• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak Perempuan Berusia 10 Tahun dengan Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut. A 10 Years Old Girl with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anak Perempuan Berusia 10 Tahun dengan Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut. A 10 Years Old Girl with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Anak Perempuan Berusia 10 Tahun dengan Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut

Hein Intan Wulandari, Susianti

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis diklasifikasikan berdasarkan waktu, penyebab dan ukuran tonsil. Berdasarkan durasi waktu, tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik merupakan peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi akut atau subklinis berulang dan pengobatan yang tidak tepat. Pada kasus ini, kami melaporkan anak perempuan berusia 10 tahun datang dengan keluhan sakit pada tenggorokan berupa nyeri saat menelan. Keluhan ini sering terjadi sejak pasien berusia 8 tahun. Akhir-akhir ini, pasien sering mengorok ketika tidur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 80 x/menit, laju pernapasan 20 x/menit dan suhu 37,50C. Pada status generalis dalam batas normal, pada status lokalis didapatkan tonsil T3-T3, hiperemis +/+, kripta melebar +/+, detritus +/+ dan permukaan tidak rata. Uvula terletak di tengah dan tampak hiperemis. Pasien dalam kasus ini didiagnosis tonsillitis kronik eksaserbasi akut dan direncanakan tindakan tonsilektomi bilateral.

Kata kunci: detritus, kripta, tonsilektomi, tonsilitis kronik

A 10 Years Old Girl with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis

Abstract

Tonsillitis is an inflammation of the palatine tonsil, which is part of the Waldeyer ring. Tonsilitis is classified by the time, etiology and its size. Based on duration, tonsilitis is divided into acute tonsillitis and chronic tonsillitis. Chronic tonsilitis is an inflammation of the tonsils that settled as a result of acute or recurrent infection and also inadequate treatment. In this report, A Girl aged 10 years old came with complaint of pain in the throat while swallowing. This complaint often occurred since s h e was 8 years old. Lately, patient often snored when sleeping. Physical examination found awareness compost mentis, pulse 80 x/minute, respiratory rate 20 x/min and body temperature 37,50C. In general status within normal limits, the localist status we obtained tonsils T3-T3, hyperemia +/+, widened crypt +/+, detritus +/+ and uneven tonsillar surface. Uvula located in the middle and looked hyperemia. Patient in these cases was diagnosed acute exacerbation of chronic tonsillitis and planned to bilateral tonsillectomy.

Keywords: chronic tonsilitis, crypta, detritus, tonsilectomy

Korespondensi: Hein Intan W, S.Ked, alamat Jl.Way Umpu No.8 Pahoman, HP 081368645675, e-mail heinintanwulandari@yahoo.com

Pendahuluan

Tonsil adalah jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.1 Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin

Waldeyer.2

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi ruang faring.3 Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.1,4

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi tiga, yaitu respon imun tahap satu yang terjadi ketika antigen

memasuki orofaring mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Respon imun tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.1,3

Tonsil mempunyai dua fungsi, yaitu pertama untuk menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif. Kedua sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B.2

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.5 Tonsilitis dibedakan berdasarkan waktu, penyebab dan ukuran tonsil. Berdasarkan durasi waktu, tonsilitis

(2)

dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronik.6

Tonsilitis akut dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh bakteri grup A streptococus ß-hemolyticus,

pneumococcus, streptococcus viridans dan

streptococcus pyogenes. Sedangkan

tonsilitis kronik bakteri penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang penyebabnya bakteri golongan gram negatif.7

Tonsilitis kronik adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi akut atau subklinis yang berulang.3 Tonsilitis kronik terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi kronik.6 Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah dan jenis kuman yang tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.8

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September 2012, prevalensi tonsilitis kronik menempati peringkat tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%.8 Berdasarkan data dari rekam medik di Puskesmas Bayat Kabupaten Klaten, jumlah penderita tonsillitis sebanyak 56 orang pada tahun 2013. Data bulan Januari sampai bulan April 2014, tercatat 21 anak penderita tonsillitis.9

Pada studi ini dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak perempuan berusia 10 tahun dengan tonsilitis kronik.

Kasus

Seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang ke Poliklinik Rumah Sakit Abdul Moeloek dengan keluhan nyeri tenggorokan yang memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini merupakan keluhan berulang, pasien sudah sering merasakan keluhan yang sama sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan disertai dengan perasaan yang mengganjal di tenggorokan dan nyeri terutama saat menelan makanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, demam dirasakan hilang timbul dan suara serak. Ibu pasien juga menuturkan

pasien suka mengorok ketika tidur. Biasanya saat keluhan terjadi pasien hanya membeli obat di apotik tanpa resep dokter hingga keluhan menghilang. Namun kini keluhan ini timbul lebih dari 3 kali pada 1 bulan terakhir dan tidak membaik atau menghilang dengan obat-obatan yang didapat dari apotik. Pasien tidak merasakan mual, muntah, nyeri pada telinga dan pembengkakan di daerah kepala dan leher.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 80 x/menit, laju pernapasan 20 x/menit, dan suhu 37,5oC. Pada status generalis dalam batas normal, pada status lokalis didapatkan tonsil T3-T3, hiperemis +/+, kripta melebar +/+, detritus +/+ dan permukaan tidak rata. Uvula terletak di tengah dan tampak hiperemis.

Pasien dalam kasus ini didiagnosis tonsillitis kronik eksaserbasi akut. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah cefadroksil tablet 2x375 mg selama 5 hari, parasetamol 3x250 mg dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Pada pasien juga direncakan tindakan operatif berupa tonsilektomi bilateral. Prognosis pasien ini adalah dubia ad

bonam.

Pembahasan

Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan sulit menelan yang sebelumnya diawali oleh demam, dan suara serak. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku sejak 1 tahun yang lalu sudah sering merasa sakit saat menelan. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dekstra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, permukaan tidak rata, kripta melebar dan terlihat detritus.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, pasien didiagnosa sebagai tonsilitis kronik. Hal ini diperkuat dengan riwayat kejadian yang berulang pada anamnesis dan ditemukannya kripta yang melebar pada pemeriksaan fisik menunjukan proses yang kronik.10

Tidak ada pseudomembran yang mudah berdarah saat diangkat dan kelainan otot seperti miokarditis atau kelumpuhan

(3)

otot napas. Keadaan ini dapat menyingkirkan diagnosa tonsilitis difteri.11

Untuk membedakan dengan Stomatitis ulcer membrane dilakukan pemeriksaan higien mulut. Dimana biasanya pada Stomatitis ulcer membrane, higien mulut penderita buruk yang dapat berupa gigi dan gusi yang mudah berdarah, hiperemis pada mukosa mulut dan faring, mulut berbau dan pembesaran kelenjar submandibula.12 Pada penderita ini hal tersebut tidak ditemukan sehingga diagnosa stomatitis ulcer membrane dapat disingkirkan.

Tonsilitis kronik adalah suatu kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai akibat infeksi tonsil yang berulang.3,5 Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil.13

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.3

Salah satu faktor predisposisi yang terdapat pada pasien ini ialah pengobatan yang tidak adekuat dimana pasien hanya membeli obat-obatan dari apotik tanpa resep dokter maupun tenaga medis lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan proses radang berulang hingga epitel mukosa dan juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar.1,3,5

Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi konservatif dan operatif. Pemberian medikamentosa sebagai tindakan konservatif diberikan untuk menenangkan peradangan pada tonsil.14 Pasien diberikan Parasetamol sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri dan pemberian antibiotik cefadroxil yang termasuk dalam antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga.15

Pemberian antibiotik pada kasus ini sudah tepat dimana hal ini sesuai dengan sebuah penelitian yang menyebutkan golongan yang paling baik digunakan untuk terapi tonsilitis adalah antibiotik golongan

sefalosporin berupa cefadroksil dan kuinolon berupa levofloksasin.15,16

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan bakteri penyebab perlu dilakukan uji kepekaan terhadap berbagai antibiotik.14,17 Uji kepekaan yang dilakukan Abdurrahman terhadap bakteri patogen yang ditemukan pada penderita tonsilitis kronik di Ain Shams University Hospital Mesirtahun 2004 didapatkan bahwa bakteri

Staphilococcusaureus, Streptococcus β haemolyticus group A dan bakteri basil gram

negatif mempunyai angka resistensi yang tinggi terhadap antibiotik golongan penisilin.17

Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum. Keadaan ini kambuh 3 kali dalam 1 bulan terakhir, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi.

Tonsilektomi merupakan salah satu prosedur bedah paling umum di Amerika Serikat, dengan lebih dari 530.000 prosedur dilakukan pada anak di bawah 15 tahun.18 Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah dengan atau tanpa adenoidektomi yang menyingkirkan tonsil secara keseluruhan, termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler.19

Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsilektomi. Hal ini sesuai dengan indikasinya, yaitu infeksi berulang empat kali dalam setahun dan hipertrofi tonsil hingga menimbulkan keluhan mengganjal dan dirasa mengganggu. Indikasi tonsilektomi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif.3,5,12 Indikasi absolut meliputi pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, sleep apnea, rhinitis dan sinusitis kronik, dan hipertrofi tonsil unilateral. Sedangkan, indikasi relatif tonsilektomi adalah terjadi tiga episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat, halitosis, dan otitis media efusi atau supuratif.3 Pada pasien ini juga memenuhi indikasi absolut, yaiitu obstruksi saluran napas yang ditandai dengan gejala mengorok pada saat tidur

(4)

akibat penyempitan saluran udara karena pembesaran tonsil yang terjadi.

Pada anak-anak yang dilakukan tonsilektomi, ditemukan perbaikan kualitas hidup. Hal ini terjadi akibat berkurangnya gangguan tidur yang disebabkan oleh hipertrofi tonsil.20 Tonsilektomi tersebut juga mengurangi insidensi infeksi saluran nafas atas dan pemakaian antibiotik.16,20 Simpulan

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis kronik adalah suatu kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai akibat infeksi tonsil yang berulang. Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronik adalah pembedahan. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala tonsilitis kronik. Pencegahan tonsilitis dilakukan dengan menghindari faktor-faktor predisposisi.

Daftar Pustaka

1. Darwin E. Imunologi dan infeksi. Padang: Andalas University Press; 2006.

2. Subowo. Imunobiologi. Jakarta: Sagung Seto; 2009.

3. Boies AH. Rongga mulut dan faring. Dalam: Boies, Editor. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG, 1997. hlm. 263-340.

4. Baradaranfar MH, Dodangeh F, Zahir ST, Atar M. Humoral and cellular immunity parameters in children before and after adenotonsillectomy. Acta Medica Iranica. 2007; 45(5):345-50.

5. Soepardi EA, Iskandar N, Jonny B, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorokan, kepala leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm. 221.

6. Arif M. Kapita selekta. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2007. hlm. 118-20.

7. Hammouda M, Abdel-Khalek Z, Awad S, Abdel-Aziz M, Fathy M.

Chronic tonsillitis bacteriology in Egyptian children including antimicrobial susceptibility. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 2009; 3(3):1948-53.

8. Sakka I, Sedjawidada R, Kodrat L, Rahardjo SP. Kadar immunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana. 2011; 41(1):65-9. 9. Layla T. Faktor penctus tonsilitis

pada anak usia 5̶ 6 tahundi wilayah kerja puskesmas bayat kabupaten Klaten [artikel ilmiah]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah; 2014. 10. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet.

Chronic tonsillitis can be diagnosed with histopathologic findings. Dalam: European Journal of General Medicine, Vol. 5, No. 2. [internet]. 2008 [diakses tanggal 12 Oktober 2014]. Tersedia dari: http://www. biolineinternational.com

11. Walton J, Ebner Y, Stewart MG, April MM. Systematic review of randomized controlled trials comparing intracapsular tonsillectomy with total tonsillectomy in a pediatric population. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012; 138(3):243-9. 12. Al Roosan M, Al khtoum N, Al said H.

Correlationbetween surface swab culture and tonsillar coreculture in patients with recurrent tonsillitis.Khartoum medical journal 2008; 1(3):129-32.

13. Hammouda M, Abdel-Khalek Z, Awad S, Abdel-Aziz M, Fathy M. Chronic tonsillitis bacteriology in Egyptian children including antimicrobial susceptibility. Australian J of Basic and Applied Sciences. 2009; 3(3):1948-53.

14. Sapitri RV. Karakteristik Penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi [artikel ilmiah]. Jambi: Universitas Jambi; 2013.

(5)

15. Kumar A, Gupta V, Chandra K, Gupta P, Varshney S. Clinico bacteriological evaluation of Surface and core microflora in chronic tonsillitis. Indian J of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. 2005; 57(2):118-20.

16. Le TM, Rogers MM, Van Staaij BK, van den Akker EH, Hoes AW, Schilder AGM. Alterations of the oropharyngeal microbial flora after adeno- tonsillectomy in children: a randomized controlled trial. Arch Otolaryngol Head Neck Surgery. 2007; 133(10):969-72.

17. Abdurrahman AS, Kholeif LA, Elbeltagy YM, Eldesouky AA. Bacteriology of tonsil surface and core in children with chronic tonsillitis andincidence of bacteraemia during tonsillectomy. Egypt J Med Lab sci. 2004; 13(2).

18. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, tonsillectomy and adenoidectomy. Dalam: Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Edisi ke-4. 2006.

19. Sapitri RV. Karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi [artikel ilmiah]. Jambi: Universitas Jambi; 2013.

20. Chasanawati NM, dkk. Pengaruh

tonsilektomi terhadap kadar imunoglobulin A (IgA) air ludah anak dengan tonsilitis kronik. Otorhinolaryngologica Indonesia. 1998; 28(3):523-7.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konsep perancangan Sport Mall ini akan menggunakan metode penggabungan dimana proses yang dilakukan akan menggabungkan konsep olahraga dan konsep hiburan

Bahwa kemudian esok harinya tanggal 04 Pebruari 2013 ibu Termohon datang kerumah Pemohon atas sms Pemohon maka Pemohon menyampaikan kepada ibu Termohon

Evaluasi risiko merupakan pembandingan antara level risiko yang ditemukan selama proses analisis dengan kriteria risiko yang ditetapkan sebelumnya. Dalam evaluasi risiko, level

soal menyusun gambar, dalam soal ini terdapat 5 gambar yg berbeda, tugas anda menyusun gambar pada setiap opsi hingga sama pada salah satu lima gambar tersebut.contoh :H.

Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat menularkan virus DBD setelah melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus mengalami

Penulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan tema, konsep, proses, dan bentuk lukisan yang terinspirasi dari atlet tinju populer sebagai inspirasi penciptaan lukisan bergaya pop

Arkeologisk forskning har visat att Rapa Nui koloniserades av polynesiska sjöfarare någon gång under det nionde århundradet efter vår tidräknings början och därefter varit

bahwa dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab ( responsible fisheries ), maka sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang