• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI INTEGRASI AGAMA DAN SAINS (STUDI PEMBELAJARAN AYAT-AYAT KAUNIYAH DI SMA TRENSAINS PESANTREN TEBUIRENG 2 JOMBANG).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI INTEGRASI AGAMA DAN SAINS (STUDI PEMBELAJARAN AYAT-AYAT KAUNIYAH DI SMA TRENSAINS PESANTREN TEBUIRENG 2 JOMBANG)."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Keislaman pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)

Oleh : MUSLIH NIM. F03213059

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

ii

IMPLEMENTASI INTEGRASI AGAMA DAN SAINS

(Studi Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS

Pesantren Tebuireng 2 Jombang)

Oleh : MUSLIH NIM. F03213059

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Keislaman pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muslih (2016), Implementasi Integrasi Agama dan Sains (Studi Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang)

Kata Kunci : Implementasi, Integrasi Keilmuan, dan Pembelajaran di Pesantren

Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang?; (2) Bagaimana Problem dan Solusi Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang?, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

(7)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PRASYARAT... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI... v

TRANSLITERASI ARAB - INDONESIA ... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

ABSTRAKS ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

(8)

iv

F. Manfaat Penelitian... 12

G. Penelitian Terdahulu ... 13

H. Metode Penelitian ... 25

I. Sistematika Pembahasan ... 31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INTEGRASI ILMU DALAM PENDIDIKAN ISLAM ... 33

A. Dualisme Keilmuan dalam Sistem Pendidikan Islam ... 33

B. Sejarah Paradigma Dikotomi Keilmuan ... 40

1. Perspektif Islam ... 40

2. Perspektif Sekuler ... 50

C. Integrasi Agama dan Sains ... 58

1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 58

2. Integrasi Keilmuan di Indonesia ... 72

a. Model Integratif-Interkonektif ... 77

b. Model Objektivikasi Islam ... 84

c. Model Integrasi Holistik... 91

BAB III GAMBARAN UMUM SMA TRENSAINS PESANTREN TEBUIRENG 2 JOMBANG ... 108

A. Sejarah Berdirinya SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang ... 108

B. Profil SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang ... 109

(9)

v

1. Visi SMA TRENSAINS Tebuireng ... 111

2. Misi SMA TRENSAINS Tebuireng ... 111

3. Tujuan SMA TRENSAINS Tebuireng ... 111

D. Target dan Strategi SMA TRENSAINS Tebuireng ... 112

E. Organisasi SMA TRENSAINS Tebuireng ... 114

F. Keadaan Siswa, Guru dan Karyawan SMA TRENSAINS .. 116

G. Sarana dan Prasarana SMA TRENSAINS Tebuireng... 118

H. Keunggulan dan Kekhasan SMA TRENSAINS Tebuireng . 119 I. Prestasi SMA TRENSAINS Tebuireng ... 120

BAB IV PAPARAN DATA PENELITIAN DAN ANALISIS ... 121

A. Bentuk Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS .... 121

1. Tahap Persiapan Implementasi Integrasi... 130

a. Pengenalan konsep Integrasi “Trensains” ... 130

b. Penyatuan Cara Pandang ... 131

2. Tahap Implementasi Integrasi ... 137

a. Penyusunan Kurikulum ... 137

b. Implementasi dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah ... 148

1) Tahap Perencanaan Pembelajaran ... 149

2) Tahap Proses Pembelajaran ... 152

a) Pembelajaran di Kelas ... 152

(10)

vi

3) Tahap Evaluasi Pembelajaran ... 166

c. Implementasi Integrasi dalam keseharian/Uswatun Hasanah ... 168

B. Problematika dan Solusi Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah ... 171

1. Masih ada Pandangan Dikotomis di kalangan Pendidik 172 2. Beranekaragamnya Kemampuan Peserta Didik ... 176

3. Kurang Lengkapnya Perangkat pembelajaran... 182

4. Sarana dan Prasarana yang kurang Lengkap ... 186

5. Terbatasnya Dana ... 193

BAB V PENUTUP ... 197

A. Simpulan... 197

B. Diskusi ... 203

C. Saran-Saran ... 205

D. Keterbatasan Penelitian ... 207 DAFTAR PUSTAKA

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Keadaan Peserta Didik SMA TRENSAINS Tebuireng 116 3.2 Daftar Pendidik dan Karyawan SMA TRENSAINS Tebuireng 116

3.3 Guru Bantu SMA TRENSAINS Tebuireng 118

3.4 Sarana dan Prasarana SMA TRENSAINS Tebuireng 118

3.5 Prestasi SMA TRENSAINS Tebuireng 120

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Tafsiran Pertama Islamisasi Ilmu 63

2.2 Tafsiran Kedua Islamisasi Ilmu 64

2.3 Skema Interconnected Entitis 79

2.4 Jaring Laba-Laba Keilmuan 82

3.1 Logo SMA TRENSAINS Tebuireng 109

4.1 Pilar Sains Islam 134

(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kartu Konsultasi Tesis 2 Foto-Foto Penelitian

3 Gambar Model Integrasi Ilmu dan Agama Menurut Armahedi Mahzar 4 Struktur Kurikulum SMA TRENSAINS Tebuireng 2 Jombang 5 KD MPKPS SMA TRENSAINS Tebuireng 2 Jombang

6 Indeks Ayat-Ayat Kauniyah SMA TRENSAINS Tebuireng 7 Lembar Kerja Hasil Pengamatan Siswa

8 Soal Ulangan Harian

9 Jawaban Ulangan Peserta didik SMA TRENSAINS Tebuireng 2 Jombang 10 Jadual Pelajaran SMA TRENSAINS Tebuireng Tahun akademik

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterkaitan antara ilmu dan agama, sangatlah erat dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini sebagaimana diakui oleh M. Quraish Shihab dengan mengutip pendapat Muthahhari bahwa ilmu dapat mempercepat manusia dalam mencapai tujuan, sementara agama menentukan arah yang dituju, ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungan, agama menyesuaikan dengan jati dirinya, ilmu menjadi hiasan lahir, agama menjadi hiasan batin, ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, agama memberikan harapan dan dorongan jiwa, ilmu menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata bagaimana, sedangkan agama menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata mengapa, ilmu dapat mengeruhkan pipi pemiliknya, sedangkan agama memberikan ketenangan bagi pemeluknya.1

Pendapat tersebut paralel dengan pemikiran Einstein, yang menyatakan “science without religion is blind, religion without science is

lame” (ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh).2 Demikian

erat keterkaitan antara agama dan ilmu pengetahuan. Agama dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak boleh dipisahkan.

1

M. Quraish Shihab,Wawasan al-Qur’an (Tafsir Maudhu„i atas Pelbagai Persoalan Umat)

(Bandung: Mizan, 1998), 376. 2

Albert Einstein (1879-1917) adalah sebagai teoritikus terbesar alam bidang ilmu alam, Pemenang Nobel 1921 untuk sumbangannya di bidang ilmu fisika teori. Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu) (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1992), 3. Baca pula Laura Tussi, Tokoh-Tokoh Sepanjang Sejarah Dunia

(Yogyakarta: 2009), 54-56.

(15)

Ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan bagian dari agama, dan agama dapat dikatakan agama bila bisa dipahami dengan ilmu.3

Pendapat di atas menggambarkan betapa pentingnya mempelajari kedua macam ilmu secara sungguh-sungguh, sebagaimana dilakukan oleh para cendekiawan dan ulama yang telah mencoba menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan, baik yang tergolong fard}u ‘ayn maupun fard}u kifayah keduanya perlu dipelajari. Ilmu-ilmu agama sebagaimana dikatakan Daud perlu dipelajari dengan tekun hingga mencapai tahap tinggi karena ilmu tersebut memberikan pemahaman tentang ayat-ayat Allah SWT yang diwahyukan. Sedangkan pemahaman tentang ilmu-ilmu alam semesta dan sejarah akan memberikan pemahaman tentang ayat-ayat-Nya yang diciptakan.4

Dalam konteks Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim yang besar, bahkan terbesar di dunia, pendidikan masih menyisakan sekian banyak problem. Pendidikan di Indonesia masih mengalami pemisahan problem kurikulum yang besar, dimana pendidikan selalu didikotomikan antara pendidikan agama dan non-agama, yang pada gilirannya dalam tataran praktis membuat masing-masing berjalan sendiri-sendiri, seakan tidak ada titik temu antara agama dan ilmu pengetahuan (sains).5

3

Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam (Jakarta:

Gema Insani, 2006), 226.

4Wan Mohd Nor Wan Daud, “Iklim Kehidupan Intelektual di Andalusia, Satu Cerminan

Islamisasi Dua Dimensi”, Islamia, Vol. III. No. 4.( 2008), 82.

5

Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Arasy

Mizan, 2005), 20. Lihat juga Kusmana (ed), Integrasi Keilmuan; UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(16)

Padahal jika mempelajari karya-karya klasik seperti al-Ghaza>li>, misalnya, maka tidak akan ditemukan dikotomi ilmu di dalamnya, melainkan hanya klasifikasi, tafd}i>l dan bukan tafri>q antara kedua kelompok besar ilmu, yakni al-‘Ulu>m al-Di>niyah dan al-„Ulu>m al-Kawniyah.6 Ditambahkan al-Ghaza>li>, bahwa semua ilmu-ilmu pada hakikatnya untuk mencapai keridhaan Allah SWT.7 Mohammad Natsir membagi keseimbangan pendidikan yang meliputi: pertama, keseimbangan pendidikan yang duniawi dan ukhrawi; kedua, keseimbangan antara badan dan roh; dan ketiga, keseimbangan antara individu dengan masyarakat.8

Masalah dikotomi9 pendidikan tersebut, tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan terjadi di seluruh dunia Islam yang mengakibatkan umat Islam dalam keterpurukan dan ketidakberdayaan, sementara dunia Barat dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka sedang memimpin peradaban dunia yang sekuler. Para ahli pendidikan melihat bahwa sebab-sebab terjadinya keterpurukan dikarenakan berbagai persoalan

mendasar yang menimpa dunia Islam. Azyumardi Azra mengidentifikasi

6

Muḥammad bin Muḥammad al-Ghaza>lī, Mukhtas}a>r Ihyā’ ‘Ulu>m al-Di>n (Bayrūt: Dār al-

Fikr, 1993 M/1414 H), Vol I, 21. 7

Ibid., 21. 8

Syarif dan Rulli Nasrullah, Pendidikan Integralistik, Pemikiran dan Pergerakan Mohammad

Natsir dalam Pendidikan (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2003), 126. 9

Secara harfiah dikotomi berarti pembagian atau pemilahan. Dikotomi dimaksukan sebagai kata

benda yang memiliki kata sifat dichotomous dan kata kerja to dichotomize. Makna dikotomi adalah

division into two, usually contradictory classes or mutually exclusive pairs, pembagian dua hal yang biasanya memang terdiri dari dua kelompok yang berbeda atau dua pasangan yang

sama-sama eksklusif. Lihat dalam Abdurrahman Mas‟ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik

(Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam), (Yogyakarta: Gama Media, 2002), 15-16; Sedangkan secara terminologi dikotomi adalah pembagian genus ke dalam dua spesies yang saling bertentangan atau berlawanan. Dalam logika, dikotomi merupakan cabang dari klasifikasi. Klasifikasi itu sendiri merupakan aktivitas akal budi untuk menggolong-golongkan dan membagibagi serta menyusun benda-benda atau pengertian-pengertian tertentu berdasarkan

kesamaan dan kebedaannya. Lihat Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika: Asas-Asas Penalaran

(17)

adanya tiga persoalan umat Islam yang fundamental. Salah satunya adalah persoalan ambivalensi sistem pendidikan yang berimplikasi pada dikotomi keilmuan. Ilmu-ilmu umum (sains) terpisah dari ilmu-ilmu agama.10

Terkait dengan faktor-faktor munculnya dikotomik antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama serta bahaya yang diakibatkan dan solusi yang harus ditempuh untuk mengatasinya menimbulkan beberapa perdebatan oleh para ahli pendidikan. Menurut al-Fa>ru>qi,11 bahwa dikotomi ini lebih disebabkan karena masuknya pendidikan Barat (sekuler) ke dunia Islam,12 sehingga melahirkan adanya dua sistem pendidikan Islam Pesantren Tradisional dan di sisi lain terdapat sistem pendidikan sekuler yang mampu menarik dan mempengaruhi perhatian umat ketimbang pendidikan tradisional.13 Sementara menurut Ludjito dalam Thoha bahwa dikotomi

disebabkan karena adanya keyakinan bahwa antara agama dan ilmu berasal

10

Menurut Azyumardi ada tiga masalah mendasar yang dihadapi pendidikan Islam yaitu 1). Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum masalah mendasar lainnya, 2). Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam. Masing-masing sistem (Modern/umum Barat dan agama (Islam)) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya masing-masing, 3). Munculnya inferioritas pengelola lembaga

pendidikan Islam vis a vis pendidikan Barat. Hal ini karena sistem pendidikan Barat telah dijadikan

tolok ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangsa Indonesia. Azyumardi Azra

(pengantar) dalam Armai Arif, Reformulasi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2007), xii.

11

Ia lahir tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina. Hidupnya berakhir dengan shahid, setelah ia

dan istrinya, Lamya Fa>ru>qi, dibunuh pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia pada tanggal 27 Mei 1986. Beberapa pengamat menduga bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh zionis Yahudi karena proyek al-Fa>ru>qi yang demikian intens untuk kemajuan Islam. Al-Fa>ru>qi adalah seorang sarjana Palestina-Amerika yang masyhur sebagai ahli Perbandingan Agama. Ia pernah mengajar di Al-Azhar, Islamic Studies McGill University, juga sebagai profesor filsafat agama pada Temple

University. Lihat Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam:Biografi Intelektual

17 Tokoh (Jakarta: Grasindo, 2003), 158. Lihat juga Abdurrahmansyah, Sintesis Kreatif: Pembaruan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail Raji’ al-Fa>ru>qi (Yogyakarta: Global Pustaka

Utama, 2002), 21-26; Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam:

Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 107-108.

12Norlaila,“Pemikiran Pendidikan Islam Ismail Raji al-Fa>ru>qi”, al-Banjari. Vol. 7, No.1, ( Januari

2008), 34.

13

Ismail Raji al-Fāru>qi, Islamisasi Pengetahuan Terj. Anas Mahyudin (Bandung: Penerbit

(18)

dari sumber yang berbeda agama berasal dari Allah, sedang ilmu berasal dari hasil pemikiran manusia.14

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemikir Islam seperti Naquib

al-At}t}as, Ismail Raji al-Fa>ru>qi, Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, Fazlur

Rahman dan sebagainya agar terlepas dari dikotomi adalah dengan reformasi pembaharuan pendidikan Islam yakni pengintegrasian kembali ilmu umum dan ilmu keislaman. Istilah yang populer dalam konteks integrasi ini adalah islamisasi15 walaupun terdapat perbedaan pandangan didalamnya. Hal ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh kekecewaan mereka sebagai intelektual muslim terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di dunia Islam yang dinilai telah mempraktikkan dualisme pendidikan sehingga membawa pada kehancuran.16

Di Indonesia, ide islamisasi ilmu pengetahuan diwujudkan antara lain

dalam bentuk integrasi “ilmu-ilmu umum” dan “ilmu-ilmu agama”. dalam

berbagai forum seminar dan diskusi berulang kali disuarakan pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan dan menolak pemisahan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu umum, seperti dikemukakan oleh Imaduddin Abdurrahim serta Mochtar Naim. Ide dan gagasan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan juga dikemukan oleh Kuntowijoyo, Jalaluddin Rahmat, M. Amin Abdullah, Azyumardi Azra, Mulyadhi Kartanegara, dan Armahedi Mahzar. Ide dasar

14

Ahmad Ludjito, Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama pada Sekolah di Indonesia

dalam Chabib Thoha, Reformulasi Pendidikan Islam (Semarang: Pustaka Pelajar dan FT WS,

1996), 318. 15

Yuldelasharmi dalam Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah

Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), 235. 16

(19)

gagasan para pemikir muslim ini bertolak dari keyakinan bahwasannya sumber asasi ilmu itu adalah berasal dari Allah. Gagasan tersebut di Indonesia menjadi ciri khas dari konversi IAIN menjadi UIN di Indonesia. 17

Walaupun dalam perkembangannya, wacana integrasi keilmuan yang dikembangkan di UIN tampaknya masih berada pada tataran normatif-filosofis dan belum menyentuh ke wilayah-wilayah empirik-implementatif. Salah satu yang terabaikan dalam integrasi keilmuan ini adalah menerjemahkannya ke dalam kurikulum dan pembelajaran, karena bagaimanapun kurikulum dan pembelajaran merupakan bagian penting dalam konteks mengimplementasikan wacana integrasi keilmuan, sehingga tidak hanya berdiri pada posisi normatif-filosofis, tetapi juga harus masuk ke dalam kurikulum dan pembelajaran secara sistematik.18

Pesantren adalah lembaga Pendidikan Islam Tradisional yang lahir dan tumbuh berbarengan dengan datangnya Islam ke tanah Jawa. Dengan demikian, Pesantren merupakan lembaga Pendidikan tertua dan asli (indegenous) di masyarakat Indonesia.19

Dalam perjalanannya, Pesantren mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam perkembangannya. Sebagai institusi pendidikan Islam di Indonesia, mulai pada masa kolonial Belanda, masa kemerdekaan, masa Orde

17

M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), vii-viii.

18Nurlela Rifai, Fauzan, Wahdi Sayuti, Bahrissalim, “Integrasi Keilmuan dalam Pengembangan

Kurikulum di UIN Se-Indonesia: Evaluasi Penerapan Integrasi Keilmuan UIN dalam Kurikulum

dan Proses Pembelajaran”, TARBIYA, Vol. I No. 1, (Juni, 2014), 14.

19

Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan Sosial. terj. Butche B. Soendjoyo (Jakarta: P3M,

1986), 100. Lihat juga Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan,

(20)

Baru hingga masa sekarang, Pesantren mendapat tekanan yang tidak ringan, seperti; marginalisasi peran Pesantren, penciptaan stigma jelek, dan perluasan pendidikan sekuler.

Terlepas dari begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia (indegenous) dan telah mengakar di masyarakat, diharapkan selalu meningkatkan peranannya di masa mendatang20 dalam memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu agama Islam.21

Dalam rangka menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik dalam keilmuan tanpa ada dikotomi antara ilmu pengetahuan (sains) dan ilmu agama. Pesantren yang pada awalnya didesain untuk memelihara tradisi Islam, dengan menggunakan kitab kuning22 sebagai sumber kajiaannya yang merupakan hasil karya ulama di masa lampau.23 Pesantren dituntut untuk dapat memberikan kontribusinya dengan menyelenggarakan pendidikan yang seimbang antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama secara integral.

20

Pesantren dan lembaga pendidikan lainnya kata Imam Suprayogo saat ini menjadi solusi pendidikan alternatif bagi masyarakat. Menurutnya, orang tua berharap anaknya menjadi manusia intelek dan berakhlak. Mereka juga bangga anak-anaknya belajar di lembaga Pendidikan Islam.

Baca Edi Widiyanto, “Tingkatkan Pendidikan Islam”, Republika, Kamis 29 April 2010, 12. Hal ini

sebagaimana penilaian Martin Van Bruinessen, sebagai salah satu tradisi agung maupun sisi

transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. Lihat A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan

Pendidikan Islam (Jakarta:Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998), 126.

21

Ridlwan Nasir, Mencari Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus

Perubahan, M, Adib Abdushomad ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 80. 22

Kitab Kuning (KK) pada umumnya dipahami sebagai kitab keagamaan berbahasa Arab, menggunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dari pemikir muslim lainnya di masa

lampau, khususnya yang berasal dari Timur Tengah. Lihat Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:

Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana ilmu dan Pemikiran, 2000), 111.

23

Van Bruinessen, yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam Fuad Jabali, Islam in Indonesia

(21)

Karena maju atau mundurnya suatu masyarakat di masa kini dan mendatang banyak ditentukan tingkat penguasaan dan kemajuan ilmu pengetahuan, sains khususnya.24 Hal ini dikuatkan oleh Habibie dengan mengatakan hanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi sesuatu bangsa akan berguna untuk dirinya sendiri dan untuk bangsa-bangsa lain dan tidak menjadi beban dunia serta menjadi sumber ketegangan dan pertikaian.25

Institusi pendidikan yang baik, didalamnya terkandung sebuah sistem yang baik pula. Dari segi kurikulum yang diterapkan, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh institusi tersebut, serta pengelolaan dalam manajemen lembaga. Oleh karenanya Pesantren sebagai institusi pendidikan Islam harus menyiapkan semua hal itu untuk memajukan dan mengembangkan unit pendidikan yang dikelolanya terutama dalam proses pembelajaran terhadap peserta didik yang ada didalamnya.26

Salah satu Pesantren di Indonesia yang sangat serius dalam melakukan pengembangan dan modernisasi pendidikan yang dikelolanya adalah Pesantren Tebuireng Jombang. Pengembangan dan modernisasi tersebut

ditandai dengan didirikannya “Madrasah Diniyah” pada tahun 1916 yang

mengadopsi sistem pendidikan modern. Pengenalan sistem pendidikan madrasah di Pesantren tersebut diprakarsai oleh Kiai Ilyas, menantu Hadratus

Syaikh K. H.M. Hasyim Asy‟ari. Zamakhsyari Dhofier menyatakan bahwa

mulai tahun 1919 pendidikan Pesantren tidak hanya mengajarkan pendidikan

24

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam . . . , 11.

25

B.J. Habibi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembangunan Bangsa (Jakarta: Gema

Insani Press, 1986), 14. 26

(22)

agama Islam semata, tetapi juga mata pelajaran-mata pelajaran non agama seperti pelajaran bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Bumi yang dilaksanakan di madrasah. Abu Bakar Aceh menyebutkan bahwa K.H A. Wahid Hasyim mempunyai peranan penting dalam pembaharuan pendidikan di Pesantren Tebuireng. Ia bersama Kiai Ilyas berkampanye membasmi paham yang mengharamkan belajar huruf latin dan pengetahuan umum.27

Seiring dengan berjalannya waktu Pesantren Tebuireng secara berkesinambungan melakukan modernisasi dan inovasi terhadap unit-unit pendidikan yang dikelolanya, terutama pada aspek kurikulum demi mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam kepengasuhan K.H. Salahuddin Wahid sekarang ini, Pesantren Tebuireng Jombang terus mengembangkan sayap dalam dunia pendidikan. Kali ini Pesantren Tebuireng membuka unit pendidikan baru bernama SMA TRENSAINS dibawah naungan Pesantren Tebuireng 2 yang dipusatkan di Desa Jombok Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang.

Trensains28 merupakan sintesis dari Pesantren dan sekolah umum bidang sains dengan memadukan kurikulum unifikasi yang memuat adaptasi

27

Abu Bakar Aceh, Sejarah Hidup K.H. A Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar (Jakarta

Dharma Bhakti, 1982), 117. 28

(23)

dan adopsi ketiga kurikulum yaitu kurikulum 2013 dengan mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum Cambridge serta kurikulum kearifan Pesantren Sains, yang terangkum pada Sistem Kredit Semester (SKS).

Trensains tidak hanya menggabungkan materi Pesantren dan ilmu-ilmu umum sebagaimana Pesantren modern. Trensains mengambil kekhususan pada pemahaman al-Qur‟an dan Hadis, sains kealaman (natural science) dan interaksinya. Poin terakhir, interaksi29 antara agama dan sains menciptakan menemukan sebuah bangunan sains Islam30 merupakan materi khas Trensains dan tidak ada dalam Pesantren lain.

Menurut penulis, kekhasan SMA TRENSAINS ini, yang berusaha menawarkan bentuk kurikulum dan implementatif dari konsep integrasi keilmuan yang pernah didengungkan oleh UIN se-Indonesia. Namun, dalam aspek implementasinya masih tidak ada kejelasan terkait kurikulum dan implementasinya dalam pembelajaran inilah, patut dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kurikulum dan proses pembelajarannya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat sejumlah permasalahan yang dapat teridentifikasi antara lain: Pertama, bagaimana

pertama SMA TRENSAINS DIMSA Sragen pada 29 mei 2015. Lihat Din Syamsudin “Trensains

adalah alternatif penyelesaian dikotomi ilmu agama dan umum dalam www.smatrensains.com/ info-102--din-syamsudin-trensains-adalah-alternatif-penyelesai-dikotomi-ilmu-agama-dan-ilmu-umum.html. (diakses 21 Mei 2015).

29

Interaksi memiliki arti proses timbal balik. Lihat. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus

Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 594. 30

Sains Islam dalam perspektif ini dimaknai sebagai sains yang premis dasarnya di ambil langsung

dari wahyu atau ayat-ayat al-Qur‟an (ayat-ayat kauniyah). Lihat Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat

(24)

konsep integrasi keilmuan pendidikan Pesantren. Kedua, bagaimana respon Pesantren terhadap munculnya dikotomi keilmuan. Ketiga, bagaimana implementasi integrasi agama dan sains pada pembelajaran ayat-ayat kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang. Keempat, problematika apa saja yang muncul dari implementasi integrasi agama dan sains pada pembelajaran ayat-ayat kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pertimbangan berbagai hal yang dimiliki oleh oleh peneliti, baik waktu, ilmu maupun biaya, maka permasalahan dalam tesis ini dibatasi pada permasalahan yang langsung terkait dengan judul, yaitu tentang Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang pada tahun pelajaran 2015-2016.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian dalam tesis ini antara lain:

(25)

2. Bagaimana Problem dan Solusi Implementasi Integrasi Agama dan

Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis problem dan solusi

Implementasi Integrasi Agama dan Sains dalam Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoretis.

(26)

2. Manfaat Praktis.

Manfaat secara teoretik di atas, berimplikasi pada makna praktis. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi praktis bagi para pendidik, lembaga pendidikan, maupun instansi yang terkait dalam menerapkan pendidikan Islam yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan mempertimbangkan temuan-temuan yang diperoleh. Misalnya bagaimanakah implementasi integrasi agama dan sains dalam pembelajaran ayat-ayat kauniyah di SMA TRENSAINS Tebuireng, hambatan apa saja yang dialami oleh para pendidik dalam implementasi tersebut, dan bagaimanakah solusi yang diberikan ketika menemui hambatan.

G. Penelitian Terdahulu

Langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sebelum melakukan penelitian adalah melakukan tinjauan atas penelitian-penelitian terdahulu guna membandingkan kekurangan dan kelebihan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang sedang dilakukannya, dan menggali informasi atas tema yang diteliti dari penelitian sebelumnya. Hal yang dimaksud di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh:

(27)
(28)

dapat meningkatkan pengetahuan tentang Tuhan dan keimanan kepada-Nya. Hal ini menunjukkan keselarasan antara agama dan sains, yang mana mempunyai tujuan akhir yang sama untuk mencapai Tuhan.

Berdasarkan hal tersebut bahwa integrasi paradigma sains dan agama dalam mengajarkan persoalan aqidah bukan hanya mungkin, melainkan keharusan. Perpaduan ini memungkinkan masalah aqidah tidak dipandang secara dogmatis semata, lebih dari itu ia dapat dijelaskan secara rasional, sebagaimana dilakukan oleh kalangan saintis. Dalam perspektif integrated curriculum pembelajaran harus dilakukan dengan menggunakan paradigma integratif-interkonektif, baik pada ranah filofosis, materi, stategi maupun metode.

(29)

metodologi bentuk integrasi yang tepat diterapkan dalam pembelajaran aqidah adalah model interdisciplinary. Yaitu menjelaskan satu topik (dalam hal ini aqidah/ketuhanan) dengan menggunakan berbagai perpektif. Sedangkan pada strategi dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif sebagai contoh dengan tadabbur alam.31

Penelitian tersebut lebih fokus pada aspek mencari titik temu antara agama dan sains dalam paradigma berfikirnya dalam proses mencari pengetahuan tentang Tuhan, yang mana antara agama dan sains memiliki metode dan strategi yang berbeda. Namun, memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencari Tuhan. sehingga dari keselarasan tersebut memungkinkan diimplementasikan dalam pembelajaran aqidah. Dari penelitian tersebut, masih ada hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut secara deskriptif. Terutama terkait contoh implementasi penerapan dari paradigma sains dan agama dalam menjelaskan masalah aqidah pada pembelajaran di kelas. Sehingga masih dirasa abstrak, susah difahami dan kurang sitematis jika seorang pendidik berkeinginan untuk untuk mempraktikkan dalam pembelajaran.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian (tesis) yang akan dilakukan, dijelaskan berikut.

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Karwadi. Integrasi

Paradigma Sains

Sama - sama penelitian

Berbeda dalam metode analisis yang digunakan. Penelitian oleh karwadi lebih

31

Karwadi, Integrasi paradigma Sains dan Agama dalam Pembelajaran Aqidah (ketuhanan)

(Telaah Teoritis dari Perspektif Kurikulum Integratif), Jurnal Penelitian Agama, Vol XVII, No. 3

(30)

dan Agama dalam Pembelajaran Aqidah (Ketuhanan). (Telaah Teoritis dari Perspektif

Kurikulum Integratif). Jurnal Penelitian Agama, Vol. XVII, No. 3

September –

Desember 2008. kualitatif dengan tema dikotomi dan Integrasi keilmuan dalam pendidikan Islam

pada tataran teori sedangkan penelitian yang akan dilakukan tidak hanya pada teori saja melainkan juga pada tataran

praktis dilapangan. dengan bentuk

lembaga pendidikan Islam Pesantren, SMA TRENSAINS dan Kekhususan Kajian yaitu khusus pada kajian ayat-ayat kauniyah dan integrasi antara agama dan

sains, baik meneliti, menafsiri,

memahami dan mebuktikan secara praktis dalam pembelajaran, yang selama ini kurang menjadi perhatian oleh ilmuwan-ilmuwan Islam.

2. Away Baidhowy. Relasi Sains dan Agama: Model Integrasi IPTEK dan IMTAK pada Pembelajaran Sains di MAN Insan Cendekia Serpong.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa perihal relasi sains dan agama dapat dipertemukan dan tidak saling bertentangan, bahkan nilai agama dapat menjiwai sains. Dalam konteks pembelajaran, model integrasi yang dikembangkan dari kedua hal tersebut diharapkan dapat menawarkan sebuah paradigma yang menyeimbangkan antara kecerdasan sekaligus kesalehan yang dikenal dengan “IPTEK” (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan “IMTAK” (Iman dan Takwa).

(31)

Materi/uraian materi yang mengandung muatan nilai IMTAK atau terdapat keterkaitan dengannya perlu dirumuskan bagaimana memadukan keduanya; d). Jika memungkinkan nilai IMTAK yang terkait dengan materi bahasan diperkuat dengan dalil-dalil naqli

(al-Qur‟an dan hadis); dan e). Agar tidak menimbulkan kebingungan, saat

pembelajaran sains berlangsung perlu diajarkan sekaligus konteks realitasnya. Pelaksanaan terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada mata pelajaran sains masing-masing.

Adapun strategi yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran sains antara lain; pertama, integrasi keduanya dapat dilakukan pada tataran filosofis, yakni dari segi tujuan, visi dari mata pelajaran sains dikaitkan dengan keimanan dan ketakwaan. Kedua, integrasi dua unsur tersebut dilakukan apabila materi dari mata pelajaran sains dapat mendukung peningkatan iman dan takwa. Ketiga, bila terdapat materi-materi dalam mata pelajaran sains yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, maka penyajian materi tersebut harus diluruskan sesuai dengan nilai-nilai agama.

(32)

manusia (Biologi), guru telah memadukan penyampaian nilai, sikap moral dan akhlak sebagai upaya peningkatan keimanan dan ketakwaan siswa.32

Tesis tersebut, lebih banyak menggambarkan konsep islamisasi sains dan beberapa model integrasi yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran sains. Namun dalam pemaparan hasil penelitian terkait proses pembelajaran di kelas masih disajikan dengan bahasa yang rumit dan sulit untuk difahami. Jika di lihat dari pemaparan hasil penelitian terkait integrasi agama pada pembelajaran sains maka bisa dikatan hasil penelitian tersebut belum dalam kategori integrasi namun islamisasi jika mengacu pengertian kata integrasi. karena masih pada tataran ayatisasi materi ajar dalam pembelajaran sains yang mana agama di sini masih pada tahap internalisasi nilai-nilai IMTAK dalam pembelajaran sains. Serta alangkah lebih baik jika dalam tesis tersebut ditampilkan proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan terutama terkait pemahaman yang telah dicapai peserta didik terkait integrasi keilmuan.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian (tesis) yang akan dilakukan sebagai berikut.

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Away Baidhowy. Relasi Sains dan Agama: Model Integrasi IPTEK

Sama - sama termasuk jenis penelitian kualitatif

Berbeda pada metode analisis yang

digunakan. Tesis tersebut hanya

mengambarkan upaya guru sains dalam

internalisasi nilai keislaman pada

32

Away Baidhowy, Relasi Sains dan Agama: Model Integrasi IPTEK dan IMTAK pada

(33)

dan IMTAK pada Pembelajaran Sains di MAN Insan Cendekia Serpong. Tesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. dengan tema dikotomi dan integrasi keilmuan dalam pendidikan Islam. sama sama konsen pada proses pembelajaran.

pembelajaran sains. Proses ayatisasi materi sains dalam pemaparan data tersebut terlihat jelas. Dan sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada Integrasi agama dan sains pada pembelajaran

ayat-ayat al-Qur‟an tentang sains dan hadis,

bagaimana implementasinya dilapangan. pada proses pembelajarannya bukan hanya teori melainkan juga dengan penelitian dan

pengamatan praktis di laboratorium.

Sehingga diperoleh pemahaman yang utuh

tentang sains al-Qur‟an.

3. Asnawi. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Pesantren Tradisional dan Modern). Tesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Hasil dan analisis dari penelitian ini bahwa integrasi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum (Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)) yang berlaku di Pesantren, dapat dilakukan karena adanya kesamaan basis ontologis antara keduanya, yaitu keduanya merupakan ayat-ayat (sign) tanda-tanda kekuasaaan Allah SWT. Ilmu-ilmu agama yang berbasis pada wahyu (al-Qur‟an dan hadis) sebagai ayat-ayat qauliyyah, dan ilmu-ilmu umum berbasis pada akal, penalaran terhadap fenomena alam sebagai ayat-ayat kauniyah.

(34)

Ketiga, penguatan pemahaman metodologis terkait dengan integrasi ilmu. Keempat, penyusunan buku daras/pelajaran yang integratif (dipadukan dengan nilai-nilai keislaman). Kemudian untuk mendukung terciptanya pembelajaran yang benar-benar integratif, perlu ditempuh beberapa kegiatan secara periodik antara lain melalui work shop, kajian keislaman dan kajian ilmu pengetahuan umum di kalangan komunitas Pesantren.

(35)

Pesantren, sehingga dapat menjadi uswah di kalangan para santri/siswanya.33

Pemaparan dalam tesis tersebut terkait integrasi yang dilakukan di institusi Pesantren sudah sangat baik, yang mana integrasi telah dilakukan dengan penguatan konsep integrasi dan paradigma berfikir dari kalangan pelaku pendidikan di Pesantren, baik pengasuh, guru, dan di kalangan komunitas Pesantren. Baik pada materi ajar, strategi, metode, maupun pendekatan dan sikap dikalangan guru dan pimpinan Pesantren. Namun semua itu belum dilengkapi dengan pembelajaran praktis, yaitu praktik pengamatan secara langsung di lapangan. Terkait dengan integrasi pada materi ajar, yang di jelaskan oleh peneliti sudah berbentuk modul, namun dalam paparannya belum ditampilan modul yang berisi integrasi materi ajar yang digunakan dalam Pesantren tersebut. Juga di dalam pemaparannya tidak ditampilkan proses evaluasi dari setiap pembelajaran terutama berupa pemahaman integrasi keilmuan para peserta didik.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian (tesis) yang akan dilakukan dapat dijelaskan berikut.

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Asnawi. Integrasi

Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Studi Komparasi Pola Pembelajaran antara Pesantren

Sama - sama bentuk penelitian kualitatif dengan tema dikotomi dan integrasi keilmuan di lembaga pendidikan

Berbeda pada fokus kajian yaitu pada

pembelajaran khusus penelitian,

penafsiran dan pembuktian terhadap ayat-ayat kauniyah dalam rangka integrasi keilmuan. Perbedaan juga ada pada subyek mayor (mata

(36)

Tradisional dan Modern). Tesis, Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Islam, yakni Pondok Pesantren, dengan kesamaan unsur unsur yang harus di integrasikan dalam lembaga Pesantren.

pelajaran) yang di ajarkan, terutama

yang mencolok adalah adanya

pelajaran filsafat yang mana sangat berbeda dengan pelajaran yang selama ini dipelajari di Pesantren.

Filsafat sebagai dasar untuk

memahami integrasi sains dan agama.

4. Ruslan. Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta). Tesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Adapun hasil dan analisis dari penelitian tersebut adalah bahwa integrasi agama dalam pelajaran sains di MAN 4 Model Jakarta baru sebatas melakukan ayatisasi terhadap materi-materi pembelajaran. Tesis ini menolak pendapat Parvez Hoodbhoy yang mengatakan bahwa upaya untuk mengislamkan ilmu akan mengalami kegagalan. Oleh karenanya ilmu pengetahuan itu harus bebas dari nilai dan bersifat universal.34

Pemaparan dalam tesis tersebut sudah baik dalam mendeskripsikan masalah integrasi di MAN 4 Model Jakarta yang mana dalam proses integrasi masih pada tahap ayatisasi terhadap materi-materi biologi dalam proses pembelajaran. Ada hal yang semestinya tidak boleh dilupakan oleh penulis tesis tersebut, ketika dalam mendeskripsikan implementasi pembelajaran yaitu mendeskripsikan juga proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mengukur pemahaman, sikap dan keterampilan peserta didik setelah mengikuti

34Ruslan. Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta).

(37)

proses pembelajaran. Sejauh pengamatan baru ditampilkan pada proses perencanaan dan proses pembelajaran di kelas saja.

Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian (tesis) yang akan dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Judul

Penelitian Persamaan Perbedaan

Ruslan. Integrasi Agama dalam Pembelajaran Sains (Studi Kasus di MAN 4 Model Jakarta). Tesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Sama - sama bentuk penelitian kualitatif dengan tema dikotomi dan integrasi keilmuan

Berbeda pada metode analisis yang digunakan. Tesis tersebut hanya mengambarkan upaya guru sains dalam internalisasi nilai keislaman pada pembelajaran sains. Proses ayatisasi materi sains dalam pemaparan data tersebut terlihat jelas. Dan sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada Integrasi agama dan

sains pada pembelajaran ayat-ayat al-Qur‟an

tentang sains dan hadis, bagaimana

implementasinya dilapangan. pada proses

pembelajarannya bukan hanya teori melainkan juga dengan penelitian dan pengamatan praktis di laboratorium. Sehingga diperoleh pemahaman

yang utuh tentang sains al-Qur‟an.

Dari beberapa pemaparan di atas, terkait kajian penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang akan dilakukan sangat berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun posisi dari penelitian (tesis) yang akan dilakukan adalah sebagai bagian dari integrasi keilmuan dalam pendidikan Islam dalam hal ini Pesantren dengan fokus implementasi integrasi agama dan sains (studi pembelajaran ayat-ayat kauniyah di SMA TRENSAINS35

35

Trensains merupakan kepanjangan dari Pesantren Sains, merupakan sebuah gagasan integrasi keilmuan yang di ungkapkan oleh Agus Purwanto, penulis buku Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta. Yang mana lembaga pendidikan Islam tersebut dengan mata pelajaran mayor yang baru dan berbeda dengan kurikulum pendidikan di Indonesia, mengambil kekhususan pada penafsiran,

pemahaman, penelitian, dan pembuktian terhadap ayat-ayat kauniyah al-Qur‟an dan hadis serta sains

(38)

Pesantren Tebuireng 2 Jombang). Adapun objek penelitiannya yakni pada perencanaan, proses dan evaluasi pembelajarannya.

H. Metode Penelitian.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berparadigma fenomenologi. Penelitian fenomenologi pada dasarnya berperinsip a priori. Sehingga tidak diawali dan didasari oleh teori tertentu. Penelitian fenomenologi justru berangkat dari perspektif filsafat,

mengenai “apa” yang diamati, dan bagaimana cara mengamatinya,

adapun premis-premis dasar yang digunakan dalam penelitian fenomenologi adalah sebagai berikut:36

a. Sebuah peristiwa akan berarti bagi mereka yang mengalaminya secara langsung.

b. Pemahaman objektif dimensi oleh pengalaman subjektif.

c. Pengalaman manusia terdapat dalam struktur pengalaman itu sendiri. Tidak dikonstruk oleh peneliti.

Proses pendekatan yang dimaksud adalah apa yang disebut Creswell sebagai “Gaining Acces dan Making Rapport”. mendekati tempat penelitian dengan menjaga agar subjek penelitian tidak merasa curiga itu tidaklah mudah, sehingga dibutuhkan kehati-hatian,

36

Engkus Kuswarno. M.S., Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konssepsi Pedoman

(39)

ketelatenan dan kesabaran. Terlebih lagi jika memenuhi tradisi dalam penelitian fenomenologi, seperti yang dijelaskan Creswell berikut:

“in addition, in phenomenological interviews, asking appropiate

questions and relying on informants to discuss the meaning of their exsperiences require patience and skill on the part of the

researcher”37

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul data utama. Lexy J. Moeloeng, berpendapat bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data, dan dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Namun, instrumen di sini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kuantitatif.38

Berdasarkan pandangan diatas, maka pada dasarnya kehadiran peneliti di sini sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data dilapangan penelitian. Peneliti sebagai instrumen penelitian dimaksudkan sebagai pewawancara dan pengamat, sebagai pewawancara peneliti akan mewawancarai kepala sekolah, waka kurikulum, guru-guru dan siswa serta pihak lain yang terkait dalam penelitian di SMA

37

Ibid., 132. Lihat Juga Jhon W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design Choosing

Among Five Tradition, (California, Sage, 1998), 109-135 38

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja

(40)

TRENSAINS Tebuireng 2 Jombang. Sebagai pengamat (Observer), peneliti mengamati pelaksanaan KBM di kelas. Jadi selama penelitian ini dilakukan, peneliti bertindak sebagai observer, pengumpul data, penganalisis data dan sekaligus pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, kedudukan peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan akhirnya sebagai pelapor hasil penelitian.

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang. Dengan beralamatkan di Jalan Jombang-Pare KM 19 Desa Jombok Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang. Home page www.smatrensains.sch.id email. smatrensains@tebuireng.net.

4. Sumber dan Jenis Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini, menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dimana data diperoleh.39 Sedangkan menurut Lofland, yang dikutip oleh Moeloeng, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.40

Adapun sumber data terdiri atas dua macam:

39

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi V (Jakarta:

Rineka Cipta, 2002),107. 40

(41)

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.41 Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, WAKA Kurikulum, Guru-Guru dan siswa SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.42 Sumber data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data sekolah dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan, seperti orang tua siswa dan dokumen-dokumen SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling atau sampel bertujuan, dimana penelitian menentukan informan didasarkan atas ciri-ciri atau sifat dan karakteristik yang merupakan ciri pokok populasi. Dalam hal ini peneliti menganggap bahwa informan tersebut mengetahui masalah yang diteliti

41

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2006), 253.

(42)

secara mendalam dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber informan yang dibutuhkan peneliti.

Untuk memperoleh informasi yang relevan dan valid, peneliti dalam mengumpulkan data melalui metode wawancara, observasi, dan

dokumentasi, untuk mendapat informasi dan data yang ingin diketahui

maka peneliti menggunakan teknik Snowball.43

Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik sampling untuk mempermudah dalam pengumpulan informasi dan data yang diperlukan.

Arti dari teknik sampling “bola salju” yaitu teknik yang mengibaratkan

bola salju yang terus menggelinding, semakin lama semakin besar. Artinya, peneliti mengumpulkan informan secara terus menerus mulai dari satu semakin lama semakin banyak dan baru akan berhenti jika terjadi pengulangan informasi atau terjadi kejenuhan informasi.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.44 Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka perlu adanya teknik pengambilan data yang dapat digunakan secara cepat dan tepat sesuai dengan masalah yang diselidiki dan tujuan penelitian, maka penulis menggunakan beberapa metode yang dapat mempermudah penelitian ini, antara lain: Observasi, Wawancara, Dokumentasi, dan Studi Literatur.

43

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian..., 166.

44

(43)

6. Teknik Analisis Data

Analisis data itu adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan45 pendekatan ini bertujuan

untuk menjelaskan dengan menyederhanakan data. Setelah peneliti melihat

dokumentasi dan melakukan interview serta observasi maka langkah selanjutya adalah menganalisa dan menginterpretasikan data.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan studi fenomenologi, maka alur analisa data mengikuti apa yang disampaikan Creswell, sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya b. Menemukan pernyataan

c. Mengelompokkan pernyataan kedalam unit-unit bermakna d. Merefleksikan pemikiran dan menggunakan variasi imajinatif e. Mengkonstruksikan seluruh penjelasan tentang makna dan esensi f. Proses tersebut merupakan langkah awal peneliti mengungkapkan

pengalamannya dan kemudian diikuti oleh pengalaman seluruh partisipan. Setelah semua itu dilakukan, kemudian ditulis deskripsi penggabungannya.46

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data dapat diketahui dengan menggunakan teknik pemeriksaan. Lincoln dan Guba menyatakan bahwa pelaksanaan

45

Masri Singarimbun, Metodologi Penelitian Survey (Jakarta: P3ES,1989), 263.

46

Jhon W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Tradition,

(44)

teknik pemeriksaan didasarkan pada derajat kepercayaan (credibility),

pemeriksaan keteralihan (trans-ferability) dan kepastian

(confir-mability).47

Untuk memeriksa keabsahan dan kebenaran data pada penelitian ini dilakukan kegiatan yaitu (a) melakukan triangulasi,48 (b) melakukan peerdebriefing,49 (c) melakukan member-check50 dan audit trial.51

I. Sistematika Penulisan

Sebagai karya ilmiah pada umumnya, untuk mengetahui rangkaian tesis dan signifikasi penempatan bab dan sub bab yang benar-benar mengarah pada tujuan pembahasan, maka dalam bagian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, dalam bab ini dikemukakan latar belakang masalah yang menegaskan mengapa penelitian ini dilaksanakan, kemudian dikemukakan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kemudian penelitian terdahulu yang menegaskan untuk menempatkan posisi penelitian yang hendak

47

Setya Yuwana Sudikan, Metode Penelitian Kebudayaan (Surabaya: Unesa Unipress dan Citra

Wacana, 2001), 83. 48

Langkah-langkah triangulasi (1) triangulasi sumber data, yang dilakukan dengan cara mencari data dari banyak sumber informan, yaitu orang yang terlibat langsung dengan objek kajian, dan (2) triangulasi metode. Langkah pertama digunakan untuk menguji kelengkapan dan ketepatan data, yaitu dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Langkah yang kedua digunakan untuk pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan beberapa sumber data dengan cara menggunakan bermacam-macam metode pengumpulan data.

49

Teknik peerdebriefing dilakukan untuk memeriksa data dan menguji hasil analisis data dengan

pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Diskusi juga dilakukan dengan pakar pendidikan Islam, pakar metode penelitian pendidikan, dan pakar metode penelitian masyarakat, baik hasil analisis sementara atau hasil analisis akhir.

50

Teknik member ceck dilakukan dengan cara mengecek kepada informan mengenai data dan informasi yang

berhasil dikumpulkan. Hasil yang sudah diinterpretasi kemudian dikonfirmasikan kepada informan untuk mengetahui keabsahan datanya.

51

Begitu juga untuk teknik audit trial, data mentah, hasil analisis data, hasil sintesis data dan catatan, proses

(45)

ditulis, metode penelitian, merupakan bagian yang menguraikan berbagai metode yang dipakai dalam penelitian ini, antara lain: pendekatan dan jenis penelitian, kancah penelitian dan informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, tinjauan umum tentang integrasi ilmu dalam pendidikan Islam yang menyajikan pokok bahasan terkait dengan judul, antara lain: dualisme keilmuan dalam sistem pendidikan Islam, sejarah dikotomi keilmuan, integrasi agama dan sains.

Bab ketiga, gambaran umum wilayah penelitian, yaitu gambaran umum SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang yang meliputi; sejarah berdirinya, letak geografis, profil, visi, misi, tujuan, target dan strategi, sruktur organisasi, keadaan siswa, guru dan karyawan, sarana dan prasarana, keunggulan dan kekhasan dan prestasi SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

Bab keempat, merupakan bagian penyajian data dan analisis yang membahas secara khusus tentang (1) bagaimanakah implementasi integrasi agama dan sains dalam pembelajaran ayat-ayat kauniyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang, (2) bagaimanakah problem dan solusi dalam implementasi integrasi agama dan sains dalam pembelajaran ayat-ayat kauniyyah di SMA TRENSAINS Pesantren Tebuireng 2 Jombang.

(46)

BAB II

TINJAUAN UMUM

TENTANG INTEGRASI ILMU DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Dalam rangka mencari landasan teoretik untuk membedah persoalan terkait dengan integrasi ilmu di lembaga pendidikan Islam, pada bab ini akan dikemukakan perdebatan teoritis tentang integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di kalangan intelektual muslim. Pemetaan perdebatan teoritis ini penting untuk memudahkan penulis dalam memposisikan kajian dalam tesis ini. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dijelaskan tiga sub bab pokok yaitu: pertama, tentang dualisme keilmuan dalam sistem pendidikan Islam; kedua, sejarah perkembangan paradigma dikotomi ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum; ketiga, integrasi agama dan sains.

A. Dualisme Keilmuan dalam Sistem Pendidikan Islam

Kajian terkait dengan persoalan dualisme keilmuan dalam pendidikan Islam, dalam bagian ini terbagi menjadi tiga periode1 yaitu:

Pertama, periode klasik (650-1250 M), sebagai zaman keemasan dunia Islam. Pada periode klasik ini, dualisme keilmuan tidak nampak dibedakan apalagi dipertentangkan. Pada awal-awal Islam, sebagai sumber ilmu pengetahuan pada saat itu adalah al-Qur„an dan Hadis, dalam pengertian yang seluas-luasnya.2 Pendidikan Islam pertama kali dilakukan oleh Nabi, adalah kepada keluarga, kemudian kepada para sahabat di rumah

1

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), 5-6.

2

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernnisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta:

(47)

Arqa>m (Da>r al-Arqa>m).3 Lembaga pendidikan Islam berikutnya adalah Kutta>b,4

masjid dan madrasah serta h}alaqah-h}alaqah yang diselenggarakan di rumah-rumah para ilmuwan muslim secara mandiri. Di samping lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut, pengembangan ilmu pengetahuan pada saat itu juga didukung dengan adanya observatorium, perpustakaan, Bayt al-H{ikmah (215 H/830 M),5

toko buku6 dan rumah sakit.

Mengenai keilmuan yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam di masa klasik ini pada umumnya ilmu-ilmu agama (al-‘Ulu>m al

-Shar’iyah) yang bersumber pada al-Qur‟an diikuti dengan tafsir, hadis, juga

fiqh dilengkapi pula dengan nah}wu dan s}araf sebagai alat untuk mengkaji

kitab kuning (fiqh). Sementara ilmu-ilmu umum (al-„Ulu>m ghair Shar’iyah)

3

Dipilihnya Da> r al-Arqa> m sebagai tempat berkumpulnya para sahabat pada saat itu untuk berlangsungnya

proses pendidikan Islam oleh Nabi, dikarenakan selain Arqa>m sebagai sahabat yang paling setia, juga karena

secara politis, lokasi rumahnya yang sangat baik yang berada dibukitS{afa>, terhadang dari penglihatan kaum

Quraisy. Lihat Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 2001), 13.

4

Pada tahap-tahap awal setelah tersebarnya Islam, guru-guru pada lembaga pengajaran dasar (kutta>b),

terutama sekali adalah non-muslim, khususnya Yahudi dan Kristen. Fenomena ini melahirkan kontroversi

hukum tentang boleh tidaknya orang Islam mengajarkan al-Qur„an kepada non-muslim atau sebaliknya

sehingga Ibnu Khaldu>n melarang mengajarkan ketrampilan baca tulis bersamaan dengan belajar al-Qur„an

dan agama. Menurutnya untuk mempelajari baca dan tulis sebaiknya dicarikan bantuan guru yang

profesional. Baca Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1994), 263-264

5

Bayt al-H{ikmah adalah sebuah pusat studi yang berawal dari koleksi buku-buku sains kakek Ha>ru>n

al-Rashi>d, „Abd Alla>h al-Manshu>r, Muh{ammad al-Mahdi, ayahnya dan koleksi Ha>ru>n al-Rashi>d sendiri.

Al-Manshūr, sebagai ahli Fiqh yang gemar pada ilmu astronomi, memiliki koleksi berharga yaitu buku

matematika India kuno yang berjudul “Bramasphuta Sidhatama”. Kegiatan mengoleksi buku-buku

berharga ini kemudian diikuti dengan penerjemahannya. Misalnya Muh}ammad bin Ibrāhīm diperintah

untuk menerjemahkan Siddhanta dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Arab. Kegiatan seperti ini

diteruskan oleh al-Mahdi ayah Hārūn al-Rashīd, begitu pula Hārūn sendiri meneruskan kegiatan serupa

dan terwujudlah perpustakaan Kanz al-H{ikmah. Upaya Hārūn ini dikembangkan oleh al-Ma‟mu>n

menjadi Bayt al-H{ikmah pada tahun 217/832 M. Lihat Hāmid Fahri Zarkashi, “Bayt al-H{ikmah

Akademi Pertama dalam Islam”, IslamiaVol. v, No. 1. ( 2009), 94. Di samping Bayt al-H{ikmah telah

melakukan kegiatan penerjemahan karya-karya filsafat dan pengetahuan asing dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab, juga melakukan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ditransmisikan dan pada akhirnya lembaga ini berkembang menjadi akademi besar. Lihat Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pess, 2007), 109.

6

Fungsi toko buku ini diakui oleh Kraemer yang biasa menyelenggarakan debat-debat ilmiah di tingkat dua (balkon) sebuah toko buku, yang tingkat dasarnya dikunjungi oleh para pembeli atau penulis yang sibuk

mengadakan penelitian dan penulisan mereka sekaligus. Lihat Joel L. Kramer, Kebangkitan Intelektual dan

(48)

diberikan di masing-masing rumah para ilmuwan dengan sistem h{alaqah

sebagaimana di atas. Dengan demikian, pengajaran ilmu-ilmu umum belum diselenggarakan di lembaga-lembaga formal semisal madrasah pada saat itu. Memang pada permulaan Islam, kegiatan ke arah pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu yang tergolong al-„Ulu>m al-„Aqliyah belum tampak dilakukan oleh kaum muslimin pada saat itu, dikarenakan perhatian mereka terfokus pada upaya jihad dan dakwah.7

Namun, munculnya tokoh-tokoh dan ilmuwan semisal al-Birūnī (973-1047 M/262-440 H) seorang Ensiklopedis muslim, Ibnu Sina (980-1037) seorang Filosuf dan ahli kedokteran, Ibnu Haitām (w.1039) seorang fisikawan, Ibnu Khaldūn, Ibnu Na>fis Hayya>n (687 H/1288 M), al-Khawārizmi, dan juga termasuk Mah}mūd Kasghari (abad 11), dan al-Asma‟i (828), 8

membuktikan keutuhan ajaran Islam yang integral, yang mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia (ilmu umum) dan kehidupan akhirat (agama).

Kemajuan dalam bidang sains pada saat itu membuktikan akan penekanan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini sebagai mana dijelaskan Nasr, yang menyatakan bahwa sejak abad pertama Islam kaum muslim menjadi tertarik pada berbagai sains, khususnya mengenai obat-obatan dan astronomi. Pada abad kedua upaya penerjemahan telah dimulai dari empat bahasa utama yang mewariskan sainsnya kepada Islam. Empat bahasa tersebut adalah Yunani, Syiria, Iran dan Sanskerta. Pada abad ketiga

7

A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 83.

8

M. Amin Abdullah, Islam Studis, dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Sebuah Ontologi)

(49)

Islam, Khususnya dengan pemapanan Bayt H{ikmah oleh khalifah al-Ma‟mu>n, bahasa Arab telah menjadi bahasa keilmuan dan banyak karya

paling penting dalam bidang matematika, fisika, astronomi, kedokteran, farmakologi, sejarah alam, kimia dan ilmu-ilmu lainnya telah disalin dalam bahasa Arab.9

Kedua periode pertengahan (1250-1800 M), zaman kemunduran dunia Islam. kemunduran dunia Islam terjadi pada saat ketika kekuasaan keturunan Mongol berakhir pada tahun 1525 M. Ini diawali dengan kemajuan bidang politik tiga kerajaan besar Uthmaniyah, S{afawiyah, dan Mughal India, sesudah itu seluruh dunia Islam mundur dan berangsur-angsur dan akhirnya jatuh di bawah kekuasaan Barat.10 Beberapa faktor pemicu mundurnya dunia Islam antara lain yaitu: pertama, adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki; kedua, adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah; ketiga, munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad; keempat, kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik; kelima, perang Salib yang terjadi beberapa gelombang; dan Keenam, hadirnya tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagusrifah Khan.11 Musyrifah Sunanto menandai kemunduran dunia Islam pada saat itu, dengan tiga hal yaitu: pertama, tertutupnya pintu ijtihad; kedua,

9

Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda

Muslim (Bandung: Mizan, 1994), 94. 10

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana Pranata Group, 2007), 237.

11

(50)

putusnya hubungan antara umat Islam dan ketiga, pada zaman ini berkembang tradisi memberikan sharah dan ikhtisar.12

Keadaan di atas, sebagaimana dinyatakan Baiquni menjadi salah satu pemicu munculnya dikotomi ilmu pengetahuan.13 Sementara itu di Eropa, sejak abad pertengahan ini timbul konflik antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama (gereja). Dalam konflik ini sains keluar sebagai pemenang, dan sejak itu sains melepaskan diri dari kontrol dan pengaruh agama, serta membangun wilayahnya sendiri secara otonom.14

Ketiga, periode kebangkitan Islam (1800 M - sekarang). Kondisi dunia Islam pada periode pertengahan diatas melahirkan persoalan yang menimpa dunia Islam.15 Salah satunya disebabkan adanya paradigma dikotomi terhadap keilmuan. Padahal Islam tidak mengenal adanya dikotomi ilmu, tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.16 Memisahkan antara keduanya, inilah pandangan sekuler.17 Kenyataan menunjukkan bahwa tradisi keilmuan Islam yang berkembang hingga masa modern lebih didominasi oleh tradisi al-„Ulu>m al-Shari>„ah. Tradisi keilmuan Islam yang terbatas pada kajian teks dalam bidang bahasa,

12

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam ..., 238-239.

13Ah}mad

Baiquni, al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf,

1995), 120. 14H{

asan H{anafi, Islam in the Modern World: Religion, Ideology, and Development (Kairo: The Englo-Egyptian Bookshop, 1995), 373-377.

15

Dalam hal ini, al-At}t}as menekankan bahwa penyebab utama terjadinya problematika saat ini,

bukanlah sekedar masalah buta huruf, melainkan lebih mendasar lagi adalah masalah epistimologi

dan matafisika. Kebenaran al-Qur„an, baik berbentuk gambaran fenomena alam maupun lainnya,

tidak perlu dijustifikasi atau dibuktikan dengan fakta-fakta ciptaan manusia. Lihat Wan Mohd Nor

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquid al-‘At}t}as (Bandung: Mizan,

1424/2003), 391.

16Lihat Abdurrahman Mas‟ud,

Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002), 7.

(51)

hadis dan fiqih, menurut „Abd al-H{āmid Abū Sulaimān tidak mampu mengatasi problema ilmu pengetahuan modern. Sementara tradisi Barat menganggap bahwa wahyu sepenuhnya sebagai bidang metafisik dan karena itu dianggap sebagai pengetahuan yang berada diluar jangkauan kebenaran rasional.18

Menurut Mulyadhi, persoalan dikotomi ini muncul sejak diperkenalkannya ilmu-ilmu sekuler positivistik ke dunia Islam lewat imperialisme Barat. Ilmu-ilmu agama sebagaimana dipertahankan di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional (Pesantren) di satu pihak, dan ilmu-ilmu sekuler sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolah yang disponsori oleh pemerintah. Kondisi dikotomi ini, lebih dipertajam lagi dengan munculnya pengingkaran validitas dan status ilmiah yang satu atas yang lain. Kaum tradisional menganggap bahwa ilmu-ilmu umum itu bid„ah atau haram dipelajari karena berasal dari orang-orang kafir, sementara para pendukung ilmu-ilmu umum menganggap bahwa ilmu-ilmu agama sebagai pseudo-ilmiah atau hanya mitologi yang tidak akan mencapai tingkat ilmiah, karena tidak berbicara tentang fakta, tetapi tentang makna yang tidak bersifat empiris.19

18

Husni Rahim, UIN dan tantangan Meretas Dikotomi Keilmuan, dalam M. Zaenal ed. Horizon

Baru; Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Aditya Media-UIN Press, 2004), 54. 19

Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Arasy

(52)

Selain itu pandangan dikotomis ini menimbulkan ketimpangan pengetahuan dalam diri muslim (Split Personality),20 ketika ilmu agamanya bagus tetapi tidak mengerti tentang ilmu umum, demikian juga sarjana-sarjana

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar Model Integrasi Ilmu dan Agama Menurut Armahedi Mahzar
Gambar 2.1 Bagan Tafsiran Pertama  Islamisasi Ilmu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Tingkat SMA Kelas XI Kurikulum 2013 ... Bahan Ajar Pembelajaran Mengidentifikasi Deskripsi Latar

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui KI dan KD mata pelajaran Fisika kurikulum 2013 yang dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan kebencanaan tsunami, 2)

Hasil penelitianmuatan keilmuan integrasi interkoneksi terhadap mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti jenjang SMA kurikulum 2013 dapat dideskripsikan sebagai berikut: Bahwa

ITSNA RIFIANA ULFA. Integrasi Sains dan Agama Pada Pembelajaran Fisika Dalam Pembinaan Akhlak Siswa di SMA IT Nur Hidayah Surakarta.Tesis. Yogyakarta: Program

Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta , Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2011.. Ali, Atabik, Kamus Ingris Indonesia Arab , Yogyakarta : Multi Karya

Diversifikasi kurikulum di madrasah dan sekolah dengan konsep integrasi keilmuan sains dan agama tersebut perlu dilakukan dengan mengacu pada UU Sisdiknas Pasal 36,

(2) Implementasi integrasi kurikulum berdasarkan regulasi sekolah dan pesantren dengan mengintegrasikan semua aspek kompetensi (3) Adanya kurikulum pendukung

Solusi untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis integrasi agama dan sains pada kelas VI SDIT Harapan Umat yaitu guru harus dapat mengatur