• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gejolak krisis moneter pernah melanda Negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Kehidupan perekonomian nasional pun menjadi sangat sulit. Kinerja dunia usaha sebagian besar mengalami stagnasi, malah banyak sekali perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Begitu juga lembaga keuangan bank, banyak bank yang nyaris ditutup atau bubar karena mengalami kebangkrutan pada krisis moneter tersebut.

Gejolak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan Juli 1997 tersebut mengakibatkan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan bisnis di Indonesia. Naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah dengan sangat tinggi menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia tidak mampu membayar utangnya yang umumnya dilakukan dalam bentuk dollar. Akibatnya banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu lagi membayar utangnya tersebut.

Menurut data Jurnal Hukum Bisnis, terdapat sekitar 18.000 perusahaan mengalami kesulitan pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih akibat krisis moneter tahun 1997. Masalahnya karena nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, utang pemerintah dan swasta (yang memakai standar dollar Amerika Serikat) menjadi membengkak.2

2

(2)

Permasalahan utang piutang perusahaan ini, dapat diatasi dengan berbagai alternatif yang dapat dilakukan antara lain,3

Selain itu upaya lain yang dapat ditempuh untuk mengatasi utang piutang ini antara lain,

pertama, mencapai kesepakatan

bilateral antara debitur dan kreditur untuk menyelesaikan utang piutang di antara mereka, baik yang dilakukan oleh mereka sendiri maupun dengan pemanfaatan Prakarsa Jakarta (Jakarta Inisiative); kedua, memanfaatkan skema Indonesian

Debt Restructuring Agency (INDRA); ketiga, menggunakan Undang-Undang

Kepailitan.

4

Langkah penyelamatan dunia usaha melalui penjadwalan dan restrukturisasi utang seperti telah diupayakan melalui Indonesia Debt

pertama, mempergunakan sistem penyelesaian sengketa di luar

pengadilan (Alternative Dispute Resolution); kedua, mempergunakan penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional (apabila dalam perjanjian ada klausul tentang hal ini); ketiga, melakukan restrukturisasi utang.

Upaya-upaya hukum tersebut telah dilakukan, namun tampaknya dampak dari terjadinya krisis moneter ini sungguh besar. Dampak dari terjadinya krisis moneter ini telah memicu kebekuan antara dunia usaha dan perbankan, berbuntut kepada lilitan utang yang terjadi yang membuat dunia usaha praktis menjadi lumpuh. Bila seluruh upaya-upaya untuk menyehatkan perusahaan tidak dapat lagi menyelamatkan perusahaan, maka perusahaan berada dalam keadaaan pailit. Kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan bahwa perusahaan tersebut mengalami Corporate Failure.

3

Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sofmedia), hlm. 2.

4

(3)

Restructuring (Indra) dan Jakarta Initiative (Prakarsa Jakarta) tampaknya tidak sepenuhnya dapat diterima oleh para kreditur luar negeri. Jadi dibutuhkan jalan lain untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara efektif yang esensinya untuk mengembalikan jumlah kredit kepada kreditor dengan cara yang cepat, efisien, dan berimbang serta transparan.

Untuk mengatasi dan mengantisipasi keadaan tersebut, salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah khususnya yang menyangkut utang-piutang dunia usaha adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang tentang Kepailitan.

Harus diakui bahwa salah satu faktor penekan terhadap keharusan diberlakukannya Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan selain dari adanya ketidakpercayaan para pencari keadilan lokal adalah tumbuhnya ketidakpercayaan pihak asing terhadap praktik peradilan di Indonesia. Fakta berperkara di pengadilan negeri yang sering tidak dapat dibaca kapan berawal dan kapan berujungnya, begitu juga dengan rumor-rumor miring tentang mafia peradilan membuat para pencari keadilan khususnya para pelaku bisnis, investor, ataupun kreditur asing memberi signal dan tekanan tersendiri bagi pemerintah (baik melalui kehadiran IMF maupun melalui keengganan sikap melakukan aktivitas bisnis di Indonesia).

(4)

sebenarnya hanya penyempurnaan dan penyesuaian terhadap peraturan kepailitan yang lama. Cara penyempurnaan itu dilakukan dengan mengubah, menghapus, dan juga menambah ketentuan-ketentuan (norma hukum) dan peraturan kepailitan yang lama.

Landasan konstitusional lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Pasal 22 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Walaupun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut sudah terlanjur diberlakukan, tetap harus mendapat persetujuan dari DPR. Jika tidak mendapat persetujuan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu harus dicabut.Demikian juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, telah disetujui oleh pihak DPR Republik Indonesia pada bulan September tahun 1998. Sebagai tanda persetujuan dari pihak DPR Republik Indonesia, maka keluarlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Kepailitan. (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 selanjutnya akan disebut sebagai Undang-Undang Kepailitan.5

Dengan adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan penyelesaian utang piutang perusahaan. Selanjutnya selain untuk memenuhi

5Ibid

(5)

kebutuhan dalam rangka penyelesaian utang piutang tersebut di atas, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, cepat, terbuka dan juga efektif melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas khusus pula untuk menangani, memeriksa, dan memutuskan berbagai sengketa tertentu di bidang perniagaan termasuk di bidang kepailitan dan penundaan pembayaran.6

Setelah lebih kurang 6 tahun berlakunya Undang-Undang Kepailitan Tahun 1998, kemudian muncullah revisi undang-undang tersebut yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Sistem yang dipergunakan dalam perubahan Undang-Undang Kepailitan adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal-pasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam undang-undang yang sudah ada.

Menyangkut substansi Undang-Undang Kepailitan, ada hal-hal yang kurang jelas pengaturannya sehingga menimbulkan berbagai interpretasi (multi

interpretation) atau malah kekosongan peraturan untuk menyelesaikannya.

Misalnya Undang-Undang Kepailitan tahun 1998 tidak memberi pengertian atau definisi mengenai utang, debitur maupun kreditur. Hal ini bukan saja memicu perdebatan di kalangan ahli hukum maupun praktisi hukum, tetapi juga memunculkan problematika pada penegakan hukumnya. Karena itu, tidak mengherankan jika kemudian beberapa putusan Pengadilan Niaga berbau kontroversi dan dinilai tidak memberikan keadilan sebagaimana yang diharapkan.

6

(6)

Pembayaran Utang. Undang-Undang ini diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2004. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebut dengan Undang-Undang Kepailitan atau disingkat dengan UUK dan PKPU.7

Penjelasan Umum Undang-Undang Kepailitan khususnya dalam bagian uraian mengenai pokok-pokok penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan pada sub Ketujuh, telah disebutkan tentang penegasan dan pembentukan peradilan khusus yang akan menyelesaikan masalah secara umum.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 20004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut, terdapat ketentuan mengenai Pengadilan Niaga. Ketentuan mengenai pengadilan niaga tersebut merupakan suatu ketentuan yang benar-benar merupakan ketentuan baru yang ditambahkan ke dalam Undang-Undang Kepailitan.

8

Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada di dalam lingkungan badan Peradilan Umum, bukan lingkungan badan peradilan yang berdiri sendiri. Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Namun seiring dengan

Lembaga ini berupa Pengadilan Niaga dengan hakim-hakim yang demikian juga akan bertugas secara khusus. Pembentukan Pengadilan Niaga ini merupakan langkah deferensial atas Peradilan Umum yang dimungkinkan pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

7

Bernard Nainggolan, op.cit., hlm. 5.

8

(7)

perkembangan kebutuhan di masyarakat, Pengadilan Niaga ini juga diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

Penetapan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan atau perkara kepailitan semata-mata untuk mengefisienkan proses pemeriksaan permohonan kepailitan dan penundaan pembayaran utang serta perkara perniagaan tertentu lainnya. Sedangkan mengenai pengorganisasian sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi peradilan umum.

Berdasarkan uraian di atas, maka penting sekali untuk menganalisis lebih mendalam terhadap pelaksanaan dari penyelesaian sengketa kepailitan yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga. Untuk itulah dipilih judul “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sengketa kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban PembayaranUtang ?

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa kepailitan?

(8)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Penyusunan dan penulisan skripsi ini, memiliki beberapa tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui sengketa kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa kepailitan yang telah terjadi.

3. Untuk mengetahui danmemahamikewenangan dari Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan sengketa kepailitan.

Pembahasan skripsi ini, diharapkan juga dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Secara teoretis

(9)

2. Secara praktis

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu bentuk latihan dalam menyusun suatu karya ilmiah meskipun masih sangat sederhana. Pelaksanaan hasil dari penelitian yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman di dalam bidang penyelesaian sengketa hukum. Skripsi ini ditujukan kepada kalangan praktisi dan penegak hukum serta masyarakat untuk lebih mengetahui bagaimana pelaksanaan dari suatu penyelesaian sengketa kepalitan yang terjadi berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 serta memberikan pengetahuan dan informasi kepada para praktisi hukum, civitas akademik, dan pemerintah sendiri mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa kepailitan di dalam masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan”, telah dituliskan sebelumnya oleh salah seorang penulis. Yaitu:

Belinda, stambuk 2003 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dengan judul skripsinya “Peranan Pengadilan Niaga Dalam Menyelesaikan Sengketa Kepailitan”.

(10)

penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan dari skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan pustaka

1. Kepailitan

Istilah pailit dapat dijumpai di dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Di dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le faille. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istiliah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan di dalam bahasa Inggris dipergunakan isitilah to fall dan di dalam bahasa latin dipergunakan istilah

failure.9

Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, pailit diartikan sebagai: “The state or condition of a person (Individual, partnership, corporation, municipality)

who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a

9

(11)

person againts whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a

voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”.10

Sedangkan menurut Fuady, arti sebenarnya dari pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mrngrlabuhi pihak krediturnya.

Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankrupt. Dari pengertian

bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, diketahui bahwa

pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang - utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harusdisertai dengan proses pengaduan ke Pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.

11

Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang

10

Radianadi, kedudukan pengadilan niaga menurut uu no 37 tahun 2004

Diakses tanggal 14 Maret 2011

11

(12)

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:

1. Pihak Debitor itu sendiri 2. Pihak Kreditor

3. Jaksa, untuk kepentingan umum

4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia

5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.12

ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 ini menyimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat berikut:13

12

(13)

a. Debitor terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai dua kreditor atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor.

b. Debitor tidak membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya.

c. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih.

Mengenai syarat paling sedikit harus ada 2 (dua) kreditor, Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor,syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium. Rasio adanya minimal dua kreditor tersebut adalah sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor itu untuk kemudian dibagi-bagikannya hasil perolehannya kepada semua kreditornya sesuai dengan tata urutan tingkat kreditor sebagaimana diatur dalam undang-undang. Apabila seorang debitor hanya mempunyai satu orang kreditor, eksistensi dari undang-undang kepailitan kehilangan raison d’etrenya, apabila debitor yang hanya memiliki seorang kreditor saja bila diperbolehkan mengajukan permohonan pailit padanya, harta kekayaan debitor yang menurut ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan utangnya tidak perlu diatur14

13

Bagus Irawan, Aspek –Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, PT Alumni, Bandung,2007,hal.15.

14

(14)

Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada di dalam lingkungan badan Peradilan Umum, jadi bukanlah lingkungan badan peradilan yang berdiri sendiri. Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

2. Pengertian Sengketa

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Winardi mengemukakan Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.15

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

(15)

Persengketaan bisa terjadi karena:

a. Kesalahpahaman tentang suatu hal.

b. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain. c. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.

d. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional.17

Terkait dengan sengketa kepailitan, sengketa kepailitan merupakan sengketa perdata yaitu suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang bersengketa di dalamnya mengandung sengketa yang harus di selesaikan oleh kedua belah pihak.18

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian normative, yaitu penelitian yang membahas doktrin – doktrin atau asas-asas hukum.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi.Hal ini agar terhindar dari suatu kesan dan penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan carayang asal-asalan dan tanpa di dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itulah, maka dalam melakukan penulisan skripsi inimenggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Spesifikasi penelitian

19

Untuk sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu bersifat deskriptif,yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang

17Juwita.pengertiansengketainternasiona

Diakses Maret 2013

18

Sarwano,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta : Sinar Grafika, 2011.

19

(16)

berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, dan Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis.

2. Data penelitian

Di dalam penulisan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama, melainkan diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar, makalah dan lain sebagainya.20

a. Bahan hukum primer,adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kemudian digunakan juga bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Data sekunder yang digunakan berupa:

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil kajian terhadap perjanjian kredit yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah, literatur, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

20

(17)

yang digunakan. Yaitu kamus, surat kabar, majalah, internet serta bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Teknik pengumpulan data dengan cara ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku-buku, literatur, makalah, dan lain sebagainya.

4. Analisis data

Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta melihat sinkronisasi suatu peraturan dengan peraturan lainnya secara bertingkat (hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel. Teknik analisis data kualitatif ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.21

21

(18)

G. Sistematika Penulisan

Urutan bab di dalam skripsi ini disusun secara sistematis untuk memudahkan pembahasan masalah skripsi. Skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab,yang dimana uraian bab – bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah yang menjadi dasar dari penulisan. Kemudian dibuatlah suatu perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II SENGKETA KEPAILITAN MENURUT UNDANG -

UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Bab ini menguraikan tentang batasan sengketa kepailitan, penyebab terjadinya sengketa kepailitan, dan akibat dari terjadinya sengketa kepailitan.

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN

(19)

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM SENGKETA KEPAILITAN

Bab ini membahas tentang sejarah keberadaan Pengadilan Niaga, tugas dan wewenang Pengadilan Niaga, serta kewenangan pengadilan niaga dalam menyelesaikan sengketa kepailitan.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

dapat perbedaan yang ta;jam antara auami dengan isteri. Yaitu dapat disebutkan. aebagai berikut, bahwa iateri se-. cara tegas tidak mau rukun lcerabali dengan suami,

Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) menyatakan bahwa jenis Ruang Terbuka

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengkaji lebih lanjut tentang sifat-sifat pelabelan cordial dan e-cordial pada beberapa jenis graf sederhana,

pada permukaan tubuh benih ikan gurami disebabkan karena lendir merupakan bagian yang paling luas dibandingkan organ tubuh lainnya dan memiliki kemungkinan terinfeksi

maka perlu kiranya dilakukan penelitian mengenai PENGARUH PROMOSI DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SERTA DAMPAKNYA PADA KEPUASAN KONSUMEN (Survey pada Konsumen

Pemenuhan kinerja standar pelayanan minimal jaringan jalan penelitian pada tiga rute untuk tingkat layanan jalan dianalisis berdasarkan 3 aspek, yakni aspek

It is based on the writer’s teaching belief that improving interaction in English class can open the chance of English learners in the country to have a better speaking ability..

1. Bagaimanakah proses pengembangan handout kimia berbasis inkuiri terbimbing dilengkapi media grafis pada materi ikatan kimia kelas X MA ?.. Bagaimanakah kelayakan handout