sejak kelahirannya. Status demikian disebut ascribed status, atau status yang diwariskan. Misalnya putra mahkota, terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, kebangsawanan, keanggotaan dalam kasta, dan semacamnya.

Gambar

Gambar Struktur Sosial
Gambar stratifikasi campuran
Tabel Perkembangan Multikulturalisme di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Acara adat-istiadat yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan masih ada di desa Tanjung Luar, yaitu adat-istiadat dengan penyelenggaraan acara ”Petik

Pertama lokasi pengembangan produk dapat dilakukan di perusahaan dan dibuat lokasi industri khusus, dari hasil ini juga akan diperhatikan dari aspek bahan baku utama

Tanaman jambu mete menghasilkan komoditas ekspor yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan relatif stabil dibanding komoditas ekspor Indonesia lainnya. Selain

Aktivitas kendaraan pada Area Sukun dan Terminal Terboyo yang menghasilkan emisi terjadi pada saat hot start dan cold start, kendaraan bergerak, ketika waktu

Pada bulan Juli 2017, kelompok yang memberikan andil/sumbangan terhadap inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan sebesar 0,19 persen selanjutnya

Salah satu program yang dibuat adalah pemantauan dan evaluasi hasil pelayanan medis atas ketidaklengkapan pengisian catatan medis (Medical Record Non-compliance Rate) di RSKD

Berbeda dengan kedua narasumber di atas, seorang mahasiswi semester dua kelas A2, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Ramadhani Periko Putri berpendapat bahwa bentuk

Setelah selesai dibuat dilakukan preview (evaluasi) media, untuk melihat apakah yang dibuat benar-benar sudah sesuai dengan perencanaan yang ada pada naskah, serta efektif untuk