• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF YANG MENGANDUNG PEMADAM NYALA Al(OH) 3, Mg(OH) 2 DAN H 3 BO 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF YANG MENGANDUNG PEMADAM NYALA Al(OH) 3, Mg(OH) 2 DAN H 3 BO 3"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP

SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF YANG MENGANDUNG

PEMADAM NYALA Al(OH)

3,

Mg(OH)

2

DAN H

3

BO

3

Disusun Oleh :

APRILLIA DARYANI KUSUMAWATI

M0307001

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP

SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF YANG MENGANDUNG

PEMADAM NYALA Al(OH)

3,

Mg(OH)

2

DAN H

3

BO

3

Disusun Oleh :

APRILLIA DARYANI KUSUMAWATI

M0307001

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “

PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF YANG MENGANDUNG PEMADAM NYALA Al(OH)3, Mg(OH)2 dan H3BO3 belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2012 APRILLIA DARYANI KUSUMAWATI

(4)

commit to user

PENGARUH PERLAKUAN SIKLIS TERMAL TERHADAP SIFAT BIOKOMPOSIT LPP-KENAF MENGANDUNG PEMADAM NYALA Al(OH)3,

Mg(OH)2 DAN H3BO3

APRILLIA DARYANI KUSUMAWATI

Jurusan Kimia, Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan siklis termal terhadap sifat biokomposit LPP/Kenaf mengandung pemadam nyala. Biokomposit disintesis dari limbah polipropilena (LPP), serat kenaf (SK) menggunakan senyawa penggandeng asam akrilat (AA), senyawa penyambung silang divinil benzene (DVB) dengan pelarut xilena secara reaktif menggunakan inisiator BPO. Untuk meningkatkan ketahanan nyala biokomposit digunakan senyawa penghambat nyala Al(OH)3(ATH), Mg(OH)2(MDH) serta H3BO3 (BA). Uji termal pemanasan kontinyu pada suhu 140 ◦C terhadap PP murni dan limbah PP (LPP) diperoleh waktu rapuh masing-masing sebesar 2 dan 50 jam serta mengakibatkan peningkatan karbonil indeks masing-masing sebesar 12,39 dan 2,75 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa LPP memiliki ketahanan panas lebih baik dibandingkan PP murni.

Variasi suhu siklis termal dilakukan pada suhu 25, 35, 45, 55 dan 65 ◦C dengan 10 kali siklis termal terhadap biokomposit LPP/DVB/AA/SK mengandung senyawa pemadam nyala ATH/BA (F2), MDH/BA (F3) dan ATH/MDH/BA (F4) diperoleh suhu optimum yaitu 45 ◦C yang berada di bawah suhu distorsi PP (52-60 ◦C). Perlakuan siklis termal hingga 60 kali siklis pada suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan kekuatan tarik pada biokomposit F2, F3 dan F4 masing-masing sebesar 1,79; 0,91 and 0,87 % dibandingkan sebelum perlakuan siklis termal. Hal tersebut disebabkan adanya pemuaian dan penyusutan yang berulang-ulang mengkaibatkan pemanjangan dan pemendekan ikatan molekul-molekul dalam biokomposit. Pergerakan molekul-molekul tersebut akan mengubah susunan kumpulan molekul yang direfleksikan melalui penurunan sifat mekanik biokomposit.

Kata kunci : siklis termal, limbah polipropilena, serat kenaf, Al(OH)3, Mg(OH)2, H3BO3

(5)

commit to user

THE EFFECT THERMAL CYCLES TREATMENT OF BIOCOMPOSITES LPP-KENAF CONTAINS FIRE RETARDANTS

Al(OH)3, Mg(OH)2 and H3BO3PROPERTIES APRILLIA DARYANI KUSUMAWATI

Department of Chemistry, Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

Thermal cycles treatment of biocomposites properties contains LPP/Kenaf contains fire retardant had been studied. Biocomposites had been synthesized from waste polypropylene (LPP) and kenaf fiber (SK) using a coupling agent acrylic acid (AA), bensoil peroxide initiator (BPO) and cross-linking compounds divinil bensen (DVB) with a reactive solvent xylene. To improve fire retardation of biocomposites used Al(OH)3 (ATH), Mg(OH)2 (MDH) and additive fire retardant H3BO3 (BA).

Thermal treatment heating at 140 ◦C of pure PP and LPP show embrittlement respectively 2 and 50 hours. And each others recognize improvement index carbonyl respectively 12,39 and 2,75 % than before treatment. That treatment show that LPP has better heat resistance than pure PP.

Variation temperature of thermal cycles were 25, 35, 45, 55 and 65 ◦C with 10 cycles of biocomposites LPP/DVB/AA/SK contains fire retardant Al(OH)3/ H3BO3 (F2), Mg(OH)2/H3BO3(F3) and Al(OH)3/Mg(OH)2/H3BO3(F4) obtained optimum temperature at 45 °C which is below the distortion temperature of PP (52-60 °C). Thermal cycles treatment up to 60 times at 45 °C for biocomposites F2, F3, F4 caused reducing the tensile strength respectively by 1,79; 0,91 and 0,87 % compared to before cycles treatment. This is due to the expansion and shrinkage repeatedly resulting in lengthening and shortening of the molecules bonding. Movement of molecules due to heat will change the set of molecules which is reflected by a decreasing mechanical properties.

Key words: waste polypropylene, kenaf fiber, fire retardant, thermal cycles, Al(OH)3, Mg(OH)2, H3BO3

(6)

commit to user MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S Al Insyirah : 5)

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman”.

(Q.S Al-imran : 139)

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”. (Umar bin Khatab)

(7)

commit to user PERSEMBAHAN

Untuk ibundaku...ibundaku...dan ibundaku tersayang dan Ayahanda yang tiada lelah memberikan motifasi, doa, kasih sayang,perhatian, pengorbanan dan ridhonya selama ini. Semoga Allah senantiasa melindungi.

my little brother Agatha serta bulek sarwo atas semua perhatian, pengorbanan dan dukungannya..

Partnerku Melina ramadani serta wyda, dwi Ayu, eka, mbk Dwek, depik, bitha, linda, eka “never ending friendship ” dan untuk semua teman-teman angkatan 2007.

(8)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.,(Hons), Ph.D., selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia.

3. Ibu Prof. Dra. Neng Sri Suharty, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing pertama dan pembimbing akademik serta atas kesabaran dan perhatiannya selama ini

4. Bapak Prof. Dr. Kuncoro Dihardjo, S.T., M.T selaku pembimbing kedua

5. Bapak dan Ibu Dosen serat seluruh staf di Jurusan Kimia, FMIPA UNS.

6. Teman-teman kos ”Putri Sejati” mita, mbk dini, dek endah, dek rachel 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penelitian ini merupakan bagian dari projek penelitian atas nama Prof. Dra. Neng Sri Suharty, M.Sc, Ph.D. Berkaitan dengan hal tersebut maka penggandaan atau pengambilan segala sesuatu dari penelitian ini harus seijin Prof. Dra. Neng Sri Suharty, M.Sc, Ph.D.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012 Aprillia Daryani Kusumawati

(9)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK... iv

HALAMAN ABSTRACT ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 2 1. Identifikasi Masalah ... 2 2. Batasan Masalah... 3 3. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Polipropilena ... 5

2. Bahan Pengisi Serat Kenaf... 10

3. Inisiator Bensoil Peroksida ... 11

(10)

commit to user

5. Senyawa Penyambung Silang Divinil Benzene ... 14

6. Fire Retardant... 15

7. Biokomposit ... 17

8. Perlakuan Siklis Termal ... 21

9. Karakterisasi Biokomposit ... 22

B. Kerangka Pemikiran ... 25

C. Hipotesis... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

A. Metode Penelitian... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Alat dan Bahan ... 29

1. Alat... 29

2. Bahan... 29

D. Prosedur Penelitian... 30

1. Preparasi Limbah Polipropilena... 30

2. Preparasi Limbah Serat Kenaf... 30

3. Sintesis Biokomposit Proses Larutan... 30

4. Sintesis Biokomposit Tahan Api Proses Larutan... 31

5. Pembuatan Spesimen... 32

6. Uji Termal ... 32

7. Uji Siklis Termal ... 32

8. Uji Mekanik... 32

E.Teknik Pengumpulan Data ... 33

1. Penentuan Sifat Mekanik... 33

2. Analisa Gugus Fungsi Biokomposit... 33

E.Teknik Analisis Data ... 33

1. Uji Kekuatan Tarik ... ` 33

2. Uji Kekuatan Impak... 34

3. Perhitungan Karbonil Indeks... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

(11)

commit to user

B. Uji Termal... 40

C. Uji Siklis Termal ... 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. KESIMPULAN... 51 B. SARAN... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN... DAFTAR TABEL Hal aman Tabel 1. Komposisi Sintesis Biokomposit ... 31

Tabel 2. Formulasi Pembuatan Bio-komposit dan Bio-komposit Cerdas dengan 20% senyawa Fire Retardant Al(OH)3dan Mg(OH)2 komposisi optimum dengan H3BO3... 36

Tabel 3. Karakterisasi gugus fungsi pada biokomposit... 37

Tabel 4. Waktu rapuh pada uji termal terhadap PP murni dan LPP... 40

Tabel 5. Kondisi fisik dari berbagai biokomposit setelah perlakuan siklis termal variasi suhu dan jumlah siklis termal... 49

(12)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. KodePolipropilenadariThe Society Of Plastic Industry... 6 Gambar 2. Ataksisitas Polipropilena ... 7 Gambar 3. Struktur Propena dan (b) reaksi radikal pada PP... 8

Gambar 4. Mekanisme reaksi Norrish... 9 Gambar 5. Tanaman kenaf dan serat batang kenaf... 11

Gambar 6. Struktur selulosa... 11

Gambar 7. Struktur benzoil peroksida... 12 Gambar 8. Pembentukan radikalpada : (a) BPO (b) PP (c) selulosa... 13 Gambar 9. (a) Struktur asam akrilat (b) Pembentukan radikal

pada asam akrilat... 14

Gambar 10. (a) Struktur DVB dan (b) Pembentukan radikal pada DVB... 15 Gambar 11. a) Reaksi pembakaran dan(b) Segitiga api ... 15 Gambar 12. Pembentukan radikal pada : (a) BPO (b) PP (c) selulosa... 19

(13)

commit to user

Gambar 13. Pembentukan radikal pada : (a) DVB (b) AA ... 20 Gambar 14. Kemungkinan ikatan pada pembentukan biokomposit...

20

Gambar 15. Spesimen uji kuat tarik ... 22 Gambar 16. Pembentukan pusat radikal pada PP... 25

Gambar 17. Pembentukan pusat radikal pada selulosa... 25

Gambar 18. Pembentukan pusat radikal pada AA... 26 Gambar 19. Pembentukan pusat radikal pada DVB... 26 Gambar 20. Pembentukan ikatan yang paling sederhana

pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK... 27 Gambar 21. Perlakuan siklis termal... 32 Gambar 22. Perlakuan siklis termal dalam satu periode siklis termal... 33 Gambar 23. Spektrum FTIR : (a) LPP ; (b) SK ; (c) AA ; (d) DVB ;

(e) BiokompositF1 LPP/DVB/AA/SK ... 37

Gambar 24. Spektra FTIR dari (a) Mg(OH)2 ; (b) Al(OH)3 ;

(c) Biokomposit Formula LPP/DVB/AA/SK/Al(OH)3... 39

Gambar 25. (a) PP murni (b) Limbah PP setelah dicapai waktu

rapuh pada uji termal suhu 140 ◦C... 41 Gambar 26 . Spektra FTIR PP murni pada perlakuan uji termal. ...

42

Gambar 27. Spektra IR LPP pada perlakuan uji termal... 42

Gambar 28. Spektra IR LPP pada perlakuan uji termal... 43

Gambar 29. Grafik nilai TS biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

(14)

commit to user

variasi suhu siklis termal ... 44

Gambar 30. Grafik nilai MY biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

varias suhu siklis termal ... 45

Gambar 31. Grafik nilai IT biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

variasi suhu siklis termal... 46

Gambar 32. Grafik nilai TS biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

variasi siklis termal... 46

Gambar 33. Grafik nilai MY biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

variasi siklis termal... 47

Gambar 34. Grafik nilai IT biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan(b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada

variasi siklis termal ... 47

Gambar 35. (a) Biokomposit sebelum dilakukan perlakuan siklis termal dan (b) biokomposit setelah dilakukan perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C...

49

Gambar 36. Biokomposit F4 (LPP/DVB/AA/SK/Mg(OH)2/Al(OH)3/H3BO3) pada perlakuan 60 kali siklis termal... 50

(15)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alir Preparasi LPP... .. 59

Lampiran 2. Bagan Alir Preparasi SK... .. ... 60 Lampiran 3. Bagan Alir Pembuatan Biokomposit dengan dan tanpa

Pemadam Nyala... ... .. ... 61 Lampiran 4. Bagan Alir Pembuatan Spesimen...

62

Lampiran 5. Bagan Alir Uji Siklis Termal... .. 63

Lampiran 6. Formula Pembuatan Biokomposit... ... .. 64

Lampiran 7. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik... ... .. 66

a. Variasi Suhu Siklis Termal... 66

b. Variasi Siklis Termal... .... .. 67

Lampiran 8. Perhitungan Nilai Modulus Young... .. 66

a. Variasi Suhu Siklis Termal... 66

b. Variasi Siklis Termal... .... .. 67

Lampiran 9. Perhitungan Nilai Kekuatan Impak... ... .. 68

(16)

commit to user

a. Variasi Suhu Siklis Termal... ... 68 b. Variasi Siklis Termal... .... ..

69

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat maka kebutuhan otomotif juga meningkat. Namun di sisi lain logam yang digunakan sebagai salah satu komponen otomotif keberadaannya di alam semakin menipis demikian juga semakin terbatasnya jumlah bahan bakar (Ayrilmis et al., 2011). Untuk mengatasi krisis logam tersebut dapat digantikan dengan material baru yang memiliki sifat seperti logam dan memiliki massa ringan.

Polimer sintetismemiliki sifat kuat, transparan, ringan, praktis, murah dan mudah diolah (Azizah, 2009). Kehidupan modern yang menuntut manusia hidup secara praktis banyak menggunakan kemasan-kemasan dari polipropilena (PP). Moghaddam et al. (1997), Sain et al. (2004), Hui dan Xin-rong (2005), Huang et al. (2006) dan Liang et al. (2010) melaporkan PP merupakan jenis polimer sintetis

(17)

commit to user

yang banyak dimanfaatkan dalam bidang otomotif, industri, material bangunan, komponen elektronik, dll. Di Indonesia PP banyak dimanfaatkan sebagai kemasan makanan dan minuman. Soetantini (2007) dan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) (2010) melaporkan produksi AMDK pada tahun 2010 sebesar 14,5 miliar liter per tahun. Pada tahun 2011 kebutuhan AMDK mencapai 17,3 miliar liter per tahun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sekitar 19 persen, bila dilakukan asumsi untuk limbah cup saja bisa terbuang mencapai 10,7 miliar gelas. Dan bila dilakukan pengukuran massa, maka limbah

cup AMDK yang terbuat dari PP terbuang seberat 3,99 x 104 ton. LPP kemasan

AMDK telah mengalami penambahan zat aditif untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga sifatnya berbeda dengan PP murni. Sain et al. (2004), Huang, et al. (2006) Zhang, et al. (2004) dan Liang et al. (2010) melaporkan sifat limbah polipropilena (LPP) mudah terbakar. Selain itu LPP juga tidak dapat terdegradasi secara alami sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem, mengurangi nilai estetika lingkungan serta menghambat kerja mikroorganisme dalam pembusukan sampah.

Beberapa tahun terakhir telah banyak dikembangkan alternatif pemecahan masalah tersebut. Sejak tahun 1930 Henry Ford mempergunakan serat kenaf sebagai bahan penguat komposit untuk komponen mobil BMW dan Mercedes (Mwaikambo,2006). Yang et al. (2004) membuat komposit dari polipropilena dengan serbuk sekam padi (SSP), Kim et al. (2005) membuat komposit polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi, Aji et al. (2009) membuat polietilen dengan serat kenaf, Threepopnatkul et al. (2008) membuat polikarbonat dengan serat daun nanas, Ton-That and Denault (2008) membuat komposit dari polipropilena dengan serat selulosa dari serbuk kayu dihasilkan suatu biokomposit yang biodegradabel dan sifat mekaniknya meningkat.Suharty dan Firdaus (2007) membuat biokomposit dari polistirena limbah (PSL) dengan penguat serat alam serbuk kayu sengon (SS) secara proses metode larutan dan dihasilkan biokomposit yang memilki kemampuan biodegradasi yang baik dan juga peningkatan sifat mekanik dengan sintesis biokomposit secara reaktif. Peneltian-penelitian tersebut

(18)

commit to user

membuktikan bahwa material PP dapat diubah menjadi material yang memiliki sifat mekanik tinggi dan degradable melalui penggunaan filler dari serat alam.

Biokomposit banyak dimanfaatkan untuk komponen otomotif menggantikan sebagian logam yang jumlahnya semakin menurun. Penggunaan biokomposit membuat berat kendaraan menjadi lebih ringan, sehingga pada kapasitas muatan yang sama maka kendaraan yang mempergunakan biokomposit membutuhkan bahan bakar yang lebih sedikit. Sehubungan peruntukan material baru tersebut sebagai pengganti logam pada otomotif maka dituntut material yang tidak mudah terbakar. Sehingga diperlukan penambahan senyawa penghambat nyala api untuk meningkatkan ketahanan biokomposit terhadap nyala api.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menambahkan senyawa penghambat nyala pada komposit. Sain et al. (2004) dan Hui et al. (2005) melaporkan penghambat nyala api yang paling banyak digunakan adalah komponen anorganik, komponen halogen. Namun penggunaan senyawa halogen menimbulkan permasalahan lingkungan sehingga mulai beralih pada penggunaan

flame retardant free halogen. Patra et al. (2005) melaporkan bahwa senyawa

CaCO3 yang dicampur dengan ammoniumpolipospat (APP) dapat bertindak sebagai senyawa fire retardants. Hollingbery (2010) melaporkan bahwa Al(OH)3 dan Mg(OH)2 merupakan senyawa yang paling banyak digunakan sebagai penghambat nyala karena sifatnya ramah lingkungan dan jumlahnya melimpah. Moghaddam et al. (1997), Zhang et al. (2004), Huang et al. (2006), Huang et al. (2007),Wittek dan Tanimoto (2008), melakukan penelitian terhadap kemampuan hambat nyala komposit dan dilaporkan bahwa penambahan Mg(OH)2 memberikan sifat hambat nyala yang lebih baik dibandingkan tanpa Mg(OH)2. Laotid et al. (2008) melaporkan kinerja penghambat nyala dapat ditingkatkan dan dioptimalkan dengan mengkombinasikan senyawa penghambat nyala yang berbeda yang disebut sebagai konsep sinergi. Formicola et al. (2009), Liang et al. (2010) dan Sain et al. (2004) melakukan percobaan terhadap sinergisitas zat aditif seng borat terhadap kinerja senyawa penghambat nyala diperoleh komposit dengan sifat hambat nyala yang meningkat. Berdasarkan uraian di atas maka LPP dapat ditingkatkan kualitasnya dengan mengubahnya menjadi material

(19)

commit to user

biokomposit menggunakan bahan pengisi serat kenaf dan senyawa pemadam nyala Al(OH)3, Mg(OH)2 dan H3BO3 sehingga diperoleh material baru dengan sifat meknik tinggi, biodegradable dan tahan terhadap api.

Penggunaan biokomposit untuk komponen kendaraan sangat dipengaruhi kondisi lingkungan. Widyanto dkk. (2004) melaporkan perlakuan siklis termal padaglass-fiber reinforced concrete (GFRC)mengakibatkan penurunan kekuatan material.Sınmazçeliket al. (2012) melaporkan pengaruh pemanasan pada carbon

fibre reinforced polyetherimide (PEI)dan Cao et al. (2009) melaporkanpengaruh

siklis termal tentang pada carbon fibre reinforced polymer (CFRP) dan komposit hibrid FRP mengakibatkan penurunan sifat mekanik. Ju (2011) melakukan siklis termal pada komposit serat karbon bismaleimide (BMI) diperoleh keretakan semakin besar.

Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan uji siklis termal pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK yang mengandung senyawa penghambat nyala Al(OH)3,

Mg(OH)2 dan H3BO3 sehingga diketahui pengaruh siklis termal terhadap sifat biokomposit tersebut.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Air mineral di pasaran tersedia dalam berbagai bentuk kemasan, misalnya kemasan galon (19L) berbahan polikarbonat, kemasan botol (1500 ml dan 600 ml) terbuat dari bahan polyethylene terephthalate, dan cup (240 ml) berbahan polipropilena. Pada jenis kemasan gallon dan botol umumnya dapat digunakan kembali, sedang untuk kemasan cup pada umumnya hanya digunakan sekali pakai kemudian langsung dibuang menjadi sumber limbah polipropilena yang jumlahnya mencapai 3,99 x 104ton di Indonesia.

Salah satu alternatif untuk mengatasi LPP yang berlimpah dan tidak dapat terdegradasi tersebut ialah dengan mengubah LPP menjadi material biokomposit yang bermanfaat yang memiliki sifat kuat dan biodegradable melalui penambahan serat alam sebagai bahan pengisi. Sejak tahun 1930 Henry Ford telah

(20)

commit to user

menggunakan serat tumbuhan yang satu family dengan kenaf sebagai bahan penguat komposit untuk salah satu komponen mobil BMW dan Mercedes (Mwaikambo, 2006). Threepopnatkul et al. (2008) membuat komposit dari polikarbonat dengan serat daun nanas. Yang et al. (2004) membuat komposit dari polipropilena dengan serbuk sekam padi.

Biokomposit dapat disintesis menggunakan metode lebur (internal mixer) (Kim et al., 2005) maupun metode larutan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Suharty, 1993). Dalam proses pembuatnnya dapat dilakukan secara reaktif maupun non reaktif. Sifat mekanik biokomposit dapat meningkat melalui pembentukan ikatan antara polimer buatan dengan serat alam. Pengikatan polimer buatan yang bersifat non polar dan selulosa dari serat alam yang bersifat polar memerlukan senyawa penggandeng. Tajvidi et al. (2003) membuat komposit dari bahan HDPE dengan serat alam menggunakan coupling agent MAPE (Maleic

Anhydride modified Polethylene). Suharty dkk. (2007) menggunakan senyawa

penyambung silang asam akrilat (AA) untuk mengikatkan PP dengan serat sehingga terbentuk ikatan LPP/AA/selulosa secara reaksi esterifikasi. Untuk meningkatkan kualitas komposit dapat dilakukan pula dengan menggunakan agen penyambung silang agar terbentuk jaringan ikat silang yang lebih besar sehingga ikatan yang terbentuk lebih kuat dan komposit yang terbentuk lebih masive. Suharty (1993) telah melakukan grafting antara PP dengan ditert-butil benzil akrilat (DBBA) menggunakan trimetilol propana triakrilat (TMPTA) dan divinilbensen (DVB). Disebutkan pula, pembuatanbiokomposit menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA.

Sain et al. (2004) melakukan pembuatan biokomposit hambat nyala dengan menambahkan Mg(OH)2 ke dalam campuran PP dan serbuk kayu (SK), dilaporkan penambahan 25% Mg(OH)2 mengurangi pembakaran 50% dibandingkan biokomposit tanpa Mg(OH)2. Dilaporkan pula penambahan 20% Mg(OH)2 dan 5% H3BO3 memberikan efek sinergis peningkatan penghambatan nyala komposit yang terbentuk. Suharty et al. (2010) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dan serat kenaf dengan penambahan senyawa penghambat nyala Al(OH)3/Mg(OH)2 serta H3BO3 rasio 5/15 diperoleh pengurangan tingkat

(21)

commit to user

pembakaran biokomposit hingga 55% dibandingkan biokomposit tanpa pemadam nyala. Widyanto dkk. (2004) melakukan siklis termal terhadap glass-fiber

reinforced concrete pada suhu 35, 60, 100, 200, 300 ◦C dengan jumlah siklis

sebanyak 1,2,3,5,7 dan 10 kali mengakibatkan penurunan kekuatan material.

Sınmazçelik et al. (2012) melakukan siklis termal pada carbon fibre reinforced

polyetherimide (PEI) dengan jumlah siklis termal sebanyak 50, 200 dan 500 kali

mengakibatkan sifat mekanik. Ju (2007) melakukan pemanasan pada suhu 196 hingga 250 ◦C terhadap komposit serta karbon BMI diperoleh keretakan yang semakin besar seiring peningkatan suhu pemanasan.

2. Batasan Masalah

a. Matrik polimer yang digunakan dalam pembuatan biokomposit adalah limbah polipropilena (LPP) kemasan bentuk cup air mineral dalam kemasan dari merck sejenis. Bahan pengisi serat tumbuhan yang digunakan adalah serat kenaf (SK) dari Lamongan yang lolos ayakan 100 mesh .

b. Sintesis biokomposit dilakukan dengan metode larutan menggunakan pelarut xilena dengan proses secara reaktif mempergunakan inisiator bensoil peroksida (BPO), senyawa penggandeng multifungsional asam akrilat (AA) dan dengan penambahan senyawa penyambung silang divinil benzena (DVB).

c. Senyawa penghambat nyala yang digunakan dalam pembuatan biokomposit dengan kemampuan hambat nyala adalah Mg(OH)2, Al(OH)3 dan H3BO3. d. Dalam proses perlakuan siklis termal dilakukan variasi suhu pemanasan 25,

35, 45, 55, 65oC dan variasi jumlah pemanasan 20, 30, 40, 50, 60 kali. e. Karakterisasi biokomposit yang dilakukan meliputi karakterisasi kekuatan

tarik sesuai ASTM D 638 dengan alat UTM (United Testing Machine) dan kekuatan impaksesuai ASTM D 6110 dengan alat impak. Selain itu juga dilakukan analisis gugus fungsi dengan FTIR.

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan identifikasi dan batasan masalah diatas adalah:

(22)

commit to user

a. Bagaimana pengaruh pemanasan pada suhu 140 ◦C terhadap matriks PP dan LPP ?

b. Berapa suhu optimum perlakuan siklis termal?

c. Bagaimana pengaruh siklis termal terhadap sifat mekanik biokomposit mengandung pemadam nyala?

C .Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemanasansuhu 140 ◦C terhadap sifat PP dan LPP 2. Mengetahui suhu optimum perlakuan siklis termal biokomposit

mengandung pemadam nyala.

3. Mengetahui pengaruh siklis termal terhadap sifat biokomposit mengandung pemadam nyala.

D. Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai cara mengatasi LPP yang menimbulkan masalah lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat terdegradasi.

2. Memberikan informasi tentang pembuatan material plastik yang tidak mudah terbakar.

3. Memberikan informasi tentang pengaruh siklis termal terhadap sifat biokomposit mengandung pemadam nyala.

(23)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan pustaka

1. Polipropilena

Plastik memiliki sifat transparan, ringan, praktis, murah dan mudah diolahsehingga banyak dimanfaatkan untuk pembungkus air minum dalam kemasan (AMDK). Soetantini (2007) dan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) (2010) melaporkan kebutuhan air mineral di pasaran tersedia dalam berbagai bentuk kemasan, yaitu kemasan galon (19L) berbahan polikarbonat sebesar 60%, kemasan botol (1500 ml dan 600 ml) terbuat dari bahan polyethyene terephthalate, sebesar 25% dan cup (240 ml) berbahan polipropilena sebesar 15%.Pada jenis kemasan galon dan botol umumnya dapat digunakan kembali, sedang untuk kemasan cup pada umumnya hanya digunakan sekali pakai kemudian langsung dibuang menjadi sumber LPP. Pada tahun 2010, produksi AMDK mencapai 14,5 miliar liter per tahun. Pada tahun 2011 kebutuhan AMDK mencapai 17,3 miliar liter per tahun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sekitar 19 persen, bila dilakukan asumsi untuk limbah cup saja bisa terbuang mencapai 10,7 miliar gelas. Dan bila dilakukan pengukuran massa, dimana satu buah cupmemiliki massa 3,7 gram maka limbah cup AMDK yang terbuat dari polipropilena terbuang seberat 3,99 x 104ton.

Selain kelebihan PP yang telah disebutkan di atas, ada beberapa kelemahan diantaranya mudah teroksidasi, sifat mekanik rendah, mudah terbakar dan tidak dapat terdegradasi secara alami. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menjadikan PP sebagai bahan komposit dengan sifat mekanik tinggi dan biodegradabel melalui penambahan serat alam. Ton-That and Denault (2008) membuat komposit dari polipropilena dengan serat selulosa dari serbuk kayu dihasilkan suatu biokomposit yang biodegradabel dan sifat mekaniknya meningkat. Suharty et al. (2008) melakukan pembuatan biokomposit limbah polipropilena dengan bahan pengisi serbuk bambu secara reaktif menggunakan

(24)

commit to user

senyawa penggandeng AA dan agen penyambung silang DVB diperoleh material dengan sifat mekanik tinggi dan

nyala biokomposit dapat dilakukan penambahan senyawa pemadam nyala.

et al. (2010) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf dengan menambahkan senyawa tahan bakar Mg(OH)

diperoleh biokomposit dengan tingkat pemba

melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf menggunakan senyawa pemadam nyala Al(OH)

H3BO3 diperoleh tingkat senyawa penghambat nyala.

Polipropilena

Polipropilena bersifat termoplastik yaitu meleleh dan mengeras kembali saat didinginkan (Lubis, 2009).

logo berbentuk segitiga dengan

Society of Plastic Industry

Gambar 1.

Gambar 1. Kode Polipropilena dari Polipropilena (PP) merupak

monomer-monomer propilena/propena (CH

karbon reaktif pada posisi karbon tersier (C*). Pemutusan ikatanC karbon tersier (C*) akan menghasilkan radikal bebas atau pun ka

memerlukan energi disosiasi 91 kkal/mol. Energi tersebut lebih rendah bila dibandingkan energi disosiasi ikatan C

energi sebesar 94,5 kkal/mol (Fessenden & Fessenden, 1998).

senyawa penggandeng AA dan agen penyambung silang DVB diperoleh material dengan sifat mekanik tinggi dan biodegradable. Untuk meningkatkan sifat hambat

iokomposit dapat dilakukan penambahan senyawa pemadam nyala.

. (2010) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf dengan menambahkan senyawa tahan bakar Mg(OH)2/Al(OH)

diperoleh biokomposit dengan tingkat pembakaran berkurang 55%. Nida (2011) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf menggunakan senyawa pemadam nyala Al(OH)3 serta zat aditif pemadam nyala tingkat pembakaran 46,75 % dibanding biokomposit tanpa mbat nyala.

larut 100% dalam xilena mendidih (Suharty, 1993). Polipropilena bersifat termoplastik yaitu meleleh dan mengeras kembali saat didinginkan (Lubis, 2009). Bagian bawah cup AMDK terdapat tulisan PP dan logo berbentuk segitiga dengan angka lima. Kode tersebut dikeluarkan oleh

Society of Plastic Industry pada tahun 1998 di Amerika Serikat ditunjukkan pada

Gambar 1. Kode Polipropilena dari The Society Of Plastic Industry

Polipropilena (PP) merupakan polimer hidrokarbon yang terbentuk dari monomer propilena/propena (CH2-CH=CH2). Polipropilena memiliki karbon reaktif pada posisi karbon tersier (C*). Pemutusan ikatanC

karbon tersier (C*) akan menghasilkan radikal bebas atau pun ka

memerlukan energi disosiasi 91 kkal/mol. Energi tersebut lebih rendah bila dibandingkan energi disosiasi ikatan C-H sekunder (C#) yang membutuhkan energi sebesar 94,5 kkal/mol (Fessenden & Fessenden, 1998).

(a) (b)

senyawa penggandeng AA dan agen penyambung silang DVB diperoleh material . Untuk meningkatkan sifat hambat iokomposit dapat dilakukan penambahan senyawa pemadam nyala.Suharty . (2010) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf Al(OH)3 serta H3BO3 karan berkurang 55%. Nida (2011) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf serta zat aditif pemadam nyala dibanding biokomposit tanpa 100% dalam xilena mendidih (Suharty, 1993). Polipropilena bersifat termoplastik yaitu meleleh dan mengeras kembali saat

AMDK terdapat tulisan PP dan Kode tersebut dikeluarkan oleh ika Serikat ditunjukkan pada

The Society Of Plastic Industry

an polimer hidrokarbon yang terbentuk dari ). Polipropilena memiliki karbon reaktif pada posisi karbon tersier (C*). Pemutusan ikatanC-Hpada posisi karbon tersier (C*) akan menghasilkan radikal bebas atau pun karbokation dan memerlukan energi disosiasi 91 kkal/mol. Energi tersebut lebih rendah bila H sekunder (C#) yang membutuhkan

(25)

commit to user

Dalam struktur polimer polipropilena atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5º dan membentuk rantai zigzag planar (Adriani, 2003). Polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relatif gugus metil (CH3) satu sama lain di dalam rantai polimernya sehingga menghasilkan struktur isotaktik (grup metil pada satu sisi dari bidang), ataktik (grup metil secara acak menempel ke setiap sisi) dan sindiotaktik (grup metil bergantian), seperti gambar 2. Secara kimia ketiga struktur polipropilena berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyusun kembali beberapa ikatan kimia. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metil bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya (Evrianni, 2009). Polipropilena berstruktur isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Menurut Ghosh (2011), PP komersial hampir 90-97% merupakan isotaktik. Ataktisitas polipropilena dapat dilihat pada Gambar 2.

(a)

(26)

commit to user H2 C C CH3 PP PP (c)

Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3

Polipropilena terbentuk dari penggabungan monomer-monomer propena melalui reaksi polimerisasi adisi. Polipropilena memiliki gugus metin (>CH-) yang bersifat reaktif yang disebabkan adanya efek sterik dari gugus-gugus besar di sekitar atom C tersier yang mengakibatkan proton pada atom C tersier akan mudah diserang oleh senyawa radikal melalui proses reaktif sehingga terjadi pelepasan proton. Kereaktifan gugus metin (>CH-) menyebabkan PP mudah berikatan dengan gugus fungsi non polar lainnya (Pudjaatmaka, 1986). Struktur propena dan reaksi radikal pada poliprpilena dapat dilihat pada Gambar 3.

H2C C H

CH3

Propilena/propena (a) polipropilena

H2 C C H CH3 PP PP (b)

Gambar 3. Struktur Propena dan (b) reaksi radikal pada PP

PP mudah teroksidasi oleh panas maupun UV. Pengaruh panas maupun UV pada PP mengakibatkan degradasi. Hal tersebut disebabkan bila suatu benda dipanaskan akan mengalami pemuaian sesuai koefisien muainya masing-masing. (Ray, 2005). Secara kimia pemuaian merupakan terjadinya pemanjangan ikatan dari struktur tersebut (Surdia, 1992). Bila pemanasan dilanjutkan akan terjadi perapuhan sesuai dengan teori Norrish yaitu peningkatan karbonil indeks (Suharty, 1993). karbon tersier C H2 C H C H3 * n

- RH pusat reaksi gugus non polar

(27)

commit to user ● ● ● ● ● ● ●

Oksidasi akan menyebabkan PP mengalami β-scission (pembelahan rantai) menghasilkan keton. Reaksi ini dikenal dengan reaksi Norrish (Suharty, 1993), ditunjukkan pada Gambar 4.

1). Inisiasi : Polimer 2 R● (a) 2). Propagasi: R● + O2 ROO● (b) ROO● + RH ROOH + R● CH2 C CH3 O O CH2 C CH3 O OH

3). ROOH RO● + ●OH

CH2 C CH3 O OH PP hidroperoksida CH2 C CH3 O PP alkoksi radikal CH2 C CH3 O PP alkoksi radikal (c) 4). Reaksi β – scission CH2 C CH3 O 5). Reaksi Norrish Polipropilena + O ●OH C H 3 C * H2C * H n C H2 C C H3 C H2 C C H3 O O O2 C H2 C C H3 C CH3 ● ● ● ● CH3 C * H2C * H n + ● ● (d) + ●CH3 C CH2 O H2C

(28)

commit to user

C

H2C CH2 CH2

O

CH2

Gambar 4. Mekanisme reaksi Norrish

Untuk meningkatkan ketahanan PP terhadap oksidasi, dapat dilakukan penambahan anti oksidan panas atau pun UV. Anti oksidan merupakan zat aditif yang ditambahkan pada material untuk meningkatkan ketahanan material tersebut terhadap oksidasi. Hal tersebut banyak dilakukan kalangan industri untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. PP yang telah mengalami treatment (penambahan anti oksidan, zat pemlastis, dll.) memiliki sifat berbeda dengan PP murni. Adanya anti oksidan, pemalstis maupun zat lainnya akan meningkatkan ketahanan material tersebut terhadap degradasi (Iramani dkk., 2007).

2. Bahan Pengisi Serat Kenaf

Bahan pengisi adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam campuran plastik yang dapat meningkatkan sifat polimer tersebut. Bahan pengisi dapat berfungsi sebagai bahan penguat. Bahan penguat dari serat tumbuhan memiliki kelebihan diantaranya, jumlahnya berlimpah, memiliki densitas yang rendah, serat tidak hancur selama pemrosesan, dan tidak mencamari lingkungan (Ton-that, 2008). Pembuatan biokomposit PP dengan bahan pengisi serbuk sekam padi dihasilkan biokomposit dengan kekuatan tarik lebih tinggi (Yang et al., 2004). Kim et al. (2005) membuat komposit polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi atau serbuk kayu secara proses metode lebur menggunakan internal

mixer dihasilkan suatu biokomposit yang biodegradabel dan sifat mekaniknya

meningkat.

Indonesia merupakan daerah tropis yang subur sehingga banyak ditemukan tanaman yang menghasilkan serat. Serat tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi yang baik adalah serat dengan kandungan selulosa tinggi. Salah satu tanaman dengan kandungan selulosa tinggi adalah kenaf. Kenaf dikenal dengan nama latin Hibiscus canabiscus.Produksi tanaman kenaf di dunia mencapai 970.000 ton/tahun. Serat kenaf memiliki kandungan

+ ●

CH

2

CH

2

CH

2 (e)

CH2 C

O

(29)

commit to user

selulosa 57%, hemiselulosa 21% dan lignin 19%. Diameternya berukuran 17,7 21,9 μm dan densitas 1220

dibandingkan kandungan lignin, menyebabkan serat kenaf bersifat tidak getas dan memiliki keuletan yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari kekuatan tarik serat kenaf yaitu mencapai 1191

komposisi terbesar dari serat kenaf adalah golongan selulosa dan hemiselulosa. Adapun Gambar tanaman kenaf dan serat kenaf ditunjukkan pada Gambar 5.

Tanaman kenaf Gambar 5. Tanaman

Selulosa merupakan polimer alami berantai lurus yang tersusun dari unit satuan tunggal

β-D-(Stevens, 2001). Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 6.

Molekul-molekul selulosa berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan membentuk ikatan

Selulosa mengandung rata

mengandung tiga gugus hidroksil (

dua oksigen yang membentuk ikatan glikosidik dengan monomer lain (Achmadi, 2003). Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan dengan gugus polar dari senyawa lain.

selulosa 57%, hemiselulosa 21% dan lignin 19%. Diameternya berukuran 17,7 dan densitas 1220-1400 kg/m3.Kandungan selulosa yang cukup tinggi dibandingkan kandungan lignin, menyebabkan serat kenaf bersifat tidak getas dan memiliki keuletan yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari kekuatan tarik serat kenaf yaitu mencapai 1191 MPa (Mwaikambo, 2006). Berdasarkan data tersebut, komposisi terbesar dari serat kenaf adalah golongan selulosa dan hemiselulosa. Adapun Gambar tanaman kenaf dan serat kenaf ditunjukkan pada Gambar 5.

Tanaman kenaf Serat batang kenaf Gambar 5. Tanaman kenaf dan serat batang kenaf

Selulosa merupakan polimer alami berantai lurus yang tersusun dari unit -glukosa melalui ikatan glikosida pada posisi C1 dan C4 (Stevens, 2001). Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur selulosa

molekul selulosa berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekuler. Selulosa mengandung rata-rata 5.000 unit glukosa dan setiap unit glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH) yang terletak pada C2, C

dua oksigen yang membentuk ikatan glikosidik dengan monomer lain (Achmadi, Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan dengan gugus polar dari senyawa lain. Diharjo (2005) melaporkan bahwa s selulosa 57%, hemiselulosa 21% dan lignin 19%. Diameternya berukuran

17,7-.Kandungan selulosa yang cukup tinggi dibandingkan kandungan lignin, menyebabkan serat kenaf bersifat tidak getas dan memiliki keuletan yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dari kekuatan tarik serat Berdasarkan data tersebut, komposisi terbesar dari serat kenaf adalah golongan selulosa dan hemiselulosa. Adapun Gambar tanaman kenaf dan serat kenaf ditunjukkan pada Gambar 5.

Selulosa merupakan polimer alami berantai lurus yang tersusun dari unit glukosa melalui ikatan glikosida pada posisi C1 dan C4

molekul selulosa berbentuk linier dan mempunyai ntra dan intermolekuler. rata 5.000 unit glukosa dan setiap unit glukosa , C3 dan C6 serta dua oksigen yang membentuk ikatan glikosidik dengan monomer lain (Achmadi, Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan melaporkan bahwa sifat

(30)

commit to user

mekanis komposit dapat ditingkatkan dengan perlakuan alkalisasi serat sehingga dapat meningkatkan ikatan antara serat dan matrik polimer.

3. Inisiator Bensoil Peroksida

Dalam proses reaksi polimerisasi secara reaktif diperlukan suatu inisiator untuk membentuk radikal bebas. Inisiator akan menyebabkan terbentuknya senyawa radikal yang akan mengganggu senyawa lain sehingga bersifat radikal pula. Benzoil peroksida (BPO) merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas (Hesman,1974). Salah satu jenis inisiator yaitu benzoil peroksida (BPO) dengan rumus struktur C6H5COOOOCC6H5. Struktur Benzoyl Peroksida ditunjukkan pada Gambar 7.

C O

O O C O

Gambar 7. Struktur benzoil peroksida

Senyawa radikal akan menyerang polipropilena sehingga menghasilkan polipropilena radikal dan selanjutnya bereaksi dengan DVB membentuk biokomposit.

Proses pembuatan biokomposit secara radikal akan melalui tiga tahap yaitu propagasi, inisiasi dan terminasi. Tahapan reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:

Inisiasi : ROOR 2 RO ●

ROOR ROO● + R●

R● +M RM●

Propagasi : RM● +M RMM ●

Terminasi : Mm● + Mn● M (m+n)

Inisiator BPO akan menginisiasi masing-masing senyawa yang mengakibatkan terbentuknya radikal pada masing-masing senyawa tersebut. Setelah terbentuk radikal, senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara reaktif

(31)

commit to user

berikatan dengan senyawa lainnya sehingga terbentuk biokomposit. Pembentukan radikal pada BPO, PP dan selulosa ditunjukkan pada Gambar 8.

C6H5 C OO O C O C6H5 C6H5 C O O 2 2 C6H5 + 2 CO2 (a) H2 C C H CH3 n H2 C C CH3 n (b)

Gambar 8. Pembentukan radikal pada : (a) BPO (b) PP (c) selulosa (Carlsson, 2005)

4. Senyawa Penggandeng Asam Akrilat

Pada pembuatan biokomposit, PP dengan serat kenaf tidak dapat berikatan karena perbedaan kepolaran gugus reaktif kedua senyawa tersebut. Agar kedua senyawa tersebut dapat berikatan diperlukan suatu senyawa yang memiliki dua atau lebih gugus reaktif yang berbeda sifat kepolaran. Senyawa tersebut disebut senyawa penggandeng multifungsional. Dalam proses reaksi polimerisasi, senyawa tersebut berfungsi memperbanyak penggabungan dua molekul atau lebih yang memiliki kepolaran berbeda.Contoh senyawa tersebut misalnya maleat anhidrida (MA), AA, MAPE (Maleic Anhydride modified Polypropylene) (Tajvidi et al., 2003).Suharty et al. (2010) melakukan pembuatan biokomposit PP dengan serat kenaf menggunakan senyawa penggandeng multifungsional asam akrilat.

+

R

- RH (c)

(32)

commit to user

Asam akrilat memiliki dua gugus fungsi reaktif yaitu gugus vinil (CH2=CH) dan gugus hidroksil darigugus karboksilat. Gugus vinil bersifat non polar yang dapat berikatan dengan gugus non polar molekul lain dan gugus polar dapat berikatan denagn selulosa melalui reaksi esterifikasi radikal bebas. Maka dari itu asam akrilat dapat digunakan sebagai senyawa penggandeng multifungsional yang dapat berikatan dengan polipropilena maupun dengan selulosa. Struktur asam akrilat dan pembentukan radikal asam akrilat ditunjukkan pada Gambar 9.

CH2 C

H C

O

OH

Gambar 9. (a) Struktur asam akrilat (b) Pembentukan radikal pada asam akrilat (Suharty et al., 2010)

5. Senyawa Penyambung Silang Divinil Benzena

Penambahan agen penyambung silang pada pembuatan biokomposit dapat meningkatkan kuattarik biokomposit (Suharty et al., 2009). Yang et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan agen penyambung silang maleic anhydride polipropilen (MAPP) pada pembuatan komposit serbuk sekam padi dengan polipropilena dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit. Suharty et al. (2008) melaporkan penggunaan DVB pada pembuatan biokomposit dari limbah polipropilena dengan bahan pengisi serbuk bambu dapat meningkatkan kekuatan tarik dan kemampuan biodegradasi biokomposit yang dihasilkan dibandingkan biokomposit tanpa penggunaan DVB.

Gugus reaktif DVB terletak pada kedua gugus vinil dan inti aromatis. DVB dapat membentuk reaksi primer maupun sekunder pada gugus reaktifnya. Ikatan primer terbentuk pada gugus vinil dengan senyawa non polar lainnya, sedangkan

+ R

C H 2 C H C O O H C H 2 HC C O - ROH gugus polar gugus non polar

(33)

commit to user

ikatan sekunder atau ikatan hidrogen terbentuk antara awan π elektron dengan atom hidrogen bermuatan parsial positif (Hδ+). Ikatan primer dan sekunder akan memperbesar jaringan polimer sehingga polimer menjadi lebih keras, masif dan konsekuensinya dapat meningkatkan sifat mekanik (Suharty, 1993). Adapun struktur DVB dan pembentukan radikal pada DVB, ditunjukkan pada Gambar 10.

CH CH2 CH CH2 H2C CH2 H2 C CH2

Gambar 10. (a) Struktur DVB dan (b) Pembentukan radikal pada DVB (Suharty et al., 2010)

6. Fire Retardant

Pembakaran merupakan suatu proses reaksi oksidasi cepat yang disertai pelepasan energi panas. Agar terjadi pembakaran diperlukan tiga komponen yaitu oksigen, bahan bakar, dan panas. Ketiga unsur tersebut disebut segitiga api.Reaksi pembakaran akan terhambat dan lambat laun akan berhenti jika salah satu (atau lebih) dari tiga komponen tersebut dihilangkan. Misalnya, menutup kompor yang terbakar dengan karung basah, sehingga aliran oksigen ke bahan bakar menjadi terhambat dan pembakaran terhenti (Hanafi, 2009). Reaksi pembakaran serta segitiga api dapat dilihat pada Gambar 11.

Reaksi pembakaran :

Gambar 11.(a) Reaksi pembakarandan (b) Segitiga api (Hanafi, 2009)

Polimer dan serat alam merupakan material organik yang memiliki sifat mudah terbakar. Untuk menghambat terjadinya pembakaran pada biokomposit perlu ditambahkan suatu flame retardant. Flame retardant merupakan komponen

Bahan bakar

CxHy + O2 CO2 + H2O

+ R●

(a) (b)

(34)

commit to user

atau kombinasi komponen yang dapat menghambat pembakaran bila ditambahkan pada suatu substrat sehingga dihasilakan material yang memiliki kemampuan hambat bakar (Tesoro, 1976). Zhang et al. (2004) melakukan eksperimen untuk mengetahui efek ukuran partikel Mg(OH)2 yang ditambahkan ke dalam komposit karet terhadap kemampuan hambat nyala komposit dan dilaporkan bahwa dengan ukuran partikel yang lebih kecil memberikan sifat hambat nyala yang lebih baik. Liang et al. (2010) melakukan pembuatan komposit PP/Al(OH)3/Mg(OH)2 dengan menambahkan zink borate menghasilkan komposit dengan sifat hambat nyala yang meningkat dibandingkan komposit tanpa zink borate.Suharty et al. (2010) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf dengan menambahkan senyawa tahan bakar Mg(OH)2/Al(OH)3 serta H3BO3 diperoleh biokomposit dengan tingkat pembakaran berkurang 55%. Nida (2011) melakukan pembuatan biokomposit polipropilena dengan serat kenaf menggunakan senyawa pemadam nyala Al(OH)3 serta zat aditif pemadam nyala H3BO3diperoleh penurunan tingkat pembakaran 46,75 % dibanding biokomposit tanpa senyawa penghambat nyala.

Hollingbery et al. (2010) melaporkan dekomposisi Mg(OH)2 terjadi pada suhu 300 -330 ◦C dengan melepaskan air.

Mg(OH)2 MgO(s)+ H2O(g) ΔH = +1,45 kJ/g

Laotid et al. (2008) melaporkan dekomposisi endotermik Al(OH)3terjadi antara suhu 180 °C – 200 °C dengan melepaskan air dan memebentuk aluminium oksida.

2Al(OH)3(s) Al2O3(s)+ 3H2O (g) ΔH = +1,3 kJ/g

Sain et al. (2004) melaporkan reaksi tersebut memberikan pengaruh terhadap pembakaran polimer, yaitu:

1) Menyerap panas dari pembakaran, sehingga menurunkan temperatur pembakaran

2) Membentuk lapisan logam oksida (Al2O3) yang berfungsi sebagai penyekat dan melindungi lapisan polimer sehingga menghambat interaksi dengan O2 selama pembakaran

(35)

commit to user

4) Menghasilkan arang/jelaga yang berfungsi menghambat nyala api dan pembentukan asap

Laotid et al.(2008) melaporkan untuk meningkatkan kinerja penghambatan api yang tinggi dapat menggunakan sistem penghambat nyala api dengan melakukan kombinasi dari agen penghambat nyala api yang berbeda. Konsep ini dikenal dengan konsep sinergi formulasi komponen penghambat nyala api.Tujuannya ialah untuk meningkatkan kinerja dari campuran dua atau lebih senyawa penghambat nyala api. Misalnya, logam borat atau seng borat telah sering digunakan sebagai agen sinergis untuk hidroksida logam dalam matriks poliolefin.

Sain et al. (2004) melaporkan efisiensi hambat nyala dari Mg(OH)2dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan senyawa tahan api magnesium hidroksida dengan seng borat atau asam borat yang akan menghasilkan efek hambat nyala api yang sinergis. Formicola et al. (2009), melakukan percobaan terhadap sinergisitas seng borat dan aluminium hidroksida dihasilkan komposit yang ditambahkan seng borat memiliki ketahanan nyala lebih baik dibandingkan komposit dengan penambahan aluminium hidroksida saja.

Asam borat berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk putih dan larut dalam air. Memiliki berat molekul 61,83 gr/mol dengan densitas 1,435 g/cm3. Ketika dipanaskan di atas 170 °C terjadi dehidrasi, membentuk asam metaboric (HBO2):

H3BO3→ HBO2+ H2O

Asam borat meleleh pada suhu sekitar 236 ° C, dan ketika dipanaskan di atas sekitar 300 °C akan terjadi dehidrasi, membentuk asam tetraboric:

4HBO2→ H2B4O7+ H2O

Pemanasan lebih lanjut menghasilkan boron trioksidadan air. H2B4O7→ 2 B2O3+ H2O

Dekomposisi endotermikasam borat akan melepaskan air dan oksida boron (B2O3). B2O3 terbentuk pada suhu 350 °C dan mengarah pada pembentukan lapisan pelindung seperti kaca. Lapisan ini melindungi polimer dari panas dan oksigen. Dengan demikian pelepasan gas yang mudah terbakar berkurang (Laotid et al., 2008).

(36)

commit to user

7. Biokomposit

Komposit merupakan gabungan dua atau lebih material polimeryang memiliki sifat mekanik berbeda dan menghasilkan material baru yang memiliki sifat mekanik dan kharasteristik yang berbeda pula dari material pembentuknya (Taurista etal., 2006). Biokomposit merupakan suatu komposit yang dapat terdegradasi secara alami. Untuk mendapatkan suatu biokomposit dapat dilakukan dengan menggabungkan suatu polimer plastik yang berfungsi sebagai matriks dengan suatu serat alam sebagai bahan pengisi. Pembuatan biokomposit dapat dilakukan melalui proses polimerisasi reaktif (Suharty, 1993). Tahapan dalam proses polimerisasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Inisiasi : ROOR 2 RO • ROOR ROO • + R • R • + M RM •

Propagasi : RM • + M RMM • Terminasi : RMx • + RMx+n• M2x+n

Proses pembuatan biokomposit dapat dilakukan dengan metode lebur dan metode larutan. Metode lebur biasanya dilakukan dengan menggunakan internal

mixer, dimana dua polimer dipanaskan hingga meleleh berbentuk sangat kental.

Sedangkan pada metode larutan, polimer-polimer dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai lalu diaduk. Kemudian master batches yang dihasilkan diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya. Metode larutan ini biasanya dilakukan dalam skala kecil mengingat penggunaan pelarut dan prosedur penguapan (Dyson, 1998). Mengacu pada penelitian sebelumnya, pada penelitian ini akan digunakan pelarut xilena. Xylena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki titik didih 138-144 ◦C .

Jenis inisiator yang biasanya digunakan biasanya berasal dari senyawa azo dan peroksida. Pada penelitian ini digunakan inisiator peroksida. Suharty et al. (2007) telah membuat biokomposit dari polistirena daur ulang dengan bahan pengisi serbuk kayu kelapa dan serbuk kayu sengon dalam pelarut toluena, baik secara non reaktif maupun reaktif menggunakan inisiator BPO dihasilkan biokomposit yang diproses secara reaktif memiliki kekuatan tarik lebih baik

(37)

commit to user

dibanding non reaktif. Bensoil peroksida (BPO) dengan rumus struktur C6H5COOOOCC6H5yang memiliki dua jenis radikal kemudian akan menginisiasi senyawa lain sehingga terbentuk senyawa radikal baru (Seymor and Carraher, 1998) seperti ditunjukkan pada Gambar 12.

C6H5 C OO O C O C6H5 C6H5 C O O 2 2 C6H5 + 2 CO2 (R1•) (R2•) (a) H2 C C H CH3 n H2 C C CH3 n (b)

Gambar 12. Pembentukan radikal pada : (a) BPO (b) PP (c) selulosa (Seymor and Carraher, 1998)

Suharty dkk. (2009) melakukan optimasi konsentrasi BPO dalam pembuatan biokomposit LPP/SK dan diperoleh biokomposit dengan sifat mekanik yang baik pada penggunaan BPO 0,05% berat total LPP/SK. Senyawa radikal R● akan menyerang polipropilena untuk membentuk polipropilena radikal aktif pada karbon tersier. Selanjutnya akan bereaksi dengan DVB. DVB memiliki dua gugus vinil yang bersifat non polar. Selanjutnya DVB akan berikatan dengan senyawa penggandeng multifungsional asam akrilat (AA). AA memiliki dua gugus fungsi reaktif yaitu gugus hidroksil dari suatu karboksilatyang bersifat polar dan gugus vinil (CH2=CH-) yang bersifat non polar sehingga dapat menyatukan senyawa hidrofilik dengan senyawa hidrofobik. Gugus polar dari asam akrilat selanjutnya akan berikatan dengan gugus polar dari selulosa melalui reaksi esterifikasi.

+

R

- RH (c)

(38)

commit to user

+ R•

Adanya BPO akan menginisiasi terbentuknya radikal pada DVB dan AA, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

H2C

CH2

H2

C CH2

Gambar13. Pembentukan radikal pada : (a) DVB (b) AA (Suharty et al., 2010) Beberapa kemungkinan ikatan yang terjadi pada pembentukan biokomposit LPP/DVB/AA/SK ditunjukkan pada Gambar 14.

~ PP – DVB – AA - Sel ~ ~ PP PP ~

~ PP – DVB – PP ~ ~ PP PP ~

BPO ~ Sel – AA– DVB – AA – Sel ~

Gambar 14. Kemungkinan terjadinya ikatan pada pembentukan biokomposit (Nida, 2011)

~PP –AA –PP –AA~

PP+ AA BPO ~ PP - PP -PP – PP~

~ AA –AA –AA – AA~

● ● + R• CH2 C H C O OH CH2 H C C O CH CH2 CH CH2 (a) (b) PP+AA+ selulosa+DVB

(39)

commit to user

8. Perlakuan Siklis Termal

Sifat khas bahan polimer sangat berubah oleh perubahan temperatur. Hal ini disebabkan apabila temperatur berubah, pergerakan molekul karena termal akan mengubah kumpulan molekul atau merubah struktur. Keadaan tersebut akan mempengaruhi sifat mekanik dan kimia (Surdia, 1992). Salah satu sifat dari bahan polimer adalah kurang tahan terhadap panas. Komposit yang mengalami proses pemanasan dan pendinginan berulang dapat menimbulkan kelelahan panas (thermal fatigue) dan kerusakan sehingga menurunkan sifat mekanik dari komposit tersebut (Susanto, 2004). Pemanasan berulang-ulang (siklis termal) yaitu suatu perlakuan pemanasan yang dilakukan pada waktu tertentu dan suhu pemanasan tertentu secara berulang-ulang yang dipengaruhi oleh suhu berfluktuasi.

Secara kimia, bila suatu senyawa terkena panas maka molekul-molekul dalam senyawa tersebut akan menyerap energi dari panas tersebut. Energi yang diserap menimbulkan pergerakan molekul-molekul yang tidak teratur. Ketidakteraturan molekul akan mempengaruhi kekuatan ikatan antar molekul polimer sehingga dapat merubah struktur polimer dan mengakibatkan terjadinya degradasi polimer (Surdia, 1992). Masing-masing senyawa penyusun biokomposit memiliki koefisien muai dan koefisien susut yang berbeda-beda (Giancoli, 1985), sehingga pada proses pemanasan dan pendinginan berulang-ulang akan mengakibatkan pemuaian dan penyusutan sesuai dengan koefisien muai dan susutnya masing-masing Akibat dari pemuaian dan penyusutan tersebut mengakibatkan pemanjangan ikatan sehingga kekuatan ikatannya menurun (Ray, 2005).

Pemanasan berulang menyebabkan penurunan kualitas material yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanik glass-fiber reinforced concrete (GFRC) (Widyanto etal., 2004). Ju (2007) melakukan pemanasan berulang pada komposit

bismaleimide (BMI)-serat karbon di bawah suhu distorsi bahan utama, diperoleh

hasil semakin banyak pemanasan yang dilakukan mengakibatkan terjadinya keretakan yang lebih besar. Susanto (2004) melaporkan perlakuan 10 kali siklis termal pada GFRC dan RFRC dengan suhu di bawah suhu distorsi matriks utama

(40)

commit to user

menimbulkan kelelahan panas (thermal fatigue) dan kerusakan sehingga menurunkan sifat mekanik dari komposit tersebut.

9. Karakterisasi biokomposit a. Uji Kekuatan Tarik

Kuat tarik diukur dengan menarik spesimen polimer dengan gaya tertentu. Suatu spesimen dijepit pada kedua ujung tensometer dengan salah satu bagian dibuat tetap lalu diberi suatu gaya yang naik sedikit demi sedikit ke ujung lainnya sampai spesimen tersebut patah (Sopyan, 2001). Kuat tarik ditentukan berdasarkan metode ASTM-D 638 (ASTM, 1985). Bentuk spesimen uji kekuatan tarik ditunjukkan pada Gambar 15.

Keterangan :

W (lebar) = 6 ± 0,25 mm L (panjang) = 33 ± 1,30 mm WO (lebar utuh) = 19 ± 0,75 mm LO (panjang utuh) = 115 ± 4,5 mm

D (jarak pegangan) = 65 ± 2,5 mm T (tebal) = 3,2 ± 0,4 mm

R (jari-jari kecil) = 14 ± 0,56 mm RO (jari-jari besar) = 25± 1,00 mG (panjang ukuran tempat tanda tes) = 25 ± 1,00 mm

Gambar 15. Spesimen uji kekuatan tarik (ASTM, 1985) Kekuatan tarik dapat dihitung berdasarkan persamaan 1 :

σ = F/A ... (1) Keterangan :

σ = Kekuatan tarik bahan atau stress (N/mm2) F = Tegangan maksimum (N) LO D G L RO R W WO T

(41)

commit to user

A = Luas penampang (mm2)

Suatu bahan yang dikenai beban akan mengalami regangan sampai mencapai titik tegangan maksimum hingga terjadi patahan. Untuk mengetahui besarnya regangan dapat dihitung menggunakan persamaan 2 sebagai berikut :

ε

= ∆L x 100 % ... (2) L0

Keterangan :

ε

= regangan (%)

∆L = Pertambahan panjang atau elongation (mm) L0 = Panjang awal spesimen (mm)

Hubungan antara tegangan dengan regangan, ditunjukkan pada persamaan 3: E = σ / ε ... (3) E disebut modulus Young atau modulus elastisitas

b. Uji Impak

Uji impak digunakan untuk mengetahui ketangguhan suatu material terhadap beban kejut sehingga dapat diketahui apakah suatu bahan uji rapuh atau kuat. Uji impak dilakukan berdasrakan ASTM D 6110 dengan cara meletakkan kedua ujung sampel dengan ukuran standar diletakkan pada penumpu, kemudian diberikan beban dinamis secara tiba-tiba dan cepat menuju sampel. Impaktor yang digunakan dalam bentuk pendulum yang diayunkan dari ketinggian (h) dengan massa (m).

Untuk menghitung besarnya kekuatan impak dapat digunakan persamaan 4 : Is = Es / A ... (4) Keterangan :

Is = Kekuatan Impak (J/m2) A = Luas penampang sampel (m2)

d. Analisis Gugus Fungsi Dengan Spektroskopi Infra Merah

Spektrofotometer FTIR (Faurier Transform Infrared Spectroscopy) merupakan suatu alat yang digunakan untuk identifikasi gugus fungsi suatu senyawa berdasarkan serapan tertentu yang dihasilkan oleh interaksi molekul

(42)

commit to user

dengan radiasi elektromagnetik.Atom-atom yang dapat menyerap energi radiasi infra merah akan menyebabkan perubahan pada gerakan vibrasinya. Energi vibrasi sebanding dengan frekuensi vibrasi. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah serapan IR 4000-400 cm-1. Menurut Billmeyer (1991) spektra tersebut menunjukkan gugus-gugus fungsi yang terikat dalam struktur molekul.

Ada beberapa daerah serapan dari gugus-gugus fungsi. Umumnya serapan C-H regangan aromatik berada pada daerah 3100-3000 cm–1. Serapan ikatan rangkap berada pada 1680-1580 cm–1(C=C streching) dan sekitar 1416 cm– 1 (bending), selanjutnya ikatan rangkap pada cincin aromatik berada pada 1600-1585 cm–1 (Silverstain, 1986). Gugus hidroksil memberikan serapan melebar (adanya ikatan hidrogen) pada 3550-3200 cm–1. Suharty et al. (2007) dalam penelitiannya melaporkan bahwa polipropilena (PP) memiliki serapan khas –CH2- pada bilangan gelombang 2723 cm–1dan gugus metilen pada 1458 cm–1. Gugus karbonil keton memiliki daerah serapan pada bilangan gelombang 1718 cm–1 (Silverstain, 1986).

(43)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Polipropilena bersifat non polar yang mengalami reaksi radikal bebas dengan melepaskan atom hidrogen yang terikat pada karbon atom tersier sehingga terbentuk karbon tersier radikal sebagai pusat reaksi,ditunjukkan pada Gambar 16.

H2 C C PP H CH3 PP PP C C PP CH3

Gambar 16. Pembentukan pusat radikal pada PP

Selulosa memiliki gugus polar yang berbentuk gugus hidroksil pada karbon ke 2, 3, 6 dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosida antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang bersifat polar pada oksigen yang terikat karbon ke-1 sebagai pusat reaksi, yang ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Pembentukan pusat radikal pada selulosa

pusat reaksi gugus non polar reaksi radikal

(44)

commit to user

Adanya perbedaan kepolaran antara PP yang bersifat non polar dengan selulosa yang bersifat polar menyebabkan antara PP dan selulosa tidak dapat disatukan. Maka diperlukan suatu senyawa yang memiliki gugus polar dan gugus non polar dalam satu molekul. Senyawa ini disebut senyawa penggandeng multifungsional AA merupakan salah satu senyawa penggandeng multifungsional karena memiliki gugus vinil yang bersifat non polar dan gugus karboksilat yang bersifat polar. Pembentukan pusat radikal pada AA, ditunjukkan pada Gambar 18.

H2C C

H C OH

O

reaksi radikal CH2 CH C

O

Gambar 18. Pembentukan pusat radikal pada AA

Gugus vinil dari AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus non polar dari PP yaitu pada karbon tersiernya sedangkan gugus polar dari AA akan berikatan dengan selulosa esterifikasi radikal pada gugus reaktifnya yaitu pada atom O yang terikat pada atom karbon nomor 1.

Sintesis biokomposit dilakukan dengan penambahan agen penyambung silang untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih masive. Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah DVB yang memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar dan awan elektron inti aromatis. Gugus vinil tersebut akan berikatan dengan gugus non polar baik dari polipropilena maupun dengan gugus non polar dari asam akrilat sedangkan awan elektron inti aromatis akan berikatan dengan atom hidrogen parsial positif membentuk ikatan hidrogen. Pembuatan biokomposit secara radikal akan menyebabkan terbentuknya radikal pada gugus vinil DVB, yang ditunjukkan pada Gambar 19.

pusat reaksi gugus non polar

(45)

commit to user CH CH2 CH CH2 H2C CH2 H2 C CH2

Gambar 19. Pembentukan pusat radikal pada DVB

Biokomposit yang terbentuk adalah LPP/DVB/AA/selulosa dimana ikatan liniernya yang paling sederhana dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20.

Gambar 20. Pembentukan ikatan yang paling sederhana pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK

Terjadinya ikatan antara LPP dengan bahan penguat selulosa akan meningkatkan sifat mekanik biokomposit dibandingkan bahan awalnya, untuk itu dilakukan karakterisasi kekuatan tarik dan kekuatan impak. Pembentukan ikatan baru pada biokomposit juga diamati menggunakan FTIR.

Biokomposit dengan komposisi optimum terhadap sifat mekanik ditingkatkan kemampuan hambat nyalanya dengan penambahan senyawa

(46)

commit to user

penghambat nyala sehingga dihasilkan biokomposit dengan sifat mekanik yang baik, biodegradabel dan memiliki kemampuan hambat nyala yang baik.

Terjadinya nyala disebabkan adanya bahan bakar, oksigen dan panas yang disebut dengan segitiga api. Untuk menghentikan nyala diperlukan senyawa yang dapat mengurangi kinerja sistem segitiga api. Senyawa penghambat nyala yang ditambahkan pada penelitian ini adalah Al(OH)3 dan Mg(OH)2 yang dapat terdekomposisi secara endotermik menjadi Al2O3 dan H2O serta MgO dan H2O. Asam borat (H3BO3) pada kondisi pemanasan lebih lanjut menghasilkan B2O3dan H2O. Reaksi endotermik yang terjadi mampu menyerap panas dari area pembakaran, sehingga menurunkan temperatur pembakaran. Pembentukan logam oksida Al2O3danMgObertindak sebagai penyekat dan melindungi lapisan polimersehingga menghalangi interaksi dengan O2 selama pembakaran. Adanya H2O yang dapat mengurangi O2 yang merupakan komponen pembentuk nyala. Arang/jelaga yang dihasilkan berfungsi menghambat nyala api dan pembentukan asap.

Perlakuan pemanasan dan pendingian berulang dapat mengganggu kestabilan tata ruang antar senyawa-senyawa pembentuk tersebut sehingga terjadi pemanjangan dan pemendekan ikatan. Pergerakan molekul karena panas akan mengubah kumpulan molekul sehingga kekuatan material menurun.

C. Hipotesis

1. Semakin lama PP dipanaskan maka akanterjadi peningkatan karbonil indeks.

2. Perlakuan pemanasan suhu 25 - 65 ◦C mempertimbangkan suhu distorsi PP dan sifat mekanik biokomposit pada perlakuan variasi suhu siklis termal. 3. Perlakuan beberapa kali siklis pada biokomposit ATH/BA (F2), MDH/BA

(F3), ATH/MDH/BA (F4) mengakibatkan penurunan sifat mekanik dibandingkan sebelum perlakuan siklis termal.

Gambar

Gambar 1. KodePolipropilenadariThe Society Of Plastic Industry................. 6 Gambar 2
Gambar 1. Kode Polipropilena dari  Polipropilena  (PP)  merupak
Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH 3
Gambar 6. Struktur selulosa
+7

Referensi

Dokumen terkait