• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja

2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubugan kerja pada perusahaan, atau kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1996). Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu: 1) Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan 2) Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Kecelakaan kerja mengandung unsur yaitu: (1) tidak terduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan; (2) tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental; (3) selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka, 2008).

2.1.2 Sebab Kecelakaan Kerja

Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi.

(2)

Menurut beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian (Tarwaka, 2008).

Secara umum kecelakaan menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh: 1. Tindakan perbuatan manusia (unsafe human act).

Menurut penelitian 85% kecelakaan terjadi disebabkan faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak aman ini dapat disebabkan oleh:

a. Karena tidak tahu yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada.

b. Karena tidak mampu/tidak bisa, yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja aman dan bahaya yang ada, tetapi karena belum mampu dan kurang kurang terampil maka dia melakukan kesalahan.

c. Walaupun telah mengetahui cara kerja dan peraturan-peraturan serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi karena tidak mau melaksanakannya maka terjadi kecelakaan.

2. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition)

Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pekerja di lingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan dari industrial hygiene, yang mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Setiap keadaan/faktor adalah penting artinya bagi terjadinya kecelakaan, tetapi serentetan peristiwa keseluruhan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

(3)

Apabila sebab satu bagian dari rentetan peristiwa dihilangkan kecelakaan tidak akan terjadi. Kecelakaan diselidiki untuk maksud:

a. Menentukan siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan. b. Mencegah terjadinya peristiwa serupa.

Sedangkan menurut Benny dan Achmadi sebab kecelakaan kerja mengelompokkannya sebagai berikut:

1. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment) a. Faktor Kimia

Disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada benda- benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.

b. Faktor Fisik

Misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

c. Faktor Biologi

Dapat berupa bakteri, jamur, mikroorganisme lain yang dihasilkan dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau kebun.

d. Faktor Ergonomi

Pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.

(4)

e. Faktor Psikologi

Perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja dalam lingkungan kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.

2. Faktor Pekerjaan a. Jam Kerja

Jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi kecelakaan kerja.

b. Pergeseran Waktu

Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.

3. Faktor Pekerja (human Factor) a. Umur Pekerja

Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya.

(5)

b. Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

c. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

d. Lama Bekerja

Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini didasarkan pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman kerjanya.

e. Kelelahan

Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan berakibat menurunnya kemampuan kerja dan kemampuan tubuh para pekerja.

(6)

2.1.3 Teori Kecelakaan Kerja

Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :

2.1.3.1 Faktor Manusia 1. Umur

Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1. Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu, Hasibuan, 2003). Pada umumnya untuk mengetahui beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia (Suma’mur 2010).

(7)

2. Jenis Kelamin

Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak dari pada pria. Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang khusus.

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang.

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri.

(8)

5. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

6. Perilaku

Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktek kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan.

(9)

7. Pelatiahn Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.

8. Peraturan Keselamatan dan Keselamatan Kerja

Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan

(10)

2.1.3.2 Faktor Lingkungan 1. Kebisingan

Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan. Kebisingan pada tenaga kerja dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi kosentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja.

2. Suhu Udara

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang. Sedangkan menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit.

3. Penerangan

Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau

(11)

alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap. Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan.

4. Lantai licin

Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang merusak, karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.

2.1.3.3 Faktor Peralatan 1. Kondisi mesin

Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat

(12)

lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.

2. Letak mesin

Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah. Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.

2.1.4 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau obyek kerja, jenis cedera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka (Tarwaka, 2008). Klasifikasi kecelakaan kerja tersebut, yaitu:

2.1.4.1 Klasifikasi Jenis Kecelakaan

Klasifikasi jenis kecelakaan misalnya terjatuh, tertimpa atau kejatuhan benda atau obyek kerja, tersandung benda atau obyek, terbentur, terjepit, terpapar

(13)

kepada atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi, terkena arus listrik, terpapar kepada atau bahan berbahaya atau radiasi, dll (Tarwaka, 2008).

2.1.4.2 Klasifikasi Agen Penyebab

Klasifikasi agen penyebab misalnya mesin seperti mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi, mesin produksi, mesin pertambangan, mesin pertanian, sarana alat angkut seperti fork lift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut perairan, alat angkut di udara, dll (Tarwaka, 2008).

2.1.4.3 Klasifikasi Jenis Luka dan Cedera

Kalsifikasi jenis luka dan cedera misalnya: patah tulang, keseleo, kenyerian otot dan kejang, gagar otak dan luka bagian dalam lainnya, amputasi, luka tergores, luka luar lainnya, memar, retak, luka bakar, keracunan akut, aspixia atau sesak nafas, efek terkena arus listrik, efek terkena paparan radiasi, luka pada banyak tempat di bagian tubuh, dll (Tarwaka, 2008).

2.1.4.4 Klasifikasi Lokasi Bagian Tubuh yang Terluka

Klasifikasi lokasi bagian tubuh yang terluka, misalnya kepala, leher, badan, lengan, kaki, berbagai bagian tubuh, luka umum, dll (Tarwaka, 2008).

2.1.5 Kecelakaan Kerja di Perkebunan

Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit dan karet adalah tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran dan tatal (getah) bagi buruh bagian panen dan pembersihan lahan. Terkena tetesan gromoxone,

roun-dup dan terhirup racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan. Bentuk kecelakaan kerja

(14)

tersebut berdampak pada resiko cacat anggota tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan penderes karet, cacat kelahiran terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menemui ajal ketika tertimpa tandan buah segar (TBS).

Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset. Serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan. Dengan demikian di sektor perkebunan potensi kecelakaan kerja cukup tinggi.

Sedangkan penyebab kecelakaan kerja di perkebunan umumnya disebabkan oleh:

1. Lingkungan kerja fisik oleh pemakaian alat/mesin (suara, panas, sinar, dan lainnya).

2. Lingkungan kerja kimia oleh pemakaian bahan kimia (pupuk, pestisida, dan lainnya).

3. Lingkungan kerja biologis oleh makhluk hidup (babi, tikus, landak, lalat

anclylostoma, dan lain-lain).

4. Lingkungan kerja ergonomi oleh pemakaian alat yang tidak sesuai dengan keterbatasan kemampuan anatomi dan fisiologis tenaga kerja.

5. Lingkungan kerja umumnya disebabkan oleh suasana kerja, lokasi pemukiman jauh dari kota.

(15)

2.1.6 Usaha-usaha Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan. Setelah ditentukan sebab- sebab terjadinya kecelakaan atau kekurangan-kekurangan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian yang tepat.

Suma’mur dalam Santoso (2004) menjelaskan bahwa kecelakaan yang terjadi dapat dicegah dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, perawatan, dan pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan.

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak resmi misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai intruksi alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipenuhi.

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan.

5. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.

6. Pendidikan meliputi subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang.

7. Pelatihan yaitu pemberian instruksi-instruksi praktis bagi pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.

(16)

8. Asuransi yaitu insentif untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Pengendalian kecelakaan kerja pokok ada 5 usaha yaitu (Tarwaka, 2008):

1. Eliminasi

Suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.

2. Substitusi

Mengganti bahan, material atau proses yang berisiko tinggi terhadap bahan, material atau proses kerja yang berpotensi risiko rendah.

3. Pengendalian rekayasa

Mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transisi antara pekerja dan bahaya.

4. Pengendalian administrasi

Mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.

5. Alat pelindung diri

Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.

2.2 Tanaman Karet

Tanaman karet (Havea brasiliensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Sebagai penghasil

(17)

lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Yudi,2014).

Di Indonesia, Malaysia, dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia di tanam di Kebun Raya Bogor. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet (lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet

(sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industry karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industry (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk turunnnya seperti ban, komponen, dan sebagainya (Habibi, 2009).

2.2.1 Penyadapan Tanaman Karet

Menyadap adalah mengambil, sedangkan arti menyadap karet adalah mengambil ketah karet atau lateks dengan cara melukai atau menggores kulit dari pohon karet. Menyadap (menderes, menoreh) karet dilakukan dengan cara menyayat kulit batang karet dari kiri ke kanan bawah dengan pisau sadap.

Beberapa cara pelaksanaan penyadapan, baik yang sudah umum digunakan maupun yang masih dalam taraf penelitian dan pengembangan. Cara-cara tersebut di antaranya adalah:

1. Sadapan arah ke bawah

Cara sadapan ini sudah banyak dikenal dan dilaksanakan baik oleh perkebunan besar maupun oleh perkebunan rakyat. Yang dimaksud dengan sadapan arah ke bawah (downward tapping) adalah sadapan yang

(18)

dilaksanakan dengan membuat irisan dari kanan atas ke kiri bawah menuju pangkal batang.

2. Sadapan arah ke atas

Sadapan arah ke atas (upward tapping) dilakukan pada bidang sadap yang terletak di atas bidang sadap sadapan ke bawah. Arah irisan sadapan adalah dari kiri bawah ke kanan atas, sehingga habisnya kulit menuju ke atas.

3. Sadapan mini (mini-cut tapping)

Sadapan mini adalah penyadapan dengan cara iris dan panjang irisan hanya pendek saja, misalnya 2 cm, 5 cm. Tingginya sadapan tergantung dari jumlah iris mini yang dikehendaki. Makin banyak jumlah irisan, tinggi sadapan akan makin bertambah.

4. Sadapan tusuk (puncture tapping)

Sadapan ini dinamai sadapan tusuk karena dalam pelaksanaan penyadapan menggunakan alat tusuk yang berbentuk seperti sebuah jarum.

Untuk menyadap perlu diperhatikan penentuan matang sadap. Matang sadap tanaman karet akan siap apabila sudah matang sadap pohon, artinya tanaman karet telah sanggup disadap untuk dapat diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan yang berarti terhadap pertumbuhan dan kesehatannya. Menurut Saipul dan Rahayu (2013) Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan lilit batang pada umur tanaman yaitu sebagai berikut: 1. Umur Tanaman

Dalam keadaan pertumbuhan normal, tanaman karet akan siap disadap pada umur 5 – 6 tahun. Namun demikian seringkali dijumpai tanaman belum siap disadap walau umurnya sudah lebih dari 6 tahun. Hal ini terjadi akibat

(19)

kondisi lingkungan dan pemeliharaan yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Sebenarnya Penyadapan karet dapat dilakukan pada usia kurang dari 5 tahun dengan syarat kondisi lingkungan dan pemeliharaan dilakukan dengan sangat baik sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Artinya umur tanaman karet tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan matang sadap dan hanya dapat digunakan sebagai pedoman untuk pengukuran lilit batang.

2. Pengukuran lilit batang

Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman untuk mengetahui pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa lateks diperoleh dari batangnya (kulit batang). Tanaman karet dikatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Pengukuran lilit batang untuk menentukan matang sadap mulai dilakukan pada waktu tanaman berumur 4 tahun. Lilit batang diukur pada ketinggian batang 100 cm dari pertautan mata okulasi.

3. Matang Sadap Kebun

Penyadapan dapat dimulai setelah kebun karet memenuhi kriteria matang sadap kebun. Kebun dikatakan matang sadap kebun apabila jumlah tanaman yang sudah matang sadap pohon sudah mencapi 60% atau lebih. Pada kebun yang terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap pohon biasanya telah mencapai 60-70% pada umur 4-5 tahun.

(20)

Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau seabagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008). Alat Pelindung diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang berfungsi mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja.

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu di utamakan. Namun kadang- kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma’mur, 2009).

2.3.1 Fungsi dan Jenis- Jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, yaitu:

2.3.1.1 Alat Pelindung Kepala

1. Fungsi

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.

(21)

Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dll.

2.3.1.2Alat Pelindung Mata Dan Muka

1. Fungsi

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.

2. Jenis

Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

2.3.1.3 Alat Pelindung Telinga

1. Fungsi

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.

2. Jenis

Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbatan telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).

(22)

2.3.1.4Alat Pelindung Pernapasan Beserta Perlengkapannya

1. Fungsi

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya.

2. Jenis

Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator,

Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam

dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus.

2.3.1.5 Alat Pelindung Tangan

1. Fungsi

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.

(23)

2. Jenis

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

2.3.1.6Alat Pelindung Kaki

1. Fungsi

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir.

2. Jenis

Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

2.3.1.7 Pakaian Pelindung

1. Fungsi

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme

(24)

patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.

2. Jenis

Pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.

2.3.1.8 Alat Pelindung Jatuh Perorangan

1. Fungsi

Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.

2. Jenis

Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.

2.3.1.9 Pelampung

1. Fungsi

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada

(25)

posisi tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.

2. Jenis

Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan (life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).

2.3.2 Alat Pelindung Diri untuk Pekerja Penderes

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, menurut fungsi dan jenisnya alat pelindung diri yang digunakan untuk penderes yaitu:

2.3.2.1 Alat Pelindung Kepala

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.

Pada saat melakukan pekerjaan menderes, pekerja mempunyai risiko tertimpa atau kejatuhan ranting-ranting pohon karet. Sehingga diperlukan alat pelindung kepala untuk pekerja penderes.

2.3.2.2 Alat Pelindung Mata dan Muka

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda

(26)

kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.

Pada saat melakukan pekerjaan menderes, pekerja mempunyai risiko mata terkena percikan getah yang dapat mengakibatkan kebutaan. Sehingga diperlukan alat pelindung mata dan muka untuk pekerja penderes.

2.3.2.3 Alat Pelindung Tangan (Sarung Tangan)

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.

Pada saat melakukan pekerjaan menderes, pekerja mempunyai risiko terkena pisau yang dapat menyebabkan tangan terluka. Sehingga diperlukan alat pelindung tangan (sarung tangan) untuk pekerja penderes.

2.3.2.4 Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir.

Pada saat melakukan pekerjaan menderes, pekerja mempunyai risiko kaki tertusuk benda tajam. Sehingga diperlukan alat pelindung kaki (sepatu boot) untuk pekerja penderes.

(27)

2.3.3 Alat Pelindung Diri Penderes di Kebun Sei Silau

Alat pelindung diri gunanya adalah untuk melindungi pekerja dari bahaya- bahaya yang mungkin menimpanya sewaktu menjalankan pekerjaan. Fungsi dari APD untuk mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Syarat APD yang baik yaitu nyaman di pakai, tidak mengganggu proses pekerjaan, memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya, memberikan rasa aman, nyaman terhadap pemakai, dan praktis atau mudah di pakai. APD dapat di golongkan menjadi beberapa jenis menurut bagian tubuh yang dilindunginya (Tarwaka, 2014).

Alat pelindung diri yang disediakan oleh Kebun Sei Silau untuk pekerja penderes ialah alat pelindung kacamata dan sepatu boot. Alat pelindung diri yang disediakan sesuai dengan jenis pekerjaannya serta risiko bahayanya masih bisa dikendalikan. Alasan perusahaan hanya menyediakan dua alat pelindung diri untuk pekerja penderes karena dilihat dari resiko bahaya kemudian masih bisa dikendalikan dengan alat pelindung diri kacamata dan sepatu boot pada pekerja penderes serta untuk mengefesiensi biaya. Sehingga perusahaan meminimalisasi penyediaan alat pelindung diri.

2.3.3.1 Alat Pelindung Kacamata

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektronik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras.

(28)

a) Goggle

Berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan percikan larutan bahan kimia. Goggle biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lensa berlapis kobalt untuk bahaya radiasi gelombang elektromagnetik mengion.

2.3.3.2 Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak dengan arus listrik. Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa benda berat,terbakar karena logam cair dan bahan kimia korosif, dermatitis atau eksim karena zat kimia dan kemungkinan tersandung atau tergelincir. Sepatu yang digunakan disesuaikan dengan jenis risiko seperti:

a) Sepatu pelindung atau sepatu boot, untuk mencegah tergelincir, dipakai sol anti selip luar dari karet alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaan kasar).

b) Untuk mencegah tusukan dari benda rucing, dilapisi dengan logam.

c) Terdapat bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak boleh paku.

d) Sepatu atau sandal yang beralaskan kayu, baik dipakai pada tempat kerja yang lembab, lantai yang panas.

e) Sepatu boot dari sintetis, untuk pencegaha bahan-bahan kimia, terkadang diperlukan bantalan lutut, pelindung tungkai bawah dan tungkai atas, yang terbuat dari karet, asbes logam sesuai dengan risiko bahayanya.

(29)

f) Untuk pekerja dengan logam cair atau benda panas, ujung celama tidak boleh dimasukkan ke dalam sepatu, karena cairan logam atau bahab panas dapat masuk ke dalam sepatu.

2.3.4 Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang peran penting. Hal ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.

Manfaat bagi tenaga kerja yaitu;

1. Tenaga kerja dapat bekerja lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja.

2. Dapat mencegah kecelakaan akibat kerja.

3. Tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak dan martabat sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif.

4. Tenaga kerja dengan produkif sehingga meningkatkan hasil produksi. Hal ini akan menembah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa kenaikan gaju atau jaminan social sehinga kesejahteraan akan terjamin.

Manfaat bagi perusahaan yaitu;

1. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi daoat terjimin baik jumlah maupun mutunya.

2. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para tenaga kerja.

(30)

3. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja sehingga dapat tercapainya produktivitas yang tinggi dengan efesiensi yang optimal (Tarwaka, 2014).

2.3.5 Masalah Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Adapun yang menjadi masalah dalam pemakaian alat pelindung diri (APD), yaitu (Santoso, 2004):

1. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan a. Tidak sadar/tidak mengerti

b. Panas c. Sesak

d. Tidak enak dipakai e. Tidak enak dipandang f. Berat

g. Mengganggu pekerjaan

h. Tidak sesuai dengsn bahaya yang ada i. Tidak ada sangsi

j. Atasan juga tidak memakai 2. Tidak disediakan oleh perusahaan

a. Ketidakmengertian b. Pura-pura tidak mengerti c. Alasan bahaya

d. Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai) 3. Pengadaan oleh perusahaan

(31)

a. Tidak sesuai dengan bahaya yang ada b. Asal beli (terutama memilih yang murah)

2.3.6 Peraturan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD di tempat kerja sendiri telah diatur dalam Undang-undang dan Permenakertrans, pasal yang mengatur tentang penggunaan APD, antara lain:

1) Undang-undang No. 1 tahun 1970

a. Pasal 3 ayat (1) butir f menyatakan bahwa dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD.

b. Pasal 9 ayat (1) butir c menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap pekerja baru tentang APD. c. Pasal 12 butir b menyatakan bahwa dengan peraturan perundangan

diatur kewajiban dan atau hak pekerja untuk memakai APD.

d. Pasal 14 butir c menyatakan bahwa kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi pekerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

2). Permenaketrans No. 1 tahun 1981 pasal 5 ayat 2 menyatakan “Pekerja harus menggunakan alat pelindung diri yang diwajibkan untuk mencegah penykit akibat kerja” maksud dari dikeluarkannya peraturan tentang APD adalah:

1. Melindungi pekerja dari bahaya akibat kerja seperti mesin, proses, dan bahan kimia.

(32)

2. Memelihara dan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan kerja khususnya dalam penggunaan APD sehingga mampu meningkatkan produktifitas.

3. Terciptanya perasaan aman dan terlindung, sehingga mampu meningkatkan motivasi untuk lebih berprestasi.

3). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri

a. Pasal 2 ayat (1) menayatakn bahwa pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja.

b. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:

1. Pelindung kepala

2. Pelindung mata dan muka 3. Pelindung telinga

4. Pelindung pernapasan beserta perlengkapannya 5. Pelindung tangan dan

6. Pelindung kaki

c. Pasal 5 menyatakan bahwa Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.

(33)

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Confounding

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Pemakaian APD Kejadian Kecelakaan

Kerja

1. Umur 2. Masa Kerja 3. Pendidikan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan persepsi terhadap warna maskulin menyebabkan warna pink kehilangan bentuk pemaknaan, selain disebabkan dominasi warna baru maskulin, terdapat pengaruh yang kuat dari

Nurul Huda Dusun Banjar Intang desa Tanjung Iman Kec.. Blambangan Pagar

Musik Jonngan juga terdapat makna nilai yang terkandung di dalam musik tersebut sesuai dengan lima teori makna Kluchohn yaitu makna nilai adat, makna nilai sejarah, makna

Berdasarkan hal yang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan di Dusun Lantaboko Kecamatan Parangloe

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2013

Tidak adanya penurunan skor HAI Knodell yang bermakna pada semua kelompok menunjukkan bahwa efek anti hepatotoksik Nigella sativa dosis 0,008 ml maupun 0,08 ml terhadap kerusakan

Karakteristik dan ciri khas etnis Arab tersebut tercermin dari kebudayaan mereka yaitu dari segi agama, sistem mata pencaharian, kesenian, dan juga kebiasaan atau

Di tengah fenomena umum maraknya tradisi penafsiran Al-Quran yang terjadi di kalangan Muhammadiyah, metodologi tafsir ternyata masih menjadi hal langka kaitannya dengan kajian