• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao (Theobroma cacao L.) tahan hama penggerek buah kakao

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao (Theobroma cacao L.) tahan hama penggerek buah kakao"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao (Theobroma cacao L.)

tahan hama penggerek buah kakao

Yield stability of the promising cocoa (Theobroma cacao L.) clones resistant to cocoa pod borer

Agung Wahyu Susilo1*), Indah Anita-Sari1), Sobadi1), I Ketut Suwitra2), dan Nurlia2) 1)Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia. 2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Lasoso No. 62 Biromaru Palu.

*)Alamat penulis (corresponding author): soesiloiccri@yahoo.com Naskah diterima (received) 4 Juni 2012, disetujui (accepted) 11 Oktober 2012.

Abstrak

Perakitan bahan tanam kakao tahan hama penggerek buah kakao (PBK) telah dilakukan melalui eksplorasi dan seleksi genotipe tahan di daerah endemik serangan. Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi stabilitas daya hasil klon-klon harapan tahan PBK sebagai tindak lanjut hasil eksplorasi dan seleksi. Penelitian dilaksanakan di Sidondo, Sulawesi Tengah yang merupakan daerah endemik PBK. Perlakuan terdiri atas 25 klon kakao yang ditanam dengan cara sambung samping dalam susunan rancangan acak kelompok lengkap, dan pada setiap perlakuan terdapat empat ulangan. Evaluasi daya hasil dan ketahanan PBK dilakukan selama empat tahun masa tanaman berbuah (2008-2011) berdasarkan peubah produksi (kg/phn) dan persentase biji lengket. Stabilitas daya hasil tanaman dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata jenis klon, dan musim (tahun) terhadap produksi dan persentase biji lengket, sedangkan pengaruh interaksi nyata hanya terhadap produksi. Klon-klon materi percobaan memiliki nilai minimum (Q+, Q-) yang lebih kecil dibandingkan nilai kritis (4,23)

menunjukkan bahwa interaksi klon-tahun tidak terjadi secara kualitatif. Hasil pengelompokan kelas ketahanan PBK, klon harapan tahan PBK ARDACIAR 10 dan KW 514 termasuk kelompok tahan dan moderat tahan, dengan rerata persentase biji lengket masing-masing sebesar 37,4 dan 45,1%. Klon-klon tersebut memiliki rerata produksi masing-masing sebesar 1,67 dan 1,73 kg/phn. Daya hasil ini lebih rendah dibandingkan Sulawesi 01 dan Sulawesi 02, namun perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK menunjukkan tingkat produksi yang sebanding dengan klon unggul Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04. Berdasarkan hasil tersebut maka klon ARDACIAR 10 dan KW 514 telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai klon anjuran tahan PBK, berturut-turut dengan nama Sulawesi 03 dan ICCRI 07.

Kata kunci: Theobroma cacao, stabilitas, daya hasil, hama penggerek buah kakao.

Abstract

Breeding for cocoa pod borer (CPB) resistance has been carried out by exploring and selecting promising genotypes in endemic area. This research aimed to follow up the results by assessing yield stability of the promising clones before being released as appropriate clonal planting materials for farmers.

(2)

This trial was established in Sidondo, Central Sulawesi of the endemic area. Twenty five clones propagated by side grafting were laid in the randomized completely block design with four replications. Yield and CPB resistance were recorded for four years of harvesting period (2008-2011) using the parameter of yield component and percentage of unextractable beans. Yield stability was analyzed in term of qualitative approach. The results indicated that yield and resistance were significantly affected by the factors of clone and season (year) then a significant effect of the interaction confirmed for yield. All of the tested clones had a minimum value of (Q+, Q-) less than critical value (4.23) per-forming a non-qualitative clone-year interaction. The tested clones were grouped for the resistance to CPB that classify the promising clones of ARDACIAR 10 and KW 514 belong to the group of resistant and moderate resistant, respec-tively, with the mean of unextractable beans of 37.4% and 45.1%. Yield potency of those clones were 1.67 and 1.73 kg/tree less than Sulawesi 01 and Sulawesi 02 but the comparison analysis of the yield in case of CPB infesting indicated similar value of actual yield with the recommended clones of Sulawesi 02, ICCRI 03 and ICCRI 04. Furthermore, in respecting to the results, ARDACIAR 10 and KW 514 were released by Ministry of Agricul-ture, Republic of Indonesia as clonal planting materials renamed with Sulawesi 03 and ICCRI 07, respectively.

Key words: Theobroma cacao, stability, yield, resistance, cocoa pod borer.

PENDAHULUAN

Hama penggerek buah kakao (PBK,

Conopomorpha cramerella (Snell.)) hingga

kini masih menjadi masalah utama dalam budidaya kakao di Indonesia. Hama PBK sudah teridentifikasi keberadaannya sejak tahun 1860 di Sulawesi (Wardoyo, 1980) kemudian menyebar ke wilayah Pulau Jawa dan kali pertama ditemukan di Jawa Tengah tahun 1895 (Anonim, 1987) kemudian PBK menjadi hama utama pada perkebuan kakao di Jawa pada awal tahun 1900-an selain hama Helopeltis (van Hall, 1914). Dengan demikian permasalahan hama PBK sudah dijumpai lebih dari satu abad namun hingga kini belum tersedia bahan tanam kakao anjuran tahan PBK. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mendapatkan bahan tanam kakao tahan PBK adalah melalui eksplorasi dan seleksi genotipe tahan di daerah endemik serangan guna mencari peluang adanya genotipe tahan di antara populasi pertanaman kakao hibrida. Pengembangan kakao secara besar-besaran

sejak awal tahun 1980-an secara langsung berdampak pada peningkatan jumlah populasi kakao di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk seleksi genotipe unggul, termasuk genotipe tahan PBK. Pendekatan seleksi pada populasi kakao berhasil diterapkan untuk mendapatkan genotipe tahan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytopthora

megakarya di Guiana Perancis (Paulin et al.,

2008) dan di Kamerun (Efombagn et al., 2007). Pendekatan ini juga berhasil diterapkan untuk mendapatkan genotipe kakao tahan PBK di Indonesia sehingga diperoleh beberapa klon harapan tahan PBK, yaitu KW 514 dan ARDACIAR 10 (Susilo

et al., 2004; 2006; 2009).

Interaksi genotipe dan lingkungan didefinisikan oleh Yang & Baker (1991) sebagai bentuk perbedaan antargenotipe dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya. Dengan demikian analisis stabilitas daya hasil dan ketahanan PBK perlu dilakukan guna mengetahui stabilitas ekspresi

(3)

sifat-sifat unggul dimaksud pada kondisi lingkungan yang berbeda sebelum klon-klon harapan tersebut dianjurkan kepada petani. Ekspresi sifat ketahanan hibrida kakao terhadap serangan penyakit busuk buah (P. palmivora) stabil antar tahun pengamatan (Saul-Maora & Namailu, 2003). Hal ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menduga bahwa sifat ketahanan kakao terhadap PBK juga tidak terpengaruh oleh perbedaan kondisi musim maupun lokasi.

Penelitian ini merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan eksplorasi dan seleksi klon tahan PBK di Indonesia yang merupakan rintisan dalam pemuliaan ketahanan PBK dan akan dijadikan acuan dalam tahapan pemuliaan selanjutnya. Tulisan ini mengulas hasil evaluasi stabilitas daya hasil dan ketahanan PBK klon-klon hasil seleksi tersebut sehingga diketahui jenis klon tahan PBK yang dapat direkomendasikan sebagai bahan tanam anjuran. Pengembangan bahan tanam kakao tahan PBK merupakan yang pertama di Indonesia maupun di negara-negara wilayah Asia Pasifik yang juga menghadapi masalah serangan PBK.

BAHAN DAN METODE Materi Genetik Bahan Tanam

Klon-klon materi percobaan merupakan genotipe hasil eksplorasi dan seleksi dari ber-bagai daerah di Indonesia berdasarkan kriteria ketahanan PBK, potensi daya hasil dan mutu hasil. Beberapa klon di antaranya telah dievaluasi sifat ketahanannya terhadap PBK, seperti ARDACIAR 10 dan KW 514 yang dilaporkan bersifat tahan PBK, serta beberapa klon lain yang dilaporkan bersifat rentan PBK digunakan sebagai kontrol (Susilo et al., 2004; 2006). Total materi genetik yang diuji sebanyak 25 klon (Tabel 1).

Rancangan Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Desa Sidondo, Kabupaten Sigi Biromaru, Provinsi Sulawesi Tengah (52 m dpl., tipe iklim C menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson). Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah Sulawesi merupakan salah satu daerah yang pertama kali terserang PBK dan hingga kini masih berstatus sebagai daerah endemik PBK yang ditunjukkan oleh infestasi PBK yang tergolong tinggi. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan empat blok sebagai ulangan, setiap plot ditanami empat sampai dengan enam tanaman yang diperbanyak dengan sambung samping. Evaluasi ketahanan PBK mulai dilakukan saat tanaman berumur tiga tahun sejak penyambungan atau tahun pertama masa tanaman berbuah. Peubah pengamatan yang diukur meliputi persentase biji lengket akibat PBK per buah dan jumlah buah per pohon pada interval waktu satu bulan, kemudian dilakukan pengamatan komponen daya hasil antara lain jumlah biji per buah, berat per biji kering, dan kadar kulit biji. Pengamatan peubah persentase biji lengket menggunakan sampel buah yang diambil sebanyak 10 buah per plot. Evaluasi dilakukan selama kurun waktu empat tahun masa tanaman berbuah tahun 2008-2011 sehingga perbedaan data antartahun dianggap sebagai perbedaan data antarmusim.

Penghitungan tingkat produksi tanaman (kg/pohon) berdasarkan asumsi bahwa buah tidak terserang PBK kemudian dilakukan penghitungan tingkat produksi aktual dengan cara mengurangi rerata produksi tersebut dengan nilai rerata persentase biji lengket akibat PBK. Klasifikasi mutu fisik biji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu mutu AA (maksimum 85 biji per 100 g) atau 1,17 g per biji, A (86-100

(4)

A sa l us ul O ri gi n S el eks i (Se le c ti on ) S el eks i (Se le c ti on ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) E k spl or a si di S u la w es i T en ga h ( E x pl o rat ion i n C en tr a l S ul a w es i) E k spl or a si di S u la w es i T en ga h ( E x pl o rat ion i n C en tr a l S ul a w es i) E k spl or as i d i J aw a T im u r (E x pl o rat ion i n E a st J av a ) E k spl or as i d i J aw a T im u r (E x pl o rat ion i n E a st J av a ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) In tr odu ks i (I nt roduc e d cl one ) E k spl or as i d i S u m a tr a U ta ra ( E x pl o rat ion i n N or th Sum at ra ) E k spl or as i d i S u m a tr a U ta ra ( E x pl o rat ion i n N or th Sum at ra ) E k spl or a si di S u la w es i T en ga h ( E x pl o rat ion i n C en tr a l S ul a w es i) E k spl or as i d i K al im ant an T im u r (E x pl o rat ion i n E a st K al im a nt a n ) E k spl or as i d i K al im ant an T im u r (E x pl o rat ion i n E a st K al im a nt a n ) E k spl or as i d i K al im ant an T im u r (E x pl o rat ion i n E a st K al im a nt a n ) E k spl or as i d i K al im ant an T im u r (E x pl o rat ion i n E a st K al im a nt a n ) E k spl or as i d i S u m a tr a U ta ra ( E x pl o rat ion i n N or th Sum at ra ) E k spl or as i d i S u m a tr a U ta ra ( E x pl o rat ion i n N or th Sum at ra ) E k spl o ra si di S u la w e si S el a ta n ( E x pl o rat ion i n S out h S ul a w es i) E k spl or a si di S u la w es i T en ga h ( E x pl o rat ion i n C en tr a l S ul a w es i) E k spl or a si di S u la w es i T en ga h ( E x pl o rat ion i n C en tr a l S ul a w es i) N o m or a ks e si A cc es si on num be r K W 30 K W 48 K W 1 62 K W 1 63 K W 1 65 K W 2 15 K W 2 16 K W 2 64 K W 2 65 K W 3 96 K W 3 97 K W 4 03 K W 4 22 K W 5 14 K W 5 16 K W 5 24 K W 5 25 K W 5 27 K W 5 28 K W 5 29 K W 5 64 K W 5 66 K W 5 70 K W 5 71 K W 5 72 K lon C lo ne s IC C R I 03 IC C R I 04 S ul aw e si 01 S ul aw e si 02 B a l 2 09 S a u su P io re P e n g a w u K P C 1 K P C 2 N a 32 N a 33 P o u n d 7 K K M 22 P ab a/ I/ P br k P aba /V II I/ 78B /2 T o li -t o li N ob 1 N ob 3 H F 2 H F 3 P aba /I X /90 O /2 P aba /V /81L /1 A R D A C IA R 10 A R D A C IA R 25 A R D A C IA R 26 K et er an g an N o te K lon di re kom en da si ( R ec om m ende d cl one ) K lon di re kom en da si ( R ec om m ende d cl one ) P rodu k si t ing g i (H igh yi el di n g ) P rodu k si t ing g i (H igh yi el di n g ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) P rodu k si t ing g i (H igh yi el di n g ) T a h an P B K ( R e si st a nt t o C P B ) R e n ta n P B K , k on tr ol ( Su sc e pt ibl e a s c on tr o l) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) D idu g a t aha n P B K ( P o te n ti a ll y r es is ta nt t o C P B ) T aha n P B K ( R e si st a nt t o C P B ) R en ta n P B K kon tr ol ( Su sc ept ib le t o C P B as c on tr o l) R e n ta n P B K ( Su sc e pt ibl e t o C P B ) T a be l 1. D a ft a r k lon ka k ao ba ha n pe rc ob aa n pe n g u ji an s ta bi li ta s da ya h a si l da n ke ta ha n a n P B K di S u la w es i T en ga h T a bl e 1. L is t of c oc o a c lon es t e st e d for s tab il it y pe rf or m anc e o n y ie ld a nd C P B r es is tanc e in C ent ral Sul aw e si

(5)

biji per 100 g) atau 1,16-1,0 g per biji, B (101-110 biji per 100 g) atau 0,99-0,90 g per biji, C (111 - 120 biji per 100 g) atau 0,90-0,83 g per biji, dan S (>120 biji per 100 g) atau <0,83 g per biji. Pengukuran kadar lemak biji berdasarkan sampel biji per klon tanpa pengulangan kemudian dilakukan pembacaan dengan sinar infra merah melalui bantuan alat spektrofotometer (Photo

Sys-tem II 6500 scanning spectrophotometer, NIR Systems Inc. Silver Springs MD) pada

rentang panjang gelombang 400-2500 nm interval 2 nm. Kalibrasi terhadap alat tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur

partial least square regression yang telah

dimodifikasi. Data kadar lemak biji kakao diklasifikasikan berdasarkan kategori tinggi (>55%), sedang (52,3-55%), dan rendah (52,2%) menurut Khan et al. (2008).

Analisis Data

Analisis ragam data dilakukan terhadap peubah persentase biji lengket dan produksi hasil pengamatan selama empat tahun menggunakan program statistical analysis

system (SAS) versi 9.1. (SAS, 2004)

kemudian dilanjutkan analisis stabilitas berdasarkan pendekatan kualitatif menurut Gail & Simon (1985). Untuk data produksi dan pengelompokan kelas ketahanan PBK digunakan metode fastcluss untuk data

persentase biji lengket. Perbedaan rerata antarperlakuan untuk data nilai buah dan berat biji kering dianalisis dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range

Test) aras 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil-hasil penelitian ter-dahulu diketahui bahwa klon-klon yang termasuk unggulan tahan PBK adalah KW 514 dan ARDACIAR 10 (Susilo et al., 2009), maka interpretasi hasil penelitian ini akan dititikberatkan pada evaluasi keragaan kedua jenis klon tersebut yang dibandingkan dengan keragaan klon-klon unggul lain, seperti Sulawesi 01, Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04. Perbandingan tingkat daya hasil antara klon tahan PBK dengan klon-klon unggul tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan penentuan klon-klon tahan PBK tersebut layak atau tidak layak direkomendasikan sebagai bahan tanam anjuran.

Stabilitas Ketahanan PBK

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata faktor jenis klon dan musim (tahun) terhadap peubah persentase biji lengket, namun keragaan ketahanan PBK tidak dipengaruhi oleh interaksi antara klon dan musim (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan

Sumber keragaman Source of variation Klon (Clone) Tahun (Year)

Klon x Tahun (Clone x Year) Galat (Error) Jumlah (Total) Derajat bebas Degree of freedom 24 3 72 300 399

Produksi per pohon Yield per tree

6.09* 9.27* 1.36* 0.60

-Persentase biji lengket Percentage of unextractable bean

1,800.51* 9,146.81* 375.43ns 275.15

-Tabel 2. Rerata kuadrat peubah persentase biji lengket dan produksi tanaman (kg/phn) selama empat tahun pengamatan (2008-2011) pada percobaan uji stabilitas klon-klon harapan tahan PBK di Sulawesi Tengah

Table 2. Mean square of variables of percentage of unextractable beans and yield (kg/tree) of the promising resistant clones to CPB tested in Central Sulawesi for four years (2008-2011)

(6)

bahwa ekspresi ketahanan PBK hanya ditentukan oleh faktor genetik tanaman atau oleh adanya perubahan musim (tahun) dan tidak ada pengaruh interaksi antarkedua faktor tersebut. Laporan Teh et al. (2006) juga menyebutkan adanya perbedaan intensitas serangan PBK antarklon dan antar-musim di Sabah, Malaysia. Perbedaan

intensitas serangan PBK diduga juga tidak dipengaruhi oleh kemungkinan adanya perbedaan genetik serangga PBK sebab keragaman genetik C. cramerella di wilayah Kepulauan Nusantara (Malay Archipelago) termasuk rendah (Shapiro et al., 2008). Di sisi lain Egesi et al. (2009) melaporkan bahwa meskipun ditemukan adanya pengaruh

Keterangan (notes): *)Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf sama merupakan satu kelompok hasil analisis gerombol dengan metode fastcluss. Notasi A kelompok sangat rentan (68,23%), B kelompok rentan (60,75 -<68,23%), C kelompok moderat rentan (50,81 - <60,75%), D kelompok moderat tahan (44,57 - <50,81%), dan E kelompok tahan (<44,57%) (Numbers in the column with same letter presenting the group of resistance by fastcluss analysis. The symbol A highly susceptible group (68.23%), B susceptible group (60.75 - <68.23%), C moderately susceptible group (50.81 - <60.75%), D moderately resistant group (44.57 - <50.81%), and E presenting the resistant group (<44.57%)

Tabel 3. Persentase biji lengket klon-klon materi percobaan yang dievaluasi selama empat tahun pengamatan produksi (2008-2011) di Sulawesi Tengah

Table 3. Percentage of unextractable bean of the tested clones evaluated during four years of harvest periods (2008-2011) in Central Sulawesi Nomor aksesi Accession number KW 30 KW 48 KW 162 KW 163 KW 165 KW 215 KW 216 KW 264 KW 265 KW 396 KW 397 KW 403 KW 422 KW 514 KW 516 KW 524 KW 525 KW 527 KW 528 KW 529 KW 564 KW 566 KW 570 KW 571 KW 572 Klon Clones ICCRI 03 ICCRI 04 Sulawesi 01 Sulawesi 02 Bal 209 Sausu Piore Pengawu KPC 1 KPC 2 Na 32 Na 33 Pound 7 KKM 22 Paba/I/Pbrk Paba/VIII/78B/2 Toli-toli Nob 1 Nob 3 HF 2 HF 3 Paba/IX/90O/2 Paba/V/81L/1 ARDACIAR 10 ARDACIAR 25 ARDACIAR 26 Rerata (Mean) 2008 48.37 75.50 72.98 66.16 69.45 62.02 62.96 64.27 76.95 62.43 40.30 69.07 51.01 53.41 83.20 60.92 67.74 66.50 64.74 65.20 91.72 42.13 35.78 63.01 44.63 62.42 2009 40.77 36.35 35.07 68.25 50.89 28.07 39.15 31.58 50.04 19.92 31.89 43.46 54.73 25.51 60.36 48.50 63.72 48.05 69.17 46.45 69.93 50.01 36.97 54.96 52.89 46.27 2010 62.75 84.90 72.48 67.42 62.56 86.29 73.14 44.10 72.37 67.44 43.08 72.20 78 52.82 84.48 66.89 89.06 64.41 78.82 72.59 89.64 60.39 48.29 61.12 66.79 68.88 2011 58.33 69.59 64 71.09 48.33 66.60 54.74 49.69 56.74 28.51 52.71 60.62 47.94 48.50 49.89 72.11 87.71 68.35 70.06 64.78 69.15 50.73 28.67 51.59 38.45 57.15 Rerata*) Mean 52.56 C 66.58 B 61.13 B 68.23 A 57.81 C 60.75 B 57.50 C 47.41 D 64.03 B 44.57 D 41.99 E 61.34 B 57.92 C 45.06 D 69.48 A 62.11 B 77.06 A 61.83 B 70.70 A 62.26 B 80.11 A 50.81 C 37.43 E 57.67 C 50.69 C Tahun (Year)

(7)

interaksi genotipe dan lingkungan dalam ekspresi ketahanan yams (Dioscorea spp.) terhadap antraknosa (Colletotrichum

gloeosporioides), namun faktor genetik

tanaman memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap ketahanan tersebut. Laporan tersebut memperkuat hasil penelitian ini bahwa ekspresi ketahanan PBK merupakan ekspresi genetik tanaman.

Keragaan ketahanan PBK klon-klon materi percobaan bervariasi antarklon yang ditunjukkan oleh nilai persentase biji lengket yang bervariasi antara 37,4-80,1% (Tabel 3). Besaran nilai persentase biji lengket tersebut sebagai gambaran tingkat kehilangan hasil akibat PBK sebab serangan PBK akan menyebabkan berkurangnya jumlah biji sehat (Day, 1989). Berdasarkan nilai tersebut klon-klon materi percobaan tersebut dikelompokkan dalam lima kelas ketahanan, yaitu tahan (<44,57%), moderat tahan (44,57-<50,81%), moderat rentan (50,81-<60,75%), rentan (60,75-<68,23%), dan sangat rentan (68,23%). Pengelompokan kelas ketahanan ini juga sejalan dengan pengelompokan ketahanan penyakit busuk buah kakao oleh Philips et al. (2009). Klon-klon yang termasuk kategori tahan adalah ARDACIAR 10 dan KW 397 sedangkan klon KW 514, KW 264, dan KW 396 termasuk kategori agak tahan. Klon-klon yang sebelumnya diidentifikasi rentan PBK seperti KW 516 dan KW 564 (Susilo et al., 2004) masuk dalam kelompok sangat rentan. Hasil ini menunjukkan bahwa keragaan ketahanan PBK stabil antarlokasi sebab klon-klon yang sebelumnya diidentifikasi tahan PBK, seperti ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan ekspresi tahan PBK di lokasi percobaan meskipun terjadi perubahan peringkat ketahanan. Pemanfaatan klon-klon tahan tersebut sebagai bahan tanam anjuran

berdasarkan pertimbangan potensi daya hasil dan mutu hasil sesuai sasaran program pemuliaan kakao.

Stabilitas Daya Hasil

Analisis daya hasil tanaman dilakukan berdasarkan asumsi bahwa buah tidak terserang PBK guna mengetahui potensi genetik sifat daya hasil klon-klon materi percobaan. Hasil analisis ragam terhadap peubah produksi (kg/pohon) menunjukkan terdapat pengaruh nyata faktor jenis klon, musim (tahun), dan interaksi antara klon dan musim/tahun (Tabel 2). Sebelumnya Susilo (2011) juga melaporkan hasil serupa mengenai adanya pengaruh nyata interaksi genotipe dan lingkungan terhadap keragaan produksi hibrida kakao. Oleh karena itu analisis stabilitas daya hasil klon-klon materi percobaan perlu dilakukan guna mengetahui stabilitas daya hasil antartahun pengamatan. Analisis interaksi genotipe dan lingkungan dilakukan melalui pendekatan kualitatif menurut Gail & Simmon (1985) dengan acuan klon Sulawesi 01 sebagai salah satu klon anjuran di wilayah Sulawesi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai minimum (Q+,Q-) seluruh klon yang diuji lebih kecil

dibandingkan nilai kritis sebesar 4,23 (Tabel 4) berarti bahwa keragaan daya hasil klon-klon materi percobaan tidak berinteraksi secara kualitatif (non-cross-over

interaction) dengan musim (tahun). Hasil ini

menunjukkan bahwa adanya pengaruh interaksi antara klon dan musim (tahun) tidak mempengaruhi peringkat daya hasil antarklon materi percobaan dari tahun ke tahun. Berdasarkan nilai heterogenitas (Hj) tampak sebagian besar klon yang diuji memiliki nilai Hj nyata kecuali klon Sulawesi 02, KW 516,

(8)

KW 216 yang memperkuat hasil analisis bahwa interaksi genotipe dan lingkungan yang terjadi bukan interaksi kualitatif melainkan interaksi kuantitatif.

Hasil analisis produksi menunjukkan bahwa rerata produksi klon-klon harapan tahan PBK, ARDACIAR 10 dan KW 514 lebih rendah dibandingkan rerata produksi

klon Sulawesi 01 sebagai salah satu klon unggul nasional (Tabel 5). Meskipun demikian, perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK menunjukkan bahwa rerata produksi klon-klon tahan PBK tersebut lebih tinggi dibandingkan rerata klon unggul nasional lain seperti Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04, kecuali terhadap

Nomor aksesi Accession number KW 30 KW 48 KW 163 KW 165 KW 215 KW 216 KW 264 KW 265 KW 396 KW 397 KW 403 KW 422 KW 514 KW 516 KW 524 KW 525 KW 527 KW 528 KW 529 KW 564 KW 566 KW 570 KW 571 KW 572

Tabel 4. Nilai heterogenitas (Hj) dan Minimum (Q+,Q-) berdasarkan uji Gail & Simmon (1985) menggunakan klon Sulawesi 01 sebagai acuan untuk analisis stabilitas daya hasil klon-klon materi percobaan di Sulawesi Tengah (2008-2011)

Table 4. Value of heterogenousity (Hj) and Minimun (Q+,Q-) based on Gail & Simmon (1985) method using Sulawesi 01 as

standard for analyzing yield stability of the tested clones in Central Sulawesi (2008-2011)

Klon Clones ICCRI 03 ICCRI 04 Sulawesi 02 Bal 209 Sausu Piore Pengawu KPC 1 KPC 2 Na 32 Na 33 Pound 7 KKM 22 Paba/I/Pbrk Paba/VIII/78B/2 Toli-toli Nob 1 Nob 3 HF 2 HF 3 Paba/IX/90O/2 Paba/V/81L/1 ARDACIAR 10 ARDACIAR 25 ARDACIAR 26 Heterogenitas (Hj) Heterogeneity (Hj) 9.11* 12.67* 1.44ns 23.24* 10.80* 6.16 ns 40.13* 34.69* 26.51* 37.62* 14.89* 14.78* 13.95* 2.45 ns 13.57* 18.92* 13.49* 32.41* 13.46* 17.18* 25.71* 21.10* 12.93* 28.62* 2 (3;0.05)=7.82 7.3 13.3 0.6 0.0 8.5 6.5 41.2 0.0 27.3 32.8 15.5 15.3 14.6 2.5 14.1 19.5 13.7 33.3 10.4 17.8 26.4 21.7 0.0 29.5 0.0 0.0 0.1 0.0 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.6 0.0 0.0 (C 0.05) = 4.23 Q+ Q- Min (Q+,Q-)

(9)

Keterangan (notes): 1)asumsi populasi tanaman 1.100 pohon per hektar, angka dalam kurung adalah urutan peringkat daya hasil.(1)it was assumed the cocoa population is 1,100 trees per hectare, number in the bracket ordering

the mean of yield among clones)

Tabel 5. Produksi (kg/phn) klon-klon yang diuji selama empat tahun tanaman berbuah di Sulawesi Tengah (2008-2011) Table 5. Yield (kg/tree) of the tested clones during four years of evaluation in Central Sulawesi (2008-2011)

Nomor aksesi Accession number KW 30 KW 48 KW 162 KW 163 KW 165 KW 215 KW 216 KW 264 KW 265 KW 396 KW 397 KW 403 KW 422 KW 514 KW 516 KW 524 KW 525 KW 527 KW 528 KW 529 KW 564 KW 566 KW 570 KW 571 KW 572 Klon Clones ICCRI 03 ICCRI 04 Sulawesi 01 Sulawesi 02 Bal 209 Sausu Piore Pengawu KPC 1 KPC 2 Na 32 Na 33 Pound 7 KKM 22 Paba/I/Pbrk Paba/VIII/78B/2 Toli-toli Nob 1 Nob 3 HF 2 HF 3 Paba/IX/90O/2 Paba/V/81L/1 ARDACIAR 10 ARDACIAR 25 ARDACIAR 26 2008 1.67 2.07 2.71 2.08 1.06 1.80 2.09 0.48 1.22 1.02 1.02 0.99 0.30 1.41 3.13 0.97 1.22 1.56 0.40 1.38 0.28 0.55 0.78 1.85 0.62 2009 2.71 1.55 3.44 3.40 1.76 1.78 2.06 0.74 0.75 1.34 0.72 2.19 2.22 1.45 3.30 2.25 0.93 1.31 1.06 2.58 2.04 1.48 1.71 1.90 1.11 2010 2.17 2.50 4.00 3.28 0.75 2.56 2.64 0.91 0.65 0.89 0.69 2.07 4.11 2.40 2.77 1.95 2.29 2.49 1.10 1.52 2.76 1.18 1.47 2.05 1.51 2011 1.26 1.08 2.23 2.44 2.04 3.11 2.19 0.65 0.91 1.42 0.66 1.31 1.73 1.66 1.90 2.39 2.12 1.84 1.38 1.45 1.93 2.31 2.74 1.10 1.10 Rerata Mean 1.95 1.80 3.09 2.80 1.40 2.31 2.25 0.70 0.88 1.17 0.77 1.64 2.09 1.73 2.77 1.89 1.64 1.80 0.99 1.73 1.75 1.38 1.67 1.73 1.08

Daya hasil, kg/ha/thn1) Yield, kg/ha/yr 2.145 (7) 1.980 (9) 3.399 (1) 3.080 (2) 1.540 (14) 2.541 (4) 2.475 (5) 770 (21) 968 (19) 1.287 (16) 847 (20) 1.804 (13) 2.299 (6) 1.903 (11) 3.047 (3) 2.079 (8) 1.804 (13) 1.980 (9) 1.089 (18) 1.903 (11) 1.925 (10) 1.518 (15) 1.837 (12) 1.903 (11) 1.188 (17) Tahun (year)

Produksi, kg/pohon (Yield, kg/tree)

klon Sulawesi 01 (Gambar 1). Berdasar-kan hasil perhitungan tersebut klon ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan potensi produksi masing-masing sekitar 0,95 dan 1,04 kg/phn atau mencapai tingkat produksi sekitar satu ton per hektar per tahun. Meskipun potensi daya hasil klon

tahan PBK relatif lebih rendah dibandingkan klon-klon unggul lainnya namun pemanfaatan klon tahan PBK ini dapat mengurangi biaya pengendalian PBK sehingga akan meningkatkan efisiensi produksi kakao. Di samping itu keuntungan tidak langsung yang dapat diperoleh adalah berkurangnya

(10)

risiko kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida dalam pengendalian PBK.

Klon ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan keragaan mutu biji (berat biji kering dan kadar lemak) relatif rendah (Tabel 6). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh klon-klon unggul nasional, Sulawesi 01, Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04 dengan mutu biji yang juga rendah. Klon KW 30 dan KW 48 yang dilepas dengan nama ICCRI 03 dan ICCRI 04 memiliki potensi berat per biji > 1 g dan kadar lemak biji >50% (Suhendi et al., 2005). Sebelumnya juga dilaporkan bahwa klon ARDACIAR 10

dan KW 514 menunjukkan berat per biji kering >1 g (Susilo et al., 2004; 2006). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan percobaan tidak memberi daya dukung yang optimal terhadap keragaan mutu biji. Oleh sebab itu keragaan mutu biji tersebut bukan cerminan optimal potensi genetik tanaman sehingga nilai yang lebih tinggi dapat diperoleh pada kondisi lingkungan yang lebih optimal, misalnya pada lokasi-lokasi yang bertipe iklim basah.

Berdasarkan pertimbangan keunggulan ketahanan PBK dan potensi produksi tersebut di atas, klon ARDACIAR 10 dan KW 514 Gambar 1. Perbandingan tingkat produksi tanaman (kg/phn) dan potensi daya hasil pada kondisi terserang

PBK antarbeberapa klon kakao yang berbeda tingkat ketahanannya terhadap PBK

Figure 1. Comparison between potential yield and actual yield due to infested by CPB of the cocoa clones performing different resistance on CPB

3,09 2,80 1,95 1,80 1,73 1,67 2,77 1,20 0,89 0,93 0,60 0,95 1,04 0,85 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

Sulawesi 01 Sulawesi 02 ICCRI 03 ICCRI 04 KW 514 ARDACIAR 10 KW 516

P ro d u k si , k g /p h n (y ie ld , k g /t re e) Klon (clone)

Rerata produksi (kg/phn) Rerata produksi pada kondisi terserang PBK (kg/phn)

(Mean of yield in case infesting by CPB, kg/tree) (Mean of yield, kg/tree)

Sulawesi 01 Sulawesi 02 ICCRI 03 ICCRI 04 KW 514 ARDACIAR 10 KW 516

Klon (Clone) P ro d u k si , k g /p h n Y ie ld , kg /t re e Produksi, kg/phn Yield, kg/tree

Produksi pada kondisi terserang PBK, kg/phn Yield in case infesting by CPB, kg/tree

3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 3.09 2.80 1.20 1.95 0.89 0.93 1.80 1.73 1.67 0.95 1.04 0.60 2.77 0.85

Klon ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan keragaan mutu biji (berat biji kering dan kadar lemak) relatif rendah (Tabel 6). Hasil serupa juga ditunjukkan oleh klon-klon unggul nasional, Sulawesi 01, Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04 dengan mutu biji yang juga rendah. Klon KW 30 dan KW 48 yang dilepas dengan nama ICCRI 03 dan ICCRI 04 memiliki potensi berat per biji > 1 g dan kadar lemak biji >50% (Suhendi et al., 2005). Sebelumnya juga dilaporkan bahwa klon ARDACIAR 10

(11)

telah dilepas sebagai bahan tanam anjuran masing-masing dengan nama Sulawesi 03 (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2795/Kpts/SR.120/8/2012) dan ICCRI 07 (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2793/Kpts/SR.120/8/2012). Pelepasan klon-klon kakao tahan PBK sebagai bahan

tanam anjuran merupakan yang pertama di Indonesia dalam upaya mengatasi masalah PBK. Ketersediaan kedua klon tahan PBK ini dapat memperkaya khasanah sumber daya genetik bahan tanam kakao dalam rangka meningkatkan ketahanan genetik tanaman kakao di lapangan. Ketersediaan klon-klon

Tabel 6. Komponen daya hasil dan mutu biji klon-klon materi percobaan hasil pengujian di Sulawesi Tengah Table 6. Yield component and bean quality of the tested clones evaluated in Central Sulawesi

Nomor aksesi Accession number KW 30 KW 48 KW 162 KW 163 KW 165 KW 215 KW 216 KW 264 KW 265 KW 396 KW 397 KW 403 KW 422 KW 514 KW 516 KW 524 KW 525 KW 527 KW 528 KW 529 KW 564 KW 566 KW 570 KW 571 KW 572 Klon Clones ICCRI 03 ICCRI 04 Sulawesi 01 Sulawesi 02 Bal 209 Sausu Piore Pengawu KPC 1 KPC 2 Na 32 Na 33 Pound 7 KKM 22 Paba/I/Pbrk Paba/VIII/78B/2 Toli-toli Nob 1 Nob 3 HF 2 HF 3 Paba/IX/90O/2 Paba/V/81L/1 ARDACIAR 10 ARDACIAR 25 ARDACIAR 26 Nilai buah Pod value1) 45.48 a 42.28 abc 36.09 abcde 31.49 def 34.28 bcdef 29.51 ef 25.55 ef 26.23 ef 46.50 a 46.44 a 44.14 ab 40.56 abcd 30.38 def 28.72 ef 23.56 f 28.28 ef 31.12 def 29.30 ef 23.91 f 32.50 cdef 24.01 f 27.98 ef 29.65 ef 44.64 ab 44.64 ab

Kadar lemak biji, % Fat content, %2) 47.40 R 44.47 R 47.10 R 48.10 R 52.27 S 49.80 R 48.67 R 50.20 R 46.20 R 47.15 R 46.23 R 54.10 S 49.65 R 45.67 R 47.57 R 47.75 R 52.07 R 49.25 R -49.77 R 50.70 R 50.20 R 50.90 R 47.17 R 47.00 R Keterangan (Notes): 1)Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf sama tidak berbeda berdasarkan uji jarak berganda Duncan

= 5%, 2)Kadar lemak biji diklasifikasikan tinggi (>55%), sedang (52,3 – 55%), dan rendah (52,2%) (1)Numbers in the same column with same letter indicate not significantly different by Duncan Multiple

Range Test at = 5%, 2)Fat content of cocoa nib were classified with category high (>55%), medium (52.3 – 55%) and low (52.2%))

Berat biji kering, g A dry weight bean, g1)

0.65 efg 0.61 fg 0.78 cdefg 0.96 abc 0.84 bcde 0.83 bcde 0.95 abc 0.98 abc 0.67 defg 0.59 g 0.58 g 0.96 abc 0.91 abc 0.80 cdef 1.03 ab 1.01 ab 0.98 abc 0.83 bcde 1.09 a 0.84 bcde 1.09 a 0.87 bcd 0.78 cdefg 0.63 fg 0.65 efg

(12)

kakao tahan PBK ini sebagai upaya penyediaan bahan tanam anjuran sesuai tuntutan permasalahan di lapangan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis stabilitas daya hasil terhadap klon-klon harapan tahan PBK selama empat tahun masa tanaman berbuah dapat disimpulkan:

1. Keragaan ketahanan kakao terhadap PBK ditentukan oleh faktor genetik tanaman (klon), musim (tahun) dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara faktor genetik dan musim.

2. Klon-klon materi percobaan menunjuk-kan keragaman sifat ketahanan PBK berdasarkan rerata persentase biji lengket yang bervariasi 37,43–80,11%. Klon-klon yang termasuk kelompok tahan PBK adalah ARDACIAR 10 dan KW 397, dan kelompok moderat tahan adalah KW 514, KW 264, dan KW 396.

3. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata interaksi faktor genetik tanaman (klon) dan musim (tahun) secara kuantitatif terhadap keragaan produksi klon-klon harapan tahan PBK.

4. Berdasarkan analisis perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK, klon ARDACIAR 10 dan KW 514 memiliki tingkat produksi yang sebanding dengan klon unggul Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas ijin publikasi naskah ilmiah ini serta dukungan selama pelaksanaan penelitian di lapangan, dan Kepala Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah atas ijin penggunaan lahan di KP Sidondo untuk pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1987). Management of the cocoa pod borer. p 1-6. In: Ooi, P.A.C.; L.G. Chan; K.K. Chong; T.C. Hai; M.J. Mamat; H.C. Tuck & L.G. Soon (Eds.). Proceeding of the Symposium on Management of the Cocoa Pod Borer, Kuala Lumpur Malaysia. The Malay-sian Plant Protection Society.

Day, R.K. (1989). Effect of cocoa pod borer, Conopomorpha cramerella, on cocoa yield and quality in Sabah, Malaysia. Crop Protection, 8, 332–339.

Efombagn, M.I.B.; S. Nyasse´; O. Sounigo; M. Kolesnikova-Allen & A.B. Eskes (2007). Participatory cocoa (Theobroma cacao) selection in Camer oon : Ph ytophth ora pod r ot r esistan t accessions identified in far mer s’ fields. Crop Protection, 26, 1467–1473. Egesi, C.N.; T.J. Onyeka & R. Asiedu (2009). Environmental stability of resistance to anthracnose and virus diseases of water yam (Dioscorea alata). African Journal of Agricultural Research, 4, 113–118.

Gail, M. & R. Simmon (1985). Testing for quali-tative interactions between treatment effects and patient subsets. Biometrics, 41, 361-372.

Paulin, D.; M. Ducamp & P. Lachenaud (2008). New sour ces of r esistan ce to Phytophthora megakarya identified in wild cocoa tree populations of French Guiana. Crop Protection, 27, 1143–1147.

Philips, W.; J. Castillo; A. Arciniegas; A. Mata; A. Sánchez; M. Leandro; C. Astorga; J.C. Motamayor ; B. Guyton ; Ed Seguine & R. Schnell (2009). Over-coming the main limiting factors of cocoa production in Central America

(13)

through the use of improved clones developed at CATIE. CATIE 7170, Turrialba, Costa Rica.Unpublished. Saul-Maora, J. & Y. Namaliu (2003). Durability

of field resistan ce to black pod disease of cacao in Papua New Guinea. Plant Disease, 87, 1423-1425.

Shapiro, L.H.; S.J. Scheffer; N. Maisin; S. Lambert; H. Purung; E. Sulistyowati; F.E. Vega; P. Gen de; S. Laup; A. Rosmana; S. Sjam & P.K. Hebbar (2008). Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gr acilar iidae) in the Malay Archipelago: Genetic signa-ture of a bottlenecked population?. An-nals of the Entomological Society of America, 101, 930–938.

Suhendi, D.; S. Mawardi & H. Winarno (2005). Daya hasil dan daya adaptasi beberapa klon harapan kakao lindak. Pelita Perkebunan, 21, 1–11.

Susilo, A.W. & E. Sulistyowati (2008). Ketahanan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) ter h adap h ama pen g-gerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). p. 130–151. In: T. Wahyudi; S. Abdoellah ; A.A. Prawoto; J.B. Baon; S. Mawardi & Sr i-Mulato (Eds.). Prosiding Simposium Kakao 2008, Denpasar. Susilo, A.W.; E. Sulistyowati & E. Mufrihati

(2004). Eksplorasi genotype kakao tahan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan, 20, 1–12.

Susilo, A.W.; E. Sulistyowaty; E. Mufrihati; A. Wahab; P. McMahon; A. Purwan-tara & A. Iswanto (2006). Selection for improved quality and resistance of Phytophthora pod rot, cocoa pod borer, and vascular streak dieback on cocoa in Indonesia. Annual Progress Report ACIAR PHT/2000/102 (Unpublished).

Susilo, A.W.; W. Man goen didjojo & Witjakson o (2007). Hubungan karakteristik jaringan kulit buah beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) dengan sifat ketahanan hama penggerek buah kakao. Pelita Perkebunan, 23, 159–175.

Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo; Witjaksono; E. Sulistyowati & S. Mawardi (2009). Respons ketahanan beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) terhadap h ama pen gger ek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan, 25, 161–173. Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo; Witjaksono

& S. Mawar di (2009). Pen garuh perkembangan umur buah terhadap keragaan karakteristik sifat ketahanan hama penggerek buah kakao pada beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Pelita Perkebunan, 25, 1–11.

Teh , Ch on g-Lay; J. Th au-Ying Pan g & Cheng-Tuck Ho (2006). Variation of the response of clonal cocoa to attack by cocoa pod borer Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) in Sabah . Crop Protection, 25, 712–717.

Yang, R.C. & R.J. Baker (1991). Genotype-environment interactions in two wheat crosses. Crop Science, 31, 83–87. van Hall, C.J.J. (1914). Cocoa. Mac Millan and

Co. London.

Wardojo, S. (1980). The cocoa pod borer-A major h indr ance to cocoa development. Indonesian Agriculture Research and Development Journal, 2, 1–9.

Gambar

Tabel 1.Daftar klon kakao bahan percobaan pengujian stabilitas dayahasil dan ketahanan PBK di Sulawesi Tengah Table 1.List of cocoa clones  tested for stability performance on yield and CPB resistance in Central Sulawesi
Tabel  2. Rerata kuadrat peubah persentase biji lengket dan produksi tanaman (kg/phn) selama empat tahun  pengamatan (2008- (2008-2011) pada percobaan uji stabilitas klon-klon harapan tahan PBK di Sulawesi Tengah
Tabel  3. Persentase  biji  lengket  klon-klon  materi  percobaan  yang  dievaluasi  selama  empat  tahun  pengamatan  produksi (2008-2011) di Sulawesi Tengah
Tabel  4. Nilai  heterogenitas  (H j )  dan  Minimum  (Q + ,Q - )  berdasarkan  uji  Gail  &amp;  Simmon  (1985)  menggunakan  klon Sulawesi  01  sebagai  acuan  untuk  analisis  stabilitas  daya  hasil  klon-klon  materi  percobaan  di  Sulawesi  Tengah (
+4

Referensi

Dokumen terkait

Fitur yang digunakan mestilah bersesuaian dengan objek dalam atur cara dengan menggunakan arahan urutan dan pilihan berdasarkan langkah- langkah: SP: 4.1.1 Memahami SP: 2.1

PERANCANGAN TOKOH MENGGUNAKAN PSIKOLOGI WARNA PADA FILM ANIMASI “STORY OF COLOUR’S” dengan ini menyatakan bahwa, Skripsi dan karya penciptaan ini adalah asli dan belum pernah

Bumitangerang Mesindotama, dan dari hasil observasi dan wawancara tersebut, peneliti mendapatkan hal hal berikut ini • Terdapat budaya perusahaan yang diaplikasikan di

Aset tetap milik PT Bumifood Agro Industri (d/h PT Mitra Bumi Lestari), Entitas Anak kecuali atas tanah dan kendaraan telah diasuransikan pada PT Asuransi Tri Prakarta terhadap

Penyelidikan terdahulu, di lapangan panas bumi Atadei, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur telah melakukan pemboran 2 Sumur Eksplorasi, AT-1 dan

Skala usaha warnet dan game online sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibedakan berdasarkan jumlah perangkat komputer yang dipergunakan dalam kegiatan usahanya, yaitu:

811 A románok emellett azzal (is) érveltek a kompenzáció jogossága mellett, hogy a szövetségesek győzelmüket nagyrészt a román semlegességnek köszönhetik, ami az

Padatan hasil pencucian dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 °C hingga diperoleh berat yang stabil sebagai bahan utama zircon micronized kemudian