103 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini diawali dengan melakukan pembahasan mengenai deskripsi tempat penelitian, yaitu Gereja Protestan Maluku (GPM); deskripsi responden penelitian, yaitu pendeta GPM yang menjadi sampel dalam penelitian ini; hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur; hasil pengukuran variabel; dan hasil uji statistik melalui teknik analisis korelasi berganda, anova, dan uji beda t-test serta pembahasannya.
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Wilayah pelayanan Gereja Protestan Maluku (GPM) merupakan wilayah kepulauan yang membentang dari Tifure di Maluku Utara sampai Liswatu di Wetar, dan meliputi gugusan pulau-pulau dari kepulauan Sula, Bacan, Obi, pulau Seram, pulau Buru, pulau Ambon dan Lease (Saparua, Nusalaut dan Haruku), kepulauan Kei Besar dan Kei Kecil, pulau Tanimbar, kepulauan Leti-Moa-Lakor, kepulauan Babar, pulau-pulau Aru, Kisar dan Wetar. Secara geografik, jemaat-jemaat GPM berada di pedesaan, daerah transmigrasi lokal, kawasan HPH (potensial kehutanan), perkotaan, pinggiran kota, atau kota orde kedua (mis. di kota dan pulau Ambon).
Data tahun 2014, GPM memiliki 32 klasis, 741 jemaat, dengan jumlah pendeta (pegawai organik) 992 orang. Wilayah pelayanan GPM mencakup propinsi Maluku dan propinsi Maluku Utara. GPM merupakan anggota Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan menjadi gereja yang mandiri pada tanggal 6 September 1935 dengan
104
pusat sinodenya berada di kota Ambon sebagai ibu kota propinsi Maluku. GPM menganut sistem PRESBITERIAL SINODAL secara dinamis, kritis dan kreatif yang menekankan pada jemaat sebagai fokus pelayanan gereja. Hal ini berarti: Jemaat-jemaat tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan berada dalam suatu gerak berjalan bersama (sun bodos) dalam klasis-klasis dan satu sinode; Pengelolaan dan penatalayanan kehidupan gereja atas dasar kasih yang mempersatukan, membarui dan membangun; Hubungan yang selaras, serasi, utuh, terpadu, dan dinamis dalam penyelenggaraan gereja selalu dibangun dan dikembangkan antara jemaat, klasis dan sinode.
Adapun visi dan misi GPM yakni, visi adalah: “Menjadi gereja yang memiliki kualitas iman dan karya secara utuh untuk bersama-sama dengan semua umat manusia dan ciptaan Allah mewujudkan kehidupan yang berkeadilan, damai, setara, dan sejahtera sebagai tanda-tanda
Kerajaan Allah di dunia”. Sedangkan Misi GPM adalah:
“Mengembangkan kapasitas gereja secara integral untuk memenuhi amanat panggilan sebagai gereja Kristus yang hidup di Kepulauan Maluku dalam konteks pelayanan di Indonesia dan dunia”. Misi GPM dijabarkan secara operasional melalui: (1) Pengembangan kapasitas gereja secara integral, yang meliputi: kapasitas umat, kapasitas pelayan, dan kapasitas lembaga; (2) Memenuhi Amanat Panggilan sebagai Gereja Kristus yang hidup di Kepulauan Maluku; (3) Pelayanan di Indonesia dan dunia.
Untuk mencapai visi dan misi GPM, maka disusunlah Pola Induk Pelayanan/Rencana Induk Pelayanan (PIP/RIP) yang diimplementasikan dalam program-program pelayanan dari tingkat jemaat melalui persidangan jemaat; tingkat klasis melalui persidangan klasis; dan tingkat sinode melalui persidangan Majelis Pekerja Lapangan (MPL)
105
sinode GPM. Selain itu, dalam upaya mengatur dan mengembangkan kehidupan bergereja dalam kerangka pelaksanaan Amanat Pelayanan Gereja secara tertib dan teratur, maka disusunlah Tata Gereja, Gereja Protestan Maluku.
4.2 Deskripsi Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah pendeta yang bertugas pada wilayah Gereja Protestan Maluku. Merujuk pada data yang diperoleh dari 150 responden yang tersebar dalam 5 wilayah klasis GPM, berikut ini dipaparkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja melalui tabel di bawah ini:
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1
Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(%)
1 Laki-Laki 75 50 %
2 Perempuan 75 50 %
Total 150 100 %
Tabel 4.1 memberikan informasi bahwa, pendeta yang menjadi responden penelitian berjumlah 150 orang yang terdiri dari: 75 orang berjenis kelamin laki-laki (50%), dan 75 orang berjenis kelamin perempuan (50%). Responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki jumlah persentase yang sama.
106 4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.2
Persentase Responden Berdasarkan Usia
No Usia Responden (Tahun) Jumlah Persentase (%) 1 33 – 41 26 17.3 % 2 42 – 50 86 57.3 % 3 51 – 59 38 25.3 % Total 150 100 %
Tabel 4.2 memberikan informasi tentang gambaran responden berdasarkan usia yang diklasifikasikan dalam tiga kelompok usia. Responden penelitian di dominasi oleh pendeta dengan rentang usia 42 – 50 tahun sebanyak 57.3%. Pada dasarnya pendeta yang termasuk dalam kelompok usia ini cenderung sudah memiliki banyak pengalaman kerja. Selanjutnya diikuti oleh pendeta dengan rentang usia 51 – 59 tahun sebanyak 25.3 %, dan yang paling sedikit adalah pendeta dengan rentang usia 33 – 41 tahun sebanyak 17.3 %.
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3
Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
(%)
1 D3 5 3.3 %
2 S1 131 87.3 %
3 S2 14 9.3 %
Total 150 100 %
Tabel 4.3 memberikan informasi tentang gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan. Responden penelitian di dominasi oleh pendeta dengan tingkat pendidikan Sarjana (S1) sebanyak 87.3 %,
107
sedangkan sisanya berpendidikan Magister (S2) sebanyak 9.3 %, dan berpendidikan Diploma (D3) sebanyak 3.3 %. Hal ini berarti bahwa, pendeta GPM memiliki Sumber Daya Manusia yang relatif baik.
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Tabel 4.4
Persentase Responden Berdasarkan Masa Kerja
No Masa Kerja (Tahun) Jumlah Persentase (%) 1 4 – 12 32 21.3 % 2 13 – 21 62 41.3 % 3 22 – 30 56 37.3 % Total 150 100 %
Tabel 4.4 memberikan informasi tentang gambaran responden berdasarkan masa kerja yang diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Responden dengan rentang masa kerja dari 13 – 21 tahun memiliki jumlah terbesar yaitu 41.3 %, kemudian diikuti rentang masa kerja 22 – 30 tahun sebesar 37.3 %, selebihnya rentang masa kerja 4 – 12 tahun sebesar 21.3 %. Berdasarkan persentase rentang masa kerja ini, diketahui bahwa rata – rata responden memiliki pengalaman pelayanan yang relatif tinggi.
4.3 Hasil Uji Daya Diskriminasi dan Reliabilitasi
Untuk mengetahui kualitas skala yang digunakan, terlebih dahulu dilakukan seleksi item skala dan reliabilitas skala dengan tujuan untuk memilih item yang hasil ukurnya sesuai dengan hasil ukur skala secara keseluruhan dan sejauh mana konsistensi alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, seleksi item skala dilakukan sebanyak dua kali putaran. Hal ini dilakukan untuk
108
mengetahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
4.3.1. Daya Diskriminasi Item
Pengujian daya diskriminasi item dalam penelitian ini menggunakan analisis butir (item), yaitu; dengan mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total per konstruk, dan skor total seluruh item. Output SPSS for windows version 17.0 menyebutkan bahwa analisis item/butir tersebut dinyatakan sebagai Corrected Item-Total Correlation dengan batas kritis skor total skala ≥ 0.30 (Azwar, 2009).
a. Daya Diskriminasi Skala Komitmen Organisasi
Item yang digunakan untuk menjaring data komitmen organisasi adalah sebanyak 20 item. Setelah dilakukan diskriminasi item melalui corrected item-total correlation pada putaran pertama, diperoleh 19 item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30, dan 1 item memiliki koefisien korelasi < 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.341 s/d 0.587. Adapun item yang memiliki koefisien korelasi < 0.30 adalah: 7. Hasil lengkap ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Sebaran Item Valid Dan Item Gugur Skala Komitmen Organisasi
No Komponen Jumlah
Item
Nomor Item Valid Nomor Item Gugur 1 Komitmen Afektif 7 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 2 Komitmen Berkelanjutan 7 8,9,10,11,12,13,14 - 3 Komitmen Normatif 6 15,16,17,18,19 - Jumlah 20 19 1
109
Setelah item yang gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan seleksi item putaran kedua. Hasil seleksi item melalui corrected item-total correlation diketahui bahwa dari 19 item yang tersisa, semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30, dengan rentang nilai bergerak dari 0.344 s/d 0.587.
b. Daya Diskriminasi Skala Kepuasan Kerja
Item yang digunakan untuk menjaring data kepuasan kerja adalah sebanyak 21 item. Setelah dilakukan diskriminasi item melalui corrected item-total correlation pada putaran pertama, diperoleh 18 item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30, dan 3 item memiliki koefisien korelasi < 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.300 s/d 0.549. Adapun item yang memiliki koefisien korelasi < 0.30 adalah: 1, 7, 21. Hasil lengkap ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Sebaran Item Valid Dan Item Gugur Skala Kepuasan Kerja
No Aspek Jumlah
Item
Nomor Item Valid Nomor Item Gugur
1 Gaji/Upah 5 2, 3, 4, 5 1
2 Promosi 3 6, 8 7
3 Rekan Kerja 5 9, 10, 11, 12, 13 -
4 Surpevisi 4 14, 15, 16, 17 -
5 Pekerjaan itu sendiri 4 18, 19, 20 21
Jumlah 21 18 3
Setelah item yang gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan seleksi item putaran kedua. Hasil seleksi item melalui corrected item-total correlation diketahui bahwa dari 18 item yang tersisa, 17 item memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30, dan 1 item memiliki koefisien korelasi < 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.317 s/d 0.558.
110
Adapun item yang memiliki koefisien korelasi < 0.30 adalah: 17. Setelah dilakukan seleksi item putaran ketiga, diketahui bahwa dari 17 item yang tersisa, semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.314 s/d 0.555.
c. Daya Diskriminasi Skala Kecerdasan Emosional
Item yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan emosional adalah sebanyak 46 item. Setelah dilakukan diskriminasi item melalui corrected item-total correlation pada putaran pertama, diperoleh 42 item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30, dan 4 item memiliki koefisien korelasi < 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.306 s/d 0.655. Adapun item yang memiliki koefisien korelasi < 0.30 adalah: 10, 27, 30, 43. Hasil lengkap ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Sebaran Item Valid Dan Item Gugur Skala Kecerdasan Emosional
No Aspek Jumlah
Item
Nomor Item Valid Nomor Item Gugur 1 Kesadaran Diri 8 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 - 2 Manajemen Diri 16 11,12,13,14,15,16,17, 18,19,20,21,22, 23,24,25 3 Kesadaran Sosial 9 26,28,29,31, 32,33,34 27,30 4 Manajemen Hubungan 13 35,36,37,38,39,40,41, 42,43,44,45,46 10 Jumlah 46 42 4
Setelah item yang gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan seleksi item putaran kedua. Hasil seleksi item melalui corrected item-total correlation diketahui bahwa dari 42 item yang tersisa, semuanya
111
memiliki koefisien korelasi ≥ 0.30 dengan rentang nilai bergerak dari 0.303 s/d 0.652.
4.3.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan pengujian reliabilitas internal konsistensi dengan berpatokan pada koefisien cronbach’s alpha. Koefisien cronbach’s alpha yang mendekati satu menandakan reliabilitas konsistensi yang tinggi. Penentuan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach yang menurut Kaplan dan Saccuzzo (2001), kriteria reliabilitas yang digunakan adalah bila:
1. r ≥ 0.7 berarti alat ukur tersebut dapat diandalkan dalam melakukan penelitian,
2. r < 0.7 berarti alat ukur tersebut tidak dapat diandalkan dalam melakukan penelitian.
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari seleksi item putaran kedua dan ketiga setelah semua item gugur dalam putaran pertama dihilangkan. Hasil lengkap ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien Alpha Batas Makna
Komitmen Organisasi 0.847 r ≥ 0.7 Reliabel Kepuasan Kerja 0.821 r ≥ 0.7 Reliabel Kecerdasan Emosional 0.941 r ≥ 0.7 Reliabel
112
Berdasarkan hasil uji reliabilitas di atas, diketahui bahwa seluruh variabel memiliki koefisien alpha cronbach lebih dari batas minimal yang ditetapkan, yaitu: r ≥ 0.7. Dengan demikian, seluruh item skala dinyatakan reliabel.
4.4. Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran deskriptif tentang variabel komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan kecerdasan emosional, maka data yang diperoleh dari hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabulasi, yaitu; penyajian data yang sudah diklasifikasikan atau dikategorikan ke dalam bentuk tabel atau diagram.
4.4.1. Variabel Komitmen Organisasi
Skala komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran komitmen pendeta bagi GPM. Artinya, responden diminta untuk menilai atau merespons sejauhmana tingkat komitmen responden bagi organisasi. Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel komitmen organisasi, digunakan 5 kategori yakni; sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pengkategorian ini disesuaikan dengan 5 alternatif pilihan jawaban dalam skala Likert. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel komitmen organisasi adalah 19 item valid dengan skor empiris diperoleh bergerak dari yang terkecil 60 sampai dengan yang terbesar 95.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya komitmen organisasi digunakan interval ukuran:
113
i = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
i = 95−605 𝑖 = 7
Gambaran tinggi rendahnya komitmen pendeta bagi GPM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Deskripsi Pengukuran Variabel Komitmen Organisasi
No Skor Kategori N % 1 60 ≤ x < 67 Sangat rendah 9 6 % 2 67 ≤ x < 74 Rendah 28 18.7 % 3 74 ≤ x < 81 Sedang 42 28 % 4 81 ≤ x < 88 Tinggi 45 30 % 5 88 ≤ x < 95 Sangat tinggi 26 17.3 % Jumlah 150 100 %
Tabel 4.9 memberikan informasi bahwa komitmen pendeta bagi GPM mengarah dari rendah ke tinggi. Data menunjukan bahwa 30 % pendeta memiliki komitmen tinggi bagi GPM; 28 % pendeta memiliki komitmen sedang bagi GPM; 18.7 % pendeta memiliki komitmen rendah bagi GPM; 17.3 % pendeta memiliki komitmen sangat tinggi bagi GPM; dan 6 % pendeta memiliki komitmen sangat rendah bagi GPM. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komitmen pendeta bagi GPM berada pada kategori yang dapat diharapkan yaitu tinggi. Selain itu, data memperlihatkan juga bahwa pendeta memiliki komitmen sedang bagi GPM dengan persentase yang cukup signifikan yaitu sebesar 28 %, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dan mempertahankan komitmen pendeta bagi GPM.
114 4.4.2. Variabel Kepuasan Kerja
Skala kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kepuasan kerja pendeta GPM. Artinya, responden diminta untuk menilai atau merespons sejauhmana tingkat kepuasan kerja pendeta GPM. Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel kepuasan kerja digunakan 5 kategori yakni; sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pengkategorian ini disesuaikan dengan 5 alternatif pilihan jawaban dalam skala Likert. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel kepuasan kerja adalah 17 item valid dengan skor empiris diperoleh bergerak dari 45 sampai dengan 82.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kepuasan kerja digunakan interval ukuran:
i = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
i = 82−455 𝑖 = 7.4
Gambaran tinggi rendahnya kepuasan kerja pendeta GPM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10
Deskripsi Pengukuran Variabel Kepuasan Kerja
No Skor Kategori N % 1 45 ≤ x < 52.4 Sangat rendah 6 4 % 2 52.4 ≤ x < 59.8 Rendah 26 17.3 % 3 59.8 ≤ x < 67.2 Sedang 60 40 % 4 67.2 ≤ x < 74.6 Tinggi 46 30.7 % 5 74.6 ≤ x < 82 Sangat tinggi 12 8 % Jumlah 150 100 %
Tabel 4.10 memberikan informasi bahwa kepuasan kerja pendeta GPM mengarah dari tinggi ke sedang. Data menunjukan bahwa 40 %
115
pendeta GPM memiliki kepuasan kerja sedang; 30.7 % pendeta GPM memiliki kepuasan kerja tinggi; 17.3 % pendeta GPM memiliki kepuasan kerja rendah; 8 % pendeta GPM memiliki kepuasan kerja sangat tinggi; dan 4 % pendeta memiliki komitmen sangat rendah bagi GPM. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepuasan kerja pendeta GPM berada pada kategori yang relatif kurang yaitu sedang. Selain itu, data memperlihatkan juga bahwa pendeta GPM memiliki kepuasan kerja rendah dengan persentase yang cukup signifikan yaitu sebesar 17.3 %, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja pendeta GPM.
4.4.3. Variabel Kecerdasan Emosional
Skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kecerdasan emosional pendeta GPM. Artinya, responden diminta untuk menilai atau merespons sejauhmana tingkat kecerdasan emosional pendeta GPM. Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel kecerdasan emosional digunakan 5 kategori yakni; sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pengkategorian ini disesuaikan dengan 5 alternatif pilihan jawaban dalam skala Likert. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel kecerdasan emosional adalah 42 item valid dengan skor empiris diperoleh bergerak dari 128 sampai dengan 209.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kecerdasan emosional digunakan interval ukuran:
i = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
i = 209−1285 𝑖 = 16.2
116
Gambaran tinggi rendahnya kecerdasan emosional pendeta GPM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Deskripsi Pengukuran Variabel Kecerdasan Emosional
No Skor Kategori N % 1 128 ≤ x < 144.2 Sangat rendah 1 0.7 % 2 144.2 ≤ x < 160.4 Rendah 23 15.3 % 3 160.4 ≤ x < 176.6 Sedang 75 50 % 4 176.6 ≤ x < 192.8 Tinggi 33 22 % 5 192.8 ≤ x < 209 Sangat tinggi 18 12 % Jumlah 150 100 %
Tabel 4.11 memberikan informasi bahwa kecerdasan emosional pendeta GPM mengarah dari kategori tinggi ke sedang. Data menunjukan bahwa 50 % pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional sedang; 22 % pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional tinggi; 15.3 % pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional rendah; 12 % pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional sangat tinggi; dan 0.7 % pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional sangat rendah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional pendeta GPM berada pada kategori yang relatif kurang yaitu sedang. Selain itu, data memperlihatkan juga bahwa pendeta GPM memiliki kecerdasan emosional rendah dengan persentase yang cukup signifikan yaitu sebesar 15.3 %, sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional pendeta GPM.
4.5. Hasil Pengujian Persyaratan Analisis 4.5.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus diketahui bahwa data penelitian memenuhi Criteria Best Linier
117
Unbiased Estimator (BLUE) supaya variabel independen sebagai estimator atas variabel dependen tidak bias. Untuk mencapai tujuan itu, maka dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas, dan uji homogeneity of variance.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik One Sample Kolmogorov Smirnov. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 150
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 7.10098756
Most Extreme Differences Absolute .076
Positive .038
Negative -.076
Kolmogorov-Smirnov Z .936
Asymp. Sig. (2-tailed) .345
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data
Tabel 4.12 memberikan informasi bahwa berdasarkan uji one sample Kolmogorov Smirnov, diketahui nilai Kolmogorov Smirnov adalah 0.936 dan signifikan pada 0.345. Oleh karena nilai signifikansi 0.345 (p>0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi normal. Dengan demikian, data penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, korelasi, dan anova dua arah yang layak digunakan
118
untuk memprediksi komitmen organisasi berdasarkan kepuasan kerja dan kecerdasan emosional.
b. Uji Homogeneity of Variance untuk Analisis of Variance (ANOVA)
Untuk dapat menggunakan uji statistik ANOVA, maka salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah melakukan uji homogeneity of variance. Ghozali (2006) menyatakan bahwa uji homogeneity of variance, yakni; variabel dependen harus memiliki varian yang sama dalam setiap kategori variabel independen. Jika terdapat lebih dari satu variabel independen, maka harus ada homogeneity of variance di dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen kategorikal. Kriteria pengujian ini, yaitu; nilai Levene’s test of homogeneity of variance di atas 5% (probabilitas > 0.05). Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:Komitmen Organisasi
F df1 df2 Sig.
1.491 31 118 .067
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + KK + KE + jnskmn + KK * KE * jnskmn
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, dapat diketahui bahwa nilai p= 0.067. Oleh karena nilai Levene’s test sebesar 0.067 (p > 0.05), maka data dinyatakan homogen atau memiliki varian yang sama. Dengan demikian, asumsi homogeneity of variance terpenuhi untuk melanjutkan ke uji Two Way ANOVA.
119 4.5.2. Uji Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Berganda, teknik analisis Anova Dua Arah (Two Way ANOVA), dan teknik analisis Uji Beda t-test.
a. Analisis Korelasi Berganda
Analisis korelasi berganda dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (R). Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antar dua variabel atau lebih, dilakukan dengan melihat angka koefisien korelasi hasil perhitungan. Hasil analisis korelasi meliputi: kekuatan hubungan antar variabel, signifikansi hubungan, dan arah hubungan. Kekuatan hubungan dapat dilihat pada tabel berikut (Sugiyono, 2007).
Tabel 4.14
Makna Koefisien Korelasi Antar Variabel
Makna Koefisien Korelasi Besar Angka
Sangat rendah 0.00 – 0.199
Rendah 0.20 – 0.399
Sedang 0.340 – 0.599
Kuat 0.599 – 0.799
Sangat Kuat 0.799 – 1.000
Hipotesis 1: Ada hubungan signifikan kepuasan kerja dan kecerdasan
emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM.
Untuk menguji hipotesis ini, penulis menggunakan analisis korelasi berganda (multiple correlation). Korelasi ganda merupakan angka yang menunjukan arah kuatnya hubungan antara dua variabel independen secara bersama-sama atau lebih dengan satu variabel dependen (Sugiyono, 2010).
120 Tabel 4.15
Hasil Uji Korelasi Berganda Kepuasan Kerja dan Kecerdasan Emosional dengan Komitmen Organisasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .444a .198 .187 7.149
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Kerja, Kecerdasan Emosional
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 1849.654 2 924.827 18.095 .000a
Residual 7513.180 147 51.110 Total 9362.833 149
a. Predictors: (Constant), Kepuasan Kerja, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Komitmen Organisasi
Tabel 4.15 di atas memberikan informasi bahwa koefisien korelasi berganda diperoleh sebesar R= 0.444 dengan nilai signifikan 0.000 (p<0.05), yang berarti ada hubungan signifikan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi. Selain itu, nilai R= 0.444 dapat diartikan bahwa korelasi antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi sebesar 0.444. Hal ini berarti terjadi hubungan yang sedang antara variabel kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi.
Selanjutnya, koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.198 menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh kepuasan kerja dan kecerdasan emosional terhadap komitmen organisasi sebesar 19.8 %, sedangkan sisanya 80.2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
121
ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM.
b. Analisis Two - Way Anova
Analisis of variance merupakan metode untuk menguji hubungan satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Menurut Ghozali (2011), pada kasus satu variabel dependen dan dua atau tiga variabel independen disebut Two Way Anova. Dengan demikian, untuk menjawab hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis Two Way Anova.
Hipotesis 2 : Ada pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis
kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM.
Tabel 4.16
Hasil Uji Two Way Anova Pengaruh Interaksi Kepuasan Kerja dan Jenis Kelamin terhadap Komitmen Organisasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Komitmen Organisasi
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 3108.137a 31 100.262 1.892 .008 Intercept 265571.665 1 265571.665 5.010E3 .000 KK 554.221 4 138.555 2.614 .039 KE 538.099 4 134.525 2.538 .044 Jnskmn .053 1 .053 .001 .975 KK * KE 522.303 9 58.034 1.095 .372 KK * jnskmn 92.272 4 23.068 .435 .783 KE * jnskmn 6.627 3 2.209 .042 .989 KK * KE * jnskmn 424.779 6 70.796 1.336 .247 Error 6254.696 118 53.006 Total 978183.000 150 Corrected Total 9362.833 149 a. R Squared = .332 (Adjusted R Squared = .156)
122
Berdasarkan tabel 4.16 di atas, diketahui nilai F = 0.435 dan nilai signifikansi sebesar 0.783 (p > 0.05). Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi. Hasil ini juga ditunjukan dengan pola interaksi yang dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.1
Pola Interaksi Kepuasan Kerja dan Jenis Kelamin dengan Komitmen Organisasi
*1: Laki-laki *2: Perempuan
Gambar 4.1 di atas, memberikan penjelasan bahwa garis jenis kelamin tidak saling memotong yang artinya tidak terdapat pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi. Dapat dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan akan memiliki komitmen organisasi sangat rendah apabila mereka tidak memperoleh kepuasan dalam pekerjaan. Sebaliknya juga apabila laki-laki dan perempuan memperoleh kepuasan dalam pekerjaan, maka tingkat komitmen mereka bagi organisasi akan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
123
kerja dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh interaksi terhadap komitmen pendeta bagi GPM.
Hipotesis 3 : Ada pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis
kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM.
Tabel 4.17
Hasil Uji Two Way Anova Pengaruh Interaksi Kecerdasan Emosional dan Jenis Kelamin terhadap Komitmen Organisasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Komitmen Organisasi
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 3108.137a 31 100.262 1.892 .008 Intercept 265571.665 1 265571.665 5.010E3 .000 KK 554.221 4 138.555 2.614 .039 KE 538.099 4 134.525 2.538 .044 Jnskmn .053 1 .053 .001 .975 KK * KE 522.303 9 58.034 1.095 .372 KK * jnskmn 92.272 4 23.068 .435 .783 KE * jnskmn 6.627 3 2.209 .042 .989 KK * KE * jnskmn 424.779 6 70.796 1.336 .247 Error 6254.696 118 53.006 Total 978183.000 150 Corrected Total 9362.833 149 a. R Squared = .332 (Adjusted R Squared = .156)
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, diketahui nilai F = 0.042 dan nilai signifikansi sebesar 0.989 (p > 0.05). Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi. Hasil ini juga ditunjukan dengan pola interaksi yang dilihat pada gambar berikut:
124 Gambar 4.2
Pola Interaksi Kecerdasan Emosional dan Jenis Kelamin dengan Komitmen Organisasi
*1: Laki-laki *2: Perempuan
Gambar 4.2 di atas memberikan penjelasan bahwa, garis jenis kelamin tidak saling memotong yang artinya tidak terdapat pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi. Dapat dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan akan memiliki komitmen organisasi sangat rendah apabila kecerdasan emosional sangat rendah. Sebaliknya, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kecerdasan emosional yang sangat tinggi, maka tingkat komitmen mereka bagi organisasi akan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh interaksi terhadap komitmen pendeta bagi GPM.
125 c. Analisis Independent Sampel t-test
Analisis independen sampel t-test atau uji beda 2 rata-rata digunakan untuk menguji dua rata-rata pada dua kelompok data yang independen (Priyatno, 2009). Dengan demikian untuk menguji hipotesis ini digunakan analisis Independent Sampel t-tes dengan melihat nilai rata-rata (mean).
Hipotesis 4 : Ada perbedaan komitmen pendeta bagi GPM ditinjau
dari jenis kelamin.
Tabel berikut adalah hasil analisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan keseluruhan data komitmen organisasi yang telah terkumpul sebagaimana adanya.
Tabel 4.18
Analisa Keseluruhan Komitmen Organisasi
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Komitmen Organisasi 150 60 95 80.37 7.927
Valid N (listwise) 150
Tabel 4.18 di atas menjelaskan bahwa banyaknya data (N) adalah 150, dengan nilai minimum 60 dan nilai maksimumnya 95. Analisa rata-rata (mean) keseluruhan komitmen organisasi adalah 80.37. Selanjutnya, rata-rata komitmen organisasi laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel berikut:
126 Tabel 4.19
Analisa Independent Sampel t-test Komitmen Organisasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Group Statistics
Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Komitmen
Organisasi
Laki-laki 75 80.67 8.557 .988
Perempuan 75 80.07 7.288 .842
Tabel 4.19 di atas menunjukan bahwa laki-laki memiliki rata-rata komitmen organisasi sebesar 80.67, dan perempuan memiliki rata-rata komitmen organisasi sebesar 80.07. Hal ini berarti bahwa rata-rata komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil analisis selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.20
Hasil Uji Signifikansi Independent Sampel t-test Komitmen Organisasi Ditinjau dari Jenis Kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Komitmen Organisasi Equal variances assumed 2.692 .103 .462 148 .645 .600 1.298 -1.965 3.165 Equal variances not assumed .462 144.344 .645 .600 1.298 -1.965 3.165
Sebelum uji t-test dilakukan, uji F (homogenitas) perlu dilakukan terlebih dahulu. Jika varian sama, maka uji t-test menggunakan Equal Variance Assumed (diasumsikan varian sama), dan jika varian berbeda,
127
menggunakan Equal Variance Not Assumed (diasumsikan varian berbeda) dengan kriteria pengujian (Priyatno, 2009);
a. Jika signifikansi > 0.05, maka data antara laki-laki dan perempuan memiliki varian yang sama
b. Jika signifikansi < 0.05, maka data antara laki-laki dan perempuan memiliki varian yang berbeda.
Berdasarkan tabel 4.20 di atas, dapat diketahui bahwa signifikansi uji F didapat 0.103. Karena nilai signifikansi > 0.05 (0.103 > 0.05), maka dapat dikatakan bahwa kelompok data komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan memiliki varian yang sama. Dengan demikian, uji t-test (Independent sampel t-test) menggunakan equal variance assumed, dengan kriteria pengujian:
a. Jika t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan.
b. Jika t-hitung < t-tabel atau t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak yang berarti ada perbedaan komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian, berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t-hitung (equal variance assumed) adalah 0.462. Untuk nilai t-tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikansi 0.05 : 2 = 0.025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2 atau 150 – 2 = 148. Hasil yang diperoleh untuk t-tabel sebesar 1.976. Karena nilai t-hitung ≤ t-tabel (0.462 ≤ 1.976), maka Ho diterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar
128
bahwa tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa tidak ada perbedaan komitmen pendeta bagi GPM ditinjau dari jenis kelamin.
4.6. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji kolerasi berganda, uji anova dua arah dan independent sampel t-test, maka pembahasan diurut sesuai hipotesis penelitian sebagai berikut:
a. Hipotesis Pertama: Ada hubungan signifikan antara kepuasan
kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM.
Bedasarkan hasil uji statistik diperoleh koefisien korelasi berganda sebesar R= 0.444 dengan nilai signifikan 0.000 (p<0.05). Artinya, ada hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi. Demikian juga ditemukan hasil koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.198 yang menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh kepuasan kerja dan kecerdasan emosional terhadap komitmen organisasi sebesar 19.8 % sedangkan sisanya 80.2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan secara simultan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa;
Pertama, sebagian besar pendeta GPM merasakan adanya
129
kecerdasan emosional yang stabil membuat pelayanan mereka lebih menunjukan komitmen bagi organisasi. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat dari Boshoff dan Arnolds (Adey & Bahari, 2010), yang menyatakan bahwa pegawai yang merasa puas dengan pekerjaannya pada suatu organisasi akan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan menunjukan komitmen yang tinggi pula bagi organisasi tersebut. Keterampilan sosial adalah komponen amat penting dari kecerdasan emosional sehingga mendorong individu mempunyai hubungan interpersonal yang baik dan kuat, dan akhirnya dapat meningkatkan komitmen mereka bagi organisasi.
Kedua, sebagaian besar pendeta GPM memiliki pandangan
bahwa kepuasan kerja dan kemampuan yang baik dalam mengendalikan diri secara emosional akan membuat pelayanan mereka lebih memiliki komitmen bagi orgaisasi. Semakin tinggi kepuasan kerja dan kecerdasan emosional, maka semakin tinggi pula komitmen pendeta bagi GPM. Hasil temuan ini secara empirik mendapat dukungan dari penelitian sebelumnya diantaranya, adalah: Akomolafe dan Olatomide (2013); dan Taboli (2013), yang memperlihatkan bahwa komitmen pegawai bagi organisasi cenderung diperlihatkan oleh pegawai yang memiliki kepuasan kerja dan kecerdasan emosional yang tinggi. Dengan demikian, GPM akan tetap eksis dalam pelaksanaan program-program pelayanan secara efektif, apabila pengembangan komitmen pendeta bagi GPM difokuskan pada peningkatan kepuasan kerja dan kecerdasan emosional pendeta.
b. Hipotesis Kedua: Ada pengaruh interaksi kepuasan kerja dan
130
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai F = 0.435 dan nilai signifikansi sebesar 0.783 (p > 0.05). Hal ini berarti, tidak ada pengaruh interaksi antara kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM. Temuan ini mengindikasikan bahwa;
Pertama, pada dasarnya, pendeta GPM laki-laki dan perempuan
memiliki pandangan yang sama, dan menganggap bahwa kepuasan kerja mereka hampir sebagian besar sama sehingga dalam melayani dapat memberikan yang terbaik dengan ditunjukan melalui adanya komitmen bagi organisasi. Hasil temuan ini didukung oleh hasil penelitian dari Suki dan Suki (2011); dan Sonia (2010), yang menyatakan bahwa baik pegawai laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kepuasan kerja yang sama dan ditunjukan dengan komitmen bagi organisasi. Setiap pegawai dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki komitmen organisasi yang tinggi. Jika setiap pegawai sangat puas dengan pekerjaan mereka, rekan kerja, gaji, dan pengawasan serta kepuasan kerja secara keseluruhan dengan pekerjaan, maka mereka lebih cenderung berkomitmen bagi organisasi daripada pegawai yang tidak puas (Warsi., Fatima & Sahibzada dalam Suki & Suki, 2011).
Kedua, setiap pendeta GPM laki-laki dan perempuan
mempunyai anggapan yang sama bahwa kepuasan kerja adalah penting bagi pelayanan mereka. Kedua-duanya menganggap bahwa ketika mereka memperoleh kepuasan dalam pekerjaan, maka membuat mereka memiliki komitmen bagi organisasi. Pentingnya kepuasan kerja bagi setiap pegawai bertujuan untuk meningkatkan produktifitas, kualitas kerja dan komitmen yang tinggi. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Mowday., et al (Ansel, 2013), bahwa semakin individu merasa puas dalam pekerjaanya sebagai refleksi dari tempat kerjanya, maka individu itu akan semakin berkomitmen dengan pekerjaanya, akan lebih
131
termotivasi untuk berusaha bekerja sebaik mungkin, loyal, lebih stabil, dan produktif sehingga lebih menguntungkan organisasi. Sementara itu, Nur (Walker, 2005) menyatakan bahwa bagi pekerja Kristen, kepuasan kerja menjadi penting karena nilai-nilai dan prinsip-prinsip Kristiani yang ditawarkan oleh organisasi gereja dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk kepuasan kerja, sehingga hal itu mempunyai kecenderungan kearah komitmen organisasi.
c. Hipotesis Ketiga: Ada pengaruh interaksi kecerdasan emosional
dengan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai F = 0.042 dan nilai signifikansi sebesar 0.989 (p>0.05). Hal ini berarti, tidak ada pengaruh interaksi antara kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM. Temuan ini mengindikasikan bahwa;
Pertama, pada umumnya, pendeta GPM baik itu laki-laki dan
perempuan memiliki kecerdasan emosional yang sama, sehingga dalam melayani dapat memberikan yang terbaik dengan ditunjukan melalui adanya komitmen bagi organisasi. Hasil temuan ini didukung oleh hasil penelitian dari Beri dan Beri (2014), yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecerdasan emosional antara laki-laki dan perempuan dalam komitmen bagi organisasi. Setiap pegawai laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kecerdasan emosional yang sama, dan mampu mengembangkan ikatan emosional untuk organisasi mereka sehingga lebih menunjukan berkomitmen bagi organisasi.
Kedua, karakteristik pekerjaan dalam bidang pelayanan di gereja
mengharuskan pendeta laki-laki dan perempuan memiliki kecerdasan emosional sebagai hal yang utama dalam menghadapi kompleksitas
132
tantangan pelayanan, sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka bagi organisasi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Sani dan Ghorbani (2012), bahwa keberhasilan setiap pegawai dalam suatu situasi pekerjaan apabila mereka memiliki kecerdasan emosional yang baik. Jika pegawai memiliki kecerdasan emosional yag baik, maka setiap masalah yang dihadapi dalam pekerjaan dapat terselesaikan. Pegawai yang memiliki kecerdasan emosional dapat melatih dirinya dan orang lain untuk berkomitmen.
d. Hipotesis Keempat: Ada perbedaan signifikan komitmen
pendeta bagi GPM ditinjau dari jenis kelamin
Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa nilai t-hitung adalah 0.462, dan nilai t-tabel adalah 1.976. Karena nilai t-hitung ≤ t-tabel (0.462 ≤ 1.976), maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 2.692 dengan nilai signifikansi
0.645 (p > 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan komitmen organisasi pendeta GPM ditinjau dari jenis kelamin. Hasil temuan mengindikasikan bahwa:
Pertama, secara umum, pendeta GPM laki-laki dan perempuan
memiliki anggapan yang sama bahwa komitmen bagi organisasi adalah hal yang utama, agar dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi. Hasil temuan ini secara empirik mendapat dukungan dari Suki dan Suki (2011); Alshitri (2013); Sani dan Ghorbani (2012); dan Al-Ajmi (2006), yang menyatakan bahwa tingkat komitmen organisasi antara laki-laki dan perempuan tidak menunjukan adanya perbedaan. Perempuan dan laki-laki memiliki sikap
133
yang sama dalam menyatakan komitmennya bagi organisasi dimana mereka dipekerjakan. Tidak adanya perbedaan komitmen organisasi pegawai laki-laki dan perempuan disebabkan karena mereka mengidentifikasi tujuan dan nilai-nilai organisasi yang sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Suki dan Suki (2011), bahwa setiap pegawai yang memiliki komitmen akan mengidentifikasi tujuan dan nilai-nilai organisasi. Pegawai akan bangga menjadi bagian dari organisasi dan tetap bekerja bagi organisasi karena mereka menemukan kesesuaian nilai-nilai diri dengan nilai-nilai organisasi tersebut.
Kedua, pada dasarnya, pendeta GPM laki-laki dan perempuan
menyadari bahwa untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan visi, misi dan tujuan gereja, maka perlu memiliki komitmen yang tinggi bagi organisasi. Adanya komitmen yang tinggi dari setiap pegawai menunjukan kepatuhan bersedia melakukan kebijakan organisasi, memiliki motivasi kerja yang tinggi, dan kinerja yang positif (Meyer, et al.,& Newstrom, dalam Olesia, et al, 2013). Dengan demikian, komitmen setiap pendeta bagi organisasi gereja memberikan kontribusi yang produktif terhadap kinerja dan produktifitas organisasi yang berkaitan dengan pelaksanaan program-program pelayanan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan gereja. Pernyataan ini didukung oleh penelitian McIntos (Rimes, 2011), bahwa komitmen pendeta bagi gereja berhubungan dengan tanggung jawab pelayanan untuk tujuan, visi, dan nilai-nilai gereja dimana mereka melayani. Komitmen menjadi penting bagi setiap pendeta dalam membangun hubungan dengan staf gereja dan menghindari konflik yang berpotensi menggangu keseluruhan visi dan pelayanan gereja.