• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN

GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI

MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh:

NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

Ni Nyoman Susi Ratna Dewanti. Analisis Persepsi dan Sikap Terhadap Peran

Gender Pada Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Di bawah bimbingan HERIEN PUSPITAWATI.

Perjuangan kesetaraan dan keadilan gender sedang menjadi isu global yang menarik perhatian dunia terutama setelah berakhirnya perang dingin antara blok barat dan blok timur. Perubahan tersebut sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan menuju pendekatan kesejahteraan dan keadilan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005). Tujuan ketiga Millenium Development Goals (MDG) adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Untuk mencapai target tersebut, salah satunya dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan mempromosikan pendidikan berwawasan gender sehingga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender (Bappenas 2003).

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan sikap mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia terhadap peran gender. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui karakteristik contoh dan keluarga contoh; (2) Mengetahui persepsi contoh terhadap sifat kepribadian; (3) Mengetahui persepsi contoh terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik; (4) Mengetahui persepsi contoh terhadap peran gender dalam sektor publik; (5) Mengetahui lingkungan sosial contoh yang berperspektif gender; (6) Mengetahui sikap contoh terhadap peran gender; (7) Mengetahui hubungan antar variabel penelitian; (8) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap contoh terhadap peran gender.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan menggunakan metode wawancara dengan menggunakan kuisioner. Lokasi penelitian adalah Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan April 2008. contoh dalam penelitian adalah 146 mahasiswa FEMA (Fakultas Ekologi Manusia) IPB tingkat III yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin contoh terdiri dari 43 laki-laki dan 103 perempuan. Pemilihan contoh dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa keahlian yang dimiliki mahasiswa FEMA berhubungan dengan keadaan sosial dalam masyarakat.

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner yang meliputi: karakteristik contoh dan keluarganya, persepsi terhadap sifat kepribadian seseorang, persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik, persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik, latar lingkungan sosial, dan sikap terhadap peran gender. Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program SPSS for windows versi 11.5. Kegiatan yang dilakukan mulai dari pengambilan data primer, transfer data, coding, editing, entry, cleaning, dan analisis data. Data diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, uji beda Independent Sample T-Test, uji korelasi Rank Spearman, dan uji regresi linier berganda.

Sebagian besar contoh (76.8%) berada pada kisaran umur 18-20 tahun dan sebagian besar contoh (70.5%) berjenis kelamin perempuan. lebih dari separuh contoh laki-laki (81.4%) berasal dari program studi Komunikasi dan pengembangan Masyarakat (KPM) sedangkan contoh perempuan berasal dari program studi Ilmu keluarga dan Konsumen (IKK). Persentase terbesar umur

(3)

ayah contoh (46.6%) berada pada kisaran 51-60 tahun dan persentase terbesar umur ibu contoh (66.4%) berada pada kisaran 41-50 tahun. Persentase terbesar pendidikan ayah contoh (39.0%) adalah tamat SLTA sedangkan persentase terbesar pendidikan ibu contoh (40.4%) juga tamat SLTA. Persentase terbesar pekerjaan ayah contoh (36.3%) adalah PNS/ABRI sedangkan persentase terbesar pekerjaan ibu contoh (54.8%) adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja. Sebagian besar contoh (63.0%) berasal dari keluarga sedang. Proporsi terbesar contoh (27.4%) mempunyai rata-rata pendapatan keluarga (RP/bulan) lebih dari RP 2.500.000, 00.

Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa terdapat hasil yang signifikan antara persepsi contoh laki-laki dan perempuan tentang sifat extrovert dan tidak terdapat hasil yang signifikan antara persepsi contoh laki-laki dan perempuan tentang sifat introvert. Secara umum tidak terdapat hasil yang signifikan antara persepsi contoh laki-laki dan contoh perempuan terhadap sifat kepribadian. Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara persepsi contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik. Selain itu, juga terdapat perbedaan antara lingkungan sosial contoh laki-laki dan perempuan serta sikap contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender. Hal ini berarti contoh perempuan mempunyai persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik, lingkungan sosial serta sikap terhadap peran gender yang lebih berperspektif gender dibandingkan contoh laki-laki.

Hasil Uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa pendidikan ayah dan ibu mempunyai hubungan positif dan nyata dengan pendapatan keluarga (p<0.01). Pendidikan ayah mempunyai hubungan negatif dan nyata dengan persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik (p<0.05). Jenis kelamin mempunyai hubungan yang positif dan nyata dengan persepsi terhadap sifat kepribadian (p<0.05), persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik (p<0.01), lingkungan sosial serta sikap terhadap peran gender (p<0.01). Hasil Uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa persepsi terhadap sifat kepribadian berhubungan positif dan nyata dengan persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan (p<0.01). Hasil Uji Korelasi Spearman juga menunjukkan bahwa persepsi terhadap sifat kepribadian juga berhubungan positif dan nyata dengan sikap terhadap peran gender (p<0.05).

Hasil Uji Regresi Linier menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh positif terhadap persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik adalah jenis kelamin dan persepsi terhadap sifat kepribadian. Artinya contoh perempuan mempunyai persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik yang lebih berperspektif gender. Jika persepsi terhadap sifat kepribadian cenderung berperspektif gender maka persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan publik juga cenderung berperspektif gender. Faktor yang berpengaruh positif terhadap sikap terhadap peran gender adalah jenis kelamin. Contoh perempuan mempunyai sikap yang cenderung berperspektif gender.

(4)

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN

GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI

MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

JUDUL : ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Nama Mahasiswa : NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI Nomor Pokok : A54104029

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc NIP. 131 640 679

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 22 Desember 1986. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan keluarga Bapak I Made Suantia dan Ibu Ni Made Siti Widarsih.

Pada tahun 1992 penulis menempuh pendidikan di SD Leteh III Rembang, Jawa Tengah sampai tahun 1998 selanjutnya pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Rembang, Jawa Tengah hingga tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SLTA Negeri 1 Rembang, Jawa Tengah sampai tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian pada tahun 2004.

Selama menyelesaiikan studi di IPB, penulis pernah menjadi pengurus HIMAGITA periode 2006-2007. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Penelitian Keluarga (IKK 311 ) dan Gender dan keluarga (IKK 214) pada tahun ajaran 2007-2008. Penulis cukup aktif mengikuti kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Sekarang penulis aktif sebagai anggota Paguyuban Mojang dan Jajaka Kota Bogor tahun 2008.

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Persepsi Tentang Konsep Dan Peran Gender Pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor” berhasil diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat yang setinggi-tingginya, penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc. M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, kesempatan serta ilmu-ilmunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas arahan, saran serta koreksinya menuju kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Tien Herawati, SP. MSi yang telah memberikan bimbingan, semangat dan arahan selama pembuatan penulisan skripsi ini.

4. Khusus penulis sampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada Bapak, Ibu, Kak Made, Kak Wayan yang saya cintai, keluarga besar di Bali dan di Rembang atas doa dan dukungannya.

5. Sahabat-sahabat terbaikku Alia, Vero, Ari, teman-teman Bali angkatan 41, teman-teman Mojang dan Jajaka Kota Bogor 2008 terimakasih atas persahabatan dan bantuannya.

6. Teman-teman satu bimbingan: Sri dan Monik, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. Seluruh teman-teman GMSK 40 dan 41, IKK 42 dan 43, KPM 42 dan 43 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terimakasih atas kebersamaannya dan semangatnya.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan dapat dijadikan sebagai perbandingan maupun penambah pengetahuan para pembaca umumnya.

Bogor, September 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN...xi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 3 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Individu ... 5 Karakteristik Keluarga ... 5

Konsep, Teori, dan Analisis Gender ... 6

Konsep Gender ... 6

Teori Gender ... 9

Analisis Gender ... 11

Pengertian Persepsi Tentang Konsep Gender ... 12

Peran Gender ... 15

Konsep dan Pengertian ... 15

Peran Gender dalam Keluarga ... 16

Peran Gender dalam Masyarakat ... 17

Lingkungan sosial ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu ... 23

Penarikan Contoh ... 23

Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Pengukuran Variabel ... 23

Analisis Data ... 25

Definisi Operasional ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 30

(9)

Karakteristik Contoh dan Keluarganya ... 30

Nilai-nilai dan Nasehat Orangtua ... 34

Persepsi Terhadap Peran Gender ... 38

Lingkungan Sosial Contoh ... 44

Sikap Contoh Terhadap Peran Gender ... 46

Hubungan Antar Variabel ... 47

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap terhadap Peran Gender ... 50

PEMBAHASAN UMUM ... 52

KETERBATASAN PENELITIAN ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan…...55

Saran...56

DAFTAR PUSTAKA...57

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis variabel yang dikumpulkan ... 24

2. Perkembangan jumlah mahasiswa IPB berdasarkan jenis kelamin ... 30

3. Sebaran contoh berdasarkan umur contoh ... 30

4. Sebaran contoh berdasarkan program studi ... 31

5. Sebaran contoh berdasarkan umur ayah dan ibu ... 32

6. Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan ayah dan ibu.. ... 32

7. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu ... 33

8. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 33

9. Sebaran contoh berdasarkan kisaran pendapatan keluarga ... 34

10. Hasil uji kualitatif nilai-nilai dan nasehat orangtua ... 37

11. Persepsi contoh terhadap sifat extrovert-maskulin dan extrovert-feminin ... 39

12. Persepsi contoh terhadap sifat introvert-feminin dan introvert-maskulin ... 39

13. Persepsi terhadap sifat kepribadian ... 40

14. Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik ... 42

15. Persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik ... 43

16. Lingkungan sosial contoh yang berperspektif gender ... 46

17. Sikap contoh terhadap peran gender ... 47

18. Matriks hubungan antar variabel penelitian ... 48

19. Hasil uji regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap contoh terhadap peran gender

... 51

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pengukuran variabel penelitian ... 91

2. Persepsi contoh laki-laki dan perempuan terhadap sifat kepribadian ... 3. Persepsi terhadap sifat kepribadian ... 67

4. Hasil uji beda persepsi terhadap sifat kepribadian ... 79

5. Persepsi contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik ... 60

6. Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik ... 70

7. Hasil uji beda persepsi terhadap peran gender dalam sektor domestik ... 83

8. Persepsi contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender dalam sektor publik ... 62

9. Persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik ... 72

10. Hasil uji beda persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik ... 85

11. Lingkungan sosial contoh laki-laki dan perempuan ... 64

12. Lingkungan sosial ... 75

13. Hasil uji beda lingkungan sosial ... 88

14. Sikap contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender ... 65

15. Sikap terhadap peran gender ... 77

16. Hasil uji beda sikap terhadap peran gender ... 89

17. Matriks korelasi Rank Spearman ... 90

18. Rekapitulasi perbedaan persepsi dan sikap contoh laki-laki dan perempuan terhadap peran gender ... 93

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perjuangan kesetaraan dan keadilan gender sedang menjadi isu global yang menarik perhatian dunia terutama setelah berakhirnya perang dingin antara blok barat dan blok timur. Perubahan tersebut sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan menuju pendekatan kesejahteraan dan keadilan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

Jenis kelamin atau konsep nature berbeda dengan gender atau konsep nurture. Jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan sedangkan konsep gender adalah pembentukan sifat maskulin dan feminin bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis, tetapi karena dikonstruksi oleh sosial budaya melalui proses sosialisasi. Konsep gender juga merupakan diferensiasi peran (division of labor) antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh faktor sosial budaya (Megawangi 1999).

Pandangan tentang gender dapat bertahan apabila anggota masyarakat dapat menjalankan peran-peran sosial sesuai dengan harapan peranan (role expectation) yang ada dalam masyarakat. Diikuti dengan proses institusional (masuknya nilai-nilai ke dalam kerangka budaya masyarakat) dan proses internalisasi (masuknya nilai-nilai ke dalam kerangka budaya yang dianut individu). Keluarga juga penting dalam membentuk dan mempengaruhi bentuk nilai-nilai melalui proses sosialisasi terhadap lingkungan keluarga (Pundi 2007).

Tujuan dari Millenium Development Goals (MDG) adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Salah satu hal yang ingin dicapai Pembangunan Millenium Indonesia adalah menghapus kesenjangan gender. Untuk mencapai target tersebut, salah satunya dengan meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan mempromosikan pendidikan berwawasan gender sehingga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender (Bappenas 2007). Elemen yang diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa karena mahasiswa mulai menghadapi harapan-harapan baik dari orang dewasa maupun dari kelompok sosialnya (Noviyanti 2002 diacu dalam Desiyani 2003).

Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan tinggi perempuan usia 15-24 tahun pada tahun 1992-2002 adalah sebesar 85.73 persen dan terus meningkat

(14)

dalam kurun waktu 2003-2006 dengan rata-rata sebesar 97.24 persen per tahun. Data ini menunjukkan terjadinya peningkatan akses perempuan ke perguruan tinggi. Rasio melek huruf perempuan sepanjang tahun 1992 hingga 1998 menunjukkan kecenderungan meningkat secara konstan. Jika pada tahun 1990-1992 rasio ini baru mencapai 97.9 persen, maka pada tahun 1998 angka tersebut sudah mencapai 99.5 persen hingga membaik pada tahun 2006 yang mencapai 99.93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan angka melek huruf antara perempuan dan laki-laki semakin kecil dari tahun 1990-2006 (Bappenas 2007).

Mahasiswa atau mahasiswi selaku individu juga mempelajari nilai gender baik dari keluarga maupun masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai gender yang dipelajari dari lingkungan keluarga dapat bertambah kuat, bertahan atau berubah dalam kesadaran mahasiswa karena adanya penguatan atau sebaliknya ada tarik-menarik dan tantangan dari nilai-nilai gender yang berbeda yang dipelajari dari dunia di luar keluarga seperti dalam institusi pendidikan atau sektor kehidupan masyarakat lainnya (Rahasthera & Prasodjo 2007).

Perumusan Masalah

Masalah gender pada dasarnya adalah menganut prinsip kemitraan dan keharmonisan. Adanya perlakuan marginalisasi, sub ordinasi, beban ganda, dan tindak kekerasan dari satu pihak kepihak lain menyebabkan seluruh kesalahan sering ditimpakan pada kaum laki-laki (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005). Menurut data Bappenas (2007), Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan tinggi perempuan usia 15-24 tahun pada tahun 1992-2002 adalah sebesar 85.73 persen dan terus meningkat dalam kurun waktu 2003-2006 dengan rata-rata sebesar 97.24 persen per tahun. Data ini menunjukkan justru terjadi peningkatan akses perempuan ke perguruan tinggi. Rasio melek huruf perempuan sepanjang tahun 1992 hingga 1998 menunjukkan kecenderungan meningkat secara konstan. Jika pada tahun 1990-1992 rasio ini baru mencapai 97.9 persen, maka pada tahun 1998 angka tersebut sudah mencapai 99.5 persen hingga membaik pada tahun 2006 yang mencapai 99.93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan angka melek huruf antara perempuan dan laki-laki semakin kecil dari tahun 1990-2006.

Mengapa perlu memisahkan perbedaan jenis kelamin biologis dan gender adalah karena konsep jenis kelamin biologis yang bersifat permanen dan statis

(15)

itu tidak dapat digunakan sebagai alat analisis yang berguna untuk memahami realitas kehidupan dan dinamika perubahan relasi laki-laki dan perempuan. Konsep gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggungjawab, fungsi, antara laki-laki dan perempuan. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita sehingga terkadang orang sering lupa seakan-akan hal itu merupseakan-akan sesuatu yang permanen (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

Gender sampai sekarang masih menjadi perdebatan dalam masyarakat sehingga diperlukan penjelasan mengenai konsep gender. Sosialisasi konstruksi sosial tentang gender secara evolusi akhirnya mempengaruhi perkembangan masing-masing jenis kelamin. Misalnya sifat gender laki-laki harus kuat dan agresif sehingga konstruksi sosial itu membuat laki-laki terlatih untuk mempertahankan sifat tersebut. Sebaliknya konstruksi sosial bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil dia sudah terlatih untuk mempertahankan sifat tersebut. Proses tersebut akhirnya membuat sulit untuk membedakan apakah sifat gender tersebut dikonstruksi atau kodrat biologis (Handayani & Sugiarti 2001).

Beberapa rumusan masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah : 1. Bagaimana persepsi dan sikap mahasiswa terhadap peran gender?

2. Bagaimana hubungan lingkungan sosial yang berperspektif gender (keluarga, kelompok pergaulan, lingkungan kampus, dan masyarakat) dengan persepsi dan sikap mahasiswa terhadap peran gender?

3. Bagaimana hubungan persepsi mahasiswa terhadap peran gender dengan sikap mahasiswa terhadap peran gender?

Tujuan

Umum: Mengetahui persepsi dan sikap mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia

terhadap peran gender.

Khusus:

1. Mengetahui karakteristik contoh dan keluarga contoh. 2. Mengetahui persepsi contoh terhadap sifat kepribadian.

3. Mengetahui persepsi contoh terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik.

(16)

5. Mengetahui lingkungan sosial contoh yang berperspektif gender. 6. Mengetahui sikap contoh terhadap peran gender.

7. Mengetahui hubungan antar variabel penelitian.

8. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap contoh terhadap peran gender.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya dalam memahami konsep gender. Penelitian ini diharapkan dapat mengubah atau membentuk persepsi baru tentang konsep gender. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi penjelasan tentang konsep gender yang sebenarnya.

Bagi institusi terkait, yaitu Departemen Pemberdayaan Perempuan hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan intervensi untuk mengubah cara pandang masyarakat tentang konsep gender. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk dapat melembagakan pendidikan berwawasan gender. Bagi Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal perkembangan ilmu untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam bidang gender.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Individu

Umur

Usia manusia dewasa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Dewasa muda memiliki rentang usia 17-39 tahun, dewasa madya memiliki rentang usia 40-59 tahun, sedangkan dewasa lanjut memiliki rentang usia 60-65 tahun (Hayslip & Panek 1989).

Jenis Kelamin

Jenis kelamin anak akan mempengaruhi proses pengasuhan karena orangtua dan lingkungan sosial mempunyai pengharapan yang berbeda bagi anak laki-laki dan perempuan. Dalam sebuah keluarga yang mempunyai anak laki-laki dan perempuan, anak perempuan cenderung tidak mendapat perhatian sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki menurut Harris & Morgan (1991) yang dikutip Martin & Colbert (1997). Menurut Hawadi (2001), keyakinan umum tentang perbedaan jenis kelamin dan peran yang harus dijalankan sesuai dengan jenis kelamin memperlihatkan adanya tekanan sosial yang lebih besar pada anak laki-laki agar bertingkah laku sesuai dengan perannya juga dianggap lebih penting daripada anak perempuan.

Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenis pendidikan yang pernah dialami atau lamanya mengikuti pendidikan formal atau non-formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal yang diterima seseorang, mereka akan bersifat terbuka terhadap pembaharuan (Widjaya 1986 diacu dalam Tejo 2002).

Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orangtua

Orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan perkembangan informasi dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan rendah (Pulungan 1993 diacu dalam Widianti 2004). Pendidikan juga merupakan indikator sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi cara pengasuhan (Berns 1997 diacu dalam Wahini 2001).

(18)

Pendapatan

Pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga atau rumah tangga ekonomi. Pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan dari upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh, pendapatan dari seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, dan pendapatan di luar upah/gaji yang menyangkut usaha lain (Prasetyo 2005 diacu dalam Rezeki 2006). Dilihat dari faktor ekonomi, kondisi ekonomi yang kurang akan berpengaruh terhadap kondisi mental dan psikis individu yang hidup dalam keluarga (Gunarsa & Gunarsa 1995). Perbedaan tingkat sosial ekonomi keluarga menyebabkan adanya perbedaan dalam nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga. Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah umumnya kurang latihan dan penanaman nilai moral (Gunarsa & Gunarsa 2000).

Pekerjaan Orangtua

Bekerja dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk menghasilkan/mendapatkan sesuatu dalam bentuk uang, benda, jasa, maupun ide (Achir 1985 diacu dalam Widianti 2004). Ibu masa kini disamping mengurus rumah tangga, juga sibuk bekerja di luar rumah baik di organisasi maupun bekerja untuk menambah pendapatan keluarga (Astawan, Santoso, dan Karyadi 1986 diacu dalam Widianti 2004).

Konsep, Teori, dan Analisis Gender

Konsep Gender

Terdapat dua kelompok atau golongan yang mendefinisikan gender secara berbeda. Kelompok yang pertama adalah sekelompok feminis yang mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menyebabkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tataran sosial. Kelompok kedua menganggap bahwa perbedaan jenis kelamin akan menyebabkan perbedaan perlakuan atau peran berdasarkan gender. Misalnya ada perlakuan khusus pada pekerja wanita karena kondisi biologisnya, seperti cuti hamil, cuti haid, pemberian jam kerja malam, dan sebagainya (Megawangi 1999). Gender diartikan sebagai konstruksi sosio kultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminin. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis (Moore, 1988 ; 1994 ; 10 diacu dalam Kodiran dkk 2001). Walaupun jenis kelamin laki-laki sering berkaitan erat dengan gender maskulin dan jenis

(19)

kelamin perempuan dengan gender feminin, kaitan antara jenis kelamin dengan gender bukan merupakan korelasi absolut (Mosse 1996 diacu dalam Kodiran dkk 2001).

Dalam pembahasan mengenai gender terdapat dua konsep teori, yaitu teori nature dan nurture. Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat sehingga harus diterima sedangkan menurut teori nurture, perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005). Sandra Bem menjelaskan karakteristik feminin (seperti lembut, manja, perasa, sensitif, penuh perhatian, penuh rasa cinta) yang sangat erat dengan perempuan dan karakteristik maskulin (seperti berkepribadian keras, tegas, kerja keras, senang berkompetisi, punya rencana yang sistematis, kurang sensitif) yang sangat erat dengan laki-laki. Namun demikian, kedua sifat tersebut bercampur di dalam setiap individu baik laki-laki maupun perempuan (Bem 1990 diacu dalam Puspitawati 2006). Berikut ini adalah perbedaan seks dan gender :

Karakteristik Seks Gender

Sumber pembeda Tuhan Manusia (masyarakat) Visi dan misi Kesetaraan Kebiasaan

Unsur pembeda Biologis Kebudayaan Sifat Kodrat, tertentu, tidak

dapat dipertukarkan

Harkat, martabat, dapat dipertukarkan

Dampak Terciptanya nilai-nilai kesempurnaan,

kenikmatan, kedamaian, dan lain-lain sehingga menguntungkan kedua belah pihak

Terciptanya norma-norma atau ketentuan tentang pantas atau tidaknya peran laki-laki atau perempuan, sering merugikan salah satu pihak

Keberlakuan Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal pembedaan kelas

Dapat berubah, musiman, dan berbeda

antar kelas (Handayani & Sugiarti 2001).

Dalam memahami konsep gender ada beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu :

1. Ketidakadilan dan diskriminasi gender

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat sistem dan struktur sosial dimana baik laki-laki dan perempuan menjadi korbannya. Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender meliputi :

(20)

Pemiskinan atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan jenis kelaminnya merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender.

2. Subordinasi.

Subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dibandingkan jenis kelamin lainnya. Contohnya, apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar, ia harus mendapat izin dari suami. Namun, jika suami yang akan pergi, ia dapat mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat izin dari istri.

3. Pandangan stereotipe.

Pelabelan (stereotipe) secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Contohnya, label kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga sangat merugikan mereka jika hendak aktif dalam kegiatan laki-laki, seperti kegiatan politik, bisnis maupun birokrasi.

4. Kekerasan.

Berbagai kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran muncul dalam berbagai bentuk. Kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik seperti pelecehan seksual, ancaman, dan paksaan sehingga secara emosional perempuan atau laki-laki yang mengalaminya akan merasa terusik batinnya.

5. Beban kerja.

Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga sehingga bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di sektor publik mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

Sebenarnya istilah diskriminasi tidak tepat karena secara de jure, tidak ada hambatan bagi perempuan untuk dapat setara dengan laki-laki. Secara de facto, banyak perempuan secara suka rela tidak dapat melepaskan faktor biologisnya (biological essentialism). Hambatan perempuan untuk dapat setara dengan laki-laki biasanya berasal dari dalam diri perempuan itu sendiri. Para feminis yang menginginkan kesetaraan gender sangat tidak setuju dengan hal

(21)

tersebut. Namun, awal tahun 1980-an beberapa feminis justru menggunakan teori biological essentialism untuk menonjolkan sifat khas feminin karena mereka menganggap sifat tersebut adalah sifat yang dapat memperbaiki kondisi dunia yang didominasi oleh kualitas maskulin (Megawangi 1999).

2. Kesetaraan dan keadilan gender

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, dan seimbang. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

Kaum egalitis menginginkan masyarakat yang setara 50/50, yaitu kondisi yang tidak ada ketimpangan dalam segala sendi kehidupan manusia. Jika diterapkan dalam konsep gender, maka kesetaraan 50/50 berarti tidak ada keragaman biologis manusia dan tidak ada pembagian peran (division of labor) dalam keluarga. Usaha kaum egalitis dan feminis ini menggunakan landasan ideologi sosial-konflik karena keragaman biologis dianggap sama dengan diskriminasi sehingga harus dihilangkan. Namun, landasan ideologi struktural-fungsional justru bertentangan dengan konsep kesetaraan gender 50/50 karena keseimbangan dan ketertiban bersumber dari adanya struktur-struktur dan differensiasi peran dalam keluarga (Megawangi 1999).

Teori Gender

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA (2005), teori gender dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Teori nurture

Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Aliran nurture melahirkan konsep sosial konflik menempatkan kaum laki-laki sebagai kaum penindas (borjuis) dan perempuan sebagai kaum tertindas (proletar). Bagi kaum proletar tidak ada pilihan lain kecuali dengan perjuangan menyingkirkan penindas demi mencapai persamaan.

2. Teori nature

Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga harus diterima. Aliran nature melahirkan konsep struktural fungsional yang menerima perbedaan peran asalkan dilakukan secara demokratis.

(22)

3. Teori equilibrium (keseimbangan)

Teori keseimbangan menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan.

4. Teori adaptasi awal

Pada prinsipnya teori ini menyatakan bahwa adaptasi awal manusia merupakan dasar pembagian kerja secara seksual, sekaligus dasar subordinasi perempuan.

5. Teori teknik lingkungan

Teori ini didasarkan pada apa yang dianggap sebagai hukum alam, yaitu kelangkaan sumber daya alam dan tekanan penduduk. Dalam konteks ini, perempuan berakar pada peran reproduktif mereka.

6. Teori struktural

Serangkaian teori yang dikelompokkan dalam kategori struktural dibangun berdasarkan asumsi bahwa subordinasi perempuan adalah kultural dan struktural. Satu kelompok teori yang beranggapan bahwa perempuan berstatus lebih rendah sekaligus otoritas yang lebih sedikit daripada laki-laki karena perempuan berhubungan dengan area domestik.

7. Teori struktural-fungsionalis

Teori ini mengakui adanya keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Dalam kondisi seperti itu, dibuatlah suatu sistem yang dilandaskan pada konsensus nilai-nilai agar terjadi adanya stabilitas dan keseimbangan. Manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara sruktural dan fungsional. Laki-laki maupun perempuan memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial dan keluarga ada pembagian tugas (division of labor). Paham struktural-fungsionalis menerima perbedaan peran asalkan dilakukan secara demokratis dan dilandasi kesepakatan antara suami dan istri dalam keluarga atau antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat.

8. Teori konflik sosial

Teori ini meyakini bahwa inti perubahan dalam sistem sosial dimotori oleh konflik. Konflik ini timbul karena adanya kepentingan dan kekuasaan. Teori ini juga memandang institusionalisasi sebagai sistem yang melembagakan pemaksaan. Hal ini termasuk juga hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan (gender). Konsep sosial konflik menempatkan kaum laki-laki sebagai kaum penindas dan perempuan sebagai kaum tertindas. Bagi kaum

(23)

tertindas tidak ada pilihan lain kecuali dengan menyingkirkan penindas demi untuk mencapai kebebasan dan persamaan.

Analisis Gender

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA (2005), ada beberapa model teknik analisis gender yang pernah dikembangkan oleh para ahli, antara lain :

1. Teknik Analisis Model Harvard

Model ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkatan mikro (masyarakat dan rumah tangga), meliputi pembagian tiga kegiatan (kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan) berdasarkan jenis kelamin, rincian sumber-sumber apa yang dikuasai oleh laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja berdasarkan gender. 2. Teknik Analisis Model Moser

Model ini mencakup penyusunan pembagian kerja berdasarkan gender dan mengembangkan kebutuhan gender dari sudut perempuan. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan praktis gender (kebutuhan yang harus segera dipenuhi) dan kebutuhan strategis gender (kebutuhan yang disebabkan posisi subordinat mereka).

3. Teknik Analisis Model SWOT

Model ini mengidentifikasi secara internal mengenai kekuatan dan kelemahan serta secara eksternal mengenai peluang dan ancaman. Aspek internal dan eksternal tersebut dipertimbangkan dalam rangka menyusun langkah-langkah untuk mencapai sasaran.

4. Teknik Analisis Model GAP

Model ini digunakan untuk mengetahui kesenjangan gender dengan melihat aspek akses, peran, manfaat, dan kontrol yang diperoleh laki-laki dan perempuan. Metode ini dapat digunakan oleh perencana dan pelaksana program di tingkat pusat dan daerah.

5. Teknik Analisis Model PROBA

Penggunaan model ini dimulai dari analisis masalah gender, menelaah kebijakan, membuat formulasi kebijakan baru yang responsif gender, penyusunan kegiatan intervenís. Langkah terakhir dalam model ini adalah melakukan monitoring dan evaluasi sehingga dapat melakukan perbaikan apabila diperlukan.

(24)

Pengertian Persepsi Tentang Konsep Gender

Persepsi adalah proses berbagi dan menginterpretasikan informasi. Persepsi akan membuat kita mengartikan dunia di sekitar kita dan memberi arti masukan sensori (Zanden 1984 diacu dalam Desiyani 2003). Persepsi juga merupakan pandangan atau penilaian seseorang objek tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasi indera pengamatan (Alfian 1985 diacu dalam Desiyani 2003). Sedangkan menurut Sarwono (1997) diacu dalam Desiyani (2003), persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami.

Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan (Atkinson 1991 diacu dalam Ginting 2003). Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan alat indra. Proses perseptual dimulai dengan perhatian yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Di dalammya mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin 1999 diacu dalam Ginting 2003). Menurut Baltus (1983) diacu dalam Ginting (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :

1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dari alat indera. 2. Kondisi lingkungan.

3. Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan suatu stimulus tergantung dari pengalaman masa lalunya.

4. Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan dan menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkan tersebut.

5. Kepercayaan, prasangka, dan nilai. Individu akan lebih menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya, sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsikan sesuatu.

Sedangkan menurut Chaplin (1999) diacu dalam Ginting (2003), persepsi secara umum bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor motivasi. Persepsi antara individu yang satu dengan individu yang lain berbeda-beda tergantung faktor-faktor tersebut. Persepsi adalah suatu objek yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri individu yang terbentuk dari nilai-nilai yang diproduksi individu tersebut.

(25)

Sedangkan, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu.

Mahasiswa atau mahasiswi selaku individu juga mempelajari nilai gender baik dari keluarga maupun masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai gender yang dipelajari dari lingkungan keluarga dapat bertambah kuat, bertahan atau berubah dalam kesadaran mahasiswa karena adanya penguatan atau sebaliknya ada tarik-menarik dan tantangan dari nilai-nilai gender yang berbeda yang dipelajari dari dunia di luar keluarga seperti dalam institusi pendidikan, pengaruh media massa, atau sektor kehidupan masyarakat lainnya (Rahasthera & Prasodjo 2007). Persepsi mahasiswa/mahasiswi mengenai peran gender akan sesuai jika dikaitkan dengan persepsinya mengenai sifat gender. Peran-peran gender yang berkaitan dengan sifat-sifat maskulin juga akan dipersepsikan sebagai peran maskulin. Sebaliknya, sifat-sifat feminin tercermin dalam peran-peran yang feminin (Rahasthera & Prasodjo 2007).

Bias gender merupakan penyimpangan yang berhubungan dengan aspek budaya dan pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia (Anonymous 2005). Bias-bias gender terlihat dalam peran dan aktivitas yang dilakukan perempuan dan laki-laki. Perilaku seseorang yang sudah terpola menyangkut hak dan kewajiban serta berhubungan dengan status pada kelompok ataupun masyarakat tertentu pada situasi sosial yang khas menyebabkan munculnya bias gender (Mastri 2005). Persepsi individu terhadap realita dapat menimbulkan bias disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah stereotipe (Bloom et al 1956 ; Gagne & Briggs 1977 diacu dalam Mugniesyah dkk 2002). Stereotipe gender merupakan deskripsi ringkas tentang maskulinitas dan feminitas. Perempuan dipandang kecil dan lemah sementara laki-laki dipandang besar dan kuat. Peran laki-laki dan perempuan juga dibedakan. Perempuan melakukan pekerjaan yang ringan sementara laki-laki melakukan pekerjaan yang berat. Perempuan biasanya dihubungkan dengan sifat introvert. Orang yang mempunyai sifat introvert biasanya tidak mempunyai emosi, tidak ramah, kurang bisa bergaul, tenang, kalem, berpengalaman dalam emosi yang kuat, tetapi mereka menutupinya. Sedangkan laki-laki biasanya dikaitkan dengan sifat extrovert. Orang extrovert biasanya dingin, sombong, cenderung emosional, realistik, praktis, pekerja keras, cenderung untuk muncul seorang diri, dan selalu mencari sesuatu yang baru (Jung diacu dalam Anonymous 2007). Stereotipe membentuk suatu penghargaan, dimana menurut gender, individu akan

(26)

bertingkah laku, berpenampilan, dan memiliki perasaan tertentu. Penghargaan ini juga mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi dan memperlakukan orang lain (Martam 1994 diacu dalam Saleha 2003).

Perspektif gender menekankan bahwa maskulin maupun feminin sebenarnya merupakan pilihan. Tidak ada kewajiban bahwa laki-laki harus menampilkan dirinya sebagai sosok maskulin dan feminin bagi perempuan (Suwasana 2001 diacu dalam Widyatama 2006). Responsif gender memperhatikan perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, permasalahan, dan kepentingan laki-laki dan perempuan (Puspitawati 2007). Sedangkan persepsi yang netral gender adalah persepsi yang menganggap bahwa suatu sifat pantas dimiliki laki-laki dan perempuan dan suatu peran pantas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dengan kata lain persepsi yang netral gender tidak memihak pada salah satu jenis kelamin dan menyebabkan terjadinya pergeseran yang pesat terhadap nilai-nilai gender yang menyangkut persepsi mengenai sifat maupun peran gender di kalangan mahasiswa (Rahasthera & Prasodjo 2007).

Menurut W. A. Gerungan, sikap adalah kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek. Menurut S. S. Sargent, sikap adalah kecenderungan untuk bereaksi secara senang atau tidak terhadap orang, objek, dan situasi. Menurut Sarlito Wirawan, sikap adalah kecenderungan antara kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu ketika ia menghadapi suatu rangsang tertentu (Santosa 2004).

Perilaku setiap individu mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (tindakan) (Bloom et al 1956 ; Gagne & Briggs 1977 diacu dalam Mugniesyah dkk 2002). Perilaku individu sangat dipengaruhi baik oleh karakteristik individu (motivasi, pendidikan, pengalaman, masalah yang dihadapi, aspirasi, dan kebutuhan), juga dipengaruhi oleh aspek-aspek yang berkenaan dengan budaya (nilai), struktur sosial, kondisi lingkungan dimana ia hidup. Perilaku manusia dipengaruhi oleh persepsi atas suatu realita bukan atas dasar realita itu sendiri. Tindakan manusia di bawah pengaruh otak bawah sadar adalah melakukan pilihan atas dasar pengalaman, kesan, dan cerita masa lalu serta persepsi manusia itu sendiri (Anonymous 2008).

(27)

Peran Gender

Konsep dan Pengertian

Peran gender adalah peran yang diciptakan oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki-laki diharapkan melakukan peran yang bersifat instrumental atau berorientasi pada pekerjaan untuk memperoleh nafkah, sedangkan perempuan melakukan peran yang bersifat ekspresif yang berorientasi pada emosi manusia (Megawangi 1999). Peran gender terbentuk melalui berbagai system nilai termasuk nilai-nilai adaptasi, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Sebagai hasil bentukan sosial, peran gender dapat berubah-ubah dalam waktu, kondisi, dan tempat yang berbeda sehingga peran laki-laki dan perempuan mungkin dapat dipertukarkan (Vries 2006). Diferensiasi peran (division of labor) antara laki-laki dan perempuan bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis melainkan lebih disebabkan oleh faktor sosial budaya. Sebelum adanya teknologi alat-alat kontrasepsi, tugas utama perempuan adalah melahirkan, menyusui, dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengasuhan anak. Keadaan ini telah menciptakan institusi dimana division of labor menjadi suatu norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini, perempuan berperan sebagai figur ekspresif dan laki-laki sebagai figur instrumental. Dengan adanya penemuan teknologi, perempuan dapat mengatur jumlah anak yang dilahirkan dan tidak perlu menyusui lagi sehingga akan menghilangkan kendala biologis yang menghambat mereka bekerja di sektor-sektor yang tadinya didominasi kaum laki-laki. Perbedaan peran gender yang selama ini berlangsung bukan disebabkan perbedaan nature laki-laki dan perempuan melainkan disebabkan oleh konstruksi sosial budaya (Megawangi 1999).

Scanzoni (1981) diacu dalam Supriyantini (2002), membedakan pandangan peran gender menjadi dua bagian, yaitu :

1. Peran gender tradisional. Pandangan ini membagi tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender tradisional tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan. Istri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama dalam arti lain kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada ditangan suami.

(28)

2. Peran gender modern. Tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar. Cara pandang ini melahirkan konsep androgini dalam diri individu. Androgini adalah kondisi sosial dan psikologis dimana individu dapat berpikir, merasa, dan bertingkah laku secara instrumental maupun ekspresif tanpa terikat pada jenis kelaminnya (Lamanna 1981 diacu dalam Supriyantini 2002).

Adanya cara pandang yang lebih modern pada laki-laki dan perempuan membentuk munculnya konsep androgini dalam diri individu. Menurut Lamana (1981) diacu dalam Supriyantini (2002), androgini adalah kondisi sosial dan psikologis dimana individu dapat berpikir, merasa, dan bertingkah laku tanpa terikat pada jenis kelaminnya sehingga dapat melakukan berbagai peran secara fleksibel.

Peran Gender dalam Keluarga

Kehidupan rumah tangga jika dilihat dari aktivitasnya terdiri atas 2 unit pekerjaan, yaitu pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan pasar. Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga yang berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup anggotanya baik barang maupun jasa. Pekerjaan pasar adalah pekerjaan yang dilakukan untuk memperoleh upah di pasar tenaga kerja (Guhardja et al 1992). Guhardja et al (1992) mengemukakan bahwa aktivitas pekerjaan rumah tangga menurut jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis pekerjaan, yaitu :

1. Berbelanja bahan makanan dan memasak.

2. Menyiapkan makanan dan keperluannya termasuk mencuci peralatan makan dan minum.

3. Membersihkan dan memelihara rumah. 4. Mencuci pakaian.

5. Menyediakan air untuk mandi dan cuci anggota rumah tangga. 6. Mengasuh, merawat, dan mendidik anak.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA (2005), mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun di dalam komunitas. Di dalam keluarga, perempuan berperan mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus anak dan suami, memasak, mencuci,

(29)

membersihkan rumah, dan lain-lain. Laki-laki berkewajiban melindungi anggota keluarga dan mencari nafkah untuk semua anggota keluarga. Dengan adanya pembagian tugas yang baik dan seimbang antara laki-laki dan perempuan maka perbedaan gender tidaklah menjadi suatu masalah karena peran perempuan dan laki-laki akan menguntungkan kedua belah pihak.

Peran gender dalam keluarga juga berkaitan dengan harapan terhadap peran dan tugas yang disepakati antara ayah dan ibu. Harapan dan tugas ayah adalah untuk memiliki fisik yang kuat, mampu mencari nafkah, dan mampu melakukan pekerjaan rumah yang berhubungan dengan kekuatan fisik. Sedangkan harapan dan tugas ibu adalah dapat menyiapkan anak-anak secara fisik dan emosional serta sebagai pendidik anak-anak. Dengan demikian terjadi ”gap” yang besar dari harapan peran gender dalam keluarga antara ayah dan ibu. Gap tersebut kemudian berdampak pada perilaku orang tua dalam melakukan pengasuhan pada anaknya juga terbias oleh gender (Day et al 1995 diacu dalam Puspitawati 2006)

Peran Gender dalam Masyarakat

Merrey & Baviskar (1998) ; Simatauw et al (2001) ; Mugniesyah (2002) diacu dalam Fausia & Nasyiah (2005), membedakan peranan perempuan menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan untuk memperoleh upah secara tunai atau menghasilkan barang-barang yang tidak dikonsumsi sendiri. Contohnya bekerja di sektor formal dan informal.

2. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contohnya melahirkan, memasak, mengasuh anak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya.

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) mencakup kegiatan yang sifatnya menjalin kebersamaan, solidaritas antar masyarakat seperti arisan, upacara adat, volunter, dan tanpa upah. Sedangkan pengelolaan politik adalah peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar dan meningkatkan status/kekuasaan.

(30)

Hasil penelitian Hartoyo et al (2003) diacu dalam Puspitawati (2006) pada keluarga miskin di kota Bogor dan hasil penelitian Tambingon (1999) diacu dalam Puspitawati (2006) melaporkan bahwa pembagian kerja aktivitas domestik sebagian besar dilakukan oleh ibu, seperti perawatan fisik anak, pemeliharaan rumah tangga, menyediakan makanan, dan lain-lain. Penelitian Sukesih (2001) diacu dalam Puspitawati (2006), pembagian kerja aktivitas publik di sektor ekonomi sebagian besar dilakukan oleh suami, sedangkan aktivitas sosial kemasyarakatan dilakukan oleh istri dan suami. Banyak sedikitnya lot (kekuasaan atau hak-hak) yang diperoleh laki-laki atau perempuan tergantung persepsi individu. Persepsi ini tergantung pada kondisi, aspirasi, dan kebutuhan (Megawangi 1999). Persepsi perempuan tentang ketertinggalannya dalam kehidupan publik menyebabkan perempuan berusaha untuk memperjuangkan haknya dalam mengaktualisasikan dirinya (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

Lingkungan Sosial

Keluarga adalah lingkungan yang pertama kali mempersiapkan anggotanya untuk dapat berperilaku sesuai dengan budaya dan harapan masyarakat dimana ia berada. Keluarga juga berfungsi agar setiap anggota keluarga dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi diri masing-masing. Keluarga diharapkan dapat mengadopsi nilai-nilai baru dan selanjutnya nilai-nilai tersebut dilestarikan dalam keluarga. Misalnya, perkembangan perilaku perempuan yang sebagai pribadi dan sebagai ibu/istri kini makin banyak memperlihatkan aspirasi baru, yaitu perempuan juga dapat bekerja di luar rumah.

Talcot Parsons & Bales (1902-1979) diacu dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA (2005) berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan istri untuk saling melengkapi dan membantu satu sama lain. Oleh karena itu, peranan keluarga semakin penting dalam masyarakat modern terutama dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak. Bentuk pengasuhan anak perempuan yang berperspektif gender antara lain memberi sosialisasi tentang anak laki-laki dan bagaimana cara mengahargai laki-laki, memberi sosialisasi tentang kemitraan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, memotivasi anak perempuan untuk mau belajar kejenjang yang lebih tinggi, mengajarkan sifat mandiri. Bentuk pengasuhan anak laki-laki yang berperspektif gender antara lain memberi sosialisasi tentang anak perempuan dan bagaimana cara

(31)

menghargai perempuan, memberi sosialisasi tentang kemitraan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, dan mengajarkan bahwa laki-laki memasak, mencuci, menyetrika, dan membersihkan tempat tidur sendiri (Puspitawati 2007).

Pada masyarakat patriarki Indonesia, perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan telah mengakibatkan adanya pembedaan gender, yaitu pembedaan perilaku, peran, dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Dalam keluarga Indonesia pada umumnya, orangtua atau orang-orang terdekat lainnya, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuannya secara berbeda. Anak laki-laki diminta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja, bahkan seringkali diberi kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung jawab tertentu. Anak perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu pekerjaan yang menyangkut urusan rumah (membersihkan rumah, memasak, dan mencuci). Hal-hal semacam ini secara tidak sengaja telah mengarahkan anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan (Wiludjeng, Habsjah, & Dhevy, 2005).

Ditinjau dari penyerapan nilai-nilai baru, keluarga Indonesia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluarga tradisional dan keluarga neo tradisional. Keluarga tradisional merupakan keluarga yang pola berkeluarganya ditandai oleh adanya nilai-nilai tradisi yang secara ketat masih dianut dan dipertahankan. Keluarga neo tradisional ditandai oleh pola berkeluarga yang secara aktif mencari penyesuaian pada perubahan nilai yang berlangsung (Sadli 1993). Secara ideologis, keluarga merupakan wadah dalam menerapkan praktik nilai-nilai feminitas dan maskulinitas. Keluarga merupakan instrumen utama dalam membentuk dan mempengaruhi bentuk nilai-nilai melalui proses sosialisasi terhadap lingkungan keluarga (Pundi 2007).

Nilai adalah kualitas suatu subjek yang menyebabkan objek tersebut diinginkan dan dijunjung tinggi. Nilai yang dianut oleh keluarga memberikan landasan bagi sub sistem personal untuk mempertimbangkan dan memutuskan tujuan yang hendak dicapai atau tindakan apa yang perlu dilakukan. Ciri-ciri nilai dalam keluarga antara lain :

1. Nilai absolut : merupakan pegangan yang benar-benar kuat dan cenderung tidak berubah serta merupakan suatu pegangan hidup.

(32)

2. Nilai normatif : Patokan-patokan tertentu yang dianut dan dapat berubah dengan adanya perubahan lingkungan, misalnya dahulu perempuan dinilai tidak pantas untuk mendapatkan pendidikan seperti laki-laki, tetapi sekarang perempuan dinilai memerlukan pendidikan tergantung kemampuannya untuk meraih pendidikan yang diinginkan. 3. Nilai relatif : nilai relatif akan berbeda bagi individu/kelompok yang satu

dengan individu/kelompok yang lain tergantung dari keadaan dan lingkungan tempat tinggal (Guhardja dkk, 1992).

Peran budaya juga dimulai dari keluarga, dimana anak mengamati adanya perbedaan perilaku pada keluarga ke dalam sistem kategorinya. Pada skala yang lebih besar, struktur, dan organisasi sosial, misalnya struktur keluarga dalam suatu masyarakat merupakan sumber data dimana seorang anak menggunakannya untuk membentuk stereotype peran gender (Frieze 1978 diacu dalam Nauly 2002). Salah satu faktor pembeda budaya adalah prinsip keturunan, yaitu patrilineal dan matrilineal. Prinsip keturunan ini berperan dalam menentukan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan di lingkungan masyarakat. Kelompok masyarakat matrilineal, misalnya suku Minang menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan patrilineal. Pada kelompok masyarakat patrilineal, misalnya suku Jawa dan Batak peran laki-laki dan perempuan tidak egaliter (Nauly 2002), suami diharapkan menangani urusan di luar rumah tangga dan istri menangani urusan rumah tangga (Megawangi 1999).

Agama mempunyai kekuatan yang sangat besar di dalam kehidupan bangsa karena agama merupakan tolak ukur kebenaran dan merupakan norma-norma yang berisi konsep-konsep untuk menata tindakan manusia. Oleh karena itu, ajaran agama juga berperan dalam mensosialisasikan kesetaraan dan keadilan gender (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN & UNFPA 2005).

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis Gender Harvard dan Moser dalam melihat peran gender di tingkat keluarga dalam aspek domestik dan publik. Keluarga merupakan institusi utama dalam mempengaruhi nilai-nilai dan proses sosialisasi terhadap lingkungan keluarga (Pundi 2007). Nilai adalah kualitas suatu subjek yang menyebabkan objek tersebut diinginkan dan dijunjung tinggi. Nilai yang dianut oleh keluarga memberikan landasan bagi sub sistem personal untuk mempertimbangkan dan memutuskan tujuan yang hendak dicapai atau tindakan apa yang perlu dilakukan (Guhardja dkk, 1992). Mahasiswa atau mahasiswi selaku individu juga mempelajari nilai gender baik dari keluarga maupun masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai gender yang dipelajari dari lingkungan keluarga dapat bertambah kuat, bertahan atau berubah dalam kesadaran mahasiswa karena adanya penguatan atau sebaliknya ada tarik-menarik dan tantangan dari nilai-nilai gender yang berbeda yang dipelajari dari dunia di luar keluarga seperti dalam institusi pendidikan atau sektor kehidupan masyarakat lainnya (Rahasthera & Prasodjo 2007).

Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan alat indra. Proses perseptual dimulai dengan perhatian yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Komponen dari persepsi mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadiannya (Chaplin 1999 diacu dalam Ginting 2003). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah kondisi lingkungan, kemampuan dan keterbatasan alat indera, pengalaman masa lalu, kebutuhan dan keinginan serta nilai-nilai (Baltus 1983 diacu dalam Ginting 2003). Menurut S. S. Sargent, sikap adalah kecenderungan untuk bereaksi secara senang atau tidak terhadap orang, objek, dan situasi (Santosa 2004). Persepsi terhadap peran gender dihubungkan dengan sikap terhadap peran gender karena sikap manusia dipengaruhi oleh persepsi manusia itu sendiri (Anonymous 2008). Kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

(34)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap Mahasiswa Terhadap Peran Gender

Karakteristik Contoh : - Umur - Jenis kelamin - Program studi Karakteristik Keluarga : - Umur, pendidikan, pekerjaan orangtua

-

Pendapatan keluarga - Besar keluarga

Nilai-nilai Gender dari Keluarga

- Persepsi terhadap kepribadian

- Persepsi terhadap gender dalam pek domestik - Persepsi terhadap gender dalam blik Lingkungan sosial : Keluarga, , kampus, kelompok pergaulan,

masyarakat disekitar tempat tinggal

(35)

METODE PENELITIAN

Disain, Tempat, dan Waktu

Disain penelitian ini adalah cross sectional study dengan menggunakan metode wawancara dibantu dengan menggunakan kuisioner. Desain penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi mahasiswa IPB tentang konsep dan peran gender. Lokasi penelitian adalah Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga bulan April 2008.

Teknik Penarikan Contoh

Pemilihan lokasi penelitian dan pemilihan contoh dilakukan secara purposive. Populasi contoh dalam penilitian ini adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Contoh dalam penelitian adalah 146 mahasiswa FEMA (Fakultas Ekologi Manusia) IPB tingkat III yang mengambil mata kuliah Gender dan Keluarga serta Metode Penelitian Keluarga. Contoh dibedakan berdasarkan jenis kelamin, yaitu terdiri dari 43 laki-laki dan 103 perempuan. Pemilihan contoh berdasarkan pertimbangan bahwa keahlian yang dimiliki mahasiswa FEMA berhubungan dengan keadaan sosial dalam masyarakat.

Jenis, Cara Pengumpulan, dan Cara Pengukuran Variabel

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuisioner oleh responden itu sendiri ditambah dengan wawancara. Kuisioner meliputi: karakteristik contoh,

karakteristik keluarga contoh, persepsi terhadap sifat kepribadian seseorang, persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik, persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik, lingkungan sosial, dan sikap mahasiswa terhadap peran gender. Secara rinci, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

(36)

Tabel 1. Jenis Variabel yang Dikumpulkan

Variabel Skala Satuan Jumlah

Item α Cronbach Karakteristik Contoh Umur contoh Jenis kelamin Program studi Rasio Nominal Nominal Tahun 1 1 1 - - - Karakteristik Keluarga Umur orangtua Pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Pendapatan keluarga Besar keluarga Rasio Rasio Nominal Rasio Tahun Tahun RP/bulan 1 1 1 1 - - - - Persepsi Tehadap Peran Gender

Persepsi terhadap sifat kepribadian Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik

Persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik

Ordinal Ordinal Ordinal 66 44 68 0.926 0.901 0.943

Lingkungan sosial Ordinal 15 0.549

Sikap terhadap peran gender Ordinal 14 0.584

Cara pengukuran data adalah sebagai berikut :

1. Persepsi terhadap sifat kepribadian : Variabel ini terdiri dari 66 pertanyaan dengan skala likert 1-3 mengenai sifat seseorang yang meliputi sifat yang pantas dimiliki laki-laki, pantas dimiliki perempuan, dan pantas dimiliki keduanya. Pertanyaan tersebut merujuk pada Puspitawati (2008).

2. Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik : Variabel ini terdiri dari 44 pertanyaan dengan skala likert 1-3 mengenai kegiatan (pekerjaan) dalam keluarga yang pantas dilakukan laki-laki, pantas dilakukan perempuan serta pantas dilakukan laki-laki dan perempuan. Pertanyaan tersebut merujuk pada Puspitawati (2008).

3. Persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik : Variabel ini terdiri dari 68 pertanyaan dengan skala likert 1-3 mengenai kegiatan (pekerjaan) dalam masyarakat yang pantas dilakukan laki-laki, pantas dilakukan perempuan serta pantas dilakukan laki-laki dan perempuan. Pertanyaan tersebut merujuk pada Puspitawati (2008).

4. Lingkungan Sosial : Variabel ini terdiri dari 15 pertanyaan dengan skala likert 1-3 mengenai konsep atau peran gender yang ditanamkan di lingkungan

(37)

keluarga, masyarakat, kampus, dan kelompok pergaulan. Pertanyaan tersebut merujuk pada Puspitawati (2008).

5. Sikap terhadap peran gender : Variabel ini terdiri dari 14 pertanyaan dengan skala likert 1-3 mengenai bagaimana sikap responden terhadap konsep atau peran gender. Hal yang ditanyakan contohnya adalah pernyataan “saya memandang setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai potensi yang sama, “saya memandang laki-laki sebagai pemimpin”, “saya menginginkan istri yang tidak bekerja di luar rumah”, dan sebagainya. Pertanyaan tersebut merujuk pada Puspitawati (2008).

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuisioner dilakukan dalam beberapa kali pertemuan. Data yang diperoleh akan diolah dengan

menggunakan program SPSS for windows versi 10.0 dan 11.5. Kegiatan yang dilakukan mulai dari pengambilan data primer, transfer data, coding, editing, data entry, data cleaning, dan analisis data. Berikut urutan kegiatan dalam

pengolahan data:

1) Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data 2) Setelah data dientri, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan

tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Reliabilitas data dicek dengan menyajikan statistik deskriptif untuk setiap peubah

3) Pemberian skor terhadap jawaban kuisioner 4) Kategorisasi terhadap data.

Karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, dan program studi. Umur dikategorikan menjadi 18-20 tahun dan 21-23 tahun. Jenis kelamin dikategorikan 1 = laki-laki dan 2 = perempuan.

Karakteristik keluarga terdiri dari umur orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga. Umur orang tua dikategorikan menjadi 30-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan ≥61 tahun. Pendidikan orang tua dikategorikan 1-10 dengan keterangan berturut-turut, yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, D1, D2, D3, S1, S2, dan S3. Pekerjaan orang tua dikategorikan 1-6 dengan keterangan berturut-turut, yaitu PNS/ABRI, pegawai swasta/BUMN/pengacara, petani/buruh, wiraswasta, IRT/tidak bekerja, pensiunan/pemuka agama, dan tidak ada jawaban. Pendapatan keluarga dikategorikan menjadi <500 000, 500 000-750 000, 750 001-1 000 000, 1000

(38)

001-1 250 000,1 250 001-1 500 000, 1 500 001-1 750 000, 1 750 001-2 000 000, 2 000 001-2 250 000, 2 250 001-2 500 000, dan >2 500 000.

Data yang diperoleh dianalisis dengan beberapa analisis statistik, yaitu : 1. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk menyajikan gambaran berbagai

variable yang diteliti.

2. Untuk melihat persepsi terhadap sifat kepribadian seseorang, persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik, persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik, lingkungan sosial serta sikap terhadap peran gender digunakan analisis deskriptif dan untuk mengetahui

perbedaan persepsi, lingkungan sosial serta sikap terhadap peran gender pada contoh perempuan dan laki-laki digunakan uji beda Independent Sample T-Test.

3. Untuk melihat hubungan antar variabel penelitian digunakan uji korelasi spearman.

4. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap mahasiswa terhadap peran gender digunakan analisis regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :

Model 1

Y = β0 + β1X1 + β2X2+ β3X3 + β4X4 + €

Y = Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan sektor Publik

β = Parameter

X1 = Karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga)

X2 = Karakteristik contoh(jenis kelamin)

X3 = Lingkungan sosial

X4 = Persepsi terhadap sifat kepribadian

Model 2

Y = β0 + β1X1 + β2X2+ β3X3 + β4X4 + β5X5 + €

Y = Sikap terhadap peran gender β = Parameter

X1 = Karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga)

X2 = Karakteristik contoh (jenis kelamin)

X3 = Lingkungan sosial

(39)

X5 = Persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik dan sektor

publik

Variabel persepsi terhadap sifat kepribadian, persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik, persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik, lingkungan sosial, dan sikap terhadap peran gender pada pengolahannya diskoring. Nilai masing-masing variabel diberi skor, kemudian skor dijumlahkan dan dikategorikan. Kategorisasi terhadap data skor dilakukan sesuai rumus berikut ini.

Interval kelas (A) = skor maks* – skor min*

Jumlah kategori

Kategori :

Kurang perspektif gender : NR sampai [(NR+A)+A] Perspektif gender : [(NR+A)+A] sampai NT

Keterangan : * adalah skor sesuai dengan jumlah pertanyaan dan skala di kuisioner

Variabel persepsi terhadap sifat kepribadian, pemberian skornya adalah pada masing-masing pertanyaan, yaitu jika jawabannya satu (lebih baik dimiliki laki-laki) maka bernilai (direcode) satu, jawaban dua (lebih baik dimiliki

perempuan) bernilai satu, dan jawaban tiga (netral) bernilai dua. Kemudian skor ditotal dan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kurang perspektif gender (skor 66-98) dan perspektif gender (99-132). Persepsi terhadap sifat extrovert-maskulin (33-48) dan extrovert-feminin (49-66), jika jawabannya satu direcode satu, jawaban dua direcode satu, dan jawaban tiga direcode dua. Persepsi terhadap sifat introvert-feminin (33-48) dan introvert-maskulin (49-66), jika jawabannya satu direcode satu, jawaban dua direcode satu, dan jawaban tiga direcode dua.

Variabel persepsi terhadap peran gender dalam pekerjaan domestik, pemberian skornya adalah pada masing-masing pertanyaan, yaitu jika

jawabannya satu (lebih baik dilakukan laki-laki) maka bernilai (direcode) satu, jawaban dua (lebih baik dilakukan perempuan) bernilai satu, dan jawaban tiga (netral) bernilai dua. Kemudian skor ditotal dan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kurang perspektif gender (skor 44-65) dan perspektif gender (66-88).

Variabel persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik, pemberian skornya adalah pada masing-masing pertanyaan, yaitu jika jawabannya satu

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan  Sikap Mahasiswa Terhadap Peran Gender
Tabel 1. Jenis Variabel yang Dikumpulkan
Tabel 5. Sebaran Contoh Berdasarkan Umur Ayah dan Ibu
Tabel 7. Sebaran Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah dan Ibu
+3

Referensi

Dokumen terkait

a. berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; b. memberikan nilai tambah pada komoditas unggulan wilayah; c. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan

Formulasi pengelepasan terkendali I didapatkan dengan mencampurkan larutan shellak 2,5% dengan 10 mL karbofuran 5% (dari bahan aktif karbofuran dengan kemurnian 95%) lalu

(2001), e-procurement adalah aplikasi sistem informasi untuk mengkoordinasikan proses pembelian, pengiriman, pengelolaan inventory, pemilihan supplier dan proses persetujuan

Berdasarkan analisa pada penelitian ini didapatkan bahwa rasio prevalensi variabel kadar albumin darah adalah 1,3, sedangkan rentang kepercayaannya adalah 1,09 s/d 1,7 (melebihi

Melalui hasil estimasi inner weight konstruk interaksi kepemimpinan transformasional dan budaya market menggunakan bantuan software Smart PLS diperoleh nilai

Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen

Jika Tuan Puan memilih untuk fokus pada satu produk seperti ahli team saya, saya sarankan fokus pada post testimoni dan gambar promosi dan gambar yang boleh orang repost... HAK

a) Pelayanan yang berkualitas dapat memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah. Artinya semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan bank semakin