• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi di Indonesa sangat pesat. 1 Teknologi Informasi dan Komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. teknologi di Indonesa sangat pesat. 1 Teknologi Informasi dan Komunikasi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan globalisasi saat ini dengan menggunakan sarana

teknologi di Indonesa sangat pesat. 1 Teknologi Informasi dan Komunikasi

adalah Terminologi (ilmu mengenai batasan atau definisi istilah) yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. Teknologi informasi menjadi sesuatu yang multitafsir karena selain memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi faktor yang penting dalam perbuatan melawan hukum. Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada di dalam

masyarakat.2

Teknologi informasi memegang peran yang penting baik di masa kini,

maupun di masa yang akan datang.3 Pada masa modern ini perkembangan

komunikasi di internet memang begitu pesat.4 Seseorang dapat menjalin

sebuah interaksi sosial secara tidak langsung tanpa harus bertatap muka satu sama lain. Hanya dengan mengakses internet atau online seseorang dapat

1Anonim,2013, Pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi https://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-29.pdf diakses pada tanggal 15 maret 2016

2Budi Suharyanto, 2013, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta : Rajawali Pers, hlm 1.

3Agus Raharjo, 2002, Cybercrime - Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 1

(2)

2

berkenalan satu sama lain, berdiskusi, bahkan menjalin relasi bisnis, itu salah satu yang menjadi dampak posisif yang kita dapat menggunakan

internet maupun media sosial yang lain.5

Internet atau media sosial juga mempunyai banyak dampak negatif yang juga perlu kita cermati bersama, Peringkat Indonesia dalam kejahatan dunia maya (menggunakan internet) telah menggantikan posisi Ukraina yang sebelumnya menduduki posisi pertama. Indonesia menempati peringkat tertinggi dalam hal dunia maya. Data tersebut berasal dari penilitian Verisign, Perusahaan yang memberikan pelayanan intilijen di

dunia maya yang berpusat di California Amerika Serikat.6

Berdasarkan data yang diperoleh dari APJII (Asosiasi Penyedia Jasa internet Indonesia). Melalui Ketua Umum APJII Semuel A Pangerapan, sepanjang tahun 2014 menunjukkan pengguna naik menjadi 88,1 juta atau

dengan kata lain penetrasi sekitar 34,9%”.7 Sementara itu, berdasarkan data

dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai sekitar 82 juta orang. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat

ke-8 di dunia.8 Sementara itu berdasarkan survei terbaru Baidu sekitar 59,9 juta

pengguna Internet di Indonesia mengakses dunia maya itu melalui ponsel

5 Maskun, 2013, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, Jakarta : Kencana, hlm.17

6 Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime), Jakarta. PT

RajaGrafindo Persada, Hlm 17

7APJII, pengguna internet tahun 2014, http://www.apjii.or.id/2015 diakses pada tanggal 30

Maret 2016

(3)

3

pintar atau smartphone. Angka itu mengalahkan persentase pengguna yang

mengakses Internet melalui laptop atau netbook.9

Dampak yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi bukan hanya

dampak positif namun ada dampak negatif.10 Perkembangan kejahatan pun

semakin luas dan beragam. Mulai dari internet abuse, hacking, cracking,

carding, penyebar kebencian (hate speech) dan sebagainya. Mulai dari

coba-coba sampai dengan ketagihan (addicted). Jika pada awalnya hanya untuk coba - coba, kemudian berkembang menjadi kebiasaan dan meningkat sebagai kebutuhan / ketagihan.

Oleh karena itu, penulis mempunyai pilihan bahwa di Indonesia sering terjadi masalah - masalah menyangkut dunia maya. Salah satunya gejala yang terjadi di Indonesia yaitu mengenai kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech). Tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras,warna kulit, etnis, gender, cacat,orientasi eksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.11

Dalam arti hukum, tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang

9 Tekno Tempo, 2015, 59 persen pengguna internet akses via smartphone. http://www.tempo.com/2015 diakses pada tanggal 30 Maret 2016

10 Budi Suhariyanto, Op. Cit., hlm. 3

(4)

4

karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka

entah dari pihak pelaku ataupun korban dari tindakan tersebut.12

Kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) dimana pelaku biasanya melakukan atau menyebarkan tindakan penyebar kebencian melalui berbagai media. Mulai dari spanduk atau benner, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaaan, media massa cetak maupun elektronik, pamvlet, dan jejaring media sosial. Peristiwa ini dapat menimpa

kepada siapa saja, kapan pun, dan dimana pun.13 Publik figur seperti tokoh

masyarakat, selebritas, rakyat jelata juga bisa menjadi korbannya. Kasus ini biasanya terjadi dalam lingkungan masyarakat, tetapi sering pula terjadi dalam dunia maya yakni melalui berbagai media sosial seperti facebook,

twitter, personal message, dan broad cast.

Maraknya kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) memaksa Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk lebih waspada dan teliti dalam menangani kasus - kasus yang berhubungan dengan pencemaran nama baik dan tindak pidana penyebar kebencian (hate speech). Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Kapolri No: 06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Yang dikeluarkan pada 8 oktober 2015 merupakan rujukan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dikeluarkannya SE tersebut menurut

12 Ibid

(5)

5

penulis merupakan reaksi dari kepolisian dalam menanggapi maraknya hate

speech.

Salah satu alasan dikeluarkannya surat edaran penebar kebencian

(hate speech) karena selama ini banyak anggota kepolisian yang ragu-ragu

antara kebebasan berbicara dengan penebar kebencian.14 Dalam surat

edaran penebar kebencian tersebut, penebar kebencian bisa diancam pidana jika tidak mengindahkan teguran dari kepolisian. Penegakan hukum sesuai dengan :

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

3. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan

5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial

Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), unsur dengan sengaja dan tanpa hak selalu muncul dalam perumusan tindak pidana penyebar kebencian (hate speech). ‘Tanpa hak’ maksudnya tidak memiliki alas hukum yang sah untuk

14 AgusB,2015,Detik.com http://inet.detik.com/read/2015/10/31/162708/3058728/399/alasan-kapolri-keluarkan-edaran-penebar-kebencian-di-medsos-dipidana diakses pada tanggal 15 maret

(6)

6

melakukan perbuatan yang dimaksud. Alas hak dapat lahir dari peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau alas hukum yang lain. ‘Tanpa hak’ juga mengandung makna menyalahgunakan atau melampaui wewenang yang diberikan.

Kemajuan dan kecanggihan teknologi sangat berperan besar dalam mendukung terjadinya kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate

speech). Berbagai aplikasi social networking yang tersedia saat ini seperti facebook dan twitter yang sangat mudah diakses oleh para users di seluruh

dunia khususnya di Indonesia sangat memungkinkan terjadinya tindak

pidana penyebar kebencian (hate speech).15 Karena setiap orang dapat

memanage dan mengolah akunnya masing - masing dengan bebas dan mudah. Berbagai hal yang dapat dilakukan didalam social media, salah

satunya adalah para users yang dapat update statusnya dengan

mengeluarkan statement atau pernyataan yang ditujukan kepada seseorang untuk menyindir orang tersebut dengan kata-kata dalam statusnya tersebut.

Pihak yang dituju atau korban merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut karena nama baiknya telah dicemarkan oleh statement yang dikeluarkan oleh pelaku tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) tersebut. Jika sudah keterlaluan pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan tersebut dapat melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian selaku pihak yang berwajib agar dapat memberikan hukuman kepada pelaku tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) tersebut sesuai dengan

(7)

7

pasal - pasal yang telah tercantum dalam Undang-undang. Oleh karena itu salah satunya contoh menurut informasi dan data yang diperoleh oleh penulis yaitu kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) di masyarakat terjadi di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur:

Bahwa di Kabupaten Situbondo ada beberapa kasus yang sangat menyita perhatian, salah satunya kasus tindak pidana penyebar kebencian

(hate speech) karena kasus tersebut membawa beberapa nama pejabat

daerah yang tinggal di Kabupaten Situbondo, dan berakhir ancaman pembunuhan. Sehingga tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) sangat membawa dampak buruk atau dampak negatif.

“Seorang pegiat anti korupsi di Situbondo, Khalilur R Abdullah Sahlawiy ditahan dan ditetapkan tersangka kasus pelangaran UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).Lilur dijerat kasus ITE karena melakukan ancaman pembunuhan melalui SMS terhadap Amirul Mustafa, warga Lingkungan Karangasem Kelurahan Patokan Kecamatan Situbondo. Penahanan dilakukan setelah Lilur (sapaan akrab pegiat anti korupsi ini) menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Situbondo. Penahanannya ini, dituding Lilur sangat kental dengan muatan politis, lantaran sehari sebelumnya Lilur memimpin ratusan massa melakukan demonstrasi menuntut dugaan kecurangan pelaksanaan pilkada Situbondo. Kasus ini berawal dari menyebarnya sms mengandung unsur penyebar kebencian (hate speech) dimana sms tersebut berisikan tentang menjelekkannya tokoh agama di Situbondo, pejabat Situbondo (Bupati, Kapolres, dan Dandim Situbondo) yang mengatas namakannya (lilur). Dengan menyebarnya sms tersebut membuat lilur marah karena ia tidak merasa mengirimkan dan menyebar luaskan sms tersebut. Tanpa pikir panjang lilur menuduh Amirul Mustafa lah yang menfitnah dirinya. Karena lilur merasa Amirul Mustafa adalah orang yang sangat tahu dengan gerakan kelompoknya (lilur) dalam memberantas korupsi, kemudian setelah Amir Mustofa, saya (lilur) telpon dan peringati dengan keras agar tidak mengirim sms fitnah tersebut tidak ada lagi orang lain yang mengatas namakan saya (lilur) sms tersebut berhenti total, sehingga itu yang membuat lilur yakin bahwa Amir Mustafa lah yang merupakan dalang dari menyebarnya sms fitnah tersebut. Kemudian lilur dengan sengaja dan tanpa hak

(8)

8

mengirimkan Informasi Elektronik dan Dokumentasi Elektronik yang berisikan ancama kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi kepada Amirul Mustafa. Dengan adanya sms tersebut lilur dijerat dengan pasal 45 ayat (3) Jo 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.”16

Seperti contoh kasus di atas yang terjadi di Kabupaten Situbondo dan menurut penulis masih ada beberapa kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) yang sama di Polres Situbondo yang akan penulis jelaskan didalam bab III pembahasan. Dari penjelasan diatas, seharusnya yang terjadi media sosial tidak digunakan sebagai ajang penyebar kebencian.

Melainkan Pemanfaatan dalam bidang teknologi informasi, media dan komunikasi seharusnya membuat perilaku seseorang menjadi lebih baik dalam berperilaku dalam sebuah masyarakat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tidak terhalang dengan batas dan norma yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan dalam seluruh bidang misal bidang sosial, ekonomi, dan budaya secara cepat dan luas.

Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:

16Hasil wawancara kepada Kanit Pidana umum (Pidum) Iptu Sadali S.H yang menangani

(9)

9

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas

suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”17

Ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Berdasarkan alasan - alasan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan kajian secara mendalam mengenai tindak pidana penyebar kebencian (hate speech). Penulis juga berkeinginan untuk mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo dan bagaimana upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech). Sehingga penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Tinjauan Sosioligis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyebar Kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo (studi di Polres Situbondo).”

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo? 2. Bagaimana upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak

Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech)?

(10)

10

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini antara lain :

1. Untuk memahami dan mengkaji apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo

2. Untuk memahami dan mengkaji bagaimana upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech)

D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis :

a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk perkembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana.

b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta pedoman dalam penelitian hukum yang lain sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

2. Manfaat Praktis :

a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai media informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instansi terkait tentang tindak pidana penyebaran kebencian (hate speech).

b) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan obyektif kepada pihak Kepolisian Resor Situbondo dalam rangka menanggulangi tindak pindana penyebaran kebencian (hate speech).

(11)

11

E. Kegunaan Penulisan

Penalitian ini diharapkan berguna dalam memahami tentang tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) yang dan menjadi solusi serta pertimbangan obyektif dalam menyikapi kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) yang dihadapi oleh Kepolisian Polres Situbondo. Sehingga penelitian ini dapat digunakan dalam memberikan masukan kepada pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam rangka menanggulangi tindak pindana penyebar kebencian (Hate Speech).

F. Metode Penelitian

Dalam rangka untuk memperoleh data yang valid terkait permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penulis menggunakan suatu metode penulisan hukum yang meliputi :

1. Metode Pendekatan

Menurut Arnold Rose18 Metodelogi pada hakikatnya

memberikan pedoman, tentang cara - cara seorang penulis mempelajari , menganalisa, dan memahami lingkungan - lingkungan yang dihadapinya. Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun penulisan hukum ini menggunakan metode. pendekatan kriminologis, yakni memperlajari kejahatan adalah mempelajari “tingkah laku manusia”.

Edwin H.Sutherland mendefinisikan kriminologis sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial, kriminologi mencakup proses - proses

18Soerjono Soekanto, 1986, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga,UI Press Jakarta.

(12)

12

pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum tersebut. Serta untuk mengetahui reaksi masyarakat

terhadap kejahatan dan pelaku.19

Hal ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan - perbuatan atau gejala - gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang sebagai perbuatan

yang merugikan atau membahayakan masyarakat luas.

Berhubungan dengan terjadinya tindak pidana penyebar kebencian

(hate speech) perbuatan melanggar hukum terjadi sebagai akibat

atau gejala sosial dimana menghasilkan suatu tindakan melawan hukum.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Kabupaten Situbondo. Lokasi dalam penelitian ini yaitu Kepolisian Resort Situbondo (Polres Situbondo) yang merupakan pelaksana tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah Provinsi Jawa Timur. Polres Situbondo terletak di JL. Jalan PB. Sudirman No. 30 Kec. Situbondo Jawa Timur 68312 Telepon: (0338) 671505, Kabupaten Situbondo. Wilayah hukum Polres Situbondo meliputi Daerah Kabupaten Situbondo. Kabupaten Situbondo adalah sebuah kawasan di Jawa Timur, Indonesia dengan pusat pemerintahan dan ibu kota kabupaten terletak di Kecamatan Situbondo.

(13)

13

Dengan dasar pertimbangan penulis bahwa Polres Kabupaten Situbondo merupakan suatu instansi yang sesuai dengan tujuan penelitian, karena semakin meningkatnya jumlah tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) di wilyah hukum Polres Situbondo.

3. Jenis Data a) Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari lokasi penelitian atau data yang bersumber atau berasal dari narasumber dan

responden yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

menyebabkan semakin maraknya terjadi kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) dan bagaimana upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech). Dalam Penelitian ini, data yang dijadikan sebagai data primer adalah hasil wawancara dengan respoden / narasumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti yakni dengan pihak Kepolisian Resort Kota Situbondo (Polres Situbondo). Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan Kanit Pidana umum (Pidum) Iptu Sadali S.H yang menangani kasus tindak pidana penyebar kebencian (hate speech) di Polres Situbondo.

(14)

14 b) Data sekunder

Data sekunder yaitu data pelengkap yang diperoleh secara langsung dari literatur, laporan-laporan, dokumen-dokumen, buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan, maupun berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan masalah penelitian yang dibahas, yaitu meliputi undang-undang :

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Kitab undang Hukum Pidana dan Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana.

4. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial

c) Data tersier

Data tersier yaitu jenis data mengenai data-data tambahan dalam peneletian ini yang penulis butuhkan untuk membantu dalam proses penulisan proposal ini dan data tersebut bersifat sebagai data penenunjang, diantaranya yaitu mengenai

(15)

15

pengertian buku, istilah baku yang diperoleh dari ensiklopedia, kamus, glossart, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan teknik ini pengumpulan data yang digunakan dengan beberapa cara, sebagai berikut :

a) Observasi

Observasi untuk mengamati bagaimana fenomena kasus-kasus penyebar kebencian (hate speech) yang sedang marak terjadi.

b) Wawancara

Wawancara yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi dengan Responden yang dianggap mengetahui banyak tentang masalah penelitian. Wawancara peneliti lakukan dengan pihak Kepolisian Resort Kota Situbondo yang menangani kasus tindak pidana penyebar kebencian

(Hate Speech) dan bagaimana upaya penegakan hukum

yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech).

c) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu pekerjaan yang bertugas mengumpulkan, menyusun, mencari, menyelidiki, meneliti,

(16)

16

dan mengolah serta memelihara dan juga menyiapkan sehingga menjadi dokumen baru yang bermanfaat.

5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data merupakan pengumpulan data dari hasil yang diteliti maka akan dilakukan analisa deskriptif kualitatif,

kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan penelitian hukum.

G. Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab, dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut :

BAB I Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari

penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam memahami penulisan secara keseluruhan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo dan bagaimanakah upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

(17)

17

BAB II Bab ini menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum

yang mendukung penelitian dalam membahas dan menjawab rumusan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo dan bagaimanakah upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech)

BAB III Bab ini berisi Penulis menjawab, menguraikan dan menganalisa

secara rinci dan jelas terkait rumusan masalah yang berhubungan dengan objek yang diteliti yaitu berkenaan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech) di Wilayah Hukum Polres Situbondo dan bagaimanakah upaya penegakan hukum yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Polres Situbondo dalam menangani kasus terhadap Pelaku tindak pidana penyebar kebencian (Hate Speech)

BAB IV Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi

hasil analisis dan intepretasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan merupakan jawaban atas identifikasi masalah.

Referensi

Dokumen terkait

sampel dilakukan dengan cara proportional stratified random sampling, yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen

memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU

Dalam Hidayat (2005: 14) menyatakan bila anak akan melaksanakan suatu demonstrasi perlu memperhatikan prosedur sebagai berikut: 1) Perlu dijelaskan kepada anak

Situasi ini menimbulkan kebutuhan akan jenis SDMK yang “baru”, menuntut reformulasi formasi dan konfigurasi SDMK di institusi pelayanan kesehatan, yang tertulis dengan tegas

Berdasarkan hasil perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa kelompok S1 adalah perlakuan yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah tikus (Rattus

Teori/Praktikum/Tutorial/Seminar atau Lengkap tergantung masing-masing dari Mata Kuliah paket yang ada. Perolehan nilai mata kuliah yang diambil dalam semester antara

Dalam pelaksanaan Musrenbang ini terdapat suatu metode yang digunakan yaitu P3MD (Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa). Kota Sawahlunto merupakan salah satu

 MRM adalah proses sistematis untuk mengurangi atau menghilangkan risiko terhadap mutu.. CPOTB : Manajemen Risiko