• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Karakteristik Alam Teluk Bintuni 5.1.1. Letak dan Luas Geografis

Kawasan Teluk Bintuni merupakan salah satu dari 14 kabupaten pemekaran baru di Provinsi Papua yang baru disahkan dalam Rapat Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 12 November 2002. Terletak antara Pantai Selatan Kepala Burung dan Pantai Semenanjung Onin, menghadap ke arah Laut Seram di lepas pantai barat Papua. Berdekatan dengan leher pegunungan sempit menghubungkan Kepala Burung dengan wilayah lainnya di Provinsi Papua (Universitas Negeri Papua, 2003). Secara geografis Kabupaten Teluk Bintuni terletak antara 1057’50” - 3011’26” Lintang Selatan dan antara 132044’59”-134014’49” Bujur Timur dan berbatasan langsung dengan lima Kabupaten dan satu Provinsi. Wilayah-wilayah tersebut antara lain : Kabupaten Sorong Selatan, Manokwari, Fak fak, Kaimana, Teluk Wondama, dan Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki letak strategis sehingga menguntungkan untuk perkembangan wilayah (Badan Pusat Statistik Teluk Bintuni, 2008a).

Awal terbentuknya Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2006, kabupaten ini terdiri dari 10 Distrik dan 95 Kampung serta 2 kelurahan dengan luas wilayah 18 637 km2. Dengan berkembangnya kabupaten ini, maka diterbitkan PERDA Kabupaten Teluk Bintuni Nomor 3 Tahun 2007, wilayah kabupaten ini dikembangkan lebih lanjut menjadi 24 Distrik, 113 Kampung, dan 2 Kelurahan. Pusat administrasi pemerintahan Kabupaten Teluk Bintuni berada di kawasan

(2)

perkotaan Bintuni. Semua kantor pemerintahan berada di kota ini (Dinas Pertanian dan Perkebunan Teluk Bintuni, 2009).

Distrik Bintuni yang merupakan bagian dari Teluk Bintuni terdiri dari 2 kelurahan dan 18 kampung yang berada di pesisir distrik dan pedalaman/pegunungan. Secara geografis, Distrik Bintuni terletak pada koordinat 133o31.315’ Bujur Timur dan 02o306.328’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 7 926 km2.

5.1.2. Klimatologi, Geologi, dan Topografi

Iklim dalam wilayah Teluk Bintuni termasuk dalam iklim tropis monsoon yang dicirikan oleh kondisi suhu dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun atau tropik basah dan memiliki suhu udara berkisar dari 20o – 38o C dengan kelembaban udara rata-rata 84.7 persen dan intensitas penyinaran matahari 54.3 persen.

Salah satu aspek geologi lingkungan yang cukup penting dalam menunjang perencanaan, pengembangan kota adalah sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah penutupnya. Sifat fisik dan keteknikan batuan atau tanah di daerah pemetaan dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) satuan vulkanik, terdiri dari sedimen klastik, (2) satuan batu gamping, terdiri dari koloni terumbu (koral) dan pecahan cangkang kerang, dan (3) satuan aluvium, terdiri dari endapan sungai, endapan limpas banjir, endapan rawa pantai dan endapan rawa danau.

Kabupaten Teluk Bintuni terletak antara 0 – 2 000 m diatas permukaan laut dengan topografi adalah 40 persen bergelombang hingga pegunungan dan 60 persen dataran rendah. Secara umum wilayah Teluk Bintuni merupakan rawa-rawa yang ditumbuhi oleh hutan mangrove dan pohon-pohon sagu, selanjutnya ke

(3)

arah daratan merupakan bagian yang landai dan ditumbuhi oleh pepohonan yang lebat. Selain itu di kawasan ini banyak mengalir sungai-sungai besar (utama) dan anak-anak sungainya seperti Sungai Muturi, Sungai Sebyar, dan Sungai Tembuni. Umumnya sungai-sungai tersebut dapat dilalui angkutan air yang jaraknya berbeda dan tergantung pada ketinggian pasang serta kepadatan tumbuhan riparian dan nipah. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi, rawa dan lahan basah. Beberapa kampung dan pusat distrik yang terletak di tepian sungai dapat dijangkau oleh kapal-kapal kecil dan perahu-perahu besar dengan bantuan air pasang yang cukup untuk melewati beting-beting pasir di sepanjang aliran sungai.

5.1.3. Penggunaan Lahan dan Tanah

Kondisi lahan dan tanah di Kabupaten Teluk Bintuni akan dijabarkan berdasarkan jenis dan intensitas penggunaan lahan, lahan-lahan kritis, klasifikasi, dan kedalaman efektif tanah. Wilayah Teluk Bintuni terdiri dari jenis tanah organosol di daerah mangrove, aluvium di meander sungai dan daerah tangkapan hujan, gleisol di daerah yang letaknya rendah dan banyak terdapat sumber air, kambiosol dan padsolik di daerah perbukitan, serta jenis tanah renzina dan mediteran di daerah yang berbukit yang berbatu dasar kapur (Dinas Pertanian dan Perkebunan Teluk Bintuni, 2009).

Kondisi tanah pada umumnya memiliki kapasitas tukar kation dari sedang hingga tinggi sehingga memiliki kapasitas cukup tinggi dalam mengikat zat hara. Kejenuhan basa yang tinggi terdapat di permukaan kemudian menurun menurut kedalaman tanah. Umumnya lapisan tanah yang lebih dalam memiliki

(4)

kondisi yang masam. Kesuburan tanah cenderung mengalami kejenuhan Al dan pH yang rendah dan memililki kandungan bahan organik sedang serta kandungan nitrogen dengan kisaran antara 0.23 persen hingga 1.12 persen. Kandungan fosfor rendah berkisar dari 7.96 hingga 10.26 mg per liter serta kandungan kalium berkisar sedang hingga tinggi.

Guna lahan di Kabupaten Teluk Bintuni sebagian besar masih berupa kawasan hutan dengan luas 18 244 km2 atau sekitar 97.8 persen dari luas wilayah perencanaan. Kawasan hutan ini terdiri dari hutan produksi, hutan lindung, hutan perlindungan dan pelestarian (konservasi), maupun areal penggunaan lainnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2005). Alang-alang dan hutan semak belukar berpotensi untuk dikembangkan sebagai budidaya baik untuk perkebunan maupun pemukiman. Sementara padang rumput atau padang alang-alang yang luas merupakan lahan kritis terutama pada musim kemarau terletak di Distrik Arandai dan Distrik Bintuni.

Lahan kritis ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) pembukaan hutan baik oleh HPH dan Kopermas yang dilakukan pada lahan bagian atas dapat meningkatkan aliran air permukaan dan mengakibatkan erosi, (2) pengambilan kayu dari hutan bakau untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan penduduk yang berlangsung lama dan kontinyu menyebabkan hilangnya formasi bakau yang berfungsi sebagai penahan gelombang pasang, dan (3) terjadinya abrasi atau pengikisan di pesisir pantai yang diakibatkan oleh fenomena alam.

Sesuai dengan iklim setempat, yaitu tropika humida, maka jenis-jenis tanah di wilayah ini tergolong ke dalam tanah yang bereaksi asam. Jenis tanah di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni adalah alluvial, mediteran, grey brown

(5)

podsolik, complex of soils, red yellow podsolik, organosol, dan latosol. Tanah

jenis alluvial sesuai untuk kegiatan pertanian, umumnya terdapat di daerah endapan sungai di sepanjang Daerah Aliran Sungai dan rawa-rawa pantai. Kedalaman efektif tanah adalah batas kedalaman tanah yang dapat ditembus oleh akar tanaman untuk menyerap unsur hara. Semakin dalam lapisan tanah maka semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya tanaman keras, sebaliknya bila tingkat kedalaman efektif tanah dangkal, maka tanaman yang memiliki perakaran dangkal yang dapat tumbuh. Teluk Bintuni secara umum mempunyai kedalaman efektif tanah lebih dari 25 cm.

5.2. Sistem Pertanian dan Pola Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Sistem pertanian di Kawasan Teluk Bintuni cukup bervariasi mulai dari sistem pertanian yang sederhana (tradisional) sampai pada sistem pertanian yang sudah maju (modern). Sistem pertanian yang masih sederhana pada umumnya terdapat pada kalangan petani suku-suku asli Bintuni, dimana mereka tidak melaksanakan kegiatan pengolahan lahan, seperti mencangkul atau penggemburan tanah. Penanaman biasanya dilakukan setelah melaksanakan tahap kegiatan penebangan, pembersihan dan pembakaran. Sedangkan sistem pertanian yang sudah agak maju umumnya terdapat pada suku-suku pendatang, baik suku pendatang Papua (Ayamaru) maupun pendatang non Papua (Sulawesi dan Jawa).

Penggunaan peralatan pertanian di kalangan petani suku asli Bintuni hanya berupa parang dan kapak yang digunakan untuk penebangan maupun pembersihan kebun dengan skala usaha relatif untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara petani pendatang Papua menggunakan peralatan

(6)

pertanian seperti cangkul dan alat semprot dan berusaha untuk memperbesar skala usahanya sepanjang komoditi yang ditanam masih memiliki prospek pemasaran.

Kegiatan meramu baik menangkap ikan maupun menokok sagu merupakan dua pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Masalah jender tidak menjadi tolok ukur dalam pembagian kerja, kecuali untuk aktivitas berburu di hutan. Waktu untuk melakukan kegiatan juga tidak menentu tergantung musim dan keinginan mereka. Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat pesisir Kawasan Teluk Bintuni disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pemanfaatan Sumberdaya Alam Oleh Masyarakat Pesisir Kawasan Teluk Bintuni

Sumberdaya Alam Bagian Manfaat

Sagu 1. Pati pada batang

2. Pelepah 3. Daun 1. Di makan/jual 2. Dinding rumah 3. Atap rumah Mangrove 1. Batang 2. Kulit

1. Tiang rumah, kayu bakar

2. Obat tradisional untuk penyakit kulit

Pohon Nipah 1. Batang

2. Daun

3. Nira/Mayang

1. Dinding rumah 2. Atap Rumah

3. Disadap untuk dibuat tuak

Ikan, Udang, Kepiting 1. Dikonsumsi

2. Dijual

Sumber : Universitas Negeri Papua, 2003

5.3. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Teluk Bintuni terus meningkat seiring dengan berubahnya status Teluk Bintuni dari distrik menjadi kabupaten. Tahun 2008 jumlah penduduk di kawasan ini mencapai 55049 jiwa yang terdiri dari 31281 laki-laki dan 23768 perempuan. Jumlah ini meningkat sebesar 2.58 persen dari tahun sebelumnya (53 665 jiwa). Peningkatan penduduk ini merupakan

(7)

pertumbuhan penduduk tertinggi dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya di Papua Barat.

Distrik Bintuni sebagai tempat lokasi penelitian memiliki jumlah penduduk sebesar 16 969 jiwa yang terdiri dari 9 253 laki-laki dan 7 716 perempuan. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Teluk Bintuni terus bertambah setiap tahunnya, tapi belum diimbangi dengan penyebaran penduduk. Sebagian besar penduduk Kabupaten Teluk Bintuni masih terpusat di Distrik Bintuni sekitar 30.82 persen. Hal ini disebabkan Distrik Bintuni merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di Kabupaten Teluk Bintuni.

5.4. Tinjauan Ekonomi Kabupaten Teluk Bintuni

Perekonomian Kabupaten Teluk Bintuni selama tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sektor yang mengalami percepatan pertumbuhan. Besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku untuk Tahun 2008 sebesar 863.763 milyar rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 719.302 milyar rupiah. Pertumbuhan ekonomi yang tercipta sebesar 12.52 persen pada akhir Tahun 2008. Pertumbuhan ini cenderung menunjukkan perlambatan dari tahun 2007 yaitu sebesar 12.87, namun kondisi perekonomian relatif stabil dalam kurun waktu 2004 – 2008. Laju pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat pertumbuhan sektoral tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan dan penggalian dan diikuti dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Teluk Bintuni merupakan kabupaten pemekaran sehingga pembangunan di berbagai sektor terutama untuk perbaikan tata kota terus dilakukan sehingga memberikan

(8)

kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan di Teluk Bintuni. Sementara sektor pertambangan diperoleh dari hasil minyak dan gas bumi yang saat ini sedang beroperasi di Teluk Bintuni.

Tabel 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2004-2008

(Persen) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 3.90 4.01 6.71 8.17 4.96 Pertambangan dan Penggalian -60.10 19.97 2.80 9.17 55.96 Industri Pengolahan 6.31 7.11 8.52 9.38 10.97

Listrik, Gas, dan Air Bersih

15.33 16.18 18.68 18.85 23.53

Bangunan 17.69 18.81 21.08 23.81 28.24

Perdagangan, Hotel dan Restoran

21.67 22.97 26.09 27.71 29.74 Pengangkutan dan Komunikasi 19.32 22.03 24.28 26.25 15.73 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 48.77 6.97 0.02 30.74 32.48 Jasa-jasa 36.85 38.68 35.07 28.46 25.23 PDRB 4.61 8.73 11.10 12.87 12.52

Sumber : Badan Pusat Statistik Teluk Bintuni, 2008b

5.5. Karakteristik Rumahtangga Responden Penyadap Nipah

Karakteristik rumahtangga responden penyadap nipah dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Rumahtangga Responden Penyadap Nipah di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2010

No Karakteristik Rata-rata

1 Umur Suami (Tahun) 35.70

2 Umur Isteri (Tahun) 32.41

3 Pendidikan Suami (Tahun) 9.00

4 Pendidikan Isteri (Tahun) 7.29

(9)

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata umur suami dan isteri adalah masih dalam kisaran umur produktif untuk bekerja. Artinya masih ada kemampuan atau tenaga untuk bekerja lebih giat demi keluarga penyadap tersebut. Sementara rata-rata tingkat pendidikan suami adalah 9.00 tahun atau mencapai tingkat SMP walaupun ada sebagian yang mengikuti pendidikan hingga SMU bahkan hanya lulusan SD. Demikian pula dengan isteri yang tingkat pendidikannya mencapai SMP meskipun tidak tamat. Hal ini terjadi karena tidak adanya biaya untuk melanjutkan pendidikan, tapi dapat dilihat kesadaran mereka untuk mengikuti

pendidikan cukup tinggi. Rata-rata tanggungan keluarga hanya mencapai 3 - 4 orang untuk setiap keluarga. Hal ini karena kesadaran petani untuk tidak

memiliki anak banyak seperti orang tua mereka dahulu. Selain itu para penyadap tidak menanggung anggota keluarga lain diluar keluarga inti mereka.

5.6. Mata Pencaharian Utama Responden Penyadap Nipah

Mata pencaharian utama responden penyadap nipah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Mata Pencaharian Utama Responden Penyadap Nipah di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2010

No Mata Pencaharian Utama Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 Penyadap Nipah 21 70.00 2 Nelayan 3 10.00 3 PNS/Honorer 4 13.30 4 Kebun 2 6.70 Total 30 100.00

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden bermatapencaharian utama sebagai penyadap nipah. Pekerjaan ini mulai ditekuni secara serius saat industri bioetanol masuk di Teluk Bintuni. Sebelumnya

(10)

pekerjaan mereka sebagian besar adalah sebagai nelayan. Hampir seluruh waktu mereka digunakan untuk mencari ikan atau kepiting, namun frekuensi bekerja sebagai nelayan saat ini hanya dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu. Sementara untuk menyadap nipah dilakukan tiap hari karena perlunya perlakukan khusus sebelum menyadap.

Pekerjaan menyadap nipah bagi sebagian responden (30 persen) adalah hanya sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini dilakukan karena adanya program Desa Mandiri Energi, sehingga mereka bersedia menjadi penyuplai bahan baku berupa nira nipah. Harapannya adalah bisa menambah pendapatan mereka. Walaupun menyadap nipah hanya sebagai pekerjaan sampingan, namun tidak mempengaruhi produksi nira yang dihasilkan. Artinya para penyadap nipah mampu menghasilkan sadapan sesuai dengan kapasitas perusahaan. Saat ini, rata-rata nira yang dihasilkan setiap penyadap adalah 30 liter per hari, tetapi penyadap mampu menghasilkan nira hingga mencapai 250 – 300 liter per hari.

5.7. Penerimaan Tunai Rumahtangga Responden Penyadap Nipah Rata-rata penerimaan tunai rumahtangga responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menggambarkan besaran penerimaan yang diperoleh

penyadap selama satu tahun dari usaha yang dilakukan, baik dari hasil sadapan nipah, nelayan, kebun, maupun sebagai pegawai atau honorer. Penetapan besaran penerimaan tunai, yaitu berdasarkan nilai standar deviasi dan rata-rata penerimaan yang diperoleh. Hal ini dilakukan agar besaran penerimaan menyebar secara merata untuk setiap responden. Hasilnya menunjukkan bahwa 46 persen rata-rata penerimaan tunai responden berada pada kisaran Rp 11 338 883 – Rp 37 206 000. Sumber penerimaan tunai keluarga petani paling besar berasal dari hasil jual ikan

(11)

dan kepiting. Meskipun pekerjaan nelayan dilakukan hanya 2 – 3 kali dalam seminggu, namun hasil tangkapan yang diperoleh bisa mencapai 15 – 20 tali per ikat dengan harga per tali adalah Rp 25 000. Sementara bila musim kepiting, bisa diperoleh dalam sekali tangkap adalah kurang lebih 2 – 3 karung atau sekitar 40 ekor dalam setiap karung dengan harga Rp 25 000 per ekor.

Tabel 11. Rata-rata Penerimaan Tunai Rumahtangga Responden Penyadap Nipah di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2010

No Rata-rata Penerimaan Tunai (Rp) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 < 11 338 883 3 10.00 2 11 338 883 – 37 206 000 14 46.67 3 37 206 000 – 63 073 117 9 30.00 4 > 63 073 117 4 13.33 Total 30 100.00

Penerimaan tunai yang diperoleh dari hasil penyadapan nipah tergantung dari produksi nira yang dihasilkan. Produksi nira nipah tertinggi yang mampu dihasilkan oleh responden kurang lebih mencapai 50 liter. Namun hasil ini tidak semuanya dijual karena mereka lebih banyak mengkonsumsi minuman keras tersebut. Penjualan pun dilakukan secara tertutup, yaitu di rumah karena adanya pelarangan menjual minuman keras, meskipun larangan tersebut belum secara sah dikeluarkan melalui surat keputusan. Jadi, pembeli yang membutuhkan minuman keras bisa memesan atau membeli di rumah petani. Harga yang diberlakukan oleh petani penyadap untuk minuman keras adalah Rp 10 000 per liter. Tetapi, minuman tersebut tidak selamanya habis terjual, karena hampir semua penyadap menjual minuman di rumahnya sehingga penerimaan yang diperoleh menjadi lebih sedikit dibandingkan ikan atau kepiting yang lebih banyak di cari oleh setiap konsumen.

(12)

5.8. Karakteristik Kelompok Usaha dan Perusahaan

Kelompok Usaha Bintuni Barat dibentuk pada tahun 2008 sebagai kelompok yang dibuat oleh pemerintah dan koperasi wiryamuda yang beranggotakan para penyadap nipah untuk minuman keras. Tujuan dibentuknya kelompok ini untuk menjadikan para penyadap memiliki jiwa wirausaha dengan manajemen yang baik dan sekaligus sebagai penggerak utama untuk membuat bioetanol dari nipah. Awalnya kelompok usaha hanya beranggotakan 10 orang termasuk ketua dan sekretaris. Namun, dengan sosialisasi yang terus dilakukan oleh pemerintah dan pihak ketiga, jumlah anggota semakin bertambah, dan saat ini sudah mencapai 40 orang. Untuk membuka wawasan para penyadap, ketua kelompok diikutsertakan dalam lomba desa mandiri energi sebagai desa binaan dari koperasi wiryamuda dengan harapan dapat menerapkannya untuk pembuatan bioetanol dari nipah.

PT. Rizki Anugerah Putera (RAP) adalah pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk bekerjasama memproduksi bioetanol. Sebelumnya PT. Rizki Anugerah Putera sudah berada di Bintuni untuk menjalankan usaha produksi minyak lawang. Ada 7 (tujuh) karyawan yang bekerja di perusahaan ini dengan keahlian dibidangnya masing-masing untuk menjalankan operasional perusahaan termasuk produksi bioetanol.

5.9. Gambaran Umum Tumbuhan Nipah (Nypa fruticans)

Nama ilmiah tumbuhan nipah adalah Nypa fruticans Wurmb. Di Indonesia tanaman ini disebut nipah, Filipina (losa), Inggris (palm), dan Malaysia (nipah). Nipah termasuk keluarga palmae, dari subfamili nipoideae. Bijinya

(13)

berkeping satu (monocotyledons) dan tumbuh secara berumpun di daerah air payau.

Hutan nipah merupakan kawasan subur, sehingga dapat mempertahankan ekosistem daerah disekitarnya, penyangga erosi karena pasang surut air laut atau aliran sungai. Kawasan hutan nipah di sekitar pantai juga sangat menentukan populasi biota laut, karena sebagai titik temu antara air laut dan air tawar, di kawasan hutan nipah sering terjadi perubahan salinitas air, kadang-kadang tawar dan kadang-kadang asin (Rachman dan Sudarto, 1991). Hewan yang hidup di kawasan ini adalah hewan-hewan tertentu yang memiliki ketahanan fisik yang khusus.

Nipah mempunyai akar serabut yang menjalar. Panjang akar dapat mencapai 13 m, karena perakaran nipah hanya terletak di dalam lumpur tanah yang sifatnya labil, maka tidak jarang bahwa rumpun-rumpun nipah tersebut dihanyutkan oleh air sampai ke laut. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daum muda berwarna kuning hampir menyerupai janur kelapa. Masyarakat di sekitar kawasan hutan nipah menggunakan daun nipah sebagai bahan untuk kerajinan anyam-anyaman, seperti tikar, bakul, atap, atau pembungkud tembakau untuk rokok. Nipah tidak mempunyai batang secara jelas sebagaimana keluarga palma lainnya. Batangnya sangat pendek dan berupa rimpang yang terbenam di dalam tanah yang tidak keliatan. Bunga nipah terdiri atas dua macam bunga, yaitu bunga jantan dan bunga betina. Letaknya menjadi satu pohon yang sama. Bunga jantan berwarna kuning oranye, bentuknya tegak dan memiliki antara 2 - 3 cabang. Pada setiap cabang mempunyai 4 – 5 bulir bunga jantan. Bunga betina berbentuk bulat peluru, tumbuh bengkok dan

(14)

mengarah ke samping. Pada setiap pohon nipah dewasa dapat tumbuh 1 – 3 tandan bunga. Jika tangkai tandan bunga nipah di potong sebelum buahnya masak, akan keluar cairan getah manis yang dikenal nira nipah. Buah nipah berbentuk langsing dengan panjang masing-masing sekitar 7.5 – 10 cm. Buahnya dapat dimakan, berwarna cokelat dan bentuknya menyerupai pentungan seperti kepala.

Penduduk asli di Kawasan Teluk Bintuni (Suku Irarutu, Kuri, Sebyar, Sumuri, dan Wamesa) telah memanfaatkan nipah secara turun temurun meliputi anak daun, tulang daun, tangkai daun (pelepah), bakal tangkai daun (pucuk), buah malai dan akar. Bagian nipah yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman adalah buah, malai dan tangkai daun. Pemanfaatan ini dilakukan dengan cara langsung dikonsumsi, ada juga yang dimanfaatkan melalui proses pengolahan terutama dalam pemanfaatan malai sebagai minuman dengan cara disadap untuk menghasilkan nira. Pemanfaatan bagian nipah lain yang melalui proses adalah tangkai daun sebagai substitusi garam. Tulang daun nipah dimanfaatkan sebagai perkakas dan digunakan sebagai alat untuk mengkonsumsi papeda. Perkakas lain dibuat dengan cara dianyam dalam bentuk kerajinan tangan seperti topi dan keranjang (Universitas Negeri Papua, 2003).

Gambar

Tabel 7.  Pemanfaatan Sumberdaya Alam Oleh Masyarakat Pesisir Kawasan  Teluk Bintuni
Tabel  8.    Laju  Pertumbuhan  Ekonomi  Menurut  Lapangan  Usaha  di  Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2004-2008
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata umur suami dan isteri adalah masih  dalam kisaran umur produktif untuk bekerja
Tabel 11.  Rata-rata Penerimaan Tunai Rumahtangga Responden Penyadap  Nipah di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

Politeknik Sains &amp; Teknologi Wiratama Maluku Utara merupakan salah satu instansi yang bergerak di bidang pendidikan yang menerapkan teknologi informasi dalam membantu

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dari perilaku hidup bersih dan sehat siswa kelas IV antara yang melaksanakan dengan yang tidak melaksanakan

Tanggung jawab merupakan salah satu isi dari 9 sikap anti korupsi, sebagai upaya pencegahan korupsi sikap tanggungjawab merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh

Dari hasil penelitian yang didapat, tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang penggunaan air bersih yang masuk kategori baik (85,11%) , responden mencuci tangan dengan

Didalam tiap siklusnya peneliti selalu melaksanakan tahapan-tahapan berikut ini: (1) perencanaan, di dalam perencanaan ini peneliti dan guru melakukan kegiatan

Jika kita menyukai seeorang maka kita cenderung melihat segala sesuatu dari diri orang tersebut dengan positif sebaliknya jika kita tidak menyuaki seseorang maka kita akan

e. mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yang relevan; f. dibangun pengetahuan dan keterampilan yang ada di rumah sakit; g. dibangun praktek klinis yang

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor