• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEBAS PASUNG PUSKESMAS TELUK LUBUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BEBAS PASUNG PUSKESMAS TELUK LUBUK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BEBAS PASUNG

PUSKESMAS TELUK LUBUK

L E M B A G A A D M I N I S T R A S I N E G A R A

D E P U T I I N O V A S I A D M I N I S T R A S I N E G A R A P U S A T I N O V A S I T A T A P E M E R I N T A H A N J a k a r t a – V e t e r a n 1 0 , D e s e m b e r 2 0 1 5

(3)

Abstrak

Problem kejiwaan di Indonesia, sebagai akibat krisis ekonomi, desakan kebutuhan hidup, kasus PHK yang merajalela, problem rumah tangga, yang kian hari kian berat menjadi faktor

yang memicu gangguan jiwa, memungkinkan orang yang terancam penyakit jiwa makin membengkak. Dalam rangka meminimalisir pemasungan terhadap pasien dengan gangguan

kejiwaan, Kabupaten Muara Enim melakukan berbagai kegiatan peningkatan kunjungan pasien dan kesadaran akan pentingnya pengobatan pada pasien, di kecamatan yang melibatkan aparat desa. Dengan mengusung Muara Enim Bebas Pasung 2018, tercetuslah

inovasi program kesehatan jiwa yang sistematis dan berbasis masyarakat, sehingga permasalahan kesehatan jiwa yang ada didesa dapat diselesaikan dengan baik. Output dari

inovasi adalah kondisi pasien yang stabil (membaik) dan dapat kembali ke masyarakat.

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Perkembangan orang yang sakit jiwa saat ini mecapai tahap yang menghawatirkan. Dari pemberitaan media, kita bisa melihat betapa orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ada disekeliling kita. Fenomena bunuh diri, orang yang membunuh secara keji tanpa perasaan bersalah, orang yang tega membunuh anggota keluarganya sendiri, ibu yang membuang bayinya, menjadi beberapa contoh problem kejiwaan di Indonesia. Krisis ekonomi, desakan kebutuhan hidup, kasus PHK yang merajalela, problem rumah tangga, yang kian hari kian berat menjadi faktor yang memicu gangguan jiwa. Makin beratnya beban hidup, memungkinkan orang yang terancam penyakit jiwa makin membengkak jumlahnya.

(4)

Jumlah orang dengan gangguan jiwa (berat) di Sumatera Selatan lebih tinggi dibandingkan angka nasional. Satu dari 100 orang penduduk di Sumatera Selatan mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat di Kabupaten Muara Enim sebesar 1,1 % lebih besar dari angka nasional yang hanya mencapai 0,46 %.

Di Kabupaten Muara Enim sejak tahun 2013 hingga tahun 2014 tetap ditemukan banyak penderita gangguan jiwa. Jumlah penderita gangguan jiwa ditemukan berdasarkan pendataan puskesmas 1184 orang pada tahun 2013 dan 1.008 orang pada tahun 2014. Sedangkan penderita gangguan jiwa dipasung yang ditemukan dari tahun 2012 s/d 2014 secara berturut-turut adalah : 62 orang, 12 orang dan 31 orang.

Dari hasil penjaringan yang dilakukan di wilayah Puskesmas Teluk Lubuk Kecamatan Belimbing Kabupaten Muara Enim terdapat 45 orang gangguan jiwa berat (skizofrenia) pada tahun 2013 dan 48 orang gangguan jiwa berat (skizofrenia) pada tahun 2014. Di tahun 2014 terdapat peningkatan jumlah, dikarenakan ditemukannya 1 orang pasien baru dan 2 orang pasien lama yang kembali ke desa. Di awal tahun 2015 kembali dilakukan penjaringan, ditemukan 38 orang pasien gangguan jiwa berat, terjadi penurunan dari tahun sebelumnya karena 1 orang meninggal dan 8 orang berpindah tempat tinggal sementara waktu. Sebelum melakukan program Inovasi Kesehatan Jiwa, di Bulan Juli 2015 saya kembali mendata pasien Gangguan Kesehatan Jiwa yang ada di Desa berkoordinasi dengan aparat Desa, Bidan Desa dan Kader Desa. Dari hasil pendataan ulang ditemukan 41 orang pasien (terdapat penambahan 3 pasien).

Dari data kunjungan pasien gangguan jiwa yang berobat ke Puskesmas Teluk Lubuk pada tahun 2013 hanya 3,75% pasien yang mengambil obat dengan kunjungan yang tidak teratur (ada beberapa pasien yang tidak rutin mengambil obat tiap bulannya). Dari data tersebut, di awal tahun 2014 kami

(5)

melakukan berbagai kegiatan guna meningkatkan kunjungan pasien dan kesadaran akan pentingnya pengobatan pada pasien ini, seperti penyuluhan di desa-desa dan rapat koordinasi di kecamatan yang melibatkan aparat desa. Akhir 2014 didapatkan rata-rata kunjungan pasien perbulan meningkat yaitu 6.08 (meningkat 38,32%) namun hasil tersebut tidak maksimal dan signifikan serta belum menjangkau semua pasien gangguan kesehatan jiwa. Apalagi di tahun 2014 ditemukan 2 pasien pasung dan di Tahun 2015 kembali ditemukan 4 pasien pasung (2 diantaranya adalah pasien yang di pasung sejak 2014). Satu orang pasien merupakan pasien gangguan kesehatan Jiwa baru, 3 orang pasien pasung lainnya merupakan pasien yang sebelumnya stabil namun karena kurangnya pengetahuan, kurangnya dukungan dari keluarga, pengawasan minum obat dan keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak teratur berobat sehuingga menjadi tidak stabil kembali.

Latar belakang keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa berat memiliki ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan rendah sehingga tingkat pengetahuan mengenai masalah kesehatan jiwa masih kurang ditambah lagi masih kuatnya stigma dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa di Desa.

Dari hasil kajian 2 tahun terahir, saya mencoba memperbaiki pelayanan pengobatan terhadap pasien gangguan jiwa dengan membuat inovasi terbaru di tahun 2015 dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat sehingga pelayanan kesehatan jiwa dapat diwujudkan secara optimal.

Dengan pengobatan dan pengawasan minum obat yang optimal, berkesinambungan dan komprehensif, kondisi pasien gangguan jiwa akan membaik, stabil dan bisa kembali ke tengah-tangah masyarakat menjadi pribadi yang produktif dan yang lebih penting tidak akan ada pemasungan

(6)

lagi. Jadi untuk mewujudkan Muara Enim Bebas Pasung 2018 bukan hal sulit lagi dan bahkan dapat terwujud bebas pemasungan sebelum tahun 2018.

Pasien dengan gangguan jiwa skizofrenia memerlukan pengobatan yang berkelanjutan dan teratur. Jika mereka tidak minum obat teratur, mereka akan meresahkan masyarakat dan akhirnya dilakukan pemasungan. Bertolak dari data kunjungan pasien gangguan jiwa khususnya penyakit skizofrenia ke puskesmas Teluk Lubuk dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini yang masih sangat rendah, maka saya mencoba merubah sistem pelayanan pengobatan yang awalnya difokuskan di Puskesmas beralih difokuskan di desa dengan melibatkan Bidan Desa, Kader desa, Aparat desa, Tokoh Masyarakat dan juga keluarga pasien. Inovasi ini ditunjang dengan Pelimpahan sebagian kewenangan Dokter Puskesmas dalam menangani pasien gangguan kesehatan jiwa kepada petugas di desa salah satunya pendelegasian pemberian obat oleh bidan desa dengan mengacu resep yang sudah dokter Puskesmas buat dan tatalaksana awal penganganan pasien gangguan kesehatan Jiwa baru atau pasien lama yang mengamuk di Desa. Dengan demikian obat dapat diambil di Poskesdes (pos kesehatan desa) atau Pustu (Puskesmas Pembantu), jika keluarga pasien tidak mengambil obat, obat diantarkan langsung ke rumah pasien oleh bidan desa dibantu oleh kader kesehatan desa serta Petugas di Desa dapat cepat tanggap menangani Pasien baru atau pasien lama yang mengamuk yang membuat resah masyarakat. Kegiatan ini terus di awasi Dokter Puskesmas dan follow-up akan dilakukan pertiga bulan di Desa. Obat-obat gangguan kesehatan jiwa diberikan gratis dari Pemerintah. Melalui sistem ini, monitoring pengobatan dapat berjalan baik. Setiap kondisi yang terjadi pada pasien dapat terdata dengan cepat.

Tujuan utama kegiatan ini adalah pendistribusian obat dan pemantauan minum obat kepada semua pasien gangguan kesehatan jiwa secara

(7)

berkesinambungan dan komprehensif yang outputnya nanti akan terlihat nyata di masyarakat, yaitu kondisi pasien yang stabil (membaik). Kondisi pasien yang telah kooperatif dan dapat kembali ke masyarakat ini nantinya akan menunjang dari tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai. Tujuan tersebut antara lain: keinginan dan ketertarikan masyarakat mengenai masalah kesehatan jiwa meningkat yang beimbas pada peningkatan pengetahuan masalah kesehatan jiwa, menghilangkan stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi penderita gangguan jiwa, meningkatkan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa, meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa yang telah sembuh (stabil). Kelompok sasaran kegiatan ini adalah penderita gangguan jiwa dan keluarganya serta warga desa.

Kegiatan inovasi ini nantinya akan menjawab masalah sulitnya peningkatan kunjungan pasien gangguan jiwa ke puskesmas serta keteraturan minum obat pasien gangguan kesehatan Jiwa. Dengan menggerakkan semua aspek yang ada diwilayah Puskesmas Teluk Lubuk mulai dari petugas kesehatan dan Tim Kesehatan Jiwa di desa, kegiatan yang berbasis masyarakat ini diharapkan akan berjalan secara sistematis dan sinergis. Setiap komponen didesa ikut berperan aktif mengontrol program kesehatan jiwa. Kegiatan ini juga membuat masyarakat lebih peka pada masalah kesehatan jiwa dan tidak malu-malu lagi untuk membawa anggota keluarganya berobat. Masyarakat diharapkan melaporkan jika ada pasien baru gangguan jiwa yang tidak terdeteksi oleh bidan desa serta membantu juga dalam mengatasi kegawatdaruratan psikiatrik di desanya.

Dengan inovasi program kesehatan jiwa yang sistematis dan berbasis masyarakat ini, permasalahan kesehatan jiwa yang ada didesa dapat diselesaikan dengan baik

(8)

Sosialisasi Lintas Program

Rencana aksi ini diawali dengan penyampaian ide-ide inovasi kepada Pimpinan Puskesmas. Dokter Puskesmas selaku motor penggerak ide berdiskusi, tanya jawab dan menyampaikan latar belakang kegiatan dan kegiatan yang akan dilakukan. Ide inovasi ini mendapat dukungan penuh dari Pimpinan Puskesmas.

Advokasi Kecamatan dan Desa

Untuk mendapat dukungan dari lintas sektor yang terkait dilakukan advokasi kepada Pemerintah Kecamatan dan Desa. Baik pihak Kecamatan dan Kepala Desa mendukung kegiatan ini sepenuhnya dan akan ikut berperan aktif membantu pelaksanaan program ini. Dari kegiatan ini dibentuk Tim Kesehatan Jiwa di Desa dengan melibatkan Kepala Desa, Perangkat Desa lainnya, Kader Kesehatan Desa dan Tokoh masyarakat.

Langkah berikutnya adalah sosialisasi UU No.18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa kepada Camat dan semua kepala desa serta menandatangani pernyataan Dukungan terhadap “Muara Enim Bebas Pasung 2018”. Dengan sosialisasi ini diharapkan kepala desa dapat memberitahukan warganya mengenai isi dari undang-undang tersebut, khususnya pasal 86 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Camat dan seluruh Kepala Desa juga diberikan pengetahuan mengenai alur pengobatan pasien gangguan kesehatan jiwa. Dengan kegiatan ini

(9)

diharapkan Kepala Desa dapat menyampaikan informasi ini kepada seluruh warga sehingga masyarakat setempat memiliki pengetahuan mengenai alur pengobatan dan rujukan.

Pelimpahan Sebagian Kewenangan Dokter Kepada Petugas Kesehatan di Desa

Perbaikan pelayanan pengobatan khususnya pada pasien dengan gangguan jiwa berat yang semula dititikberatkan di Puskesmas akan dialihkan ke Desa melalui Poskesdes/Pustu dengan melibatkan unsur-unsur terkait di desa. Inovasi Pengobatan penyakit Jiwa yang komprehensif, menyeluruh dan berkesinambungan ini diawali dengan pembentukan Tim Kesehatan Jiwa yang solid di Tingkat Puskesmas yaitu dengan peningkatan pengetahuan Bidan Desa mengenai Kesehatan Jiwa. Setiap Bidan Desa mengikuti pelatihan singkat yang dipandu oleh Dokter Puskesmas (Pengelola Program Kesehatan Jiwa) saat minilokakarya, dibekali “Panduan Praktis Penatalaksanaan Penderita Gangguan Jiwa” dan Buku Kontrol Pasien di Desa yang telah diisi resep obat yang biasa pasien minum oleh Dokter Puskesmas. Kedua buku ini menjadi panduan pendelegasian obat pada pasien gangguan jiwa berat di Desa. Setiap 3 bulan akan di follow-up langsung kondisi pasien oleh Dokter. Untuk Pasien Baru, pada tahap awal akan ditangani langsung oleh Dokter. Jika ada kegawatdaruratan psikiatrik di desa, Bidan Desa dapat melakukan tindakan darurat pertama.

Pembentukan Tim Kecamatan dan Desa

Tim Kesehatan Jiwa di desa melibatkan Kepala Desa, Perangkat Desa lainnya, Kader Kesehatan Desa dan Tokoh masyarakat. Tim ini bertugas memantau kondisi pasien dan juga melaporkan jika ditemukan pasien baru di desa atau ditemukan adanya pemasungan dan bersama Tim Kesehatan di puskesmas melakukan pembebasan pasung. Tim ini juga sebagai icon yang mencoba

(10)

menghapuskan diskriminasi serta stigma di desanya. Beberapa contoh kegiatan tersebut desa.

Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan Jiwa di Desa

 Pembebasan Pasung

Bersama semua Tim yang ada di Desa serta di bantu RS. Ernaldi Bahar Palembang dilakukan pembebasan pasung. Pasien mendapat pengobatan gratis. Pasien Pasung yang dibebaskan diwilayah Kecamatan Belimbing sebanyak 6 orang yaitu Herwan dan Hartomo dari Desa Darmokasih, Lina dari Desa Simpang Tanjung, Ahmad Zaini dari Desa Teluk Lubuk, Yansi dari desa Cinta Kasih dan Sardiman dari Desa Dalam. Herwan dan Hartomo merupakan pasien pasung yang telah dibebaskan beberapa tahun lalu, namun karena dukungan keluarga kurang ditambah minum obat yang tidak teratur, kondisi mereka kembali tidak stabil dan akhirnya di pasung lagi. Pasien Lina bahkan tidak bisa jalan karena dipasung. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Semua Pasien pasung dirujuk ke RS.Ernaldi bahar Palembang, kecuali Yansi. Berikut beberapa foto pasien pasung di wilayah Puskesmas Teluk Lubuk.

 Pendelegasian Kewenangan Pemberian Obat ke pasien Gangguan Jiwa melaluiBidan Desa

Saya mencoba memperpanjang distribusi obat, agar dapat dijangkau semua pasien tanpa terkecuali dan agar obat dapat dikonsumsi pasien secara berkesinambungan dengan emberikan kewenangan kepada bidan desa yang telah dilatih terlebih dahulu untuk mendistribusikan obat. Kegiatan bidan desa ini juga dibantu oleh kader desa.

Setiap bidan desa mendapatkan surat perintah tugas (SPT) yang berisi pelimpahan kewenangan dari Pimpinan Puskesmas. Obat-obat yang

(11)

diberikan disesuaikan dengan resep yang diberikan oleh dokter puskesmas. Bidan desa hanya meneruskannya saja. Setiap 3 bulan dokter puskesmas akan mengadakan kunjungan ke desa untuk memantau kemajuan pengobatan pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di Desa di Wilayah Kerja Puskesmas teluk Lubuk Kecamatan Belimbing.

(12)

Dengan kegiatan ini, obat dapat terdistribusi dengan baik. Pasien dengan latar belakang ekonomi yang menengah ke bawah bisa mendapatkan obat tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi ke puskesmas. Hasil kerja yang telah dilakukan dapat sudah menunjukkan beberapa output yang baik, khususnya pada pasien yang telah bebas pasung dan mendapat perawatan dari RS Ernaldi Bahar telah kembali ketengah keluarga. Beberapa di antara telah beraktifitas seperti semula. 1 orang pasien pasung dari Desa Cinta Kasih telah di bebas pasung oleh pihak keluarga setelah rutin minum obat beberapa bulan. Dengan kontrol pengobatan yang teratur, diharapkan pasien dengan gangguan Jiwa dapat stabil dan kembali berkarya ke tengah masyarakat.

Keberlanjutan Inovasi

Semua inisiatif ini dapat terlaksana dengan baik karena terorganisasi dan tersistem dengan baik. Hal utama yang perlu kita lakukan adalah membangun sistem kerja dan menguatkan sistem tersebut. Jadi dari hasil yang telah dilakukan bahwa membangun tim adalah hal utama sebelum memulai kerja, karena kesehatan jiwa ini tidak bisa bekerja sendiri, harus melibatkan lintas sektor.

Kerja program yang berbasis masyarakat desa ini lebih efektif. Keterlibatan semua aspek di desa membuat warganya menjadi antusias untuk turur mendukung suksesnya program ini. Kedepan peran serta masyarakat akan lebih ditingkatkan lagi, misalnya dengan penyuluhan di desa yang mana salah satu pembicaranya adalah warga desa tersebut.

Aplikasi yang telah dijalankan ini saya yakin dapat berlanjut karena: KERBERLANJUTAN DAN REPLIKASI

(13)

 Penetapan Regulasi

Kegiatan ini didukung bapak camat Belimbing dan jajarannya, selain itu Bapak Pimpinan Puskesmas juga mendukung dengan menetapkan SPT pendelegasian obat ke bidan desa.

 Perencanaan

Perencanaan yang telah tersusun rapi mendorong hasil kerja yang maksimal dan sesuai sasaran. Dengan hasil yang didapat, masyarakat dapat menilai sendiri sehingga di tahun mendatang mereka akan lebih aktif lagi ikut berperan serta.

 Pengalokasian Sumber Daya

Kegiatan ini akan terus dievaluasi, peningkatan mutu layanan primer mulai dari bidan desa akan terus ditingkatkan melalui pelatihan singkat yang berkelajutan di tingkat puskesmas dan pasokan obat yang cukup. Temu kerja tahunan di tingkat desa dan kecamatan.

Replikasi

Dalam pelaksanaan di lapangan memang tidak mudah. Penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih rendah, keinginan berobat masih kurang, tingkat ekonomi yang kurang dan juga mereka sudah jenuh berobat. Untuk itu untuk menjalankan inisiatif ini kita harus melakukan pendekatan persuasif dengan mengajak aparat desa dan tokoh masyarakat. Inisiatif ini saya yakin dapat diterapkan di tempat lain, karena inisiatif ini sederhana dan berbasis masyarakat. Dengan berbekal buku pedoman panduan praktis penanganan pasien gangguan jiwa dan buku kontrol,

(14)

keberlanjutan terapi pasien dapat terjamin. Hal ini membuatnya mudah direplikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Adam Malik terlaksana 83,33% dari pihak keluarga dan 16,67% dari tenaga kesehatan sedangkan di Puskesmas Helvetia dukungan pengawas dalam menelan obat untuk pasien yang