• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengering Hybrid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengering Hybrid"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KONVEYOR (PNEUMATIK) TIPE HYBRID

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata – 1 (S1)

Pada Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh :

RUBEN AUSTIN

3331 11 1022

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

CILEGON – BANTEN

2015

(2)
(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ruben Austin NPM : 3331111022

Judul : Rancang Bangun Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid

Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

MENYATAKAN

Bahwa skripsi ini hasil karya sendiri dan tidak ada duplikat dengan karya orang lain, kecuali untuk yang telah disebutkan sumbernya.

Cilegon, Juli 2015

RUBEN AUSTIN NPM. 3331111022

(4)

ABSTRAK

Pengeringan padi selama ini dilakukan secara manual dengan cara di jemur. Masalah utama yang dihadapi petani ialah ketika musim hujan tiba, sehingga pengeringan tidak lagi dapat dilakukan. Dampaknya petani merugi karena disebabkan oleh tumbuhnya jamur, warna kekuningan, mudah berkecambah, rendahnya kualitas, bahkan busuk. Sehingga petani terpaksa menjual gabah basah dengan harga murah.

Oleh karena itu, perlu adanya alat bantu seperti mesin pengering. Mesin pengering yang dirancang menggunakan 2 tenaga yaitu tenaga matahari dan atau biomassa. Adapun perancangan ini dibuat menggunakan metode Pahl & Beitz, meliputi 4 tahapan yaitu: perencanaan dan klarifikasi tugas, perancangan konsep desain, perancangan bentuk desain, dan rincian desain.

Dari hasil perancangan dan perhitungan diperoleh desain dan spesifiikasi mesin pengering serta tungku biomassa. Desain ruang pengering adalah continuous flow system dengan penggerak konveyor pneumatik berupa blower. Tipe hybrid ini adalah menggunakan 2 sumber energi pemanasan, yaitu; menggunakan sinar matahari dan atau biomassa. Mesin pengering ini berkapasitas 500 kg/ siklus dengan penggunaan energi sebesar 454 Watt jauh lebih ekonomis dibandingkan menggunakan heater. Desain tungku biomassa menggunakan jenis penukar kalor dengan susunan pipa jenis segaris dengan menggunakan pipa stainless steel sebanyak 64 buah dengan panjang 0,65m.

(5)

ABSTRACT

Drying rice has been done manually by means of the drying using sunlight. The main problem faced by farmers is when the rainy season arrives, so that drying so that drying can not be performed. Impact, farmers lose money because it is caused by the growth of fungi, yellowish color, easy germination, poor quality, even rotten. So that farmers are forced to sell the wet rice at a low price.

Therefore, the need for tools such as a dryer. The drying machine is designed using 2 power solar power and or biomass. The design was created using a method Pahl & Beitz, includes four stages: planning and clarification of the task, the design concept, embodiment design, and design details.

Design and calculation of results obtained spesifiikasi design and drying machine and biomass furnace. The design of the drying chamber is continuous flow system with pneumatic conveyor drive in the form of a blower. This hybrid type is using two sources of heating energy, namely; using sunlight and or biomass. This drying machine with a capacity of 500 kg / cycle with energy use by 454 Watt far more economical than using a heater. Biomass furnace designs using this type of heat exchanger with the order of the type of in - line pipe using stainless steel pipes as many as 64 pieces with a length of 0,65m.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan penyertaan-Nya maka tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Tugas akhir ini berisi mengenai hasil dari perancangan dimana dalam penyusunannya merupakan aplikasi dari beberapa matakuliah yang dipelajari di bangku kuliah. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Mesin FT. UNTIRTA.

Tersusunnya tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih disampaikan kepada:

 Orang tua dan adik – adik yang saya cintai, yang selalu memberikan cinta kasih dan mendoakan saya.

 Bapak Kurnia Nugraha, ST., MT. selaku Dekan FT.UNTIRTA

 Bapak Sunardi, ST., M.eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin FT. UNTIRTA

 Bapak Ipick Setiawan, ST., M.Eng. selaku Pembimbing Akademik.

 Bapak Dhimas Satria, ST., M.Eng. selaku Pembimbing I. Terima kasih atas pengarahan, ilmu, waktu, solusi, dan kesabaran Bapak.

 Bapak Haryadi, ST., MT. selaku Pembimbing II. Terima kasih atas pengarahan, ilmu, waktu, solusi, dan kesabaran Bapak.

 Bapak Moh. Fawaid, S.Pd.T., MT. serta seluruh Dosen dan Staf Teknik Mesin FT. UNTIRTA yang tidak dapat disebutkan namanya, terima kasih atas ilmu yang kalian berikan.

 Keluarga besar Bong Hien Tjiang atas segala bantuan berupa dukungan, doa, dan materi.

 Keluarga besar Tan Giok Tjoan atas segala bantuan berupa dukungan, doa, dan materi.

 Tim Pengering, Moch. Glenn Nierwan, Arifianto Wibowo, Kurnia Tri Wijaya, Muh. Ramdhan N atas kerja samanya dalam satu tim.

 Keluarga bahari, AAORBTR, keluarga tegal wangi, keluarga palem hills, serta cikiciw tala atas segala bantuan dan hiburannya. Thanks Bat!

 Teman - teman angkatan 2011 yang selalu memberikan motivasi, masukan dan semangat di setiap langkah yang diambil.

(7)

 Rekan Asisten Manufaktur, Tommy Yosua dan Yudi Septian.

 Teman – teman departemen pengembangan dan pendidikan HMM FT.UNTIRTA 2013 – 2014.

 Abang – abang senior yang tidak dapat disebutkan satu persatu. “Machine is The Best” and don’t forget “Solidarity Forever”

 Adik – adik teknik mesin 12 – 13 – 14 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. “Machine is The Best” and don’t forget “Solidarity Forever”

Semoga semua ama kebaikan yang telah diberikan akan dicatat dan dibalas berlipat ganda oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Menyadari akan kelemahan serta kekurangan sebagai manusia, oleh karena itu segala saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan. Semoga tugas akhir ini bermanfaat dan dipergunakan.

Cilegon, Juli 2015

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ....i

LEMBAR PENGESAHAN ... ...ii

LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI ... ..iii

KATA PENGANTAR ... ..iv

ABSTRAK ... ...v

DAFTAR ISI ... .vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... .vii

BAB I PENDAHULUAN • Latar Belakang ... …1 • Rumusan Masalah ... …2 • Batasan Masalah... …2 • Tujuan Perancangan ... …2 • Manfaat Perancangan ... …3 • Metodologi Perancangan ... …3

BAB II TEORI DASAR 2.1 Teori Tentang Gabah... …6

2.1.1. Tanaman Padi ... …6

2.1.2. Karakteristik Fisik Gabah ... …6

2.1.3. Gabah ... …8

2.2 Teori Mesin Pengering ... …9

2.2.1. Pengertian Pengeringan ... …9

2.2.2. Metode Pengeringan... ..10

2.2.3. Mesin Pengering (Dryers) ... ..12

2.3 Teori Biomassa... ..15

2.3.1 Biomassa Sebagai Sumber Energi Alternatif ... ..15

2.3.2 Tungku Biomassa ... ..17

2.4 Bahan Bakar ... ..18

2.5 Kadar Air ... ..19

(9)

2.6.1 Perpindahan Kalor Konduksi ... ..20

2.6.2 Perpindahan Kalor Konveksi ... ..22

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan ... ..24

3.2 Requierment List ... ..27 3.3 House of Quality ... ..28 3.3.1 Skala Prioritas ... ..28 3.3.2 Spesifikasi Alat ... ..28 3.4 Konsep Desain ... ..29 3.4.1 Fungsi ... ..29

3.4.2 Solusi dan Subfungsi ... ..30

3.4.3 Varian dan Pemilihan Varian ... ..32

3.4.1 Pemilihan Varian Terbaik ... ..39

BAB IV PERHITUNGAN 4.1 Prinsip Kerja Mesin Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid ... ..42

4.2 Beban Kebasahan ... ..43

4.2.1 Kadar Air Mula – Mula Gabah Sebelum Pengeringan dengan Basis Kering (db) ... ..44

4.2.2 Kadar Air Akhir Gabah Setelah Pengeringan dengan Basis Kering (db) ... ..44

4.2.3 Massa Gabah Tanpa Kadar Air ... ..44

4.2.4 Massa Gabah Setelah Pengeringan ... ..44

4.3 Perhitungan Ruang Pengering ... ..45

4.3.1 Perhitungan Volume Gabah ... ..45

4.3.2 Perhitungan Volume Ruang Pengering ... ..45

4.3.3 Pemilihan Fan Penekan Udara ke Ruang Pengering ... ..49

4.3.4 Pemilihan Material Dinding Ruang Pengering ... ..51

4.3.5 Perhitungan Rangka Ruang Pengering... ..54

4.4 Perhitungan Penukar Kalor (Heat Exchanger) ... ..56

4.4.1 Metode Number of Transfer Unit (NTU) – Efektivitas ... ..57

4.4.2 Konveksi Pada Permukaan Sebelah Dalam Pipa Penukar Kalor .. ..59

(10)

4.4.4 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Penukar Kalor ... ..63

4.4.5 Menentukan Panjang Pipa ... ..64

4.4.6 Beban Kalor Penukar Kalor ... ..64

4.4.7 Perhitungan Beban Kalor Padi ... ..65

4.5 Energi Total Terpakai ... ..68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ..69

5.2 Saran ... ..70 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Fisik Butiran Gabah ...7

Gambar 2.2 Variations of Several Batch Drying Processes ... ..13

Gambar 2.3 Two Methods of Driving Recerculators ... ..13

Gambar 2.4 Fixed Drying Processof Cereal Grain in a Full – Bin System ... ..14

Gambar 2.5 Ilustration of Flow Patterns Used in Continuous Flow Dryers ... ..15

Gambar 2.6 Diagram T – x Menunjukkan Gradient Suhu ... ..21

Gambar 2.7 Distribusi Temperatur Pada Plat Dinding Dalam Keadaan Tunak ..21

Gambar 2.8 Diameter Hidrolik ... ..23

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan ... ..26

Gambar 3.2 Fungsi ... ..30

Gambar 3.3 Varian 1 ... ..34

Gambar 3.4 Varian 2 ... ..35

Gambar 3.5 Varian 3 ... ..36

Gambar 3.6 Varian 4 ... ..38

Gambar 4.1 Prinsip Kerja Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid………..42

Gambar 4.2 Perhitungan Ruang Pengering ... ..46

Gambar 4.3 Perhitungan Hopper... ..48

Gambar 4.4 Kapasitas Udara di Dalam Ruang Pengering ... ..50

Gambar 4.5 Analisa Tegangan Von Mises Pada Ruang Pengering ... ..54

Gambar 4.6 Analisa Dicplacement Pada Ruang Pengering ... ..55

Gambar 4.7 Susunan Pipa Penukar Kalor ... ..56

Gambar 4.8 Susunan Pipa In – Line ... ..56

Gambar 4.9 Konveksi Pada Susunan Pipa In - Line ... ..61

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Sekan... ..19

Tabel 3.1 Requierment List ... ..27

Tabel 3.2 Skala Prioritas ... ..28

Tabel 3.3 Spesifikasi Alat ... ..29

Tabel 3.4 Solusi dan Sub Fungsi ... ..30

Tabel 3.5 Varian dan Pemilihan Varian ... ..32

Tabel 3.6 Matriks Keputusan ... ..40

Tabel 4.1 Data Pengeringan Dari Berbagai Produk Pertanian ... ..43

Tabel 4.2 Massa Jenis Padi ... ..45

Tabel 4.3 Seleksi Material Dinding Ruang Pengering ... ..52

Tabel 4.4 Korelasi Hubungan Perpindahan Kalor Konveksi dengan Perpindahan Massa Konveksi ... ..60

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani atau biasa disebut sebagai negara agraris. Dalam hal ini padi adalah hasil pertanian yang paling utama, karena merupakan makanan pokok rakyat Indonesia. Semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia maka semakin bertambah pula kebutuhan makanan pokok. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas padi yang lebih baik.

Masalah utama yang dihadapi petani pada musim hujan adalah proses pengeringan gabah hasil panen. Kadar air awal yang tinggi dan cuaca yang tidak mendukung sering merupakan kendala yang sulit diatasi. Petani terpaksa menjual hasil panen berupa gabah basah atau gabah kering panen. Kualitas gabah dianggap rendah dan harga menjadi turun (Daulay, 2005).

Selain itu keterlambatan penangan pengeringan pascapanen dapat menyebabkan kerugian lainnya. Keterlambatan pascapanen berupa pengeringan padi setelah dipanen tersebut dapat menyebabkan rusaknya padi seperti; tumbuhnya jamur, warna kuning pada beras, mudah berkecambah, rendahnya kualitas, bahkan busuk sehingga kehilangan hasil panen tidak terhindarkan (Wardi, 2013).

Oleh karena itu penulis berusaha merancang alat pengering gabah untuk pascapanen. Perancangan sebelumnya dilakukan oleh wardi dengan tipe pengering bak menggunakan energy biomassa. Alat pengering gabah ini dirancang tipe hybrid dengan pemindah bahan tipe konveyor pneumatik. Maksud dari tipe hybrid ini adalah menggunakan 2 sumber energi pemanasan pada mesin pengering, yaitu; menggunakan sinar matahari dan biomassa. Sehingga jika musim kemarau pengeringan dapat berlangsung lebih efektif dengan menggunakan energi sinar matahari dan atau biomassa, demikian juga pada musim hujan pengeringan gabah pascapanen tetap dapat dilakukan dengan menggunakan energi biomassa. Sedangkan pemindah bahan tipe konveyor pneumatik adalah proses pergerakan

(14)

bahan dengan pengulangan sirkulasi (resirkulasi) dimaksudkan agar pengeringan terjadi secara merata.

Alat pengering gabah ini menggunakan model continuous flow drying system. Pada model ini bahan yang dikeringkan dan udara pemanas sama – sama bergerak sehingga dapat mengeringkan dengan merata.

Dengan demikian, adanya alat pengering gabah ini dapat membantu untuk menangani pengeringan gabah pascapanen. Sehingga kekhawatiran para petani mengenai cuaca pascapanen tidak menjadi hambatan untuk mengeringkan hasil panen.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

A. Bagaimana merancang dan membangun mesin pengering konveyor pneumatik tipe hybrid?

B. Bagaimana merancang dan membangun tungku biomassa?

1.3 Batasan Masalah

Melihat luasnya ruang lingkup bahasan tentang “Rancang Bangun Mesin Pengering Konveyor Pneumatik Tipe Hybrid” maka batasan – batasan yang digunakan dalam tugas akhir ini antara lain:

A. Rancang bangun mesin pengering ini digunakan untuk mengeringkan gabah.

B. Kapasitas mesin pengering ini adalah 500 kg untuk sekali proses pengeringan 8 – 10 jam.

C. Perancangan menggunakan metode Pahl & Beitz.

D. Rancang bangun dibatasi pada perancangan ruang pengering dan tungku biomassa.

E. Tidak membahas mengenai kelistrikan.

1.4 Tujuan Perancangan

(15)

A. Mendapatkan desain & spesifikasi mesin pengering konveyor pneumatik tipe hybrid.

B. Mendapatkan desain & spesifikasi tungku biomassa.

1.5 Manfaat Perancangan

Adapun manfaat dari perancangan ini adalah :

A. Dapat menunjang proses pembelajaran mahasiswa dibidang perancangan. B. Sebagai referensi bagi industri kecil mesin pertanian dalam perencanaan

pembuatan mesin pengering.

1.6 Metodologi Perancangan

Menurut Pahl and Beitz (2007) tugas utama insinyur adalah untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dan teknik mereka untuk mencari solusi dari masalah teknik, dan kemudian mengoptimalkan solusi mereka dalam requierments dan constrains yang dipilih berdasarkan oleh material, teknologi, pertimbangan ekonomi, hukum, lingkungan dan manusia terkait. Masalah yang insinyur pecahkan untuk menciptakan produk teknik baru harus dapat diklarifikasi dan didefinisikan. Ini terjadi dalam pekerjaan individu maupun dalam tim dalam rangka mewujudkan pengembangan produk interdisipliner. Penciptaan desain produk baru adalah tugas percancangan dan pengembangan insinyur.

Dalam buku ini Pahl and Beitz menjelaskan cara merancang produk. Adapun tahapan – tahapan dalam merancang produk ini meliputi :

A. Perencanaan dan Klarifikasi Tugas (Planning and Task Clarification) Tahap pertama ini meliputi pengumpulan informasi permasalahan dan kendala yang dihadapi serta dilanjutkan dengan persyaratan mengenai sifat dan performa tuntutan produk yang harus dimiliki untuk mendapatkan solusi. Pada mesin pengering hybrid kali ini perlu adanya disain yang safety,friendly, optimal dan dana terjangakau yang dibutuhkan masyarakat.

Pada tahapan ini, akan digunakan metode house of quality untuk menjabarkan berbagai demand dan wish serta berbagai parameter yang akan dijadikan tolak ukur dalam perancangan konveyor pneumatik. Hasil dari

(16)

metode ini berupa spesifikasi rancangan yang akan digunakan pada tahapan berikutnya.

B. Perancangan Konsep Desain (Conceptual Design)

Perancangan konsep produk berguna untuk memberikan beberapa solusi alternatif konsep produk selanjutnya dievaluasi berdasarkan persyaratan teknis, ekonomis, dan lain-lain. Tahapan ini dapat diawali dengan mengenal dan menganalisis spesifikasi produk yang telah ada. Hasil analisis spesifikasi produk dilanjutkan dengan memetakan struktur fungsi komponen sehingga dapat disimpulkan beberapa varian solusi pemecahan masalah konsep produk. Pada tahapan ini akan dibuat berbagi macam konsep atau varian yang akan dikembangakan sesuai dengan spesifikasi yang didapatkan pada tahap pertama, setelah itu akan dipilih varian terbaik yang akan dijadikan konsep dasar dari alat yang akan dibuat.

C. Perancangan Bentuk Desain (Embodiment Design)

Perancangan bentuk memerlukan beberapa pertimbangan untuk menentukan keputusan atau solusi setiap proses perencanaan. Berdasarkan kasus masalah yang dihadapi yaitu perencanaan mesin pengering hybrid, pendekatan konsep yang digunakan adalah safety,friendly, dan optimal.

Pada tahap ini akan dihitung berbagai parameter yang digunakan dalam perancangan mesin pengering hybrid. Pada tahapan ini, hasil yang akan didapatkan adala:

1. Bentuk elemen produk

2. Pemilihan jenis dan kekuatan material 3. Perhitungan teknik

4. Pemilihan bentuk dan ukuran

D. Rincian Desain (Detail Design)

Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan

(17)

dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat rancangan akhir.

Hasil rancangan akan dibuat suatu dokumen produk sehingga dapat diproduksi dan untuk pengembangan produk yang lebih baik. Dokumen produk ini meliputi :

1. Gambar teknik 2. Detail gambar mesin 3. Sistem pengoperasian 4. Daftar material

(18)

6

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Teori Tentang Gabah 2.1.1 Tanaman Padi

Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman biji – bijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang sudah tua, akan diolah menjadi beras. Dewasa ini, beras telah menjadi bahan makanan pokok masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi :

Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : poaceae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Tanaman padi biasanya ditanam di areal persawahan, namun ada juga jenis padi yang ditanam di ladang, seperti padi gogo. Tanaman padi siap dipanen ketika berumur tiga bulan. Yaitu ketika butiran gabahnya seragam berwarna kuning kecoklatan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan.

Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses pengeringan. Pada tahapan ini, gabah pada tahap ini gabah dijemur untuk dikeringkan dan diproses lebih lanjut . Untuk mengoptimalkan hasil pasca panen (pengeringan), maka sangat baik jika diketahui terlebih dahulu karakteristik dari gabah.

2.1.2 Karakteristik Fisik Gabah

Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam, tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi

(19)

jenisindica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan menjadi bagian-bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar, bagian – bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron. Sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm.

Gambar 2.1 Struktur fisik butiran gabah (Gunawan Kiswoyo, 2008) Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul.

Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah.

(20)

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras.

2.1.3 Gabah

Suatu proses gabah menjadi beras memiliki beberapa tahapan, dimulai dari pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Tiap-tiap tahapan ini sangatlah berbeda penanganannya satu sama lain, pada saat pemanenan biasanya petani menggunakan arit (sabit) dimana mereka bekerja sama dalam memanen sawah mereka ataupun mengupahkannya kepada orang, pada saat perontokan, petani pada saat ini sudah mampu menggunakan mesin dalam melakukannya, dimana sebelumnya mereka merontokkan gabah dengan cara memukul gabah ke kayu-kayu yang disusun sedemikian rupa, dengan menggunakan mesin tentunya perontokan akan semakin mudah dan cepat, untuk melakukan pengeringan gabah petani biasanya langsung menjemur gabah dipanas matahari, dimana waktu pengeringan dengan cara seperti itu akan memakan waktu yang relatif lama biasanya 2 hari, pada tahap penggilingan mereka akan membawa gabah yang sudah dikeringkan ke kilang padi.

Jumlah kandungan air pada gabah disebut kadar air dan dinyatakan dengan persen (%). Karena tingginya kandungan air gabah maka perlulah dilakukan pengeringan, dimana pada umumnya kadar air gabah mencapai 20 % - 26 % ini bergantung cuaca pada saat pemanenan tentunya

(21)

Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan menurunkan kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan, mutu gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak berkecambah dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan rendemen serta menghasilkan beras gilingan yang baik (Damardjati, 1978) .

Pengeringan merupakan salah satu kegiatan pascapanen yang penting, dengan tujuan agar kadar air gabah aman dari kemungkinan berkembangbiaknya serangga dan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai sejak saat dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk menghindarkan dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat apabila ada pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran udara.

Adapun tujuan pengeringan disamping untuk menekan biaya transportasi juga untuk menurunkan kadar air dari 23-27 % menjadi 14 %, agar dapat disimpan lebih lama serta menghasikan beras yang berkualitas baik. Proses pengeringan gabah sebaiknya dilakukan secara merata, perlahan-lahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang kurang merata, akan menyebabkan timbulnya retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu kering akan mudah pecah saat digiling. Sedangkan dalam kondisi yang masih terlalu basah disamping sulit untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari segi penyimpanannya karena akan gampang terserang hama gudang, cendawan dan jamur (Strumillo and Kudra, 1986).

2.2 Teori Mesin Pengering 2.2.1 Pengertian Pengeringan

Pengeringan didefinisikan sebagai operasi pemindahan panas dan secara simultan dengan perubahan fase untuk memisahkan sejumlah relatif kecil air dan cairan lainnya dari suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, sehingga diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air yang dapat diterima

(22)

Dalam evaporasi, air dipindahkan dalam bentuk uap pada titik didih sedang dalam pengeringan biasanya dalam bentuk uap dan udara. Pengeringan biasanya merupakkan langkah terakhir dalam suatu proses pengolahan sebelum pengemasan, agar menghasilkan bahan lebih cocok untuk penyimpanan. Karena itu pengeringan adalah pengertian relatif, yang berarti pengurangan kandungan air dari nilai awal ke suatu nilai akhir yang dapat diterima.

Menurut Winamo dkk, 1980, pengeringan adalah suatu metode atau tindakan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.

Pengeringan selain dimaksudkan untuk mengurangi kadar air suatu bahan juga dimaksudkan untuk mendapatkan bahan dengan volume yang lebih kecil, sehingga dapat lebih mudah diangkut dan biaya lebih murah (Setyahartini, 1980).

Menurut Sitinjak dan Purba, 1987, Pengeringan juga bertujuan : 1. Memudahkan penanganan selanjutnya.

2. Memperkecil atau mengurangi biaya pengangkutan. 3. Bahan tahan disimpan lama.

4. Mikrobia tidak dapat tumbuh atau berkembang.

5. Serangan hama terhalang dan untuk mempertahankan nilai gizi.

Penjemuran merupakan cara tertua dalam pemanfaatan energi radiasi surya untuk tujuan pengeringan. Cara ini mengandung berbagai kelemahan, antara lain :

1. Pencemaran bahan oleh debu yang dibawa oleh hembusan angin. 2. Resiko kehilangan bahan menjadi lebih besar akibat gangguan hewan. 3. Waktu pengeringan lebih panjang.

4. Pembasahan bahan pada waktu hujan (Abdullah, 1980)

2.2.2 Metode Pengeringan 1. Pengeringan Alami

Menurut Widiastuti (1980), Metode pengeringan terbagi atas : 1. Pengeringan di atas lantai.

2. Pengeringan di atas rak.

3. Pengeringan dengan ikatan-ikatan ditumpuk.

(23)

5. Pengeringan dengan memakai tonggak.

Penjemuran gabah pada lantai jemur (lamporan) adalah cara pengeringan gabah secara alami yang praktis, murah, sederhana dan umum digunakan oleh para petani. Energi untuk penguapan diperoleh dari angin dan sinar matahari. Lamporan harus bersih agar gabah padi yang dikeringkan tidak kotor. Lamporan haruslah memenuhi syarat antara lain tidak menimbulkan panas yang terlalu tinggi, mudah dibersihkan dan dikeringkan, tidak basah sewaktu digunakan, dan tidak berlubang-lubang. Lamporan pada umumnya dibuat dari semen, permukaannya agak miring dan bergelombang dengan maksud agar air tidak menggenang, Mudah dikeringkan dan permukaannya menjadi lebih luas. Cara penjemuran gabah dihamparkan di lamporan setipis mungkin, namun untuk efisiensi dan mengurangi pengaruh lantai semen yang terlalu panas maka tebal lapisan dianjurkan sekitar 5-7 cm. Padi harus sering dibolak-balik secara merata minimal 2 jam sekali. Pengeringan padi dapat dilakukan selama 1-3 hari tergantung dengan cuaca (mendung atau terik matahari). Penjemuran sebaiknya dilakukan ditempat yang bebas menerima sinar matahari, bebas banjir dan bebas dari gangguan unggas dan binatang penggangu lainnya.

Penjemuran sebaiknya dilakukan pada pukul 07.00-16.00 atau tergantung pada intensitas panas sinar matahari. Apabila penjemuran selesai dan gabah tidak akan segera dikemas serta disimpan di dalam gudang, sebaiknya tumpukan gabah ditutup dengan plastik atau seng agar terhindar dari embun maupun hujan.

Pengeringan secara alami mempunyai kelemahan antara lain :

a. Memerlukan banyak tenaga kerja untuk menebarkan, membalik dan mengumpulkan kembali.

b. Sangat bergantung pada cuaca, sehingga padi tidak dapat dikeringkan apabila cuaca buruk terlebih-lebih apabila hujan datang pada saat sedang menjemur.

c. Memerlukan lahan yang luas untuk jumlah gabah padi yang besar dan lahan yang dijadikan lamporan semen tidak dapat lagi dipergunakan untuk beberapa keperluan lain.

d. Sulit mengatur suhu dan laju pengeringan di atas semen atau alas logam (Widjono, dkk).

(24)

2. Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan mempunyai kelebihan dibanding pengering alami yaitu waktu penjemuran yang lebih singkat dan gabah yang djemur lebih bersih dan terlindung dari debu, hujan dan lain-lain. Pengeringan buatan bemacam-macam, ada yang menggunakan listrik, matahari, bahan bakar sekam dan lain-lain (Setijahartini, 1980).

2.2.3 Mesin Pengering (Dryers)

Walaupun banyak tipe mesin pengeringan yang ada dipasaran, disini hanya dibicarakan beberapa yang penting saja. Kelompok pertama adalah mesin pengering untuk bahan padat atau butiran daan pasta semi padat. Kedua terdiri dari mesin pengering untuk bahan – bahan encer.

Dryers untuk bahan padat dan pasta antara lain tray, continuous, tunnel dan screen conveyor dimana bahan tidak dapat diaduk sedangkan tower, rotary, fluid – bed dan flash dryer digunakan untuk bahan – bahan yang dapat diaduk. Beberapa tipe dryers menguapkan larutan atau bahan encer sampai menjadi kering dengan peralatan thermal, misalnya spray dryer, thin film dryers dan drum dryers.

Proses pengeringan biji – bijian yang akan disimpan dibagi dalam dua kategori; yaitu mengeringkan biji – bijian di dalam bak/ batches dan mengeringkan biji sementara biji bergerak kontinu di dalam alat pengeringan. Semua sistem pengeringan biji – bijian memiliki alat untuk menggerakkan udara dan tempat untuk meletakkan biji. Alat panas dapat dimasukkan dan dapat tidak dimasukkan sebagai komponen pengering.

A. Batch System

Sistem batch, mempunyai tingkat kerumitan yang berbeda – beda seperti pada Gambar 2. Biji yang telah kering dalam batch, segera dipindahkan untuk proses selanjutnya yaitu conditoning, penyimpanan atau pemasaran.

Akan tetapi pada beberapa sistem batch, ruang pengeringan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Alat sirkulasi/ pengaduk biji juga kadang – kadang digunakan pada batch drying seperti terlihat pada Gambar 3.

(25)

Gambar 2.2 Variatons of several batch drying processes (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)

Dalam hal ini proses pengeringan menjadi continuous flow dan dikategorikan sebagai counter flow. Proses pengeringan FixedBed, diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 2.3 Two methods of driving recerculators (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)

(26)

Gambar 2.4 Fixed frying process of cereal grain in a full – bin system (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)

Udara pengering bergerak dari bagian bawah ke atas bed. Pertukaran uap air antara biji – bijian dan udara berlangsung pada kedalaman tertentu atau zone of grain. Pada permulaan pengeringan, letak zone ini berada dibagian bawah bed. Sementara pengeringan terus berlangsung zone ini bergerak ke atas, dan ketika zone telah melampaui permukaan biji – bijian seluruh bahan telah kering dan berada pada kesetimbangan udara pengering. Biji di bawah drying zone sudah tentu mencapai keseimbangan dengan udara yang masuk dengan kadar air Me. Biji bagian atas zone belum kering dan masih berkadar air seperti semula Mo. Udara yang mengalir dibagian atas zone menjadi seimbang dengan kadar air permukaan biji. Sementara udara melewati drying zone, udara membawa air setelah diuapkan lebih dulu, dan dingin kembali karena proses penguapan dari Ta menjadi Tg.

Yang paling sulit dalam pengolahan unit udara panas, adalah menentukan apakah biji – bijian telah mencapai rata – rata kadar air yang dikehendaki, karena tidak meratanya distribusi kadar air di dalam bed. Menaikkan temperatur sebanyak 10o, sering kali menyebabkan biji dibagian bawah bed menjadi terlalu kering. Metode operasi yang dikehendaki adalah un tuk memperoleh kadar air rata – rata sebelum biji dilapisan bawah mencapai keadaan seimbang dengan udara kering.

(27)

B. Countinuous Flow Systems

Continuous flow drying system dikategorikan berdasarkan arah gerakan biji dan udara di dalam dryer, dan pola gerakkan yang umum terlihat pada Gambar 5.

Gambar 2.5 Ilustration of flow patterns used in continuous flow dryers (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)

Pada dasarnya crossflow dryers aliran udara melintang terhadap gerakan biji; pada concureflow, udara dan biji bergerak kearah yang sama. Sedang pada counterflow dryer, biji dan udara bergerak berlawanan arah.

Sistem pengeringan ini memberi kemungkinan baik terhadap otomatisasi; operasi dimulai dari memuat, mengeringkan, mendinginkan kemudian membongkar. Semuanya tanpa membutuhkan waktu yang lama terhadap pengolahan bijian yang telah tersedia pada bin persediaan untuk keperluan pengeringan sehingga hanya membutuhkan tenaga kerja sebagai pengawas operasinya dalam jumlah yang kecil (Aden Sudomo Siregar, 2002).

2.3 Teori Biomassa

2.3.1 Biomassa Sebagai Sumber Energi Alternatif

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. (Abdullah et all, 1998). Dalam industri produksi energi, biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau

(28)

yang baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batubara atau minyak bumi. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.

Penemuan pemanfaatan biomassa sebagai bahan baku energi secara umum menarik perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Tujuan utama dari usaha-usaha tersebut adalah untuk mencari pengganti sumber daya fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara dengan sumber-sumber yang dapat diperbaharui (renewable). Biomassa atau limbah biomassa kini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber energi alternatif dengan berbagai pilihan jalur konversi energi yang diinginkan.

Biomassa terutama dalam bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang, biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama di negara-negara berkembang (tidak termasuk OPEC) pada tahun 1977 adalah 2.6 BOE per kapita per tahun, atau sekitar 54% dari konsumsi energi secara keseluruhan (Abdullah et all, 1998). Selain itu, menurut satu perkiraan teroritis, jumlah biomassa yang dihasilkan setahun oleh seluruh dunia mencapai 75 milyar ton, atau sekitar 1500 juta barrel minyak equivalen per hari.

Di Indonesia, biomassa merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Produk primer yang dihasilkan seperti serat, kayu, minyak, bahan pangan, dan lain-lain, selain digunakan untuk kebutuhan domestik juga diekspor untuk mendatangkan devisa bagi negara. Selain digunakan untuk tujuan primer, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Biomassa sebagai sumber energi biasanya diperoleh dari areal hutan (limbah tebangan, patahan

(29)

cabang dan ranting), pertanian (limbah pertanian), perkebunan (pohon atau tanaman yang diremajakan, limbah pasca panen dan limbah pengolahan), pemukiman (pohon, tanaman kayu, tinja dan sampah), peternakan (kotoran ternak), dan limbah beberapa jenis industri (Abdullah et all, 1998).

2.3.2 Tungku Biomassa

Tungku merupakan alat yang digunakan untuk mengkonversi energi potensial biomassa menjadi energi panas. Tungku bagi masyarakat merupakan salah satu alat yang penting untuk memasak. Jenis tungku beraneka ragam sesuai dengan kebudayaan daerah setempat dan jenis bahan bakar yang digunakan..

Johannes (1984) dalam Djatmiko (1986) membedakan tungku atau kompor pembakaran biomassa atas beberapa jenis, yaitu:

1. Tungku biomassa, dimana bahan bakar biomassa langsung dibakar, misalnya tungku lorena, singer, dan lain-lain.

2. Tungku bioarang, menggunakan bahan bakar arang, misalnya anglo dan keren.

3. Tungku hibrida, menggunakan bahan bakar biomassa dan arang yang disusun sedemikian agar asap dapat terbakar sehingga menghasilkan energi lebih banyak.

Dasar pemikiran dalam mendesain suatu tungku antara lain kebutuhan penggunaan sumber daya yang ada. Data teknis dan parameter sosial diperlukan untuk mendesain tungku yang tepat guna. Beberapa data yang dibutuhkan untuk mendesain suatu tungku menurut project officer Cambodia Fuelwood Saving Project (CFSP) dalam Glow, 2001 antara lain:

1. Fungsi tungku : dilihat dari keperluan penggunaan, seperti untuk merebus, menggoreng, mengukus, memanggang, mengasap, mendidihkan dalam waktu lama, dan lain-lain.

2. Bahan-bahan tungku: material yang digunakan (aluminium, tembaga, kuningan, plat besi, besi tuang, stainless stell, keramik, tembikar), bentuk (datar atau dasarnya berbentuk bola), karakteristik penggunaan (pemberian tekanan atau tekanan normal), tipe penggunaan (merebus, menggoreng, dan lain-lain), ukuran (diameter, tinggi).

(30)

3. Kebiasaan memasak: posisi memasak (duduk, berdiri, jongkok, menekuk kaki), tradisi dan kebisaan-kebiasaan sosial.

4. Tipe bahan bakar dan ukuran: tipe (balok, kayu, limbah pertanian, batubara, limbah biomassa, kayu keras), ukuran bahan bakar.

5. Konstruksi tungku: bahan-bahan lokal yang tersedia, ukuran tungku, satu atau lebih lubang dapur .

2.4 Bahan Bakar

Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan. Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan.

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah.

(31)

Tabel 2.1 Komposisi Sekam

Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel 1, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya:

(a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia,

(b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2 ) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah,

(c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil)1 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k. kalori. Menurut Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ ml, nilai kalori antara 3300 -3600 k. kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.

2.5 Kadar Air

Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut, yaitu kadar air basis basah dan kadar air basis kering

(32)

Kadar air basis basah (MCwb) dinyatakan dengan persamaan :

Kadar air basis kering (MCdb) dinyatakan dengan persamaan :

Hubungan antara MCwb dengan MCdb dapat ditentukan dengan persamaan :

2.6 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor adalah perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Ada tiga macam perpindahan kalor yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.6.1 Perpindahan Kalor Konduksi

Konduksi terjadi apabila pada suatu benda terdapat gradien suhu (temperature gradient) yang akan menyebabkan terjadinya perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Perpindahan kalor konduksi diakibatkan oleh aktifitas atom dan molekul sehingga konduksi dapat disebut juga sebagai transfer energi. Pada perpindahan kalor konduksi bahwa laju perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu normal :

Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proportionality constant) atau tetapan kesebandingan, maka :

Dimana :

(33)

k = konduktivitas thermal (W/mK) A = luasan permukaan (m2)

∂T/∂x = gradien suhu (K/m)

Persamaan ini merupakan hukum dasar dari Fourier untuk dinding datar. Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu, sebagaimana ditunjukan dalam sistem koordinat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram T – x yang menunjukkan gradient suhu (Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel) Pada gambar 2.6 dapat dikatakan bahwa gradien suhu merupakan kemiringan kurva temperatur pada diagram T – x.

Apabila perpindahan kalor dan luas permukaan dinding dalam keadaan tunak adalah konstan maka diperoleh ∂T/∂x sama dengan konstan, yang berartibahwa distribusi suhu yang melalui dindiing dalam keadaan stabil. Hal ini dapat dilihat pada garis lurus pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Distribusi temperatur pada plat dinding dalam keadaan Tunak. (Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel) Berdasarkan pada gambar 2.7 apabila T(0) = T1, x = L dan T(L) = T2 dari integrasi persamaan diatas makan akan diperoleh :

(34)

Dimana :

q = kalor yang dipindahkan (W) k = konduktivitas termal (W/m K) A = luas permukaan (m2)

T1 = temperatur pada permukaan panas (K) T2 = temperatur pada permukaan dingin (K) L = ketebalan (m)

2.6.2 Perpindahan Kalor Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi antara permukaan benda dengan fluida yang bergerak ketika keduanya berada pada perbedaan temperatur.

Perpindahan panas konveksi terbagi menjadi dua cara, yaitu perpindahan kalor konveksi paksa dan perpindahan kalor konveksi alamiah atau bebas.

A. Perpindahan kalor konveksi paksa

Perpindahan kalor konveksi paksa, yaitu bila aliran disebabkan oleh beberapa cara yang berasal dari luar, misalnya: fan, pompa, atau tiupan angin.

1. Diameter hidrolik pada konveksi paksa

Diameter hidrolik atau diameter silinder adalah perbandingan antara luas penampang dengan perimeter.

Jika benda berbentuk pipa (circular tube) maka persamaan diameter hidroliknya menjadi :

Jika benda berbentuk noncircular tubes seperti kubus dan persegi panjang maka persamaan diameter hidroliknya menjadi :

Diameter hidrolik untuk kubus (square)

(35)

( )

Gambar 2.8 Diameter Hidrolik, a. Pipa b. Kubus c. Persegi panjang (Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel) Bilangan Reynold

Bilangan Reeynold yang terjadi pada konveksi paksa:

Dimana : ( ⁄ ) ( )⁄ ( ) ( ⁄ ) ( ⁄ )

Untuk Persamaan laju perpindahan kalor konveksi secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:

(36)

24

BAB III

METODOLOGI PERANCANGAN

3.1 Diagram Alir Proses Perancangan

Menurut Pahl and Beitz (2007) di dalam bukunya Engineering Design: A Systematic Approach Third Edition, tugas utama insinyur adalah untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dan teknik mereka untuk mencari solusi dari masalah teknik, dan kemudian mengoptimalkan solusi mereka dalam requierments dan constrains yang dipilih berdasarkan oleh material, teknologi, pertimbangan ekonomi, hukum, lingkungan dan manusia terkait. Masalah yang insinyur pecahkan untuk menciptakan produk teknik baru harus dapat diklarifikasi dan didefinisikan. Ini terjadi dalam pekerjaan individu maupun dalam tim dalam rangka mewujudkan pengembangan produk interdisipliner. Penciptaan desain produk baru adalah tugas percancangan dan pengembangan insinyur.

Dalam buku ini Pahl and Beitz menjelaskan cara merancang produk. Adapun tahapan – tahapan dalam merancang produk ini meliputi :

E. Perencanaan dan Klarifikasi Tugas (Planning and Task Clarification) Tahap pertama ini meliputi pengumpulan informasi permasalahan dan kendala yang dihadapi serta dilanjutkan dengan persyaratan mengenai sifat dan performa tuntutan produk yang harus dimiliki untuk mendapatkan solusi. Pada tahapan ini, akan digunakan metode house of quality untuk menjabarkan berbagai demands dan wishes serta berbagai parameter yang akan dijadikan tolak ukur dalam perancangan mesin pengering gabah. Hasil dari metode ini berupa spesifikasi rancangan yang akan digunakan pada tahapan berikutnya.

F. Perancangan Konsep Desain (Conceptual Design)

Perancangan konsep produk berguna untuk memberikan beberapa solusi alternatif konsep produk selanjutnya dievaluasi berdasarkan persyaratan teknis, ekonomis, dan lain-lain. Tahapan ini dapat diawali dengan mengenal dan menganalisis spesifikasi produk yang telah ada. Hasil analisis spesifikasi

(37)

produk dilanjutkan dengan memetakan struktur fungsi komponen sehingga dapat disimpulkan beberapa varian solusi pemecahan masalah konsep produk. Pada tahapan ini akan dibuat berbagi macam konsep atau varian yang akan dikembangakan sesuai dengan spesifikasi yang didapatkan pada tahap pertama, setelah itu akan dipilih varian terbaik yang akan dijadikan konsep dasar dari alat yang akan dibuat.

G. Perancangan Bentuk Desain (Embodiment Design)

Perancangan bentuk memerlukan beberapa pertimbangan untuk menentukan keputusan atau solusi setiap proses perancangan. Berdasarkan kasus masalah yang dihadapi yaitu perancangan mesin pengering konveyor (pneumatik) tipe hybrid, pendekatan konsep yang digunakan adalah safety,friendly, dan optimal.

Pada tahap ini akan didapatkan beberapa hasil yaitu berupa layout awal produk, perhitungan – perhitungan teknik, dan kemudian di evaluasi kembali guna mencapai bentuk yang terbaik.

H. Rincian Desain (Detail Design)

Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat rancangan akhir.

Hasil rancangan akan dibuat suatu dokumen produk sehingga dapat diproduksi dan untuk pengembangan produk yang lebih baik. Dokumen produk ini meliputi detail gambar teknik, daftar material, dan sistem pengoperasian.

(38)

Adapun proses perangcangan menurut Pahl and Beitz secara umum dapat dilihat dari diagram alir berikut.

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan “Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid”.

(39)

3.2 Requierment List

Tahap ini menjelaskan dan mendefinisikan tugas dengan cara menjabarkan tugas tersebut kedalam requirement list, berisikan batasan-batasan yang harus dipenuhi (demands) dan batasan-batasan yang diharapkan dapat dipenuhi (wishes). Berikut ini dalam Gambar Tabel 3.3 dijabarkan mengenai requirement list dalam perancangan mesin pengering hybrid dengan metode Pahl and Beitz.

Tabel 3.1 Requierment List

Requiment List Uraian

W = Wishes D=Demans

Geometri

Kapasitas Kapasitas sekali proses 500 kg D

Dimensi Optimal dan ekonomis W

Rangka Optimal dan mampu menahan

beban D

Material Material mesin pengering hybrid

Tahan korosi W

Penghantar panas yang baik D

Material awet dan kuat W

Energi

Energi pemanas Bersumber dari energi matahari

dan biomassa D

Energi Listrik Untuk blower dan fan  900 Watt D Produksi Komponen Menggunakan komponen standar W

Biaya Biaya produksi terjangkau D

Perakitan Awal Proses perakitan mudah dipahami D Akhir Mudah dilepas/ dibongkar pasang D

Transportasi Penempatan Mudah dipindahkan D

Operasi Biaya operasi Murah D

Perawatan Proses perawatan

Mudah dipahami D

Dapat dilakukan oleh mekanik

secara umum W

(40)

mencemari lingkungan

Hasil akhir

Rupa Berestetika W

Safety, Friendly, Optimal

Mampu menahan beban dan

aman D

Dapat berhenti secara otomatis

Dapat mengakhiri proses secara

otomatis W

3.3 House of Quality

Rumah kualitas atau biasa disebut juga House Of Quality (HOC) merupakan tahap pertama dalam penerapan metodologi Quality Function Deployment (QFD). Secara garis besar matrik ini adalah upaya untuk mengkonversi voice of costumer secara langsung terhadap persyaratan teknik atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan.

3.2.1 Skala Prioritas

Skala prioritas menjelaskan mengenai prioritas kebutuhan yang dibutuhkan konsumen. Skala prioritas ini merupakan requierment list berupa wishes, dimana dari skala prioritas ini didapatkan nilai prioritas wishes untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Adapun skala prioritas yang didapatkan adalah : Tabel 3.2 Skala Prioritas

3.2.2 Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat adalah tahapan dimana didapatkan urutan kebutuhan yang menjadi prioritas pertama sampai terakhir. Adapun spesifikasi alat dapat dilihat pada Tabel 3.3.

(41)

Tabel 3.3 Spesifikasi Alat

3.4 Konsep Desain 3.4.1 Fungsi

Pada tahapan ini dijelaskan mengenai fungsi dari mesin pengering konveyor (pneumatik) tipe hybrid. Uraian fungsi tingkat pertama adalah uraian fungsi mesin secara umum, yaitu gabah basah dimasukkan kemudian dikeringkan dan akhirnya dikeluarkan. Sedangkan uraian fungsi tingkat kedua adalah uraian fungsi mesin secara lebih rinci, yaitu gabah basah dimasukkan dengan cara dituang kemudian gabah bergerak secara resirkulasi bersamaan dengan proses pengeringan gabah menggunakan energi pada berasal dari biomasa dan atau matahari.

(42)

Prinsip Solusi

Gambar 3.2 Fungsi 3.4.2 Solusi dan Subfungsi

Ada beberapa kombinasi solusi dan subfungsi dalam penentuan jenis komponen yang akan dirangkai dalam perancangan mesin pengering konveyor (pneumatik) tipe hybrid ini, sehingga keluaran yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan pilihan dari hasil perhitungan yang matang atas beberapa alternatif pilihan. Table berikut menunjukan beberapa solusi/subfungsi yang diambil untuk dilakukan pemilihan kombinasi varian terbaik untuk perancangan

Tabel 3.4 Solusi dan Sub Fungsi

No A B

1. Bentuk Ruang Pengering

(43)

Hopper dari samping Hopper terpusat ditengah Hopper miring ke samping 2. Hopper Masuk 3. Hopper Keluar 4. Penukar Kalor Pipa baris horizontal

Pipa baris vertikal

5. Tungku

Pembakaran

Ruang Silinder Ruang Segiempat

6.

Saluran Masuk Udara Pemanas

ke ruang

pengering Ducting Inlet Segi Empat

Ducting Inlet Silinder Hopper dari atas

(44)

7.

Saluran Keluar Gas Buang Pembakaran

1 cerobong asap 2 cerobong asap

8.

Mekanisme Penggerakkan

Udara Masuk Ruang

Pengering Fan Aksial

Fan Sentrifugal 9. Mekanisme Udara Keluar Ruang Pengering

Fan Aksial Turbin Ventilator

10. Manual Handling Menggunakan roda Tidak menggunakan roda

3.4.3 Varian dan Pemilihan Varian

Tabel 3.5 Varian dan Pemilihan Varian

No Varian yang terbentuk Uraian

1. 1A – 2A – 3A - 4B – 5B – 6B – 7A – 8A – 9A – 10A

Ruang pengering silinder – hopper masuk dari atas – hopper keluar terpusat ditengah –

penukar kalor pipa baris vertikal – tungku pembakaran silinder – saluran masuk udara

(45)

pemanas silinder – saluran buang gas buang pembakaran 1 cerobong asap – penggerak udara masuk fan aksial – penggerak udara

keluar pengering fan aksial – manual handling menggunakan roda

2. 1B – 2A – 3A – 4A – 5B – 6A – 7A – 8A – 9A – 10A

Ruang pengering ruang segi empat – hopper masuk dari atas – hopper keluar terpusat ditengah – penukar kalor pipa baris horizontal

– tungku pembakaran ruang segiempat – saluran masuk udara pemanas segiempat –

saluran buang gas buang pembakaran 1 cerobong asap – penggerak udara masuk fan

aksial – penggerak udara keluar pengering fan aksial – manual handling menggunakan

roda

3. 1B – 2A – 3A – 4B – 5B – 6B – 7A – 8A – 9A – 10A

Ruang pengering ruang segi empat – hopper masuk dari atas – hopper keluar terpusat ditengah – penukar kalor pipa baris vertikal –

tungku pembakaran ruang segiempat – saluran masuk udara pemanas silinder –

saluran buang gas buang pembakaran 1 cerobong asap – penggerak udara masuk fan

aksial – penggerak udara keluar pengering fan aksial – manual handling menggunakan

roda

4. 1B – 2B – 3B – 4B – 5B – 6B – 7A – 8A – 9B – 10A

Ruang pengering ruang segi empat – hopper masuk dari samping – hopper keluar terpusat miring kesamping – penukar kalor pipa baris

vertikal – tungku pembakaran ruang segiempat – saluran masuk udara pemanas

silinder – saluran buang gas buang pembakaran 1 cerobong asap – penggerak

(46)

udara masuk fan aksial – penggerak udara keluar pengering turbin ventilator – manual

handling menggunakan roda

 Varian 1

Gambar 3.3 Varian 1

Pada varian 1 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran concurrent flow (aliran udara panas searah dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering berbentuk silinder. Pemasukkan bahan dari atas dan pengeluaran dari bawah posisi di tengah.

Tungku biomassa berbentuk silinder dengan penukar kalor berbentuk silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas berbentuk silinder. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap. Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial. Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.

Prinsip kerja varian 1 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari

(47)

penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa – pipa baris vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran masuk pipa ke ruang pengering. Arah aliran udara searah dengan arah masuk gabah (concurrent flow), udara panas keluar melalui sisi bawah ruang pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara resirkulasi.

Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu dengan pembakaran biomassa.

Kekurangan dari varian 1 ini ialah proses manufaktur yang sulit karena berbentuk silinder. Dimana bahan dinding ruang pengering yang tembus cahaya rawan akan rusak bila ditekuk membentuk silinder. Arah aliran udara panas yang searah akan menembus tumpukan padi yang tebal dan menyebabkan pengeringan tidak merata sampai kebawah.

 Varian 2

(48)

Pada varian 2 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran cross flow (aliran udara panas tegak lurus dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering berbentuk kotak. Pemasukkan bahan dari atas dan pengeluaran dari bawah posisi di tengah.

Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk silinder tipe pipa baris horizontal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas berbentuk persegi. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap. Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial. Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.

Prinsip kerja varian 2 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering melalui dalam pipa – pipa baris horizontal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran masuk persegi ke ruang pengering. Arah aliran udara tegak lurus dengan arah masuk gabah (cross flow), udara panas keluar melalui sisi samping atas ruang pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara resirkulasi.

Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu dengan pembakaran biomassa.

Kekurangan dari varian 2 ini ialah aliran udara panas pada penukar kalor yang lebih sedikit karena melalui dalam pipa baris horizontal. Arah aliran udara panas yang tegak lurus akan menembus tumpukan padi yang tebal dan menyebabkan pengeringan tidak merata sampai sisi samping satunya.

 Varian 3

Pada varian 3 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran cross counter flow (aliran udara panas kombinasi yaitu tegak lurus dan berlawanan arah

(49)

dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering berbentuk kotak. Pemasukkan bahan dari atas dan pengeluaran dari bawah posisi di tengah.

Gambar 3.5 Varian 3

Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas berbentuk pipa. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap. Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial. Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.

Prinsip kerja varian 3 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa – pipa baris vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran masuk siilinder ke ruang pengering. Arah aliran udara tegak lurus dan berlawanan dengan arah masuk gabah (cross counter flow), udara panas keluar melalui sisi atas ruang pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara resirkulasi.

(50)

Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu dengan pembakaran biomassa.

Kelebihan dari varian ini ialah proses manufaktur yang mudah. Arah aliran udara panas yang kombinasi tegak lurus dan berlawanan akan menembus tumpukan padi yang dari kedua sisi sehingga pengeringan menjadi lebih merata.

 Varian 4

Gambar 3.6 Varian 4

Pada varian 4 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran counter flow (aliran udara berlawanan dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering berbentuk kotak. Pemasukkan bahan dari samping dan pengeluaran dari bawah posisi di samping atau hanya satu sisi yang miring.

(51)

Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas berbentuk pipa. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap. Mekanisme udara masuk menggunakan kipas aksial sedangkan udara keluar ruang pengering menggunakan turbin ventilator yang berada diatas ruang pengering. Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.

Prinsip kerja varian 4 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa – pipa baris vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran masuk silinder ke ruang pengering. Arah aliran udara berlawanan dengan arah masuk gabah (cross flow), udara panas keluar melalui sisi atas ruang pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara resirkulasi.

Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu dengan pembakaran biomassa.

Kekurangan dari varian 4 ini ialah. Arah aliran udara panas yang berlawanan arah akan menembus tumpukan padi yang tebal dan menyebabkan pengeringan tidak merata sampai ke atas. Hopper masuk dari samping menghalangi dimana dinding menggunakan material tembus cahaya. Pengeluaran gabah kurang lancar sebab hanya satu sisi yang miring.

3.4.4 Pemilihan Varian Terbaik

Dengan menggunakan metode House Of Quality, maka didapatkan skala prioritas dari produk yang dibuat. Oleh karena itu dibuatlah matriks keputusan antara masing – masing varian, yaitu :

(52)

Tabel 3.6 Matriks Keputusan Deskripsi Varian 1 Varian 2 Varian 3 Varian 4 Daya yang dibutuhkan  900

watt

REFE

RENS

I

S S S

Energi panas yang dihasilkan

40 - 60 oC S S S

Kapasitas sekali proses

pengeringan 500 kg S S S

Beban struktur* S S S

Polusi Lingkungan* S S S

Langkah untuk pembuatan* S S S

Waktu untuk pembuatan* S S S

Langkah untuk perakitan* S S S

Waktu untuk perakitan* S S S

Langkah untuk melepas* S S S

Waktu untuk melepas* S S S

Jumlah komponen* S S S

Perkakas non standar* S S -

Perkakas standar* S S S

Sistem suhu elektronik S S S

Sistem pemasukan dan

pengeluaran bahan + + -

%Keandalan** - + -

TOTAL (+) 1 2 0

TOTAL (-) 1 0 3

Total Keseluruhan 0 2 -3

Ket: S = sama (*) lebih kecil lebih baik (+) = lebih baik (**) lebih besar lebih baik (-) = kurang baik

(53)

Dari matriks keputusan, maka didapatkan bahwa varian 3 memiliki keunggulan dibanding varian lain, oleh karena itu dalam perancangan akan digunakan varian 3.

(54)

42

BAB IV

PERHITUNGAN

4.1 Prinsip Kerja Mesin Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid

Adapun prinsip kerja dari mesin pengering ini ialah udara panas ditiupkan dari tungku biomassa dan kemudian masuk ke ruang pengering. Sedangkan gabah turun ke bawah kemudian bergerak secara sirkulasi oleh tiupan blower. Bila menggunakkan energi matahari maka biomassa tidak digunakan.

Gambar 4.1 Prinsip Kerja Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid

Arah aliran udara panas Arah aliran gabah

(55)

4.2 Beban Kebasahan

Beban kebasahan (BK) merupakan selisih antara massa mula – mula gabah dengan massa akhir gabah. Beban kebasahan juga dapat disebut dengan massa uap air yang dihilangkan dari gabah.

 Kapasitas gabah sebelum pengeringaan = 500 kg (direncanakan)

 Kadar air mula – mula air sebelum pengeringan (MCwb,1) = 25% (wb), (Tabel 4.1)

 Kadar akhir gabah setelah pengeringan (MCwb,2) = 12% (wb), (Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Data Pengeringan Dari Berbagai Produk Pertanian

Sumber: e – book “Handbook of Industrial Draying, Third Edition” edited by : Arun S Mujumdar

Gambar

Gambar 2.1 Struktur fisik butiran gabah (Gunawan Kiswoyo, 2008)  Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat,  6-7.5%  protein,  3%  lemak,  dan  sedikit  vitamin  B2
Gambar 2.2 Variatons of several batch drying processes   (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
Gambar 2.4 Fixed frying process of cereal grain in a full – bin system  (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
Gambar 2.5 Ilustration of flow patterns used in continuous flow dryers  (Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Suharsimi Arikonto (1989) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang

Sedangkan perbedaan penelitiaan yang dilakukan Paina dengan penelitian ini adalah pada objek kajian yang mana pada penelitian Paina meneliti tindak tutur komisif khusus

Untuk pengelolaan dengan asas lestari dan hasil yang maksimum perlu perencanaan dalam satu Kelas Perusahaan Cendana di dalam kawasan hutan dan Hutan Rakyat untuk pengembangan di

Kebutuhan air selalu meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk, mengakibatkan terjadinya penyedotan air tanah termasuk sumur bor secara besar-besaran yang

Atau dalam arti sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis,

Proses penempatan produk pada metode shared storage adalah dengan menyusun area-area penyimpanan berdasarkan kondisi luas lantau gudang, kemudian diurutkan area

Dengan kata lain bahwa transformator daya tidak akan mengalami kenaikan susut-umur jika suhu titik-panas (hot-spot temperatur) tidak melebihi nilai 98 o C (110 o C

Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah (Berita