• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri, pribadinya telah membentuk . Oleh karena itu untuk dapat menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling pengorbanan, saling pengertian, dan hal tersebut harus disadari benar-benar oleh kedua pihak yaitu oleh suami istri.

Menurut Bimo Walgito ( 2000: 11 ), mengemukakan bahwa pernikahan adalah : upaya yang dilakukan sepasang makhluk hidup berlawanan jenis untuk memperoleh keturunan demi melestarikan golongannya diatas muka bumi ini. Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang sakral, sangat dianjurkan oleh agama diatur oleh undang-undang pernikahan dan tentunya agar seorang manusia yang memang diciptakan berpasang-pasangan tidak hidup sendiri. Perkawinan juga merupkan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Ensiklopedia Indonesia (t.t.) (dalam Bimo Walgito 2000:11) perkataan perkawinan = nikah ; disisi lain Purwadarminta (1976) (dalam Bimo Walgito 2000:11) kawin = perjadohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri; perkawinan = pernikahan . Sedangkan menurut Hornby (1957) (dalam Bimo Walgito 2000:11) marriage : the union of two persons as husband and wife. Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri.

Disisi lain Craig Bryan (2009:30) mengartikan pernikahan adalah sebagai refleksi dari keindahan Allah itu sendiri. Sang pencipta membentuk pola manusia sesuai dengan gambarnya dan sesuai dengan keserupaan-nya. Tindakannya yang penuh kreasi menujukkan bagaimana dia menempatkan kemampuan didalam diri Adam dan Hawa untuk memberi dan menerima cinta kedalam perhubungan yang mencakup cinta dan komitmen. Perhubungan pernikahan ini menyeroti tentang pentingnya Allah menempatkan keimanan, keharmonisan, keterkaitan dan menunjukan bagaimana sifat perhubungan-Nya dipantulkan pada cinta penyerahan diri

(2)

dari dua individu yang menemukan sensasi dari kesatuan dan kebersamaan melalui kegembiraan dalam cinta pernikahan.

Sumber dari (http:melayuonline.com/ind/culture/dig/2622/mappabotting-upacara-adat perkawinan-orang-bugis-sulawesi selatan). Pernikahan dalam bahasa Bugis yakni “Mappabotting” , yang artinya melaksanakan upacara perkawinan. Sementara itu, istilah perkawinan dalam bahasa Bugis disebut siala yang berarti saling mengambil satu sama lain. Dengan demikian, perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua insan yang berlainan jenis kelamin untuk menjalin sebuah kemitraan. Menurut istilah perkawinan dapat juga disebut siabbinéng dari kata biné yang berarti benih padi. Dalam tata bahasa Bugis, kata biné jika mendapat awalan “ma” menjadi mabbiné berarti menanam benih. Kata biné atau mabbiné ini memiliki kedekatan bunyi dan makna dengan kata bainé (istri) atau mabbainé (beristri). Maka dalam konteks ini, kata siabbinéng mengandung makna menanam benih dalam kehidupan rumah tangga.

Sementara itu Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 ( dalam Lili Rasjidi 1991:5 ) dirumuskan bahwa pernikahan itu adalah :”... ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”Bahwa ikatan batin merupakan hal penting dari perkawinan menujukan bahwa menurut undang-undang ini, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan di pandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, untuk maksud tersebut diperlukan adanya peraturan dalam menentukan persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk dilangsungkan perkawinan itu disamping peraturan tentang kelanjutan serta terputusnya perkawinan itu. Sebab ,dengan tidak adanya peraturan tersebut akan sukarlah apa yang menjadi tujuan utama dilangsungkannya itu sebagaimana yang telah disebut diatas.

Berdasarkan pengertian tentang pernikahan diatas dapat simpulkan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang suci , sesuatu yang dianggap luhur untuk dilakukan. Oleh karena itu , kalau seseorang hendak melangsungkan pernikahan dengan tujuan yang sifatnya sementara saja seolah-olah sebagai tindakan permainan , agama Islam tidak memperkenankannya. Pernikahan hendaknya dinilai sebagai sesuatu yang suci yang hanya hendak dilakukan antara seorang

(3)

wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.2 Pernikahan dalam Islam

Pernikahan dalam segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

Lebih lanjut Muhammad Abdul Hamid ( 2009 : 7 ) berpendapat bahwa pernikahan merupakan salah satu hukum alam kehidupan yang tidak asing lagi dalam dunia manusia, hawan dan tumbuhan.Pernikahan merupakan sarana yang telah dipilih Allah untuk menjamin adanya keturunan dan kelangsungan spesies manusia, setelah Allah menciptakan pria dan wanita dan melengkapinya dengan organ penunjangnya. Selain itu, agar pria dan wanita menjalankan perannya masing-masing demi mewujudkan tujuan yang mulia .Allah tidak menginginkan hubungan alami antara pria dan wanita tanpa aturan seperti halnya makhluk-makhluk selain manusia. Sehingga naluri keduanya bebas lepas tanpa kendali dan batas. Karena hal demikian akan menyebabkan terjadinya kesimpang siuran nasab dan ternodainya kehormatan dan pada gilirannya akan lenyaplah institusi keluarga dan masyarakat. Allah telah menetapkan aturan yang sesuai; aturan yang dapat memelihara kemuliaan manusia dan menjaga kehormatan serta kelangsungan spesies manusia. Karenanya, Allah mensyari‟atkan pernikahan dan melengkapinya dengan berbagai aturan yang dapat memelihara kehormatan dan agama sepasang insan.

(4)

Selanjutnya Kaelany (2000:139) mengartikan nikah atau perkawinan adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang di atur oleh syari‟ah. Dengan akad itu kedua calon akan di perbolehkan bergaul sebagai suami istri. Akad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya.

Kemudian Sulaiman Rasyid (1987:348) mendefinisikan bahwa nikah adalah: Salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan bertolong-tolongan antara satu dengan yang lainnya.Sebenarnya pertalian menikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja suami istri dan turunan, bahkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari sebab baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindalah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-menolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan selain itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

Disisi lain Abu Qurroh (1997:15) mengemukakan bahwa pernikahan sebagaimana diketahui publik, bukan sekedar memenuhi selera biologis. Dalam panduan Alquran wa sunnah menyebutkan bahwa nikah merupakan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kerana itu hikmah bagi muslim dan masyarakat umumnya sangat besar dan banyak manfaatnya. Dalam kenyataan ilmiah ternyata perkawinan memiliki manfaat yang sangat besar, baik itu bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Bagi diri sendiri misalnya, paling tidak orang yang telah berumah tangga akan memiliki pemikiran yang luas. Jika ia semula tidak suka memikirkan sesuatu dengan sungguh-sungguh, setelah berumah tangga pikiran akan selalu serius.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Perkawinan adalah sah apabila

(5)

dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan didepan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.

2.3 Syarat-syarat Perkawinan dan asas-hukum perkawinan

1. Syarat-syarat Perkawinan Yaitu :

a). Tujuan perkawinan adalah membantu keluarga yang bahagia dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual.

b). Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu pernikahan adalah bila mana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan, di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c). Undang-undang itu menganut asas monogami. Hanya apabilah di kehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari bersangkutan mengizinkannya, seseorang suami dapat beristri dari seseorang. Namun perkawinan seseorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak

(6)

bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabilah dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d). Undang-undang ini menganut prinsip bahwa suami-istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan dapat keturuan yang baik dan sehat.

e). Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.

f). Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami,baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat sehingga demikian segala sesuatu di dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

2. Asas-asas hukum Perkawinan

a). Kesukarelaan

Kesukarelaan merupakan atas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami istri, tetapi juga antara kedua orang tua, kedua bela pihak.

(7)

b). Persetujuan kedua belah pihak

Persetujauan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis atas asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan . Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan seorang pemuda , misalnya, harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya.

c). Kebebasan memilih

Kebebaasan memilih pasangan, juga disebutkan dalam sunnah nabi di ceritakan oleh ibnu abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama jariyah menghadap rasullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak dusukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa jariya dapat memilih untuk menuruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang di sukainya.

d). Kemitraan suami-istri

Kemitraan suami-istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda kerena perbedaan kodrat. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda: suami menjadi

(8)

kepala keluarga,istri menjadi kepala dan penaggung jawab pengaturan rumah tangga.

e). Untuk selama-lamanya

Untuk selama-lamanya menujukan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup (Q.S Al-Rum).

f). Monogami Terbuka

Disimpulkan dari al-qur‟an surat Al-Nisa (4) ayat 129. Di dalam ayat 3 dinyataka bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh berisri lebih dari seorang, atau memenuhi beberapa syarat tertentu, di antaranya adalah syrat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya.

3. Hukum Perkawinan

a). Wajib

Wajib bagi orang yang telah sanggup kawin. Sanggup dalam pengertian dzahir, yaitu faktor ekonomi. Dan apabila ia dikhawatirkan bisa terjerumus kedalam kemaksiatan (berzina), sebab kebutuhan biologis, kasih sayang cinta, adalah fitra insania, tidak bisa ditolak.

(9)

b). Sunnah

Hukumnya sunnah bagi orang yang memiliki kesanggupan kawin namun ia pun sanggup memeliharaan diri dari perbuatan maksiat. Melihat fakta tersebut, walaupun hukumnya sunnah, namun sebaiknya pun segera dikerjakan mengingat datangnya fitnah karena wanita diibaratkan seperti top model yang sering menarik bagi laki-laki maupun dirinya pun memiliki kebutuhan serupa terhadap lawan jenisnya.

c). Makruh

Bagi mereka yang tidak memiliki kesanggupan untuk kawin, secara hukum dibenarkan mereka menikah, hanya dikhawatirkan tak mampu membina rumah tangga secara arif dan bijaksana. Untuk baiknya mempersiapkan diri dahulu, terutama dalam modal agama, modal keimanan, adalah sumber kekuatan dan sumber inspirasi.

d). Haram

Boleh jadi orang yang belum punya syarat-syarat apa-apa , baik iman maupun nafkah, bisa juga yang telah memenuhi syarat ekonomi,namun dikhawatirkan membahayakan jiwa istri atau suaminya ( salah satu pihak ), dalam rumah tangga.

(10)

2.4 Adat dan Hukum Adat

1. Pengertian adat

Sistem nilai budaya, pandangan hidup dan ideologi, sistem nilai budaya ini merupakan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dari adat istiadat. hal itu di sebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran, sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat.

Abdul syani (1995:68) mengemukakan bahwa adat istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi hukum, biasanya pormal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum. Misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain dengan dalil usaha mencari kerja dan sebagainya. Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang, atau tidak rasional yaitu lebih di terapkan pada kepentingan masyarakat. Misalnya dalam kasus yang sama seorang yang diketahui (atau tertangkap basah) melakukan perkosaan, maka ia akan mendapatkan sanksi berupa pengucilan untuk selamanya atau diusir di tempat tinggalnya untuk tidak kembali atau dapat juga dilakukan pemutusan hubungan keluarga dan lailn-lain. Pada masyarakat tertentu untuk memulihkan nama baik yang tercemar di perlukan suatu upacara adat yang tidak sedikit mengeluarkan biaya.Norma-norma sosial , seperti cara , kebiasaan , tata kelakuan dan adat istiadat , kesemuanya merupakan aturan perilaku kehidupan sosial yang bersifat kemasyarakatan.

Disisi lain David Berry ( 1983 ) (dalam Abdul syani 1995:68) berpendapat bahwa sifat kemasyarakatan ini adalah bukan saja karena norma-norma tersebut

(11)

berkaitan dengan kehidupan sosial, tetapi juga karena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya merupakan hasil dari kehidupan bermasyarakat.

Sementara itu Mohammad Daud Ali (2009:217) menjelaskan bahawa adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itumemerlukan usaha untuk memahami dan dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembangunan hukum adat positif yang lain. Sedangkan Adat nan Teradat adalah ajaran dan dalil yang dituangkan kedalam bentuk bangunan-bangunan adat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti (bangunan adat) Perkawinan, kewarisan, jual-beli, dan sebagainya.

Kemudian Abdul Syani ( 1995:330) menjelaskan bahwa adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat didalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu, begitu toko sukar di ubah, misalnya, memotong padi, dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama wanita) yang mata pencahariannya tambahannya adalah memotong padi dengan cara lama. Hal ini merupakan suatu halangan terhadap introduksi alat pemotong baru yang lebih efektif dan efisien.

S.Takdir Alisjahbana (1986:115) mengartikan adat istiadat adalah sekalian aturan yang mengatur kelakuan induvidu dalam masyarakat dari buaian sampai kekuburan. Terutama antara bangsa-bangsa primitif, adat-istiadat itu meliputi daera yang luas dan menguasai tiap-tiap kejadian dalam hidup sesuatu masyarakat dan anggota-anggotanya, sebab dalam masyarakat primitif adat-istiadat masih merupakan penjelmaan agama; seluruh hidup masyarakat adalah sebagian dari susunan kosmos yang melingkungi segala sesuatu. Seni, politik, kehidupan ekonomi, malan ilmu masih belum terpisah-pisah, tetapi sekaliannya tunduk kepada adat-isriadat yang dianggaap tak lain dari pada penjelmaan susunan kosmos. Oleh karenanya tiap-tiap pelanggaran aturan adat-istiadat adalah pelanggaran susunan kosmos , yang dijaga oleh tenaga-tenaga kudus.Didalam sistem adat-istiadat inilah manusia hidup turun temurun .Di dalam tiap-tiap masyarakat tentu terdapat bermacam-macam tipos adat-istiadat yang mengatur berbagai segi dari kelakuan sosial .

Selanjutnya Koentjaraningrat (2000:11) mengatakan bahwa adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Secara lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata-kelakuan, karena adat berpungsi sebagai pengaturan

(12)

kelakuan. Suatu contoh dari adat ialah: aturan sopan santun untuk memberi uang kepada pesta kondangan. Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, yaitu : (i)Tingkat nilai budaya adalah yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya.Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsipkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat. Konsepsi-konsepsi serupa itu biasanya luas dan kabur. Tetapi walaupun demikian, atau justru karena kabur dan tidak rasional, biasanya berakar dalam bagian emosional dari dalam jiwa manusia. Tingkat ini dapat kita sebut sistem nilai budaya. Jumlah nilai-nilai budaya dapat kita sebut sistem nilai budaya. Jumlah nilai-nilai tingkat pertama dalam suatu kebudayaan biasanya tidak banyak.(ii)Tingkat norma-norma itu adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia dalam masyarakat. Perananan manusia dalam kehidupannya adalah banyak, dan manusia sering berubah peranan dari saat kesaat, dari hari kehari pada suatu saat berperan sebagai guru, pada hari lain ia adalah pemimpin partai politik.Tiap peranan membawa bagiannya sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kalakuannya dalam hal memainkan peranannya yang bersangkutan. Jumlah norma dalam suatu kebudayaan lebih banyak dari pada jumlah nilai-budaya.(iii)Tingkat hukum adalah sistem hukum (baik hukum adat maupun hukum tertulis). Hukum sudah jelas mengenai bermacam-macam sektor hidup yang sudah terang batas-batas rung lingkupnya. Jumlah undang-undang hukum adalah suatu masyarakat sudah jauh lebih banyak dari pada jumlah norma yang menjadi pedomannya.(iiii)Tingkat aturan-aturan khusus adalah yang mengatur aktifitas-aktifitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam kehidupan masyarakat itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini amat konkret sifatnya dan banyak di antaranya terbaik dalam sistem hukum.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan norma yang

(13)

tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

2. Hukum Adat

Hukum Adat adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun di hormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai suatu tradisi atau kebiasaan masyarakat.

Ilhami Bisri (2004:112), mengemukakan bahwa hukum adat adalah: sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Berlakunya hukum Adat di Indonesia diakui secara implisit oleh Undang-Undang Dasar 1945 melalui penjelasan umum, yang menyebutkan bahwa:” Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.”

Sesuai dengan sifat dengan ciri utama hukum adat yang tudak tertulis dalam arti tidak diundangkan dalam bentuk perundangan peraturan, hukum adat tumbuh dan berkembang serta berurat akar pada kebudayaan tradisional sebagai perasaan hukum rakyat yang nyata (dalam Soerya, 1993:52) didalam kehidupan masyarakat Indonesia.

(14)

Disisi lain Abdoel Djamali (1984:73) mengemukakan bahwa sistem hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Hukum adat itu mempunyai tipe yang bersipat tradisional dengan berpangakal kepada kehendak nenek moyang. Untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu. Oleh karena itu keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada pangkalnya-kehendak suci nenek moyang sebagai tolak ukur terhadap keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum adat juga dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup yang silih berganti. Perubahaanya sering tidak diketahui, bahkan kadang-kandang tidak bisa disadari masyarakat. Hal itu karena terjadi pada situasi-situasi sosial tertentu di dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara dalam pandangan Mohammad Daud Ali (1990:210) pada dasarnya, „hukum adat‟ adalah hukum yang tidak tertulis. Ia tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pada waktu ini sedang di adakan usaha-usaha untuk mengangkat hukum adat menjadi hukum perundangan-undangan dan dengan begitu diikhtiarkan memperoleh bentuk tertulis.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adat adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal kebiasaan masyarakat itu sendiri, yang secara turun-temurun masyarakat harus menghormati dan mentaati aturan-aturan yang telah ditentukan tersebut.

2.5 Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang di kehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang. Nilai biasanya di atur berdasarkan kesadaran terhadap apa yang pernah di ketahui dan di alami, yaitu

(15)

pada waktu seseorang terlibat dalam suatu kejadian yang di anggap baik atau buruk,benar atau salah,baik oleh dirinya sendiri maupun menurut anggapan masyarakat.

Menurut Elly Setiadi (2007:116) nilai berhubungan erat dengan kegiatan manusia menilai. Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain , yang selanjutnya diambil suatu keputusan . Keputusan nilai dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau buruk, manusiawi tidak manusiawi, religius atau tidak religius. Penilaian ini dihubungkan dengan unsur-unsur atau hal yang ada pada manusia ,seperti jasmani, cipta, rasa, dan keyakinan. Sesuatu dipandang bernilai karena sesuatu itu berguna, maka disebut nilai kegunaan, bila benar dipandang bernilai maka disebut nilai kebenaran ,indah dipandang bernilai maka disebut nilai keindahan ( estetis ) , baik dipandang bernilai maka disebut nilai moral ( etis ) , religius dipandang bernilai maka disebut nilai keagamaan.

Selanjutnya Elly Setiadi (2007:122), mendefinisikan pengertian nilai sulit untuk mencari kesimpulan yang komprehensif agar mewakili setiap kepentingan dan berbagai sudut pandang ,tetapi ada hal yang disepakati dari semua pengertian nilai tersebut bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai itu penting. Untuk melihat sejauh mana variasi pengertian nilai tersebut, terutama bagaimana hubungan antara setiap pengertian itu dengan pendidikan.

Dibawah ini akan dikemukakan empat definisi yang diharapkan mewakili berbagai sudut pandang yaitu :

(1)Menurut Cheng ( 1955 ) : Nilai merupakan sesuatu yang potensial , dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif , sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia, sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki. ( dalam Layso, 1990 , hlm.1 ).

(2)Menurut Dictionary of Sociology and Related Science : Value,..., the believed capacity of any object to statisfy human desire,the quality of any object which causes it to be of interest to an individual or a group. ( Nilai adalah kemampuan yang diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok) . (dalam Kaelan, 2002,hlm.174). (3)Menurut Frankena : Nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan ( worth ) atau kebaikan

(16)

(goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (dalam Kaelan ,2002,hlm.174 ). (4) Menurut Lasyo (1999, hlm .9) sebagai berikut : Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.Nilai biasanya diukur berdasarkan kesadaran terhadap apa yang pernah diketahui dan dialami , yaitu pada waktu seseorang terlibat dalam suatu kejadian yang dianggap baik atau buruk , benar atau salah , baik oleh dirinya sendiri maupun menurut anggapan masyarakat .

Kemudian Abdul Syani (1994:63), mendefinisikan nilai sebagai kumpulan perasaan mengenai apa yang diinginkan atau yang tidak diharapkan , mengenai apa yang boleh dilakukan atau yang tabu dilakukan .

Alvin L. Bertrand ( 1980 ) (dalam Abdul Syani 1994:63), menyatakan bahwa nilai-nilai (dalam pengertian penggambaran kecenderungan terhadap apa-apa yang disukai dan apa-apa yang tak disukai) akan kelihatan sistem-sistem sosial dipakai sebagai alat konsepsi di dalam menganalisi tindakan-tindakan sosial. Nilai-nilai itu merupakan ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponennya belakang. Sedangkan konsep keyakinan merupakan kumpulan pikiran dan kepercayaan terhadap suatu pakta yang boleh atau tidak boleh untuk dibuktikan kebenarannya. Keyakinan, apabilah tidak tercemahkan sebagai nilai, maka ia tidak perlu di usut kebenarannya secara empiris.

Robin William (dalam Abdul Syani 1994:63) menyebutkan empat buah kualitas dari nilai-nilai, yaitu :(1)Nilai-nilai itu mempunyai sebuah elemen konsepsi yang lebih mendalam dibandingkan hanya sekedar sensasi,emosi atau kebutuhan. (2)Nilai-nilai itu menyangkut atau penuh dengan semacam pengertian yang memiliki suatu aspek emosi.(3)Nilai-nilai bukanlah merupakan tujuan konkret dari pada tindakan , tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan tujuan .(4)Nilai-nilai tersebut merupakan unsur penting dan sama sekali tak dapat diremehkan bagi orang bersangkutan .

Selanjutnya menurut Abdul Syani (1994:64), nilai yang diakui bersama sebagai hasil konsekuensi, erat kaitannya dengan pandangan terhadap harapan kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyarakat. Hal ini berarti nilai-nilai sosial dapat disebut sebagai ketentuan atau cita-cita dari suatu dinilai baik dan benar oleh masyarakat luas. Nilai-nilai yang sudah menjadi ketepatan umum dianggap sebagai ukuran kebaikan atau pedoman hidup ( way of life ) yang cenderung dipertahankan. Jika seseorang berperilaku menyimpamg atau berbuat menurut ukuran nilai dirinya sendiri, maka ia akan menerima sanksi atau dikucilkan dari pergaulan

(17)

masyarakat sekitarnya. Jadi nilai-nilai sosial merupakan kumpulan atas dasar perasaan bersama (in- group feeling) yang dapat berfungsi sebagai petunjuk arah dalam rangka usaha mencapai tujuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat.Didalam pandangan sosiologis , nilai-nilai sosial dapat langsung mempengaruhi segala aktivitas individu atau kelompok , terutama dalam rangka menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat sekelilingnya .

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan Pengertian nilai melingkupi perasaan yang paling bersahaja dan paling primitif, maka lenyaplah perbedaan antara kelakuan manusia dan kelakuan hewan. Dengan demikian nilai dibuat menjadi sinonim dengan keperluan, dan tidak di bedakan kelakuan maupun keperluan individu. Jadi untuk memahami ketegangan dan konflik antara bagai drife atau dorongan-dorongan hidup dan insenting dan berbagai-bagai proses penilaian yang menentukan kelakuan manusia, kita mesti pula membeda-bedakan berbagai-bagai tipos perasaan dalam proses penilaian. Ketegangan dan konflik seperti yang kita telah nyatakan lebih dahulu adalah syrat-syarat sesungguhnya untuk kehidupan etik.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penyelesaian perkara syiqầq ini, sesuai dengan ketentuan pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pengadilan dapat mengangkat hakam, yang

1) Memiliki pola piker global, yaitu dimaksudkan kecendrungan untuk melihat dunia dengan cara tertentu, sebuah jaringan yang apabila melaluinya kita dapat melihat

72 - Bandung (Kota) - Jawa Barat Pengadaan Barang 180 Dinas Peternakan Perikanan dan.

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wedi kabupaten Klaten yang merupakan salah satu sekolah/lembaga pendidikan yang berperan dalam mengembangkan, meningkatkan kualitas

Dari awal akan dijelaskan secara terbuka bagian bagian mana yang merupakan harta pribadi (harta yang dimiliki sebelum menikah) dan mana nantinya yang akan menjadi

dalam komponen Maqa>s}id al-Shari>’ah menjaga agama karena masih samar, dan menjaga jiwa karena pemasangannya didalam tubuh manusia (Hifd an- Nafs al-d}aru>riyah) karena

Diana  Karitas  dan  Fransiska,  2017.  Panas  dan  Perpindahannya  Jakarta:  Penerbit  Pusat  Perbukuan  Balitbang  Kementerian  Pendidikan  dan  Kebudayaan 

Oleh karena itu hubungan kerjasama dapat berjalan hingga saat ini dan menyebabkan kemudahan dalam pengembangan kerjasama.Selama tiga periode, kerjasama sister city