• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa langsung di ingat oleh penonton. Bangka Belitong atau Bangka Belitung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. bisa langsung di ingat oleh penonton. Bangka Belitong atau Bangka Belitung"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Setting dari sebuah film merupakan suatu inspirasi mengenai realitas yang bisa langsung di ingat oleh penonton. Bangka Belitong atau Bangka Belitung sebutan yang sudah diIndonesiakannya, merupakan provinsi yang dijadikan sebagai lokasi film Sang Pemimpi selama kurang lebih durasi dua jam. Di cerita tersebut Bangka Belitung perekonomiannya bergerak sangat lambat, kehidupan masyarakatnya serba kekurangan, di dominasi oleh kaum yang berkuasa sehingga terlihat ada kesenjangan sosial, dan lembaga pendidikan di sana masih sangat sedikit jumlahnya.

Pada Tahun 2008 film Laskar Pelangi mendapat antusiasme dari masyarakat, sang sutradara Riri Riza dan sang produser Mira Lesmana mengemas secara apik dengan penuh haru perjuangan anak-anak yang berada di daerah Belitung untuk tetap mendapatkan pendidikan. Film Laskar Pelangi tersebut penuh dengan nuansa lokal pulau Belitung, dari penggunaan dialek Belitung sampai aktor-aktor yang bermain juga anak-anak asli Belitung.

Film Laskar Pelangi banyak meraih penghargaan, diantaranya penghargaan The Golden Butterfly Award untuk kategori film terbaik di Internasional Festival of Films for Children and Young Adults di Hamedan, Iran. Nominasi kategori film terbaik di Berlin Internasional Film Festival 2009. Kemudian, di Asian Film 2009 di Hongkong, editor film ini W. Ichwandiardono,

1 .

(2)

menjadi nominator untuk kategori editor terbaik. Dalam Indonesian Movie Award 2009 soundtrack Laskar Pelangi yang dibawakan Nidji, dinyatakan sebagai soundtrack film terbaik. Dan akhirnya film Laskar Pelangi menjadi film terbaik di Indonesian Movie Award 2009.1

Setahun kemudian setelah rilisnya Film Laskar Pelangi tepatnya pada 17 Desember 2009 lalu, film yang bersetting di Bangka Belitung itu kembali muncul di bioskop Indonesia melalui sekuel keduanya Sang Pemimpi yang juga diadaptasikan dari novel karangan Andrea Hirata, masih disutradarai Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana. Dalam film Sang Pemimpi, menceritakan tentang kehidupan masa-masa SMA Ikal, Arai, dan Jimbron yang bersekolah di SMA Negeri Manggar dan bekerja serabutan sepulang sekolah mencari tambahan uang untuk ditabung.

Perjuangan Ikal dan saudara sepupunya, Arai, serta sahabatnya, Jimbron, pada usia remaja tak hanya tentang perjuangan untuk mendapat pendidikan, tetapi juga mencari identitas diri dan seksualitas pada usia 17 tahun. Ikal masih merindukan cinta pertamanya yang telah pergi dari Belitung. Arai, seorang playboy bergaya Melayu jatuh cinta kepada Zakiah Nurmala. Sementara itu, Jimbron berangan-angan untuk menyelamatkan Laksmi, seorang gadis muda yang bekerja di sebuah pabrik cincau. Bersama-sama, ketiganya berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, dan meraih mimpi untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik sampai ke Eropa.2

1

http://penghargaan-film-laskar-pelangi.html Diakses pada tanggal 31 Maret 2010

2 Andrea Hirata.

(3)

Dalam film ini tak hanya bercerita tentang persahabatan, pembentukan karakter, perjuangan untuk mencapai cita-cita dan hubungan penuh cinta serta dukungan dari seorang Ayah terhadap masa depan anak-anaknya. Film ini juga mengangkat sebuah realitas sosial, di mana sangat jelas sekali adanya kesenjangan sosial dengan kaum penguasa, PN Timah mendominasi perekonomian di Belitung. Sekolah sebagai tempat mengenyam pendidikan pun sangat miris sekali, gedung sudah usang, fasilitas kurang memadai, sekolah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah seperti tak berdaya. Namun, dengan keterbatasan itu semua Ikal, Arai, dan Jimbron yang memiliki semangat luar biasa untuk meraih mimpi dengan kegigihan yang tak kenal putus asa.

Sang sutradara Riri Riza juga mengatakan “Bila dilihat sekilas, Sang Pemimpi tampak seolah sebuah film tentang remaja yang sedang bergejolak mencari jati diri, dibumbui dengan percikan kisah cinta. Tapi bagi saya, film ini juga bercerita tentang ketidak-setaraan sosial, yang banyak terjadi di Negara kita, dari sabang sampai Merauke.”3

Film Sang Pemimpi yang mencapai angka 2,5 juta penonton di seluruh Indonesia ini mendapat banyak penghargaan, diantaranya penghargaan sebagai Film Terbaik Kategori Remaja dalam Festival Film Anak dan Remaja Internasional (Festival Internacional de Cine para la Infancia y la Juventud / FICI) yang diadakan di Madrid pada 15-20 November 2010. The Award for Best Film awarded by the jury Youth / Best Film by the Spanish Youth Jury.

3 Dalam Supplementary

(4)

Penghargaan ajang Castellinaria International Film Festival yang digelar di Bellinzona, Swiss pada 13-20 November 2010.4

Meraih Juara ketiga Udine Far East International Film Festival di Italia. Penghargaan Network for the Promotion of Asia Cinema (NETPAC) Critic Award pada Singapore International Film Festival.5 Hadir pada festival film, seperti di Hongkong dan Jakarta International Film Festival (JIFFest) 2009 tanggal 4-12 Desember 2009. Bahkan terpilih sebagai film pembuka di Zimbabwe International Film Festival (ZIFF) ke-13, yang berlangsung pada 27 Agustus di Arts Theather, Avondale. Film pembuka pada Festival Film Internasional Anak dan Remaja yang ke-50 di Kota Zlin, Ceko, yang mendapat sambutan para siswa dari berbagai sekolah yang memenuhi Bioskop Golden Apple.6

Film Sang Pemimpi yang merupakan sekuel film Laskar Pelangi ini layak diperhitungkan, tak hanya saja menghibur, tetapi juga memberi inspirasi bagi penonton. Film ini membuat kita yakin akan mimpi kita yang akan terwujud sesuai dengan kerja keras kita bagaimana untuk meraih mimpi itu. Tak menyalahkan keadaan dan tak menghiraukan betapa banyak rintangan yang harus dihadapi, semakin kuat akan mimpi itu semakin besar pula peluangnya akan terwujud.

Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Oey Hong Lee menyebutkan “film sebagai alat komunikasi massa mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke 19,

4

http://milesfilms.net/ Di akses pada tanggal 31 Februari 201. 5

www.entertainmentkompas.com “Penghargaan Film Sang Pemimpi” Di akses 31 Februari 2011.

6

(5)

dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti film dengan mudah menjadi alat komunikasi karena tidak mengandung unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya”.7

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial meyakinkan para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Dalam banyak penelitian film dipahami secara linier, artinya film mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kemudian memproyeksikannya ke atas layar.8

Berdasarkan fenomena yang ada kebodohan itu dekat dengan kemiskinan. Namun dengan memiliki mimpi yang besar, mereka terus ingin mendapatkan pendidikan sebagai proses pembelajaran agar hidup tidak terus terpuruk. Sang sutradara Riri Riza mencoba memotret peristiwa sehari-hari yang dilihat dengan perspektif berbeda dan direalisasikan melalui film dengan unsur moralitas tanpa harus kehilangan fungsinya sebagai hiburan. Dalam film itu pada akhirnya menunjukkan bahwa setiap orang bisa sukses mengenyam pendidikan yang tinggi

7 Alex Sobur.

Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2009 hal 126.

(6)

dan bersaing menjadi sumber daya yang patut diperhitungkan, meskipun dengan latar ekonomi yang sangat terbatas.

Pendidikan di Indonesia masih milik kaum yang berada, kaum yang miskin dan biasanya ada di daerah seolah tidak berhak mengenyam pendidikan. Padahal menurut film ini, pendidikan adalah salah satu cara untuk merubah hidup manusia. Sesungguhnya dari film ini bisa lihat cermin pendidikan di Indonesia, rakyatnya masih ada yang terabaikan, pemerintah seolah tidak peduli dan sibuk dengan urusannya sendiri sehingga pendidikan yang selayaknya tidak bisa dirasakan oleh rakyatnya.

Menurut Sunarya (1969), pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.9 Dengan suatu sistem pendidikan bisa menghasilkan sumber daya manusia yang berkompetensi.

Pendidikan yang ada di Indonesia memang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia juga berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pada Undang-undang dasar 1945 pasal 31 berbunyi :

Ayat 1 : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.” Ayat 2 : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan undang-undang.”

Berdasarkan hasil penelitian Iin Kurniati pada film yang bersetting di Bangka Belitung juga yaitu mengenai “Representasi Budaya Pendidikan Kecerdasan Dalam Film Laskar Pelangi” memiliki sejumlah aspek yang terkait

9

(7)

dengan studi budaya diantaranya mengenai marginalisasi masyarakat, hegemoni kekuasaan, konsep identitas, konsep gender, serta modernisasi. Sejumlah aspek tersebut merepresentasikan bahwa pendidikan dianggap suatu hal yang sulit untuk diperoleh semua kalangan. Selain itu, direpresentasikan pula bahwa pendidikan masih lemah karena ditemukan ketimpangan sosial di lingkungan masyarakat, keengganan untuk mengakui kelemahan dan kekurangannya masing-masing serta masih mementingkan gengsi daripada kemampuan.

Berbeda dengan film sebelumnya yaitu Laskar Pelangi yang menampilkan pendidikan di bangku sekolah dasar, di sini film Sang Pemimpi mengangkat anak remaja, dimana ketiga tokoh utama pada masa SMA masih mencari jati diri, jadi mereka sesekali melakukan kebebasan dengan kenakalan remaja, iseng, bertingkah kurang sopan kerapkali terjadi di film ini, seperti membuat gaduh di saat upacara bendera membuat para guru menjadi geram.

Dalam film Sang Pemimpi kita semua dibuat “melek” bagaimana realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kita akan terperangah bagaimana perjuangan dalam kehidupan itu harus terus diraih sampai menempuh keberhasilan, dan pendidikan bisa diraih oleh siapapun yang ingin mencapainya. Bahkan dengan kondisi yang serba kekurangan dan perekonomian yang amat lemah sekalipun. Namun sesungguhnya tak mengenal latar belakang ekonomi, rakyat Indonesia layak mendapat pendidikan yang di sosialisasikan pemerintah. Kenyataannya yang terjadi sebagai suatu realitas sosial dan budaya, pendidikan masih belum bisa dirasakan oleh sebagian orang yang tinggal di daerah.

(8)

Hal yang paling membedakan dengan jenis komunikasi lain adalah komunikasi massa memerlukan teknologi yang berperan penting, dalam kenyataannya ada berbagai industri seperti pertelevisian, surat kabar, penyiaran radio, juga film yang kesemuanya melibatkan banyak sekali individu dan lembaga untuk mewujudkan sebuah pesan. Selain sebagai produk komunikasi massa yang bersifat kultural, karakterisasi masalah film sebagai usaha bisnis baru dalam pasar yang kian berkembang belumlah mencakup segenap permasalahan film.10

Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat penanda, film merupakan cermin kehidupan, jelas bahwa topik dari film menjadi sangat pokok dalam semiotika media karena di dalam genre film terdapat sistem signifikasi yang ditanggapi orang-orang masa kini dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan, pada tingkat interpretant.11

Dan saat ini komunikasi tidak lagi tampil dengan cara tradisional pada sebuah karya film dari komunikator ke komunikan, akan tetapi telah masuk ke ranah teknologi yang bersentuhan langsung dengan teknik penyutradaraan, editing, dubbing, sampai promosi. Terpaan pesan yang diterima oleh komunikan tak lagi datang dari satu sumber, tapi melainkan hasil kolaborasi dari sumber-sumber peran yang berlainan.

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest, film dibangun dengan tanda

10

Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedua, hal 13. 11

(9)

semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu, pada film digunakan tanda-tanda ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Memang ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.12 Yang paling terpenting dalam film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dalam film.

Sineas muda menciptakan sebuah karya berada pada suatu konteks kultural, kemudian karena kekuatan teknis di dalamnya, produk film tersebut memiliki daya jual. Sifat film sebagai produk kultural ini dapat ditangkap dari wacana yang mengantarkan suatu makna yang tidak dapat dikamuflase, yang datang dari tema dan kekuatan sinematografis yang berwujud sebagai hasil dari kerja secara kolektif. Tanpa disadari sineas muda tersebut memberikan perspektif berbeda bagi setiap individu yang menontonnya. Sehingga menimbulkan adanya reaksi tertentu setelah mereka menerima pesan yang disampaikan oleh rangkaian cerita dalam hasil karya film.

Hal itu pula yang tertera pada konteks film Sang Pemimpi. Skenario, setting, dan rangkaian cerita, penokohan serta adegan yang ada mencoba menganalisa realitas dengan melihat kondisi pendidikan secara langsung maupun tidak langsung memberikan perspektif dan cara pandang penonton menyikapi

(10)

fenomena kehidupan. Dimana fenomena tersebut atau realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.13

Menurut Derrida gagasan konstruksi sosial selalu dikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang melakukan interpretasi terhadap teks, wacana dan pengetahuan masyarakat. Gagasan tersebut melahirkan tesis-tesis yang berkaitan antara kepentingan (interest) dan metode penafsiran (interpretation) atas realitas sosial. Gagasan Derrida itu sejalan dengan gagasan Habermas yang menyatakan terdapat hubungan strategis antara pengetahuan manusia baik empiris, historis hermeneutik, maupun kritis dengan kepentingan.14 Realitas yang ada dikonstruksikan melalui pandangan kritis tentang pendidikan dalam film Sang Pemimpi. Habermas mengajarkan bahwa masyarakat harus dipahami sebagai suatu campuran dari tiga kepentingan utama kerja, interaksi, dan kekuasaan.15

Lembaga pendidikan sebagai sebuah ruang di mana bahasa, simbol dan ilmu pengetahuan diproduksi dan disebarluaskan dan seharusnya tidak dilihat sebagai sebuah alat kekuasaan dominan yang pasif. Sebaliknya, lembaga pendidikan membentuk sebuah ruang tempat berlangsungnya sebuah perang simbol dalam rangka memperebutkan penerimaan publik atas gagasan-gagasan ideologis yang diperjuangkan, misalnya gagasan mengenai netralitas pendidikan atau pendidikan yang bebas nilai (komersial).16

13

Burhan Bugin. Metode Penelitian Kualitatif, Raja GrafindomPersada, Jakarta, 2001, hal 7. 14

Bungin, Ibid, hal 6. 15

S. Djuarsa Sendjaja. Teori Komunikasi, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2002, hal 9.33 16

Yasraf Amir Piliang. Dunia Yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Jalasutra. 2006, hal 357.

(11)

Kekuatan simbol dan kekuatan ide mempunyai peranan penting bagi institusi pendidikan, dalam upaya merebut penerimaan publik. Lembaga pendidikan harus menciptakan secara terus-menerus citra (image), makna (meaning) dan nilai-nilai (value), sebagai cara untuk merebut dominasi kultural dan intelektual, di dalam sebuah perjuangan politik simbol. Akan tetapi, ironisnya, lembaga pendidikan sebagai penghasil konsep, ide, gagasan, citra, dan makna jatuh sebagai alat hegemoni semata, ketika gagasan dan citra yang dihasilkannya merupakan legitimasi dari sistem kekuasan yang mengendalikannya, seperti sistem kekuasaan (ekonomi) kapitalisme.17

Simbol adalah tanda yang mewakili sesuatu yang proses pembentukan simbol itu tidak mengikuti aturan tertentu. Secara umum, seperti gerak tangan tertentu, kata-kata adalah simbolik. Akan tetapi, penanda apapun, objek, suara, gambar, warna, nada musik dan sebagainya memiliki makna simbolik.18

Dalam film Sang Pemimpi terdapat kritik terhadap pendidikan, yang menyinggung pemerintah dalam suatu sistem pendidikan masih belum ada kesetaraan sosial, hal ini dirasakan oleh daerah Belitung. Dimana pendidikan masih milik kaum yang berpunya, sehingga kesenjangan sangat jelas sekali dirasakan oleh masyarakat Belitung tersebut. Melalui film ini, akan meneliti dan menguak sebuah realitas sosial kritik pendidikan sebagai suatu simbolisasi.

Dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotik, karena semiotika sebagai pendekatan untuk menganalisis teks media dengan asumsi bahwa media

17

Piliang, ibid, hal 357 18

(12)

itu sendiri dikomunikasikan melalui perangkat tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda tersebut tidak pernah membawa makna tunggal. Kenyataannya, teks media selalu memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.19

Ketimpangan terhadap pendidikan yang digambarkan bisa menjadi suatu simbol yang akan menjelaskan bagaimana media mengkonstruksikan suatu realitas melalui film ini. Kritik pendidikan yang ada bisa menjadi simbolisasi yang memiliki makna. Dengan alur cerita yang menarik dan setting pada tahun 80-an dalam film ini, pemerintah sedikit di singgung mengenai pendidikan yang ada di Indonesia tepatnya di daerah Belitung. Daerah yang kekayaan alamnya melimpah namun tak bisa dirasakan sendiri hasilnya oleh rakyat. Dan sampai saat ini pun bahkan untuk mendapat pengajaran pun sulit, itukah cerminan pendidikan yang belum merata di segala pelosok daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana kritik pendidikan dikemas dalam simbolisasi film Sang Pemimpi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji makna tentang kritik pendidikan dalam simbolisasi film Sang Pemimpi dengan menggunakan analisis semiotik.

19

(13)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis yaitu sumbangan dan literatur bagi perkembangan Ilmu Komunikasi mengenai analisis semiotik. Serta diharapkan dapat memberikan perspektif baru ketika menelaah produk komunikasi seperti film secara menyeluruh.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pekerja di bidang perfilman, agar bisa menciptakan ide-ide yang orisinil tak hanya membahas percintaan dan horor saja. Tetapi juga bisa memberikan perspektif baru kepada masyarakat secara kritis.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian analisis semiotik terhadap film Sang Pemimpi dalam menyajikan film yang berdampak kepada masyarakat luas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran IPA tentang perubahan wujud benda, yang berlangsung selama dua siklus

Arieska dan Gunawan (2011) berdasarkan penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pada pengujian secara serentak (Uji F), variabel aliran kas bebas, keputusan pendanaan,

Hal ini tidak lepas dari peran suporter dalam mendukung klub kesayangan mereka.Namun pada umumnya, suporter sepakbola di Indonesia terkenal dengan perilaku agresinya

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus wistar

Dengan kata lain, dalam pengkajian hukum, teori hukum kritis menekankan perlunya kajian hukum yang tidak terbatas pada penelaahan materi dari suatu aturan hukum atau

Karena modal sangat menunjang sekali dalam kelancaran kegiatan perusahaan, sebagai contoh bagian produksi membutuhkan bahan baku, maka mereka harus membeli dulu

molekul polar semakin kuat putaran molekul menyebabkan emulsi cepat pecah, tetapi semakin besar daya minyak yang dihasilkan menurun sebagai contoh pada daya 256

Maka dengan penjelasan diatas bahwa Direktori Mall Navinger memiliki tiga entitas/aktor utama yaitu Administrator Navinger, Administrator Membership dan Pengunjung visitor dimana