CHARLES P. H. SIMANJUNTAK
. The reproduction of
Ompok hypophthalmus
(Bleeker) related to aquatic hydromorphology change in floodplain of Kampar Kiri
River. Under the direction of
SUTRISNO SUKIMIN
and
M. F. RAHARDJO
The reproduction of
O. hypophthalmus
that
use floodplain river as a part of their life
history for spawning purposes respectively was unknown. The study was conducted
from June to December 2006 in order to determine reproductive pattern of
O.
hypophthalmus
in floodplain of Kampar Kiri river related to aquatic hydromorphology
change, viewed from climate change, gonadal development stages, fecundity,
spawning season and spawning mode. Sampling were carried out monthly with
purposive sampling method where many gears used. The spawning season for this
species ranges from June to December which peak season found in October; it was
determined based on variations in gonado somatic index (GSI) and the existence of
mature male and females. Sex ratio of mature fish varied which female and male
attaint their first maturity at 115 mm and 214 mm in total length respectively. The
spawning of this species related to hydrology pattern and
flooding regim of floodplain.
Oocyte diameter distribution suggested that this species could be grouped as total
spawner and iteroparous species. The fecundity varied from 688-15180 eggs. The
correlation coefficient between fecundity with total length and fecundity with weight
were very low. The result suggested that the coefficient cannot be used to predict
O.
hypophthalmus
fecundity. The length-weight relationship for males, females and
combined sexes shows allometric growth (b<3) with average of condition factor (K)
varied in mature species especially. In order to maintain the population of this species
in the wild, the floodplain of Kampar Kiri river as a unique ecosystem should be
reserved as a habitat for fish community.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor
Tahun 2007
Hak cipta dilindungi
CHARLES
P.H.
SIMANJUNTAK. Lahir di Tarutung pada tanggal 4 Oktober
1977 sebagai anak kedua dari delapan orang anak pasangan Bapak L. M. Simanjuntak
dan Ibu S. T. Tobing. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun
2002. Kesempatan untuk melanjutkan studi program magister sains di perguruan tinggi
yang sama diperoleh pada tahun 2004.
Penulis bekerja sebagai asisten dosen tahun 2002-2004 dan menjadi dosen luar
biasa sejak tahun 2004 pada bagian Ekobiologi Sumberdaya Perairan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pada
tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
pada Program Studi Ilmu Perairan dan mendapatkan dukungan beasiswa dari
The
Indonesian International Education Foundation
(IIEF) yang disponsori
Ford
Foundation
lewat Beasiswa Budaya dan Masyarakat Indonesia 2005.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
ii
DAFTAR GAMBAR ...
iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
PENDAHULUAN
... 1
Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA
... 4
Tipologi Perairan Rawa Banjiran... 4
Komunitas dan Distribusi Ikan di Rawa Banjiran... 5
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Selais (
Ompok hypophthalmus
) ... 7
Aspek Reproduksi Ikan ... 9
Seksualitas dan Perkembangan Gonad ... 10
Fekunditas ... 11
Tipe dan Strategi Pemijahan Ikan ... 12
METODE PENELITIAN
... 14
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
Metode Pengumpulan Data ... 14
Penelitian di Lapangan ... 14
Pengamatan dan Analisis di Laboratorium ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
... 19
Lingkungan Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri ... 19
Komposisi Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang Ikan... 22
Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan ... 23
Aspek Reproduksi Ikan Selais ... 28
Nisbah Kelamin ... 28
Tingkat Kematangan Gonad ... 30
Indeks Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan ... 33
Fekunditas ... 35
Sebaran Diameter Telur dan Pola Pemijahan ... 37
SIMPULAN DAN SARAN
... 40
DAFTAR PUSTAKA
... 41
LAMPIRAN
... 49
PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI
CHARLES P. H. SIMANJUNTAK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa
tesis “Reproduksi Ikan Selais,
Ompok
hypophthalmus
(Bleeker) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di
Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri”, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2007
CHARLES P. H. SIMANJUNTAK
. Reproduksi Ikan Selais,
Ompok hypophthalmus
(Bleeker) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran
Sungai Kampar Kiri. Dibimbing oleh
SUTRISNO SUKIMIN
dan
M. F.
RAHARDJO
Reproduksi ikan selais (
Ompok hypophthalmus
) yang memanfaatkan rawa banjiran
sungai Kampar Kiri sebagai bagian dari sejarah hidupnya belum diketahui. Penelitian
ini dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2006 dengan tujuan untuk
mendeskripsikan pola reproduksi ikan selais yang terdapat di rawa banjiran Sungai
Kampar Kiri berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan ditinjau dari musim,
perkembangan gonad, fekunditas, musim dan sifat pemijahan. Pengambilan contoh
ikan dilakukan setiap bulan dengan metode
purposive sampling
dan menggunakan
berbagai jenis alat tangkap. Berdasarkan nilai indeks kematangan gonad (IKG) dan
keberadaan ikan yang matang gonad, ikan selais potensial untuk melakukan pemijahan
dari bulan Juni sampai Desember dengan puncak musim pemijahan di bulan Oktober.
Nisbah kelamin ikan yang matang gonad setiap bulan bervariasi dengan ukuran
pertama kali matang gonad untuk ikan jantan 214 mm dan betina 115 mm. Pemijahan
ikan mengikuti pola hidrologis dan laju penggenangan rawa banjiran dengan tipe
pemijah serentak (
total spawner
) dan termasuk kategori kelompok ikan
iteroparous
.
Fekunditas ikan berkisar antara 688-15.180 butir dengan diameter telur berkisar antara
0,25-1,225 mm. Koefisien korelasi (r) hubungan fekunditas dengan panjang total dan
dengan bobot tubuh sangat kecil sehingga tidak bisa digunakan sebagai alat prediksi
fekunditas ikan selais. Pola pertumbuhan ikan selais jantan dan betina bersifat
allometrik negatif (b<3) dengan nilai rataan faktor kondisi yang berfluktuasi
khususnya pada ikan yang matang gonad. Untuk menjaga keberlanjutan spesies ini di
alam, maka rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sebagai suatu ekosistem yang unik
perlu diperhatikan kelestariaannya sebagai habitat bagi komunitas ikan penghuninya.
PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI
CHARLES P. H. SIMANJUNTAK
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Banjiran Sungai Kampar Kiri
Nama
: Charles P. H. Simanjuntak
NRP
: C151040101
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA
Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang diwujudkan dalam suatu tesis.
Gambaran substansi tulisan meliputi: latar belakang, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendalaman suatu teori melalui
penelusuran tinjauan pustaka; metode penelitian sebagai penuntun pelaksanaan
penelitian; hasil dan pembahasan; serta simpulan dan saran.
Bilamana tesis ini terlihat telah memenuhi kerangka umum sebagaimana
layaknya suatu tesis; dapat penulis sampaikan bahwa hal itu terwujud berkat
bimbingan yang terarah dari Komisi Pembimbing yaitu Dr. Ir. Sutrisno Sukimin,
DEA dan Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA serta Dosen Penguji Tamu yaitu Dr. Ir.
Djadja Subardja Sjafei; pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang tulus. Bilamana masih terdapat kekurangan, pertanda penulis belum mampu
menyerap secara utuh bimbingan dan arahan yang telah diberikan dan karenanya
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada
The Indonesian International Education Foundation
(IIEF) disponsori
Ford
Foundation
yang telah memberikan dukungan biaya studi dan penelitian lewat
Beasiswa Budaya dan Masyarakat Indonesia 2005.
Kepada Dr. Ir. Lenny Stansye Syafei, MS, Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo,
Dr. Chairul Muluk, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc,
Ir. Ike Rachmatika, M.Sc, Drs. Haryono, M.Si, Ahmad Zahid, S.Pi, T. Tobing,
SE, Ir. T. Hutagalung, Keluarga besar Simanjuntak, drg. Anggia Paramita, M.Kes,
Kepala Desa dan masyarakat Desa Mentulik, Rantau Kasih dan Simalinyang serta
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, mulai dari
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan data serta perampungan
penulisan tesis ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2007
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Parameter, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas
air... 15
2.
Kisaran parameter fisika dan kimiawi perairan pada masing-masing
daerah pengambilan contoh selama penelitian…...
19
3. Jumlah, kisaran panjang total dan bobot ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) selama penelitian ...
22
4. Hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) di rawa bajiran Sungai Kampar Kiri
(Juni-Desember 2006) ...
24
5. Faktor kondisi relatif (K
n) ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) jantan
dan betina dari masing-masing tingkat kematangan gonad di rawa
banjiran Sungai Kampar Kiri ………..
26
6.
Faktor kondisi relatif (Kn) bulanan ikan selais (
O
.
hypophthalmus
)
jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri ……….
26
7.
Nisbah kelamin ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) di rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember 2006 ...
28
8. Nisbah kelamin ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) yang matang
gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan
Juni-Desember 2006 ...
29
9.
Indeks kematangan gonad ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) jantan
dan betina setiap bulan selama penelitian...
33
10.
Persentase sebaran diameter telur ikan selais (
O
.
hypophthalmus
)
berdasarkan tingkat kematangan gonad ...
37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir perumusan masalah ...
3
2. Ikan Selais (
Ompok hypophthalmus
Bleeker, 1846)...
8
3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara
keseluruhan dari bulan Juni- Desember 2006 ...
20
4.
Sebaran frekuensi panjang dan jumlah ikan selais (
O.
hypophthalmus
) secara keseluruhan dari bulan Juni - Desember
2006 ...
23
5. Grafik hubungan panjang bobot ikan selais (
O
.
hypophthalmus
)
(a) jantan (b) betina (c) gabungan di rawa banjiran Sungai Kampar
Kiri ...
25
6. Grafik fluktuasi nilai faktor kondisi relatif (K
n) bulanan ikan selais
(
O
.
hypophthalmus
) matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember 2006 ...
26
7
.
Morfologi perkembangan kematangan gonad ikan selais jantan (
O
.
hypophthalmus
) (a) dan betina (b) di rawa banjiran Sungai Kampar
Kiri ...
30
8
.
Gambaran histologi perkembangan gonad ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) jantan ...
31
9.
Gambaran histologi perkembangan gonad ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) betina ...
31
10.
Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (
O.
hypophthalmus
) (a) jantan dan (b) betina setiap bulan dari
Juni-Desember 2006 ...
32
11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (
O
.
hypophthalmus
)
(a) jantan dan (b) betina berdasarkan selang panjang dari buan
Juni-Desember 2006...
33
12. Grafik hubungan perubahan IKG ikan selais (
O
.
hypophthalmus
)
betina dengan siklus hidrologis & tinggi paras air rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri ...
34
13.
Hubungan fekunditas ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) dengan
panjang total (a) dan hubungan fekunditas dengan bobot tubuh (b) ....
36
14. Grafik fekunditas relatif ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) menurut
kelompok bobot ikan ...
36
15. Grafik sebaran diameter telur ikan selais (
O
.
hypophthalmus
) pada
tiap tingkat kematangan gonad ...
38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian...
49
2. Beberapa foto lokasi penelitian di rawa banjiran Sungai Kampar
Kiri...
50
3. Beberapa foto alat tangkap yang dioperasikan selama penelitian di
rawa banjiran Sungai Kampar Kiri ...…...
51
4. Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan selais di rawa
banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau menurut Sukendi (2001) ...
52
5. Pembuatan preparat histologi gonad dengan metoda mikroteknik
(Gunarso, 1989) ...
53
6. Sebaran frekuensi jumlah ikan selais (
O. hypohthalmus
)
berdasarkan selang ukuran panjang setiap bulan ...
55
7. Uji Khi Kuadrat terhadap jenis kelamin ikan selais,
O
.
hypophthalmus
...
56
8. Pertelaan tingkat kematangan gonad ikan selais (
O.
hypophthalmus
) ...
58
Latar Belakang
Rawa banjiran (floodplain) yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia
seperti Sungai Kampar, Musi, Lempuing, Batanghari, Rokan, Kahayan, Barito,
Mahakam, dan Kapuas merupakan ekosistem yang memegang peranan penting
dalam produksi perikanan perairan tawar (Komatsu et al., 2000; Sarnita, 2001).
Sungai Kampar beserta rawa banjirannya telah ditetapkan sebagai kawasan sentral
produksi perikanan air tawar di Provinsi Riau dengan dikeluarkannya SK
Gubernur No.99/II/2000 (Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, 2002 dalam
Elvira, 2004). Di perairan sungai Kampar Kiri dan rawa banjirannya ditemukan
sebanyak 86 spesies ikan yang sebagian besar merupakan ikan ekonomis penting
seperti ikan selais (Ompok hypophthalmus) (Simanjuntak et al., 2006).
Beberapa tahun terakhir telah terjadi kecenderungan penurunan produksi
perikanan perairan umum di Sungai Kampar, yaitu dari tahun 1995 hingga tahun
1999 dan pada tahun 2004; masing-masing 6.686,29 ton pada tahun 1995 menjadi
6.375,03 ton (4,66%) pada tahun 1996; 5.414,72 ton (15,05%) tahun 1997;
4.705,86 ton (13,09%) tahun 1998; 3.192,50 ton (32,16%) tahun 1999 (Dinas
Perikanan Daerah Tingkat II Kampar, 1999 dan Pemerintah Daerah Tingkat II
Kampar, 2000 dalam Sukendi, 2001) dan 1.366,5 ton pada tahun 2004 (79,56%)
(Anonim, 2005). Salah satu jenis ikan yang diindikasikan mengalami penurunan
populasi adalah ikan selais (O. hypophthalmus). Penurunan stok ikan ini di
perairan diduga karena ikan-ikan dewasa yang melakukan ruaya pemijahan
(migrasi lateral) ke rawa banjiran sewaktu naiknya tinggi paras air dieksploitasi
sehingga tidak cukup stok induk ikan untuk mempertahankan daya pulih kembali.
Hal senada pernah dilaporkan terjadi pada beberapa spesies ikan di rawa banjiran
Sungai Kapuas, Kalimantan Barat (Utomo dan Asyari, 1999) dan Sungai Tonle
Sap, Kamboja (Lim et al., 1999).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka pengelolaan sumberdaya perikanan
berkelanjutan perlu secepatnya dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan
populasi ikan selais. Informasi dasar yang dibutuhkan untuk upaya pengelolaan
hidromorfologi perairan. Informasi biologis ikan ini belum tersedia dan masih
terbatas pada penyebaran serta keterangan taksonomi (Roberts, 1989; Kottelat et
al., 1993; Tan dan Ng, 2000; Ng, 2003; Rachmatika et al., 2006).
Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat teridentifikasi adalah ikan selais (O. hypophtalmus) di
rawa banjiran Sungai Kampar Kiri tidak mampu mempertahankan stoknya di
perairan dan potensial mengalami penurunan. Kecenderungan penurunan stok
ikan ini di perairan diduga karena (1) ikan-ikan dewasa yang melakukan ruaya
pemijahan (migrasi lateral) ke rawa banjiran dieksploitasi (brood in catch) pada
saat naiknya tinggi paras air sehingga tidak cukup stok induk ikan untuk
mempertahankan daya pulih kembali (rekruitmen); (2) Perubahan tinggi paras air
rawa banjiran yang drastis (surut dalam waktu singkat) akibat kerusakan
lingkungan menyebabkan ketinggian paras air dan luasan habitat tidak memadai
untuk mendukung proses pemijahan ikan selais. Konsekuensi yang ditimbulkan
adalah jenis ikan ini gagal untuk melakukan peremajaan.
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui aspek
reproduksi ikan selais berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan rawa
banjiran. Untuk lebih jelasnya, kerangka pendekatan pemecahan masalah tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola reproduksi ikan selais
(O. hypophthalmus) yang terdapat di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkaitan
dengan perubahan hidromorfologi perairan ditinjau dari musim, perkembangan
gonad, fekunditas, musim dan sifat pemijahan.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat dalam upaya konservasi dan
domestikasi ikan selais di rawa banjiran sungai Kampar Kiri sehingga menjamin
kelestarian sumberdaya plasma nutfah dan keberlanjutan hasil tangkapan ikan
Morfometrik Rawa banjiran Tinggi paras air Jumlah ikan siap memijah di rawa banjiran ? perubahan tinggi paras air ? Penang-kapan Efektif
Ikan Selais (O.
hypophtalmus) Kualitas Air Teknologi penangkapan Jumlah Nelayan Manajemen penangkapan Jumlah induk matang
Input Proses Output
Kualitas Air: pH, DO Luas daerah genangan Struktur calon induk Intensitas penangkapan Selektifitas Pertumbuhan reproduksi Struktur Hasil tangkapan -+ Ruaya lateral ? Calon induk nyata + + Pengen-dalian
-Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah
Tipologi Perairan Rawa Banjiran
Daerah rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik
secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini
dicirikan oleh fluktuasi air antara musim kemarau dan penghujan yang sangat
bervariasi sepanjang tahun. Habitat pada ekosistem sungai banjiran terdiri atas
daerah lotik, yaitu alur sungai (river channels) baik yang besar atau yang kecil;
daerah lentik yaitu daerah rawa, hutan dan rumput yang tergenangi; serta danau
atau genangan yang semi permanen dan pemanen. Pada saat musim kemarau
volume air sangat kecil dan hanya ditemukan pada sungai utama,
cekungan-cekungan tanah (lebung) dan danau tapal kuda (oxbow lakes); sedangkan pada
musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan, danau, genangan dan
alur-alur sungai. Kondisi ini mengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia
bagi organisme akuatik (Welcomme, 1985). Besarnya keragaman habitat yang
tersedia memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam
berbagai cara untuk menunjang proses kehidupannya seperti untuk pemijahan
(Copp, 1989; Lim et al., 1999), pengasuhan anak-anak ikan (Ribeiro et al, 2004;
Sommer et al., 2004), mencari makan dan habitat untuk ikan-ikan dewasa
(Borcherding et al., 2002).
Faktor utama yang mendorong tingginya produktivitas ikan dan biota
akuatik lainnya di rawa banjiran adalah fluktuasi tinggi paras air sungai (flood
pulse). Aliran air yang masuk ke rawa banjiran mendorong terjadinya
dekomposisi bahan organik baik yang berasal dari run off di sepanjang daerah
aliran sungai utama maupun dari hasil dekomposisi tananaman air dan tanaman
darat di sekitar rawa banjiran (ATTZ= Aquatic terrestrial transitional zone) atau
disebut juga detritus allocthonous. Selanjutnya, sumbangan bahan organik yang
terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran (detritus
autocthonous) akan melepaskan nutrien ke perairan sehingga meningkatkan
produksi fitoplankton, zooplankton, tanaman air, dan hewan-hewan avertebrata air
yang merupakan sumber makanan bagi ikan (Junk et al., 1989; Gehrke, 1990; de
Penggenangan dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan kekayaan
spesies ikan khususnya kelimpahan ikan di daerah genangan. Vegetasi yang
tergenangi akan meningkatkan kelimpahan ikan dengan menciptakan struktur
habitat yang komplek dan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan
bagi anak-anak ikan. Ketersediaan makanan dan suhu yang tinggi pada daerah
banjiran akan memicu pertumbuhan juwana ikan dan selanjutnya meningkatkan
kelangsungan hidupnya (Hoggarth et al., 1996; de Graaf, 2003). Besarnya
kelimpahan juwana ikan pada periode air naik (banjir) menunjukkan bahwa
banyak spesies ikan memanfaatkan daerah rawa banjiran sebagai tempat
pemijahan dan pengasuhan(Paugy, 2002; Jurajda et al, 2004).
Komunitas dan Distribusi Ikan di Rawa Banjiran
Komunitas ikan yang berasosiasi di rawa banjiran dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu, (1) ikan-ikan migran (white fishes), yakni
ikan-ikan yang bermigrasi ke rawa banjiran pada saat musim penghujan (paras air
tinggi) untuk memijah, mencari makan dan perbesaran anak-anak ikan, yaitu
kelompok Cyprinidae dan Pangasiidae (river catfish) Asia dan Afrika. Ada
beberapa jenis ikan Siluridae yang melakukan migrasi dari sungai ke saluran
sungai yang berhubungan dengan rawa banjiran (Welcomme, 1979;
Sverdrup-Jensen, 2002); ikan pipih (Notopterus notopterus) dan baung (Mystus nemurus)
melakukan migrasi ke danau tapal kuda di Kalimantan Tengah (Hartoto, 2000).
Biasanya pada musim kemarau yang panjang, sebagian besar ikan-ikan whitefish
merubah jaringan massa tubuhnya (lemak dan protein) menjadi materi generatif,
seperti ovarium (Hartoto, 1983 dalam Hartoto, 2000). Ikan yang telah matang
gonad akan menunggu sinyal lingkungan, seperti keberadaan feromon,
ketersediaan makanan yang melimpah buat juwana ikan, dan naiknya paras air
sebagai pemicu untuk proses pemijahan (Boyd, 1990); (2) ikan-ikan penetap
(resident fishes), yakni spesies ikan yang telah beradaptasi dan tahan pada kondisi
oksigen yang rendah. Di daerah Asia Tenggara disebut black fishes. Ikan ini tetap
bertahan pada rawa banjiran saat musim kemarau. Ikan yang termasuk ke dalam
Anabanthidae, Osteoglossidae, dan ikan Polypteridae (Welcomme, 1979; Hartoto,
2000).
Kelompok Siluridae sering berada pada air yang tenang di rawa banjiran
pada saat musim penghujan dan pada periode musim kemarau ikan-ikan tersebut
tinggal di pinggir sungai yang bervegetasi atau lubuk di dasar sungai (Welcomme,
1979). Kebanyakan kelompok Siluridae terdiri atas spesies ikan yang tahan
terhadap kondisi oksigen yang rendah atau disebut sebagai ikan blackfish.
Kelompok ikan blackfish mempunyai modifikasi dalam hal perkembangan organ
pernafasan khususnya yang memungkinkan ikan dapat bernafas atau menghirup
udara. Modifikasi yang berhubungan dengan respiratori meliputi tiga sistem
anatomi utama yaitu mulut dan alat pencernaan, insang serta gelembung renang.
Pola adaptasi ini yang memungkinkan ikan ini masih ditemukan pada daerah rawa
banjiran ketika air surut (Welcomme, 1979; Kottelat et al., 1993).
Simanjuntak et al. (2006) menyatakan bahwa rawa banjiran sungai
Kampar Kiri memiliki kekayaan iktiofauna yang tinggi dengan ditemukannya 86
spesies ikan yang mewakili 21 famili dan 44 genera. Spesies ikan yang memiliki
kelimpahan yang tinggi adalah Thynnichthys thynnoides, T. polylepis,
Labiobarbus fasciatus, L. festivus, L. ocellatus, Barbonymus gonionotus, B.
schwanenfeldii, Cyclocheilichthys apogon, Osteochilus hasseltii, Hemibagrus
nemurus, O. hypophthalmus dan Helostoma temminckii. Tingginya keragaman
fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran merupakan ciri dinamika
ekologi sebagai respon ikan terhadap heterogenitas habitat dan fluktuasi tinggi
paras air (Agostinho et al. 2000).
Distribusi ikan di rawa banjiran sangat dipengaruhi oleh kondisi
geomorfologis dan hidrologis perairan (Copp, 1989; Hoeinghaus et al., 2003).
Kondisi hidromorfologi perairan rawa banjiran bervariasi berdasarkan musim. Hal
ini berdampak secara langsung terhadap kualitas dan kuantitas air di rawa
banjiran. Selama masa penggenangan daerah rawa banjiran, banyak spesies ikan
bermigrasi dari saluran sungai utama dan daerah lentik yang permanen ke daerah
genangan (Hoggarth, et al., 1996; Koeshendrajana & Hoggarth, 1998).
Meningkatnya permukaan air ketika musim penghujan memicu kehadiran ikan
ketersediaan mangsanya semakin besar (Lowe-McConnell, 1987; Casatti et al.,
2003). Wootton (1992) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut di perairan
merupakan faktor utama distribusi ikan pada sistem sungai termasuk daerah rawa
banjiran. Ikan-ikan blackfishes dapat bertahan pada kondisi anoksik; sedangkan
ikan-ikan whitefishes akan kembali bermigrasi ke sungai utama. Kelompok catfish
umumnya lebih banyak ditemukan dan melimpah pada genangan di rawa banjiran
dibandingkan di sungai utama (Ezenwaji & Inyang, 1998).
Kondisi yang sama juga ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Frazos,
Texas bahwa parameter lingkungan yang bervariasi secara temporal seperti
kedalaman, kecepatan arus, suhu, substrat dan oksigen terlarut mengambil peran
utama menunjang keragaman kelompok ikan (Li & Gelwick, 2005). Beberapa
studi lain juga menyatakan bahwa komunitas ikan di rawa banjiran tropis
merupakan kelompok stokastik (stochastic assemblages) dengan faktor penyebab
utama adalah perubahan tinggi paras air (Jepsen 1997, Saint-Paul et al. 2000;
Hoeinghaus et al., 2003).
Daerah rawa banjiran dikenal sebagai perairan air hitam yang dicirikan
oleh warna perairan yang coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh
adanya asam humat, pH yang relatif lebih rendah, tidak keruh atau transparasi
tinggi. Hal yang menarik yang pernah ditemukan, justru sebagian besar waktu
hidup ikan Siluridae dihabiskan di perairan air hitam (Hartoto et al., 1998).
Selanjutnya Elvyra (2004) menemukan bahwa ikan Kryptopterus limpok
(kelompok ikan Siluridae) di sungai Kampar Kiri mampu hidup pada perairan
dengan pH sedikit asam yaitu 5,5-6,0.
Klasifikasi dan Morfologi Ikan selais (O. hypophthalmus)
Ikan selais (O. hypophthalmus Bleeker, 1846) diklasifikasikan ke dalam
kelas Pisces, ordo Siluriformes, subordo Siluroidea, famili Siluridae dan genus
Ompok (Weber & de Beaufort, 1913; Kottelat et al.,1993) (Gambar 2). Genus
Ompok memiliki 10 spesies yaitu O. bimaculatus Bloch, 1794; O. hypopthalmus
Bleeker, 1846; O. leicanthus Bleeker, 1853; O. eugeneiatus Vaillant, 1893; O.
borneensis Steindachner 1901; O. weberi Hardenberg, 1936; O. urbaini Fang &
rhadinurus Ng, 2003 (Roberts, 1989; Kottelat et al., 1993; Tan & Ng, 2000; Ng,
2003).
Ikan O. hypopthalmus Bleeker, 1846 memiliki beberapa nama sinomin
yaitu Silurus hypophthalmus Bleeker, 1846; Silurus hijpophthalmus Bleeker,
1846; Silurus macronema Bleeker, 1851; Silurodes hypophthalmus Bleeker, 1858;
Silurodes macronema Bleeker, 1857; Callichrous hypophthalmus Gunther, 1864;
Callichrous macronema Gunther, 1864 (Ng, 2003). Di Sumatera dikenal dengan
nama daerah selais, selais danau, dan lais; sedangkan di Kalimantan disebut lais
bantut dan lais (Weber & Beaufort, 1913; Pulungan et al., 1985; Utomo et al.,
1990; Torang & Buchar, 2000; Rachmatika et al., 2006).
30 mm
Ikan selais memiliki ciri-ciri bentuk tubuh pipih tegak dan memanjang.
Bentuk dorsal agak bungkuk menurun secara perlahan dari bagian sirip dorsal ke
arah ujung hidung dan dari sirip dorsal bagian posterior ke arah sirip ekor. Hidung
mendatar dengan bagian depan membulat. Sepasang lubang hidung anterior di
antara anteromedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Sepasang lubang hidung
posterior yang dikelilingi oleh membran dorsal berlemak dan membran ventral
dan terdapat di antara posteriomedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Bentuk
mulut terminal dengan bukaan mulut miring ke atas. Sungut rahang atas ramping
dan lurus memanjang hingga mencapai bagian anterior sirip ketiga dari sirip
dubur. Terdapat sepasang sungut rahang bawah; memanjang mencapai bagian
bagian tengah kepala; mata terlihat dari bagian ventral maupun dari bagian dorsal
(Ng, 2003).
Aspek Reproduksi Ikan
Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang
hubungannya dengan mata rantai lainnya akan menjamin kelangsungan hidup
spesies. Siklus reproduksi pada ikan akan tetap berlangsung selama fungsi
reproduksi masih normal. Faktor-faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di
perairan terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Ikan yang hidup di daerah
tropis, faktor fisika yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan
substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta
zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan; sedangkan faktor
biologis yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor biologis
dalam dan luar. Faktor biologis dalam meliputi faktor fisiologis individu dan
respon terhadap berbagai faktor lingkungan; selanjutnya faktor biologis luar
adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu atau dengan
spesies lain (Bye, 1984).
Secara khusus di ekosistem rawa banjiran, potensi reproduksi ikan-ikan
yang berasosiasi di daerah ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan
hidrologis (Copp, 1989). Penggenangan daerah banjiran menyediakan habitat
yang luas sebagai daerah pemijahan dan pengasuhan dengan memperkaya
jaring-jaring makanan (Sommer et al., 2004). Selanjutnya, lama waktu penggenangan
dan suhu perairan berperan penting dalam mendukung keberhasilan reproduksi
ikan-ikan spesies phytophilous dan phytolithophilous (Welcomme, 1979; Ballon,
1966 dalam Jurajda, 2004). Ikan-ikan dewasa jenis phytophilous dan
phytolithophilous umumnya mendominasi perairan rawa banjiran pada saat paras
air tinggi (Jurajda et al., 2004). Selain untuk tempat melekatkan telur, vegetasi di
perairan rawa banjiran juga berperan sebagai tempat mencari makan dan daerah
asuhan bagi anak-anak ikan; dimana puncak musim pemijahan ikan umumnya
terjadi pada awal musim penghujan (Welcomme, 1985; Lim et al., 1999). Ikan K.
cryptopterus yang ditemukan pada daerah Danau Great dan Sungai Tonle Sap,
al., 1999); Kryptopterus spp di rawa banjiran Sungai Lempuing Sumatera Selatan
umumnya matang gonad dan siap memijah pada awal musim penghujan, yaitu
pada bulan Nopember (Utomo et al., 1990 dalam Utomo dan Asyari, 1999).
Seksualitas dan Perkembangan Gonad
Jenis kelamin pada ikan dapat dibedakan dengan cara mengamati ciri-ciri
seksual sekunder dan seksual primer. Ciri seksual sekunder dapat ditelaah dengan
mengamati bentuk luar tubuh dan pelengkapnya; sedangkan ciri seksual primer
dapat dibedakan dengan mengamati organ yang secara langsung berhubungan
dengan proses reproduksi yaitu ovarium dengan pembuluhnya pada ikan betina
dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Effendie, 1997).
Pola seksual dan nisbah kelamin ikan sangat menentukan keberhasilan
proses reproduksi. Nisbah kelamin antara ikan jantan dengan ikan betina yang
ideal adalah mengikuti pola 1:1. Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1:1
dapat timbul dari berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas
dan gerakan ikan (Türkmen et al., 2002); pergantian dan variasi seksual jantan
dan betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup (longevity)
(Sadovy, 1996). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan
berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya ikan jantan
dominan saat ketersediaan makanan berkurang. Perbedaan nisbah pada ikan
Micropogonias furnieri disebabkan ketersediaan makanan dan perbedaan laju
pertumbuhan (Vicentini & Araújo, 2003).
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah berpijah. Selama proses reproduksi sebagian besar energi
hasil metabolisme ikan akan tertuju untuk perkembangan gonad atau pertumbuhan
gonadik (Effendie, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot
gonad ikan betina pada tahap (stadium) matang gonad akan mencapai 10-25 %
dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 %. Dikemukakan pula bahwa
pengetahuan mengenai tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk beberapa
tujuan, seperti perbandingan jumlah ikan yang matang dan yang belum matang
dari stok yang ada di perairan, ukuran atau umur ikan pertama kali matang gonad,
Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa
kelamin (sexually maturity) dan selanjutnya tahap pematangan gamet. Tahap
pertama berlangsung dari ikan mulai menetas hingga mencapai dewasa kelamin;
sedangkan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa dan terus
berkembang selama fungsi reproduksi ikan masih berjalan normal (Lagler et
al.,1977; Harvey & Hoar, 1979).
Perubahan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan
dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad (IKG). Nilai IKG
akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan
akan turun kembali setelah memijah. Fluktuasi nilai IKG pada ikan tropis
umumnya mengikuti pola hidrologis dan tinggi paras air. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa nilai IKG kelompok catfish di sungai dan rawa banjirannya
berkorelasi positif dengan pola curah hujan atau penggenangan (flooding)
(Moodie & Power, 1982; Utomo et al., 1990; Marriott et al., 1997; Marraro et al.,
2005; Lalèyè, 2006).
Fekunditas
Fekunditas ikan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting untuk pembentukan populasi dan dinamika populasi. Berdasarkan nilai
fekunditas dapat diperkirakan jumlah ikan yang dihasilkan dalam kelas umur yang
bersangkutan. Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sesaat sebelum
dikeluarkan pada waktu pemijahan. Ada beberapa defenisi yang berbeda dalam
melukiskan aspek lain dari fekunditas yakni fekunditas tahunan potensial
(potential annual fecundity) didefinisikan sebagai jumlah oosit yang matang setiap
tahun termasuk oosit yang mengalami atresia (Hunter et al., 1992 dalam Murua
dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas tahunan aktual (annual realized fecundity)
diartikan sebagai jumlah telur yang benar-benar dikeluarkan saat musim
pemijahan, tidak termasuk oosit yang tinggal di dalam ovari atau yang diserap
kembali lewat proses atresia; fekunditas total (total fecundity) didefinisikan
sebagai stok oosit pada suatu waktu tertentu; fekunditas satu kelompok ukuran
ukuran oosit tertentu yang dipijahkan. Jumlah total dari semua kelompok ukuran
oosit ini disebut sebagai fekunditas tahunan aktual (Hunter et al., 1992 dalam
Murua dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas populasi tahunan (annual population
fecundity) adalah jumlah telur dari semua ikan betina di dalam populasi yang
memijah pada satu musim pemijahan (Bagenal, 1978 dalam Murua dan
Saborido-Rey, 2003). Untuk menentukan fekunditas ikan sebaiknya dilakukan pada tingkat
kematangan gonad IV dan yang paling baik sesaat sebelum terjadinya pemijahan.
Besarnya jumlah fekunditas dari suatu spesies dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain ketersediaan makanan (Ikomi, 1996), ukuran panjang dan bobot
ikan (Vila-Gispert & Moreno-Amich, 2000; Minto & Nolan, 2006), ukuran
diameter telur (Suzuki et al., 2000) dan faktor lingkungan (Abidin, 1986).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spesies pada kelompok catfish di sungai
dan rawa banjiran memiliki perbedaan jumlah fekunditas, seperti ikan
Chrysichthys auratus memiliki fekunditas yang berkisar antara 260-620 butir
(Ikomi & Odum, 1998), ikan Trichomycterus corduvense memiliki fekunditas
yang berkisar antara 627-2947 butir (Marraro et al., 2005), ikan Synodontis schall
dan S. nigrita masing-masing memiliki fekunditas yang berkisar antara
1841-15076 dan 2647-9212 butir (Lalèyè et al., 2006); ikan Clarias macrocephalus
memiiki fekunditas yang berkisar antara 785-14066 butir (Ali, 1993); fekunditas
ikan C. agboyiensis berkisar antara 2498-35720 (Ezenwaji & Inyang, 1998);
fekunditas ikan K. lais berkisar antara 2995-5880 butir (Pulungan et al., 1985);
fekunditas ikan K. micronema berkisar antara 1245-2256 butir (Utomo et al.,
1990); dan K. limpok memiliki kisaran fekunditas antara 2435-19617 butir
(Elvyra, 2004).
Tipe dan Strategi Pemijahan Ikan
Beberapa spesies ikan beradaptasi untuk mendapatkan keuntungan dari
musim banjiran dengan melakukan reproduksi pada saat awal musim penghujan
sehingga larva ikan mendapatkan makanan dan bertumbuh dengan baik pada
daerah rawa banjiran (Lowe-McConnell, 1987; Hoeinghaus et al., 2003). Secara
yang lain, sehingga anak-anak ikan yang menetas menjadi mangsa buat ikan
predator yang mempunyai ukuran yang lebih besar (Paugy, 2002).
Winemiller dan Rose (1990) dalam Paugy (2002) mengelompokkan
strategi pemijahan ikan berkaitan dengan musim banjiran (flood seasonality) ke
dalam tiga kelompok, yakni: (1) oppurtunistic strategists, yaitu ikan yang
berukuran kecil, cepat matang gonad, memiliki telur yang kecil dalam jumlah
yang banyak; pertumbuhan larva yang cepat; rekruitmen yang cepat dan berumur
pendek; (2) periodic strategists, yaitu ikan dengan ukuran yang lebih besar,
memiliki fekunditas yang besar; tidak mengasuh anaknya (absence of parental
care); memijah pada awal musim penghujan dengan waktu pemijahan yang
panjang serta melakukan ruaya pemijahan; (3) equilibrium strategists, yaitu ikan
mengasuh anaknya (parental care), memiliki fekunditas yang kecil dengan
diameter telur yang besar dan memiliki keberhasilan hidup larva lebih tinggi.
Berdasarkan dinamika pengaturan ovari, Wallace dan Selman (1981)
dalam Murua dan Saborido-Rey (2003) mengemukakan ada tiga tipe pemijahan
ikan, yakni (1) Sinkronous, yaitu seluruh oosit berkembang dan diovulasikan pada
waktu yang sama. Ovari seperti ini dapat ditemukan pada ikan teleostei yang
pemijahannya hanya sekali dan kemudian mati; (2) Sinkronous berkelompok,
yaitu ikan yang memiliki dua populasi oosit. Oosit yang besar dikeluarkan pada
musim pemijahan pertama dan selanjutnya oosit yang kecil akan dikeluarkan pada
saat musim pemijahan berikutnya; (3) Asinkronous, yaitu kelompok ikan yang
tidak memiliki populasi oosit yang dominan pada seluruh tahap perkembangan
oosit. Ketika terjadi hidrasi ada pemisahan diameter stok oosit.
Selanjutnya, berdasarkan distribusi relatif oosit dalam ovari maka strategi
reproduksi ikan dapat dibagi dalam dua tipe yaitu tipe total spawner yakni ikan
yang memiliki periode pemijahan tahunan yang pendek; tipe kedua adalah small
brood spawners yakni ikan-ikan yang mengasuh anaknya dan menghasilkan
kelompok telur (batches of eggs) yang kecil beberapa kali dalam setahun
(Lowe-McConnell, 1987). Distribusi frekuensi oosit ikan Hydrocynus forskalii di Sungai
Cote d’Ivoire berbentuk multimodal yang memberikan pengertian bahwa setiap
ikan betina mampu untuk memijah dua kali dalam setahun jika kondisi lingkungan
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama sebelas bulan yang terbagi atas tiga tahap,
yaitu (1) tahap persiapan dilakukan selama satu bulan, (2) tahap pengumpulan
contoh ikan di lapangan, pengamatan dan analisis di laboratorium selama tujuh
bulan (dari Juni hingga Desember 2007), serta (3) tahap pengolahan data dan
laporan selama tiga bulan.
Pengumpulan contoh ikan dilakukan di perairan rawa banjiran Sungai
Kampar Kiri, Riau. Kriteria penentuan lokasi penelitian dengan metode purposive
sampling yaitu berdasarkan luas rawa banjiran, tempat penangkapan ikan selais
dan tempat ikan selais melakukan reproduksi. Daerah dimaksud daerah
Simalinyang dan Mentulik. Di daerah Simalinyang ikan dikoleksi dari Sungai
Kampar Kiri dan dua danau tapal kuda, yaitu Danau Baru dan D. Belimbing. Di
daerah Mentulik ikan dikoleksi dari Sungai Kampar Kiri, anak Sungai Kampar,
Sungai Tonan dan empat danau tapal kuda, yaitu D. Belanti, D. Puyuh, D. Pakis,
dan D. Sungai Kampar Lama (Lampiran 1 dan Lampiran 2).
Analisis laboratorium meliputi identifikasi ikan, pengkuran panjang total
dan bobot ikan, pengamatan dan penentuan beberapa aspek reproduksi serta
analisis histologi gonad dilakukan di Laboratorium Iktiologi, Pusat Penelitian
Biologi-LIPI Cibinong, Laboratorium Ekobiologi Sumberdaya Perairan MSP
FPIK-IPB, Laboratorium Biologi Hewan PSIH-IPB, dan Laboratorium
Lingkungan Budidaya FPIK-IPB.
Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data terdiri atas dua tahap,
yaitu penelitian di lapangan dan pengamatan dan analisis di laboratorium.
Penelitian di Lapangan
Rancangan penelitian untuk pengumpulan data di lapangan menggunakan
berbagai alat tangkap seperti jaring insang eksperimental, perangkap (sempirai),
pancing dan rawai (Lampiran 3). Jaring insang eksperimental berukuran mata
jaring 1’, 1,5’, 2’, 2,5’ dan 3’, panjang 20 m dan tinggi 2 m dipasang pada sore
hari (18.00 WIB) dan kemudian diangkat pada pagi hari berikutnya (06.00 WIB).
Alat perangkap (sempirai) dipasang selama dua hari dua malam; sedangkan
pancing dan rawai berukuran mata pancing 1’, 1,5’ dan 2’ dengan umpan
cengkerik dan potongan ikan digunakan pada saat penangkapan ikan di rawa
banjiran dan di daerah lubuk.
Ikan yang tertangkap segera diawetkan dalam larutan formalin 10% dan
dikelompokkan menurut daerah penangkapan; kemudian dibungkus dengan kain
kasa dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk analisis lebih lanjut di
laboratorium. Gonad jantan dan betina dari beberapa ikan contoh difiksasi dalam
larutan Bouin untuk keperluan histologi.
Karakteristik habitat sebagai data penunjang penelitian diamati dan diukur.
Pengamatan dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk setiap daerah terpilih bersamaan dengan waktu pengambilan contoh
ikan. Beberapa parameter kunci kualitas air yang diamati beserta metode dan alat
yang digunakan dalam pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air
Parameter Satuan Metode dan alat Lokasi
Fisika
Suhu Kedalaman Kecerahan Substrat dasar Warna perairan
o
C m m -
-Pemuaian, termometer Visual, Tongkat berskala Visual, keping secchi Visual
Visual
in situ in situ in situ in situ in situ
Kimia
pH
Oksigen terlarut
unit ppm
Kertas pH DO meter
Pengamatan dan Analisis di Laboratorium
Pengamatan dan analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi
identifikasi ikan, pengukuran panjang total dan bobot ikan, penentuan dan
penghitungan beberapa aspek reproduksi serta analisis histologi gonad. Setiap
ikan contoh diukur panjang totalnya sampai milimeter terdekat dan ditimbang
bobotnya sampai gram terdekat. Analisis hubungan panjang bobot ikan selais
dilakukan dengan menggunakan rumus:
W= a Lb ;
Uji t digunakan untuk menguji nilai b sama dengan 3 atau tidak (Steel dan
Torrie, 1993). Jika nilai b lebih besar dari 3 berarti pertambahan panjang ikan
tidak secepat pertambahan bobot atau disebut juga pola pertumbuhan allometrik
positif; sedangkan bila nilai b lebih kecil dari 3 berarti kecepatan pertambahan
panjang ikan lebih besar dari bobot ikan atau disebut juga pola pertumbuhan ikan
allometrik negatif. Jika nilai b = 3 berarti pertambahan panjang sebanding dengan
pertambahan bobot ikan atau pola pertumbuhan ikan yang isometrik.
Perhitungan faktor kondisi (Kn) dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
;
Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan berdasarkan ciri seksual primer.
Ciri seksualitas primer diamati dengan cara menseksi dan melihat perbedaan
gonad antara ikan jantan dan ikan betina (testis dan ovarium). Nisbah kelamin
dihitung dengan membandingkan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina
yang ditemukan setiap bulan selama tujuh bulan penelitian. Untuk melihat
kemerataan jenis digunakan uji Khi-Kuadrat (Steel dan Torrie, 1993). Nisbah
kelamin dihitung dengan menggunakan rumus :
;
W = Bobot ikan (gram)
L = panjang ikan (mm)
a dan b adalah konstanta
b n
aL W
K = Kn = Faktor kondisi
W = Bobot ikan (gram)
L = Panjang total (mm)
a dan b adalah konstanta
B
J
χ
2=
χ2
= Nisbah kelamin
Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan secara morfologis mencakup
warna, bentuk dan ukuran gonad. Perkembangan gonad ikan secara kualitatif
ditentukan dengan mengamati tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologi
gonad seperti yang dikemukakan Sukendi (2001) (Lampiran 4).
Pengamatan histologis testes dan ovarium dilakukan untuk melihat
perbedaan secara histologi setiap tingkat kematangan gonad ikan. Pengambilan
gonad ikan jantan dan betina tersebut dilakukan pada ikan yang masih segar.
Pembuatan preparat histologi gonad bepedoman kepada metoda mikroteknik
(Gunarso, 1989) (Lampiran 5).
Gambaran histologi gonad (ovarium dan testis) ikan selais berpedoman
kepada Takashima & Hibiya (1995) serta modifikasi yang telah dilakukan Siregar
(1999) terhadap ikan Pangasius hypophthalmus; Sukendi (2001) terhadap ikan
Mystus nemurus; dan Marraro et al. (2005) pada ikan Trichomycterus corduvense.
Secara kuantitatif perkembangan gonad ikan diamati dengan menentukan
indeks kematangan gonad (IKG) untuk setiap tingkat kematangan gonad yang
telah ditetapkan, baik untuk ikan betina maupun ikan jantan. Gonad yang
dikeluarkan dari rongga tubuh ditimbang bobotnya dengan ketelitian 0,01 gram;
selanjutnya digunakan untuk menghitung indeks kematangan gonad (IKG):
;
Fekunditas total (potensi biotik) dihitung dengan metode gravimetrik pada
ikan yang mempunyai TKG IV dengan rumus:
;
Hubungan antara fekunditas total dengan panjang ikan dan hubungannya
dengan bobot dinyatakan dalam persamaan berikut:
F= a Lb dan F = aW + b ; x100
W W IKG
t g
= IKG = Indeks kematangan gonad (%)
Wg = Bobot gonad ikan (gram)
Wt = Bobot tubuh ikan (gram)
f x W W F
o so
= F = Fekunditas total (butir)
Wso = Bobot sub ovarium (gram)
Wo = Bobot ovarium (gram)
f = Jumlah telur tercacah (butir)
F = Fekunditas (butir)
W t = Bobot ikan (gram)
L = panjang ikan (mm)
Selain fekunditas total, dihitung pula fekunditas relatif yaitu banyaknya
telur ikan persatuan bobot, dengan menggunakan rumus:
;
Pengamatan sediaan ovarium dilakukan dengan mikroskop binokuler yang
diberi mikrometer okuler untuk mengukur diameter telur. Pengukuran diameter
telur dilakukan pada tiga bagian gonad, yaitu bagian depan, tengah dan bagian
belakang dari gonad ikan betina TKG II, III, dan IV; masing-masing sebanyak
100 butir telur dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 4x10). Pola
persebaran diameter telur digunakan sebagai dasar penentuan pola pemijahan
ikan.
t R
W F
F = FR = Fekunditas Relatif
Lingkungan Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri
Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi lingkungan perairan rawa
banjiran Sungai Kampar Kiri selama penelitian, meliputi suhu, kedalaman,
kecerahan, substrat dasar, warna perairan, pH dan oksigen terlarut di
[image:32.612.128.508.281.441.2]masing-masing daerah penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran parameter fisika dan kimiawi perairan pada masing-masing daerah pengambilan contoh selama penelitian
Parameter Satuan Daerah Pengambilan Contoh
I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 II-1 II-2 Fisika Suhu Kedalaman Kecerahan Substrat dasar Warna perairan oC m m - -27-29 1-7 0,2-0,5 lp, li coklat 27-29 2-8 0,2-1,0 pa, lp coklat- hitam 25-28 5-15 0,3-0,5 lp coklat- hitam 25-27 2-8 0,3-0,4 lp coklat 25-29 3-10 0,4-1,0 lp, li coklat- hitam 24-30 1-8 0,2-0,3 lp, pa coklat- hitam 27-30 1-12 0,2-0,3 lp, pa coklat 28-30 3-10 0,2-0,3 lp coklat Kimia pH Oksigen terlarut unit mg/l 4-5 4,8-6,0 4-5 4,3-6,2 4-5 4,4-5,8 4-5 4,7-6,0 4-5 4,2-6,3 4-5 4,1-5,9 4-5 4,0-6,1 4-5 4,1-6,2
Keterangan: I-1 s.d I-6 = di daerah Mentulik; II-1 s.d II-2 = di daerah Simalinyang; I-1 = Anak Sungai Kampar; I-2 = Sungai Tonan; I-3 = Danau Belanti; I-4= D. Puyuh; I-5 = D. Pakis; I-6 = D. S. Kampar Lama; II-1 = D. Baru; II-2 = D. Belimbing; lp = lumpur; li = liat; pa = pasir
Selama penelitian, rentang nilai suhu perairan rawa banjiran Sungai
Kampar Kiri berkisar antara 25-30 0C. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
terjadinya perbedaan suhu terutama disebabkan karena perubahan musim kemarau
ke musim penghujan dimana pada pada musim kemarau suhu perairan lebih tinggi
dibandingkan pada musim penghujan. Selanjutnya Welcomme (1979) menyatakan
bahwa derajat penyinaran, komposisi substrat, kekeruhan, aliran air bawah tanah
dan air hujan, angin serta penutupan oleh vegetasi dapat mempengaruhi suhu air
di perairan sungai dan rawa banjirannya. Suhu perairan di daerah tropis tidak
banyak bervariasi dan yang terbaik untuk mendukung kehidupan organisme
perairan berada pada kisaran 25-320C (Cholik et al. 1982 dalam Sinaga, 1995).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jun'06 Jul'06 Agus'06 Sep'06 Okt'06 Nop'06 Des'06
Bulan
Ti
ngg
i pa
ra
s
m
uk
a
a
ir
(
m
)
Mentulik Simalinyang
banjiran Sungai Kampar Kiri selama penelitian masih mendukung proses biologis
organisme khususnya ikan selais.
Kedalaman perairan sangat terkait erat dengan siklus hidrologis. Curah
hujan yang tinggi mendekati musim penghujan berkorelasi positif dengan naiknya
tinggi paras air dan luasan rawa banjiran. Perubahan tinggi paras air rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan setiap bulan pengamatan disajikan pada
Gambar 3. Peningkatan paras air terjadi dari bulan Agustus sampai Desember.
Naiknya paras air akan memperbesar luasan daerah genangan dan meningkatkan
keragaman habitat (habitat heterogeneity). Kompleksitas morfologi rawa banjiran
yang terbentuk akan menciptakan relung yang besar bagi banyak spesies ikan,
khususnya untuk mendukung life history ikan seperti untuk pemijahan (Copp,
1989; Lim et al., 2002), pengasuhan anak-anak ikan (Ribeiro et al, 2004; Sommer
et al., 2004), mencari makan dan habitat untuk ikan-ikan dewasa (Borcherding et
al., 2002). Willis et al. (2005) menemukan bahwa tingginya keragaman kelompok
ikan di rawa banjiran Sungai Cinaruco berkorelasi positif dengan kompleksitas
[image:33.612.168.458.406.582.2]habitat yang tersedia.
Gambar 3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan dari bulan Juni – Desember 2006
Gradien lingkungan lainnya yang menjadi faktor utama penentu struktur
komunitas dan distribusi ikan di daerah banjiran adalah kekeruhan/kecerahan.
Kecerahan perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sangat bervariasi, yaitu
perairan mengindikasikan tingginya partikel tersuspensi yang bersumber dari hasil
dekomposisi tananaman air dan tanaman darat di sekitar rawa banjiran (Aquatic
terrestrial transitional zone) atau detritus allocthonous; serta sumbangan bahan
organik yang terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran
(daun, kayu dan materi terlarut) atau detritus autocthonous (Junk et al., 1989; de
Carvalho et al., 2001). Kelompok catfish yang memiliki adaptasi peraba (sensory
adaptations) terhadap kecerahan yang rendah umumnya dominan pada daerah
genangan yang keruh; sedangkan ikan yang bergerak dengan mengandalkan visual
lebih dominan pada daerah genangan yang jernih. Dampak kecerahan terhadap
komunitas ikan ini diduga disebabkan hubungan transparasi dengan kemampuan
mendeteksi mangsa (Rodriguez & Lewis, 1997).
Nilai pH perairan selama penelitian berkisar antara 4-5 satuan pH. Nilai pH
yang rendah dan warna perairan dari coklat tua hingga kehitaman mencirikan
adanya asam humat. Kondisi ini merupakan ciri dari perairan rawa banjiran yang
lazim dikenal sebagai perairan air hitam. Hal yang menarik yang pernah
dilaporkan adalah sebagian besar waktu hidup ikan Siluridae dihabiskan di
perairan air hitam (Hartoto et al., 1998) dan ikan K. limpok (kelompok ikan
Siluridae) di Sungai Kampar Kiri mampu hidup pada air dengan pH sedikit asam
yaitu 5,5-6,0 (Elvyra, 2004). Diduga ikan selais yang terdapat di rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri telah memiliki adaptasi khusus terhadap kondisi perairan
dengan pH yang rendah, yaitu dengan mekanisme pengaturan ion oleh sel klor
(Chloride cells) yang terdapat pada insang (Hirata et al., 2003).
Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam mendukung
optimalisasi kehidupan organisme perairan. Selama penelitian, rentang kandungan
oksigen terlarut berkisar antara 4,0-6,3 mg/l. Kisaran oksigen terlarut yang
ditemukan di rawa banjiran Sungai Kahayan, Sungai Rungan dan Danau Takapan
di Kalimantan Tengah rata-rata berkisar antara 2,06-4,20 mg/l (Hartoto, 2000).
Kandungan oksigen terlarut di daerah rawa banjiran pada musim kemarau
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran badan air, derajat stratifikasi
suhu, penutupan oleh tanaman, pertumbuhan fitoplankton, proses dekomposisi
bahan-bahan organik khususnya yang bersumber dari tumbuhan hijau di sekitar
oksigen terlarut yang ditemukan selama penelitian dipandang mampu mendukung
kehidupan ikan selais.
Terjadinya variasi karakteristik fisika kimiawi perairan rawa banjiran
Sungai Kampar Kiri selama penelitian terkait erat dengan perubahan musim. Hal
senada juga pernah dilaporkan bahwa karakteristik fisika kimiawi habitat di rawa
banjiran sungai Parana, Amerika Selatan sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologis
dimana penggenangan yang tertinggi akan cenderung menghomogenkan beberapa
karakter fisika, kimia dan biologi perairan antara habitat sungai dengan rawa
banjiran (Agostinho et al., 2000). Variasi parameter kualitas air seperti pH, Suhu
dan oksigen terlarut di danau tapal kuda Takapan, Kalimantan Selatan sangat
dipengaruhi oleh fluktuasi tinggi paras air (Hartoto, 2000). Selanjutnya, dinamika
karakteristik fisika kimiawi perairan secara temporal akan mempengaruhi
perubahan komunitas ikan (fish assemblage) di perairan rawa banjiran
(Hoeinghaus et al., 2003; Penczak et al., 2004; Li & Gelwick, 2005).
Komposisi Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang Ikan
Ikan selais yang tertangkap selama penelitian berjumlah 474 ekor, terdiri
atas 224 ekor jantan dan 249 ekor betina. Kisaran panjang dan bobot ikan jantan
adalah 80-310 mm dan 2-143 gram; sedangkan ikan betina dengan kisaran 91-300
mm dan 4-124 gram (Tabel 3). Ikan selais jantan dan betina yang dominan
tertangkap terdapat pada kelompok sebaran ukuran panjang antara 220-270 mm
[image:35.612.133.510.557.702.2](Gambar 4 dan Lampiran 6).
Tabel 3. Jumlah, kisaran panjang total dan bobot ikan selais (O. hypophthalmus) selama penelitian
Jantan Betina Total
Bulan n L (mm) W (g) n L (mm) W (g) n L (mm) W (g)
Juni'06 32 200-270 33-93 32 197-265 33-93 64 197-270 33-93
Juli'06 25 194-280 33-92 36 190-280 31-96 61 190-280 31-96
Agu'06 22 143-290 14-97 33 143-285 12-111 55 143-290 12-111 Sept'06 57 80-310 2-143 60 91-294 4-112 117 80-310 2-143
Okt'06 41 117-290 18-92 31 159-300 14-97 72 117-300 14-97
Nop'06 33 165-272 19-87 35 164-295 19-124 68 164-295 19-124
Des'06 14 185-249 28-75 23 130-260 10-92 37 130-260 10-92
Total 224 80-310 2-143 250 91-300 4-124 474 80-310 2-143
2 4
70
131
17
6 4
85
140
15
0 20 40 60 80 100 120 140 160
70-120 120-170 170-220 220-270 270-320
Selang panjang total (mm)
Ju
m
lah
(
e
ko
r)
Jantan
[image:36.612.165.447.90.247.2]Betina
Gambar 4. Sebaran frekuensi panjang dan jumlah ikan selais (O. hypophthalmus) secara keseluruhan dari bulan Juni-Desember 2006
Panjang maksimum ikan selais yang tertangkap hampir sama dengan yang
ditemukan oleh Kottelat et al. (1993), namun masih lebih panjang dibandingkan
dengan panjang maksimum ikan yang sama di perairan lain seperti Tan & Ng
(2000) menemukan ikan yang berukuran 196 mm di Sungai Batang Hari dan Ng
(2003) menemukan ikan yang berukuran 76 mm di Kalimantan Tengah. Besarnya
ukuran panjang ikan selais yang ditemukan mencerminkan bahwa perairan rawa
banjiran Sungai Kampar Kiri menyediakan kondisi lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan ikan seperti ketersediaan sumberdaya makanan alami dan tingginya
heterogenitas habitat (Winemiller & Jeppsen, 1998; Copp, 1989; de Graaf, 2003;
Li & Gelwick, 2005).
Hubungan Panjang -Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Model persamaan hubungan panjang total (L) dan bobot (W) ikan selais
jantan dan betina bertutut-turut adalah W = 8 x10-6L2,899 dan W = 1,39 x10-5L2,790;
sedangkan untuk keseluruhan antara ikan jantan dan betina diperoleh persamaan
W =1,12 x10-5L2,828 (Gambar 5). Hasil analisis statistik hubungan panjang total
dan bobot tubuh ikan selais untuk masing-masing jenis kelamin memiliki koefsien
korelasi (r) yang mendekati nilai satu, yakni 0,951 untuk ikan jantan dan 0,968
untuk ikan betina. Besarnya nilai koefisien ini menunjukkan bahwa pertambahan
nilai b dengan uji-t diperoleh bahwa nilai b baik pada ikan jantan, ikan betina dan
gabungan antar ikan jantan dan betina berbeda nyata dengan nilai 3. Nilai b untuk
ikan jantan (2,899) lebih besar daripada nilai b ikan betina (2,790) (Tabel 4). Pola
pertumbuhan ikan jantan dan betina bersifat allometrik negatif (b<3), yaitu
pertambahan bobot tidak secepat pertambahan panjang ikan. Besarnya koefisien
regresi (b) ikan jantan dibandingkan ikan betina menunjukkan bahwa ikan jantan
lebih gemuk daripada ikan betina. Nilai b yang diperoleh selanjutnya akan
[image:37.612.133.510.281.385.2]digunakan dalam perhitungan nilai faktor kondisi.
Tabel 4. Hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan selais (O. hypophthalmus) di rawa bajiran Sungai Kampar Kiri (Juni-Desember 2006)
Parameter Jantan Betina Gabungan
Contoh ikan, n Kisaran L (mm)
a (intersep)
b (slope)
r (koefisien korelasi)
Uji b sama dengan 3, thit
ttabel, taraf kepercayaan 95%
224 80-310
7,5x 10-6
2,899 0,951 23,5 db 223 = 1,96
250 91-300
1,39 x 10-5
2,790 0,968 55,4 db 249 = 1,96
474 80-310
1,12 x 10-5
2,828 0,961 60,3 db 473 = 1,96
Ezenwaji dan Inyang (1998) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang
positif dan signifikan antara bobot tubuh dengan panjang total pada ikan Clarias
agboyiensis jantan dan betina di rawa banjiran Sungai Anambra. Nilai b untuk
ikan betina (3,17) lebih besar daripada nilai b ikan jantan (2,86). Pola
pertumbuhan ikan jantan bersifat allometrik negatif (b<3); sedangkan pola
pertumbuhan ikan betina bersifat allometrik positif (b>3). Laju pertambahan
bobot ikan betina lebih besar daripada pangkat tiga panjang totalnya. Ikomi dan
Odum (1998) menemukan pola pertumbuhan ikan Chrysichthys auratus baik pada
ikan jantan dan ikan betina di Sungai Benin adalah isometrik (nilai b = 3). Variasi
nilai eksponensial (b) hubungan panjang dan bobot ikan antar kelompok catfish di
atas terkait erat dengan perkembangan ontogenetik (Türkmen et al., 2002);
perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis dan kondisi
lingkungan (waktu penangkapan), kepenuhan lambung, penyakit dan tekanan
parasit (Le Cren, 1951; Bagenal & Tesch, 1978 dalam Türkmen et al., 2002; Neff
W = 1E-05L2.828
r = 0,961
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 100 200 300 400
Panjang, L (mm)
Bob o t, W ( g )
W = 8E-06L2.8992
r = 0,951
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 100 200 300 400
Panjang, L (mm )
B
obo
t,
W
(
g) W = 1E-05L
2.7902
r = 0,968
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 100 200 300 400
Panjang, L (mm)
[image:38.612.123.506.90.389.2]Bo b o t, W ( g )
Gambar 5. Grafik hubungan panjang bobot ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan (b) betina (c) gabungan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri
Berdasarkan pola pertumbuhan ikan selais yang allometrik, maka untuk
penentuan nilai faktor kondisi digunakan rumus faktor kondisi relatif, baik pada
ikan jantan maupun pada ikan betina. Kisaran nilai faktor kondisi relatif ikan
selais berkisar antara 2,51. Faktor kondisi ikan jantan berkisar antara
0,70-2,51 dan ikan betina berkisar antara 0,73-1,34. Rataan nilai faktor kondisi relatif
ikan jantan berkisar antara 0,99-1,04, sedangkan pada ikan betina berkisar antara
1,00-1,04 (Tabel 5). Nilai rataan faktor kondisi tertinggi ditemukan pada ikan
jantan TKG IV; sedangkan pada ikan betina ditemukan pada TKG III.
Berdasarkan bulan pengamatan terlihat bahwa rata-rata faktor kondisi ikan
selais yang matang gonad (TKG IV) selama penelitian berfluktuasi naik turun
(Tabel 6 dan Gambar 6). Rata-rata faktor kondisi relatif bulanan ikan betina tidak
berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata faktor kondisi relatif ikan jantan.
Nilai faktor kondisi terendah baik pada ikan jantan (0,86) maupun betina (0,91)
ditemukan di bulan Oktober; sedangkan nilai faktor kondisi tertinggi ikan jantan
(a) (b)
0 0.5 1 1.5
Juni'06 Juli'06 Agu'06 Sept'06 Okt'06 Nop'06 Des'06
Bulan R a ta -r a ta f a k to r k o n d is i r e la ti f (K n ) Jantan Betina
(1,18) ditemukan pada bulan Desember dan untuk ikan betina (1,15) ditemukan di
bulan Juni dan Desember.
Tabel 5. Faktor kondisi relatif (Kn) ikan selais ( O. hypophthalmus) jantan dan
betina dari masing-masing tingkat kematangan gonad di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri
Faktor Kondisi
Jantan Betina TKG
N Kisaran Rata-rata Sd N Kisaran Rata-rata Sd
I II III IV 20 32 109 62 0,74-1,18 0,75-1,70 0,70-1,67 0,75-2,51 1,00 1,00 0,99 1,04 0,12 0,16 0,13 0,23 18 49 31 153 0,74-1,30 0,79-1,21 0,86-1,25 0,73-1,34 1,02 1,00 1,04 1,03 0,13 0,10 0,12 0,13
[image:39.612.132.503.330.460.2]Keterangan: Sb = Simpangan baku
Tabel 6. Faktor kondisi relatif (Kn) bulanan ikan selais ( O. hypophthalmus)
jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri
Bulan Jantan Betina
Kisaran Rata-rata Sb Kisaran Rata-rata Sb
Juni'06 1,01-1,37 1,13 0,12 1,02-1,23 1,15 0,06
Juli'06 1,03-1,16 1,08 0,06 0,87-1,26 1,05 0,10
Agu'06 0,95-1,22 1,04 0,08 0,87-1,27 1,07 0,10
Sept'06 0,88-2,51 1,15 0,04 0,89-1,26 1,07 0,10
Okt'06 0,75-0,95 0,86 0,06 0,73-1,09 0,91 0,11
Nop'06 0,79-1,09 0,98 0,08 0,80-1,20 0,98 0,13
Des'06 1.13-1,22 1,18 0,06 1,02-1,34 1,15 0,11
Keterangan: Sb = Simpangan baku
Gambar 6. Grafik fluktuasi nilai faktor kondisi relatif (Kn) bulanan ikan selais
Ikan selais yang ditemukan pada penelitian ini memiliki faktor kondisi
yang variatif dan fluktuatif. Nilai faktor kondisi yang cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya TKG ikan jantan dapat dipahami karena dengan
meningkatnya TKG selalu dibarengi dengan meningkatnya bobot gonad dan pada
akhirnya meningkatkan bobot tubuh ikan secara keseluruhan. Fenomena ini
merupakan hal yang lazim ditemukan pada beberapa jenis ikan seperti ikan
Barbus sclateri (Enchina & Granado-Lorencio, 1997), Heterobranchus longifilis
(Anibeze, 2000), M. nemurus (Sukendi, 2001), Sciadeichthys luniscutis, Genidens
genidens, dan Cathorops spixii (Gomes & Araújo, 2004).
Pada ikan selais betina justru sebaliknya, nilai faktor kondisi ketika
matang gonad (TKG IV) lebih rendah daripada TKG III. Kondisi ini dapat
dipahami karena proses vitelogenesis (pembentukan kuning telur) dengan bantuan
hormon 17 ß-estradiol telah berhenti dan dilanjutkan oleh proses pematangan
telur. Pada proses pematangan telur terjadi penyusutan volume telur. Volume
(bobot) telur yang berkurang berdampak terhadap penurunan faktor kondisi ikan.
Hal serupa pernah ditemukan pada ikan Siganus rivulatus (Yeldan & Avsar,
2000); S. schall dan S. nigrita (Lalèyè, 2006), dimana faktor kondisi ikan justru
menurun pada saat tingkat kematangan gonad m