• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAKDIR ET AL.: ADAFTASI JAGUNG PADA BEBERAPA LOKASI DI INDONESIA. Adaptasi Genotipe Calon Hibrida Jagung di Beberapa Lokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TAKDIR ET AL.: ADAFTASI JAGUNG PADA BEBERAPA LOKASI DI INDONESIA. Adaptasi Genotipe Calon Hibrida Jagung di Beberapa Lokasi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TAKDIR ET AL.: ADAFTASI JAGUNG PADA BEBERAPA LOKASI DI INDONESIA

ABSTRACT. Hybrid Maize Genotype Adaptations in Several Locations. Interaction between genotype and environment is common and is strongly related with progress of selection in a breeding program. Phenomenon of interaction can be used as a base of the recommendation, for specific or wide range adaptation varieties. The objective of the research was to select promising genotype with good adaptation at one particular or wide range locations. Fourteen promising hybrids and two varietal checks (Bima 1 and Bisi 2) were evaluated in West Nusa Tenggara, Malang, Central Java, Bajeng, Lanrang, Gorontalo, Muneng, Bone, Lampung and East Nusa Tenggara in the period of dry season and rainy season of 2004-2005. The experiment used 4 x 4 alpha lattice design with four replications, 5 m long, planting distance 0.75 m x 0.20 m. The result indicated that experimental hybrids of ie: B11-209/Mr14, Nei9008/ Mr14, G180/Mr14, B11-157/ Mr14, CML431/ Mr14, G193/ Mr14, B11-136/ Mr14, B11-126/ Mr14, and Mr14/B11-209 yielded 1-13% higher than average yields at sixteen tested locations compared to Bima 1 and Bisi 2. Some genotypes (B11-209/Mr14, B11-136/Mr14, Nei9008/Mr14, G193/M1r4, E45/Mr14, B11-157/Mr14, G180/Mr14, 126/Mr14, CML431/Mr14, E54-2/Mr14, and B11-132/Mr14) showed wide ranges of adoptation, on less productive and highly productive environments.

Keywords: maize, genotype, adaptation

ABSTRAK. Interaksi genotipe dengan lingkungan mempengaruhi kemajuan seleksi, sehingga akan memberikan informasi terhadap tanggapan suatu genotipe terhadap lingkungan yang sesuai atau sebaliknya. Hal ini penting artinya untuk mendukung rekomendasi penentuan varietas spesifik lingkungan atau varietas berdaya adaptasi luas. Penelitian bertujuan untuk memilih genotipe jagung hibrida yang beradaptasi baik pada suatu lokasi atau beradaptasi luas di beberapa lokasi. Empat belas genotipe dan dua varietas pembanding (Bima 1 dan Bisi 2) dievaluasi di Nusa Tenggara Barat, Malang, Jawa Tengah, Bajeng, Lanrang, Gorontalo, Muneng, Bone, Lampung dan Nusa Tenggara Timur pada MK dan MH 2004-2005. Penelitian menggunakan rancagan latis 4 x 4, dengan empat ulangan, dua baris/genotipe, panjang baris 5 m, jarak tanam 75 cm antar-barisan dan 20 cm dalam antar-barisan. Hasil penelitian menunjukkan genotipe hibrida 209/Mr14, Nei92008/Mr14, G180/Mr14, B11-157/Mr14, CML431/Mr14, G193/Mr14, B11-136/Mr14, B11-126/Mr14, dan Mr14/B11-209 memiliki potensi hasil 1-13% lebih tinggi dari varietas Bima 1 dan Bisi 2 di 16 lokasi pengujian. Beberapa genotipe (B11-209/Mr14, B11-136/Mr14, Nei9008/Mr14, G193/M1r4, E45/ Mr14, B11-157/Mr14, G180/Mr14, B11-126/Mr14, CML431/Mr14, E54-2/Mr14, dan B11-132/Mr14) memiliki adaptasi cukup luas pada ekologi kurang subur hingga ekologi subur.

Kata kunci: jagung, genotipe, adaptasi

S

eleksi tanaman jagung bertujuan untuk mem-peroleh varietas baru yang lebih baik, dilakukan pada lingkungan optimal dan bermasalah. Seleksi pada lingkungan bermasalah antara lain adalah untuk

toleransi kekeringan, kelebihan air, kemasaman tanah, dan kahat nitrogen.

Menurut Fisher et al. (1982) dan Moentono (1989), seleksi tanaman jagung lebih ditekankan pada hasil tinggi dengan tetap memperhatikan karakter yang lain. Pe-nelitian dilaksanakan pada lokasi-lokasi yang beragam, terutama pada kondisi lingkungan yang berbeda. Adanya interaksi genotipe dengan lingkungan akan mem-pengaruhi kemajuan seleksi. Interaksi antara genotipe x lingkungan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Subandi et al. 1978, Dahlan et al. 1996, dan Dahlan et al. 2004), namun belum diketahui secara rinci sumber interaksi dan deskripsi lingkungan belum dikemukakan secara jelas, sehingga sukar dilakukan ekstrapolasi. Adanya deskripsi lingkungan yang jelas akan me-mudahkan evaluasi genotipe dan menentukan varietas yang beradaptasi lingkungan spesifik atau varietas yang daya adaptasinya luas (Eberhart and Russell 1966).

Genotipe jagung hibrida mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi daripada varietas bersari bebas, karena genotipe hibrida memiliki gen-gen dominan yang favourable untuk memperoleh hasil yang tinggi. Genotipe hibrida dikembangkan berdasarkan adanya gejala hybrid vigor atau heterosis dengan menggunakan populasi tanaman generasi F1 sebagai tanaman produksi. Oleh karena itu, genotipe hibrida selalu dibuat atau diperbaharui untuk mendapatkan generasi F1. Penggunaan genotipe hibrida selain meningkatkan hasil, juga memberikan beberapa keuntungan lain, yaitu lebih toleran terhadap hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, pertanaman dan tongkol lebih seragam, di samping itu jumlah biji lebih banyak dan bobot biji lebih tinggi (Jugenheimer 1985).

Kondisi lingkungan untuk pertanaman jagung sa-ngat bervariasi antarlokasi, sedang genotipe sasa-ngat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuhnya. Menurut Soemartono (1995), untuk memperbaiki genotipe agar toleran terhadap lingkungan yang kurang menguntung-kan dapat dilakumenguntung-kan melalui introduksi tanaman budi daya baru atau varietas toleran melalui pemuliaan tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk memilih genotipe yang beradaptasi di beberapa lokasi di Indonesia.

Adaptasi Genotipe Calon Hibrida Jagung di

Beberapa Lokasi

Andi Takdir M., R. Neni Iriany M., dan Made J. Mejaya

Balai Penelitian Tanaman Serealia Jln. Dr. Ratulangi 274, Maros, Sulawesi Selatan

(2)

BAHAN DAN METODE

Empat belas genotipe hibrida harapan (experimental hybrid) yakni B11-209/Mr14, Nei9008/Mr14, G180/Mr14, B11-157/Mr14, CML431/Mr14, G193/Mr14, B11-136/Mr14, B11-126/Mr14, E45/Mr14, B11-132/Mr14, E54-2/Mr14, Mr14/B11-209, Mr14/B11-132, CML165/Mr4, dan dua pembanding (Bima 1 dan Bisi 2) ditanam di Nusa Tenggara Barat, Malang, Jawa Tengah, Bajeng, Lanrang, Gorontalo, Muneng, Bone, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur pada MK dan MH 2004-2005.

Rancangan latis 4 x 4 digunakan pada masing-masing lokasi dan diulang empat kali. Ukuran petak percobaan 0,75 m x 0,20 m dengan panjang baris 5 m, dua baris tiap genotipe. Setiap lubang ditanam dua biji per lubang dan dilakukan penjarangan menjadi satu tanaman per lubang pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (HST). Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pada saat tanam dengan takaran 150 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl. Sebanyak 150 kg urea/ha diberikan lagi pada saat tanaman berumur 30 HST. Pengendalian hama lalat bibit dilakukan dengan per-lakuan benih menggunakan insektisida Carbofuran.

Data yang dikumpulkan adalah hasil, umur 50% keluar bunga betina, umur 50% keluar bunga jantan, umur masak/panen, kadar air biji, tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, jumlah tongkol per tanaman, persentase penularan penyakit bulai, penyakit karat, penyakit bercak, tekstur biji, dan warna biji.

Data pada masing-masing lokasi dan gabungan 16 lokasi dianalisis dengan program MSTAT (MSTAT 1988) dan IRRISTAT for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis gabungan karakter hasil 14 genotipe hibrida dan dua varietas pembanding (Bima 1 dan Bisi 2) di 16 lokasi pengujian pada MK 2004 dan MH 200405 disajikan pada Tabel 1. Sidik ragam gabungan memperlihatkan

genotipe dan interaksi antara genotipe x lokasi ber-pengaruh sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan karakter hasil berbeda bergantung pada lokasi pengujian. Adanya interaksi bermakna bahwa suatu genotipe akan memberikan hasil lebih tinggi jika keadaan lingkungan tumbuhnya optimal.

Menurut Kramer (1980), walaupun interaksi genotipe dengan lingkungan dapat menyebabkan tidak kon-sistennya hasil pada setiap lingkungan, namun pada suatu batasan tertentu tanaman memiliki kemampuan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Pemahaman tersebut menggambar-kan bahwa penampilan suatu tanaman amenggambar-kan ber-fluktuasi pada lingkungan yang berbeda. Sebaliknya, kemungkinan diperoleh penampilan tanaman dengan fluktuasi yang kecil jika lingkungan berbeda. Subandi (1988) berpendapat bahwa genotipe-genotipe yang dapat mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan cenderung memiliki stabilitas yang baik, sehingga dalam program pemuliaan harus diperhatikan karakter-karakter lain yang dapat mendukung stabilitas suatu kultivar.

Kisaran hasil jagung di 16 lokasi pengujian berkisar antara 4.889-8.510 kg/ha, dan simpangan baku 0,40-1,77 (Tabel 2). Berdasarkan uji-t diketahui bahwa genotipe yang diuji memiliki koefesien regresi (i) sama dengan satupada semua lokasi. Koefisien regresi yang bernilai satu atau mendekati satu memiliki makna bahwa penampilan karakter suatu genotipe akan meningkat sebesar i dengan bertambahnya satu unit indeks ling-kungan. Genotipe jagung tersebut mampu beradaptasi baik pada 16 lokasi pengujian. Menurut Eberhart dan Russel (1966), kaidah stabilitas adalah suatu genotipe Tabel 2, Stabilitas hasil genotipe hibrida jagung di 16 lokasi pengujian

pada MK dan MH 2004/05.

No. Genotipe Hasil i Sd t.01

(t/ha) 1 B11-209/Mr14 8,5 0,69 0,00 tn 2 Nei9008/Mr4 8,3 0,40 0,02 tn 3 G193/Mr4 8,0 1,28 -0,01 tn 4 CML431/Mr14 7,8 1,05 0,11 tn 5 G180/Mr14 8,1 0,87 -0,05 tn 6 B11-157/Mr14 7,5 1,25 -0,12 tn 7 B11-126/Mr14 8,0 1,38 0,17 tn 8 B11-136/Mr14 7,8 1,07 -0,10 tn 9 B11-132/Mr14 7,3 1,14 0,23 tn 10 E45/Mr14 7,5 0,93 0,83 tn 11 Mr4/B11-209 7,7 0,51 -0,04 tn 12 E54-2/Mr14 7,6 1,54 -0,13 tn 13 Mr4/B11-132 7,2 0,53 0,11 tn 14 CML165/Mr4 4,9 1,77 3,24 tn 15 Bima 1 7,7 0,96 -0,03 tn 16 Bisi 2 7,5 0,62 -0,02 tn

tn) tidak berbeda nyata, i = koefisien regresi. Tabel 1. Kuadrat tengah gabungan karakter hasil 14 genotipe dan

pembanding (Bima 1 dan Bisi 2) di 16 lokasi pengujian pada MK 2004/MK 2005 dan MH 2004/MH 2005.

Sumber keragaman Kuadrat tengah

Lokasi 33.0108** Ulangan (lokasi) 3.3906** Genotipe 2.6715** Genotipe x lokasi 0.6773** Galat 33.0108** Rata-rata 7.585 KK (%) 10.850

(3)

memiliki penampilan yang stabil jika koefisien regresinya sama dengan satu dan simpangan bakunya sama dengan nol. Berdasarkan kaidah tersebut, dua genotipe yang memiliki stabilitas hasil cukup tinggi adalah B11-209/Mr14 (8.510 kg/ha), dan Nei9008/Mr14 (8.273 kg/ha). Subandi et al. (1979), Heinrich et al. (1983), Mejaya dan Sharma (1993), Satoto dan Suprihatno (1996), Kanro dan Sulle (1993), dan Takdir et al. (1999) menyatakan bahwa tanaman memiliki kemampuan untuk meng-ubah penampilan karakter sebagai tanggap terhadap fluktuasi lingkungan.

Berdasarkan analisis model AMMI diperoleh se-banyak 16 genotipe yang memiliki koefsien regresi i= 1 sehingga dapat digolongkan stabil dan dua genotipe (Mr4/B11-132 dan CML 165/Mr4) memiliki koefisien regresi tidak sama dengan satu sehingga dapat digolongkan tidak stabil (Tabel 3). Genotipe yang ter-golong stabil memiliki galat baku yang lebih kecil, dan kontribusi terhadap kuadrat tengah interaksi (KT-GxL) dan regresi (KT-Reg.) juga kecil. Genotipe yang tidak stabil (Mr14/B11-132 dan CML 165/Mr4) memiliki galat baku yang lebih besar, dan kontribusi terhadap kuadrat tengah interaksi dan regresi juga besar.

Hasil analisis AMMI memperlihatkan bahwa kom-ponen yang dapat dipertimbangkan adalah komkom-ponen ke-1 sampai ke-4 (Tabel 4). Pengaruh interaksi antara genotipe dan lokasi direduksi dengan menggunakan dua komponen AMMI2. Model AMMI2 mampu me-nerangkan keragaman pengaruh interaksi sebesar 69,9%, hal ini berarti keragaman yang tidak diterangkan oleh model sebesar 30% disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 memperlihatkan terdapat 13 genotipe jagung yang memiliki adaptasi luas (stabil), yaitu

B11-209/Mr14, B11-136/Mr14, Nei9008/Mr14, G193/Mr14, E45/ Mr14, Mr14/B11-209, B11-157/Mr14, G180/Mr14, B11-126/ Mr14, CML431/Mr14, E54-2/Mr14, B11-132/Mr14, dan CML165/Mr4. Genotipe yang memiliki adaptasi sempit (khusus) di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Malang adalah Mr14/B11-132. Berdasarkan kedekatan garis dengan titik nol pada Gambar 1, genotipe yang paling stabil adalah 209/Mr14, Nei9008/Mr14, 136/Mr14, G193/Mr14, CML431/Mr4, G180/Mr14, B11-157/Mr14, dan B11-126/Mr14. Berdasarkan rata-rata hasil, genotipe yang stabil berturut-turut adalah B11-209/ Mr14, Nei9008/Mr14, G193/Mr14, G180/Mr14, B11-136/ Mr14, E45/Mr14, Mr14/B11-209, dan B11-157/Mr14. Kedekatan garis genotipe dengan lingkungan menunjuk-kan bahwa genotipe tersebut amenunjuk-kan berproduksi lebih baik jika ditanam pada lingkungan tersebut, walaupun pada kenyataannya stabil untuk semua lingkungan. Tabel 3, Rata-rata hasil, koefisien regresi (bi) dan galat baku (sd) 16 genotipe hibrida jagung dan kontribusi genotipe terhadap kuadrat tengah

(interaksi, regresi, dan deviasi).

Genotipe Hasil (t/ha) (bi) Sd KT-G x L KT-Reg KT-Dev,

B11-209/Mr14 8,5 1,05 0,16 0,24 0,36 0,69 Nei9008/Mr14 8,3 0,98 0,08 0,20 0,38 2,29 G193/M1r4 8,0 0,94 0,07 0,21 0,25 0,20 CML431/Mr14 7,8 0,93 0,15 0,26 0,36 0,04 G180/Mr14 8,1 0,98 0,12 0,29 0,46 0,02 B11-157/Mr14 7,5 1,01 0,15 0,17 0,16 0,21 B11-126/Mr14 8,0 1,15 0,19 0,28 0,48 0,86 B11-136/Mr14 7,8 0,86 0,13 0,15 0,12 0,04 B11-132/Mr14 7,3 1,01 0,21 0,26 0,46 1,26 E45/Mr14 7,5 1,18 0,24 0,44 1,06 0,73 Mr14/B11-209 7,7 1,09 0,22 0,19 0,25 0,72 E54-2/Mr14 7,6 1,05 0,19 0,15 0,18 0,96 Mr14/B11-132 7,2 0,73 0,11 0,25 0,45 1,86 CML165/Mr4 4,9 0,83 0,10 0,89 4,49 4,04 Bima 1 7,7 0,99 0,24 0,17 0,18 0,37 Bisi 2 7,5 1,23 0,21 0,20 0,25 0,52

Tabel 4. Analisis ragam model AMMI2 karakter hasil 16 genotipe jagung pada 16 lokasi pengujian.

Sumber keragaman db JK KT F.Hitung

Genotipe 15 116.571 7.77142 Lingkungan 14 91.4962 6.53544 Genotipe x lingkungan 210 138.319 0.658661 AMMI komponen 1 28 77.4612 2.76647 8.273* AMMI komponen 2 26 18.8753 0.725974 2.698** AMMI komponen 3 24 12.9934 0.541392 2.465** AMMI komponen 4 22 8.51888 0.387222 2.081** GxL (Residual) 110 20.4700 Total 239 346.386

*) nyata pada taraf uji  0,05. **) sangat nyata pada taraf uji  0,01.

(4)

Beberapa karakter agronomi memperlihatkan umur berbunga genotipe tidak berbeda. Perbedaan anthesis (umur berbunga jantan) rata-rata hanya 3,9 hari, per-bedaan silking (umur keluar rambut tongkol) rata-rata 3,7 hari, dan perbedaan umur masak 6 hari (Tabel 5). Tinggi tanaman genotipe tidak berbeda nyata dengan Bima 1 dan Bisi 2 tetapi memperlihatkan perbedaan lebih rendah dibandingkan dengan genotipe B11-209/Mr14 (198.8), Nei9008/Mr14 dan G180/Mr14 (198,3), G193/Mr14 (192,7), B11-126/Mr14 (196,3), E45/Mr14 (184,5), E54-2/ Mr14 (193,0), dan CML165/Mr14 (181,2). Tongkol setiap genotipe terletak pada posisi tengah tanaman dan lebih seragam. Terdapat interaksi antara genotipe x lingkungan pada tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol. Hal ini mengindikasikan terdapat genotipe yang beradaptasi baik pada suatu daerah tetapi kurang baik pada daerah lain, dan sebaliknya.

Tipe biji pada semua genotipe adalah semi mutiara dan mutiara, sedangkan warna biji kuning dan jingga. Genotipe B11-209/Mr14, dan Nei9008/Mr14 memiliki tipe biji semi mutiara. Genotipe lainnya memiliki tipe biji semi mutiara sampai mutiara. Biji genotipe B11-209/Mr14

warna kuning sedangkan genotipe Nei9008/Mr14 ber-warna jingga. Semua genotipe memiliki jumlah tongkol per tanaman rata-rata 0,96. Hal ini memungkinkan di antara genotipe tersebut memiliki potensi prolifik (dua tongkol). Namun hal ini ada kecenderungan di-pengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah. Hal tersebut dapat dilihat bahwa untuk karakter jumlah tongkol per tanaman terdapat interaksi antara genotipe x ling-kungan.

Beberapa genotipe yang diuji menunjukkan bahwa Nei9008/Mr14 memiliki tingkat ketahanan yang agak baik terhadap penyakit bulai, jika dibandingkan dengan varietas Bima 1 dan Bisi 2 dengan rata-rata penularan bulai 6,5% (Tabel 5). Kerugian karena penyakit bulai sangat bervariasi. Pertanaman dapat terinfeksi sampai 90%, sehingga risiko kegagalan cukup tinggi (Semangun 1996). Kehilangan hasil sampai 100% atau puso terjadi di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al. 1996). Seperti dilaporkan oleh Wakman et al. (2000), pe-nurunan hasil jagung akibat penyakit bulai berkisar antara 16-99%.

Gambar 1. Interaksi genotipe x lingkungan model AMMI. IPCA1 1.3 0.5 -0.3 -1.1 -1.9 -2.7 IP C A 2 1.2 0.66 0.12 -0.42 -0.96 -1.5 B11-209/Mr14 Nei9008/Mr14 3 CML431/Mr14 5 B11-157/Mr14 B11-126/Mr14 B11-136/Mr14 9 E45/Mr14 Mr14/B11-209 E54-2/Mr14 Mr14/B11-132 1415 16 NTB 2 Gorontalo 2 Jateng Malang NTB 2 Bajeng 8 Gorontalo Jateng 2 KalSel Lampung Malang Muneng NTT IPCA1 1.3 0.5 -0.3 -1.1 -1.9 -2.7 IP C A 2 1.2 0.66 0.12 -0.42 -0.96 -1.5 B11-209/Mr14 Nei9008/Mr14 3 CML431/Mr14 5 B11-157/Mr14 B11-126/Mr14 B11-136/Mr14 9 E45/Mr14 Mr14/B11-209 E54-2/Mr14 Mr14/B11-132 1415 16 NTB 2 Gorontalo 2 Jateng Malang NTB 2 Bajeng 8 Gorontalo Jateng 2 KalSel Lampung Malang Muneng NTT

(5)

KESIMPULAN

Dari 16 lokasi percobaan diperoleh genotipe hibrida jagung yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Bima 1 dan Bisi 2 serta beradaptasi baik dan spesifik.

Genotipe B11-209/Mr14 memiliki adaptasi yang cukup luas dengan rata-rata hasil 8,5 t/ha, 11% lebih tinggi dari Bima 1, dan 8% lebih tinggi dari Bisi 2, tongkol besar, kelobot menutup dengan baik, agak tahan penyakit bulai, daun tetap hijau, tipe biji semi mutiara, dan warna biji kuning.

Beberapa genotipe lainnya yang memiliki adaptasi luas adalah B11-136/Mr14, G193/Mr14, Mr14/B11-209, B11-157/Mr14, G180/Mr14, B11-126/Mr14, dan CML431/ Mr14 dengan rata-rata hasil nyata lebih tinggi dari Bima 1 dan Bisi 2.

Genotipe Nei9008/Mr14 sangat adaptif pada ling-kungan cekaman abiotik dan biotik, rata-rata hasil 8,3 t/ ha, 13% lebih tinggi dari Bima 1, dan 10% lebih tinggi dari Bisi 2, tongkol besar, kelobot menutup dengan baik, lebih tahan penyakit bulai, stay green, tipe biji semi mutiara, dan warna biji jingga.

Genotipe Mr14/B11-132 memiliki adaptasi sempit atau spesifik dan sesuai dikembangkan di lokasi di Jawa Tengah, NTB, dan Malang.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, M.M., M.J. Mejaya, and S. Slamet. 1996. Maize losses due to drought in Indonesia and sources of drought tolerance and escape. Developing Drought and Low N Tolerant Maize. Proceedings of a Symposium. UNDP. World Development. CIMMYT. El Batan. p.104.

Dahlan, M.M. 2004. Perbaikan genetik plasma nutfah jagung untuk pembentukan varietas unggul untuk pangan dan pakan. Makalah untuk Laporan Tahunan 2004.

Eberhart, S.A. and W.A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop.Sci. 6 p.36-40.

Fisher K.S., E.C. Johnson, and G.O. Edmeades. 1982. Breeding and selection for drought resistance in tropical maize. CIMMYT, Al Batan Mexico.

Heinrich, G.M., C.A. Francis, and J.D. Eastin. 1983. Stability of grain sorghum yield components across divers environments. Crop Sci. 23:209-212.

Jugenheimer, R.W.1985. Corn improvement, seed production, and uses. John Wiley, New York.

Kanro dan Ahmad Sulle. 1996. Stabilitas hasil beberapa kultivar wijen di Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Pemuliaan Indonesia: ZURIAT. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Vol.7 No.1. Januari-Juni 1996. 40-44.

Mejaya, M.J. dan D. Sharma. 1993. Performance and yield stability of mungbean genotypes estimated using four methods. Jurnal Pemuliaan Indonesia: ZURIAT Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Vol.4 No.2. Juli-Desember 1993. 99-105. Moentono, M.D. 1989. Effecient tester for evaluating combining ability of downy mildew resitance inbreed lines in the development hybrid corn. Ind.Jour.of Crop Sci. 1:41-51. Tabel 5. Umur berbunga, umur masak, jumlah tongkol per tanaman, tingkat penularan penyakit bulai, karat, dan bercak daun, serta tipe dan

warna biji genotipe jagung. Umur berbunga

(hari) Umur Kadar Tinggi (cm) Jumlah Bulai Penyakit (1-5) Biji

Genotipe masak air biji tongkol/ (%)

Jantan betina (hari) (%) tanaman tongkol tanaman Karat Bercak Tipe Warna

B11-209/Mr14 55,7 57,8 95,5 27,4 198,8 101,3 0,97 42,5 1,9 1,6 smutiara kuning

Nei9008/Mr14 53,6 56,0 95,1 26,4 198,3 98,3 0,98 6,5 1,8 1,6 smutiara jingga

G180/Mr14 54,3 56,2 93,5 24,5 198,3 101,2 0,97 37,3 1,9 1,8 mutiara jingga B11-157/Mr14 56,3 58,7 96,5 29,2 200,4 108,2 0,94 37,6 1,6 1,4 mutiara jingga CML431/Mr14 54,8 57,2 95,0 27,6 200,0 104,0 0,95 11,3 1,9 1,6 mutiara kuning G193/Mr14 57,7 59,7 97,7 29,6 192,7 99,7 0,93 60,1 1,5 1,3 smutiara jingga B11-136/Mr14 54,7 56,6 94,2 27,4 200,2 103,0 0,97 36,7 1,6 1,5 mutiara jingga B11-126/Mr14 55,9 58,5 95,6 28,3 196,3 101,6 0,92 71,4 1,9 1,6 mutiara kuning

E45/Mr14 55,3 57,5 94,8 28,3 184,5 95,9 0,94 63,1 2,0 1,6 mutiara kuning

B11-132/Mr14 55,0 57,5 93,1 27,9 200,2 100,5 0,94 71,7 1,6 1,6 smutiara jingga

E54-2/Mr14 54,8 57,2 94,8 27,3 193,0 101,0 0,96 40,9 1,8 1,5 mutiara jingga

Mr14/B11-209 53,8 56,2 95,1 31,0 204,0 109,4 0,98 74,8 2,4 2,1 smutiara kuning

Mr14/B11-132 52,8 55,4 92,8 28,8 201,6 110,2 0,94 86,8 1,9 1,8 smutiara kuning

CML165/Mr14 53,9 56,7 92,7 28,9 181,2 87,5 0,87 93,1 2,6 2,3 smutiara kuning

Bima 1 53,7 56,1 94,0 27,3 201,2 103,2 0,98 77,0 1,9 1,5 mutiara kuning

Bisi 2 55,1 57,3 98,7 27,8 206,9 114,7 1,11 84,6 1,6 1,5 smutiara kuning

Rata-rata 54,8 57,2 94,9 28,0 197,4 102,5 0,96 56,0 1,9 1,6

GxE ** ** ** — — —

BNT 5% 1,2 1,1 1,5 9,01 6,8 0,07 18,8 0,5 0,4

KK (%) 1,9 1,8 5,2 4,9 7,8 8,3 23,3 18,1 16,9

(6)

MSTAT Team.1988. MSTAT: A Microcomputer program for the design, management, and analysis of agronomic research experiments. Michigan. Michigan State University.

Satoto dan B. Suprihatno. 1996. Stabilitas hasil sepuluh genotipe padi turunan galur mandul jantan IR54752A. Jurnal Pemuliaan Indonesia: ZURIAT Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Vol.7 No.1. Januari-Juni 1996. 27-33.

Semangun. 1996. Pengantar ilmu penyakit tumbuhan. Gadjah Mada University Press.

Soemartono.1995. Cekaman lingkungan, tantangan pemuliaan tanaman masa depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III, Jember. 1-12.

Subandi, M.R. Hakim, and M.M.Dahlan. 1978. Yield performance of fifteen maize varieties in different environment. Centr. Res. Inst. Food Crop, Bogor 39: 1-12.

Subandi, M.R. Hakim, A. Sudjana, M.M. Dahlan, and A.Rifin. 1979. Mean and stability for yield of early and late varieties of corn in varying environments. Contributions. Cent. Res. Inst. Agric. 51:24p.

Subandi, Sujitna, dan A. Sudjana. 1981. Stabilitas hasil jagung umur genjah di berbagai lokasi dan musim. Penelitian Pertanian, vol.1, No.1, Puslitbangtan, Bogor.

Subandi. 1988. Perbaikan varietas. Dalam Subandi, Mahyuddin Syam, dan Adi Widjono (eds). Jagung. p. 81-98. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan benih pada pertanaman jagung hybrida. 5p.

Takdir, A.M., R.Neni Iriany M., M.Anas B., Marsum M. Dahlan, dan F. Kasim. 1999. Stabilitas hasil beberapa genotipe jagung genotipe harapan pada sembilan lokasi. Jurnal Pemuliaan Indonesia: ZURIAT Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Vol.10 No.2. Juli-Desember 1999. 54-61.

Wakman, W. dan M.S. Kontong. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian Pertanian. 19 (2):38-42.

Gambar

Tabel 1. Kuadrat tengah gabungan karakter hasil 14 genotipe dan pembanding  (Bima  1  dan  Bisi  2)  di  16  lokasi  pengujian pada MK 2004/MK 2005 dan MH 2004/MH 2005.
Gambar 1 memperlihatkan terdapat 13 genotipe jagung yang memiliki adaptasi luas (stabil), yaitu
Gambar 1. Interaksi genotipe x lingkungan model AMMI.
Tabel 5. Umur berbunga, umur masak, jumlah tongkol per tanaman, tingkat penularan penyakit bulai, karat, dan bercak daun, serta tipe dan warna  biji genotipe  jagung.

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan Informan Tentang Kelengkapan Material dan Alat yang Digunakan Untuk Pelaksanaan Fogging di Puskesmas PB Selayang II.. Informan

Kombinasi factor dengan level yang memberikan peningkatan kekerasan yaitu dengan temperature 800 o C dengan media pendingin oli sebesar 111.8 HB.. Sedangkan yang

Setelah menyelesaikan pengambilan data, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan prototipe website agregasi produk dengan fungsi yang spesifik terhadap direktori

LD50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik untuk menyatakan dosis tunggal suatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang

Namun sejalan dengan berkembangnya sistem klasifikasi oleh beberapa negara dan terjadinya perbedaan yang mencolok antar sistem klasifikasi bahaya bahan kimia

peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit &iremia%$ nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit$ gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang

Sedangkan, pendek berarti kisahnya pendek (kurang dari pada 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memutuskan diri pada satu tokoh dalam satu

Tujuan dari perancangan ini adalah merancang buku merangkai bentuk 3D untuk memperkenalkan alat musik tradisional Nusantara dengan lebih unik dan menarik untuk