1
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA PEGAWAI YANG BEKERJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG
Stephanie Alice Augustina Hursepuny1 Aat Sriati1 Nita Fitria1 1
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK
Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Pegawai Lembaga Pemasyarakatan sering mengalami kecemasan saat bekerja karena berhadapan dengan warga binaan yang mengalami masalah pidana/perdata yang menyebabkan harus menjalani kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner tingkat kecemasan dari Zung Self-Rating Anxiety Scale. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah 31 orang pegawai RUPAM. Hasil penelitian menggambarkan sebagian besar yaitu 19 orang (61, 29%) responden berada pada tingkat kecemasan ringan dan hampir sebagian responden sebanyak 12 orang (38,71%) mengalami tingkat kecemasan sedang. Tidak satupun responden mengalami kecemasan berat dan panik.
Kata kunci: tingkat kecemasan, pegawai lembaga pemasyarakatan wanita klas IIA Bandung
ABSTRACT
Anxiety is an individual response to an unpleasant situation and experienced by every living creature in daily life. The employee of The Instute of Community often experience anxiety while working because they are dealing with citizens assisted in the criminal or civil problems that leads them to endure life in the Rehabilitation Center. The purpose of this research is to identify description of the anxiety level of the employee working in The Instute of Community in Women’s Group Level IIA
Bandung. The research method applied is quantitative descriptive. The technique of collecting data is the questionnaire of anxiety level from Zung Self – Rating Anxiety Scale. The sampling techniques used were sampling purposive with a total of 31 RUPAM staffs.The results of the research showed that most respondents, 19 respondents (61,29%), were on the level of mild anxiety and almost 12 respondents (38,71%) experienced a moderate level of anxiety. None of the respondents suffered severe anxiety and panic.
Keywords: the level of anxiety, The Instute of Community in Women’s Group Level
2
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
PENDAHULUAN
Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Suliswati, 2005). Sementara itu Kaplan dan Saddock (1998) mengatakan ansietas merupkan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomik (SSA).
Ansietas biasanya disertai dengan keluhan-keluhan fisik tertentu seperti jantung berdebar, mual, sakit di dada, nafas berat, sakit perut atau sakit kepala. Hal ini wajar karena secara fisik, tubuh mempersiapkan organisme untuk menghadapi ancaman.
Sementara menurut Widjaja (2006) pegawai adalah orang- orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Pegawai memiliki hubungan dengan banyak orang antara lain dengan keluarga, pimpinan, maupun orang lain yang menjalin pergaulan, serta harus membagi tanggung jawab antara urusan pekerjaan maupun pribadi. Jika pegawai tidak bisa membagi tanggung jawab antara kerjaan dan urusan pribadi akan mempengaruhi kinerja kerjanya.
3
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia Nomor : M.03 – PR.03 tahun 2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, tugas pokoknya adalah melaksanakan pemasyarakatan narapidana dan anak didik. Fungsi dari lembaga pemasyarakatan adalah melakukan pembinaan dan perawatan narapidana dan anak didik; memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja; melakukan bimbingan sosial kerohanian narapidana /anak didik; melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lapas serta melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung ini memiliki kapasitas atau daya tampung sebanyak 325 (tiga ratus dua puluh lima) orang, sedangkan jumlah penghuni sampai saat ini berdasarkan data Mei 2012 adalah sebanyak 366 (tiga ratus enam puluh enam). Jumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung per bulan april 2012 sebanyak 77 (tujuh puluh tujuh) orang. Pegawai yang berhubungan langsung dengan warga binaan adalah bagian dari anggota RUPAM sebanyak 31 (tiga puluh satu) orang, terdiri dari pria sebanyak 6 (enam) orang dan wanita sebanyak 25 (dua puluh lima) orang.
RUPAM adalah bagian dari KPLP (Kepala kesatuan pengamanan) yang bertugas menjaga kesatuan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan. RUPAM terdiri dari RUPAM I, II, II, dan IV. Di mana di dalam setiap regu terdiri dari 10 orang.
4
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Pegawai Rupam diharuskan selalu ada di Lapas, sehingga mereka harus berjaga pada shift pagi, sore dan malam secara beganti-gantian.
Bila dilihat dari jumlah pegawai yang langsung berhubungan dengan warga binaan, dengan jumlah warga binaan dapat dilihat kurangnya pegawai. Selain itu, pegawai lembaga pemasyarakatan ini diharuskan beradaptasi dengan warga binaan yang berasal dari berbagai kalangan dengan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, serta menata warga binaan yang sedang menjalani masa hukuman karena pelanggaran yang telah dibuat terhadap norma-norma hukum yang berlaku.
Seperti halnya semua orang akan mengalami kecemasan saat menemukan pengalaman baru atau sesuatu peristiwa yang mau tak mau harus dihadapi. Begitupun dengan pegawai Lembaga Pemasyarakatan, mereka dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat dan membina warga binaan sesuai harapan yang diinginkan oleh Lembaga Pemasyarakatan maupun pribadi. Harapan pegawai khususnya dari anggota rupam adalah bahwa warga binaan dapat mengikuti pembinaan dengan sebaik mungkin dan mengikuti peraturan yang ada. Sehingga dari pembinaan tersebut dapat menjadi manfaat bagi mereka dan pada saat kembali ke masyarakat dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan norma dan aturan yang di lingkungan mereka tinggal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sepuluh pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung, tiga orang mengatakan bahwa mereka merasa cemas pada saat awal-awal bekerja di Lembaga Pemasyarakatan. Dua orang
5
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
pegawai mengalami gangguan tidur seperti terbangun di malam hari, susah untuk masuk tidur, dan tidur tidak nyenyak. Enam orang pegawai yang diwawancara juga mengatakan kepalanya terasa berat, sakit kepala atau migrein serta sering merasa pusing saat bekerja
Bila tidak ditangani lebih lanjut maka gangguan kecemasan ini akan menjadi lebih berat sehingga menimbulkan kepanikan. Pada orang-orang dengan masalah anxietas tetapi dia menyadari adanya gejala berupa darah tinggi atau berdebar-debar seperti mau serangan jantung, misalnya akan menimbulkan rasa takut yang berlebihan sehingga dapat menjadi stressor baru yang lebih besar (Wiramihardja, 2005).
Pada penelitian ini, peneliti mengambil responden dari pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung karena pegawai lapas adalah orang-orang yang berinteraksi secara langsung dengan warga binaan, akan mengalami kecemasan, serta menyebabkan kurang berkonsentrasi dalam bekerja. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan, warga binaan diberikan pembinaan yang bertujuan untuk memberi bekal kepada mereka supaya bisa berubah menjadi orang yang lebih baik apabila telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Pada warga binaan wanita sendiri telah diberi stigma yang lebih buruk dibandingkan dengan narapidana pria. Wanita sebagai pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan bersikap. Selain itu, secara fisik dan psikologis narapidana wanita berbeda dengan narapidana pria, maka pembinaan yang diberikan kepada mereka
6
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
berbeda pula. Bukan merupakan hal mudah untuk memberikan pembinaan kepada wanita. Hal tersebut disebabkan mengingat karakteristik dari setiap wanita berbeda-beda. Faktor tingkat kejahatan yang dilakukan, tingkat pendidikan maupun latar belakang kehidupan dan para narapidana wanita yang berbeda-beda telah memunculkan tantangan yang cukup berat dalam memberikan pembinaan kepada mereka. Hal-hal tersebut bisa menyebabkan adanya kecemasan pegawai lapas wanita dan apabila tidak diatasi dengan baik maka akan berpengaruh terhadap kualitas pembinaan terhadap warga binaan.
Berdasarkan hal yang diuraikan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran tingkat kecemasan pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat kecemasan pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu ingin mendapatkan gambaran mengenai tingkat kecemasan pada pegawai di Lembaga Pemasyarakatan wanita kelas IIA Bandung.Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan pada pegawai di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Bandung.
7
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai di Lembaga Pemasyarakatan wanita klas IIA Bandung berjumlah 77 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan memakai teknik purposive sampling, yaitu difokuskan pada pegawai yang membina secara langsung warga binaan yaitu anggota rupam, yang berjumlah 31 orang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Zung-Self Rating Anxiety Scale (ZSAS) untuk mengukur tingkat kecemasan akibat gangguan klinis yang dikembangkan oleh William W.K Zung. Skala ini berfokus pada gangguan yang paling umum terjadi pada kecemasan umum. Pengumpulan data pada penelitian ini berupa kuesioner.
Analisa data dalam penelitian ini untuk mengukur kecemasan memakai skor Zung Self Rating Anxiety Scale (ZCAS). Dari penelitian dengan menggunakan menggunakan instrumen Zung Self Rating Anxiety Scale (ZCAS) ini dihasilkan skor akhir dan selanjutnya ditentukan kriteria tingkat kecemasan masing-masing pegawai berdasarkan kategori sebagai berikut:
Untuk tingkat kecemasannya sendiri digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
20-34 untuk nilai ringan 35-49 untuk nilai sedang 50-64 untuk nilai berat 65-80 untuk nilai panik
8
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Selanjutnya digunakan analisis untuk tiap item pertanyaan dengan perhitungan:
x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Pegawai Yang Bekerja Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung
No Tingkat Kecemasan F % 1 Kecemasan ringan 2 Kecemasan sedang 3 Kecemasan berat 4 Kecemasan panik 19 12 - - 61,29% 38, 71% - - Total 31 100%
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pegawai yang bekerja di lembaga pemasyarakatan wanita klas IIA Bandung sebagian besar mengalami kecemasan ringan (61,29%). Secara umum tingkat kecemasan ringan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan lahan persepsinya menjadi meningkat. Pada kondisi ini individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Tingkat kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari, individu dengan kecemasan ringan menunjukkan tanda berupa lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif, karena pada tingkatan kecemasan ini dapat
9
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
memicu seseorang menjadi lebih kreatif dalam memecahkan masalah (Stuart & Sundeen, 1998).
Kecemasan ringan menciptakan kondisi sedikit bergairah yang meningkatkan kemampuan persepsi, pembelajaran, dan produktif. Sebagian besar individu yang sehat mengalami kecemasan ringan, mungkin sebagai perasaan gelisah ringan yang mendorong seseorang untuk mencari informasi dan mengajukan pertanyaan (Kozier, dkk.,2011)
Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung, sehingga stressor yang ada dijadikan sebagai motivasi untuk mencari informasi dan mengajukan pertanyaan untuk menghadapi stressor tersebut. Misalnya adanya keributan yang terjadi antara warga binaan karena masalah sepele di dalam lapas. Pegawai khususnya rupam, berusaha untuk mencari dan bertanya mengenai masalah yang terjadi agar segera dapat diselesaikan, sehingga tidak ada ketegangan di dalam lapas.
Kecemasan dalam batas-batas tertentu dianggap cukup signifikan sebagai peringatan terhadap adanya ancaman, sehingga individu dapat mempersiapkan proses penyesuaian diri yang lebih efektif dalam mengatasi ancaman (Kaplan & Saddock, 1997).
Kecemasan ringan yang dialami pegawai lembaga pemasyarakatan hampir dirasakan oleh seluruh responden tetapi intensitasnya jarang terjadi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masa kerja pegawai yang sebagian besar pegawai telah
10
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
bekerja selama lebih dari lima tahun, sehingga mereka telah belajar beradaptasi dengan kondisi yang ada. Selain itu, setiap sebulan sekali diadakan briefing tentang masalah-masalah besar yang terjadi di lembaga pemasyarakatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Masalah tersebut akan dilakukan pencatatan dan langsung diperhatikan oleh Kalapas.
Koping yang efektif diperlukan untuk menurunkan tingkat kecemasan. Perlu diwaspadai jika koping yang digunakan oleh pegawai itu tidak konstruktif maka tidak menutup kemungkinan akan berlanjut ketingkat kecemasan yang lebih berat. Pernyataan tadi sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stuart (2007) bahwa individu dapat mengatasi kecemasan dengan menggunakan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut berupa kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan dari sesama teman pegawai, dukungan dari keluarga dan keyakinan untuk mendapat prestasi yang baik dapat membantu individu mengintregasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
Banyaknya pegawai rupam dengan tingkat kecemasan ringan ini dimungkinkan proses adaptasi yang terjadi dengan baik dengan lingkungan kerja. Meskipun diberikan tantangan dan masalah yang berat apabila pegawai dapat beradaptasi dengan situasi yang mereka hadapi dalam lingkungan proses belajar mengajar, maka akan mengurangi kecemasan. Kozier and Oliveri (1991) mengatakan bahwa tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Proses
11
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-sumber di lingkungan dimana dia berada.
Tingkat kecemasan juga dipengaruhi oleh faktor umur dimana sebanyak umur semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki dan umur yang relatif tua dapat berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimilikinya (Koentjaraningrat, 2009). Dari responden pegawai yang ada, dapat dilihat hampir seluruh responden berada pada usia 18-40 tahun. Menurut Harlock (1980) usia 18-40 tahun berada pada usia dewasa muda. Di mana pada masa dewasa muda merupakan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru, salah satunya penyesuaian terhadap pekerjaan. Selama pemilihan pekerjaan orang dewasa, dengan sendirinya perlu menyesuaikan diri dengan sifat dan macam pekerjaan tersebut yang antara lain meliputi jenis kerja setiap hari dan minggunya, penyesuaian terhadap teman sejawat dan para pimpinan, dengan lingkungan tempat ia bekerja, dan penyesuaian dengan peraturan serta batasan yang berlaku selama waktu kerja. Pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan telah menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang ada, dimungkinkan karena sebagian responden telah bekerja lebih dari lima tahun.
Faktor jenis kelamin yang pada umumnya jenis kelamin perempuan lebih tinggi tingkat kecemasannya dibandingkan dengan laki-laki (Kusumo Lelono, S. 2004). Faktor pendidikan berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya (Koentjaraningrat, 2009). Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir,semakin
12
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
tinggi pendidikan akan semakin mudah berpikir rasioanl dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart & Sundeen, 1998). Dari penelitian ini sebagian besar pegawai pendidikan terakhirnya SMA/MA, sehingga dapat dilihat pegawai rupam dapat berpikir secara rasional dan dapat menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang terjadi di lembaga pemasyarakatan wanita klas IIA Bandung.
Faktor lain yang menyebabkan kecemasan adalah psikodinamik teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Freud melihat ego sebagai bagian kepribadian yang terbangun untuk menjaga dan menolong individu untuk mengontrol kecemasan.
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi (Freud, 1936 dalam Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut Sulivan pada individu dewasa, ansietas muncul dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok budayanya. Pada pegawai lapas wanita klas IIA Bandung yang sebagian besar mengalami kecemasan ringan memiliki kemampuan tinggi untuk mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah yang terjadi pada saat melakukan tugasnya.
13
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Kecemasan yang dirasakan oleh pegawai rupam Lapas Wanita Klas IIA bandung dapat disebabkan karena banyaknya stressor yang mereka hadapi saat melakukan kewajibannya. Sebagian besar pegawai lapas nampaknya mempunyai kemampuan untuk merespon kecemasan dengan baik, ini nampak dari hasil penelitian yang didapat bahwa sebagian besar responden hanya mengalami kecemasan ringan. Menurut Stuart & Sundeen kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, usia, serta jenis kelamin.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pada pegawai yang bekerja di Lemabaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung mengalami kecemasan dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Hal ini terbukti dari 31 responden, sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan dan hampir sebagian responden mengalami tingkat kecemasan sedang. Tidak ada seorang pun dari responden yang mengalami kecemasan berat dan panik.
Kemungkinan penyebab terhadap kecemasan ringan adalah adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasaan yaitu, jenis kelamin, usia responden, pendidikan, dan lama bekerja.
14
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
SARAN
Dengan diperoleh simpulan di atas, maka penulis mengajukan saran terhadap khususnya rupam seperti pelatihan manajamen stres dan strategi koping yang harus dilakukan pegawai dalam menghadapi masalah warga binaan. Dapat dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kecemasan pada pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Bandung.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Mamat Lukman, S.K.M.,S.Kp., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
2. Aat Sriati, S.Kp., M.Si.., selaku pembimbing utama
3. Nita Fitria, S.Kp., M.Kes., selaku pembimbing pendamping
4. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta
Atkinson, R.L & Smith,R.E. C&Bem,D. J.1987. Pengantar Psikolgi Jilid 2. Edisi 11. Batam. Interaksa
Departemen pendidikan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Indonesia. Balai Pustaka
Hawari, D. 2004. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Gaya Baru
15
Stephanie Alice Augustina Hursepuny, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor-Sumedang) Email : stephanie.a.a.h@gmail.com
Kaplan & Sadock. 1995. Comprehensive Textbook Of Psychiatry Volume 1. Sixth Edition. Baltimore. Williams& Wilkins
_______ 1997. Sinopsis Psikiatrik. Edisi 7. Alih bahasa: Dr. Widjaja Kusuma. Jakarta. Binarupa Aksara
_______ 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta. Widya Medika Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta
Kozier, B. & Erb, G. 1991. Fundamentals of Nursing : Concepts and Procedurs, Addition Wesley
Kozier, dkk. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta. EGC
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA, 2011, Profile Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung. Bandung.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta. EGC
_______. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Fifth Edition. St. Louis: Mosby Company.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC. Universitas Padjajaran. 2011. Pedoman Penyusunan dan Penulisan SkripsiProgram
sarjana 2011. Bandung : Unpad.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta. EGC
Widjaja, A.W. 2006.Administrasi Kepegawaian : Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Wiramihardja, S. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika
Aditama
Zung, W.K. 1971. A Rating Insturment For Anxiety Disorders.J.of The Academy of Psychosomatic Medicine 12:371-379