• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN IKAN MOTAN (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU SHELLY N.E. TUTUPOHO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN IKAN MOTAN (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU SHELLY N.E. TUTUPOHO"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN IKAN MOTAN

(Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852)

DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU

SHELLY N.E. TUTUPOHO

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PERTUMBUHAN IKAN MOTAN (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008

Shelly N.E. Tutupoho C24104019

(3)

RINGKASAN

Shelly N.E. Tutupoho. Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Dibimbing oleh Sutrisno Sukimin dan M.F. Rahardjo.

Sungai Kampar Kiri yang terletak di Provinsi Riau memiliki beberapa bentuk badan air yang salah satunya adalah rawa banjiran (floodplain). Beberapa jenis ikan sungai telah mengadaptasikan siklus hidup mereka pada periode penggenangan di rawa banjiran sehingga ikan-ikan tersebut memanfaatkan rawa banjiran selama penggenangan sebagai daerah pemijahan, pengasuhan anak, tempat perlindungan dan mencari makan. Ikan motan (Thynnichthys thynnoides) merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai besar, kanal, danau tapal kuda, dan rawa banjiran. Ikan ini bersifat potamodromus.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pola pertumbuhan, faktor kondisi, kelompok ukuran, dan koefisien pertumbuhan ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Pengambilan contoh ikan dilaksanakan di daerah rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dengan dua stasiun, yaitu Mentulik dan Simalinyang. Pengambilan contoh ikan dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2006. Alat tangkap yang digunakan yaitu jaring insang eksperimental, perangkap, serta pancing dan rawai. Analisis data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2003 dan FiSAT II.

Ikan motan yang tertangkap berjumlah 953 ekor dengan 562 ekor yang tertangkap di Mentulik dan 391 ekor yang tertangkap di Simalinyang. Pola pertumbuhan ikan motan di Mentulik adalah isometrik dengan hubungan panjang dan bobot yang mengikuti persamaan W = 6x10-6L3,0314. Sementara itu ikan motan di Simalinyang memiliki pola pertumbuhan yang bersifat allometrik positif dengan persamaan hubungan panjang dan bobot yaitu W = 2x10-6L3,3281. Nilai faktor kondisi ikan motan di Mentulik berkisar pada 0,50-2,19 dan nilai faktor kondisi ikan motan di Simalinyang berkisar pada 0,35-1,22. Di Mentulik terdapat tiga kelompok ukuran panjang ikan motan, yaitu 98,50-118,90 mm; 134,50-137,49 mm; 188,50 mm dan di Simalinyang hanya terdapat satu kelompok ukuran panjang, yaitu 136,19-173,68 mm. Persamaan pertumbuhan panjang ikan motan di Mentulik yaitu Lt = 210,53 (1-e-0,48(t+0,20)). Persamaan pertumbuhan panjang

ikan motan secara keseluruhan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri mengikuti formula Lt = 232,58 (1-e-0,38(t+0,03)).

(4)

PERTUMBUHAN IKAN MOTAN

(Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852)

DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU

SHELLY N.E. TUTUPOHO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

SKRIPSI

Judul : Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau

Nama Mahasiswa : Shelly N.E. Tutupoho

NIM : C24104019

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA NIP. 130 674 522

Anggota

Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA NIP. 130 536 685

Diketahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(6)

PRAKATA

Rawa banjiran merupakan suatu ekosistem unik yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan dari wilayah Indonesia. Ekosistem ini subur dan eksistensinya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Kesuburan di ekosistem rawa banjiran banyak dimanfaatkan oleh organisme akuatik, baik untuk mencari makan maupun untuk memijah. Selain menyediakan relung makanan yang lebih besar, ekosistem rawa banjiran juga menyediakan relung habitat yang lebih besar. Hal ini terkait dengan peningkatan volume air di ekosistem rawa banjiran akibat adanya penggenangan. Peningkatan luas kedua jenis relung tersebut mempengaruhi biologi ikan yang hidup di dalamnya.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pertumbuhan salah satu ikan putih (whitefish), ikan motan (Thynnichthys thynnoides) yang bermigrasi ke rawa banjiran di Sungai Kampar Kiri Riau. Ekosistem rawa banjiran yang unik serta adanya aktivitas pembalakan liar di sekitar kawasan penelitian merupakan latar belakang yang menarik dalam penelitian ini. Peningkatan luas relung makanan dan habitat pada ekosistem rawa banjiran membuat penyusun membuat hipotesis bahwa pertumbuhan ikan motan di ekosistem tersebut termasuk kategori baik. Akan tetapi, aktivitas pembalakan liar serta pencemaran antropogenik lain di daerah Sungai Kampar Kiri dapat mempengaruhi karakteristik rawa banjiran yang nantinya juga berpengaruh terhadap sifat biologi ikan.

Dalam penelitian ini, penyusun menganalisis pertumbuhan ikan motan di rawa banjiran untuk menguji hipotesis yang terbentuk. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2008

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur pada Allah SWT yang selalu memberikan karunia-Nya. Shalawat dan salam pada Rasulullah SAW yang telah menjadi teladan sepanjang masa bagi umat manusia.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih pada: 1. Keluarga besar di Jakarta, Tangerang, dan Pasuruan.

2. Komisi Pembimbing, yaitu Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA dan Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA.

3. Ir. Zairion, M.Sc. selaku penguji tamu dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. selaku penguji dari program studi.

4. Alm. Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc.

5. Charles P.H. Simanjuntak, S.Pi, M.Si. atas kesempatan bergabung dalam penelitian ini.

6. Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo selaku Pembimbing Akademik.

7. Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei, Dr. Ir. Ridwan Affandi, dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.

8. Guru-guru, rekan-rekan dalam tim penelitian (Prawira, Vera, Hanifah, Evi), serta sahabat dan teman-teman MSP (khususnya Wahyu, Irwan, Ridwan, Habib, Fajlur).

(8)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Klasifikasi Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) ... 3

B. Morfologi Ikan Motan (T. thynnoides) ... 3

C. Ekosistem Rawa Banjiran ... 4

D. Hubungan Panjang dan Bobot ... 5

E. Kelompok Ukuran ... 7

F. Faktor Kondisi... 8

G. Pertumbuhan Panjang ... 8

III.METODE PENELITIAN ... 11

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

B. Alat dan Bahan ... 11

C. Metode Kerja ... 11

D. Analisis Data ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Lokasi Sungai Kampar Kiri ... 15

B. Kondisi Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri ... 15

C. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) ... 19

D. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Motan (T. thynnoides)... 22

E. Kelompok Ukuran Ikan Motan (T. thynnoides) ... 24

F. Faktor Kondisi Ikan Motan (T. thynnoides) ... 28

G. Pertumbuhan Panjang Ikan Motan (T. thynnoides) ... 30

H. Pengelolaan Ikan Motan (T. thynnoides) dan Ekosistem Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

A. Kesimpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

LAMPIRAN ... 40

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kisaran parameter fisika dan kimia perairan pada lokasi

pengambilan contoh ... 19

2. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di daerah Mentulik pada tiap bulan pengamatan berdasarkan kelompok

ukuran ... 26

3. Nilai tengah panjang total ikan motan (T.thynnoides) di daerah Simalinyang pada tiap bulan pengamatan berdasarkan kelompok

ukuran. ... 28

4. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri pada tiap bulan pengamatan

berdasarkan kelompok ukuran ... 28

5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan ... 29

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan motan (Thynnichthys thynnoides) ... 4

2. Rata-rata curah hujan (mm) setiap bulan di Pekanbaru, Riau

pada tahun 2006 ... 15

3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri

secara keseluruhan pada bulan Juni-Desember 2006 ... 16

4. Jumlah ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang

pada setiap bulan pengamatan ... 19

5. Tinggi paras air dan skala jumlah ikan motan (T. thynnoides) yang tertangkap di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri selama bulan

pengamatan ... 20

6. Perbandingan jumlah ikan motan (T. thynnoides) yang tertangkap di Mentulik dan Simalinyang berdasarkan selang kelas

panjang total ... 21

7. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik

dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan ... 22

8. Hubungan panjang dan bobot ikan motan (T. thynnoides) di daerah Mentulik ... 23

9. Hubungan panjang dan bobot ikan motan (T. thynnoides) di daerah Simalinyang ... 24

10. Kelompok ukuran ikan motan (T. thynnoides) di daerah Mentulik ... 25

11. Kelompok ukuran ikan motan (T. thynnoides) di daerah

Simalinyang ... 27

12. Nilai tengah faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik

dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan ... 29

13. Faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan

Simalinyang berdasarkan kelompok ukuran... 30

14. Kurva pertumbuhan panjang ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan keseluruhan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri ... 31

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian... 39

2. Uji statistik nilai b ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang ... 40

3. Uji statistik nilai b ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik ... 41

4. Uji statistik nilai b ikan motan (T. thynnoides) di Simalinyang ... 42

5. Uji statistik faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik ... 43

6. Nilai t0 ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan secara keseluruhan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri ... 44

7. Foto lokasi penelitian ... 45

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai Kampar Kiri yang terletak di Provinsi Riau memiliki beberapa bentuk badan air yang salah satunya adalah rawa banjiran (floodplain). Ekosistem rawa banjiran terhubung dengan sungai utama oleh aktivitas penggenangan air selama musim hujan. Penggenangan air ini meningkatkan proses dekomposisi dan siklus nutrien di ekosistem rawa banjiran. Beberapa jenis ikan sungai telah mengadaptasikan siklus hidup mereka pada periode penggenangan di rawa banjiran (Brierly & Fryirs, 2005) sehingga ikan-ikan tersebut memanfaatkan rawa banjiran yang kompleks selama penggenangan sebagai daerah pemijahan, pengasuhan anak, tempat perlindungan, dan mencari makan (Risotto & Turner, 1985; Bayley, 1989; Ward & Stanford, 1989 in Jackson & Ye, 2000).

Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Moyle & Cech, 2004). Selain itu, pengetahuan tentang struktur populasi dapat menjadi dasar pengelolaan yang lebih baik. Pengetahuan yang tepat tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkap permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan, dan umur ikan saat matang gonad (Rounsefell & Everhart, 1962).

Ikan motan (Thynnichthys thynnoides) merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai besar, kanal, danau tapal kuda, dan rawa banjiran. Ikan ini bersifat potamodromus, yaitu melakukan migrasi dari sungai ke rawa banjiran untuk melakukan pemijahan saat volume air di rawa banjiran meningkat. Ikan motan merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang paling banyak diminati dan dicari nelayan di daerah Kampar Kiri (Simanjuntak et al., 2006). Kottelat et al. (1993) menyatakan bahwa ikan ini terdistribusi di Sumatera, Kalimantan, Malaya, dan Indochina.

Nugroho (1992) menduga bahwa populasi ikan motan di sistem aliran Sungai Batang Hari, Jambi, telah mengalami penurunan. Padahal menurut Kartamihardja (2007), ikan motan merupakan salah satu ikan yang dapat dipertimbangkan

(13)

sebagai ikan tebaran di zona limnetik waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat karena ikan pemakan plankton ini dianggap dapat mengurangi tingkat kelimpahan plankton yang tinggi di perairan tersebut.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendeskripsikan parameter pertumbuhan ikan motan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Informasi mengenai parameter pertumbuhan tersebut dapat dijadikan dasar pengelolaan sumberdaya ikan motan, terutama habitatnya di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Pengelolaan yang sesuai ditujukan agar sumberdaya ikan motan dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengurangi atau bahkan memusnahkan sumberdaya ikan motan tersebut di alam.

B.Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan panjang dan bobot, faktor kondisi, kelompok ukuran, dan koefisien pertumbuhan ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Penelitian mengenai pertumbuhan ikan motan di rawa banjiran bermanfaat sebagai bahan rujukan dalam pengelolaan ikan motan dan habitatnya agar sumberdaya ikan ini dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides)

Ikan motan (T. thynnoides) di Indonesia tersebar di Sumatera dan Kalimantan (Kottelat et al., 1993). Ikan ini termasuk dalam famili Cyprinidae yang merupakan famili terbesar dalam kelompok ikan dengan jumlah lebih dari 2000 spesies (Moyle & Cech, 2004). Famili Cyprinidae ditemukan dominan pada hulu Sungai Kapuas (Harteman, 1998).

Klasifikasi ikan motan (T. thynnoides) menurut Kottelat et al. (1993): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Subfamili : Cyprininae Genus : Thynnichthys

Spesies : Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852

Nama lokal : Motan, Lambak, Ringan, Lumoh, Pingan, Menangin.

B. Morfologi Ikan Motan (T. thynnoides)

Ikan motan memiliki jumlah sisik garis rusuk sebanyak 58-60 buah. Di antara garis rusuk dan sirip punggung terdapat 13 baris sisik (Saanin, 1968). Ikan motan memiliki rumus sirip dorsal 3/8 dan rumus sirip anal 3/5. Bentuk tubuh ikan ini memanjang dan tidak terlalu pipih, kepala agak kecil dengan moncong pendek dan terletak di ujung, posisi mulut terminal, serta mata berukuran kecil. Ikan yang segar memiliki warna tubuh keperakan dengan punggung lebih gelap. Ikan ini memiliki titik hitam kecil di dekat posterior operculum (Taki, 1974). Kottelat et al. (1993) menyatakan bahwa ikan ini memiliki 58-60 sisik pada gurat sisi, 13

(15)

sisik antara sirip punggung dan gurat sisi, 8-10,5 jari-jari bercabang pada sirip punggung, jari-jari terakhir halus dan tidak mengeras.

Gambar 1. Ikan motan (Thynnichthysthynnoides) (Sumber: Koleksi Nurdawati)

C. Ekosistem Rawa Banjiran

Proses hidrologi memengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem (Timchenko, 1994). Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Sungai Desnia. Danau rawa banjiran Sungai Desnia memengaruhi kualitas air dan kondisi ekosistem sungai (Malafeyev & Grib, 1994). Di bagian hulu Sungai Yazoo yang merupakan suatu ekosistem rawa banjiran di Mississipi, hidrologis sungai dan iklim setempat berhubungan dengan stok ikan (Jackson & Ye, 2000). Produksi ikan di rawa banjiran sangat bergantung pada waktu, luas, dan durasi penggenangan (Halls et al., 2000). Gosselink & Turner (1978) menyatakan bahwa faktor hidrologis merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keragaman ruang.

Pada musim hujan, air akan menggenangi daratan. Akibat penggenangan lahan dan terbawanya nutrien dari daratan ke perairan, habitat dan sumber makanan berkembang sangat besar. Hal ini memengaruhi pertumbuhan ikan di rawa banjiran. Sumber makanan yang melimpah menjadikan pertumbuhan ikan menjadi cepat (Moyle & Cech, 2004). Periode musim hujan adalah periode utama untuk mencari makan, tumbuh, dan meremajakan (Lowe-McConnell, 1987). Oleh karena itu, daerah rawa banjiran menjadi salah satu daerah penangkapan ikan oleh

(16)

nelayan (Welcomme, 1979 in Utomo, 2002). Akan tetapi, ikan tropis tidak hanya tumbuh cepat pada musim hujan. Di lembah Sungai Amazon, ikan dapat mengubah kebiasaan makan menjadi omnivor saat musim kemarau untuk tetap bertahan hidup (Moyle & Cech, 2004).

Karakteristik vegetasi dengan dinamika penggenangan menjelaskan banyak hal tentang potensi produksi perikanan di ekosistem rawa banjiran yang mengalami masukan allocthonous bahan organik, seperti nutrien bagi tumbuhan darat (Vannote et al., 1980; Junk et al., 1989 in Jackson & Ye, 2000). Gordon et al. (2004) menyatakan bahwa salah satu keuntungan penggenangan ketika musim hujan adalah peningkatan ketersediaan nutrien di rawa banjiran. Pemrosesan detritus allocthonous yang sebaik produksi autocthonous dirangsang oleh penggenangan dan menjadi dasar prinsip energi untuk mendukung populasi ikan (Bayley, 1989; 1995; Thorp & Delong, 1994; Sparks, 1995 in Jackson & Ye, 2000). Pada daerah rawa lebak, vegetasi air menyumbang 52 % dari total produktivitas primer (Forsberg, 1993 in Sulistiyarto, 1998).

Penggenangan juga dapat memasukkan runtuhan kayu besar yang saat itu menyediakan substrat bagi invertebrata (Benke et al., 1985 in Jackson & Ye, 2000). Lowe-McConnell (1987) menyatakan bahwa invertebrata yang melimpah tersebut merupakan sumber makanan bagi ikan di rawa banjiran.

D. Hubungan Panjang dan Bobot

Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bobot ikan merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya (Effendie, 1997). Perhitungan hubungan panjang dan bobot ikan yang berbeda jenis kelamin sebaiknya dipisahkan karena umumnya terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Effendie, 1979). Hal ini dapat dibuktikan dengan persamaan hubungan panjang dan bobot yang berbeda antara ikan motan (T. polylepis) jantan dan ikan betina di Waduk PLTA Koto Panjang, Riau. Persamaan hubungan panjang dan bobot ikan jantan yaitu Log W = -3,5267 + 2,4486 Log L dan pada ikan betina yaitu Log W = -4,0891 + 2,7201 Log L. Keduanya menunjukkan tipe pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif (Suryaningsih, 2000).

(17)

Dari hasil perhitungan hubungan panjang dan bobot, terdapat suatu model yang dapat digunakan untuk menduga bobot dan panjang ikan, keterangan mengenai tipe pertumbuhan, kemontokan ikan, dan perubahan lingkungan (Effendie, 1997). Panjang total dan bobot ikan selais (Ompok hypophthalmus) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki hubungan yang erat (Simanjuntak, 2007). Begitu juga dengan panjang total dan bobot ikan gabus (Channa striata) di rawa banjiran Sungai Musi yang memiliki hubungan erat (Makmur, 2003).

Tipe pertumbuhan ikan dapat diketahui dari hubungan panjang dan bobotnya. Konstanta yang menggambarkan tipe pertumbuhan adalah nilai b. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar daripada pertumbuhan panjang. Nilai b yang lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nilai b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot (Effendie, 1997). Tipe pertumbuhan memberikan informasi mengenai baik atau buruknya pertumbuhan ikan yang hidup di lokasi pengamatan, sehingga akan ada gambaran mengenai rawa banjiran Sungai Kampar Kiri yang sesuai atau tidak sesuai sebagai tempat pembesaran (Utomo, 2002).

Tipe pertumbuhan ikan motan di sistem aliran Sungai Batang Hari, Jambi dan ikan motan (T. polylepis) di Waduk PLTA Koto Panjang, Riau bersifat allometrik negatif (Nugroho, 1992; Suryaningsih, 2000). Simanjuntak (2007) menyatakan bahwa tipe pertumbuhan ikan selais di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri juga bersifat allometrik negatif. Akan tetapi, tipe pertumbuhan ikan baung (Mystus nemurus) di Sungai Kampar bersifat allometrik positif (Sukendi, 2001). Tipe pertumbuhan allometrik positif juga terjadi pada beberapa jenis ikan asli di Danau Sentani. Hal ini diduga karena adanya ketersediaan pakan yang cukup (Umar & Lismining, 2006). Tipe pertumbuhan ikan gabus di rawa banjiran Sungai Musi bersifat isometrik pada bulan Juli-Oktober dan bersifat allometrik negatif pada bulan November dan Desember (Makmur, 2003).

(18)

E. Kelompok Ukuran

Secara umum, ada tiga metode yang dapat digunakan dalam penentuan umur ikan, yaitu perbandingan distribusi frekuensi panjang, penangkapan ikan yang diberi tanda, dan interpretasi bagian-bagian tubuh ikan yang menunjukkan pertumbuhan tahunan (Rounsefell & Everhart, 1962).

Metode perbandingan distribusi frekuensi panjang untuk penentuan umur didasarkan pada kenyataan bahwa panjang ikan yang mempunyai umur sama membentuk suatu sebaran normal (Rounsefell & Everhart, 1962). Kelompok ukuran atau yang dikenal sebagai kohort (broods) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari kelahiran (pemijahan) yang sama dan diasumsikan menyebar menurut distribusi normal. Metode ini umumnya tepat digunakan untuk menentukan umur ikan yang berada pada kisaran 2-4 tahun, namun kurang akurat pada kelompok ikan yang lebih tua karena ada tumpang tindih distribusi panjang (Rounsefell & Everhart, 1962). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yang lambat pada ikan-ikan yang lebih tua dibandingkan dengan pertumbuhan ikan-ikan yang lebih muda (Effendie, 1979). Kekurangan lain metode ini adalah: (1) ikan-ikan dalam suatu kelompok ukuran cenderung berkelompok, (2) penetasan telur mungkin terjadi pada waktu yang tidak beraturan sehingga menghasilkan kelompok-kelompok ukuran yang tidak mengindikasikan kelas-kelas tahun, (3) ikan-ikan dalam satu kelompok ukuran yang sama dapat memiliki ukuran yang berbeda karena hidup dalam kondisi lingkungan yang berbeda, (4) satu atau lebih kelompok ukuran bisa jadi tidak diwakilkan dengan baik karena kekurangan contoh (Rounsefell & Everhart, 1962). Metode penentuan umur dengan mempelajari tanda tahunan pada bagian tubuh ikan mudah diterapkan pada ikan-ikan yang hidup di daerah ugahari. Bagian-bagian tubuh ikan yang dapat digunakan untuk menduga umur adalah sisik, operkulum, duri sirip, tulang punggung, dan otolith (Effendie, 1979). Tanda tahunan pada ikan tropis sangat sulit diamati untuk pendugaan umur karena tanda tahunan pada musim hujan tidak berbeda jelas dengan tanda tahunan pada musim kemarau. Ikan tropis relatif mengalami pertumbuhan sepanjang tahun. Oleh karena itu, pendugaan umur untuk ikan tropis umumnya dilakukan dengan metode frekuensi panjang.

(19)

Data umur ikan dapat memberikan keterangan mengenai komposisi populasi, umur ikan saat pertama kali matang gonad, lama hidup, mortalitas, pertumbuhan, dan produksi (Effendie, 1979).

F. Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka. Faktor kondisi ini disebut juga Ponderal Index (Lagler, 1961 in Effendie, 1979). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi (Effendie, 1997). Satuan faktor kondisi sendiri tidak berarti apapun, namun kegunaannya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain (Saputra, 2005).

Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad (Effendie, 1979). Nilai faktor kondisi ikan gabus di rawa banjiran Sungai Musi berfluktuasi karena adanya perbedaan umur, TKG, kondisi lingkungan, dan ketersediaan makanan (Makmur, 2003). Di perairan Binuangeun, nilai faktor kondisi ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan umur (Harahap & Djamali, 2005).

G. Pertumbuhan Panjang

Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, bobot) selama waktu tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan sebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang tersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan, keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan keluaran energi dalam ekskresi (Brett & Groves, 1979 in Moyle

(20)

& Cech, 2004). Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 1997).

Pada mulanya, saat ukuran ikan kecil, ukuran ikan mulai meningkat secara lambat. Akan tetapi kemudian, laju pertumbuhan semakin cepat. Setelah waktu tertentu, laju pertumbuhan kembali meningkat dengan lambat sampai akhirnya tetap pada suatu garis asimtot. Kecenderungan ini ditunjukkan dengan kurva sigmoid Graham (1939) (Gulland, 1974).

Sebagian besar ikan memiliki kemampuan untuk meneruskan pertumbuhan selama hidup bila kondisi lingkungannya sesuai dan ketersediaan makanan cukup baik, walaupun pada umur tua pertumbuhan ikan hanya sedikit. Ikan tidak memiliki limit tertentu untuk membatasi pertumbuhan (undeterminate growth) (Effendie, 1997).

Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie, 1997), serta umur dan kedewasaan (Moyle & Cech, 2004). Faktor eksternal yang memengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley, 1972), kadar amonia di perairan, dan salinitas (Moyle & Cech, 2004). Pertumbuhan ikan bersifat sangat labil (Weatherley, 1972).

Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menduga parameter-parameter pertumbuhan (K = koefisien pertumbuhan; L∞ = panjang asimtotik; t0 =

umur ikan ketika panjangnya sama dengan nol), yaitu plot Gulland & Holt, plot Ford-Walford, metode Chapman, dan plot von Bertalanffy. Plot Gulland & Holt (1959) hanya akan masuk akal jika nilai ∆t (interval waktu) kecil. Keunggulan

metode ini adalah nilai ∆t tidak perlu menjadi konstanta. Plot Ford (1933) -Walford (1946) dapat mengestimasi nilai L∞ dan K secara cepat tanpa

penghitungan-penghitungan. Akan tetapi, metode yang dikembangkan oleh Chapman (1961) dan Gulland (1969) ini hanya bisa diaplikasikan jika observasi-observasi yang dilakukan bersifat berpasangan karena nilai ∆t menjadi suatu konstanta. Plot von Bertalanffy (1934) dianggap lebih baik dari metode-metode lain karena dapat mengestimasi nilai K yang lebih masuk akal, dengan catatan

(21)

digunakan suatu estimasi yang masuk akal dari L∞. Kekurangan dari metode ini

adalah tidak bisa menerima Lt yang lebih besar dari L∞ padahal hal tersebut

mungkin saja terjadi pada ikan yang sangat tua (Sparre & Venema, 1999).

Determinasi nilai K sangat efektif untuk menganalisis perkembangan atau penurunan aktivitas makan sesuai dengan perubahan ketersediaan makanan (Weatherley, 1972). Penurunan nilai L∞ dan K untuk jenis yang sama di perairan

yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan contoh, tekanan penangkapan yang semakin tinggi dengan penggunaan ukuran mata jaring yang relatif lebih kecil (Amir, 2006), serta kondisi lingkungan yang semakin buruk (Ongkers, 2006). Nilai K ikan terbang di Perairan Binuangeun termasuk kecil, mendekati nol (Harahap & Djamali, 2005).

Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai (Moyle & Cech, 2004). Perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri menyediakan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan ikan selais (Simanjuntak, 2007). Di rawa banjiran Sungai Musi, pertumbuhan ikan gabus lebih baik dibandingkan pertumbuhan ikan gabus dari jenis yang sama yang ada di Waduk Kedungombo dan Danau Tondano (Makmur, 2003).

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di daerah rawa banjiran yang merupakan bagian Sungai Kampar Kiri. Ada dua lokasi rawa banjiran yang menjadi tempat pengambilan contoh ikan motan, yaitu Mentulik dan Simalinyang (Lampiran 1). Pengambilan contoh ikan dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2006. Analisa contoh ikan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Makro I, Fakutas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh ikan motan adalah alat tangkap berupa jaring insang eksperimental dengan ukuran mata jaring 1 inci, 1,5 inci, 2 inci, 2,5 inci, dan 3 inci, panjang 20 m dan tinggi 2 m; perangkap (sempirai); pancing dan rawai dengan ukuran mata pancing 1 inci, 1,5 inci, dan 2 inci. Jaring insang eksperimental dipasang pada sore hari (pukul 18.00 WIB) kemudian diangkat pada pagi hari berikutnya (pukul 06.00 WIB) dan perangkap (sempirai) dipasang selama dua hari dua malam.

Alat yang digunakan saat analisis di laboratorium yaitu buku identifikasi ikan (Kottelat et al., 1993), neraca Ohaus (ketelitian 0,01 gram), penggaris (ketelitian 1 milimeter), alat bedah, alat tulis, kantong plastik, kertas label, dan baki sebagai wadah contoh ikan. Bahan yang digunakan yaitu contoh ikan motan, larutan formalin 10 % untuk pengawetan ikan selama pengamatan, dan air.

C. Metode Kerja

1. Pengumpulan dan Penanganan Ikan

Contoh ikan diambil dari bulan Juni sampai Desember 2006 di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dengan metode purposive sampling, yaitu memilih daerah yang memiliki rawa banjiran terluas dan merupakan daerah penangkapan ikan. Ikan yang diambil dipisahkan berdasarkan daerah penangkapan (Simalinyang dan Mentulik). Ikan yang sudah dikumpulkan diawetkan dalam larutan formalin 10 %.

(23)

Selanjutnya contoh ikan tersebut dibawa ke Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis.

2. Pengamatan Ikan di Laboratorium

Panjang total ikan didapatkan dari pengukuran panjang tubuh ikan dari ujung mulut sampai ujung sirip ekor menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 milimeter. Bobot ikan didapatkan dari penimbangan ikan dalam kondisi bagian-bagian tubuh yang utuh menggunakan neraca ohaus dengan ketelitian 0,01 gram.

D. Analisis Data

1. Hubungan Panjang dan Bobot

Hubungan panjang dan bobot diketahui dengan penghitungan berikut (Le Cren, 1951 in Weatherley, 1972).

b aL

W

Keterangan : W = Bobot ikan (gram)

L = Panjang total ikan (milimeter) a dan b = Konstanta

Jika nilai b = 3, pertumbuhan ikan seimbang antara pertambahan panjang dan pertambahan beratnya (isometrik). Jika nilai b < 3, pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan beratnya (allometriknegatif). Jika nilai b > 3, pertambahan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjangnya (allometrikpositif) (Effendie, 1979).

Untuk mengkaji nilai b, perlu penghitungan uji t dengan hipotesis dan rumus sebagai berikut. Hipotesis : H0 : b = 3 H1 : b ≠ 3 1 1

S

t

hitung

o

Pengambilan keputusan terhadap hipotesis dilakukan dengan membandingkan t hitung dan t tabel pada selang kepercayaan 95 %. Jika nilai t hitung > t tabel, maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol. Jika t hitung < t tabel, maka keputusannya adalah terima hipotesis nol (Walpole, 1995).

(24)

2. Kelompok Ukuran

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan menganalisis data frekuensi panjang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan program ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Análisis) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Ukuran panjang diasumsikan menyebar normal. Kelompok ukuran diperoleh dengan memisahkan data frekuensi panjang total ke dalam kelompok-kelompok dengan panjang total rata-rata tertentu serta simpangan bakunya (Suwarso & Hariati, 2002).

3. Faktor Kondisi

Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan bobot ikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Le Cren, 1951 in Weatherley, 1972).

Jika nilai b = 3 (tipe pertumbuhan bersifat isometrik), maka rumus yang digunakan adalah : 3 2

10

L

W

K

Jika nilai b ≠ 3 (tipe pertumbuhan bersifat allometrik), maka rumus yang digunakan adalah :

b

aL

W

K

Keterangan : K = Faktor kondisi

W = Bobot ikan (gram)

L = Panjang total ikan (milimeter)

a dan b = Konstanta

4. Pertumbuhan Panjang

Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan Model von Bertalanffy sebagai berikut (Sparre & Venema, 1999).

L

t

L

(

1

e

K(t t0)

)

 

Keterangan: Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (milimeter) L∞ = Panjang maksimal (milimeter)

K = Koefisien pertumbuhan (per tahun)

(25)

Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode ELEFAN 1

yang terdapat dalam program FiSAT II. Nilai t0 dapat diduga dengan persamaan

berikut (Pauly, 1984 in Utomo, 2002).

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi Sungai Kampar Kiri

Provinsi Riau terletak antara 15’ Lintang Selatan dan 2o25’ Lintang Utara serta antara 100o Bujur Timur dan 105º45’ Bujur Timur. Di Riau terdapat empat sungai besar, salah satunya yaitu Sungai Kampar. Aliran Sungai Kampar secara administratif masuk dalam Kabupaten Kampar kecuali bagian hulu yaitu Kampar Kiri masuk Kabupaten Indragiri Hulu dan Kampar Kanan masuk daerah Sumatera Barat (Pangkalan Kota Baru) (PPPKD, 1978).

Iklim di Kabupaten Kampar dipengaruhi oleh musim (Purwanto, 1997). Kabupaten Kampar berada dalam iklim tropis dengan suhu rata-rata 22–31 oC. Musim kemarau berlangsung pada bulan Maret–Agustus dan musim hujan berlangsung pada bulan September-Februari (PPR, 2008). Ini berarti sedang terjadi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan saat pengambilan contoh ikan pada bulan Juni-Desember. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dan terendah pada bulan Juli (Gambar 2).

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Bulan C u ra h H u ja n ( m m )

Gambar 2. Rata-rata curah hujan (mm) sesetiap bulan di Pekanbaru, Riau pada tahun 2006 (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008)

B. Kondisi Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri

Proses hidrologi mempengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem (Timchenko, 1994). Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Sungai Desnia. Danau rawa banjiran Sungai Desnia mempengaruhi kualitas air dan

(27)

kondisi ekosistem sungai (Malafeyev & Grib, 1994). Hal ini juga terjadi di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Simanjuntak (2007), selama pengambilan contoh paras muka air terendah terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi pada bulan Desember (Gambar 3).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Bulan Pengamatan T in g g i M u k a A ir ( m ) Mentulik Simalinyang

Gambar 3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan pada bulan Juni-Desember 2006 (Simanjuntak 2007)

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Effendie, 1979). Ikan-ikan di perairan tropis hidup pada lingkungan yang hangat dengan fluktuasi suhu yang kecil sehingga ikan-ikan tersebut cenderung memiliki pertumbuhan yang cepat dan siklus hidup yang singkat (Lowe-McConnell, 1987; Moyle & Cech, 2004). Suhu perairan di Mentulik memiliki kisaran yang lebih besar dibandingkan di Simalinyang (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh percampuran air di Simalinyang yang lebih sering mengingat rawa banjiran di Simalinyang selalu terhubung dengan aliran sungai utama sepanjang tahun. Secara keseluruhan, suhu perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berada dalam kisaran 24-30 oC (Tabel 1). Nilai suhu tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh Sukendi (2001) bahwa suhu perairan di Sungai Kampar Kiri sebesar 28 oC pada siang hari. Nugroho (1992) mendapatkan ikan motan (T. thynnoides) di sistem aliran Sungai Musi hidup pada kisaran suhu 27,5-31 oC. Di Sungai Godavari,

(28)

Sungai Khrisna, dan Sungai Tungabhadra, India, juga ditemukan ikan

Thynnichthys sandkhol yang hidup pada kisaran suhu 28,4-29,6 oC (Chacko & Ganapati, 1950).

Kedalaman perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkisar pada 1-15 m (Tabel 1). Parameter ini dipengaruhi oleh tingkat curah hujan. Volume air Sungai Kampar meluap saat musim hujan (Putra, 1995). Selain itu, pada musim hujan sungai kampar secara reguler mengalami banjir (Siregar, 1989). Akibat peningkatan kedalaman dan penggenangan daratan, habitat berkembang sangat besar (Moyle & Cech, 2004). Perkembangan habitat melalui proses hidrologi tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman ruang (Gosselink & Turner, 1978).

Tingkat kecerahan perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri bekisar pada 0,2-1,0 m (Tabel 1). Nilai ini cenderung rendah jika dibandingkan dengan kedalaman perairan. Hal ini diduga terjadi karena adanya pengaruh vegetasi darat di sekitar rawa banjiran. Vegetasi darat tersebut menjadi kanopi yang mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan. Selain itu, Siregar (1989) juga menyatakan bahwa kecerahan perairan di Sungai Kampar mengalami penurunan saat musim hujan karena pengaruh substrat daratan yang tergerus dan terbawa ke perairan.

Substrat dasar di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri yaitu lumpur, liat, dan pasir (Tabel 1). Jenis substrat pasir pada dasar Sungai Kampar kiri juga dinyatakan oleh Sukendi (2001). Sementara itu, Nugroho (1992) menyatakan bahwa ikan motan ditemukan di sistem aliran Sungai Musi yang memiliki substrat dasar berupa lumpur. Substrat lumpur diduga terbawa oleh arus air saat penggerusan daratan.

Perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki warna cokelat-hitam (Tabel 1). Karakteristik warna perairan pada rawa banjiran tersebut menjadikannya tergolong dalam black waters. Warna coklat-hitam berasal dari asam humat yang terkandung pada bahan-bahan organik di perairan (Moyle & Cech, 2004). Asam humat berasal dari proses dekomposisi bahan organik, terutama vegetasi darat yang mati akibat penggenangan air.

(29)

Keberadaan asam humat di perairan rawa banjiran tidak hanya berpengaruh terhadap warna perairan, namun juga berpengaruh terhadap derajat keasaman (pH) air. Keberadaan asam humat menyebabkan perairan di rawa banjiran bersifat asam (Lowe-McConnell, 1987; Moyle & Cech, 2004). Jhingran (1975) menyatakan bahwa nilai pH menurun saat musim hujan akibat adanya proses dekomposisi bahan organik dari vegetasi darat yang mati karena penggenangan. Akan tetapi, Siregar (1989) menyatakan bahwa nilai pH air di Sungai Kampar mengalami nilai tertinggi saat musim hujan dan nilai terendah saat musim kemarau. Peningkatan volume air saat musim hujan diduga dapat mengurangi konsentrasi asam di perairan tersebut. Nilai pH di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri yang berada pada kisaran 4-5 (Tabel 1). Walaupun sama-sama mampu hidup pada perairan yang cukup asam, namun ikan motan di DAS Musi hidup pada nilai pH yang lebih tinggi, yaitu 5,75-6,27 (Nugroho, 1992).

Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Kandungan oksigen dalam air tawar pada suhu 25oC yaitu 5,77-8,24 mg/l dan mengalami penurunan pada suhu 30oC yaitu 5,28-7,54 mg/l (Fujaya, 2002). Kadar oksigen terlarut di air terkait dengan ukuran badan air, derajat stratifikasi suhu, penutupan vegetasi, pertumbuhan fitoplankton, dan pergerakan angin. Nilai oksigen terlarut di rawa banjiran sekitar Danau Takapan mengalami penurunan seiring peningkatan volume air akibat proses deoksigenasi dari dekomposisi bahan organik (Hartoto, 1999). Selain itu, peningkatan kekeruhan perairan saat musim hujan berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air. Berkurangnya intensitas cahaya mengakibatkan penurunan aktivitas fotosintesis sehingga kadar oksigen terlarut dalam air juga menurun.

Nilai oksigen terlarut di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkisar pada 4,0-6,3 mg/l (Tabel 1). Nilai tersebut serupa dengan nilai oksigen terlarut di beberapa sungai di India pada bulan Juni-September, tempat ditemukannya ikan

Thynnichthys sandkhol, yaitu sebesar 4,2-5,8 mg/l (Chacko & Ganapati, 1950). Akan tetapi, ikan motan di sistem aliran Sungai Musi tercatat mampu hidup pada kondisi perairan dengan nilai oksigen terlarut yang lebih rendah, yaitu 3,13-3,94

(30)

mg/l (Nugroho, 1992). Salah satu sebab ikan-ikan Cyprinid mampu hidup pada kondisi oksigen terlarut yang rendah adalah afinitas darahnya yang tinggi terhadap oksigen (Lagler et al., 1977 in Hartoto, 1999).

Tabel 1. Kisaran parameter fisika dan kimia perairan pada lokasi pengambilan contoh (Simanjuntak, 2007)

Parameter Satuan Daerah Pengambilan Contoh

a b c d e f g h

Fisika

Suhu oC 27-29 27-29 25-28 25-27 25-29 24-30 27-30 28-30 Kedalaman m 1-7 2-8 5-15 2-8 3-10 1-8 1-12 3-10 Kecerahan m 0,2-0,5 0,2-1,0 0,3-0,5 0,3-0,4 0,4-1,0 0,2-0,3 0,2-0,3 0,2-0,3 Substrat dasar - lp,li pa,lp lp lp lp,li lp,pa lp,pa lp Warna perairan - coklat

coklat-hitam coklat-hitam coklat coklat-hitam

coklat-hitam coklat coklat Kimia

pH unit 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 Oksigen terlarut mg/l 4,8-6,0 4,3-6,2 4,4-5,8 4,7-6,0 4,2-6,3 4,1-5,9 4,0-6,1 4,1-6,2

Keterangan: a-f adalah lokasi pengambilan contoh di Mentulik, g dan h adalah lokasi pengambilan contoh di Simalinyang; a = anak Sungai Kampar; b = Sungai Tonan; c = Danau Belanti; d = Danau Puyuh; e = Danau Pakis; f = Danau Sungai Kampar Lama; g = Danau Baru; h = Danau Belimbing; lp = lumpur; li = liat; pa = pasir

C. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides)

Secara keseluruhan, ikan motan yang tertangkap di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berjumlah 953 ekor dengan 562 ekor yang tertangkap di Mentulik dan 391 ekor yang tertangkap di Simalinyang (Gambar 4). Secara temporal, jumlah ikan motan yang tertangkap di kedua lokasi cenderung fluktuatif dengan jumlah terkecil pada bulan Juni.

8 73 119 97 93 67 105 4 28 36 72 22 112 117 0 20 40 60 80 100 120 140

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Bulan Pe nga mata n

J u m la h I k a n ( e k o r) Mentulik Simalinyang

Gambar 4. Jumlah ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan

(31)

Ikan yang tertangkap pada bulan Juni jauh lebih sedikit dibandingkan pada bulan-bulan lainnya diduga karena ikan masih banyak terdapat di sungai utama. Pada bulan Juni sampai Oktober, ikan yang tertangkap di Mentulik lebih banyak daripada di Simalinyang. Sebaliknya terjadi pada bulan November dan Desember, jumlah ikan yang tertangkap di Simalinyang lebih besar daripada di Mentulik. Secara keseluruhan, ikan motan semakin banyak tertangkap seiring dengan peningkatan paras muka air rawa banjiran (Gambar 5).

0 2 4 6 8 10 12

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Bulan Pengamatan T in g g i M u k a A ir ( m )

Skala jumlah ikan yang tertangkap Mentulik

Simalinyang

Gambar 5. Tinggi paras air dan skala jumlah ikan motan (T. thynnoides) yang tertangkap di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri selama bulan pengamatan

Secara keseluruhan, ikan motan yang tertangkap di Mentulik berukuran lebih kecil daripada ikan motan yang tertangkap di Simalinyang (Gambar 6). Penelitian mengenai daur hidup dan ruaya ikan ini perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab perbedaan jumlah ikan yang tertangkap serta ukuran panjang total ikan tersebut antara kedua lokasi. Nilai tengah panjang ikan motan di Mentulik mengalami kecenderungan meningkat selama bulan pengamatan. Sedangkan nilai tengah panjang ikan motan di Simalinyang lebih fluktuatif selama bulan pengamatan. Berdasarkan Gambar 7, selama bulan pengamatan, nilai tengah panjang ikan motan di Mentulik lebih rendah dari nilai tengah panjang ikan motan

(32)

di Simalinyang. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran (kohort) yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan (Sparre & Venema, 1999). Dari data kualitas air pada setiap lokasi pengamatan, faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi perbedaan ukuran ikan motan di Mentulik dan Simalinyang adalah suhu. Kisaran suhu air di Simalinyang yang lebih sempit dapat menyebabkan pertumbuhan ikan motan di lokasi tersebut lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ikan motan di Mentulik karena ikan motan di Simalinyang tidak banyak menggunakan energi untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Suhu air mempengaruhi proses metabolisme ikan.

0 50 100 150 200 250 300 75-88 89-102 103-116 117-130 131-144 145-158 159-172 173-186 187-200 201-214 215-228 Selang Kelas Panjang Total (mm)

J u m la h I k a n ( e k o r) Mentulik Simalinyang

Gambar 6. Perbandingan jumlah ikan motan (T. thynnoides) yang tertangkap di Mentulik dan Simalinyang berdasarkan selang kelas panjang total

Kecenderungan peningkatan nilai tengah panjang mengindikasikan pertumbuhan ikan motan selama bulan pengamatan. Pertumbuhan tersebut berlangsung seiring dengan peningkatan paras muka air akibat musim hujan yang mengakibatkan peningkatan relung habitat dan relung makanan di rawa banjiran. Lowe-McConnell (1987) menyatakan bahwa biomassa ikan meningkat dengan cepat selama paras muka air tinggi. Dwiponggo (1982) in Harahap & Djamali (2005), kecepatan pertumbuhan ikan lemuru (Sardinella spp.) dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah umur (Effendie, 1979). Kecepatan pertumbuhan ikan Labeo fimbriatus di Sungai

(33)

Narmada, India, terbesar pada tahun pertama sampai tahun ke tiga hidupnya (Bhatnagar, 1979).

Panjang maksimum ikan motan (T. thynnoides) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri lebih besar daripada panjang maksimum ikan motan (T. polylepis) di Waduk Koto Panjang Riau (Suryaningsih, 2000). Hal serupa juga terjadi pada ikan selais (Ompok hypophthalmus) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Simanjuntak, 2007) yang panjang maksimumnya lebih besar dari yang ditemukan di Sungai Batang Hari. Ukuran panjang yang lebih besar tersebut dapat mengindikasikan bahwa ekosistem rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sangat baik dalam mendukung pertumbuhan ikan motan.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Bulan Pengamatan N il a i T e n g a h P a n ja n g T o ta l (m m ) Mentulik Simalinyang

Gambar 7 Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan

D. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Motan (T. thynnoides)

Hubungan panjang dan bobot ikan motan di Mentulik dan Simalinyang menunjukkan tipe pertumbuhan yang berbeda (Lampiran 2). Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan antara Mentulik dan Simalinyang (Sparre & Venema, 1999).

Hubungan panjang dan bobot ikan motan di Mentulik mengikuti suatu persamaan W = 6x10-6L3,0314 (Gambar 8). Nilai b sebesar 3,0314 menunjukkan tipe pertumbuhan ikan motan di Mentulik bersifat isometrik. Dengan kata lain,

(34)

laju pertumbuhan panjang ikan motan di Mentulik sama dengan laju pertumbuhan bobotnya. Hal ini didukung setelah dilakukan uji t pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai b (Lampiran 3).

W= 6x10-6L3,0314 R2 = 0,9074 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 50 100 150 200 250 Panjang total (mm) B o b o t (g )

Gambar 8. Hubungan panjang dan bobot ikan motan (T. thynnoides) di daerah Mentulik

Berbeda dengan tipe pertumbuhan di Mentulik, ikan motan di Simalinyang memiliki tipe pertumbuhan yang bersifat allometrik positif. Dari persamaan hubungan panjang dan bobot yaitu W = 2x10-6L3,3281 (Gambar 9) dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan bobot ikan motan di Simalinyang lebih besar dari laju pertumbuhan panjangnya. Pernyataan ini didukung oleh hasil uji t pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai b (Lampiran 4).

Nugroho (1992) menyatakan bahwa tipe pertumbuhan ikan motan di sistem aliran Sungai Batang Hari, Jambi, bersifat allometrik negatif. Pada spesies yang berbeda, ikan motan (T. polylepis) di Waduk Koto Panjang, Riau, bersifat allometrik negatif (Suryaningsih, 2000). Sementara itu, di daerah Jammu, India, ikan Cyprinid lain yaitu Schizothorax plagiostomus memiliki tipe pertumbuhan isometrik dengan nilai b sebesar 2,9288 (Bhagat & Sunder, 1983). Nilai b yang berbeda pada suatu spesies dipengaruhi oleh tingkat perkembangan ontogenik

seperti perbedaan umur, tingkat kematangan gonad, dan jenis kelamin (Dulčić et al., 2003 in Purnomo & Kartamihardja, 2005), serta dipengaruhi juga oleh letak geografis, kondisi lingkungan seperti musim, tingkat kepenuhan lambung,

(35)

penyakit, dan parasit (Bagenal & Tesch, 1978 in Purnomo & Kartamihardja, 2005). W= 2x10-6L3,3281 R2 = 0,9242 0 20 40 60 80 100 120 140 0 50 100 150 200 250 Panjang total (mm) B o b o t (g )

Gambar 9. Hubungan panjang dan bobot ikan motan (T. thynnoides) di daerah Simalinyang

Panjang dan bobot ikan motan di Mentulik dan Simalinyang memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi (nilai r) di Mentulik dan Simalinyang yang masing-masing sebesar 0,95 dan 0,96. Ikan siumbut (Labiobarbus leptocheilus) di Sungai Musi juga memiliki hubungan yang erat antara panjang dan bobotnya, baik pada ikan jantan maupun pada ikan betina (Kusumasari, 2007).

E. Kelompok Ukuran Ikan Motan (T. thynnoides)

Kelompok ukuran (kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang sama (Suwarso & Hariati, 2002). Analisis kelompok ukuran ikan motan di Mentulik dibedakan dengan analisis kelompok ukuran ikan motan di Simalinyang. Hal ini dilakukan karena tipe pertumbuhan ikan motan di kedua lokasi tersebut berbeda.

Pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan Oktober terdapat satu kelompok ukuran ikan motan di Mentulik. Sedangkan pada bulan September, November, dan Desember terdapat dua kelompok ukuran. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa di Mentulik terdapat tiga kelompok ukuran ikan motan (Gambar 10).

(36)
(37)

Secara keseluruhan, kelompok ukuran pertama memiliki nilai tengah panjang pada 98,50-118,90 mm; kelompok ukuran ke dua memiliki nilai tengah panjang pada 134,50-137,49 mm; dan kelompok ukuran ke tiga memiliki nilai tengah panjang sebesar 188,50 mm. Kelompok ukuran pertama selalu ditemukan pada setiap bulan pengamatan. Sedangkan kelompok ukuran ke dua dan ke tiga hanya ditemukan masing-masing pada bulan September dan Desember serta November (Tabel 2). Kedua kelompok ukuran yang lebih besar tersebut tidak selalu ditemukan pada setiap bulan pengamatan diduga dipengaruhi oleh aktivitas ruaya. Nugroho (1992) menyatakan bahwa ikan motan di sistem aliran Sungai Batang Hari melakukan ruaya dari lubuk ke sungai saat paras muka air meningkat.

Hasil analisis hubungan panjang dan bobot menyatakan bahwa masing-masing kelompok ukuran ikan motan di Mentulik memiliki tipe pertumbuhan isometrik. Artinya dalam hal ini kelompok ukuran tidak berpengaruh terhadap tipe pertumbuhan ikan motan.

Tabel 2. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di daerah Mentulik pada setiap bulan pengamatan berdasarkan kelompok ukuran

Bulan pengamatan Nilai tengah panjang total (mm)

Kelompok ukuran 1 Kelompok ukuran 2 Kelompok ukuran 3 Juni 98,50 ± 10,19 - - Juli 108,97 ± 8,25 - - Agustus 115,91 ± 20,83 - - September 113,83 ± 7,90 137,40 ± 8,93 - Oktober 113,64 ± 5,46 - - November 118,59 ± 7,69 - 188,50 ± 6,69 Desember 118,90 ± 7,67 134,50 ± 7,03 -

Sementara itu di Simalinyang hanya terdapat satu kelompok ukuran selama bulan pengamatan (Gambar 11). Akan tetapi, pada bulan Juni kelompok ukuran ikan tidak dapat dilihat karena contoh yang kurang representatif, terutama dari segi kuantitas. Nilai tengah panjang kelompok ukuran ikan motan di Simalinyang berada pada 136,19-173,68 mm (Tabel 3). Nilai tersebut hampir sama dengan nilai tengah panjang ikan motan kelompok ukuran ke dua di Mentulik.

(38)
(39)

Jika dianalisis secara keseluruhan tanpa diferensiasi lokasi, maka ada tiga kelompok ukuran ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Tabel 4).

Tabel 3. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di daerah Simalinyang pada setiap bulan pengamatan berdasarkan kelompok ukuran

Bulan pengamatan Nilai tengah panjang total (mm)

Juni - Juli 155,70 ± 7,55 Agustus 147,85 ± 9,48 September 173,68 ± 14,29 Oktober 158,34 ± 9,31 November 136,19 ± 19,37 Desember 144,73 ± 10,75

Tabel 4. Nilai tengah panjang total ikan motan (T. thynnoides) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri pada setiap bulan pengamatan berdasarkan kelompok ukuran

Bulan pengamatan Nilai tengah panjang total (mm)

Kelompok ukuran 1 Kelompok ukuran 2 Kelompok ukuran 3 Juni - 130,50 ± 16,82 - Juli 108,60 ± 6,62 156,49 ± 7,74 - Agustus 114,30 ± 7,54 144,85 ± 9,74 - September 113,90 ± 7,78 167,63 ± 16,98 - Oktober 113,58 ± 6,68 158,50 ± 7,90 - November - 135,12 ± 16,85 180,16 ± 9,90 Desember 118,93 ± 7,77 142,08 ± 11,85 -

F. Faktor Kondisi Ikan Motan (T. thynnoides)

Selama bulan pengamatan, nilai faktor kondisi ikan motan di Mentulik berkisar pada 0,50-2,19 dan nilai faktor kondisi ikan motan di Simalinyang berkisar pada 0,35-1,22 (Tabel 5). Kisaran nilai faktor kondisi ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri cukup luas. Ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran ikan sehingga nilai panjang total ikan di daerah tersebut memiliki kisaran yang luas (Effendie, 1979).

Nilai faktor kondisi ikan motan cukup fluktuatif selama bulan pengamatan, baik di Mentulik maupun di Simalinyang (Gambar 12). Fluktuasi nilai faktor kondisi ikan motan diduga lebih dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan. Ikan motan

(40)

(T. polylepis) melakukan pemijahan saat awal musim hujan di danau rawa yang merupakan suaka perikanan di Sungai Lempuing (Asyari et al., 2002). Nilai tengah faktor kondisi maksimal ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berada pada bulan Oktober. Hal ini disebabkan oleh puncak pemijahan ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri terjadi pada bulan tersebut (Tampubolon, 2008). Ikan sebarau (Hampala macrolepidota) di Sungai Musi memiliki nilai rata-rata faktor kondisi maksimal pada bulan Agustus (Solihatin, 2007). Sementara itu, ikan siumbut (Labiobarbus leptocheilus) di Sungai Musi memiliki nilai faktor kondisi maksimal pada bulan Januari (Kusumasari, 2007). Saat ikan memiliki nilai faktor kondisi maksimal diduga sebagai periode pemijahan ikan tersebut.

Tabel 5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan

Bulan pengamatan Faktor kondisi Mentulik Simalinyang Juni 0,50-1,22 0,78-1,22 Juli 0,91-1,34 0,67-0,90 Agustus 0,69-2,19 0,74-0,90 September 0,86-1,48 0,65-1,01 Oktober 0,89-1,43 0,78-1,02 November 0,87-1,32 0,35-0,97 Desember 0,78-2,08 0,49-1,02 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Bulan Pengamatan N il a i F a k to r K o n d is i Mentulik Simalinyang

Gambar 12. Nilai tengah faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang pada setiap bulan pengamatan

(41)

Nilai faktor kondisi ikan gabus (Channa striata) di rawa banjiran Sungai Musi berfluktuasi karena adanya perbedaan umur, TKG, kondisi lingkungan, dan ketersediaan makanan (Makmur, 2003). Effendie (1979) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi faktor kondisi ikan adalah umur. Di Perairan Binuangeun, nilai faktor kondisi ikan terbang (Hyrundichthys oxycephalus) mengalami penurunan seiring dengan pertambahan umur (Harahap & Djamali, 2005). Gambar 13 adalah nilai faktor kondisi ikan motan berdasarkan kelompok ukuran di Mentulik dan Simalinyang. Setelah dilakukan uji statistik pada selang kepercayaan 95%, terdapat perbedaan nyata nilai faktor kondisi antara kelompok ukuran 1 dan kelompok ukuran 2 di Mentulik. Begitu juga antara kelompok ukuran 2 dan kelompok ukuran 3 (Lampiran 5). Nilai faktor kondisi kelompok ukuran ikan motan di Simalinyang tidak dapat dibandingkan karena hanya terdapat satu kelompok ukuran.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1 2 3

Kelom pok Ukuran

N il a i F a k tor K o n d is i Mentulik Simalinyang

Gambar 13. Faktor kondisi ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan Simalinyang berdasarkan kelompok ukuran

G. Pertumbuhan Panjang Ikan Motan (T. thynnoides)

Hasil analisis parameter pertumbuhan (K dan L∞) dengan Metode ELEFAN 1

menunjukkan bahwa ikan motan di Mentulik memiliki nilai K sebesar 0,48/tahun dan nilai L∞ sebesar 210,53 mm. Sedangkan jika dianalisis secara keseluruhan

tanpa diferensiasi lokasi, ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki nilai K sebesar 0,38/tahun dan nilai L∞ sebesar 232,58 mm. Artinya ikan

(42)

motan di Mentulik lebih cepat mencapai panjang asimtotik karena memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan ikan motan secara keseluruhan (Gambar 14). Ikan Cyprinid lain, yaitu ikan Labeo fimbriatus di Sungai Narmada, India, memiliki nilai K yang lebih kecil dibandingkan nilai K ikan motan, sebesar 0,1827/tahun (Bhatnagar, 1979). Nilai K yang berbeda mengindikasikan perbedaan kondisi lingkungan (Makmur, 2003). Semakin besar nilai K menunjukkan tekanan penangkapan yang lebih kecil (Amir, 2006) dan ketersediaan makanan yang lebih besar (Dwiponggo, 1982 in Harahap & Djamali, 2005),

Nilai t0 ikan motan yang didapatkan secara empiris bernilai -0,20 tahun di

Mentulik dan -0,03 tahun jika dianalisis secara keseluruhan (Lampiran 6). Persamaan pertumbuhan panjang ikan motan di Mentulik mengikuti suatu model Lt = 210,53 (1-e-0,48(t+0,20)). Sedangkan persamaan pertumbuhan panjang ikan

motan secara keseluruhan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri mengikuti model Lt = 232,58 (1-e-0,38(t+0,03)).

Gambar 14. Kurva pertumbuhan panjang ikan motan (T. thynnoides) di Mentulik dan keseluruhan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri

(43)

H. Pengelolaan Ikan Motan (T. thynnoides) dan Ekosistem Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri

Rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat baik dalam mendukung proses biologi ikan. Peningkatan kedalaman sungai dan penggenangan daratan pada musim hujan menyebabkan relung habitat dan relung makanan bagi ikan yang hidup di dalamnya menjadi semakin luas. Di rawa banjiran, ikan mengalami pertumbuhan yang baik.

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang dapat dikelola oleh manusia terkait dengan upaya menjaga ikan dalam kondisi pertumbuhan yang baik adalah faktor eksternal. Beberapa faktor eksternal tersebut yaitu makanan, parasit, kualitas lingkungan perairan. Faktor kualitas lingkungan perairan memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap pertumbuhan ikan. Sedangkan faktor makanan dan parasit memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ikan.

Berdasarkan hasil pengamatan, ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri memiliki tipe pertumbuhan yang bersifat allometrik positif dan isometrik. Nilai koefisien pertumbuhan ikan ini juga cukup besar, yaitu 0,38/tahun. Tipe pertumbuhan dan koefisien pertumbuhan tersebut dapat menunjukkan bahwa ekosistem rawa banjiran Sungai Kampar Kiri bersifat kondusif bagi pertumbuhan ikan motan. Oleh sebab itu, pelestarian ekosistem rawa banjiran menjadi sangat penting.

Faktor kondisi terbesar ikan motan yang terjadi pada bulan Oktober diduga terjadi karena merupakan puncak waktu pemijahannya (Tampubolon, 2008). Dengan demikian, sebaiknya dilakukan pembatasan atau penghentian penangkapan pada bulan tersebut agar ikan motan memiliki kesempatan untuk berkembang biak terlebih dulu. Hal ini penting untuk menjaga populasinya di alam.

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Hubungan panjang dan bobot ikan motan (Thynnichthys thynnoides) di Mentulik bersifat isometrik dan di Simalinyang bersifat alometrik positif. 2. Ikan motan yang tertangkap di Mentulik terdiri atas tiga kelompok ukuran

panjang dan di Simalinyang terdiri atas satu kelompok ukuran panjang. Secara keseluruhan terdapat tiga kelompok ukuran panjang ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri.

3. Faktor kondisi ikan motan terbesar terdapat pada bulan Oktober yaitu saat puncak pemijahan.

4. Koefisien pertumbuhan (K) ikan motan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sebesar 0,38/tahun dengan L∞ sebesar 232,58 mm.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai daur hidup ikan motan untuk dapat mempelajari migrasi yang dilakukan ikan tersebut.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, F. 2006. Pendugaan Pertumbuhan, Kematian, dan Hasil Per Rekrut Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Bilibili. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 13(1):1-5.

Asyari, AD Utomo, S Nurdawati. 2002. Inventarisasi dan Biologi Reproduksi Beberapa Jenis Ikan Pada Berbagai Tipe Suaka Perikanan di Sungai Lempuing Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia IX(1):43-51.

Bhagat, MJ & S Sunder. 1983. A Preliminary Note on Length-Weight Relationship and Relative Condition Factor of Schizothorax plagiostomus

(Heckel) from Jammu Region. Journal Inland Fisheries Society of India

15(1&2):73-74.

Bhatnagar, GK. 1979. Studies on the Age and Growth of Labeo fimbriatus

(Bloch) from River Narmada. Journal of the Inland Fisheries Society of India 11(2):96-108.

Brierly, GJ & KA Fryirs. 2005. Geomorphology and River Management: Applications of The River Styles Framework. Malden: Blackwell Publishing.

Chacko, PI & SV Ganapati. 1950. On the Bionomics of The Carp Thynnichthys sandkhol (Syles). Journal of the Inland Fisheries Society of India 15:484-485.

Effendie, MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Bogor: Yayasan Dewi Sri.

Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Gordon, ND, TA Mc Mahon, BL Finlayson, CJ Gippel, RJ Nathan. 2004. Stream Hydrology: An Introduction for Ecologists. 2nd edition. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.

Gosselink, JG & RE Turner. 1978. The Role of Hydrology in Freshwater Wetland Ecosystems. In: Ralph E. Good, Dennis F. Whigham, Robert L. Simpson, editor. Freshwater Wetlands Ecological Processes and Management Potential. New York: Academic Press Inc. Page 63-78.

Gambar

Gambar 1. Ikan motan (Thynnichthys thynnoides)  (Sumber: Koleksi Nurdawati)
Gambar 2. Rata-rata curah hujan (mm) sesetiap bulan di Pekanbaru, Riau pada                    tahun 2006 (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008)
Gambar 3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara                    keseluruhan pada bulan Juni-Desember 2006 (Simanjuntak 2007)
Tabel 1. Kisaran parameter fisika dan kimia perairan pada lokasi pengambilan                contoh (Simanjuntak, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di wilayah timur Indonesia, provinsi Maluku Utara menjadi yang paling mampu menghapuskan kemiskinan secara langsung di wilayah timur dengan menduduki peringkat ke

Bapak Sri Darnoto, SKM., M.PH, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta serta pembimbing yang telah

Metode yang dilakukan dalam kegiatan sosialisasi ini yaitu demonstrasi pembuatan nuget lele dari awal hingga akhir, demonstrasi fillet daging ikan lele, dan

Bab IV yaitu mengenai dinamika kehidupan Paguyuban Sumarah di Surakarta pada tahun 1970-1998, pada era ini nampak adanya kecenderungan dukungan politik Orde Baru

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa MySQL adalah suatu software atau program yang digunakan untuk membuat sebuah database

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak seperti kesadaran dari wajib pajak , pengetahuan peraturan pemeraintah bagi wajib

Didalam memilih warga dalam penerima PKH tentu sering terjadi permasalahan dalam mensurvei warga, permaslahan yang sering terjadi dihadapin adalah, kriteria-kriteria

a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi