• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Menurut Muninjaya (2004), Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelengarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan bidang kesehatan.

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalarn suatu wilayah tertentu (Azwar, 2007).

(2)

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Tujuan dari Puskesmas adalah untuk Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang meliputi:

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat.

b. Mampu menjangkau pelayan kesehatan yang bermutu. c. Hidup dalam lingkungan yang sehat

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik dari individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, fungsi Puskesmas meliputi;

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain yang terkait.

(3)

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia Puskesmas. g. Melaksanakam pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan.

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

2.1.4 Upaya Penyelenggaraan Puskesmas

Upaya penyelengaraan Puskesmas menurut Permenkes No 75 Tahun 2014), adalah upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, khususnya wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas. Dalam mencapai visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yaitu terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

(4)

2.1.5 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip penyelenggaraan puskesmas menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 terdiri dari:

a. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya pencegahan dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, dan masyarakat.

b. Pertanggungjawaban Wilayah

Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas bertanggungjawab atas semua masalah yang terjadi untuk meningkatkan derajat kesehatan yang tinggal di wilayah kerjanya. Wilayah kerja meliputi satu kecamatan atau sebagia dari kecamatan.

c. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Pengertian mengikutsertakan potensi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan–kegiatan Puskesmas, adalah menggali berbagai potensi masyarakat sedemikian rupa, sehingga masyarakat dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan sendiri dapat menyelesaikan berbagai masalah kesehatan yang dihadapinya.

d. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.

(5)

e. Teknologi Tepat Guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

f. Keterpaduan dan Kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan pelayanan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

2.2 Mutu Pelayanan

2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan

Menurut Pohan (2007) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian atau rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna. Mutu diartikan sebagai bagaimana membuat konsumen agar mau datang kembali, mau membeli kembali, atau mau menggunakan kembali jasa tersebut. Setiap upaya peningkatan mutu layanan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak pernah berhenti, hal ini berarti bahwa harus selalu berupaya memenuhi kebutuhan dan harapan pasien atau masyarakat secara terus-menerus.

Mutu pelayanan (Azwar, 2007) adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standard kode etik profesi. Setiap orang atau masyarakat pasti mempunyai karakteristik barang atau benda yang akan dijadikan sebagai ciri-ciri benda atau barang yang dianggapnya dapat memuaskan kebutuhan mereka dalam memiliki, mengkonsumsi, dan

(6)

menggunakan barang atau jasa tersebut. Karakteristik atau ciri-ciri jarang sekali sama bagi setiap orang, pasti selalu ada perbedaan. Karakteristik atau ciri-ciri dari barang, benda, atau jasa yang akan digunakan oleh orang jarang sekali hanya satu, biasanya terdiri dari beberapa ciri sehingga tidak salah jika disebutkan bahwa mutu umumnya adalah bersifat multidimensi.

2.2.2 Presektif Mutu Layanan Kesehatan

Menurut Pohan (2007) setiap individu akan menilai mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar atau karakteristik atau kriteria yang berbeda-beda. Perspektif mutu pelayanan kesehatan (Pohan, 2007), yaitu sebagai berikut: a. Perspektif Pasien/Masyarakat

Pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara sopan dan santun, tepat waktu, tanggap, dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Masyarakat tidak akan mampu menilai dimensi kompetensi teknisnya dan tidak mengetahui layanan kesehatan apa yang dibutuhkan, maka perlu dibangun suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien/ masyarakat (Pohan, 2007).

b. Perspektif Pemberi Pelayanan Kesehatan

Pemberi pelayanan kesehatan (provider) mengaitkan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan

(7)

mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil pelayanan kesehatan itu (Pohan, 2007).

c. Perspektif Penyandang Dana

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat sembuh dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya pelayanan kesehatan dapat menjadi efisien (Kirom, 2012).

d.Perspektif Pemilik Sarana Pelayanan Kesehatan

Layanan kesehatan yang bermutu merupakan pelayanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif pelayanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/ masyarakat, pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien atau masyarakat (Kirom, 2012).

e. Perspektif Administrator Pelayanan Kesehatan

Walaupun tidak langsung memberikan layanan kesehatan, ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu pelayanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, manajemen keuangan, dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan kadang-kadang administrator pelayanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam pelayanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu pelayanan kesehatan tertentu, akan membantu administrator pelayanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadikan kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi pelayanan kesehata (Pohan,2007).

(8)

2.2.3 Standar Layanan Kesehatan

Standar layanan kesehatan (WHO, 2010) merupakan bagian dari layanan kesehatan itu sendiri dan memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah mutu layanan kesehatan. Secara luas standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu menyangkut masukan, proses, dan keluaran sistem layanan kesehatan. Manfaat standar layanan kesehatan ialah agar variasi atau tekhnik yang dilakukan selalu dalam batas-batas kendali dalam masukan, proses, dan keluaran sistem layanan kesehatan.

Standar layanan kesehatan secara berkala memerlukan modifikasi, peningkatan, atau penyempurnaan agar harapan organisasi layanan kesehatan terhadap tingkat mutu layanan kesehatan itu dapat tercapai secara taat-asas. Standard layanan kesehatan secara periodik harus dinilai keabsahannya, reabilitasnya, kejelasan dan penerapannya. Semua kegiatan ini dapat dianggap sebagai bagian dari siklus jaminan mutu layanan kesehatan.

Menurut Donabedian dalam Azwar (2007) mengusulkan tiga kategori dalam penggolongan standard mutu layanan kesehatan diantaranya yaitu:

a. Standard Struktur

Standard struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem kadang-kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk didalamnya adalah hubungan organusasi, misi organisasi, kewenangan, komite, personil, peralatan, gedung, rekam medik, keungan, perbekalan obat, dan fasilitas (Azwar, 2007).

(9)

b. Standard Proses

Standard proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Stadard proses menjelaskan tentang bagaimana melakukan sistem pelayanan dan sistem bekerja.

c. Standard Keluaran

Standard keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standard keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasilatau gagal. Keluaran atau outcome adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil diukur.dari layanan kesehatanyang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut (Azwar, 2007).

2.2.4 Pengukuran Mutu Pelayanan

Menurut Purwoastuti (2015) Mutu layanan kesehatan itu akan diukur berdasarkan perbandingannya terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum pengukuran mutu dilakukan. Pemberi pelayanan kesehatan dapat membentuk pelayanan kesehatan bermutu berupa dimensi- dimensi yang dijadikan sebagai ukuran mutu pelayanan kesehatan.

Menurut Zeithaml, dkk dalam Supranto (2011), dimensi-dimensi pengukuran mutu pelayanan kesehatan tentang Teori Dabholkar, yaitu sebagai berikut:

a. Bukti Fisik (tangibles)

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi. Bukti fisik merupakan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya

(10)

kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, mulai dari penampilan instansi sampai kepada penampilan tenaga kesehatan, serta kenyamanan pengguna pelayanan tersebut di dalam gedung atau instansi tersebut.

b. Kehandalan (reability)

Kehandaan adalah kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Dalam unsur ini, pemberi jasa dituntut untuk menyediakan jasa yang handal. Jasa yang diberikan jangan sampai mengalami kegagalan, dengan kata lain jasa tersebut selalu baik. Para anggota perusahaan juga harus jujur dalam menyelesaikan masalah sehingga pelanggan tidak merasa ditipu, keterampilan dalam melakukan pelayanan, serta kecepatan dan ketepatan dalam tenaga kesehatan sesuai dengan prosedur pelayanan yang terkait.

c. Daya Tanggap (responsiveness)

Daya tanggap adalah kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan atau pasien dengan baik. Unsur yang penting dalam dimensi daya tanggap ini adalah tenaga kesehatan selalu siap membantu pelanggan. Apapun posisi seseorang dalam perusahaan hendaknya selalu memperhatikan pelanggan yang menghubungi perusahaan, cepat menjawab ketika pasien meminta bantuan, segera menolong sesuai dengan kebutuhan pelanggan, melakukan pelayanan sesuai profesi untuk memberikan rasa aman dalam perawatan dan kelengkapan obat.

(11)

d. Jaminan (assurance)

Jaminan adalah pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. Indikator dalam jaminan yakni keterampilan dan kepercayaan diri petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan, memberikan petunjuk sesuai procedure kepada pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan , serta melakukan pelayanan sesuai dengan data dan standar yang ada.

e. Empati (empathy)

Empati adalah rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelangan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk dihubungi. Dalam hal ini setiap anggota perusahaan hendaknya dapat mengelola waktu agar mudah dihubungi, baik melalui telepon atau bertemu langsung. Anggota perusahaan juga harus memahami pelanggan, artinya pelanggan terkadang seperti anak kecil yang menginginkan segala sesuatu atau pelanggan terkadang seperti orang tua yang cerewet, sikap yang ramah, kesabaran, serta motivasi tenaga kesehatan kepada pelanggan atau pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Supranto, 2011).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan 2.3.1 Pengertian BPJS

BPJS Kesehatan menurut UU No. 24 Tahun 2011 adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

(12)

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

BPJS Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan kesehatan adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Peraturan Presiden RI, 2013). Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok (Peraturan BPJS, 2014) diantaranya:

a. PBI adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.

b. Bukan PBI jaminan kesehatan (Peraturan BPJS, 2014) adalah peserta jaminan kesehatan yang membayarkan iuran sesuai dengan pilihan kelas individu, iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta untik jaminan kesehatan. Diantaranya yaitu pekerja penerima upah dan

(13)

anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan keluarganya, bukan pekerja, dan anggota keluarganya.

2.3.2 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 hak BPJS adalah sebagai berikut:

a. mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

b. memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

d. menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan.

Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan, (Undang-Undang No. 24 Tahun 2011):

a. mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. c. menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang.

(14)

2.3.3 Manfaat Program BPJS Kesehatan

Manfaat dari program BPJS Kesehatan, (Undang- undang No. 24 Tahun 2011):

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

a. Mendapat pemeriksaan kesehatan; pengobatan dan melakukan konsultasi medis.

b. Mendapat tindakan medis yang tidak masuk dalam bidang kompetensi dokter spesialis.

c. Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis.

d. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. e. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. 2. Adapun manfaat layanan kesehatan ditingkat kedua yang didapat di rumah sakit

setelah dirujuk dari puskesmas adalah sebagai berikut:

a. Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis dengan dokter spesialis.

b. Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi medis. c. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.

d. Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang intensif.

(15)

2.3.4 Pelayanan Kesehatan yang Dijamin dan Tidak Dijamin BPJS

Pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan (Peraturan BPJS, 2014) yaitu

1. Pelayanan Kesehatan Tingat Pertama

Pelayan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non-spesialistik yang mencakup:

a. administrasi pelayanan;

b. pelayanan promotif dan preventif;

c. pemeriksaan, pengobatan,dan konsultasi medi;

d. tindakan medis nin spesialistik, baik opeatif maupun non operatif; e. pelayanan obat dan bahan medi habis pakai;

f. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

g. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; h. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan Rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayann kesehatan rawat jalan dan awat inap yang mencakup:

a. administrasi pelayanan ;

b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi, spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis;

c. tindakan medik spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;

d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

(16)

f. rehabilitasi medis;

g. pelayanan kedokteran forensik klinik;

h. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah rawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti dan mobil jenazah;

i. perawatan inap non intensif; j. perawatan inap di ruang intensif;

k. persalinan: persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat hidup/meninggalnya anak;

l. ambulan: ambulan hanya diberikan ntuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin BPJS Kesehatan (Peraturan BPJS, 2014):

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatn yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja;

(17)

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sa,pai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

7. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negri; 8. Pelayanan untuk meratakan gigi;

9. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantugan obat, dan/ alkohol;

10. Ganguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yangmembahayakan diri sendiri;

11. Pengobatan dengan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan; 12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

13. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

14. Pelayanan kesehatan akibat bencana masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/ wabah;

15. Biaya pelayanan lainnya yang tida ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan;

16. Klaim perorangan.

2.3.5 Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan

Sistem rujukan pelayanan kesehatan (Peraturan BPJS, 2014) adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun

(18)

horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Tata cara sistem rujukan berjenjang peserta BPJS kesehatan dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatn tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI. 2012). sebagai berikut:

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis yaitu: dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan primer.

b. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tersier.

c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: terjadi keadaan gawat darurat, kondisi kegawat daruratan mengikuti ketentuan yang berlaku bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan

(19)

atau pemerintah daerah khususnya permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

d. Pelayanan oleh bidan dan perawat, dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

e. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut.

2.4 Kepuasan Pasien

2.4.1 Pengertian Kepuasan Pasien

Pasien adalah konsumen akhir dari layanan kesehatan dan layanan kesehatan bermutu yang diberikan kepada pasien merupakan hasil kerja sama semua petugas kesehatan terkait yang terdapat dalam organisasi layanan kesehatan. Pasien akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama dengan harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2007).

(20)

Menurut Kotler (2005), kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan jasa merespon kebutuhan pasien. Ini biasanya sama dengan kepuasan jasa. Kepuasan jasa adalah suatu rangsangan terhadap daya pelayanan jasa, dampak utama dari kepuasan jasa adalah pada instansi dan selanjutnya pada pendapatan dari pelayanan (Pohan, 2007).

Menurut Aritonang (2005), kepuasan merupakan tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan harapan- harapan. Menurut Mudie dan Cottom dalam Tjiptono (2006) konsumen mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan umum. Jika kinerja dibawah harapan maka konsumen merasa tidak puas, sedangkan kinerja sesuai dengan harapan maka konsumen akan merasa puas senang dan bahagia. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu.

Menurut Oliver dalam Nursalam (2011) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil sebuah produk dan harapan-harapannya, memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal

(21)

penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Tjiptono, 2006).

2.4.2 Indikator Kepuasan Pasien

Menurut Lupiyoadi (2004), faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan atau instansi adalah sebagai berikut:

1. Kualitas Produk atau Jasa

Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas, serja jasa yang mereka peroleh meyakinkan dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

(22)

Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk meningkatkan kualitas jasa kesehatan, kualitas pelayanan dan kepuasan pasien menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya kualitas pelayanan yang baik tidak cukup hanya dicapai, tetapi juga dipelihara dan dipertahankan mengingat adanya pergeseran kebutuhan, harapan, dan keinginan pelanggan dan berbagai pihak yang berkepentingan (Simamora, 2003).

3. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan jasa tersebut sehingga cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap jasa atau produk tertentu ( Simamora, 2003).

4. Biaya

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa jika memiliki kepuasan terhadap penggunaan pelayanan jasa atau produk tersebut.

(23)

2.4.3 Karakteristik Kepuasan Pasien

Menurut Pohan (2007), ciri- ciri yang terdapat dalam kepuasan pasien adalah sebagai berikut:

1. Loyal terhadap Jasa

Pasien atau konsumen yang puas terhadap layanan kesehatan tersebut maka cendrung untuk menggunakan pemanfaatan pelayanan kembali secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Komunkasi

Terdapatnya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif yakni dari mulut ke mulut (word of mounth comunication) yang berisi tentang rekomendasi dan mengatakan hal-hal yang baik kepada calon konsumen baru yang belum pernah menggunakan layanan jasa atau produk tersebut.

3. Instansi Menjadi Pertimbangan

Instansi atau perusahan menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan jasa atau pelayanan ketika konsumen atau pasien ingin menggunakan atau memanfaatkan pelayanan jasa yang lain, maka instansi atau perusahaan yang telah memberika kepuasan pasien bagi konsumen atau pengguna layanan akan tetap menjadi pertimbangan yang utama.

(24)

2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

1. Pemberi Jasa (provider)

Menurut Zeithaml and Berry dalam Supranto (2011), Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien yaitu :

a. Terwujud Bukti Fisik (tangibles)

Dimensi ini mencakup kondisi fasilitas fisik peralatan serta penampilan petugas karena jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan melakukan evaluasi. Indilator yang digunakan adalah kondisi gedung puskesmas, peralatan pendukung untuk pemeriksaan pasien, ruang tunggu yang disediakan puskesmas, penampilan, dan kondisi ruangan puskesmas, kerapian tenanga kesehatan medis dan non medis, serta kebersihan lingkungan puskesmas. Sarana fisik merupakan bukti secara konkret yang dapat langsung dilihat yang meliputi gedung, fasilitas atau perlengkapan, seragam pegawai, dan sarana komunikasi. Jasa tidak dapat diamati secara langsung maka pelanggan seringkali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dan melakukan evaluasi.

b. Kehandalan (Reliability)

Kemampuan Puskesmas dalam memberikan pelayanan yang akurat dan handal, dapat dipercaya, bertanggung jawab terhadap apa yang dijanjikan. Secara umum dimensi ini merefleksikan konsistensi dan kehandalan dari kinerja petugas seperti prosedur penerimaan pasien yang tidak berbelit-belit, tenaga kesehatan datang tepat waktu dan bertindak cepat, hati-hati dan tepat waktu dan menerangkan setiap tindakan pelayanan yang akan dilakukan kepada pasien.

(25)

Puskesmas, melayani pasien dengan baik dan ramah saat melakukan pengobatan dan perawatan, dan memberikan pelayanan sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan jadwal. Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat, dapat dipercaya, handal, dapat dipercaya, dan memuaskan, serta berdaya guna terhadap konsumen atau pasien yang menggunakan jasa pelayanan (Supranto, 2011).

c. Ketanggapan (responsiveness)

Merefleksikan komitmen untuk memberikan pelayanan tepat pada waktunya, yang berkaitan dengan keinginan dan kesiapan petugas untuk melayani. Dalam hal ini ketanggapan dapat dilihat dari segi ketepatan dalam melayani pasien, tanggap dalam menghadapi keluhan pasien dan sikap provider ataupun perawat kepada pasien. Dapat diukur dengan kesiagapan Puskesmas dalam menangani keluhan dan tanggapan puskesmas terhadap saran dari pasien. d. Jaminan (assurance)

Hal ini mencakup pengetahuan serta kemampuan untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan seperti menimbulkan rasa aman kepada pasien ,biaya perawatan terjangkau, kelengkapan obat-obatan dan alat medis dan jaminan keamanan selama pelayanan dilakukan. Jaminan berupa segala aspek yang dapat digunakan dalam penyaluran pelayanan mencakup pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan, serta keramahan yang mengacu pada bagaimana pekerja berinteraksi dengan pelanggannya, dan keamanaan merefleksikan pelanggan bahwa ia bebas dari bahaya resiko dan keraguan.

(26)

e. Perhatian (empathy)

Hal ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Hal ini merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami perasaan pelanggan, sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya. Perhatian dapat ditunjukan melalui komunikasi yang baik dokter dan pasien dimana dokter memperhatikan dan merespon setiap keluhan dari pasien, keramahan yang sama kepada pasien tanpa memandang status, memberikan perhatian kepada setiap pasiennya. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan untuk menyelami perasaan pelanggan, sebagaimana jika pekerja tersebut mengalaminya sendiri. Kepedulian tersebut menciptakan kemudahan dalam membangun komunikasi baik antara pegawai dengan konsumen atau klien, perhatian pribadi, dan dapat memahami kebutuhan pelanggan (Supranto, 2011). 2. Faktor Karakteristik Pasien

Faktor penentu tingkat pasien atau konsumen oleh karakteristik dari pasien tersebut yang merupakan ciri-ciri seseorang atau kekhasan seseorang yang membedakan orang yang satu dengan orang yang lain.

Menurut Carr & Hill dalam Supranto (2011), derajat kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh:

a. Umur

Hubungan antara umur dengan kepuasan yaitu terdapat perbedaan antara umur yang muda dengan umur yang tua.

(27)

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. c. Pendidikan

Terdapat hubungan pendidikan dengan kepuasan pasien yang dinyatakan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan rendah, pada umumnyacukup puas dengan pelayanan kesehatan dasar, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikannya tinggi tidak puas dengan pelayanan dasar.

d. Pekerjaan

Konsumen yang bekerja cendrung memiliki harapan lebih tinggi, dan sebaliknya jika konsumen tidak bekerja maka harapannya juga lebih rendah.

2.4.5 Pengukuran Kepuasanpasien

Kepuasan pasien adalah indikator pertama dari standar suatu pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitasnya, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat (Aritonang, 2005).

Tingkat kepuasan pasien yang akurat sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.

Terdapat dua komponen yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien yaitu: 1. Komponen Harapan pasien

(28)

Menurut Pohan (2007), kepuasan pasien ini mutlak diperlukan melalui pengukuran, dapat diketahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Pasien akan selalu mencari pelayanan kesehatan di fasilitas yang kinerja pelayanan kesehatannya dapat memenuhi harapan atau tidak mengecewakan pasien.

Menurut Kirom (2012), aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Kesembuhan

b. Ketersediaan obat puskesmas

c. Keleluasan pribadi atau privasi sewaktu berada dalam kamar periksa d. Kebersihan puskesmas

e. Mendapatkan informasi yang menyeluruh, artinya mendapatkan informasi tentang nama penyakit, bagaimana merawatnya dirumah, dan informasi tanda-tanda bahaya untuk segera kembali membawanya berobat

f. Mendapatkan jawaban yang mudah dimengerti terhadap pertanyaan pasien g. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan h. Penggunaan bahasa daerah sesuai kebutuhan pasien dalam melayani

(29)

i. Waktu tunggu, yaitu waktu yang diperlukan sebelum kontak dengan petugas kesehatan

j. Tersedianya toilet, artinya apakah puskesmas terdapat toilet yang dapat digunakan pasien dan tersedianya air

k. Tersedianya bangku atau tempat duduk untuk pasien pada ruang tunggu

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diketahui bahwa mutu pelayanan kesehatan sebagai variabel independen yang terdiri dari: bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). serta kepuasan pasien sebagai variabel dependen, maka kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep [ sumber; Carr & Hill dalam Supranto (2011), Tjioptono (2006), dan Pohan (2007)].

Mutu Pelayanan : 1. Bukti Fisik 2. Kehandalan 3. Daya Tanggap 4. Jaminan 5. Empati Kepuasan Pasien BPJS Mandiri

(30)

2.6 Hipotesis Penelitian

Dari uraian dan pembahasan teori yang telah dikemukakan di atas, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Adanya pengaruh mutu pelayanan kesehatan diantaranya bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, empati, dan jaminan terhadap kepuasan pasien BPJS Mandiri di Puskesmas Simalingkar Kota Medan”. Artinya semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan maka semakin tinggi kepuasan pasien. Sebaliknya, semakin rendahnya mutu pelayanan kesehatan maka semakin rendah kepuasan pasien BPJS Mandiri.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep [ sumber; Carr & Hill dalam Supranto  (2011),  Tjioptono (2006), dan Pohan (2007)]

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pemain mengklik tombol keluar, maka akan muncul peringatan tentang konsekuensi keluar dari permainan dan terdapat konfirmasi apakah yakin bahwa pemain tersebut mau keluar

Dari hasil perencanaan dan analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan perbandingan efisiensi struktur atas untuk jembatan bentang 20 m, sistem struktur

[r]

menyiapkan bahan penyusunan dan perumusan program kerja dan rencana kegiatan pada lingkup bidang tugasnya sesuai dengan rencana strategis dan kebijakan yang telah

REKAP JUMLAH PASIEN >ANG DIRUJUK  KELUAR INSTALASI LABORATORIUM  RUMAH SAKIT UMUM

Bagi institusi kesehatan disarankan agar membuat pencatatan yang lebih lengkap untuk ibu dengan komplikasi hipertensi dalam kehamilan. Bagi pihak Puskesmas dapat

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Pada Gambar 5 terlihat bahwa aplikasi auksin yaitu 4000 ppm NAA tidak hanya menghasilkan persentase cangkok berakar yang lebih besar dibanding kontrol pada minggu