• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFORT OF CIVIC EDUCATION TEACHERS INTERNALIZE THE NATIONALISM CHARACTER VALUES IN VOCATIONAL HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFFORT OF CIVIC EDUCATION TEACHERS INTERNALIZE THE NATIONALISM CHARACTER VALUES IN VOCATIONAL HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

EFFORT OF CIVIC EDUCATION TEACHERS INTERNALIZE THE NATIONALISM CHARACTER VALUES IN VOCATIONAL HIGH

SCHOOL BANTUL REGENCY

By: Nurul Rahmawati and Dr. Marzuki, M.Ag / Legal and Civic Education Department, Faculty of Social Science, Yogyakarta State University

ABSTRACT

This research is aims to describe effort of civic education teachers internalize the nationalism character values, inhibitionsof civic education teachers internalize the nationalism character values, and effort of civic education teachers in overcome inhibitions internalize the nationalism character values in Vocational High School Bantul Regency. This research is descriptive research with qualitative approach with a strategy of phenomenology. Subject determination conducted by purposive. Data collecting used technique observation, interview, and documentation. While data validation technique used is triangulation technique. Technique of data analysis is inductive data analysis, which the steps include reduction, presentation and data conclusion.

The results showed that: (1) effort of civic education teachers internalize the nationalism character values in Vocational High School Bantul Regency was done through learning, habituation, and programmatic activities, (2) effort of civic education teacher internalize the nationalism character values for students in Vocational High School Bantul Regency encountered some inhibitions. These inhibitions among which there are affective assessment, influences from outside (of globalization), and students, and (3) ) efforts are being made in overcome inhibitions civic education teachers internalize the nationalism character values is affective assessment, generalize the example, reprimand and sanctions, as well as the development of innovative learning.

Keyword: effort, civic education teachers, the nationalism character values, Bantul Regency

PENDAHULUAN

Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan sejak 17 Agustus 1945. Sampai saat ini, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar yaitu mempertahankan semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Globalisasi adalah tantangan nasionalisme semakin berat ketika kehidupan manusia semakin modern dengan munculnya berbagai teknologi canggih (Hendrastomo, 2007: 1). Hal ini sejalan sebuah data penelitian yang menunjukkan adanya wujud lunturnya nasionalisme di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

(2)

Tabel 1. Persentase Lunturnya Nasionalisme di Indonesia

Bentuk Menurunnya Nasionalisme Persentase 1. Menganggap Pancasila tidak lagi relevan sebagai dasar negara

2. Malas mengikuti upacara bendera

3. Lebih menyukai produk-produk luar negeri

4. Tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi bangsa 5. Menyukai sekolah di luar negeri

6. Merasa figur-figur barat lebih baik

25, 8% 83,3% 73,3% 63,3% 56,7% 33,3%

(Disarikan dari penelitian Poetri yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Model Role Playing Dengan Model Story Telling Dalam Pembelajaran PKn Untuk Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa” tahun 2013: 2)

Dari data di atas, dapat diidentifikasi bahwa permasalahan yang muncul yaitu

nilai nasionalisme peserta didik masih kurang baik, Tenaga pendidik khususnya seorang guru adalah kunci utama dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1), menyebutkan bahwa “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Sedangkan mata pelajaran yang menunjang proses penanaman nilai karakter nasionalisme adalah mata pelajaran PPKn. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Kartodirdjo (1993: 14) dalam rangka nation-building, fungsi pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu proses sosialisasi yang membudayakan nilai-nilai nasionalisme beserta kebudayaan dan identitas nasional. Untuk itu, sangatlah tepat apabila penanaman nilai karakter nasionalisme dalam pembelajaran ini dilaksanakan melalui pembelajaran PPKn di kelas. Dari beberapa pembahasan si ayas, peneliti ingin melihat lebih jauh tentang upaya guru dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme, hambatan yang dihadapi dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme dan upaya guru PPKn untuk mengatasi hambatan dalam penanaman nilai karakter nasionalisme.

(3)

Pemilihan SMK Negeri se-Kabupaten Bantul sebagai lokasi penelitian dikarenakan sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Bantul dapat dijadikan gambaran bagaimana penanaman nilai karakter nasionalisme yang dilakukan guru PPKn khususnya dalam proses pembelajaran PPKn. Hal di atas diperkuat dengan pendapat yang disampaikan Zamtinah dkk, (2011: 99), bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan penghasil lulusan yang diharapkan siap berkompetisi di dunia kerja, maka lulusannya dituntut tidak hanya memiliki hardskill, akan tetapi juga softskill.

Dari beberapa pembahasan di atas, masih banyak permasalahan yang terjadi di SMK Negeri Kabupaten Bantul. Sehingga peneliti ingin melakukan penelitian di SMK N 1 Bantul dan SMK N 1 Sedayu, dengan pertimbangan bahwa kedua sekolah tersebut merupakan sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Bantul yang telah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun pertama peluncurannya. Selain itu, dengan menjadikan sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 ini sebagai tempat penelitian maka, akan didapatkan hasil penelitian yang maksimal. Hal tersebut dikarenakan, Kurikulum 2013 lebih menekankan pada karakter peserta didik dan juga internalisasi nilai-nilai salah satunya nilai karakter nasionalisme.

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini di antaranya ialah: 1) Adanya kasus penurunan nilai nasionalisme di kalangan generasi muda khususnya para pelajar, 2) Upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul belum diketahui sehingga perlu untuk diteliti. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme, hambatan yang dihadapi guru PPKn dalam upaya penanaman nilai karakter nasionalisme, serta upaya guru PPKn untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam penanaman nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul. Selain itu juga diharapkan dapat memberi kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bidang Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya tentang penanaman nilai karakter nasionalisme.

(4)

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2010: 4). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menjawab persoalan-persoalan, suatu fenomena atau peristiwa, baik fenomena dalam variabel tunggal maupun korelasi dan atau perbandingan berbagai variabel (Arifin, 2011: 54). Strategi yang digunakan adalah fenomenologi, mengingat tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengalaman guru PPKn dalam upaya menanamkan nilai karakter nasionalisme. Menurut Creswell (2010: 20-21) merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena.

Waktu penelitian berlangsung pada bulan Februari 2016 sampai dengan April 2016. Tempat penelitian ini adalah SMK Negeri yang pada tahun ajaran 2013/ 2014 menjalankan Kurikulum 2013 di wilayah Kabupaten Bantul. SMK-SMK yang menjalankan Kurikulum 2013 di wilayah Kabupaten Bantul berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut diantaranya ialah SMK N 1 Bantul dan SMK N 1 Sedayu.

Subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposif, yaitu teknik pengambilan data yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Pertimbangan dan tujuan tertentu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nara sumber yang karena keadaan, situasi, dan posisinya dinilai bisa memberikan pendapat, informasi, dan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan tentang upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul. Narasumber yang dimaksud adalah guru PPKn dan peserta didik di SMK Negeri Kabupaten Bantul yang menerapkan Kurikulum 2013 yaitu SMK N 1 Bantul dan SMK N 1 Sedayu.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Menurut Creswell (2010: 267) observasi dilakukan dengan peneliti

(5)

langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Peneliti melakukan observasi non-partisipan yang bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran PPKn di kelas dan bagaimana aktivitas yang dilakukan oleh guru PPKn dalam upaya penanaman nilai karakter nasionalisme di lokasi penelitian.

Penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur sehingga peneliti menggunakan pertanyaan tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari partisipan, sehingga diharapkan peneliti dapat menggali lebih jauh informasi yang didapatkan (Creswell, 2010: 267). Teknik dokumentasi dilakukan dengan mengambil data yang tersedia dalam dokumen seperti Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan dokumen lain yang sesuai agar data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

Model analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis induktif. Adapun langkah-langkahnya diantaranya sebagai berikut: 1) Reduksi Data (Data

Reduction) yaitu peneliti menentukan kerangka konseptual, kemudian merangkum

dan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu selanjutnya adalah penyajian data secara tertulis. 2) Penyajian Data (Data Display), yaitu penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, berupa ringkasan atau deskripsi singkat hasil wawancara, data hasil observasi dan dokumentasi yang telah diperoleh dalam proses pengumpulan data. 3) Pengambilan Kesimpulan dan verifikasi, yaitu pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan pengecekan balik derajat kepercayaan data hasil triangulasi dari tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian pada guru PPKn tingkat SMK Negeri di Kabupaten Bantul diketahui bahwa guru memiliki pengetahuan tentang nilai

(6)

karakter nasionalisme yang bertujuan untuk membentuk peserta didik agar menjadi warga negara yang mencintai tanah air serta memiliki rasa nasionalisme yang kuat dan dapat membantu memajukan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang. Hal tersebut tampak pada penjelasan yang guru sampaikan ketika wawancara. Selain itu tampak pada hasil observasi yang menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan upaya penanaman nilai karakter nasionalisme melalui pembelajaran, berdasarkan Kurikulum 2013. Serta dokumentasi RPP telah menunjukkan bahwa kompetensi inti (KI 1 dan KI 2) telah eksplisit tercantum dan telah ditemukan baik dalam tahap pendahuluan inti dan penutup serta adanya aspek penilaian afektif seperti sikap sosial dan sikap spiritual.

Hasil penelitian pada PPKn tingkat SMK Negeri di Kabupaten Bantul diketahui bahwa guru telah melakukan upaya penanaman nilai karakter nasionalisme melalui pembelajaran, pembiasaan, dan kegiatan terprogram. Upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme melalui pembelajaran, ditunjukkan dengan adanya proses penanaman nilai karakter nasionalisme diawali dari tahap perencanaan yaitu guru memahami nilai karakter nasionalisme, kemudian guru membuat perangkat perencanaan pembelajaran seperti Silabus dan RPP. Setelah perencanaan ada pelaksanaan yang dibagi menjadi dua yaitu guru menerapkan model pembelajaran aktif dan guru mengaitkan materi dengan nilai karakter nasionalisme. evaluasi yang dilakukan guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme adalah dengan melakukan penilaian sikap. Upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme melalui pembiasaan, dibagi menjadi delapan yaitu pembiasaan guna mengembangkan nilai religius, pembiasaan guna mengembangkan nilai toleransi, pembiasaan guna mengembangkan nilai disiplin, pembiasaan guna mengembangkan nilai demokratis, pembiasaan guna mengembangkan nilai semangat kebangsaan, pembiasaan guna mengembangkan nilai cinta tanah air, pembiasaan guna mengembangkan nilai peduli lingkungan, dan pembiasaan guna mengembangkan nilai tanggung jawab. Kemudian upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme melalui kegiatan terprogram, yaitu upacara bendera hari Senin dan hari besar dan ekstrakurikuler (Pramuka, Paskibra, Bela Negara, Tari,

(7)

Teater dan Karawitan). Data tersebut sesuai keterangan data hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti. Selain itu, juga terdapat dalam dokumen yang menunjukkan bahwa guru PPKn melakukan upaya penanaman nilai karakter nasionalisme.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa guru PPKn menemui beberapa hambatan dalam upaya penanaman nilai karakter nasionalisme yaitu berasal dari penilaian afektif, pengaruh dari luar (globalisasi), dan peserta didik. Hambatan yang dihadapi guru PPKn dalam melakukan penilaian afektif adalah adanya keterbatasan guru dalam menghafal peserta didik yang jumlahnya banyak, jam mengajar guru yang padat, terbatasnya waktu, sehingga guru kesulitan untuk menilai peserta didik secara mendetil. Sedangkan hambatan karena adanya pengaruh dari luar (globalisasi) ini khususnya pengaruh teknologi dan informasi maupun internet, yang membuat peserta didik lebih menyukai budaya barat dan korea yang dianggap lebih bagus dari budaya Indonesia. Kemudian hambatan yang berasal dari peserta didik seperti peserta didik pasif, peserta didik bersikap kurang baik, dan peserta didik lebih mementingkan mata pelajaran kejuruan. Sehingga upaya penanaman nilai karakter nasionalisme belum maksimal dan secara tidak langsung menghambat proses penanaman nilai karakter nasionalisme. Hal ini dapat ditunjukkan dari data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti.

Berdasarkan beberapa hambatan yang dihadapi guru PPKn, maka guru telah berupaya mengatasi beberapa hambatan yang dihadapi dengan beberapa solusi. Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi beberapa hambatan yang dihadapi adalah dengan guru melakukan generalisasi dalam penilaian afektif, memberikan keteladanan, teguran dan sanksi, serta pengembangan pembelajaran inovatif. Penerapan standar generalisasi dalam memberikan penilaian afektif adalah salah satu upaya guru dalam mengatasi hambatan ketika guru melakukan penilaian afektif. Kemudian guru PPKn memberikan teladan mengenai nilai karakter nasionalisme sebagai upaya untuk mengatasi hambatan yang berasal dari peserta didik dengan tujuan agar peserta didik dapat meneladani dan mau mempraktikkannya dalam kehidupan. Sedangkan teguran dan sanksi diberikan

(8)

kepada peserta didik yang memiliki sikap kurang baik. Untuk pengembangan pembelajaran inovatif diupayakan untuk mengatasi hambatan dari peserta didik yang lebih mementingkan mata pelajaran kejuruan. Hal ini dilakukan agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan membangkitkan minat peserta didik untuk belajar PPKn. Berdasarkan observasi guru PPKn telah melakukan penilaian dengan melakukan pengamatan langsung pada peserta didik secara umum. Kemudian berdasarkan hasil dokumentasi dan wawancara yang dilakukan peneliti bahwa penilaian afektif dilakukan dengan generalisasi nilai.

Pembahasan

Upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul, salah satunya melalui pembelajaran. Proses pembelajaran PPKn yang berbasis penanaman nilai karakter nasionalisme dipengaruhi oleh pengetahuan guru tentang nilai karakter nasionalisme, perencanaan dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme, pelaksanaan dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme, dan evaluasi dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Samani (2013: 112), bahwa pengembangan nilai/karakter dibagi dalam empat pilar, yaitu kegiatan pembelajaran di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah (school

culture), kegiatan kokurikuler dan atau ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian

di rumah, dan di masyarakat. Pada tahap perencanaan dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang memadai mulai dari konsep nilai karakter nasionalisme yang akan dikembangkan. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, guru dapat membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan proses penanaman nilai karakter nasionalisme.

Pelaksanaan pembelajaran PPKn yang dirancang dalam rangka menanamkan nilai karakter nasionalisme harus memenuhi beberapa prinsip yaitu tujuan pembelajaran, bahan ajar, aktivitas, pengaturan, peran guru, dan peran peserta didik (Cholisin 2011: 14-19). Dari keenam prinsip tersebut, dapat dikembangkan pembelajaran aktif berbasis nilai karakter yang efektif dan efisien. Pembelajaran aktif yang diterapkan oleh guru PPKn adalah model pembelajaran

(9)

yang digunakan, dapat membuat peserta didik lebih aktif dan mampu berpikir kritis serta dapat menemukan sendiri berbagai makna, contoh perilaku maupun nilai-nilai yang ada di dalam materi yang sedang dibahas, termasuk nilai karakter nasionalisme. Hal di atas sejalan dengan pendapat Dwiyanto (2012: 55), dengan menerapkan model pembelajaran aktif, maka guru dapat membangun minat peserta didik untuk merespon dan mau mengemukakan pengalaman dan masalah yang dialami untuk didiskusikan bersama.

Selain melalui pembelajaran aktif, guru PPKn juga mengkaitkan materi pembelajaran dengan nilai karakter nasionalisme. Sebagai contoh, ketika guru membahas materi dengan tema sistem hukum dan peradilan di Indonesia, guru menekankan sikap yang ditonjolkan, seperti sikap taat dan patuh terhadap hukum. Sikap-sikap tersebut kemudian dikaitkan dengan nilai nasionalisme, yaitu sikap taat dan patuh terhadap hukum merupakan salah satu wujud rasa cinta tanah air dan dapat memperkuat rasa nasionalisme peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011: 86), bahwa materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Sedangkan pada tahap evaluasi, guru melakukan penilaian sikap melalui pengamatan peserta didik selama pembelajaran PPKn berlangsung. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Winataputra (2012: 49), bahwa evaluasi hasil dilakukan dengan merancang program perbaikan berkelanjutan dan mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator tercapainya proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter tersebut. Salah satu evaluasi yang dilakukan guru adalah penilaian sikap terkait nilai karakter peserta didik. Penilaian sikap ini juga merupakan salah satu peran guru sebagai evaluator. Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Endang Susetiawati, bahwa guru adalah orang yang paling mengetahui kondisi dan perkembangan peserta didik khususnya karakter peserta didik, sehingga guru harus memiliki hak mutlak untuk melakukan penilaian/evaluasi (Asmani, 2011: 72-73).

Upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme melalui pembiasaan, antara lain, pembiasaan guna mengembangkan nilai religius, nilai

(10)

toleransi, nilai disiplin, nilai demokratis, nilai semangat kebangsaan, nilai cinta tanah air, nilai peduli lingkungan, dan nilai tanggung jawab. Pembahasan di atas sesuai dengan pernyataan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 5-6), bahwa dalam lingkup satuan pendidikan/ sekolah yang merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter, dilakukan dengan menggunakan pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan. Kemudian, pembiasaan juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk membentuk kultur sekolah. Hal tersebut di atas, sesuai dengan pendapat Cholisin (2011: 17), kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah dan telah diwariskan antar generasi, dipegang bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan pola tindakan seluruh warga.

Selain itu, ada beberapa kegiatan terprogram yang mendukung penanaman nilai karakter nasionalisme, antara lain upacara hari senin maupun hari besar, ekstrakurikuler pramuka, baris-berbaris/tonti, paskibra, seni tari, dan karawitan. Beberapa kegiatan terprogram tersebut dapat membantu menanamkan nilai karakter nasionalisme kepada peserta didik. Program ini dapat dimasukkan ke dalam pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, dalam ranah pembinaan dan pengembangan karakter yang dilakukan di dalam lingkup satuan pendidikan/sekolah (Kebijakan Nasional, 2010: 6). Kegiatan ekstrakurikuler yang menunjang dan mendukung penanaman nilai karakter nasionalisme seperti, ekstrakurikuler pramuka, baris-berbaris/tonti, paskibra, bela negara dan kesenian (tari, teater, karawitan). Hal ini sejalan dengan pendapat Muslich (2011: 86), bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa guru PPKn menemui beberapa hambatan dalam upaya penanaman nilai karakter nasionalisme yaitu berasal dari penilaian afektif, pengaruh dari luar (globalisasi), dan peserta didik. Hambatan yang dihadapi guru PPKn dalam melakukan penilaian afektif adalah adanya keterbatasan guru dalam menghafal peserta didik yang jumlahnya banyak, jam

(11)

mengajar guru yang padat, terbatasnya waktu, sehingga guru kesulitan untuk menilai peserta didik secara mendetil. Sedangkan hambatan karena adanya pengaruh dari luar (globalisasi) ini khususnya pengaruh teknologi dan informasi maupun internet, yang membuat peserta didik lebih menyukai budaya barat dan korea yang dianggap lebih bagus dari budaya Indonesia. Peserta didik juga diajarkan untuk memilih dan menyaring informasi yang bersifat positif yang berasal dari internet, smartphone maupun pengaruh dari lingkungan sekitar. Hal di atas sesuai dengan pendapat Djiwandono (1995: 99), bahwa berbagai budaya yang negatif, harus dihindari dan sebaliknya kita harus mengambil dampak-dampak positif yang berguna untuk kepentingan kemajuan.

Kemudian hambatan yang berasal dari peserta didik seperti peserta didik pasif, peserta didik bersikap kurang baik, dan peserta didik lebih mementingkan mata pelajaran kejuruan, sehingga upaya penanaman nilai karakter nasionalisme belum maksimal dan secara tidak langsung menghambat proses penanaman nilai karakter nasionalisme. Hal tersebut di atas diperkuat dengan pendapat Cholisin (2011: 15), bahwa peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran, agar peserta didik terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi karakter.

Berdasarkan beberapa hambatan yang dihadapi guru PPKn, maka guru telah berupaya mengatasi beberapa hambatan yang dihadapi dengan beberapa solusi. Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi beberapa hambatan yang dihadapi adalah dengan guru melakukan generalisasi dalam penilaian afektif, memberikan keteladanan, teguran dan sanksi, serta pengembangan pembelajaran inovatif. Penilaian afektif yang dilakukan oleh guru dilakukan dengan pengamatan dan penilaian afektif selama proses pembelajaran berlangsung. Standar generalisasi yang diterapkan oleh guru adalah secara umum peserta didik dinilai sama, dengan tingkatan cukup, baik, dan baik sekali (dengan skor tertinggi 100).

Keteladanan guru menjadi hal sangat penting dalam rangka mengembangkan dan menanamkan karakter, serta dapat membentengi peserta didik dari berbagai pengaruh dari luar khususnya gloabalisasi (ditandai dengan adanya internet dan kecanggihan teknologi informasi lainnya). Pernyataan di atas

(12)

diperkuat oleh pendapat Wahab dan Sapriya (2011: 39), selain melalui pengertian dan penjelasan tentang informasi positif dan negatif yang berasal dari internet, ada beberapa cara lain yang dapat digunakan untuk membentengi peserta didik yaitu dengan ajaran agama, budi pekerti, keteladanan dan norma-norma.

Selain kedua upaya di atas, teguran dan sanksi juga turut menjadi salah satu upaya yang dilakukan guru PPKn untuk memaksimalkan proses pembelajaran PPKn yang bersifat aktif. Karena, pembelajaran aktif dapat menunjang proses internalisasi nilai-nilai karakter nasionalisme. Peserta didik juga merupakan salah satu dari enam komponen pembelajaran aktif. Hal di atas sesuai dengan pendapat Cholisin (2011: 15), bahwa sebuah kegiatan belajar (task), baik secara eksplisit atau implisit terbentuk atas enam komponen. Komponen-komponen yang dimaksud adalah tujuan, input, aktivitas, pengaturan (setting), peran guru, peran peserta didik. Kemudian terakhir adalah guru mengembangkan pembelajaran inovatif, yaitu pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan peserta didik yang pasif. Pengembangan pembelajaran tersebut di atas adalah dengan cara mengemas pelajaran menjadi menarik dan menyenangkan, sehingga peserta didik mudah menyerap nilai dan mengimplementasikan dalam kehidupan, keteladanan dan pembiasaan (Dwiyanto, 2012: 56-57). Pengembangan pembelajaran dilakukan, agar mereka lebih mudah menerima pelajaran dan dapat mengkritisi pendapat serta materi yang sedang dibahas, membuat pembelajaran PPKn menjadi menyenangkan, dan cara memberikan materi yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Deskripsi hasil dan pembahasan penelitian mengenai upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan melalui tiga cara, yaitu pertama, penanaman nilai karakter nasionalisme melalui pembelajaran. Kedua, penanaman nilai karakter nasionalisme melalui pembiasaan. Dan ketiga, penanaman nilai karakter nasionalisme melalui kegiatan terprogram.

(13)

Guru menghadapi hambatan dalam hal penilaian afektif, pengaruh dari luar (globalisasi), dan peserta didik. Dengan adanya berbagai hambatan yang dihadapi guru tersebut, maka guru berupaya untuk mengatasi hambatan dengan melalui generalisasi dalam penilaian afektif, keteladanan, teguran dan sanksi, serta pengembangan pembelajaran inovatif.

Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian mengenai upaya guru PPKn dalam menanamkan nilai karakter nasionalisme di SMK Negeri Kabupaten Bantul, peneliti memiliki sumbang saran yang sekiranya dapat dijadikan pertimbangan yang membangun bagi beberapa pihak di antaranya adalah sebaiknya guru PPKn tidak hanya sebatas mengajar saja namun menjadi panutan untuk peserta didik, karena tanpa adanya keteladanan dari seorang guru maka peserta didik tersebut sulit dalam memahami, menghayati dan mengimplementasikan perilaku dan sikap yang mencerminkan nilai karakter nasionalisme; sebaiknya guru PPKn berkenan mencari informasi yang lebih memadai berkaitan dengan pengembangan pembelajaran berbasis karakter, agar dapat mengembangkan pembelajaran karakter lebih baik daripada saat ini; dan sebaiknya guru PPKn bersedia untuk terus belajar meningkatkan kualitas pembuatan perangkat pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran di kelas dan juga terus berinovasi untuk mengembangkan pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran aktif untuk menunjang proses penanaman nilai karakter.

Selain itu, saran yang diajukan kepada sekolah antara lain, sebaiknya sekolah memberikan dukungan kepada guru untuk untuk memaksimalkan penanaman nilai karakter nasionalisme kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan terprogram yang ada di sekolah; sebaiknya sekolah lebih memperhatikan masalah penanaman nilai karakter nasionalisme dan cara pengembangannya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berbasis karakter; dan sebaiknya sekolah mendukung guru untuk menciptakan iklim sekolah yang positif, karena iklim positif dapat mendukung proses penanaman nilai karakter nasionalisme kepada peserta didik.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2011. Penelitian Pendidikan, Metode, dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter

di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

Cholisin. 2011. Peran Guru PKn dalam Pendidikan Karakter (Tidak diterbitkan)

Disampaikan pada Kuliah Umum Jurusan PPKn FKIP UAD Yogyakarta, 5

Februari. Diunduh melalui

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PERAN%20GURU%20PKn%20A

LAM%20PENDIDIKAN%20KARAKTER_2.pdf pada tanggal 24 Maret

2016 pukul 15:44 WIB

Creswell, John W. 2010. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approaches (diterjemahkan oleh Achmad Fawaid). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Djiwandono. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila: Tinjauan Kritis ke Arah

Pembaruan. Jakarta: CSIS.

Dwiyanto, Djoko dan Ign. Gatut Saksono. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis

Pancasila. Yogyakarta: Ampera Utama.

Hendrastomo, Grendi. 2007. Nasionalisme Vs Globalisasi ‘Hilangnya’ Semangat Kebangsaan Dalam Peradaban Modern. Jurnal DIMENSIA, Volume I, No. 1, Maret 2007.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme,

Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Balitbang Pusat Kurikulum.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Poetri, Anggita. 2013. Efektivitas Penggunaan Model Role Playing Dengan Model Story Telling Dalam Pembelajaran PKn Untuk Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

(15)

Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya. 2011. Teori dan Landasan Pendidikan

Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.

Winataputra, Udin S. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif

Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Bandung: Widya

Aksara Press

Zamtinah dkk. 2011. Model Pendidikan Karakter Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun I, Nomor 1, Oktober 2011

halaman 99.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala untuk implementasi pengendalian kualitas produk dengan menggunakan metode Six Sigma pada UDb. Untuk mengetahui solusi untuk

Maryadi (2014)Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal

Tabel 5, Tampilan pengujian data SKPD Kasus dan hasil pengujian Data masukan Yang diharapkan Hasil pengamatan Kesimpulan Menambah kan skpd pada form Data akan masuk dan

The students interact, share, contribute the knowledge each other well as the result; the three components of interaction patterns; negotiate meaning, recast, and feedback,

Salah satu bentuk integrasi system kurikulum yang dilakukan oleh lembaga pendidikan islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati adalah dimasukkanya mata pelajaran

LSP dalam mengembangkan skema sertifikasi KKNI dan Okupasi Nasional harus berdasarkan kemasan KKNI dan / atau Okupasi Nasional yang terdapat didalam Standar Kompetensi Kerja

Harapan saya semoga penelitian ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi

Interaksi antara carbopol 940 dan gliserin merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi daya hambat sediaan (tabel IV) dengan nilai negatif yang berarti