• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Fiqih shalat muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di Pesantren Tahfidzul Al- Quran Tahun 2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Implementasi Fiqih shalat muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di Pesantren Tahfidzul Al- Quran Tahun 2017 - Test Repository"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI FIQIH SHALAT MUYASSAR

DALAM PENANAMAN IDEOLOGI SANTRI

DI PESANTREN TAHFIZUL

QUR’AN

AS SURKATI SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

MUHAMAD DIDIK NUGROHO

NIM 111 12 061

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

“YAKIN USAHA SAMPAI”

PESEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

 Keluargaku tercinta, yang tanpanya penulis bukanlah apa-apa, Ayahanda Romdhoni, Ibunda Suprihati yang doa restunya selalu menyertai disetiap derap langkah perjuangan, sadara yang selalu mendukung dan memotivasi setiap aktivitas mas Musthofa dan mas Arifin.

(6)
(7)

vi

KATA PENGANTAR

Atas segala rahmat Allah SWT yang tercurahkan kepada seluruh mahluk yang telah ia ciptakan, sepantasnya kita untuk lebih banyak bersyukur, serta selalu mengingat akan kuasa Allah yang begitu luas akan segala sesuatu, yang atas ridhanya, penulis telah dimudahkan segala urusannya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Implementasi Fiqih Muyassar Dalam Penanaman Ideologi Santri Pesantren Tahfizul Quran As Asurkati Salatiga. Selain sebagai tugas wajib untuk memperoleh gelar sarjana, skripsi ini dibuat dengan tujuan dapat menjadi ideologi untuk menanamkan ketaqwaan pada santri dalam beribadah khususnya sholat baik wajib maupun sunnah dengan pedoman fiqih muyassar.

Rasa hormat penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membimbing dan membantu dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Bapak Dr. Mittahudin. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.

(8)
(9)

viii

ABSTRAK

Nugroho, Muhamad Didik. 2017.Implementasi Fiqih shalat muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di Pesantren Tahfidzul Al- Quran Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin, S.Pd.I, M.Pd.

Kata Kunci: Fiqih shalat muyassar, Ideologi, dan Santri

Penelitian ini berusaha untuk mendiskripsikan implementasi fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideology sntri di salah satu pesantren dikota Salatiga. Dalam penelitian ini peneliti meneliti di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana implementasi fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideology santri di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga. (2) Bagaimana faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplemntasikan fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideology santri di Pesantren Tahfizul Quran As surkati Salatiga.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian diskriptif. Lokasi penelitian ini berada di yayasan pendidikan Islam (YPI) Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(10)

ix

PERNYATAAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

F. Metode Penelitian... 8

1. Pendekatan Penelitian ... 8

2. Kehadiran Pneliti ... 9

3. Lokasi Penelitian ... 10

4. Sumber Data ... 10

5. Metode Pengumpulan Data ... 11

6. Analisi data ... 13

7. Pengecekan Keabsahan data ... 13

8. Tahap-tahap Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan... 15

BAB II KAJIAN TEORI ... 17

A. Ideologi Pendidikan Pesantren ... 18

1. Pengertian Ideologi Pendidikan Pesantren ... 18

(11)

x

3. Sistem Pendidikan di Pesantren... 26

4. Sistem Pendidikan di Pesantre... 23

B. Kurikulum Pendidikan di Pesantren... 30

C. Tujuan dan Kurikulum Madrasah Aliyah ... 32

1. Tujuan Madrasah Aliyah ... 32

2. Karakteristik Madrasah Aliyah... 32

3. Aspek Struktur Kurikulum Pendidikan Madrasah Aliyah... 32

4. Aspek Tuntutan Pendidikan Madrasah Aliyah ... 33

5. Materi Pengajaran ... 33

D. Integrasi Kurikulum : Pesantren dan Madrasah Aliyah ... 34

E. Fiqih Muyassar ... 39

1. Fiqih Ibadah Shalat ... 38

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA ... 51

A. Gambaran Umum Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga ... 51

1. Sejarah Singkat Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga ... 51

2. Visi Pesantren ... 52

3. Misi Pesantren ... 52

4. Tujuan Pesantren ... 53

B. Temuan Penlitian ... 53

1. Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati . 53 2. Metode Pengajaran di Pesantren Tahfidzul Quran As Surkati ... 66

BAB IV PEMBAHASAN ... 68

A. Analisis Tentang Implementasi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al Quran Salatiga ... 68

1. Konsep Pendidikan ... 68

2. Kurikulum dan Kitab yang dipelajari ... 68

3. Metode yang dipakai ... 70

B. Analisis Tentang Penanaman Ideologi Fiqih Muyassar Terhadap Santri di Pesantren Tahfidzul Al Quran As Surkati Salatiga ... 71

1. Pelaksanaan Rukun Islam dengan disiplin utamanya shalat. ... 71

(12)

xi

3. Kekhusukan Ibadah Santri ... 72

4. Amalan-amalan santri ... 73

B. Analisis Tentang Hambatan dan Pendukung dalam Penanaman Ideologi Fiqih Muyassar di Pesantren Tahfidzul Al Quran As Asurkati Salatiga ... 73

1. Faktor Penghambat. ... 73

2. Faktor Pendukung ... 73

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

1. Implementasi Fiqih Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri di Pesantren Tahfizul Al Quran Salatiga. ... 75

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mengimplementasikan Fiqih Muyassar dalam Penanaman Ideologi Santri. ... 76

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.Dalam perkembangannya, Istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yangt diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa (Hasbullah, 2013:1).

Pendidikan Islam menurut D Marimba merupakan pendidikan yang berusaha dalam membimbing jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab dengan nilai-nilai Islam (Lestari, 2010:77). Hal ini yang membuat pendidikan agama Islam sangat penting dalam kehidupan karena menjadi ujung tombak pembangunan peradaban manusia artinya manusia yang mampu meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran – ajaran Islam. Adanya pendidikan agama Islam akan berimplikasi pada kehidupan amaliyah manusia di dunia.

(14)

2

berkembang dan dibangun di dalam wilayah yang netral.Karena selalu terbangun konstruksi sosial, mediasi budaya, intervensi politik, dan basis ideologi tertentu.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang secara historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (Dhofier, 1994: 75).Pesantren merupakan hasil usaha mandiri ulama atau kiai yang dibantu santri dan masyarakat, sehingga memiliki berbagai bentuk.Selama ini belum pernah terjadi penyeragamaan pesantren dalam skala nasional.Setiap pesantren menciptakan budaya atau memiliki ciri khas sendiri-sendiri hal itu dipengaruhi oleh perbedaan selera kiai atau keadaan sosial budaya maupun geografis disekelilinya.

Dalam UU Sisdiknas keberadaan pesantren merupakan sistem pendidikan keagamaan Islam dengan pengertian pesantren sebagai pendidikan berbasis tafaqquh fiddin, sebagai pusat pendidikan umat Islam, dan penempatan pesantren sebagai pranata sosial dalam sistem pendidikan nasional. Pemahaman terhadap visi baru pesantren yang dikemas dalam UU Sisdiknas 2003 sangat penting bagi semua pihak, baik kalangan pesantren, maupun departemen agama sebagai modal dasar bagi pembangunan keagamaan di masa reformasi (Musa, 2003: 21).

(15)

3

inovasi melalui pembaharuan-pembaharuan karena tuntutan dan tekanan sistem di luar pesantren. Perkembangan pesantren yang terus melahirkan inovasi-inovasi baru dapat dilihat pada integrasi antara kurikulum pesantren dan kurikulum Madrasa Aliyahyang digabungkan menjadi suatu bagian dalam proses pembelajaran.

Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati Kota Salatiga merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang menerapkan integrasi sistem kurikulum, yakni perpaduan antara kurikulum pasantren dan kurikulum Madrasa Aliyah.

Proses integrasi yang dilakukan oleh Pesantren Tahfizul Quran As-Surkati didasari atas upaya untuk menjawab visi-misi lembaga pendidikan Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati, dimana dalam penggambaran visi-misi tersebut, sangat membutuhkan integrasi sistem kurikulum untuk mencapai tujuan yang termaktub dalam visi-misi lembaga pendidikan islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati. Adapun Visi-Misi Tahfizul Quran As Surkati Kota Salatiga sebagai berikut:

“Terbentuknya pribadi yang tidak hanya unggul dalam bidang Tahfizhul Qur’an akan tetapi juga mempunyai wawasan ilmu syari dan umum yang luas sehingga mampu menjadi generasi Islam yang compatible di masa yang akan datang”. (Hasil Wawancara dengan Ustad Abda’ Lail Isra’ pada tanggal 10 Maret 2017).

(16)

4

hanya dibekali dengan kecakapan dalam bidang agama Islam semata, melainkan para santri juga memiliki kecakapan terhadap ilmu-ilmu umum. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum yang diajarkan, sistem pembelajaran yang telah diperbarui, sehingga menyerap ilmu-ilmu yang bersifat “umum”, juga telah dikembangkan pula paradigma ilmu yang bersifat komparatif antar berbagai disiplin atau berbagai pendapat (salah satunya madhab), terbukanya pada dengan perkembangan teknologi dan media informasi

Pada presepsi inilah lembaga pendidikan Islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati memutuskan menggunakan integrasi system kurikulum yang diyakini sebagai langkah tepat dalam menjawab visi-misi lembaga Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati Kota Salatiga.

Salah satu bentuk integrasi system kurikulum yang dilakukan oleh lembaga pendidikan islam Pesantren Tahfizul Al-Quran As-Surkati adalah dimasukkanya mata pelajaran ilmu fiqih muyassar kedalam kurikulum madrasah aliyah, dimana fiqih muyasar merupakan pegangan para santri dalam proses pembelajaran tentang ilmu fiqih secara umum.

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna keaslian Indonesia (irgenous) posisi Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan islammemiliki dasar yang cukup kuat, baik secara ideal, konstitusional maupun teologis.Landasan ideologis ini menjadi penting bagi pesantren.

(17)

5

pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan yang Maha Esa atau tegasnya harus beragama (Muthohar, 2007:14).

Sesuai dengan penjelasan diatas peneliti terarik karena terdapat Pondok Pesantren sekaligus Madrasah Aliyah di Kota Salatiga yang sangat berkembang dengan bercorak fiqh yang berbeda ditengah-tengah mayoritas Pondok Pesantren di Kota Salatiga menggunakan fiqh Safi’iyah. Konsep

ideologi pendidikan yang diterapkan di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Kota Salatiga dan implementasinya dalam fiqih Muyassar tentang ibadah Sholat merupakan hal yang menarik untuk dijadikan objek penelitian. Dari latar belakang diatas peneliti mengambil judul “IMPLEMENTASI FIQIH SHALAT MUYASSAR DALAM PENANAMAN IDEOLOGI SANTRI PESANTREN TAHFIZUL AL-QURAN AS-SURKATI SALATIGA”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagimanakah implementasi fiqih shalat muyassar dalam penanaman ideologi santri di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga?

(18)

6 C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui :

1. Menjelaskan implementasi fiqih muyassar dalam penanaman ideologi santri di PesantrenTahfizul Quran As Surkati Salatiga.

2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan fiqih muyassar dalam penanaman ideologi santri di Pesantren Tahfizul Quran As Surkati Salatiga.

D.Manfaat Penelitian

1. Secara Teoretis

a. Memberikan kejelasan secara teoritis tentang Ideologi Pendidikan Fiqh Muyassar di Pesantren.

b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia pendidikan untuk hal Ideologi Pendidikan Fiqh Muyassar di Pesantren. c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas

Tarbiyah Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga. 2. Secara Praktis

a. Untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai Ideologi Pendidikan Fiqh Muyassar di Pesantren.

(19)

7 E.Penegasan Istilah

1. Ideologi

Ideologi menurut kamus adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program (O’niel, 2002:417).

Menurut William F. O’neill dan juga yang dikutip dalam buku Prof.

Abu Achmadi dalam buku ideologi pendidikan Islam “Ideologi adalah

sistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, ideologi sifatnya mengarah pada aksi dan dalam pendidikan ideologi bermakna konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercaya dan diperuangkan (Achmadi, 2005:9). 2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu bimbingan ataup pimpinan secara sadar oleh guru terhadap perkembangan jasmani dan ruhani murid menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Rusn, 2009:54).

3. Pesantren

(20)

8 F.Metode Penelitian

1. Pendekatan danJenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan menyajikan gambaran tentang peran bakat diri dalam peningkatan indeks prestasi mahasiswa disertai faktor pendorong dan penghambat serta solusi permasalahan tersebut.

Menurut Moleong (2011:6) penelitian kulitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam buku berjudul Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa (Maslikhah, 2013: 67) juga disebutkan bahwa penelitian berjenis kualitatif biasanya memuat tentang jenis pendekatan penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.

(21)

9 2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pencari informasi dan pengamat, dimana peneliti mencari informasi kepada ketua yayasan tentang bagaimana konsep dan impelemntasinya ideologinya pendidikan fiqh muyassar di pesantren.Sehingga peneliti harus berusaha untuk menggali atau mencari informasi yang berkaitan denganKonsep dan Implementasi Fiqih Musayyar di Pondok Pesantren As-Surkati Salatiga tersebut.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pondok Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.Penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari Oktober 2016 sampai penulisan laporan penelitian ini selesai.

4. Sumber Data a. Data Primer

(22)

10 b. Data Sekunder

Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan dokumen resmi dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.

5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi

Metode ini digunakan peneliti dengan mengamati langsung di lapangan untuk mengetahuikonsep ideologi pendidikan fiqih muyassar yang diterapkan di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Observasi ini digunakan untuk mencari data-data yang diperlukan serta mengetahui langsung keadaan yang terjadi di lapangan.

b. Wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186). Sutrisno Hadi yang dikutip oleh Sugiyono (2013: 138) mengungkapkan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview atau wawancara adalah sebagai berikut:

(23)

11

2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh informan kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, dan

3) Bahwa interpretasi informan tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapun jenis interview yang digunakan peneliti dalam meneliti ustad, kepala yayasan, dan narasumber terkait di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga adalah model wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013: 140), dan dalam hal ini adalah masalah tentang bagaimana konsep dan implementasi ideologi pendidikan fiqih muyassar yang diterapkan pada santri di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.

Sedangkan narasumber dalam penelitian ini adalah dengan kepala yayasan, ustad dan narasumber terkait dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

c. Dokumentasi

(24)

12

notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 30). Metode ini digunakan untuk mendapatkan bukti data berupa foto ketua yayasan dan ustad.

6. AnalisisData

Menurut Moleong (2008:280) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Pada tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul yang terdiri dari hasil wawancara dan dokumentasi. Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorisasikannya.

Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiono (2011:337) aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, dengan penjabaran sebagai beriku:.

a. Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.

b. Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya secara naratif.

(25)

13 7. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Moleong (2008: 324) ada empat kriteria yang digunakan yaitu:kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Pada penelitian ini, peneliti memakai kriteria kepercayaan (credibility). Kriteria kepercayaan ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Peneliti memperpanjang penelitian dengan melakukan observasi secara terus menerus sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian peneliti menggunakan teknik triangulasi data yaitu teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008: 330). Pada teknik ini peneliti melakukan triangulasi dengan teknik yaitu dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan triangulasi dengan sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil wawancara antar narasumber terkait serta membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.

8. Tahap-Tahap Penelitian

(26)

14 a. Tahap sebelum ke lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subyek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan konsep ideologi pendidikan fiqih muyassar di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Pesantren As-Surkati Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

c. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data.Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.

G.SistematikaPembahasan

(27)

15

pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar table, daftar lampiran; adapun bagian inti berisi pendahuluan sampai dengan penutup; dan bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, riwayat hidup peneliti. Adapun sistematik bagian isi adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan: Bab ini berisi tetang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Teori, Metode Penelitian (Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi dan Waktu Penelitian, Sumber Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan Tahap-tahap Penelitian), dan Sitematika Penulisan.

Bab II Kajian Teori: Bab ini berisi tentang landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang memuat pengertian ideologi, pengertian pendidikan, pengertian pesantren tentang fiqih muyassar, kurikulum pesantren, tujuan dan kurikulum madrasah aliyah, inegrasi kurikulum pesantren dan madrasah aliyah, Fiqih Muyassar.

(28)

16

Bab IV Pembahasan: Bab ini berisi tantang pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu.

(29)

17 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Ideologi Pendidikan Pesantren

1. Pengertian Ideologi Pendidikan Pesantren

Istilah ideologi berasal dari kata “idea” dan “logos”. Kata “idea” berarti asal raut muka dan perawatan. Dalam filsafat plato (427-347 SM), idea diartikan sebagai suatu konsep, suatu terapan (persep) dan kenyataan yang lebih mendalam daripada kesan yang tampak. Filosof Jerman, G.W.F. Hegel (1770-1833) mengartikan bahwa idea adalah makna dan pencitaan segala benda yang berkembang menurut logika murni melalui tiga tahap: obyektif, subyektif dan mutlak. Sedangkan kata “logos’ berarti ilmu pengetahuan (Shadily, 1983: 1366).

Menurut William F. O’neill yang dikutip dalam buku Prof. Abu

Achmadi dalam buku Ideologi Pendidikan Islam “Ideologi adalah sistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, ideologi sifatnya mengarah pada aksi dan dalam pendidikan ideologi bermakna konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercaya dan diperuangkan (Achmadi, 2005: 9).

Pendidikan berasal dari kata “didik” kemudian mendapat imbuhan “pe-an”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan berarti proses

(30)

18

sisdiknas Tahun 2003 yang dimaksud pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Namun dalam perkembangannya, istilah pendidikan natau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh oreang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan yang diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, 1992: 4).

Sedangkan Pesantren berasal dari kata santri dan imbuhan “pe” di

depan dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal atau asrama santri (Zamakhsyari, 1984: 18). Sedangkan menurut istilah para ahli, pesantren adalah: sebuah asrama Islam tradisional di mana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau guru, yang dikenal dengan kyai.

(31)

19

ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.

Sedangkan menurut Geertz, dalam bukunya Wahjoetomo (1997: 70), menjelaskan bahwa pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India sastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Geertz menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari pura Hindu.

Kesimpulan dari paparan diatas menunjukan bahwa yang dimaksudkan dengan ideologi pendidikan pesantren dalam penelitian ini adalah nilai-nilai yang ditransformasikan oleh ustad kepada santrinya, dalam hal ini penulis membatasi kajian pada hukum-hukum Islam (fiqih) utamanya yang menyangkut hukum-hukum ibadah.

(32)

20

hadist, ilmu tasawuf thariqat, dan qiro’at al Quran) dan pesantren campuran (Mahfud, 1994: 299).

Dhofier memandang dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi tetap mengajarkan kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Penerapan system madrasah untuk memudahkan system sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren (Dhofier, 1984: 41).

(33)

21

disetiap sistem sosial tertentu dan dalam kurun waktu tertentu (Halim, 2013: 48).

Inovasi ditinjau dari substansinya, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitun inovasi dalam wujud wawasan, konsep teori baru, inovasi berupa produk teknologi baru, dan inovasi berupa struktur serta fungsi baru. Dalam hal ini penemuan teknologi komputer mendorong berkembangnya konsep penelitian yang lebih luas dan turut mengubah fungsi para peneliti. Perubahan struktur politik di Indonesia mendorong berkembangnya wawasan tentang demokrasi berbagai bidang. Oleh karena itu, pada suatu masyarakat inovasi yang muncul bisa berupa wawasan, namun pada masyarakat yang lain mungkin berupa teknologi, dan pada masyarakat yang lain inovasi yang muncul lebih berupa restrukturalisai dan refungsionalisasi (Halim, 2013: 49).

Dengan demikian, hal penting yang dapat dipahami dalam paparan di atas adalah bahwa ketika inovasi diperkenalkan untuk pertama kalinya dipesantren, pada umumnya orang cenderung akan lebih memperhatikan hal-hal yang dianggapnya mampu membantu proses penyebaran atau pelaksanaanya. Oleh karenanya, inovasi tersebut perlu dimodifikasi sehingga dapat lebih mudah diterima masyarakat.

(34)

22

dengan rukun Islam yang lima dan peraturan ibadah dengan teks-teks panduan fikih yang memiliki khazanah ilmiah lengkap yang memenuhi kebutuhan untuk beribadah sesuai Syari’at Islam sebagaimana yang

diajarkan oleh Nabi. Semua poin fikih dan hukum dalam fiqih muyassar, tegak di atas dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah, bahkan semua hadits dan riwayat ditakhrij serta dikukuhkan dengan hukum-hukum Syaikh al-Albani (Al Faqihi, 2016: viii).

2. Visi / Tujuan Pendidikan Pesantren

Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, disamping faktor-faktor lain yang terkait: pendidik, peserta didik, media pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan empat faktor tersebut tidak ada artinya ketika tidak diarahkan oleh suatu tujuan. Kemudian juga tujuan menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode dan media pengajaran selalu disesuaikan dengan tujuan. Karena tujuan yang tidak jelas dapat mengaburkan seluruh aspek tersebut.

(35)

23

kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (’Izza al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia (Mastuhu, 1994: 55).

Dhoifier (1985: 113) menggambarkan bahwa dalam 30 tahun pertama, tujuan pendidikan Tebuireng ialah untuk mendidik calon ulama. Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas, yaitu mendidik para santri agar kelak mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (ulama yang

yang menguasai pengetahuan umum) dan “intelektual ulama” ( sarjana

dalam bidang pengetahuan umum yang juga mengetahui pengetahuan Islam).

Pergeseran tujuan tersebut hanya menyentuh permukaanya, sedangkan esensi dan substansinya tidak berubah. Ulama yang dipahami hanya menguasai ilmu-ilmu pengetahuan seperti tafsir, hadist, fiqh, tasawuf, akhlak, dan sejarah Islam saja mulai digugat. KH A. Wahid Hasyim seorang putra pendiri Tebuireng dan pernah mengasuh pesantren yang paling terkenal diIndonesia terutama abad ke-20 bahkan pernah mengusulkan perubahan tujuan pendidikan secara mendasar, agar mayoritas santri yang belajar dilembaga-lembaga pesantren tidak bertujuan menjadi ulama (Dhoifier, 1985: 105). Namun usulan revolusioner tersebut tidak disetujui ayahnya, Hadratus Syaikh.

(36)

24

sehingga tidak terisolasi dalam dunianya sendiri. Jadi secara esensial, tujuan pesantren masih tetap dan tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan. Pesantren yang memiliki kepentingan mendasar untuk menanamkan tradisi keilmuan Islam untuk bekal berkehidupan di dunia maupun akhirat.

Dari rumusan tujuan tersebut tampak jelas bahwa pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam di tengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci keberhasilan hidup bermasyarakat. Di samping berfungsi sebagai lembaga pendidikan dengan tujuan seperti yang telah dirumuskan di atas, pesantren mempunyai fungsi sebagai tempat penyebaran dan penyiaran agama Islam.

Memahami tujuan pendidikan pesantren haruslah lebih dahulu memahami tujuan hidup manusia menurut Islam. Tujuan pendidikan pesantren harus sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut Islam. Sebab pendidikan hanyalah cara yang ditempuh agar tujuan hidup itu dapat dicapai.

(37)

25

mengembangkan pikiran dan mengatur tingkah laku serta perasaannya berdasarkan Islam, maka tujuan pendidikan Islam (pesantren) adalah untuk merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia tersebut (Abdul, 1998: 189).

3. Sistem Pembelajaran di Pesantren

Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling berhubungan dan saling memperkuat. Jadi, sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengertian lainnya yang umum dipahami di kalangan awam bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Dimana dalam sistem pendidikan terutama dalam pengajaran terdapat pendekatan yang digunakan dalam pengajaran dipondok pesantren. Hal ini berkaitan dengan cara penyampaian ajaran agama Islam dalam ruang lingkup yang luas pada pondok pesantren, seperti ilmu muamalah kemudian ilmu tata cara berkeluarga yang sakinah mantek atau logika dan lain sebagainya (Djamaluddin, 1998: 114).

(38)

26

membicarakan kemungkinan pesantren menjadi pola pendidikan nasional (Madjid, 1997: 87).

Pada lembaga pendidikan yang sedang kita pikirkan bersama saat ini, yaitu sistem pendekatan dengan metode pengajaran agama Islam di pesantren, untuk memudahkan segala usaha dalam mencapai tujuan. Suatu tujuan yang hendak dicapai biasanya timbul dari pandangan hidup seseorang atau golongan atau masyarakat. Khusus dalam dunia pendidikan Indonesia, tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dicapai dengan sistem atau metode didasarkan atas kategori-kategori; tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus (Djamaluddin, 1998: 115).

Pada tahap selanjutnya, pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu :

a. Mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern.

b. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas

perkembangan di luar dirinya.

c. Diferivikasi program dan kegiatan makin terbuka, dan ketergantungannyapun

absolut dengan kyai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan

berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun ketrampilan yang

(39)

27

d. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Muhaimin, Mujib,

1997: 301).

Karena pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di Indoensia, maka gerak dan usaha serta arah pengembangannya harusnya berada di dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional. Tujuan yang bersifat operasional dan kurikuler pada pondok pesantren sampai kini belum dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan institusional belum dirumuskan secara konkret dan sistematis.

Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan. Kedua model ini kyai aktif dan santri pasif. Untuk itu perlu adanya metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Jadi jika dikaitkan dengan istilah mengajar, dimana mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan, sedangkan metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Ramayulis, 2000: 201).

Selain itu ada juga model-model pembelajaran dalam pesantren, seperti; metode musyawaroh (bahtsul masa’il), Metode Pengajian Pasaran, Metode Hafalan (Muhafadzah), Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah, Metode Rihlah Ilmiah, Metode Riyadhah (DEPAG RI, 2001: 92-113).

a. Musyawaroh (Bahtsul Masa’il)

Musyawaroh (Bahtsul Masa’il) merupakan metode pembelajaran yang lebih

mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri orang santri

(40)

28

seorang Kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas

atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Metode Pengajian Pasaran

Metode pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian

materi (Kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok

santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu

tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadlan selama setengah bulan, dua

puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab

yang di kaji.

c. Metode Hafalan (Muhafadzah)

Metode hafalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara

menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang

ustadz/kyai.

d. Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah

Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang

dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan

ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah

petunjuk dan bimbingan ustadz.

e. Metode Rihlah Ilmiah

Metode Rihlah Ilmiah (studi tour) ialah kegiatan pembelajaran yang

diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu

tempat tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu.

(41)

29

Metode Riyadhah ialah salah satu metode pembelajaran di pesantren

yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri

dengan berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan ustad.

B. Kurikulum Pendidikan Pesantren

Kemudian dari kurikulum pesantren, meskipun materi yang dipelajari

terdiri dari teks tertulis, namun penjelasan dan penyampaian secara lisan dari kiai

juga sangat penting. Baik dari segi lughowi, maknawi dan dalam konteks yang sempit

maupun yang lebih luas.

Secara umum kurikulum pesantren menurut Karel Stenbrink meliputi : fiqh ibadah, fiqh umum, tata Bahasa Arab, Ushuluddin, Tasawwuf dan Tafsir. Sedangkan dalam pengamatan Nur Cholish Majid Kurikulum pesantren itu meliputi; nahwu – shorof, fiqh, aqoid, tasawwuf, tafsir, hadist, bahasa Arab dan fundamentalis. Menurut Abdurrohman Mas’ud, memandang

dari sudut kurikulumnya, apa yang dipelajari di pesantren dikelompokkan pada tiga bidang, yaitu :

1. Tekhnis; seperti fiqh, ilmu mustholah hadits, ilmu tafsir, hisab, mawaris, ilmu

falaq.

2. Hafalan; seperti pelajaran Al-Qur'an, ilmu bahasa Arab.

3. Ilmu yang bersifat membina emosi keagamaan; seperti aqidah, tasawuf dan

akhlaq.

(42)

30

pesantren tradisional; dalam bidang akidah berorientasi kepada paham Asy’ari. Sedangkan dalam soal fiqih bermadzhab syafi’i (dan sedikit menerima dari

madzhab lainnya). Sedangkan bidang akhlak dan tasawwuf menganut ajaran Imam Al Ghozali. Persoalan inilah yang kemudian sering mendapatkan kritikan dari modernis, yang tidak mau terikat dengan sistem madzhab bahkan menyerukan pembukaan pintu ijtihad. Bahkan tradisi kitab kuning adalah membelenggu kreatifitas ummat.

Sementara dalam tradisi pesantren, karya-karya Al Ghozali dianggap sebagai prestasi keilmuan dan spiritual tertinggi. Sedangkan kelompok modern lebih berorientasi kepada Ibnu Taimiyyah.

Hal lain yang mencolok dari tradisi keilmuan pesantren adalah teks-teks klasik dengan berbahasa arab sebagai referensi. Karena mereka berkeyakinan bahwa teks klasik inilah yang memiliki orisinilitas dan bobot kehormatan yang lebih. Bahkan ulama’ tradisional yang mewujudkan karyanya

juga dalam bentuk tulisan arab.

(43)

31

yang ditandai dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik, Dengan demikian pesantrern modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernisasi pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah (Mas'ud, 2003: 76).

C. Tujuan dan Kurikulum Madrasah Aliyah

1. Tujuan Madrasah Aliyah

Penyelenggraan pendidikan madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan

pendidikan umum bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab

dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi;

memiliki dan etos budaya kerja; dan dapat memasuki dunia kerja atau dapat

mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain tujuan pendidikan Madrasah

Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa masuk ke perguruan tinggi

umum dan Agama serta dapat diterima bekerja sesuai dengan kebutuhan pasar.

2. Karakteristik Madrasah Aliyah

Madrasah Aliyah memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri, sehingga

dalam kontek kurikulum perlu menampakan karakteritik tersebut. Oleh karena itu

perumusan dan pengembangan kurikulum madrasah Aliyah menjadi suatu hal

(44)

32

memiliki relevansi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sisi lain madrasah Aliyah harus

mencerminkan jati dirinya sebagai satuan pendidikan yang merupakan bagian

integral dari sistem pendidikan nasional.

3. Aspek struktur kurikulum Pendidikan Madrasah Aliyah

Dilihat dari segi struktur kurikulum, madrasah Aliyah yang diterbitkan

oleh Departemen Agama dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum berbeda

dengan sekolah umum lainnya. Perbedaanya nampak pada pengembangan

pendidikan agama Islam yang terkait dengan mata pelajaran ; al-Qur’an Hadits,

Aqidah Akhlak, Fiqih dan sejarah Islam.

Pada setiap program baik program bersama, program studi ilmu alam,

program studi ilmu social, program studi ilmu agama Islam, program studi bahasa

maupun program keahlian kejurun mata pelajaran tersebut diberikan. Dengan

demikian jumlah jampun di madrasah aliyah ini ada perbedaan dengan tingkat

sekolah menengah umum lainnya.

4. Aspek tuntutan pendidikan Madrasah Aliyah

Kurikulum pendidikan madrasah Aliyah ke depan harus lebih menitik

beratkan pada pencapaian ilmu keagamaan, pengetahuan dan teknologi yang

dijiwai dengan semangat iman dan taqwa. Bentuk kurikulum yang integrirtid

antara agama (iman dan takwa), pengetuhuan dan teknologi merupakan tuntutan

kebutuhan masyarakat dari lulusan pendidikan madarsah aliyah. Oleh karena itu,

pendidikan agama yang sesuai dengan perkembangan peserta didik dan tuntutan

masyarakat, dalam konteks kita sekarang, yang diajarkan tidak hanya

(45)

wawasan-33

wawasan keislaman yang lain, termasuk misalnya wawasan Islam mengenai

kemoderenan, kemajuan ilmu

5. Materi Pengajaran

Mata pelajaran yang diprogramkan di madrasah Aliyah ini meliputi

aspek spiritual (keagamaan), kemasyarakatan, budaya, seni dan teknologi.

mengajarkan ilmu-ilmu Agama, termasuk di dalamnya bahasa Arab sebagai alat

mutlak untuk membaca kitab-kitab pelajarannya. Karena itu, semua pelajaran

Agama dan bahasa Arab menjadi pelajaran pokok. Pendidikan Madarsah Aliyah

termasuk lembaga pendidikan yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan

Islam atau pendidikan pesantren. Oleh karena itu pendidikan Islam atau madrasah

adalah integrasi keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan.

Untuk menjawab tuntutan kebutuhan akan pendidikan madarasah

Aliyah ke depan diperlukan perencanaan program kurikulum yang didasarkan

atas prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang sekolah.

b. Menjadikan kehidupan actual anak kea rah perkembangan dalam suatu

kehidupan yang bulat dan menyeluruh. Ia dapat berkembang kea rah

kehidupan masyarakat yang paling baik.

c. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas

(46)

34

kemampuannya yang actual untuk aktif memikirkan hal-hal baru yang baik

untuk diamalkan.

D. Integrasi Kurikulum : Pasantren dan Madrasa Aliyah

Pendidikan pada dasarnya merupakan aktifitas sistematis dalam

mencerdasakan peserta didik, tanpa cahaya pendidikan dapat dipastikan peradaban

manusia akan tenggelam dalam kebutaan moralitas serta krisis kreatifitas dan

inovasi. Nilai universal yang terkandung dalam pendidikan menjadikan keharusan

dalam setiap kehidupan manusia harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu

kebutuhan dasariah (teori pendidikan: http://sinautp.weebly.com/teori-pendidikan.html pada 12/01/2017:11.48).

Nilai keuniversalan dalam pendidikan yang mempunyai output

mencerdasarkan peserta didik melahirkan konsekuensi metode pendidikan yang

tidak mengesampingkan aspek keuniversalan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka

konsep pendidikan pesantren dan madrasa aliyah merupakan bagian yang

terintegrasikan dalam menopang kualitas peserta didik pada semua lembaga

pendidikan, terkhususnya lembaga pendidikan Islam.

Integrasi kurikulum antara kurikulum system pendidikan pasantren dan

kurikulum madrasa aliyah, dalam kaitanya untuk mehasilkan santri-santri yang

berkualitas adalah pembaharuan-pembaharuan keduan kurikulum (pasantren dan

madrasa aliyah ), menjadi suatu kesatuan yang bulat menciptakan kualitas santri

yang benar-benar siap menjadi intelektual ulama. Intekrasi antara system

(47)

35

Berangkat pemahaman tersebut, pesantren sebagai institusi keagamaan

mendapat momentum dalam sistem pendidikan nasional setelah keluarnya

Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-Undang-undang

tersebut menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan tidak hanya salah satu jenis

pendidikan, tetapi sudah memiliki berbagi bentuknya seperti pendidikan diniyah,

pesantren dan bentuk lain yang sejenisnya.

( http://www.republika.co.id/2012/12/23/pendidikan-nasional-undang-undang-pesantren/,diakses 26 Januari 2017 Pukul 12.01 WIB).

Pasantren dalam kaitanya dengan aktifitas pendidikan menpunyai peran

strategis dalam konteks menggodok sumber daya manusia menuju kualitas

paripurna. Mengingat Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan

mengembangkan kepribadian mumslim, yaitu kepribadian yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan

menjadi kawula atau abdi masyarakat. (Mastuhu, 1994: 55). Tujuan membentukan

santri-santri yang belajar di pasantren agar menjadi insan-insan pengabdi terhadap

kemaslahatan bersama. Berkaitan dengan hal tersebut sudah tentunya

membutuhkan kualitas santri yang mumpuni. Dalam hal ini tujuan system

pendidikan pasantren tidak hanya pada proses menciptakan peserta santri-santri

yang mumpuni dalam hal spiritual semata, melainkan lebih kepada kecakapan

holistic (pengetahuan-pengetahuan umum) yang juga menjadi indicator penting

dalam menyiapkan insana-insan paripurna.

Integrasi kedua system pendidikan (pasantren dan madrasa aliyah) dapat

diterapkan dikarenakan kedua system pendidikan ini mempunya fleksibilitas dan

(48)

36

system pendidikan madrasa aliyah bertujuan untuk Penyelenggraan pendidikan

madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan pendidikan umum bertujuan untuk

menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota

masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu

pengetahuan dan teknologi; memiliki dan etos budaya kerja; dan dapat memasuki

dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain tujuan

pendidikan Madrasah Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa masuk ke

perguruan tinggi umum dan Agama serta dapat diterima bekerja sesuai dengan

kebutuhan pasar, sedangkan. tujuan umum dari system pendidikan pasantren

adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi

masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat. Sebagaimana yang

ada pada pribadi Nabi Muhammad yaitu kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti

Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, dalam

menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat ditengah-tengah

masyarakat (’Izza al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka

mengembangkan kepribadian manusia.

Dengan demikian untuk mengwujudukan kecakapan holistic yang terpatri

dalam setiap diri peserta santri, maka sudah tentunya dituntut fleksibilitas

kurikulum untuk melengkapi kurikulum pasantren yang memiliki kecenderungan

pada aspek peningkatan spritualitas. Kurikulum menurut Nana Sudjana (1996: 21),

apabila kurikulum diurai secara structural, maka akan terdapat paling tidak ada

(49)

37

komponen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainya, sehingga

mencerminkan satu kesatuan utuh sebagai program pendidikan yang komperhensif,

dimana kedua kurikulum tersebut dapat diintegrasikan melalui tiga apek penting

yakni, strategi pengajaran yang berkaitan dengan langkah-langkah dalam proses

melengkapi kekurangan dari masing-masing kedua system pendidikan, sedangkan isi

mengacu kepada konten materi pembelajaran, serta evaluasi dimana pada aspek ini

kedua system pendidikan dengan proses integrasi kurikulum senantiasa dilakukan

aktifitas menilai, mempertimbangkan, dan merekomendari metode-metode yang

relevan dalam mengujudkan kesatuan system pendidikan pasantren dan madrasa

aliyah pada aras integrasi kurikulum kedua lembaga.

E. Fiqih Muyassar

Fiqih Muyassar merupakan kitab panduan praktis fiqih dan hukum Islam

lengkap berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, kitab ini ditulis oleh tim ulama fiqih

dibawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy syaikh. Didalamnya memuat

masalah hukum-hukumfiqih dalam ibadah dan muamalat disertai dengan dalil-dalil syar’inya dari Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Nabi yang shahih. Semua itu diulas

dengan penjelasan yang mudah difahami dan keterangan yang mudah dimengerti,

jauh dari kalimat-kalimat yang sulit dan pemaparannya bertele-tele sehingga banyak

kaum muslim yang tidak mampu mencernanya dan memetik faedah darinya, dan

diulas dengan ringkas sehingga memudahkan dalam memahami hukum agama

tanpa mengurangi dan menjatuhkan bobot materi ilmiyah kitab yang dipilih.

Kemudian al-Mujamma’ demi sebuah ketelitian sebagaimanya pada

(50)

38

sebuah tim ahli pilihan yang beranggotakan para profesor diantaranya Prof. Dr.

Abdul Aziz Mabruk Al-Ahmadi, Prof. Dr. Abdul Karim Bin Shunaitan Al-Amri, Prof. Dr.

Abdullah Bin Fahd Asy-Syarif, Prof. Dr. Faihan Bin Syali Al-Muthairi yang mempunyai spesialisasi di bidang ilmu syar’I, khususnya fiqih. Selanjutnya kitab hasil kerja

mereka dipaparkan kepada tim penasehat khusus untuk mengeditnya sehingga

dapat diberikan ralat susulan pada bagian-bagian yang kurang tepat dan kurang

jelas.

Keunggulan kitab ini adalah akurasi yang maksimal dalam hal

keshahihan hadist dan ayat yang menjadi landasan hukum fiqih disetiap masalah,

cakupan dan dan kandungan yang sangat luas melputi bab-bab fiqih dan

masalah-masalahnya, dimana setiap muslim pasti memerlukan, kalimat yang jelas dan

susunan bahasanya yang mudah (dipahami) sehingga para penuntut ilmu dan

orang-orang yang kemampuannya dibawah mereka dari kalangan muslim yang awan bisa

mengambil manfaat darinya, pembagiannya yang detail dan mudah diambil faedah

dari tema-temanya hal ini dengan cara menjadikannya dalam judul-judul tema yang

yang menunjukan kepadanya dan membantu memahaminya, menyisipkan peringatan terhadap beberapa penyimpangan syar’i yang boleh jadi banyak kaum

muslimin terjatuh didalamnya karena jahil dan taklid. Semua point fiqih dan hukum

dalam kitab ini, tegak di atas dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah bahkan semua hadist

dan riwayat ditakhrij serta dikukuhkan dengan hukum-hukum Syaikh Al-Albani.

1. Fiqih Ibadah Shalat

a) Pengertian Shalat

Asal makna shalat ( لالالاصلا), secara etimologi berarti do’a, yang

(51)

39

( اولاصلا) dengan memakai wawu yang berarti meningkatkan amal kepada Allah

sebagai tanda tunduk, syukur serta memohon perlindungan kepada Allah (Ma’luf, 434). Menurut terminologi, yang dimaksud dengan shalat adalah

sebagai berikut:

ا

طئارشب ميلستلاب تمتتحم ريبكتلاب هحتتفم لاعفاو لوقأ ةلاصل

تصوصخم

Artinya: Shalat adalah beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai

dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat-syarat yang telah ditentukan” (Husain, 11).

Pengertian di atas menggambarkan bentuk atau rupa shalat secara lahir saja. Sedangkan ta’rif shalat yang menggambarkan hakekat shalat adalah

sebagai berikut:

لالالاخٌ لا لا لالالاصلا حًر

ً ولالالا لالالاق هٌلالالانيلا ً خلالالاو للق ا لالالالا و

.ءلنثلاً ءلع لاً زكذلا ف خو لا رٌضح عم ول ص خلاا

Artinya: “Ruh shalat itu ialah : berharap kepada Allah SWT, dengan

sepenuh jiwa dengan segala khusu’ dihadapan-Nya dan berikhlas bagi-Nya

(52)

40

Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa shalat

tidaklah sekedar melaksanakan perbuatan yang diawali dengan takbir dan

diakhiri dengan salam lebih lanjut yang dimaksud dengan setulus hati (ikhlas) dan khusu’ sehingga dapat menimbulkan rasa takut, kagum atas

kebesaran-Nya dan keagungan-kebesaran-Nya serta rela menerima segala sesuatu yang datangnya

dari Allah, selanjutnya membawa manusia kepada taqwa dan sabar serta jauh

dari perbuatan keji dan mungkar, sehingga terwujud dalam kehidupan

sehari-hari, baik kata dan perilaku.

b) Dasar Kewajiban Shalat

Untuk merancang suatu bangunan agar dapat berdiri dengan kuat, tegak

serta kokoh, dibutuhkan suatu fondamen/dasar yang kuat agar tidak cepat

rusak. Begitu juga dengan shalat harus mempunyai dasar pijakan yang mantap

demi tegaknya bangunan shalat. Dasar tersebut bertumpu dari ajaran agama

itu sendiri yaitu al-Qur’an dan hadits. Maka dasar kewajiban untuk

menjalankan shalat bagi setiap mukmin adalah sebagaimana dalam

firman-firman Allah yang berbunyi:

.اتاقام اباتك نينمؤملا ىوع ناك اوصلا نإ صلاااميقاف

Artinya: “…maka dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu fardhu yang

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(Q.S. An-Nisa: 103)

:هط( يركذل اوصلا مقاا

41

Artinya: “…dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (Q.S Thaha: 14)

(53)

41

لامدم ن ً ا لا ولالا لا ن اةليلاش سمخ وع م سلاا نق

مٌلالالا ً حلالالادلاً اللالالاك لا ءللالالا اً ا لالالاصلا مللالالا ا ً ا ٌلالالاسر

. لضمر

Artinya: “Islam didirikan dari lima sendi: bersaksi bahwasannya tidak ada

Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu rasul Allah,

mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan berpuasa di Bulan Ramadhan”. (HR. Bukhori Muslim).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas sudah jelas, bahwa shalat

merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang Islam, karena shalat termasuk

salah satu rukun Islam yang lima dan juga termasuk sendinya yang utama. Di

dalam Islam shalat menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh

ibadah atau amalan apapun. Tidak ada perintah ibadah lain yang lebih

ditonjolkan oleh Al-Qur’an melebihi shalat. Di dalam Al-Qur’an terdapat

beberapa kata yang menyatakan bahwa kewajiban menjalankan shalat dengan

menggunakan berbagai gaya bahasa pengungkapan. Kadang dengan ungkapan

yang tegas, kadangkala dengan memberikan pujian kepada orang yang

mengerjakan shalat dan mencela bagi siapa yang meninggalkan shalat.

c) Tujuan Shalat

Manusia adalah hamba Allah yang tidak pernah luput dari kekurangan

atau serba terbatas sehingga menempuh perjalanan hidupnya yang sangat

(54)

42

yang selalu ingat kepada Allah, seseorang akan mendapatkan kekuatan batin

dalam menghadapi segala problem hidupnya. Ketenangan dan ketentraman

jiwa itu selalu didambakan oleh setiap orang dan akan selalu menemani dalam

hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

ا

.باوقلا نئمطت الله ركذب لاا اللهركذب مهباوق نئمطتا اانمأ نيذل

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram

dengan mengingat kepada Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang”. (Q.S. Ar-Ra’d: 28).

Dengan ditetapkan dan ditentukan shalat lima waktu sehari semalam,

mendidik manusia agar selalu disiplin menghadap Allah. Maka shalat

merupakan pelita dan aturan kedisiplinan dalam hidup, dan juga merupakan

kualitas keimanan seseorang dalam bermasyarakat.

Aturan kedisiplinan dalam Islam yang berupa ibadah shalat dalam rangka

mengingat Allah tidak akan sia-sia manakala dilakukan dengan sungguh-sungguh (khusyu’ mengikuti aturan yang ditentukan), akan mendapat jaminan

yakni siapapun yang berusaha dan ingat kepada Allah, maka Allah akan

menenuinya seperti firman Allah:

:قوقسنلاا( هيقومف احدك كبر ىلإ حداك كنإ ناسنلاااهيااي

6

(55)

43

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh

menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (Q.S

Al-Insiqaq: 6)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan dengan disyariatkan shalat

adalah untuk mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan hidup, baik didunia

dan akherat.

d) Kedudukan dan Hikmah Shalat

1) Kedudukan Shalat

Dalam ajaran Islam shalat itu merupakan ibadah yang sangat penting,

yang menduduki urutan kedua setelah tertanamnya iman atau aqidah

dalam hati. Ia menjadi salah satu indikator bagi orang yang bertaqwa. Ini

dimaksudkan bahwa shalat sebagai salah satu pembentukan insan yang

bertaqwa. Hal ini berdasarkan pada ayat Al-Qur’an yang berisi tentang

perintah mengerjakan shalat. Perintah ini tidak terbatas pada

keadaan-keadaan tertentu, seperti pada waktu sehat, situasi aman dan lain

sebagainya. Hanya saja dalam keadaan tertentu diberi keringanan dalam

melaksanakannya seperti boleh mengqashar dan menjamak. Bahkan shalat

bukan saja sebagai salah satu unsur agama Islam sebagaimana

amalan-amalan lain. Akan tetapi shalat merupakan amalan-amalan yang menduduki seagai

unsur pokok dimana ia berkedudukan sebagai soko guru atau tolak ukur

dari keimanan seseorang. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang

(56)

44

كلالذ نيلاب الاكةلا ا لامللا مانلاس دالاهجلا ا ناميلاادامع صلا

)ىقهيبلا هاار(

Artinya: “Shalat itu tiangnya iman, jihad adalah puncaknya amal dan zakat

adalah diantara keduanya”. (HR. Baihaqy).

Karena kedudukannya sebagai soko guru maka shalat menjadi

tempat bertumpu dan bergantung bagi amalan-amalan yang lain, yang

karenanya jika shalat seseorang itu sempurna maka Allah akan menulis

Artinya: “Amal seseorang yang pertma kali dihisab adalah shalatnya,

maka jika shalatnya sempurna maka ditulis sempurna …”(H.R. Ahmad bin Hambal).

Dengan demikian, inilah salah satu alasan shalat merupakan tiang

agama dan adapula yang menyebutnya ibadah paling utama, maka dalam

shalat itu dapat terkumpul dan tersusun segala sikap jasmani yang ikhlas, hormat, ta’dzim dan segala bentuk dzikir yang suci seperti takbir, tahmid,

tasbih, do’a dan permohonan segala bentuk konsentrasi kejiwaan yang

sesuai dengan fitrah manusia.

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menguraikan tentang

(57)

45

i. Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tak dapat

ditandingi oleh ibadat manapun juga. Ia merupakan tiang agama

dimana ia tidak dapat tegak kecuali dengan itu.

ii. Ia adalah ibadah yang mula pertama diwajibkan oleh Allah, di mana

titah itu disampaikan langsung oleh-Nya tanpa perantara, dengan

berdialog dengan rasul-Nya pada malam Mi’raj.

iii. Ia juga merupakan amalan hamba yang mula-mula dihisab.

iv. Ia adalah wasiat terakhir yang diamanatkan oleh rasulullah SAW

kepada umatnya sewaktu hendak berpisah dan meninggal dunia.

v. Ia adalah barang terakhir yang lenyap dari agama, dengan arti bila

ia hilang, maka hilanglah keseluruhannya (Sabiq, 1988: 191-192).

2) Hikmah Shalat

Semua tingkah laku perbuatan yang diperintahkan Allah pasti punya

guna, rahasia serta hikmah yang terkandung dalam ajarannya, begitu juga

dengan shalat mempunyai hikmah tersendiri bagi yang menunaikannya.

Shalat merupakan tanda syukur terhadap Allah SWT dan pengakuan

atas karunianya. Sedangkan ingkar terhadap shalat merupakan

pengingkaran terhadap itu semua (Firdaus, 1992: 101).

Menurut Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya Pedoman Shalat,

menyebutkan hikmah dan rahasia shalat adalah sebagai berikut:

i. Mengingatkan kita kepada Allah, menghidupkan rasa takut kepadaNya, menghidupkan khudlu’ dan tunduk kepadanya dan

(58)

46

Mendidik dan melatih kita menjadi orang yang tenang, orang dapat menghadapi segala kesusahan dengan hati yang tetap tenang. Menghilangkan tabiat loba, tidak takut akan kemiskinan dan kepapaan karena banyak mengeluarkan harta dijalan Allah SWT, menghasilkan ketetapan pendirian, mengekalkan kita dalam mengerjakan suatu kebajikan dengan memberi kekuatan, kemauan, menyuruh kita memelihara aturan-aturan, menguatkan disiplin, berhati-hati dan tidak bergegas-gegas.

ii. Menjadi penghalang untuk mengerjakan kemungkaran dan keburukan ( Shiddieqy, 2000: 558-559).

Sedangkan yang dikemukakan oleh Nasruddin Razak adalah sebagai

berikut:

i. Kesucian lahir dan bathin

ii. Keseimbangan dan kesenangan hidup

iii. Disiplin dan kesadaran

iv. Penyegaran kembali aqidah, ibadah dan muamalah.

v. Pembangunan masyarakat islamiyah” (Razak, 1998: 105).

Sebagai seorang muslim shalat adalah suatu kewajiban yang harus

dilaksanakan, di samping itu shalat merupakan tiang dan dasar agama

seseorang. Tanpa shalat iman seseorang tidak dapat sempurna dan bahkan

perlu ditanyakan kalau orang tersebut mengaku sebagai orang muslim.

Shalat merupakan sarana penyelamat manusia di dunia dan akherat. Dan

bila dilaksanakan secara kontinyu dan khusus dan akan dapat mewujudkan

(59)

47

dan rendah diri terhadap Dzat yang Maha Suci dan Pencipta yang patut kita

sembah (Zuhaili, 2002: 68).

Di samping itu shalat merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa

dan memperbarui semangat, penyucian akhlak dan dapat mengendalikan

nafsu. Ia adalah pelipur lara dan penenang dari rasa takut, cemas, juga

memperkuat bagi yang merasa terasing (Mansyur, 1996: 18).

Dengan shalat kita dapat mencurahkan segala uneg-uneg dan

permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan serta sebagai sarana

untuk meminta pertolongan seperti firman Allah yang berbunyi:

علالالام ا اٌولالالاصلا ً زاللهلالالاصللق اٌن لالالاس اٌلالالانمن ذلالالالالي ن للالالا

لاز اللهلا( . زقلصلا

351

)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat

sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqarah: 153).

Dengan demikian diperoleh sandaran yang kokoh dalam kehidupan,

sehingga merasakan aman dan tenteram, percaya diri dan penuh keyakinan

dan memperoleh perasaan damai, sabar terhadap segala bentuk ujian dan

cobaan serta rela terhadap taqdir yang diberikan Allah kepadanya. Sehingga

apabila ada suatu cobaan yang menimpa pada dirinya dia tetap tabah dan

tidak berkeluh kesah seperti apa yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an

(60)

48

Artinya: “Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam keadaan bersifat

keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan

apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat” (Q.S. Al-Ma’arij: 19-22).

Dalam ibadah shalatpun mengandung segi-segi pendidikan, yakni

mendidik jiwa manusia untuk mampu merasakan wujud persatuan dan

kesatuan ummat Islam di seluruh duni, karena semua mengarahkan

mukanya menghadap Baitullah, perasaan yang demikian akan menimbulkan

saling pengertian dan saling melengkapi sesama muslim saat menjalankan

shalat di masjid (Ash-Shiddieqy, 2000: 130).

Di samping shalat sebagai bekal kehidupan rohani/ketentraman jiwa,

shalatpun dapat menjadikan sehat dan jasmaninya, bahkan ditinjau dari

segi kehidupan, setiap gerakan, setiap sikap serta setiap perubahan dalam

gerak dan sikap tubuh pada waktu shalat adalah yang paling sempurna

dalam memelihara kondisi kesehatan tubuh kita (Saboe, 1987: 26).

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa shalat adalah sebagai sumber

bekal rohani dan sarana pendidikan, karena didalamnya terkandung

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan kurikulum integrasi Trensains (penyusunan SKL, KI dan KD khususnya pada kelompok Mata Pelajaran Kearifan Pesantren Sains (MPKPS)). 2) Proses Pembelajaran,

Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan yakni dengan menyelipkan teknologi dalam pembelajaran di kelas, termasuk dalam pembelajaran Al Quran yang dikenal dengan mata

Pendidikan sebagai salah satu cara pembentukan perilaku religiusitas diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang berisi mata pelajaran keagamaan yang ada dalam suatu

Dalam struktur kurikulum hasil pengembangan, pengajian kitab kuning terintegrasi dengan komponen mata pelajaran PAI (al-Quran, Hadis, Tauhid/Aqidah, Akhlak, Fiqih, SKI, dan

Dalam struktur kurikulum hasil pengembangan, pengajian kitab kuning terintegrasi dengan komponen mata pelajaran PAI (al-Quran, Hadis, Tauhid/Aqidah, Akhlak, Fiqih, SKI, dan

Untuk mengetahui pengaruh hafalan al- Quran terhadap prestasi akademik santri Pondok Pesantren di Kabupaten Kampar, ditelusuri melalui 20 indikator, yaitu : (1)

Pesantren Bayt Al-Quran (selanjutnya disingkat BQ) adalah lembaga Pasca Tahfidz Al-Qur`an yang didirikan sebagai wahana intellectual exercise peserta didiknya

Dari diskripsi di atas, penulis menyusun penelitian yang berjudul, “Analisis Kurikulum Integrasi Pesantren Al-Azhar melalui Metode Yanbu’a dalam meningkatkan Tahfidz Al-Qur’an di